Anda di halaman 1dari 31

HUBUNGAN DIABETES MELITUS TIPE 1 DAN 2 PADA ANAK

DENGAN KADAR VITAMIN D

Disusun Oleh:

Muhammad Furqan 1110312020


Siti Ubaidah S 1740312404
Dinda Putri Sofiani 1740312059
Nabila Arifah 1740312029
Annnisa Anggraini 1740312081
Fadil Zainius 1740312210
Fania Putri Indra 1740312210
Virly Tiffany 1410311079
Nadhira Daniswara 1410312040

Preseptor:
dr. Eka Agustia Rini, Sp.A (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur atas kehadirat Allah S.W.T


dan shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referatdengan judul “Hubungan
Diabetes Melitus Tipe 1 dan Tipe 2 pada Anak dengan Kadar Vitamin D”. Referat
ini diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik senior Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
preseptor dr. Eka Agustia Rini, Sp.A (K) yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan referat ini. Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa
mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada Ibu.
Akhir kata, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan referat ini. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran dari berbagai
pihak untuk menyempurnakan referat ini.
Padang, 17 Juli 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................... 2


Daftar Isi .............................................................................................................. 3
Daftar Gambar .................................................................................................... 4
Daftar Tabel......................................................................................................... 5
BAB 1 Pendahuluan ............................................................................................ 6
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 6
1.2 Batasan Masalah........................................................................................ 7
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 7
1.4 Metode Penulisan ...................................................................................... 7
BAB 2 Diabetes Melitus Tipe 1 dan Tipe 2 pada Anak ................................... 8
2.1 Definisi dan Klasifikasi ............................................................................. 8
2.2 Epidemiologi ............................................................................................. 9
2.3 Etiologi ...................................................................................................... 9
2.4 Patogenesis .............................................................................................. 10
2.5 Diagnosis ................................................................................................. 10
2.6 Tatalaksana.............................................................................................. 11
BAB 3 Vitamin D ............................................................................................... 18
3.1 Metabolisme ............................................................................................ 18
3.2 Sumber .................................................................................................... 19
3.3 Peran Vitamin D ...................................................................................... 21
BAB 4 Hubungan Diabetes Melitus Tipe 1 dan Tipe 2 pada Anak dengan
Kadar Vitamin D ............................................................................................... 23
Daftar Pustaka ................................................................................................... 31

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Jenis insulin dan lama kerjanya. ..................................................... 12


Gambar 2.2 Alur Tatalaksana DM Tipe 2 pada Anak dan Remaja .................... 17
Gambar 4.1 Jalur sintesis Vitamin D ................................................................. 24
Gambar 4.2 Jalur sintesis 1,25 (OH)2D2 ..........................................................................................25

4
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sumber Vitamin D2 dan D3 serta Komposisi .................................... 21


Tabel 3.2 Dosis Suplemen Vitamin D pada Infant yang Berisiko Tinggi Diabetes
Melitus Tipe 1 .................................................................................... 22

5
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai

oleh hiperglikemia akibat defek sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.1

Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi DM Tipe 1, DM Tipe 2, DM

Gestasional.2 Diabetes melitus tipe 1 menjadi masalah kesehatan di banyak

negara, dengan keseluruhan peningkatan per tahun diperkirakan sebesar 3%. Pada

tahun 2010, anak-anak yang menderita DM tipe 1 mencapai 480.000 penderita di

seluruh dunia dan jumlah kasus baru yang didiagnosis setiap tahun mencapai

75.800 anak.3

Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan terhadap terjadinya DM

tipe 1. Sedangkan pada DM tipe 2 terjadi mekanisme gangguan repson jaringan

terhadap insulin. Faktor genetik dikaitkan dengan pola HLA tertentu, tapi sistem

HLA bukan merupakan faktor yang paling dominan dalam patognesis DM tipe 1.

Diperlukan suatu faktor pemicu dari lingkungan seperti infeksi virus, toksin, dan

lain-lain untuk menimbulkan gejala klinis DM tipe 1 pada seseorang yang rentan.4

Beberapa studi menyimpulkan bahwa konsumsi susu sapi di usia dini, infeksi

virus (virus coxsackie, cmv, mumps, rubella), kekurangan vit D dan faktor

perinatal memegang peranan dalam terjadinya DM tipe 1.5

Vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak yang bertindak sebagai

hormon steroid. Pada manusia, sumber utama vitamin D adalah konversi yang

diinduksi ultraviolet B (UVB) dari 7-dehidrokolesterol menjadi vitamin D di

kulit.Vitamin D mempengaruhi tulang, usus, sistem imun, kardiovaskular,

pankreas, otot, otak, dan kontrol siklus sel.6 Vitamin D receptor (VDR) terdapat di

6
sebagian besar jaringan dan sel di dalam tubuh. 1,25 (OH) 2D memiliki berbagai

tindakan biologis, seperti penghambatan proliferasi sel dan menginduksi

diferensiasi terminal, menghambat angiogenesis, merangsang produksi insulin,

menghambat produksi renin, dan merangsang produksi katelicidin makrofag.7

Vitamin D diketahui memainkan peran sebagai imunomodulator pada reseptor

vitamin D di pankreas dan sel imun. Fungsi vitamin D dalam tubuh ialah melalui

mekanisme endokrin, yaitu mengatur absorbsi kalsium dan mekanisme autokrin

dengan memfasilitasi ekspresi gen. Defisiensi vitamin D telah diimplikasikan

dalam berbagai penyakit seperti penyakit kronik termasuk penyakit mineral

tulang, autoimun, kanker dan diabetes.2,8,9

Oleh karna uraian diatas, penulis berminat untuk menjelaskan hubungan DM

Tipe 1 dan DM Tipe 2 pada anak dengan kadar vitamin D.

1.2 Batasan Masalah


Referat ini membahas mengenai hubungan diabetes melitus tipe 1 dan tipe

2 pada anak dengan kadar vitamin D.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan referat ini adalah mengembangkan wawasan dan

pemahaman mengenai penyakit gagal jantung akut.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan referat ini menggunakan tinjauan kepustakaan yang merujuk

kepada berbagai literatur.

7
BAB 2
DIABETES MELITUS TIPE 1 DAN TIPE 2 PADA ANAK

2.1 Definisi dan Klasifikasi


Diabetes Melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang

ditandai oleh hiperglikemia akibat defek sekresi insulin, kerja insulin, atau

keduanya.1

Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi beberapa: 2

1. DM Tipe 1

Intoleransi glukosa yang terjadi karena proses autoimun terhadap sel beta

sehingga dapat menyebabkan defisiensi insulin absolute.

2. DM Tipe 2

Intoleransi glukosa yang terjadi karena penurunan sekresi insulin progresif

yang sebelumnya didahului oleh resistensi insulin.

3. DM Gestasional

Intoleransi glukosa dengan onset pertama terjadi pada selama kehamilan.

4. Diabetes tipe spesifik

Intoleransi glukosa yang terjadi karena penyebab lain, seperti Sindrom

Diabetes Monogenik (diabetes neonatal dan diabetes yang muncul pada

kondisi matur (MODY)), penyakit eksokrin pankreas (seperti kistik

fibrosis dan pankreatitis), dan diabetes yang dipicu oleh obat atau bahan

kimia (seperti penggunaan glukokortikoid, terapi HIV/AIDS, atau setelah

transplantasi organ).

8
2.2 Epidemiologi
Sekitar 171 juta orang di dunia mengidap diabetes pada tahun 2000, dan

diproyeksikan akan meningkat ke angka 366 juta pengidap diabetes pada tahun

2030. DM tipe 1 meliputi sekitar 5%-10% dari semua kasus diabetes, atau sekitar

11-22 juta penderita di dunia. Sekitar 440.000 anak-anak di bawah usia 14 tahun

sudah mengidap DM tipe 1 di tahun 2006. Insiden DM tipe 1 meningkat setiap

tahunnya sebesar 3%-5% secara global.5

2.3 Etiologi
Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan terhadap terjadinya DM

tipe 1. Faktor genetik dikaitkan dengan pola HLA tertentu, tapi sistem HLA bukan

merupakan faktor yang paling dominan dalam patognesis DM tipe 1. Diperlukan

suatu faktor pemicu dari lingkungan seperti infeksi virus, toksin, dan lain-lain

untuk menimbulkan gejala klinis DM tipe 1 pada seseorang yang rentan. DM tipe

1 merupakan kelainan sistemik akibat gangguan metabolisme glukosa yang

ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan sel β

pankreas baik olehproses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin

berkurang atau terhenti.Beberapa studi menyimpulkan bahwa konsumsi susu sapi

di usia dini, infeksi virus (virus coxsackie, cmv, mumps, rubella), kekurangan vit

D dan faktor perinatal memegang peranan dalam terjadinya DM tipe 1.4,5

Pada DM tipe 2 terjadi mekanisme gangguan repson jaringan terhadap insulin.

Faktor-faktor yang berpengaruh berupa inhibitor reseptor, kelainan pasca reseptor

dan kelebihan hormon. Semua kelainan ini menyebabkan gangguan transpor

glukosa dan resistensi insulin yang akan menyebabkan hiperglikemia sehingga

menimbulkan manifestasi DM.4

9
2.4 Patogenesis
Patogenesis diabetes tipe 1 adalah hasil interaksi dari genetik dan

