DISUSUN OLEH :
ADE FAIZAR
AMRI HANAFI
ESTI MUNAROH
DIII FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2023
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya serta
tak lupa solawat dan salam untuk hamba terbaik, Nabiallah Muhammad SAW yang
menjadi suri tauladan sehingganyaw penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul “ LAPORAN KASUS PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA
BELL’S PALSY DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JENDRAL AHMAD YANI”
dengan tepat waktu.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................................2
Daftar Isi.....................................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................5
PENDAHULUAN......................................................................................................................5
Latar Belakang.............................................................................................................................5
Tujuan 5
BAB II........................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................6
Definisi 6
Struktur Anatomi.........................................................................................................................6
Epidemiologi................................................................................................................................8
Etiologi 8
Gejala Klinis..............................................................................................................................11
Manifestasi Klinik......................................................................................................................12
Diagnosis13
Diagnosis Banding.....................................................................................................................14
BAB III.....................................................................................................................................16
FORMULIR FISIOTERAPI....................................................................................................16
Pemeriksaan...............................................................................................................................16
a. Pemeriksaan Umum...................................................................................................16
b. Pemeriksaan Khusus..................................................................................................16
Diagnosa Fisioterapi................................................................................................................19
Tujuan Fisioterapi...................................................................................................................19
Perencanaan Intervensi............................................................................................................19
Home Program......................................................................................................................21
BAB IV....................................................................................................................................23
PENUTUP................................................................................................................................23
4. 1 Kesimpulan................................................................................................................23
4. 2 Saran..........................................................................................................................23
Daftar Pustaka..........................................................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bell’s palsy adalah suatu kelumpuhan saraf fasialis perifer yang bersifat
one-sided, penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), akut dan tidak disertai
oleh gangguan pendengaran, kelainan neurologi lainnya atau kelainan lokal.
Determination biasanya ditegakkan bila semua penyebab yang mungkin telah
disingkirkan (Munilson dkk., 2012)
Insiden sindrom ini sekitar 23 kasus per 100.000 orang setiap tahun.
Manifestasi klinisnya terkadang dianggap sebagai suatu serangan stroke atau
gambaran tumor yang menyebabkan separuh tubuh lumpuh atau tampilan
distorsi wajah yang akan bersifat permanen (Lowis, 2012).
B. Tujuan
B. Struktur Anatomi
Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :
C. Epidemiologi
Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralisis
fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun
1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika
Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang,
63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus
per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi,
dibanding non-diabetes. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan
perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19
tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada
umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca
persalinan kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi daripada wanita
tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat.
D. Etiologi
Penyebab pasti Bell’s palsy masih belum diketahui. Tetapi penyakit ini
dianggap memiliki hubungan dengan infection, bakteri, dan autoimun. Bell’s
palsy meliputi inflamasi saraf atau blokade sinyal strong dari HSV 1 lewat
karier yang belum diketahui, ketidakseimbangan imunitas (stretch, HIV/AIDS,
injury) atau apapun yang secara langsung maupun tidak langsung menekan
sistem imun (seperti infeksi bakteri pada Lyme malady dan otitis media, atau
injury, tumor, dan kelainan kongenital), serta apapun yang dapat
menyebabkan inflamasi dan edema nervus fasialis (N.VII) dapat memicu
terjadinya bell’s palsy.
E. Patofisiologi
Terdapat beberapa teori yang telah dikemukakan, yaitu teori iskemik vaskuler
dan teori infeksi infection.
