Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 11 MODUL 5
NEOPLASMA NEUROLOGI

Disusun Oleh: Kelompok 1


Elqhy Rupa Bontong 1810015079
Muhammad Reza Pahlevi 1910016002
Ilma Citra Amalina 1910016005
Alfina Mapalidara 1910016012
Tiara Sukma Syafrudin 1910016017
Imam Fathoni 1910016021
Shella Fadilla 1910016028
Gita Wahyuni Bahar 1910016036
Marcelionard Abisha Bakti S. 1910016038
Qonita Yaumil Maghfiroh 1910016044
Naufal Alim Mahendra 1910016102

Tutor:
dr. Ahmad Wisnu Wardhana, M.Sc., Sp. A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah-Nya
kami selaku kelompok 1 telah menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok
kecil pada Blok 11 Modul 5 Neoplasma Neurologi
Dalam proses penyusunan laporan ini, kami mengucapkan terima kasih
kepada:
1. dr. Hadi Irawiraman, M. Kes., Sp. PA sebagai Penanggung Jawab Blok 11
Modul 5.
2. dr. Ahmad Wisnu Wardhana, M.Sc., Sp.A sebagai tutor kelompok 1 yang
telah membimbing kami selama menjalani diskusi kelompok kecil (DKK)
I dan diskusi kelompok kecil (DKK) II sehingga materi diskusi dapat
mencapai sasaran pembelajaran yang sesuai.
3. Rekan sekelompok yang telah mengkondusifkan suasana diskusi tutorial
dan bekerja sama dalam penyelesaian laporan ini.
4. Dosen-dosen yang telah memberikan materi pendukung pada pembahasan
sehingga semakin membantu pemahaman kami terhadap materi ini.
5. Kepada seluruh pihak yang turut membantu penyelesaian laporan ini, baik
sarana dan prasarana kampus yang kami pergunakan.
Kami mengharapkan agar laporan ini dapat berguna bagi penyusun
maupun bagi para pembaca di kemudian hari. Kami memohon maaf apabila
dalam penulisan laporan hasil Diskusi Kelompok Kecil (DKK) ini terdapat kata-
kata yang kurang berkenan dihati para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak. Semoga laporan kami ini dapat
mendukung pemahaman pembaca terhadap materi tersebut.

Samarinda, 14 April 2021


Hormat Kami,

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................................................. 1
1.3 Manfaat ................................................................................................................ 1
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 2
2.1 Skenario ............................................................................................................... 2
2.2 Klarifikasi Istilah/Konsep.................................................................................... 2
2.3 Identifikasi Masalah ............................................................................................ 3
2.4 Analisis Masalah ................................................................................................. 3
2.5 Strukturisasi Konsep.......................................................................................... 11
2.6 Identifikasi Tujuan Belajar ................................................................................ 11
2.7 Belajar Mandiri .................................................................................................. 12
2.8 Sintesis............................................................................................................... 12
BAB III PENUTUP .................................................................................................... 33
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 33
3.2 Saran .................................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit gangguan otak yang berhubungan
erat dengan proses degeneratif progresif di mana terjadinya kerusakan di
Substansia Nigra pars compacta yang menimbulkan gejala berupa resting
tremor, rigiditas, akinesia, ketidakstabilan postur. Penyakit ini banyak
menyerang pada orang dewasa usia lanjut walaupun penyakit ini bisa
menyerang pada setiap umur. Kelompok umur yang paling rentan adalah
antara 60-64 tahun dan 85-89 tahun. Faktor resiko nya di masyarakat juga
banyak seperti stress oksidatif, penuaan, terpapar bahan pestisida/bahan
kimia secara kronik, merokok, kafein, alkohol, infeksi, depresi, trauma kepala.
Oleh karena penyakit ini sering terjadi di masyarakat dan multifaktor
penyebabnya, kami membuat laporan ini untuk mempelajari lebih dalam
tentang penyakit ini.

1.2. Tujuan
Tujuan adalah agar laporan ini berguna dalam pembelajaran dan sebagai
referensi bagi mahasiswa pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Selain itu tujuan khususnya adalah agar kami dapat mengerti mengenai
bagaimana penyakit Parkinson dapat terjadi

1.3. Manfaat
Adapun manfaat penulisan laporan ini adalah diharapkan mahasiswa mampu
menjelaskan tentang tentang definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis
dan penatalaksanaan penyakit Parkinson. Dengan demikian, setelah kita
mampelajari tentang modul ini, diharapkan kita mampu sebagai seorang
calon dokter untuk bisa menghadapi permasalahan tentang Neoplasma
Neorologi.

1
BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

2.1. Skenario
Kenapa Susah Berjalan?
Pak Rajasa (58 tahun) datang ke puskesmas dengan keluhan sulit untuk
bergerak. Dia merasa saat berjalan langkahnya menjadi pendek-pendek dan
terasa kaku. Istrinya yang menemaninya berobat juga mengatakan bahwa
beberapa bulan terakhir Pak Rajasa cenderung diam dan wajahnya tidak
berekspresi, bahkan cenderung seperti wajah topeng.
Keluhan gangguan berjalan tersebut sudah dirasakan sejak lebih kurang 3
bulan. Istrinya juga memperhatikan bahwa tangan kanan Pak Rajasa sering
bergerak-gerak sendiri saat sedang duduk santai, tapi saat meraih sesuatu
dengan tangan kanannya, gerakan tersebut hilang dan segera muncul kembali
saat tangan kanannya berhenti beraktivitas. Pak Rajasa dan istri ingin
mengetahui apa penyebab penyakitnya, dan ingin dirujuk ke rumah sakit
untuk diperiksa laboratorium dan CT scan kepala.
Pada saat melakukan pemeriksaan fisik neurologis dokter menemukan
adanya resting tremor, postur tubuh yang bungkuk, dan fenomena cogwheel.

2.2. Klarifikasi Istilah/Konsep


 Resting tremor : tremor yang muncul pada saat beristirahat, biasanya
terjadi pada ekstremitas, bibir, wajah, dengan frekuensi 4-6 siklus per
detik pada ekstremitas yang sedang tidak beraktivitas, terjadi saat otot
sedang dalam keadaan relaksasi, misalnya saat tangan diletakkan di atas
meja
 Fenomena cogwheel : gerakan roda bergerigi karena peningkatan
resistensi gerakan ekstremitas saat fleksi dan ekstensi. Gerakan seperti
roda gerigi di ekstremitas, ada tahanan seperti terputus-putus.
 Wajah topeng : Sindrom moebius dikenal juga dengan sindrom wajah
topeng. Sindrom ini merupakan suatu kondisi neurologis yang langka,

2
dan memengaruhi otot-otot yang mengontrol ekspresi wajah seperti
gerakan mata atau wajah. Wajah topeng merupakan ekspresi wajah yang
kurang yang disebabkan kekakuan otot wajah, biasanya ditandai dengan
mata yang sulit berkedip. hipomimia atau mask face, berkurangnya
ekspresi wajah, gesture facial tidak berfungsi dengan baik.

2.3. Identifikasi Masalah


1. Mengapa ketika Pak Rajasa berjalan, langkahnya pendek dan terasa
kaku ?
2. Mengapa tangan kanan pasien bergerak-gerak sendiri saat istirahat
(resting tremor) dan mengapa tremor hanya terjadi pada tangan kanannya
saja?
3. Mengapa wajah pak Rajasa seperti topeng?
4. Kenapa bisa terjadi fenomena cogwheel?
5. Apakah ada hubungan postur tubuh yang bungkuk dengan penyakitnya?
6. Apakah terdapat hubungan antara keluhan yang dialami pasien dengan
usia pasien?
7. Apa tujuan dari pemeriksaan CT scan kepala dan laboratorium pada
skenario?
8. Apa diagnosis dari kasus di skenario?
9. Tata laksana apa yang dapat kita lakukan untuk kasus diatas?