lingkungan yang menyebabkan kerusakan dari sel beta pankreas dan kekurangan

insulin. Walaupun 80% penderita DM tipe 1 tidak memiliki riwayat keluarga

dengan penyakit serupa, tetapi faktor genetik diakui berperan dalam patognesis

DM tipe 1. Faktor genetik dikaitkan dengan pola HLA tertentu tapi bukanlah

faktor dominan, sistem HLA berperan sebagai faktor kerentanan, sehingga

diperlukan faktor pemicu yang berasal dari lingkungan. Individu yang mempunyai

sifat mudah terserang kelainan genetik mempunyai massa sel beta yang normal

pada saat lahir dan mulai kehilangan massa sel beta secara sekunder karena

adanya proses autoimun yang terjadi dalam hitungan bulan sampai tahun. Proses

autoimun ini dipicu oleh adanya infeksi atau stimulus lingkungan dan terjadi

spesifik pada molekul sel beta.4,5

DM tipe 2 adalah hasil dari gabungan resistensi insulin dan sekresi insulin

yang tidak adekuat. Hal tersebut menyebabkan predominan resistesi insulin

sampai dengan predominan kerusakan sel beta. Kerusakan sel beta yang terjadi

bukan merupakan suatu mediasi auutoimun. Pada resistensi insulin, konsenttasi

insulin yang beredar mugkin tinggi, tetapi pada keadaan gangguan fungsi sel beta

yang berat, konsestrasi nya rendah.4

2.5 Diagnosis
Manifestasi klinis dari DM tipe 1 bervariasi mulai dari gejala klasik yakni

polidipsia, polifagia dan poliuria, ataupun bisa mendadak menjadi KAD,

meskipun 73% pasien yang didiagnosis DM tipe 1 tidak menunjukkan gejala

klasik.4

10
Standar baku emas untuk penegakan diagnosis DM saat ini adalah melalui

pemeriksaan glukosa darah vena. Kriterianya adalah sebagai berikut:2

1. HbA1c ≥ 6.5% (≥ 48 mmol/mol)

2. Glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl (≥ 11.1 mmol/L)

3. Glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl (≥ 7.0 mmol/dl)

4. Tes toleransi glukosa oral sesudah 2 jam ≥ 200mg/dl (≥ 11.1 mmol/L)

2.6 Tatalaksana
2.6.1 Tatalaksana Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 tidak dapat disembuhkan, tetapi kualitas hidup penderita dapat

dipertahankan seoptimal mungkin dengan kontrol metabolik yang baik. Dengan

mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati

nilai normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia. Parameter HbA1c merupakan

parameter kontrol metabolik standar pada DM. Nilai HbA1c < 7% berarti kontrol

metabolik baik; HbA1c < 8% cukup dan HbA1c > 8% dianggap buruk. Kriteria

ini pada anak perlu disesuaikan dengan usia karena semakin rendah HbA1c

semakin tinggi risiko terjadinya hipoglikemia. Komponen pengelolaan DM tipe-1

terdiri daripemberian insulin, pengaturan makan, olahraga,dan edukasi, yang

didukung oleh pemantauan mandiri (homemonitoring).4

11
1. Pemberian Insulin

Jenis insulin

Gambar 2.1 Jenis insulin dan lama kerjanya.4

Profil farmakokinetik insulin manusia dan insulin analog. Terlihat lama kerja
relatif berbagai jenis insulin. Lama kerjanya bervariasi antar dan intra
perorangan.4
Dosis insulin : 0,025 – 0,1 u/kg atau 0,025-0,1 u/kg/hari. Dua hal yang

perlu penting dikenali pada pemberian insulin adalah efek Somogyi dan efek

Subuh (Dawn effect). Kedua efek tersebut mengakibatkan hiperglikemia pada

pagi hari, namun memerlukan penanganan yang berbeda. Efek Somogyi terjadi

sebagai kompensasi terhadap hipoglikemia yang terjadi sebelumnya (rebound

12
effect). Akibat pemberian insulin yang berlebihan terjadi hipoglikemia pada

malam hari (jam 02.00-03.00) yang diikuti peningkatan sekresi hormon kontra-

insulin (hormon glikogenik). Sebaliknya efek subuh terjadi akibat kerja hormon

kontra insulin pada malam hari. Efek Somogyi memerlukan penambahan

makanan kecil sebelum tidur atau pengurangan dosis insulin malam hari,

sedangkan efek Subuh memerlukan penambahan dosis insulin malam hari untuk

menghindari hiperglikemia pagi hari.4

2. Pengaturan makan

a. Tujuan : mencapai kontrol metabolisme yang baik, tanpa mengabaikan kalori

yang dibutuhkan untuk metabolisme basal, pertumbuhan, pubertas ataupun

aktifitas yang dilakukan10

b. Jumlah kalori yang dibutuhkan dapat berdasarkan berat badan ideal dan

berdasarkan umur. Komposisi kalori yang dianjurkan adalah 60 – 65% berasal

dari karbihidrat, 25% berasal dari protein dan sumber energi dari lemak <30%10

c. Jadwal : 3 kali makan utama dan 3 kali makanan kecil. Tidak ada pengaturan

makan khusus yang dianjurkan pada anak, tetapi pemberian makanan yang

mengandung banyak serat seperti buah, sayuran dan sereal akan membantu

mencegah lonjakan kadar glukosa darah.10

3. Olahraga

Yang perlu diperhatikan dalam berolahraga adalah pemantauan terhadap

kemungkinan terjadinya hipoglikemia atau hiperglikemia saat atau pasca olahraga,

sehingga mungkin memerlukan penyesuaian dosis insulin. Jenis olahraga

disesuaikan dengan minat anak. Pada umumnya terdiri dari pemanasan selama 10

13
menit, dilanjutkan 20 menit untuk latihan aerobik seperti berjalan atau bersepeda.

Olahraga harus dilakukan paling sedikit tiga kali seminggu dan sebaiknya

dilakukan pada waktu yang sama untuk memudahkan pemberian insulin dan

pengaturan makan.4

4. Edukasi

Edukasi merupakan unsur penting pengelolaan DM tipe-1, yang harus

dilakukan secara terus menerus dan bertahap sesuai tingkat pengetahuan serta

status sosial penderita/keluarga. Penderita maupun keluarga harus disadarkan

bahwa DM tipe 1 merupakan suatu life long disease yang

keberhasilanpengelolaannya sangatbergantung pada kemauan penderita dan

keluarganya untuk hidup dengan gaya hidup yang sehat.4

Program edukasi yang terstruktur harus dilakukan untuk mendapatkan

hasil yang optimal. Sasaran edukasi adalah pasien (anak atau remaja) dan kedua

orang tua, serta pengasuhnya. Edukasi terhadap pasien harus bersifat individual

serta dapat diterapkan oleh penderita DM tipe-1. Usia dan kematangan penderita

harus dipertimbangkan dalam membuat program edukasi.4

Edukasi tahap pertama dilakukan saat diagnosis ditegakkan (biasanya

selama perawatan di rumah sakit). Edukasi ini meliputi: pengetahuan dasar

tentang DM tipe-1 (terutama perbedaan dasarnya dengan tipe lain), pengaturan

makanan, insulin (jenis, cara pemberian, efek samping dll), dan pertolongan

pertama pada kedaruratan medik akibat DM tipe-1 (hipoglikemia, pemberian

insulin pada saat sakit).4

Edukasi tahap kedua selanjutnya berlangsung selama konsultasi di

poliklinik. Pada tahap ini, edukasi berisi penjelasan lebih terperinci tentang patofi

14
siologi, olahraga, komplikasi, serta juga bagaimana menghadapi lingkungan

sosial. Penderita dan keluarganya juga diperkenalkan dengan keluarga lain

penderita DM tipe-1, perkemahan atau diperkenalkan dengan sumber-sumber

informasi tentang DM tipe- 1.4

5. Pemantauan Mandiri
Tujuan pemantauan mandiri pada pasien dengan DM tipe-1 adalah

mencapai target kontrol glikemik yang optimal, menghindari komplikasi akut

berupa hipoglikemia dan ketoasidosis dan komplikasi kronis yaitu penyakit

makrovaskuler, menimalisasi akibat hipoglikemia dan hiperglikemia terhadap

fungsi kognitif serta mengumpulkan data tentang kontrol glikemik untuk

dibandingkan dengan sistem kesehatan setempat. 4

Pengukuran kadar glukosa darah harus dilakukan beberapa kali per hari

untuk menghindari terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia, serta penyesuaian

dosis insulin. Diperlukan perhatian yang khusus terutama pada anak prasekolah

dan anak sekolah yang pada tahap awal sering tidak bisa mengenali episode

hipoglikemia yang mungkin dialaminya, sehingga pada keadaan seperti ini perlu

pemantauan kadar glukosa darah yang lebih sering.Pemantauan kontrol glikemik

meliputi pemantauan glukosa darah sehari-hari di rumah serta pemantauan

periodik glikemia secara keseluruhan. 4

2.6.2 Tatalaksana Diabetes Melitus Tipe 2


Pada umumnya tatalaksana diabets melitus tipe 2 pada anak sama dengan

diabetes melitus tipe 1. Terapi utamanya dalah perubahan gaya hidup, obat

hipoglikemik oral, dan insulin. Dianjurkan olahraga paling sedikit 30-60 menit per

15
hari. Konsumsi kalori harian harus diturunkan, asupan lemak diturunkan menjadi

25-35% dari kebutuhan total kalori per hari.4

Tujuan pemberian obat-obatan adalah menurunkan resistensi insulin,

meningkatkan sekresi, atau menurunkan absorbsi glukosa postprandial. Obat

pilihan pada anak dengan DM tipe 2 adalah metformin. Dosis awal 500 mg/hari

pada malam hari, dapat dinaikkan 500 mg tiap minggu sampai maksimum 2000

mg/hari dalam dosis terbagi untuk pasien kurang dari 16 tahun, atau makimal

2550 mg/hari terbagi 2-3 dosis untuk pasien lebih dari 16 tahun. Insulin sering

diberikan untuk mencapi kontrol glukosa yang baik. Dosis awal 0,5 – 1,0

U/kgBB/hari sampai target kadar glukosa darah tercapai.4

16
Gambar 2.2 Alur Tatalaksana DM Tipe 2 pada Anak dan Remaja11

17
BAB 3
VITAMIND

3.1 Metabolisme
Vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak yang bertindak sebagai

hormon steroid. Pada manusia, sumber utama vitamin D adalah konversi yang

diinduksi ultraviolet B (UVB) dari 7-dehidrokolesterol menjadi vitamin D di

kulit.Vitamin D mempengaruhi tulang, usus, sistem imun, kardiovaskular,

pankreas, otot, otak, dan kontrol siklus sel.Vitamin D adalah kelompok hormon

yang larut dalam lemak yang diidentifikasi setelah penemuan efek anti rakitis dari

minyak ikan cod pada awal abad ke-20. Vitamin yang ditemukan dalam minyak

ikan cod diberi nama "D" setelah Vitamin A, B dan C, yang telah ditemukan

sebelumnya.6

Dua prekursor utama biologis vitamin D adalah vitamin D3

(cholecalciferol) dan vitamin D2 (ergocalciferol).Vitamin D3 terbentuk ketika 7-

dehydrocholesterol di kulit terkena sinar matahari UVB, 290-320 nm, dan

kemudian dikonversi ke previtamin D3. Dalam proses yang bergantung pada

panas, vitamin D3 segera diubah menjadi vitamin D.2 Kelebihan sinar UVB

mengubah previtamin D3 menjadi metabolit tidak aktif secara biologis,

tachysterol dan lumisterol. Vitamin D2 diproduksi secara eksogen oleh iradiasi

ergosterol, dan memasuki sirkulasi melalui diet.Kedua prekursor vitamin D yang

dihasilkan dari paparan sinar matahari dan diet diubah menjadi 25-

hydroxyvitamin D [25 (OH) D] (calcidiol) ketika mereka memasuki hati. 25 (OH)

D adalah bentuk utama dari vitamin D dan digunakan untuk menentukan status

vitamin D. Untuk menjadi aktif secara biologis, hidroksilasi tambahan di ginjal

diperlukan untuk membentuk aktif 1,25-dihidroksivitamin D [1,25 (OH) 2D]

18
(calcitriol). Manusia memperoleh vitamin D melalui asupan makanan dan paparan

sinar matahari. Makanan yang secara alami mengandung vitamin D sangat sedikit.

Ikan berminyak seperti salmon, mackerel, dan sarden kaya akan vitamin D3.

Kuning telur dilaporkan mengandung vitamin D meskipun jumlahnya sangat

bervariasi.7

Vitamin D yang dicerna dimasukkan ke dalam chylomicrons, yang diserap

ke dalam sistem limfatik dan memasuki darah vena. Vitamin D yang berasal dari

kulit atau diet secara biologis inert dan membutuhkan hidroksilasi pertama di hati

oleh vitamin D-25-hydroxylase (25-OHase) hingga 25 (OH) D. Namun, 25

(OH)D membutuhkan hidroksilasi lebih lanjut di ginjal oleh 25 (OH) D-1-OHase

(CYP27B1) untuk membentuk bentuk biologis aktif vitamin D 1,25 (OH) 2D.

1,25 (OH ) 2D menstimulasi penyerapan kalsium usus.Tanpa vitamin D, hanya

10–15% kalsium makanan dan sekitar 60% fosfor yang diserap. Kecukupan

vitamin D meningkatkan penyerapan kalsium dan fosfor sebesar 30-40% dan

80%. Vitamin D receptor (VDR) terdapat di sebagian besar jaringan dan sel di

dalam tubuh. 1,25 (OH) 2D memiliki berbagai tindakan biologis, seperti

penghambatan proliferasi sel dan menginduksi diferensiasi terminal, menghambat

angiogenesis, merangsang produksi insulin, menghambat produksi renin, dan

merangsang produksi katelicidin makrofag.7

3.2 Sumber
Vitamin D3 dapat diproduksi di kulit melalui sinar UVB. Sinar UVB

hanya hadir selama tengah hari di garis lintang yang lebih tinggi dan tidak

menembus awan. Waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan vitamin D yang

cukup dari kulit tergantung pada kekuatan sinar UVB, lamanya waktu yang

dihabiskan di matahari, dan jumlah pigmen di kulit. Tempat tidur penyamakan

19
memberikan tingkat variabel sinar UVA dan UVB dan oleh karena itu bukan

sumber vitamin D yang andal.12

Sumber utama vitamin D bagi kebanyakan manusia disintesis dari paparan

kulit terhadap sinar matahari biasanya antara 1000 jam dan 1500 jam di musim

semi, musim panas, dan musim gugur. Vitamin D diproduksi di kulit dapat

berlangsung setidaknya dua kali lebih lama di dalam darah dibandingkan dengan

vitamin D yang tertelan. Ketika seorang dewasa mengenakan pakaian renang

terkena satu dosis minimal radiasi UV (sedikit kemerahan pada kulit 24 jam

setelah terpapar), jumlah vitamin D yang dihasilkan setara dengan menelan antara

10.000 dan 25.000 IU. Berbagai faktor mengurangi produksi vitamin D3 pada

kulit, termasuk pigmentasi kulit yang meningkat, penuaan, dan aplikasi topikal

tabir surya. Perubahan sudut zenit matahari yang disebabkan oleh perubahan garis

lintang, Musim tahun, atau waktu hari secara dramatis mempengaruhi produksi

vitamin D3 pada kulit.7

20
Tabel 3.1 Sumber Vitamin D2 dan D3 serta Komposisi 7

3.3 Peran Vitamin D


Vitamin D adalah prekursor hormon yang hadir dalam 2 bentuk.

Ergocalciferol, atau vitamin D2, hadir pada tumbuhan dan beberapa ikan.

Cholecalciferol, atau vitamin D3, disintesis di kulit oleh sinar matahari. Manusia

dapat memenuhi kebutuhan vitamin D mereka dengan menelan vitamin D atau

terpapar matahari selama cukup waktu untuk menghasilkan jumlah yang cukup.

Vitamin D mengontrol penyerapan kalsium di usus kecil dan bekerja dengan

hormon paratiroid untuk memediasi mineralisasi skeletal dan mempertahankan

homeostasis kalsium dalam aliran darah. Selain itu, studi epidemiologi baru-baru

ini telah mengamati hubungan antara kadar vitamin D rendah dan keadaan

21
penyakit ganda, mungkin disebabkan oleh sifat anti-inflamasi dan modulasi

kekebalan dan kemungkinan mempengaruhi pada tingkat sitokin.12

Vitamin D memainkan peran penting dalam mempertahankan suatu

tingkat kalsium dan fosfor serum yang memadai. Tanpa vitamin D, hanya 10

hingga 15% kalsium dan sekitar diet 60% fosfor diserap. Karena itu vitamin D

memiliki efek besar dalam membentuk dan mempertahankan yang kuat tulang.

Baru-baru ini juga ditemukan bahwa vitamin D reseptor ada di berbagai sel

sehingga memiliki biologis efek pada lebih dari metabolisme mineral.13

Tabel 3.2 Dosis Suplemen Vitamin D pada Infant yang Berisiko Tinggi Diabetes
Melitus Tipe 12

22
BAB 4
HUBUNGAN DIABETES MELITUS TIPE 1 DAN 2 PADA ANAK
DENGAN KADAR VITAMIN D

Diabetes tipe 1 merupakan penyakit autoimun yang menyerang sel

pankreas. Dan vitamin D diketahui memainkan peran sebagai imunomodulator

pada reseptor vitamin D di pankreas dan sel imun.1Fungsi vitamin D dalam tubuh

ialah melalui mekanisme endokrin, yaitu mengatur absorbsi kalsium dan

mekanisme autokrin dengan memfasilitasi ekspresi gen. Defisiensi vitamin D

telah diimplikasikan dalam berbagai penyakit seperti penyakit kronik termasuk

penyakit mineral tulang, autoimun, kanker dan diabetes.2Vitamin D adalah

vitamin yang larut dalam lemak yang memainkan peran penting dalam

metabolisme tulang dan tampaknya memiliki beberapa sifat anti-inflamasi dan

imun-modulasi. Selain itu, studi epidemiologi baru-baru ini telah mengamati

hubungan antara kadar vitamin D yang rendah dan beberapa keadaan penyakit.

Kadar vitamin D yang rendah dikaitkan dengan peningkatan mortalitas secara

keseluruhan dan kardiovaskular, insidensi dan mortalitas kanker, dan penyakit

autoimun seperti multiple sclerosis. Meskipun sudah diketahui bahwa kombinasi

vitamin D dan kalsium diperlukan untuk mempertahankan kepadatan tulang

seiring bertambahnya usia, vitamin D juga dapat menjadi faktor risiko independen

untuk jatuh di kalangan orang tua. Rekomendasi baru dari American Academy of

Pediatrics membahas kebutuhan untuk suplementasi pada bayi yang baru lahir

ASI dan banyak pertanyaan yang diajukan mengenai peran suplementasi ibu

selama menyusui. Sayangnya, sedikit panduan petunjuk dokter tentang kapan

harus menyaring defisiensi vitamin D atau pilihan pengobatan yang efektif.12

23
Gambar 4.1 Jalur sintesis Vitamin D 2
Vitamin D3 dapat diperoleh langsung dari makanan atau dengan cara

konversi fotokimia sinar matahari-diinduksi dari 7-dehydrocholesterol ke

previtamin D3. Previtamin D3 adalah termodinamika tidak stabil dan mengalami

termal diinduksi konversi ke vitamin D3. Apapun sumber, vitamin D3 harus

hidroksilasi dua kali untuk menghasilkan bentuk aktif biologis. dengan demikian,

proses hidroksilasi pertama terjadi di hati dan membentuk 25-hydroxyvitamin D3

(25 (OH) D3) dan dikatalisis oleh vitamin D-25-hidroksilase (25-OHase). yang

kedua hidroksilasi langkah, yang menghasilkan metabolit aktif akhir vitamin D3

(1,25 (OH) 2D3), dimediasi oleh 25-hydroxyvitamin D3 1α-hidroksilase (1-

OHase) dan terjadi terutama di ginjal. Kemudian, 1,25 ( OH) 2D3 dilepaskan ke

dalam sirkulasi di mana ia mengikat vitamin D-binding protein (DBP) hingga

mencapai jaringan target dengan cara reseptor vitamin D (VDR). vitamin D 24-

hidroksilase (24 OHase) adalah enzim yang mengkatalisis katabolisme hormon di

ginjal.9

24
9
Gambar 4.2 Jalur sintesis 1,25 (OH)2D2
Dari penelitian Palomer dkk, kekurangan Vitamin D terbukti dapat

mengubah sintesis dan sekresi insulin pada manusia dan hewan percobaan.

Dilaporkan defiensi Vitamin D merupakan salah satu faktor predisposisi kepada

intoleransi glukosa, perubahan pada sekresi insulin dan Diabetes Mellitus.

Didapatkan pada individu dengan hipovitamin D, dengan pemberiaan vitamin D,

dapat memperbaiki kadar glikemia dan sekresi insulin individu tersebut. Reseptor

vitamin D (VDR) dan pengikat protein-vitamin D (DBP) pada jaringan pankreas

mempunyai hubungan penting dalam menoleransi glukosa dan sekresi insulin.

Mekanisme kerja vitamin D pada diabetes tipe 2 tidak hanya mempengaruhi

regulasi kadar kalsium dalam plasma, tetapi juga meregulasi sintesis sekresi dan

sintesis insulin. Selain itu juga, vitamin d mempengaruhi fungsi dari sel beta

pankreas. 9

Dari penelitian yang dilakukan oleh Luong K, dan Nguyen yang dilakukan

secara in vitro dan in vivo menunjukkan Vitamin D mempunyai peran penting

bagi sekresi insulin, diperkuatkan dengan ketersediaan VDR pada sel Beta dan

25
DBP pada jaringan pankreas. Misalnya, pada tikus percubaan yang kekurangan

vitamin D yang diinduksi oleh diet, terjadinya gangguan toleransi glukosa yang

bersamaan dengan hiporesponsif terhadap insulin eksogen. Maka, Luong dkk

mengambil kesimpulan kekurangan vitamin D menyebabkan penurunan sekresi

insulin pankreas, tanpa mengubah sekresi glukagon. 14

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Chiu dkk, subjek yang sehat tidak

menderita diabetes dengan defiensi vitamin D yang diberikan suplemen Vitamin

D tambahan setelah diberikan beban glukosa oral terjadi perbaikan sekresi

insulin namun tidak ada perubahan pada subjek yang sudah menderita Diabetes

Mellitus Tipe 2, 15

Efek dari vitamin D pada sekresi insulin dapat mengikuti beberapa jalur

dengan dibuktikan bahwa vitamin D mempengaruhi sekresi insulin β-sel melalui

peningkatan konsentrasi kalsium intraselullar melalui non‐selective

voltage‐dependent calcium channels. Dampak tersebut mengakibatkan aksi

vitamin D cenderung melibatkan endopeptidase yang bergantung pada kalsium sel

beta yang menfasilitasi konversi proinsulin menjadi insulin. Kalsium tidak hanya

diperlukan untuk eksositosis insulin tetapi juga untuk glikolisis sel-β, yang

berperan dalam menandakan konsentrasi glukosa yang bersirkulasi.15

Vitamin D juga mempengaruhi sekresi insulin dengan merangsang sintesis

dengan cara aktivasi biosintesis protein di pulau pankreas.Mereka juga

menemukan korelasi positif antara 25 (OH) konsentrasi D3 dan sensitivitas insulin

dan perubahan fungsi sel β-terkait dengan hipovitaminosis D, menunjukkan

26
bahwa hipovitaminosis D mungkin menjadi faktor risiko independen untuk

resistensi insulin, diabetes tipe 2 dan sindrom metabolik.9,15

Beberapa penelitian telah menghubungkan defisiensi vitamin D dengan

disfungsi sel beta dan resistensi insulin dengan konsekuensi perkembangan

diabetes tipe 2 pada populasi dewasa. Pada anak-anak yang menderita diabetes,

menunjukan tingginya prevalensi defisiensi vitamin D.8

Sebuah penelitan dari Sonia et al pada 29 anak yang didiagnosa dengan

DM tipe 1 sesuai dengan kriteria diagnosa dari American diabets society criteria :

simptom diabetes dan kadar glukosa sewaktu ≥7.0 mmol/L atau gula puasa 2 jam

post prandial (G2PP) ≥11.1 mmol/L; dan pasien ini tanpa ada penyakit komorbid

lain ataupun penyakit kronik lain. Umur pasien berkisar dari usia 7 bulan hingga

14 tahun. Sebagai grup kontrol ialah 28 anak yang secara acak diambil dari bagian

emergensi yang masuk ke rumah sakit di waktu yang bersamaan dengan penelitian

tersebut dilakukan. Pasien kontrol ini tidak dilaporkan memiliki penyakit kronik

maupun autoimun. Indikator standar dari status vitamin D pasien yang diperiksa

ialah 25-hidroksivitamin D (25OHD) yang tersusun dari kolekalsiferol (vitamin

D3) dan ergokalsiferol (vitamin D2). Konsentrasi vitamin D diukur dengan

menggunakan radioimmunoassay kit dan dengan teknik ELISA. Level vitamin D

dikategorikan sebagai sufficient (≥30 ng/ml), insuficient (≥20 - <30 ng/ml), dan

deficient (<20 ng/ml).Hasil penelitian ditemukan bahwa seluruh partisipan

memiliki level vitamin D yang inadekuat. Serum 25OHD pada anak dengan DM

tipe 1 (baik yang baru didiagnosa ataupun memang telah diketahui dengan DM

tipe 1) sangat rendah dibandingkan grup kontrol. 15 anak dengan diabetes (51,7%)

dikategorikan deficient (17,4 ± 1 ng/ml). 14 anak dengan diabetes dikategorikan

27
insufficient (21,9 ± 2 ng/ml). Sedangkan, pada grup kontrol semuanya

dikategorikan insufficient (p < 0.001). Dan tidak ada perbedaan yang signifikan

mengenai kadar serum vitamin D pada pasien diabetes yang baru didiagnosa

dengan yang telah lama diketahui.16

Pada penelitian dengan hewan uji (tikus) menunjukkan hasil pemberian

1,25 dihidroksi vitamin D dosis tinggi sukses mengurangi insiden diabetes dengan

menurunkan jumlah sel T efektor, menginduksi sel T regulator dn menurunkan

produksi kemokin pada sel islet. Pada penelitian in vivo dilaporkan bahwa 1,25

dihidroksi vitamin D menghambat ekspresi sitokin pro inflamasi seperti IL6, TNF

alfa dan IL12 pada individu normal.16

Pemberian suplemen vitamin D pada mencit dapat mencegah onset

timbulnya diabetes. Lebih lanjut disarankan pemberian suplemen vitamin D

selama kehamilan dan masa kanak-kanak akan mengurangi risiko timbulnya onset

yang cepat penyakit DM tipe 1 sebesar 80%, dan diharapkan meskipun setelah

onset DM terjadi, dapat meningkatkan kontrol glikemik.16

Anak-anak yang menerima pengobatan berupa vitamin D 2000 IU tiap hari

mulai dari usia 1 tahun hingga remaja, sebanyak 80% berkurang risiko terjadinya

diabetes melitus tipe 1. Dan terjadi peningkatan efek sel T regulator dan kontrol

baik dari status glikemik pada pasien diabetes melitus tipe 1 setelah diberi

pengobatan dengan vitamin D.Studi pada orang dewasa menunjukkan bahwa

adanya kerolasi antara tingkat keparahan defisiensi vitamin D dengan frekuensi

kejadian diabetes melitus tipe 1 dan suplementasi vitamin D berupa cold-liver oil

dalam 1 tahun pertama kehidupan dapat mengurangi kejadian diabetes melitus

tipe 1 pada masa kanak-kanak.16,17

28
Lebih lanjut, penelitian pada hewan berupa sel islet tikus telah

menunjukkan adanya gangguan sekresi insulim terhadap stimulasi glukosa in

vitro dalam defisiensi vitamin D yang membaik setelah diberikan suplementasi

1,25(OH)2 D3.Studi lain menunjukkan korelasi positif yang tergantung dosis

antara suplementasi vitamin D yang tertur pada awal kehidupan dengan

penurunan risiko kejadian DM tipe 1.16

Dalam beberapa tahun terakhir, telah dijelaskan bahwa jaringan pankreas

terutama sel B mengekspresikan vitamin D reseptor (VDR) dan variasinya

mengendalikan gen untuk mengontrol metabolisme viatmin D dan ekspresi dari

VDR ini telah berdampak pada petogenesis dari diabetes melitus tipe 1 dan tipe

2.17,8

Dalam penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan yang signifikan

dalam hal kontrol glikemik (diukur dengan HbA1c) untuk mengobati defisiensi

vitamin D pada anak-anak dan remaja dengan DM tipe 1. Studi ini menunjukkan

bahwa kontrol glikemik meningkat secara signifikan dengan normalnya

konsentrasi vitamin D. Juga kelompok anak-anak dengan kontrol glikemik yang

terendah menunjukkan oeningkatan yang lebih tinggi dalam HbA1c mereka

setelah pengobatan dengan kolekalsiferol (vitamin D3).17

Reseptor 1,25(OH)D3 ditemukan dalam insulin yang memproduksi sel B,

organ target aksi dari insulin (hati, otot skeletal dan jaringan adiposa) dan semua

sel dari sistem imunitas. 1,25(OH)D3 telah terbukti memperbaiki funsi sel B,

meningkatkan sensitivitas insulin dari jaringan target dan melindungi sel B dari

serangan imun berupa makrofag, sel dendritik, dan berbagai sel T. Peningkatan

29
konsentrasi dari vitamin D memiliki pengaruh potensial dalam meningkatkan

sekresi insulin residual endogen dari pankreas.17,8

30
DAFTAR PUSTAKA

1. American Diabetes Association. Standarts of Diabetes Care.


2018;41(January).
2. Kemer W, Bruckel J. Definition, Classification and Diagnosis of Diabetes
Mellitus. Ger Diabetes Assoc. 2014;(122):384–6.
3. Craig M, Jefferies C, Dabelea D, Balde N, Seth A, Donaghue K.
Definition, Epidemiology, and Classification of Diabetes in Childrean and
Adolescents. Pediatr Diabetes. 2014;15(20):4–17.
4. Rustama D, Subarja D, Oentario M. Bab Diabetes Melitus. In: Buku Ajar
Endokrinologi Anak. Edisi 1. Jakarta: IDAI; 2010. hal. 137–8.
5. Paola A, Sisto P, Haneghan M. Diabetes Mellitus. In: Nelson Textbook of
Pediatrics. Philadelphia: Elsevier; 2015. hal. 1344–7.
6. Nair R, Maseeh A. Vitamin D: the “sunshine” vitamin. J Pharmacol
Pharmacother. 2012;
7. Zhang R, Naughton P. Vitamin D in health and disease: Current
perspectives. Nutr J. 2010;9(65).
8. Chaktoura M, Azar S. The Role of Vitamin D Deficiency in the Incidence,
Progression, and Complication of Type 1 Diabetes Mellitus. Int J
Endocrinol. 2013;1–10.
9. Meredith H, Kishore P, Blanco V, Mauricio D. Role of Vitamin D in The
Pathogenesis of Type 2 Diabetes Mellitus. 2007;
10. Pudjijadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,
Harmoniati ED, et al. Pedoman Pelayanan Medis. Edisi 2. Jakarta: IDAI;
2011.
11. Diabetes Melitus. Jakarta: IDAI; 2010. 137-8 hal.
12. Kulie T, Groff A, Redmer J. Vitamin D: An Evidence-Based Review. J Am
Board Fam Med. 2009;22(6):698–706.
13. Zhang R, Naughton D. Vitamin D in health and disease: current
perspectives. Nutr J. 2012;
14. Luong K, Nguyen L, Nguyen D. The role of vitamin D in protecting type 1
diabetes mellitus. Diabetes Metab Res Rev. 2005;21:339–46.
15. Chiu K, Chu A, Go V. Hypovitaminosis D is associated with insulin
resistance and β cell dysfunction. Am J Clin Nutr. 2004;79(820–825).
16. Sonia H, Ali M, Wiem B, Anies H, Kamel H, Ahmed M. Serum Vitamin D
Level in Children with and without Type 1 Diabetes Mellitus. J Diabetes
Metab. 2016;7:1–4.
17. Giri D, Pintus D, Burnside D, Ghatak A, Paul P. Treating Vitamin D
deficiency in Children with Type 1 Diabetes could Improve Their
Glycaemic Control. BMR Res Notes. 2017;465(10):1–5.

31

Anda mungkin juga menyukai