Anda di halaman 1dari 24

Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Sistem

Persyarafan Dan Sistem Kardiovaskuler


(Trauma Kepala\Trauma Kapitis)
Kelompok 1
01 Adinda Yasinta M C1AA21006

02 Azzahra Aulia C1AA21024

03 Bihuwe C1AA21027

04 Novi Putri R C1AA21102

05 Riskhia Aulia s C1AA21126

06 Raditya C1AA21111
Topik pembahasan

1 Definisi trauma kepala 5 Klasifikasi trauma


kepala
2 Anatomi kepala 6 Morfologi trauma kepala

3 Etiologi trauma kepala 7 Pengelolaan trauma kepala

4 Tanda & gejala 8 Penatalaksanaan trauma

9 Pemeriksaan penunjang
01 DEFINISI TRAUMA KAPITIS

Menurut Centers For Disease Control and


Prevention (CDC), Trauma kepala adalah suatu trauma
kranioserebral, secara spesifik terjadinya cedera kepala
(akibat trauma tumpul atau tajam atau akibat cedera
tersebut seperti penurunan kesadaran, amnesia,
abnormalitas neurologi atau neuropsikologi lainnya,
fraktur tengkorak, lesi intrakranisal atau kematian.
02 ANATOMI KEPALA

1. Kulit Kepala (Scalp)


Kulit Kepala (Scalp) Kulit kepala terdiri dari 5
lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu :

1. Skin atau Kulit Kepala


2. Connective Tissue atau Jaringan
penyambung.
3. Aponeurosis atau jaringan ikat yang
berhubungan langsung dengan tengkorak.
4. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang
longgar
5. Perikranium.
2. Tulang Kepala (Cranium)

Terdiri dari kalvario (atap tengkorak), dan basis kranium (dasar tengkorak)
Basis krani berbentuk tidak rata dan tidak teratur sehingga bila terjadi
cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan pada bagian dasar tengkorak
yang bergerak akibat cedera akselerasi dan deseleras Rongga dasar
tengkorak terbagi terbagi menjadi 3 fosa yaitu:
• Fosa Anterior/Lobus Frontalis
• Fosa Media/Lobus Temporalis
• Fosa Posterior/ruang batang otak dan Cerebelum Patah tulang
kalvaria dapat berbentuk ganis (lineair) yang bisa non impressi (tidak
masuk/menekan ke dalam) atau impressi (masuk ke dalam) Bila patah
terbuka (ada hubungan dengan dunia luar), maka diperlukan operasi segera.
3. Isi Tengkorak

a. Lapisan Pelindung Otak (Meningen)


• Lapisan pertama adalah Duramater
• Lapisan kedua adalah Arakhnoid
• Lapisan ketiga adalah Piamater
b. Otak

Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak

1. Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan hemisfer kiri yang


dipisahkan oleh falk serebri, yaitu lipatan duramater yang berada
di sinus sagitalis superior.
2. Batang Otak terdiri dari mesensefalon, pons dan medula
oblongata. Mesensefalon dan pon bagian atas berisi sistim aktivasi
retikulasi yang berfungsi mengatur fungsi kesadaran dan
kewaspadaan.
3. Serebelum berfungsi mengatur fungsi koordinasi dan
keseimbangan dan terletak dalam fosa posterior, berhubunga
dengan medula spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri
c. Cairan
d. Tentorium
cerebrospinal

Tentorum serebel membagi rongga tengkorak menjadi ruang


Cairan serespinal (CSS) dihasilkan oleh
supratentorial (fosa krani anterior dan fosa krani medio) dan
pleksus horoideus dengan kemampuan
ruang infratentorial (fosa krani posterior) Mesensefalon
produksi sebanyak 10m/jam Plekius
(midbrain) menghubungkan hemister serebri dan batang otak
khoroideun terletak pada ventrikel
nons dan medullo oblongata) dan berjalan melalui celah insisura
lateralis baik sebelahkanan maupun
tentorial Nervus akulomatonus (saraf orak ketiga) berada
sebelah kiri, mengalir melalui foramen
disepanjang tentorium, dan saraf ini dapat tertekan pada
Monroe le ventrikel ketiga.
keadaan herniasi otak yang disebabkan adanya masa
supratentorial atau edema otak.
03 ETIOLOGI