2.4. Analisis Masalah


1. Mengapa ketika Pak Rajasa berjalan, langkahnya pendek dan terasa
kaku ?
- Kemungkinan Pak Rajasa sulit berjalan sehingga langkahnya pendek
dan kaku karena terjadi gangguan neurotransmitter. Neurotransmitter
yang berperan yaitu asetilkolin dan dopamin. Asetilkolin berperan
untuk menggerakkan sedangkan dopamin untuk menghambat.
Sehingga jika ada ketidakseimbangan akan menyebabkan gangguan
dalam pergerakan. Dopamin berperan dalam koordinasi gerakan, dan

3
juga mengatur keseimbangan dan refleks postur. jika neuron
penghasil dopamin mengalami degenerasi maka kadar dopamin akan
berkurang sehigga nantinya akan mengahasilkan manifestasi seperti
susah berjalan, tremor, dan bersangkutan dengan fenomena
coghwheel.
- Pada pak Rajasa sulit berjalan dikarenakan terjadi kelemahan otot
motorik, hal ini dapat dikarenakan karena neurotransmiternya
mengalami gangguan, yang berperan adalah asetilkolin dan dopamin,
asetilkolin ini berperan menggerakkan sedangkan dopamin
menghambatnya. Sehingga menyebabkan ketikseimbangan
menyebabkan sulit bergerak, dopamin ini berperan dalam koordinasi
gerakan dan juga mengatur keseimbangan refleks tubuh. Jika kadar
dopamin yang menurun nanti akan menghambat eksitasi yang
menyebabkan terjadinya peningkatan asetilkolin di ganglia basalis
yang menyebabkan terjadinya eksitasi kelebihan. Penurunan dopamin
yang dapat disebabkan karena rusaknya bagian yang menghasilkan itu
substansia nigra. Itu disebabkan karena degradasi sel neuron. Pada
manusia normal, sel dari neuron-neuron tersebut menghasilkan
dopamin yang mempunyai peran sebagai penyampai pesan dalam
komunikasi antara substantia nigra dengan corpus striatum.
Komunikasi tersebut mengkoordinasikan gerakan otot yang seimbang.
Kondisi tersebut selanjutnya berpengaruh terhadap sistem
ekstrapiramidal yang akan menyebabkan inhibisi yang berlebihan
oleh serabut GABA-ergik. Oleh karena itu rangsangan dari talamus ke
korteks melalui saraf glutamatergik akan menurun dan output korteks
motorik ke neuron motorik medulla spinalis melemah sehingga terjadi
hipokinesia/kesulitan berjalan.
- Sulit berjalan disebabkan karena terjadi kelemahan pada otot- otot
motorik. Hal ini dapat terjadi dikarenakan neurotransmitter
mengalami gangguan. Neurotransmitter yang berperan yaitu
asetilkolin dan dopamin. Asetilkolin berperan untuk menggerakkan

4
sedangkan dopamin untuk menghambatnya. Sehingga jika ada
ketidakseimbangan akan menyebabkan gangguan dalam pergerakan.
Dopamin berperan dalam koordinasi gerakan, dan juga mengatur
keseimbangan dan refleks postur. Dopamin dihasilkan oleh substansia
nigra pars compacta. Jika kadar dopamin menurun maka tidak ada
yang dapat menghambat eksitasi, sehingga terjadi peningkatan
asetilkolin di ganglia basalis menyebabkan terjadinya eksitasi
berlebihan
2. Mengapa tangan kanan pasien bergerak-gerak sendiri saat istirahat
(resting tremor) dan mengapa tremor hanya terjadi pada tangan
kanannya saja?
- Resting tremor terjadi karena adanya gangguan sekresi dopamine,
tepatnya terjadi lesi di ganglia basalis sehingga penurunan sekresi
dopamine menurun, menyebabkan tidak terjadinya inhibisi terhadap
gerakan yang tidak penting, sehingga terjadi gerakan yang berlebihan.
Dan dapat terjadi karena peningkatan asetilkolin yang disebabkan
oleh penurunan dopamine, sehingga terjadi peningkatan kesitasi dan
terjadi gerakan yang berlebihan. Terjadi dikanan kemungkinan
dikarenakan pak rajasa dominan sebelah kanan. Dimana otak
memiliki 2 hemispherium, yang pada penyakit Parkinson terjadi
gangguan otak bagian substansia nigra di cerebrum sinistra yang akan
menyilang sehingga terjadi gangguan di bagian kanan. Tremor pada
Parkinson memiliki karakteristik yaitu unilateral. Karakter ini
mungkin disebabkan adanya lesi pada substansia nigra yang
contralateral. Jadi apabila terjadi tremor pada sisi sebelah kanan,
maka kemungkinan terdapat lesi pada substansia nigra di bagian
sebelah kiri.
- Keadaan dimana tangan kanan Pak Rajasa bergerak-gerak sendiri saat
istirahat ini disebut resting tremor. Resting tremor ini dapat
disebabkan karena ketidakseimbangan antara dopamin dan asetilkolin.
Oleh karena penurunan dopamin, eksitasi tidak dihambat oleh

5
dopamin sehingga timbul tremor. Tremor ini muncul saat istirahat
saja dan merupakan gejala awal penyakit Parkinson. Dan adanya
gangguan di ganglia basalis yang merupakan pusat control atau
koordinasi dari seluruh pergerakan. Keluhan resting tremor hanya
dialami pada ekstremitas sebelah kanan saja dikarenakan mungkin
pak rajasa mempunyai dominansi pada ekstremitas sebelah kanan.
Kemungkinan juga terdapat kerusakan pada otak bagian substansia
nigra pada serebrum disebelah kiri. seperti yang kita ketahui bahwa
terdapat jaras menyilang pada pengaturan gerakan. Sehingga apabila
terjadi gangguan pada otak disebelah kiri maka pada ekstremitas yang
akan mengalami gangguan adalah ekstremitas sebelah kanan
3. Mengapa wajah pak Rajasa seperti topeng?
- Wajah pak Rajasa seperti topeng bisa disebabkan karena
ketidakseimbangan dari dopamine dan asetilkolin sehinggan
tereksitasi berlebih. Eksitasi secara terus menerus pada otot motorik
(meningkatnya aktifitas neuron motorik alfa). Akan menyebabkan
rigiditas/kekakuan. Wajahnya seperti topeng dikarenakan terjadinya
kekakuan pada otot wajah. Selain itu, dapat disebabkan pula oleh
gangguan pada jaras ekstrapiramidalis. Pada wajah diperantarai 12
saraf kranialis, kerusakan dapat terjadi saat penyilangan di N.
Trigeminus atau terjadi kerusakan pada neuromuscular junction.
- Wajah topeng terjadi karena kurangnya input dopamin pada reseptor
D1 di korpus striatum menyebabkan inhibisi neuron gabanergik ke
ganglia basalis, sehingga ganglia basalis terstimulasi mengeluarkan
GABA dalam jumlah banyak ke talamus, sehingga talamus terinhibisi
untuk memberikan input ke korteks motorik dan peningkatan tonus
otot yang diperantarai oleh peningkatan asetilkolin, sedangkan
dopamine sebagai inhibitor akan membentuk tahanan pada otot wajah
dan mengakibatkan kontraksi yang jarang. Penurunan aktivitas pada
korteks motorik serebri mengakibatkan penurunan ekspresi wajah.

6
Otot-otot wajah tidak dapat mengikuti emosi penderita, sehingga
sering disebut sebagai wajah topeng/mask face.
4. Kenapa bisa terjadi fenomena cogwheel?
- Fenomena cogwheel terjadi akibat ketidakseimbangan antara
dopamine (menurun) dan asetil kolin (jumlah normal). Dopamine
berfungsi sebagai eksitator. Resting tremor terjadi karena dopamine
seharusnya bekerja sebagai inhibisi, namun karena jumlah dopamine
menurun maka tidak ada yang menginhibisi asetil kolin
- Ganglia basal adalah bagian otak yang membantu mengontrol gerakan
tubuh dan menjaganya tetap halus. Untuk melakukan ini, neuron di
ganglia basal menggunakan dopamin untuk terhubung dan
berkomunikasi satu sama lain. Orang dengan penyakit Parkinson
memiliki lebih sedikit dopamin, sejenis neurotransmitter (zat kimia di
otak). Jika dopamin lebih sedikit, sel-sel di basal ganglia tidak dapat
terhubung atau berkomunikasi dengan baik. Ini berarti mereka tidak
dapat menjaga gerakan Anda semulus yang seharusnya, yang
menyebabkan kekakuan dan masalah gerakan tubuh lainnya yang
umum terjadi pada penyakit Parkinson, seperti tremor. Kekakuan
Cogwheel dapat ditemukan pada kondisi Parkinson lainnya. Ini
termasuk: kelumpuhan supranuklear progresif, beberapa sistem atrofi,
dan degenerasi kortikobasal. Kondisi tersebut memiliki gejala yang
serupa tetapi penyebabnya berbeda. Namun, kekakuan roda gigi
paling sering terjadi pada penyakit Parkinson.
- Fenomena cogwheel dapat terjadi karena pengaruh
ketidakseimbangan dari dopamine dan asetilkolin dan terjadi
gangguan pada traktus ekstrapramidal sehingga tereksitasi berlebih
atau secara terus menerus sehingga terjadi kaku.
5. Apakah ada hubungan postur tubuh yang bungkuk dengan
penyakitnya?
Hubungan postur dengan penyakit pak Rajasa : Untuk postur tubuh yang
bungkuk sendiri termasuk kumpulan gejala motorik yang timbul karena

7
penyakit yang diderita Pak Rajasa, berdasarkan dasar pathogenesis yaitu
penurunan kadar dopamine, perlu diingat bahwa postur tubuh
dipertahankan oleh lengkung integritas SSP sehingga penurunan
dopamine juga memberikan pengaruh terbentuknya postur tubuh untuk
membungkuk seperti pada skenario.
6. Apakah terdapat hubungan antara keluhan yang dialami pasien
dengan usia pasien?
- Ada hubungannya antara keluhan pak Rajasa dengan usianya.
Semakin menua sel saraf akan berdegenerasi sehingga menyebabkan
produksi dopamin menurun dan usia adalah faktor risiko terjadinya
penyakit parkinson. Usia 58 tahun lebih berisiko terkena penyakit-
penyakit termasuk penyakit parkinson. Adapun penyebab lainnya
yaitu, gen yang menyebabkan apoptosis di substansia nigra. Ras
berkulit putih lebih sering mengalami dan paparan lingkungan.
- Kemungkinan besar ada hubungannya. kaerna usia yang semakin
bertambah bisa menyebabkan degenerasi pd sel-sel saraf. Dengan
terjadinya penurunan fungsi saraf, bisa menurunkan produksi
dopamin yang bisa mempengaruhi salah satunya gerakan tubuh pada
Pak Rajasa, dan seperti keluhan-keluhan yg dialaminya. Usia lanjut
merupakan faktor pendukung dari penyakit yang dialami Pak rajasa.
7. Apa tujuan dari pemeriksaan CT scan kepala dan laboratorium pada
skenario?
- Pemeriksaan laboratorium dan CT scan dilakukan untuk mengetahui
apakah ada kelainan lain. CT scan merupakan neuroimaging yang
berguna untuk mengetahui adakah kerusakan pada struktur otak, dan
juga mengeliminasi diagnosis banding pasien, sedang untuk
pemeriksaan laboratoriumnya berguna untuk mengetahui adakah
gejala dikarenakan proses infeksi dan menyingkarkan kelainan
penyakit lainnya. Bisa juga menggunakan MRI dan PET.
Pemeriksaan laboratorium darah untuk menyingkirkan diagnosis
banding contohnya sindrom parkinson yang disebabkan toksin, seperti

8
merkuri, karbon monoksida, metilfenil tetrahidropindin. Pada CT scan
biasanya ditemukan gambaran atrofi di daerah substansia nigra. CT
scan juga digunakan untuk mengetahui apakah ada tumor di kepala.
Selain itu, jika pungsi lumbal dilakukan dengan mengambil cairan
serebrospinal untuk menyingkirkan ensefalitis.
- Pemeriksaan laboratorium dan CT scan dilakukan untuk mengetahui
apakah ada kelainan lain. CT scan merupakan neuroimaging yang
berguna untuk mengetahui adakah kerusakan pada struktur otak, dan
juga mengeliminasi diagnosis banding pasien, sedang untuk
pemeriksaan laboratoriumnya berguna untuk mengetahui adakah
gejala dikarenakan proses infeksi dan menyingkarkan kelainan
penyakit lainnya.
8. Apa diagnosis dari kasus di skenario?
Dari keluhan dan gejala klinis seperti wajah topeng, resting tremor, dan
fenomena cogwheel kemungkinan diagnosis adalah Penyakit Parkinson
atau penyakit parkinson. Diagnosis banding lainnya yaitu hipotiroid (juga
mengalami tremor), ensefalitis, alzheimer dan demensia dimana terjadi
penurunan kognitif, sindrom parkinsonisme atipikal.
9. Tata laksana apa yang dapat kita lakukan untuk kasus diatas?
- Pengobatan penyakit parkinson dapat digolongkan menjadi tiga,
yaitu: Medikamentosa yang terdiri dari, Levodopa bisa menembus
sawar darah otak, masuk ke substansia nigra, dan akan berubah
menjadi dopamine. Biasanya diberikan di akhir dan dikombinasikan
dengan carvodopa. Antikolinergik, membantu keseimbangan dopamin
dan asetilkolin. Agonis dopamine, efek serupa dopamin di reseptor
D1 dan D2, obat pengganti levodopa. Penghambatan monoamin
oxidase, obat pilihan pada parkinson disertai gejala depresi yang
menonjol. Amantadine, pengganti dopamin tapi bekerja di bagian lain
otak. Penghambat COMT, dikombinasikan dengan levodopa jika
efektifitas levodopa menurun. Terapi pembedahan yang terdiri terapi

9
ablasi lesi di otak, stimulasi otak dalam, transplantasi otak.
Rehabilitasi yang terdiri latihan fisioterapi, okupasi dan psikoterapi.
- Tatalaksana dibagi menjadi 2 yaitu medikamentosa dan non
medikamentosa. Untuk non medikamentosa seperti fisioterapi, terapi
wicara, perubahan gaya hidup dengan pola makan yang sehat. Bisa
juga dengan terapi medikamentosa, yaitu konsumsi levodopa,
carbidopa, agonis dopamin, dan obat anti cholinergic.
- Jika benar, diagnosis pasien adalah Parkinson Desease (PD). Maka,
PD adalah penyakit neurodegeneratif progresif. Tidak ada obat yang
telah terbukti secara definitif untuk menghentikan, memperlambat,
membalikkan, atau mencegah perkembangan penyakit. Karena
defisiensi dopamin striatal (basal ganglia) menyebabkan gejala
motorik utama PD, penggantian dopamin dengan agen dopaminergik
adalah strategi farmakologis utama. Agen nondopaminergic
(antikolinergik, antiglutaminergik dan pelemas otot) juga digunakan
untuk mengobati gejala motorik. Agen dopaminergic seperti levodopa
tersedia dalam sediaan standar yang mengandung rasio tetap dari
setiap obat, 10 mg carbidopa hingga 100 mg levodopa (10/100), 25
mg carbidopa hingga 100 mg levodopa (25/100), dan 25 mg
carbidopa hingga 250 mg levodopa (25/250). Perawatan biasanya
dimulai dengan meningkatkan dosis secara bertahap sampai satu
tablet carbidopa-levodopa 25/100 diminum tiga kali sehari. Obat
antikolinergik seperti trihexyphenidyl (Artane) dan benztropine
(Cogentin) adalah obat anti-PD ringan yang digunakan terutama
sebagai monoterapi bersama dengan obat dopaminergik pada tremor
predominant PD.
Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu menjaga pola hidup sehat,
contohnya dengan memakan sayuran yang mengandung banyak serat
sehingga dapat membantu konstipasi yang merupakan komplikasi dari
penyakit Parkinson. Konsumsi makanan yang mengandung kalsium

10
yang baik untuk kesehatan tulang, menghindari paparan radiasi dan
zat-zat kimia.

2.5. Strukturisasi Konsep

Anamnesis : sulit bergerak, langkah


pendek, kaku, wajah topeng, tangan kanan
sering bergerak sendiri

Pemeriksaan fisik : resting


tremor, postur tubuh yang
bungkuk, fenomena cogwheel

Pemeriksaan penunjang :
pemeriksaan laboratorium, CT
scan kepala

Diagnosis Diagnosis banding


Penyakit Parkinson Ensefalitis, Alzheimer, Demensia, Sindrom
Parkinsonisme Atipik

Tatalaksana
Medikamentosa dan
Non-medikamentosa

2.6. Identifikasi Tujuan Belajar


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi, etiologi,
patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis dan tatalaksana dari Penyakit
Parkinson.

11
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang diagnosis
banding dari Penyakit Parkinson (Ensefalitis, Alzheimer, Demensia,
Sindrom Parkinsonisme Atipik)

2.7. Belajar Mandiri


Dalam tahap belajar mandiri ini, setiap individu kelompok melakukan
kegiatan belajar baik mandiri maupun kelompok dengan mempelajari semua
hal yang berkaitan dengan learning objectives dari berbagai sumber referensi
yang bisa didapat.