3. Teori kombinasi
F. Gejala Klinis
Yang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi foramen
stilomastoideus dan pada setinggi ganglion genikulatum. Adapun penyebab yang sering
pada kerusakan setinggi genikulatum adalah :
Manifestasi Klinik
Gejala pada sisi wajah ipsilateral
- Kelemahan otot wajah ipsilateral
- Kerutan dahi menghilang ipsilateral
- Tampak seperti orang letih
- Tidak mampu atau sulit mengedipkan mata
- Hidung terasa kaku
- Sulit berbicara
- Sulit makan dan minum
- Sensitif terhadap suara (hiperakusis)
- Salivasi yang berlebihan atau berkurang
- Pembengkakan wajah
- Berkurang atau hilangnya rasa kecap
- Nyeri di dalam atau disekitar telinga
- Air liur sering keluar
Gejala pada mata ipsilateral
- Sulit atau tidak mampu menutup mata ipsilateral
- Air mata berkurang
- Alis mata jatuh
- Kelopak mata bawah jatuh
- Sensitif terhadap cahaya
Residual
- Mata terlihat lebih kecil
- Kedipan mata jarang atau tidak sempurna
- Senyum yang asimetri
- Spasme hemifasial pascaparalitik
- Otot hipertonik
- Sinkinesia
- Berkeringat saat makan atau saat beraktivitas
- Otot menjadi lebih flaksid jika lelah
Diagnosis
Diagnosis penyakit bell’s palsy berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang
o Anamnesis
Pasien mengeluh keluhan-keluhan khas pada bell’s palsy, seperti kelemahan atau
paralisis komplit pada seluruh otot wajah sesisi wajah sehingga pasien merasa wajahnya
perot. Selain itu makanan dan air liurdapat terkumpul pada sisiyang mengalami
gangguan pada mulut dan dapat tumpah keluar melalui sudut mulut1.
o Pemeriksaan fisik
• Lipatan wajah dan lipatan nasolabial menghilang, lipatan dahi juga menghilang
sesisi, dan sudut mulut jatuh / mulut mencong ke sisi yang sehat.
• Kelopak mata tidak dapat menutup sempurna, jika psien diminta untuk mnutup
mata
maka mata akan berputar-putar ke atas (fenomena bell’s).
• Produksi air mata berkurang, iritasi pada mata karena berkurangnya lubrikasi
dan paparan langsung.
Untuk menilai derajat paresis netvus fasialis digunakan House Brackmann Classification
of Facial Function, yaitu :
▪ Derajat 1 : Fungsional normal
▪ Derajat 2 : Angkat alis baik, menutup mata komplit, mulut sedikit asimetris.
▪ Derajat 3 : Angkat alis sedikit, menutup mata komplit dengan usaha, mulut
bergerak sedikit lemah dengan usaha maksimal.
▪ Derajat 4 : Tidak dapat mengangkat alis, menutup mata inkomplit dengan
usaha,
mulut bergerak asimetris dengan usaha maksimal.
▪ Derajat 5 : Tidak dapat mengangkat alis, menutup mata inkomlit dengan usaha,
mulut sedikit bergerak
▪ Derajat 6 : Tidak bergerak sama sekali
o Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang berupa pencitraan seperti MRI Kepala atau CT-Scan dan
elektrodiagnosis dengan ENMG dan uji kecepatan hantar saraf serta pemeriksaan
laboratorium. Uji ini hanya dilakukan pada kasus-kasus dimana tidak terjadi
kesembuhan sempurna atau untuk mencari etiologi parese nervus fasialis. Pemeriksaan
ENMG ini dilakukan terutama untuk menentukan prognosis.
Pada pemeriksaan laboratorium diukur Titer Lyme (IgM dan IgG), gula darah
atau hemoglobin A1C (HbA1C), pemeriksaan titer serum HSV.
Pada pemeriksaan MRI tampak peningkatan intensitas N.VII atau di dekat
ganglion genikulatum. Sedangkan pemeriksaan CT-Scan tulang temporal dilakukan jika
memiliki riwayat trauma.
1) Trauma kapitis
Paresis fasialis terdapat pada trauma kapitis (misalnya fraktur os temporal, fraktur
basis kranii atau trauma lahir/forceps) atau karena operasi. Pada cedera kepala sering
terjadi fraktura os temporale parspetrosus yang selalu terlihat pada foto rontgen.
2) Sindroma Guillain – Barre dan Miastenia Gravis
Pada kedua penyakit ini, perjalanan dan gambaran penyakitnya khas dan paresis
hampir selalu bilateral.