1. Adanya trauma pada kepala meliputi trauma oleh benda/ serpihan tulang yang menembus
jaringan otak
2. Efek dari kekuatan/energi yang diteruskan ke otak
3. Efek percepatan dan pelambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak
4. Kecelakaan, Jatuh, Trauma akibat persalinan
5. Peningkatan jumlah cairan serebrospinal
6. Peningkatan jumlah darah dalam otak
b. Contosio cerebri
04 TANDA & GEJALA 1. Tidak sadar lebih 10 menit
2. Amnesia Anterorade
Menurut Manurung (2018), Tanda dan gejala dari cedera 3. Mual dan muntah
kepala antara lain: 4. Penurunan tingkat kesadaran
5. Gejala neurologi, seperti parese
a. Commotio Cerebri 6. Pendarahan
1. Tidak sadar selama kurang atau sama dengan 10
c. Laserasio Serebri
menit
1. Jaringan robek akibat fragmen patah
2. Mual dan muntah
2. Pingsan maupun tidak sadar selama
3. Nyeri kepala (pusing)
berhari-hari/berbulan – bulan
4. Nadi, Suhu, Tekanan darah menurun atau normal
3. Kumpulan anggota gerak
4. Kumpulan saraf otak
KLASIFIKASI CIDERA
05 KEPALA
kepala digunakan metode penilaian Glasgow
Coma Scale (GCS)., yaitu menilai respon buka
mata pasien, respon bicara / verbal pasien dan
respon motoric.
Cedera kepala di klasifikasikan menjadi 3 hal yaitu:
a. Mekanisme cedera kepala
Cedera kepala dibagi menjadi cedera kepala tumpul dan cedera
kepala tembus /tajam. Cedera tumpul biasanya berkaitan dengan
kecelakaan bermotor, jatuh dari ketinggian atau pukulan akibat
benda tumpul. Sedangkan cedera kepala luka tembus disebabkan
oleh luka tembak atau luka tusuk.
b. Berat ringannya cedera kepala
Secara umum untuk menetapkan berat ringannya cedera
06 MORFOLOGI CIDERA
KEPALA
1. Fraktur kranial
Fraktur kranial dapat terjadi pada bagian atas atau dasar tengkorak,
dapat berbentuk garis / linear,atau bintang atau terbuka maupun
tertutup. Adanya tanda klinis fraktur dasar tengkorak merupakan
petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci

2. Lesi intracranial
Lesi intrakranial diklasifikasikan sebagai lesi fokal atau lesi difus,
walaupun kedua jenis lesi ini sering terjadi secara bersamaan.
a. Cidera otak difus
Pada konkusi ringan penderita biasanya kehilangan kesadaran dan
mungkin mengalami amnesia retro / anterograd.Cedera otak difus
biasanya disebabkan oleh hipoksia, iskemia dari bagian otak karena
syok yang berkepanjangan atau periode apneu yang segera setelah
mengalami trauma.
b. Pendarahan epidural
Perdarahan epidural relatif jarang ditemukan (0,5%) dari semua
penderita cedera kepala, dan yang mengalami koma hanya 9% dari
semua penderita cedera kepala. Perdarahan epidual terjadi di luar
duramater tetapi mash berada didalam rongga tengkorak, dengan
ciri berbentuk Bikonveks atau menyerupai lensa cembung.
c. Pendarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi dari pada perdarahan
epidural (30% pada cedera otak berat). Perdarahan ini terjadi akibat
robeknya vena-vena kecil dipermukaan kortek serebri.

d. Kontusio dan Perdarahan


Intraserebral Kontusio dan Perdarahan Intraserebral sering terjadi
(20% - 30% pada cedera otak berat). Sebagian besar terjadi area
lobus frontal dan lobus temporal, walaupun demikian dapat juga
terjadi pada setiap bagian dari otak.
Tanda Tanda Lateralisasi

1. Pupil Kedua
pupil mata harus selalu diperiksa. Biasanya sama
lebar (3mm dan reaksi sama cepat. Apabila salah satu
lebih lebar (lebih dan 1mm), maka keadaan disebut TANDA TANDA PENINGKATAN TEKANAN
sebagai anisokoria. INTRA KRANIAL(TIK)