2.8. Sintesis

Penyakit Parkinson

1. Definisi

Penyakit Parkinson (PP) adalah suatu kelainan fungsi otak yang


disebabkan oleh proses degeneratif progresif terkait dengan proses menua
di sel-sel substansia nigra pars compacta. Penyakit ini ditandai dengan
tremor waktu istirahat, kekakuan otot dan sendi (rigidity), kelambanan
gerak, dan bicara (bradikinesia) dan instabilitas posisi tegak. Prevalensi
PP di Amerika Serikat sekitar 1% dari jumlah penduduk, meningkat dari
0,6% pada usia 60-64 tahun menjadi 3,5% pada umur 85-89 tahun. PP
dapat mengenai semua usia, tapi lebih sering pada usia lanjut. Dengan
perawatan yang tepat penderita PP dapat bertahan hidup dengan baik
lebih dari 20 tahun. PP dimulai perlahan, dan secara gradual memburuk.
Gejala seperti tremor waktu istirahat awalnya hanya muncul kadang-
kadang, lalu memberat dan menetap saat ada stres fisik maupun psikis
(IPD FK UI, 2014). PP didefinisikan secara klinis sebagai gangguan
gerakan, sekarang secara luas dihargai bahwa PP dapat disertai dengan
berbagai gejala non-motorik, termasuk gangguan otonom, sensorik, tidur,
kognitif, dan kejiwaan. Hampir semua bentuk parkinsonisme dihasilkan
dari pengurangan dopaminergik transmisi dalam ganglia basal. Penemuan
dopamin di otak, demonstrasi penipisannya dalam PP, dan keberhasilan
terapi penggantian dopamin oleh prekursornya, levodopa, semuanya
merupakan penanda utama dalam bidang neurologi (Harrison Neurology,
2010).

12
Penyakit Parkinson merupakan 80% dari kasus-kasus Parkinsonism.
Terdapat dua istilah yang harus dibedakan yaitu Penyakit Parkinson dan
Parkinsonism:
a. Penyakit Parkinson adalah bagian dari Parkinsonism yang secara
patologis ditandai oleh degenerasi ganglia basalis terutama substansia
nigra pars compacta disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik yang
disebut Lewy bodies.
b. Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor
waktu istirahat, kekakuan, bradikinesia dan hilangnya refleks postural
akibat penurunan kadar dopamin dengan berbagai macam sebab. Sindrom
ini sering disebut sebagai sindrom Parkinson.

Berdasarkan pengertian di atas maka sindrom Parkinson (SP)


diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Primer atau idiopatik:
 penyebab tidak diketahui
 sebagian besar merupakan penyakit Parkinson
 terdapat peran toksin yang berasal dari lingkungan
 terdapat peran faktor genetik, bersifat sporadis

b. Sekunder atau didapat


 timbul setelah terpapar suatu penyakit/zat
 infeksi dan pasca-infeksi otak (ensefalitis)
 terpapar kronis oleh toksin seperti MPTP (1-metil -4-fenil 1,2,3,6-
tetrahidropiridin), Mn (mangan), Co (karbon monoksida), sianida
 efek samping obat penghambat reseptor dopamin (sebagian besar
obat anti psikotik) dan obat yang menurunkan cadangan dopamin
(reserpin)
 pasca stroke (vaskular)
 lain-lain: hipotiroid, hipoparatiroid, tumor/trauma otak, hidrosefalus
bertekanan normal

c. Sindrom Parkinson Plus:


Gejala Parkinson timbul bersama gejala neurologi lain seperti:
Progressif supraneural palsy, Multiple system atrophy, cortical-basal
ganglionic degeneration, Parkinson-dementia-ALS complex of Guam,
Progressive palidal atrophy, diffuse Lewy body disease (DLBD)

d. Kelainan degeneratif diturunkan (Heredodegenerative disorders)


Gejala Parkinsonisme menyertai penyakit penyakit neurologi lain
yang memiliki faktor keturunan sebagai etiologi, seperti: penyakit
Alzheimer, penyakit Wilson, penyakit Hutington, demensia
frontotemporal pada kromosom 17q21, X-linked dystonia
parkinsonism. (IPD FK UI, 2014)

2. Etiologi

13
Penyebab pasti kematian sel-sel SNc belum diketahui dengan pasti,
beberapa dugaan penyebab Penyakit Parkinson (PP) seperti:

a. Faktor Genetik
Ditemukan 3 gen yang menjadi penyebab gangguan degradasi protein dan
mengakibatkan protein beracun tak dapat didegradasi di ubiquitin-
proteasomal pathway. Kegagalan degradasi ini menyebabkan peningkatan
apoptosis di sel-sel SNc sehingga meningkatkan kematian sel neuron di
SNc. Inilah yang mendasari terjadinya PP sporadik yang bersifat familial.

b. Faktor Lingkungan
Etiologi Penyakit Parkinson adalah proses stres oksidatif yang terjadi di
ganglia basalis, apapun penyebabnya. Berbagai penelitian telah dilakukan,
antara lain peranan xenobiotic (MPTP), pestisida/herbisida, paparan zat
kimia dari pekerjaan (bahan-bahan cat dan logam), kafein, alkohol, diet
tinggi protein, merokok, trauma kepala, depresi dan stres; semua
menunjukkan peranan masing-masing melalui jalan yang berbeda
menyebabkan PP maupun Sindrom Parkinson baik pada penelitian
epidemiologi maupun eksperimental pada primata.

c. Umur (proses menua)


Tidak semua orang tua akan menderita PP, tetapi adanya dugaan peranan
proses menua terhadap terjadinya PP didasarkan pada penelitian-
penelitian epidemiologi tentang kejadian PP (evidence based). Pada
penderita PP terdapat suatu tanda reaksi mikroglial pada neuron yang
rusak dan tanda ini tidak terdapat pada proses menua yang normal.
Sehingga disimpulkan bahwa proses menua merupakan faktor risiko yang
mempermudah terjadinya proses degenerasi di SNc tetapi memerlukan
penyebab lain (biasanya multifaktor) untuk terjadinya PP.

d. Ras
Angka kejadian PP lebih tinggi pada orang kulit putih dibandingkan kulit
berwarna.

e. Cedera Kranioserebral
Proses belum jelas, tetapi trauma kepala, infeksi dan tumor otak lebih
berhubungan dengan sindrom parkinson dari pada PP.

f. Stres emosional
Diduga merupakan faktor risiko.
(IPD FK UI, 2014)

3. Pathogenesis

14
Secara umum dapat dikatakan bahwa pernyakit Parkinson terjadi
karena penurunan kadar dopamine akibat kematian neuron di pars
compacta substansia nigra (SNc) seberas 40-50% yang disertai inklsui
sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab multifaktor.

Substansia nigra adalah suatu regio kecil di otak yang terletak


sedikit di atas medula spinalis. Bagian ini menjadi pusat kontrol atau
koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-sel nya menghasilkan
neurotransmitter yang disebut dopamin. Dopamin berfungsi untuk
mengatur seluruh pergerakan otot dan dan keseimbangan badan yang
dilakukan oleh sistem saraf pusat. Dopamin diperlukan untuk komunikasi
elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam mengatur
pergerakan, keseimbangan dan refleks postular, dan kelancaran
komunikasi. Pada penyakit Parkinson sel-sel neuron di SNc mengalami
degenerasi, sehingga produksi dopamin menurun, akibatnya semua fungsi
neuron di sistem saraf pusat menurun dan menghasilkan kelambanan
gerak (bradikinesia), kelambanan bicara dan berpikir (bradi-phrenia),
tremor dan kekakuan (rigiditas).

Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi


neuron SNc adalah stress oksidatif. Stres oksidatif menyebabkan
terbantuknya formasi oxyradikal, seperti dopamine quinon yang dapat
bereaksi dengan alfa sinuklein (disebut protofibrils). Formasi ini
menumpuk, tidak dapat didegradasi oleh ubiquitin protesomal pathway,
sehingga menyebabkan kematian sel-sel SNc (Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, 2014).

Mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan antara


lain :

1. Efek lain dari stres oksidatif, yaitu terjadinya reaksi antara


oksiradikal dengan nitrat oksida (NO) yang menghasilkan peroksinitrat
radikal.

15
2. Kerusakan mitokondria sebagai akibat penurunan produksi ATP
dan akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stres oksidatif,
akhinya menyebabkan peningkatan apoptosis dan kematian sel.

3. Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi


sitokin yang memicu apoptosis sel sel SNc.

4. Manifestasi klinis

Secara historis, Penyakit Parkinson atau Parkinson Disease (PD)


didiagnosis berdasarkan adanya dua dari tiga manifestasi klinis
parkinsonian (tremor, kaku, bradikinesia). Namun, studi postmortem
ditemukan tingkat kesalahan 24% ketika diagnosis hanya didasarkan pada
kriteria ini. Studi korelasi klinikopatologi kemudian menentukan PD
terkait parkinsonisme dengan gejala yaitu tremor istirahat, asimetri
gangguan motorik, dan respons yang baik terhadap levodopa lebih
mungkin untuk memprediksi diagnosis patologis yang benar. Dengan
kriteria yang direvisi ini (dikenal sebagai file Kriteria Bank Otak Inggris),
diagnosis klinis PD dapat dipastikan patologis dalam sebanyak 99% kasus.
Parkinson Internasional Disease and Movement Disorder Society
(MDS) baru-baru ini menyarankan kriteria klinis yang direvisi untuk PD
(dikenal sebagai MDS Clinical Kriteria Diagnostik untuk penyakit
Parkinson) yang sedang dijalani validasi internasional. Sedangkan
parkinsonisme motorik dipertahankan sebagai ciri utama penyakit,
diagnosis PD sebagai Penyebab parkinsonisme bergantung pada tiga
kategori diagnostik tambahan fitur: kriteria pendukung (fitur yang
meningkatkan kepercayaan pada file diagnosis PD), kriteria pengecualian
absolut, dan tanda bahaya (yang harus diimbangi dengan kriteria
pendukung untuk memungkinkan diagnosis PD). Memanfaatkan kriteria
ini, dua tingkat kepastian telah digambarkan; PD yang terbentuk secara

16
klinis, dan kemungkinan PD. Kriteria diagnostik utama untuk PD
berdasarkan kriteria MDS diilustrasikan pada Tabel dibawah ini.

5. Diagnosis

Diagnosis dibuat terutama berdasarkan gambaran klinis, serta


pemeriksaan penunjang CT-scan, MRI dan PET atas indikasi utuk
menyingkirkan diagnosis sindrom parkinson selain Penyakit Parkinson.

A. Kriteria diagnosis klinis


 Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik: tremor,
rigiditas, bradikinesia atau
 Tiga dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia dan
ketidakstabilan postural.
B. Kriteria diagnosis klinis modifikasi
 Diagnosis possible (mungkin) : adanya salah satu gejala : tremor
rigiditas, akinesia atau bradikinesia, gangguan refleks postural.
Tanda tumor minor yang membantu kearah diagnosis klinis
possible : myerson sign, menghilang atau berkurangnya ayunan
lengan, refleks menggenggam.
 Diagnosis probable (kemungkinan besar) : kombinasi dari dua
gejala tersebut diatas (termasuk gangguan refleks postural), salah
satu dari tiga gejala pertama asimetris.

17
 Diagnosis definite (pasti) : setiap kombinasi 3 dari 4 gejala; pilihan
lain : setiap kombinasi 2 dari 4 gejala, dengan salah satu dari 3
gejala pertama terlihat asimetris.
C. Kriteria diagnosis koller
 Didapati 2 dari 3 tandakardinal gangguan motorik : tremor istirahat
atau gangguan refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang
berlangsung satu tahun atau lebih.
 Dan respon terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai
perbaikan sedang (minimal 1.000 mg/hari selama 1 bulan), dan
lama perbaikan satu tahun atau lebih.
D. Kriteria diagnosis gelb
 Diagnosis possible (mungkin) : adanya 2 dari 4 gejala kardinal
(resting tremor, bradikinesia, rigiditas, onset asimetrik)
 Tidak ada gambaran yang menuju kearah diagnosis lain termasuk
halusinasi yang tidak berhubungan obat, demensia, supranuclear
gaze palsy atau disotonom. Mempunyai respon yang baik terhadap
levodopa atau agonis dopamin.
 Diagnosis probable (kemungkinan besar) : terdapat 3 dari 4 gejala
kardinal, tidak ada gejala yang mengarah kearah diagnosislain
dalam 3 tahun, terdapat respon yang baik terhadap levodopa atau
agonis dopamin.
 Diagnosis difinite (pasti) : seperti probble diserta dengan
pemeriksaan histopatologi yang positif
Untuk menentukan berat ringannya penyakit digunakan penetapan
stadium klinis penyakit parkinson berdasarkan Hoehn and Yahr.

6. Tatalaksana
Pada stadium awal, dimana gejala penyakit belum menyebabkan
gangguan fungsional yang berarti terapi farmakologi untuk pasien
mungkin belum diperlukan. Tujuan pemberian terapi farmakologis untuk
pasien ialah untuk mengurangi gejala motorik serta memperbaiki kualitas

18
hidup tanpa menyebabkan efek samping. Ada beberapa faktor yang
dipertimbangkan untuk memulai suatu terapi, yaitu:
- beratnya gejala
- Apakah gejala mempengaruhi tangan dominan
- Kemampuan untuk meneruskan bekerja
- Biaya dan pilihan pasien setelah diberi informasi

a) Stadium penyakit awal:


- Non farmakologi dan non pembedahan:
 Nutrisi: diet yang sehat berupa buah-buahan dan sayur-sayuran
 Aktifitas: edukasi, aerobic, penguatan, peregangan, latihan
keseimbangan
- Farmakologi
 Terapi untuk tujuan modifikasi penyakit dan neuropriteksi
 Terapi simptomatis awal (motorik): Levodopa, MAO-B
inhibitor (selegiline, rasagiline), agonis dopamine (pramipexol,
ropinirole, rotigotine).

b) Stadium Penyakit Lanjut


- Terapi simpromatik lanjut (komplikasi motorik)
 Terapi farmakologi: leovodopa, antivirus (amantadine), MAO-
B inhibitor (selegilin, rasagilin), COMT inhibitor (entacapon),
agonis dopamine (pramipeksol, ropinirol, rotigotin)
 Pembedahan fungsional: palidotomi unilateral, deep brain
(palidum posteroventral, nucleus subtalamikus)
 Non-farmakologis: fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara dan
bahasa.\
- Terapi simtomatik lanjut (non-motorik)
 Demensia : rivastigmin, donepezil, galantamin, memamtin
 Psikosis : clozapine, olanzapin, quetiapin, risperidon
 Depresi : antidepresan trisiklik (amitriptilin), SSRIs
 Hipotensi ortostatik : midodrine, fludrokortison
 Mual dan muntah : donperidon, ondasentron
 Konstipasi : polyethylene glycol solution, suplemen serat
 Disfungsi ereksi : sildenafil, vardefanil, papaverin i.v.
 Kantuk di siang hari : modafinil
 Gangguan perilaku tidur REM : klonazepam

19
Diagnosis Banding Penyakit Parkinson
1. Ensefalitis

Multiple System Athropy

Gangguan motorik dapat berupa predominan parkinsonism (MSA-P) atau


serebelar (gait atau limb ataxia) (MSA-C). Disfungsi autonomik jelas
(inkontinesia urine atau hipotensi ortostatik berat) biasanya muncul. Pasien
dapat mengalami disartria/disfagia pada fase awal penyakit. Tanda upper
motor neuron seperti hiperrefleksia atau tanda Babinski dapat ditemukan.
MRI kepala memperlihatkan atrofi serebelum atau batang otak, “hot-cross
bun”, hiperintensitas putaminal rim pada sekuen T2, dll.

Progressive Supranuclear Palsy

 Definisi
Progressive supranuclear palsy (PSP) Merupakan penyakit
neurodegeneratif progresif yang melemahkan, patogenesis yang masih
belum dipahami dengan baik. PSP pertama kali dilaporkan pada tahun
1904 dan dideskripsikan sebagai penyakit yang unik oleh Steele,
Richardson dan Olszewski pada tahun 1964; dengan demikian, ia juga
dinamai sindrom Steele-Richardson-Olszewski.

 Etiologi
Meskipun PSP adalah neurodegenerative yang relatif tidak umum
dibandingkan dengan penyakit Parkinson (PD), ituprevalensi telah
diremehkan karena sering salah diagnosis. Dilaporkan bahwa prevalensi
berdasarkan usia PSP di London adalah 6,4 per 100.000, yang lebih tinggi
dari tingkat 4,4 per 100.000 dari beberapa sistem atrofi (MSA). Prevalensi
rata-rata adalah 5,3 per 100.000. Sepengetahuan kami, tidak ada
investigasi dari prevalensi PSP di Cina telah diterbitkan. Tidak ada
perbedaan dalam insiden antar jenis kelamin telah ditemukan . Berarti usia
onset adalah 66,4 tahun, usia rata-rata kematian adalah 73,5tahun, dan
durasi penyakit rata-rata adalah 7,0 tahun Karena tidak ada terapi
pemodulasi penyakit yang tersedia secara klinis-mampu, kelangsungan
hidup rata- rata pasien PSP adalah 6 hingga 10 tahun.

Etiologi PSP belum sepenuhnya dipahami, tetapi kemungkinan disebabkan


oleh kombinasi beberapa factor:

20
 Alkaloid neurotoksik: Dapat berperan dalam pengembangan PSP,
peneliatian pada penduduk Guadeloupe, yang mengkonsumsi lebih banyak
buah-buahan tropis dan teh herbal, tampaknya lebih rentan terhadap PSP.
 Microtubule-related protein tau (MAPT): Memainkan peran penting dalam
penyakit, mutasi gen MAPT dan haplotipe H1 semuanya dianggap sebagai
agen etiologi yang mungkin.
 Lipoperoksidasi: Telah ditemukan terlibat secara selektif dalam PSP
karena produksi HNE dan TBARS. Meskipun percobaan lain
menunjukkan bahwa peroksidasi protein (mis., Kerusakan PGK-1,
fruktosa bifosfat aldolase A dan GFAP) berperan dalam PSP.
 Disfungsi mitokondria: Disfungsi mitokondria telah ditemukan di PSP;
Fenomena ini tampaknya berfungsi di hulu perkembangan penyakit.
 Glutamat: Tingkat toksik asam amino rangsang, seperti
glutamat,merupakan hipotesis lain.

 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis utama PSP termasuk supranu-pandangan yang palsy
(terutama saat menatap ke bawah), pseudobul-bar palsi, disartria,
kekakuan aksial, dan demensia. Inifitur dijelaskan secara rinci di bawah
ini.Gejala dan tanda PSP sering muncul sebagaimasalah gerakan yang
termasuk bradikinesia, seringjatuh, disartria dan disfagia. Kiprah pasien
PSP adalahkikuk dan tidak stabil, menyerupai "pelaut
mabuk"atau "beruang menari". Pasien sering jatuh ke
belakang.Sebagian besar pasien menunjukkan parkinsonisme
simetrisbradikinesia dan kekakuan, yang terutama melibatkan aksialotot.
Kekakuan ekstensor dan distonia leherotot menghasilkan postur tegak
dengan retrocollis. Sendibradikinesia, ketidakstabilan postural,
hiperekstensi leherdan kelumpuhan tatapan supranuklear menyebabkan
kesulitan mobilitas danjatuh berulang. Disartria dan disfagia muncul di
awal tahap penyakit, dan bucking parah sering mengharuskanpenggunaan
tabung perut.

2. Alzheimer
 Definisi
Penyakit Alzheimer merupakan tipe demensia yang menyebabkan
gangguan pada memory, cara berpikir dan perilaku.
 Etiologi
Para ahli percaya bahwa Alzheimer, seperti penyakit kronis umum lainnya,

21
berkembang sebagai akibat dari beberapa faktor. Penyebab ataupun faktor
yang menyebabkan seseorang menderita penyakit Alzheimer antara lain
sebagai berikut:
 Usia
Faktor risiko terbesar untuk penyakit Alzheimer adalah usia.
Kebanyakan orang dengan penyakit Alzheimer didiagnosis pada usia
65 tahun atau lebih tua. Orang muda kurang dari 65 tahun juga dapat
terkena penyakit ini, meskipun hal ini jauh lebih jarang. Sementara
usia adalah faktor risiko terbesar.
 Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan keluarga yang memiliki orangtua, saudara
atau saudari dengan Alzheimer lebih mungkin untuk mengembangkan
penyakit daripada mereka yang tidak memiliki kerabat dengan
Alzheimer's. Faktor keturunan (genetika), bersama faktor lingkungan
dan gaya hidup, atau keduanya dapat menjadi penyebabnya.
 Pendidikan atau Pekerjaan
Beberapa ilmuwan percaya faktor lain dapat berkontribusi atau
menjelaskan peningkatan risiko demensia di antara mereka dengan
pendidikan yang rendah. Hal ini cenderung memiliki pekerjaan yang
kurang melatih rangsangan otak.
 Traumatic Brain Injury (TBI)
Trauma Cedera Otak sedang dan berat meningkatkan risiko
perkembangan penyakit Alzheimer. Trauma Cedera Otak adalah
gangguan fungsi otak yang normal yang disebabkan oleh pukulan atau
tersentak ke kepala atau penetrasi tengkorak oleh benda asing, juga
dapat didefinisikan sebagai cedera kepala yang mengakibatkan
hilangnya kesadaran.

 Manifestasi Klinis
Seorang usia lanjut dengan kehilangan memori yang berlangsung
lambat selama beberapa tahun Hampir 75% dimulai dengan gejala memori,

22
tetapi gejala awal dapat meliputi kesulitan mengurus keuangan, berbelanja,
mengiuti perintah, menemukan kata, atau mengemudi. Awitan sulit
ditentukan karena timbul secara perlahan-lahan, tetapi berkisar antara awal
usia lima puluhan (awitan dini) sampai 80 tahun (awitan lambat).
Pedoman diagnostik: tampak gelisah, menghindari kegiatan sosial,
tidak ada bukti klinis yang menyatakan adanya penyakit otak atau sistemik,
tidak ada gejala neurologik kerusakan otak fokal.

3. Demensia

Definisi

Demensia adalah sindrom penurunan fungsi intelektual dibanding


sebelumnya yang cukup berat sehingga mengganggu aktivitas sosial dan
profesional yang tercermin dalam aktivitas hidup keseharian, biasanya
ditemukan juga perubahan perilaku dan tidak disebabkan oleh delirium
maupun gangguan psikiatri mayor.

Diagnosis klinis demensia ditegakkan berdasarkan riwayat neurobehavior,


pemeriksaan fisik neurologis dan pola gangguan kognisi. Pemeriksaan
biomarka spesifik dari likuor serebrospinalis untuk penyakit
neurodegeneratif hanya untuk penelitian dan belum disarankan dipakai
secara umum di praktik klinik.

Secara umum gejala demensia dapat dibagi atas dua kelompok yaitu
gangguan kognisi dan gangguan non-kognisi. Keluhan kognisi terdiri dari
gangguan memori terutama kemampuan belajar materi baru yang sering
merupakan keluhan paling dini. Memori lama bisa terganggu pada
demensia tahap lanjut. Pasien biasanya mengalami disorientasi di sekitar
rumah atau lingkungan yang relatif baru. Kemampuan membuat keputusan
dan pengertian diri tentang penyakit juga sering ditemukan. Keluhan non-
kognisi meliputi keluhan neuropsikiatri atau kelompok behavioral
neuropsychological symptoms of dementia (BPSD). Komponen perilaku
meliputi agitasi, tindakan agresif dan nonagresif seperti wandering,
disihibisi, sundowning syndrome dan gejala lainnya. Keluhan tersering
adalah depresi, gangguan tidur dan gejala psikosa seperti delusi dan
halusinasi. Gangguan motorik berupa kesulitan berjalan, bicara cadel dan
gangguan gerak lainnya dapat ditemukan disamping keluhan kejang
mioklonus.

23
Etiologi
- Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer (PA) masih merupakan penyakit
neurodegeneratif yang tersering ditemukan (60-80%). Karateristik klinik
berupa berupa penurunan progresif memori episodik dan fungsi kortikal
lain. Gangguan motorik tidak ditemukan kecuali pada tahap akhir penyakit.
Gangguan perilaku dan ketergantungan dalam aktivitas hidup keseharian
menyusul gangguan memori episodik mendukung diagnosis penyakit ini.
Penyakit ini mengenai terutama lansia (>65 tahun) walaupun dapat
ditemukan pada usia yang lebih muda. Diagnosis klinis dapat dibuat
dengan akurat pada sebagian besar kasus (90%) walaupun diagnosis pasti
tetap membutuhkan biopsi otak yang menunjukkan adanya plak neuritik
(deposit βamiloid40 dan β-amiloid42) serta neurofibrilary tangle
(hypertphosphorylated protein tau).
- Demensia Vaskuler
Vascular cognitive impairment (VCI) merupakan terminologi yang
memuat defisit kognisi yang luas mulai dari gangguan kognisi ringan

24
sampai demensia yang dihubungkan dengan faktor risiko vaskuler.
Penuntun praktik klinik ini hanya fokus pada demensia vaskuler (DV). DV
adalah penyakit heterogen dengan patologi vaskuler yang luas termasuk
infark tunggal strategi, demensia multi-infark, lesi kortikal iskemik, stroke
perdarahan, gangguan hipoperfusi, gangguan hipoksik dan demensia tipe
campuran (PA dan stroke / lesi vaskuler).
- Demensia Lewy Body dan Demensia Penyakit Parkinson
Demensia Lewy Body (DLB) adalah jenis demensia yang sering
ditemukan. Sekitar 15-25% dari kasus otopsi demensia menemui kriteria
demensia ini. Gejala inti demensia ini berupa demensia dengan fluktuasi
kognisi, halusinasi visual yang nyata (vivid) dan terjadi pada awal
perjalanan penyakit orang dengan Parkinsonism. Gejala yang mendukung
diagnosis berupa kejadian jatuh berulang dan sinkope, sensitif terhadap
neuroleptik, delusi dan atau halusinasi modalitas lain yang sistematik. Juga
terdapat tumpang tindih temuan patologi antara DLB dan PA.Namun
secara klinis orang dengan DLB cenderung mengalami gangguan fungsi
eksekutif dan visuospasial sedangkan performa memori verbalnya relatif
baik jika dibanding dengan PA yang terutama mengenai memori verbal.
- Demensia Frontotemporal
Demensia Frontotemporal (DFT) adalah jenis tersering dari
Demensia Lobus Frontotemporal (DLFT). Terjadi pada usia muda (early
onset dementia/EOD) sebelum umur 65 tahun dengan rerata usia adalah
52,8 - 56 tahun. Karakteristik klinis berupa perburukan progresif perilaku
dan atau kognisi pada observasi atau riwayat penyakit. Gejala yang
menyokong yaitu pada tahap dini (3 tahun pertama) terjadi perilaku
disinhibisi, apati atau inersia, kehilangan simpati/empati, perseverasi,
steriotipi atau perlaku kompulsif/ritual, hiperoralitas/perubahan diet dan
gangguan fungsi eksekutif tanpa gangguan memori dan visuospasial pada
pemeriksaan neuropsikologi.
- Demensia Tipe Campuran

25
Koeksistensi patologi vaskuler pada PA sering terjadi. Dilaporkan
sekitar 24-28% orang dengan PA dari klinik demensia yang diotopsi. Pada
umumnya pasien demensia tipe campuran ini lebih tua dengan penyakit
komorbid yang lebih sering. Patologi Penyakit Parkinson ditemukan pada
20% orang dengan PA dan 50% orang dengan DLB memiliki patologi PA.

Faktor resiko dan Prevensi Demensia

Tindakan preventif harus dikerjakan karena diperkirakan bahwa menunda


awitan demensia selama lima tahun dapat menurunkan setengah dari
inisiden demensia. Oleh sebab itu perlu pengetahuan tentang faktor risiko
dan bukti yang telah ada yaitu usia, jenis kelamin, genetik dan riwayat
penyakit keluarga, disabilitas intelektual dan Sindrom Down.

Usia

Risiko terjadinya PA meningkat secara nyata dengan meningkatnya usia,


meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun pada individu diatas 65 tahun dan
50% individu diatas 85 tahun mengalami demensia. Dalam studi populasi,
usia diatas 65 tahun risiko untuk semua demensia adalah OR=1,1 dan
untuk PA OR=1,2.

Jenis Kelamin

Beberapa studi prevalensi menunjukkan bahwa PA lebih tinggi pada


wanita dibanding pria.19 Angka harapan hidup yang lebih tinggi dan
tingginya prevalensi PA pada wanita yang tua dan sangat tua dibanding
pria.20 Risiko untuk semua jenis demensia dan PA untuk wanita adalah
OR=1,7 dan OR=2.0. Kejadian DV lebih tinggi pada pria secara umum
walaupun menjadi seimbang pada wanita yang lebih tua.

Riwayat Keluarga Dan Faktor Genetik

Penyakit Alzheimer Awitan Dini (Early onset Alzheimer Disease/EOAD)


terjadi sebelum usia 60 tahun, kelompok ini menyumbang 6-7% dari kasus
PA. Sekitar 13% dari EOAD ini memperlihatkan transmisi otosomal
dominan. Tiga mutasi gen yang 8 teridentifkasi untuk kelompok ini adalah
amiloid ß protein precursor (AßPP) pada kromosom 21 ditemukan pada
10-15% kasus, presenelin 1 (PS1) pada kromosom 14 ditemukan pada 30-
70% kasus dan presenilin 2 (PS) pada kromosom 1 ditemukan kurang dari
5% kasus.1 Sampai saat ini tidak ada mutasi genetik tunggal yang

26
teridentifikasi untuk PA Awitan Lambat. (Level III, fair)2 Diduga faktor
genetik dan lingkungan saling berpengaruh.

Di antara semua faktor genetik, gen Apolipoprotein E yang paling banyak


diteliti. Telaah sistematik studi populasi menerangkan bahwa APOE e4
signifikan meningkatkan risiko demensia PA teruma pada wanita dan
populasi antara 55-65 tahun, pengaruh ini berkurang pada usia yang lebih
tua. (Level III, good) 1 Sampai saat ini tidak ada studi yang menyebutkan
perlunya tes genetik untuk pasien demensia atau keluarganya. Apabila
dicurigai autosomal dominan, maka tes dapat dilakukan hanya setelah
dengan informed consent yang jelas atau untuk keperluan penelitian.

Manifestasi klinis

1) Stadium dini:
 Terdapat gangguan kepribadian ringan.
 Berkurangnya minat dan ambisi.
 Demensia pada stadium dini sering memunculkan kondisi depresi.

2) Stadium lanjut:
 Penurunan memori: umumnya yang menurun adalah daya ingat
segera dan daya ingat jangka panjang, kemudian secara bertahap
ditemukan penurunan kemampuan recall.
 Perubahan mood dan kepribadian: mula2 terlihat sprt depresi,
kemudian muncul ansietas, selanjutnya menarik diri serta apatis.
 Penurunan daya orientasi: gangguan orientasi waktu, tempat dan
orang.
 Hendaya intelektual: pemikirannya mjd kurang tajam dibanding
sebelumnya.
 Gangguan daya nilai: pasien tdk mengantisipasi akibat dari
perbuatannya.
 Gejala psikotik: dpt ditemukan halusinasi, ilusi, delusi, dan
preokupasi.
 Hendaya berbahasa: mutisme, perseverasi, bloking, maupun afasia.

27
 Pada pemeriksaan fisik dpt ditemukan ataksia, facial grimaces,
agnosia, apraksia, impersisten motorik, dan refleks patologis.

Diagnosis

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan terdiri dari non-medikamentosa dan medikamentosa:


1. Non-Medikamentosa
a. Memperbaiki memori
o The Heart and Stroke Foundation of Canada mengusulkan
beberapa cara untuk mengatasi defisit memori dengan lebih baik
 Membawa nota untuk mencatat nama, tanggal, dan tugas yang
perlu dilakukan. Dengan ini stres dapat dikurangkan.
 Melatih otak dengan mengingat kembali acara sepanjang hari
sebelum tidur. Ini dapat membina kapasiti memori
 Menjauhi distraksi seperti televisyen atau radio ketika coba
memahami mesej atau instruksi panjang.
 Tidak tergesa-gesa mengerjakan sesuatu hal baru. Coba
merencana sebelum melakukannya.
 Banyak besabar. Marah hanya akan menyebabkan pasien lebih
sukar untuk mengingat sesuatu. Belajar teknik relaksasi juga
berkesan.

28
b. Diet Penelitian di Rotterdam mendapati terdapat peningkatan resiko
demensia vaskular berhubungan dengan konsumsi lemak total.
Tingkat folat, vitamin B6 dan vitamin B12 yang rendah juga
berhubungan dengan peningkatan homosisteine yang merupakan
faktor resiko stroke.

2. Medikamentosa
a. Mencegah demensia vaskular memburuk Progresifitas demensia
vaskular dapat diperlambat jika faktor resiko vaskular seperti
hipertensi, hiperkolesterolemia dan diabetes diobati. Agen anti
platlet berguna untuk mencegah stroke berulang. Pada demensia
vaskular, aspirin mempunyai efek positif pada defisit kognitif. Agen
antiplatelet yang lain adalah tioclodipine dan clopidogrel.
 Aspirin: mencegah platelet-aggregating thromboxane A2
dengan memblokir aksi prostaglandin sintetase seterusnya
mencegah sintesis prostaglandin
 Tioclodipine: digunakan untuk pasien yang tidak toleransi
terhadap terapi aspirin atau gagal dengan terapi aspirin.
 Clopidogrel bisulfate: obat antiplatlet yang menginhibisi ikatan
ADP ke reseptor platlet secara direk.8 22 Agen hemorheologik
meningkatkan kualiti darah dengan menurunkan viskositi,
meningkatkan fleksibiliti eritrosit, menginhibisi agregasi platlet
dan formasi trombus serta supresi adhesi leukosit.
 Pentoxifylline dan ergoid mesylate (Hydergine) dapat
meningkatkan aliran darah otak. Dalam satu penelitian yang
melibatkan 29 pusat di Eropa, perbaikan intelektual dan fungsi
kognitif dalam waktu 9 bulan didapatkan. Di European
Pentoxifylline Multi-Infarct Dementia Study, pengobatan
dengan pentoxifylline didapati berguna untuk pasien demensia
multi-infark.
b. Memperbaiki fungsi kognitif dan simptom perilaku Obat untuk
penyakit Alzheimer yang memperbaiki fungsi kognitif dan gejala
perilaku dapat juga digunakan untuk pasien demensia vaskular.

4. Sindrom Parkinsonisme Atipik

Parkinsonisme mengacu pada serangkaian gejala yang biasanya


terlihat pada penyakit Parkinson tetapi disebabkan oleh gangguan

29
lain. Parkinsonisme atipikal mencakup berbagai gangguan neurologis di
mana pasien memiliki beberapa gambaran klinis PD, tetapi gejalanya tidak
hanya disebabkan oleh hilangnya sel di substansia nigra (area otak yang
paling terpengaruh pada PD klasik), tetapi juga oleh degenerasi sel
tambahan di bagian sistem saraf yang biasanya mengandung reseptor
dopamin (striatum). Dengan kata lain, pasien terlihat seperti menderita PD,
tetapi penyebab gejalanya berbeda dengan PD “klasik”.

Gejala dan Jenis Parkinsonisme atipikal


Pasien dengan parkinsonisme atipikal memiliki gejala seperti PD,
termasuk tremor saat istirahat, gerakan melambat, kekakuan, kesulitan
berjalan dan ketidakstabilan postural, tetapi memiliki gejala dan tanda
tambahan yang biasanya tidak ada pada PD. Hal ini menyebabkan istilah
yang umum digunakan "parkinsonisme plus sindrom." Beberapa sindrom
yang dijelaskan dengan baik dan, seperti PD, dianggap terkait dengan
akumulasi abnormal protein seperti alpha-synuclein ("synucleinopathy")
atau ("tauopathy").
Gejala dan tanda tambahan mungkin termasuk ketidakmampuan
untuk melihat ke atas dan ke bawah (kelumpuhan pandangan vertikal) dan
ketidakstabilan postural awal yang menyebabkan sering jatuh ke belakang,
seperti yang terlihat pada kelumpuhan supranuklear progresif (PSP -
tauopati), bentuk paling umum dari parkinsonisme atipikal. Pasien dengan
PSP sering kali memiliki "tanda procerus" yang merupakan ekspresi wajah
yang "khawatir".
Bentuk paling umum kedua dari parkinsonisme atipikal
adalah atrofi sistem ganda (MSA - sinukleinopati). Pasien dengan MSA
biasanya dibedakan dari mereka yang menderita PD dengan adanya fitur
otonom seperti tekanan darah yang tidak stabil (terutama hipotensi
ortostatik, yang mengacu pada penurunan tekanan darah saat berdiri),
gangguan awal seksual, disfungsi kandung kemih dan usus, biru
kemerahan perubahan warna kulit (tanda "tangan dingin"), dan gangguan

30
tidur yang nyata (misalnya mengutarakan mimpi dan sleep apnea). Ciri
khas lain dari MSA termasuk kemiringan kepala ke depan (anterocollis)
atau kemiringan tubuh saat duduk (tanda Pisa), kehilangan koordinasi, dan
jalur progresif cepat dengan ketidakmampuan ambulasi biasanya dalam
tiga hingga lima tahun pertama onset.
Dementia with Lewy Bodies(DLB)
Pasien DLB, selain gejala parkinsonian, demensia dini (biasanya
mendahului atau bersamaan dengan gejala parkinsonian) dan halusinasi
visual (melihat orang, hewan kecil, atau benda yang tidak nyata) dengan
mereka gejala biasanya berfluktuasi yang mengarah ke "hari baik" dan
"hari buruk". DLB adalah sinukleinopati.

Corticobasal Syndrome (CBS)


Pasien CBS biasanya datang dengan kekakuan asimetris, apraxia
(ketidakmampuan untuk melakukan gerakan yang disengaja), anggota
tubuh asing (tangan atau kaki tampaknya memiliki "pikiran mereka
sendiri"), dan distonia tungkai (abnormal kontraksi otot yang
berkelanjutan menyebabkan postur tubuh yang abnormal dan memutar)
atau mioklonus (tersentak tiba-tiba). CBS adalah tauopathy
Penyebab umum lain dari parkinsonisme atipikal adalah
"parkinsonisme vaskular" yang disebabkan oleh stroke multipel dan
biasanya sangat kecil. Pasien-pasien ini cenderung memiliki lebih banyak
gejala pada ekstremitas bawah (parkinsonisme tubuh bagian bawah)
dengan kesulitan berjalan, masalah keseimbangan dan jatuh.
Berbagai sindrom parkinsonian atipikal diklasifikasikan menurut
pola kerusakan yang mereka hasilkan dalam sistem saraf, konstelasi gejala
klinis yang ditimbulkannya, dan perjalanan alaminya.

Penyebab, Diagnosis dan Pengobatannya


Respons yang buruk atau tidak ada pada levodopa adalah ciri
umum untuk semua bentuk parkinsonisme atipikal. Berbeda dengan PD

31
khas, di mana reseptor dopamin terhindar, pasien dengan gangguan
parkinsonian atipikal telah kehilangan reseptor dopamin mereka dan oleh
karena itu mereka tidak menanggapi levodopa serta mereka dengan PD
tipikal. Hal ini dapat dibuktikan dengan pencitraan khusus seperti positron
emission tomography (PET) dan pencitraan transporter dopamin (DAT-
SPECT). MRI juga dapat membantu dalam membedakan PD dari
parkinsonisme atipikal.
Mungkin ada banyak penyebab parkinsonisme atipikal, tetapi tidak
ada penyebab spesifik yang dapat diidentifikasi. Biasanya hanya satu
anggota keluarga yang terpengaruh dan, oleh karena itu, gangguan ini
dianggap sporadis dan tidak diturunkan. Ada banyak penelitian aktif
tentang penyebab gangguan ini.

32
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Definisi dari Parkinson merupakan suatu kelainan pada fungsi otak yang
disebabkan karna terjadi nya degenerasi dari sel-sel substansia nigra
compacta dengan gejala khas adanya resting tremor, rigiditas, bradikinesia,
serta hilangnya refleks postural. Sehinga dapat disimpulkan juga bahwa
etiologi dari adanya degenerasi sel-sel substansia nigra compacta belum di
ketahui secara jelas tetapi ada beberapa pernyataan karna dipengaruhi oleh
adanya faktor genetik, faktor lingkungan, proses menua, stress, serta trauma
pada serebrospinal, yang dimana faktor tersebut mengakibatkan terjadi nya
degenerasi dari sel-sel substansia nigra compacta yang merupakan pusat
kontrol ataupun koordinasi dari neurotransmiter dopamin, sehingga kadar
dopamin yang menurun mengakibatkan adanya gangguan dari pergerakan
otot dan keseimbangan badan yang dilakukan oleh sistem saraf pusat. Oleh
karena itu untuk melakukan diagnosis perlu ada nya melihat gejala khas
ataupun pemeriksaan penunjang seperti CT scan taupun MRI dari Parkinson,
sehingga bisa memberikan terapi yang tepat seperti pemberian levodopa,
agonis dopamin ataupun antikolinergik pada Parkinson.

3.2. Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi
diskusi kelompok, dari segi penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar baik
sebagai tutor maupun dosen yang memberikan materi kuliah, dari rekan-
rekan dan dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan. Dan kami
berharap semoga materi diskusi modul ini dapat dipahami secara
komprehensif.

33
Daftar Pustaka

Adams and Victor’s Principle of Neurology, Eighth edition,The Mc Graw-Hill


Company,2005
Idrus, A., Sudoyo, A. W., Syam. A. F., Setiyohadi, B., Simadibrata, M. K., Setiati,
S. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jilid III. Jakarta: Interna
Publishing
Jameson, dkk. (2018). Harrison’s Principles Of Internal Medicine 20th Edition.
United States:Mc-Graw Hill Education
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014.

34

Anda mungkin juga menyukai