3) Tumor Intrakranialis
Semua neoplasma yang mengenai sepanjang perjalanan N.VII dapat menyebabkan
paresis fasialis. Tumor intra kranial yang tersering yaitu tumor sudut serebelo pontis.
Di sini selain terdapat paresis N.VII juga biasanya ditemukan adanya lesi N.V dan
N.VIII. tumor yang lain misalnya Ca-nasofaring (biasanya disertai dengan kelainan
saraf kraniales lain) dan tumor kelenjar parotis.
4) Leukimia
Paresis fasialis disebabkan karena infiltrat sel-sel lekemia. Paresis terjadi bilateral dan
simultan. Diawali dengan rasa nyeri di dalam kepala atau telinga dan tuli.
BAB III
FORMULIR FISIOTERAPI
IDENTITAS
Nama : Ny. R
No. RM : 445691
Tgl Lahir : 19 Juli 1969
Umur : 53 (P)
Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan Mawar Metro Pusat
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Wajah kanan merot, pipi dan bibir naik
6. Riwayat Alergi
Tidak memiliki riwayat alergi apapun
Vital Sign:
- Nadi:90
- RR:21
- Tensi:129/92
- Suhu: 36
Pemeriksaan Psikologi:
Pasien Kooperatif
Inspeksi Statis:
- Asimetris pada wajah sebelah kanan terutama bibir merot kearah kiri
Inspeksi Dinamis:
- Asimetris bibir saat tersenyum atau saat berbicara merot kekiri
- Tidak mampu menutup mata kanan dengan sempurna
Palpasi:
- Suhu normal
- Sisi wajah bagian kanan terasa lebih keras atau kaku atau tebal
Pemeriksaan Kekuatan Otot (MMT):
- Untuk menilai kekuatan otot facialis yang mengalami paralysys digunakan skala daniel
and Worthtingdom’s Manual Muscle Testing
Nilai
M. Frontalis Mengerutkan dahi 1
M. Orbicularis Oculi Menutup Mata 1
M. Zygomaticus Mayor Tersenyum 1
Penilaian presentasi:
a. 0% : Asimetris komplit, tidak ada gerakan volunter
b. 30% : simetris jelek, kesembuhan yang lebih ada dekat keasimetrisan komplit daripada ke
simetris normal
c. 70% : simetris cukup, kesembuhan parsial yang cenderung kearah normal
d. 100%: simetris, normal/komplit
Impairment:
- Adanya rasa tebal pada wajah
- Kelemahan pada otot wajah kanan
-
Funtional limitation:
- Kesulitanmenutup mata
- Minum dan makan terganggu
Participation retriction:
- Adanya penurunan rasa peracaya diri saat bergaul dilingkungan masyarakat
Dari hasil diatas dapat disimpulkan adanya peningkatan pada skala ugo fisch. Pada
T1-T3 untuk gerakan istirahat didapatkan nilai 14, untuk gerakan menggerakan dahi
didapatkan nilai 3, untuk gerakan menutup mata dari T1-T2 didapatkan nilai 9 dan
T3 nilai 21 jadi pasien mengalami peningkatan, untuk tersenyum nilai 9 dan bersiul
nilai 30.
Saran
Pasien dengan kondisi Bell’s Palsy disarankan untuk mendapatkan penangann
fisioterapi tidak hanya dengan menggunakan alat saja tapi dapat berupa massage dan mirror
exercise.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal pasien diharapkan memiliki motivasi yang tinggi
untuk sembuh, kedisiplinan dalam menjalani terapi, serta melakukan home program yang
diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
• Monnel, K., Zachariah, S., Khoromi, S. 2009. Bell’s Palsy. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/1146903. Accessed february 15, 2012.
• Dalhar, M. dan Kurniawan, S.N. 2010. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Staf Medis Fungsional Neurologi. Malang : RSUD Dr.Saiful
Anwar/FKUB
• Dewanto, G dkk. 2009. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta : penerbit Buku
Kedokteran EGC
• Mardjono, M. Sidharta, P. Nervus Fasialis dan Patologinya. Neurologi Klinis Dasar, 5 th ed.
Jakarta : PT Dian Rakyat, 2005. 159-163.