2. Motoric 1. Pusing dan muntah


Dilakukan perangsangan pada kedua lengan dan 2. Tekanan darah sistolik meninggi
tungkai.Apabila salah satu lengan atau dan tungkai 3. Nadi melambat (bradikardia) Tanda tanda peninggian
kurang atau sama-sekali tidak bereaksi, maka disebut tekanan intra-kranial tidak mudah untuk dikenali,
sebagai adanya tanda lateralisasi
namun apabila ditemukan maka haraus sangat
waspada.
07 PENGELOLAAN CIDERA
KEPALA
2. Cedera Kepala Sedang (GCS=9-13)
1. GCS Ringan (GCS=14-15) Dari seluruh penderita cedera kepala yang masuk ke UGD
Penderita dengan cedera kepala yang dibawa ke
RS hanya 10% yang mengalami cedera kepala sedang. Mereka
Unit Gawat Darurat (UGD) RS kurang lebih 80%
pada umumnya mash mampu menuruti perintah sederhana, namun
dikategorika dengan cedera kepala ringan, penderita
biasanya tampak bingung atau terlihat mengantuk dan disertai
tersebut masih sadar namun dapat mengalami amnesia
dengan defisit neurologis fokal seperti hemiparese. Sebanyak 10%
berkaitan dengan cedera kepala yang dialaminya.
- 20% dari penderita cedera kepala sedang mengalami perburukan
Sebagian penderita cidera kepala ringan dapat
dan jatuh dalam keadaan koma, pada saat di akukan pemeriksaan
sembuh dengan sempurna,walaupun mungkin ada
di UGD dilakukan anamnesa singkat dan stabilisasi
gejala sisa yang sangat kecil.
kardiopulmoner sebelum pemerikaan neurologis dilakukan
3. Cidera kepala berat ( GCS 3-8)
Penderita dengan cedera kepala berat tidak mampu
melakukan perintah sederhana walaupun status
kardiopulmonernya telah stabil, memiliki resiko
morbiditas dan mortalitas cukup besar. penderita dengan
cedera kepala berat adalah sangat berbahaya, karena
diagnosis serta terapi yang sangatlah penting. Jangan
menunda transfer / Medevac karena menunggu
pemeriksaan penunjang seperti ST Scan.
08 Penanggulangan trauma kapitis

1. Primary Survey (survey primer) dan Resusitasi


Pada setiap cedera kepala harus selalu diwaspadai adanya
fraktur servikal. Cedera otak sering diperburuk akibat cedera
sekunder. Penderita cedera kepala berat dengan hipotensi
mempunyai statusmortalitas 2 kali lebih besar dibandingkan engan
penderita cedera kepala berat tanpa hipotensi (60% vs 27%), adanya
hipotensi akan menyebabkan kematian yang cepat. Oleh karena itu
Tindakan stabilisasi dan resusitasi kardiopulmoner harus segara
dilakukan.
a. Airway dan breathing
Terhentinya pernafasan sementra dapat terjadi pada
penderita cedera kepala berat dan dapat mengakibatkan
gangguan sekunder. Intubasi Endotrakeal (ETT) /
Laryngeal Mask Airway (LMA) harus segera dipasang pada
penderita cedera kepala berat yang koma, dilakukan
ventilasi dan oksigenisasi 100% dan pemasangan pulse
oksimetri / monitor saturasi oksigen. Tindakan
hiperventilasi harus dilakukan secara hati-hati pada
penderita cedera kepala berat yang menunjukan perburukan
neurologis akut.
b. Circulation (sirkulasi ) c. Pemeriksaan Neurogis / Disability
Hipotensi biasanya disebabkan oleh Pemeriksaan neurologis harus segera dilakukan
cedera otak itu sendiri, kecuali pada stadium segera setelah status kardiopulmoner stabil.
terminal yaitu bila medulla oblongata Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan GCS dan
mengalami gangguan. Perdarahan intracranial refleks cahaya pupil. Pada penderita koma respon
tidak dapat menyebabkan syok Haemoragik motorik dapat di lakukan dengan merangsang /
pada cedera kepala berat, pada penderita mencubit otot Trapezius atau menekan kuku penderita.
dengan hipotensi harus segera dilakukan Pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pada pupil
stabilisasi dan resusitasi untuk mencapai dilakukan sebelum pemberian sedasi atau paralisis,
euvolemia. karena akan menjadi dasar pada pemeriksan berikutnya
2. Secondary Survey (survey sekunder) 09 Pemeriksa Penunjang
Meliputi pemeriksaan dan tindakan lanjutan
1. Foto polos
setelah kondisi korban gawat darurat stabil.
Foto polos indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, luka
tembus (peluru/tajam), deformasi kepala (dari inspeksi dan
a. Exposure palpasi),
• Pemeriksaan lanjut dapat dengan membuka 2. CT scan
pakaian atau pemeriksaan laboratium ataupun CT scan kepala adalah standart baku dalam penatalaksanaan
radiologi. cedera kepala

• Urine: perdarahan (+)/(-) 3. EEG


• pemeriksaan radiologi dilakukan meliputi foto Peran yang paling berguna EEG pada cedera kepala
mungkin untuk membantu dalam diagnosis status
polos kepala, posisi AP, lateral dan tangensial. CT
epileptikus non konfulsif.
scan otak serta foto servikal.
4. MRI
5. Pemeriksaan laboratorium
MALU BERTANYA SESAT DI JALAN
TAPI INI BUKAN DI JALAN

HIDUP KESEPIAN TANPA KEKASIH


CUKUP SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai