KEPERAWATAN JIWA II
DOSEN PEMBIMBING
Andikawati Fitriasari, S.kep.Ns.,M.Kep
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6/ 5B
1. Oky Istiowati 1130019038
2. Nor Laily 1130019027
3. Zsuryana Aprilla Mustika Sura 1130019061
i
KATA PENGANTAR
(Kelompok 6)
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................4
1.2 Rumusan masalah....................................................................................5
1.3 Tujuan......................................................................................................5
1.4 Manfaat....................................................................................................6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Sundowning............................................................................7
2.2 Teori Sundowning.................................................................................8
2.3 Etiologi Sundowning............................................................................9
2.4 Manifestasi Sundowning.......................................................................10
2.5 Penatalaksanaan Sundowning...............................................................12
2.6 Asuhan Keperawatan Teori Sundowning.............................................13
2.7 Asuhan Keperawatan kasus Sundowning............................................23
2.8 Jurnal intervensi....................................................................................30
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan..............................................................................................38
3.2 Saran........................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................40
LEMBAR KONSUL........................................................................................41
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usia lanjut adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia,
usia la njut biasanya dianggap orang berumur diatas 65 tahun. Orang-orang ini
mempunyai masalah sendiri yang berhubungan dengan proses menua (ageing
process) dengan segala akibat fisik, psikologis, dan sosial. Lansia adalah cabang
ilmu kedokteran yang mempelajari tentang penyakit pada lansia.(Azizah, 2016)
Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak berdaya
mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari
(Ratnawati, 2017).
Saat ini jumlah lansia yang ada di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat
Statistik mencapai 18,7 juta orang (8,5%) dari jumlah penduduk Indonesia.
Jumlah ini akan menjadikan Indonesia menempati urutan ke empat terbanyak
negara berpopulasi lansia setelah China, India dan Amerika. Berdasakan Survei
Kesehatan Depkes RI, menyatakan gangguan mental pada usia 55-64 tahun
mencapai 7,9%.Sedangkan yang berusia di atas 65 tahun 12,3%. Angka ini
diperkirakan akan semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Karenanya
pengenalan masalah mental sejak dini merupakan hal yang paling penting
sehingga beberapa gangguan masalah mental pada lansia dapat dicegah,
dihilangkan atau dipulihkan.
Jika tidak di diagnosis dan diobati tepat waktu kondisi tersebut dapat
4
mengalami pemburukan dan membutuhkan penanganan yang
kompleks.Kepandaian menyiasati dapat menjadikan masa tua yang
menyenangkan, produktif dan energi tanpa harus merasa tua dan tidak berdaya.
Pada lanjut usia (lansia) yang kurang mempersiapkan diri dalam menghadapi
kematian serta perubahan fisik, psikologis, dan sosial sebagai akibat masa tuanya,
sangat mungkin timbul gangguan jiwa. Hal ini bisa dikarenakan kurangnya
pemahaman agama dalam kehidupan.
Gangguan depresif merupakan suasana alam perasaan yang utama bagi usia
lanjut dengan penyakit fisik kronik dan kerusakan fungsi kognitif yang
disebabkan oleh adanya penderitaan, disabilitas, perhatian keluarga yang kurang
serta bertambah buruknya penyakit fisik yang banyak dialaminya.
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah membaca makalah ini mahasiswa diharapkan mampu dan
memahami makalah keperawatan jiwa.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan pengertian dari konsep
sundowning
2. Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan tentang teori konsep
sundowning
3. Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan Etiologi sundowning
5
4. Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan manifestasi klinis dari
sundowning
5. Mahasiswa memahami dam mapu menjelaskan penatalaksanaan pada
pasien sundowning
6. Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan Asuhan keperawatan teori
sundowning
7. Mahasiwa memahami dan mampu menjelaskan Asuhan keperawatan kasus
sundowning
8. Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan jurnal intervensi
sundowning
1.4 Manfaat
Manfaat Teoritis Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat
memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk
menambah pengetahuan dan wawasan mengenai teori.
Manfaat Praktis Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai suatu pembelajaran bagi mahasiswa yang nantinya ilmu tersebut
dapat dipahami dan diaplikasikan dalam praktik keperawatan.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Sundowning
Sundowning atau sundow syndrome, adalah fenomena neurologis yang
terkait deangan peningkatan kebingungan dan kegelisaan pada pasien dengan
delirium atau beberapa bentuk demensia. Paling umum dikaitkan Alzheimer,
tetapi juga ditemukan pada orang- orang dengan bentuk lain dari demensia., istilah
"matahari terbenam" diciptakan karena waktu kebingungan pasien. Untuk pasien
dengan sundowning syndrome, banyak masalah perilaku mulai terjadi pada
malam hari atau sat matahari terbenam. Matahari terbenam tampaknya lebih
sering terjadi selama tahap tengah penyakit Azheimer dan demensia campuran.
Pasien umumnya dapat memahami bahwa pola perilaku ini tidak normal.
Sundowning tampaknya mereda dengan perkembangan demensia pasien.
Penelitian menunjukkkan bahwa 20-45 % pasien Alzhe1mer akan mengalam1
semacam kebingungan sat matahar1 terbenam (Smith.G, 2016)
Matahari terbenam sudahumum bagi orang yang hidup dengan penyakit
Alzheimer untuk mengalami peningkatan kebingungan, kegelisaan, agitasi,
mondar- mandir dan disorientasi mulai sat senja dan terus sepanjang malam. Biasa
disebut sebagai "matahari terbenam "ini sindrom dapat menganggu siklus tidur-
bangun tubuh, menyebabkan lebih banyak masalah perilaku sore hari. Orang
dengan dimensia mungkin menjadi lebih bingung, gelisah atau tidak aman sore
hari atau awal malam. Itu bisa lebih buruk setelah pindah atau perubahan rutimitas
mereka. Mereka mungkin menjadi lebih menuntut, gelisa, kesal, curiga, bingung
dan bahkan melihat, mendengar atau percahaya hal-hal yang tidak nyata, terutama
dimalam. Rentang perhatian dan konsentrasi dapat menjadi bahkan lebih terbatas.
Beberapa orang mungkin menjadi lebih implusif, merespons gagasan mereka
sendiri tentang kenyataan yang dapat menempatkan mereka pada risiko. Sindrom
senja (sundowner syndrome) terjadi pada lansia, biasanya pada waktu malam
hari.Biasanya ditandai oleh rasa mengantuk, bingung, disorientasi, gejala
psikotonik sejenak, ataksia, dan terjatuh jatuh sebagai akibat sedasi obat. Juga
7
disebut sebagal peristiwa senja (sundowning). Sundown syndrome, atau
sundowning, adalah pola perilaku mengganggu yang sering terjadi pada pasien
lansia di malam hari yang berdampak pada kualitas hidup pasien, pengasuh, dan
keluarga. Sundowning atau sindrom matahari terbenam, mempengaruhi beberapa
orang yang memiliki penyakit Alzheimer dan demensia. Orang yang demensia
sundowningakan bingung dan gelisah sat matahari terbenam kadang-kadang
terjadi sepanjang malam. Sundowning dapat membuat penderita demensia tidak
dapat tidur nyenyak. Penderita sundowning biasanya akan begadang sepanjang
malam tentu Ini sangat mengganggu kesehatan penderitanya secara
keseluruhan,terutama pada orang usia lanjut (lansia).
Sindrom sundowning adalah sindrom yang terjadi pada lansia yang biasanya
terjadi pada malam hari, ditandai dengan rasa mengantuk, kebingungan, ataksia,
dan terjatuh akibat sering mengalami sedasi berlebih oleh obat juga disebut
dengan sundowner' syndrome. Menjelang malam, penderita akan mengalami
kebingungan, disorientasi, hilang ingatan, gangguan konsentrasi bahkan marah-
marah hingga dapat melempar barang, yang semakin parah jika dibandingkan
dengan saat pagi tau sing hari. Gejala dari sindrom ini mendadak meningkat
menjelang sore, matahari terbenam hingga malam hari, sehingga dapat dibedakan
dengan penyakit kejiwaan lainnya. Studi menunjukkan bahwa sindrom ini paling
banyak terjadi pada usia lanjut yang menderita demensia (penyakit pikun) yang
dirawat dirumah sakit. Namun dapat terjadi juga pada lanjut usia yang memiliki
gangguan penglihatan, misalnya akibat degenerasi makula. Gejala lain dari
sindrom ini adalah perubahan mood, sikap ingin dilayani yang berlebihan, rasa
curiga terhadap sekitar dan halusinasi (seakan melihat atau mendengar sesuatu)
yang terjadi menjelang matahari terbenam. Penyebab sindrom ini belum
diketahui.
1. Kurang terpaparnya cahaya Pada orang usia lanjut yang dirawat di rumah sakit
atau yang menderita gangguan penglihatan kerena degenerasi makula, terjadi
8
perubahan persepsi pada saat peralihan sing menjadi malam. Menjelang
matahari terbenam, cahaya akan semakin redup dan bayanganpun bertambah,
mengakibatkan gangguan persepsi pada pasien dan menyebabkan kebingungan
dan rasa cemas yang berlebihan.
2. Gangguan ritem sirkardian
Rite sirkandian merupakan jam alami tubuh yang mengatur siklus proses biologis
dalam tubuh selama 24 jam. Gangguan dapat disebabkan oleh gangguan tidur,
perubahan pola tidur dan perubahan aktivitas. Pada orang berusia lanjut, terjadi
perubahan dimana mereka tidur lebih awal dan bangun lebih cepat dengan
durasi tidur yang lebih singkat. Mereka juga beraktivitas lebih pasif disiang
hari dibandingkan dengan aktivitas din malam hari. Rendahnya produksi
melatonin (hormonyang diproduksi pada malam hari dan sat tidur) juga dapat
mengganggu ritme sikardian. Jika ritme sirkandian terganggu, akan terjadi
gangguan terhadap waktu sing - malam (waktubangun tidur).
3. Faktor lingkungan
Studi menunjukkan pada pasien berusia lanjut yang dirawat di rumah sakit,
rasa lelah yang berkepanjangan akibat stimulasi yang berlebih di rumah sakit
atau rasa bosa yang berkepanjangan akibat kurangnya stimulasi dan pergantian
shift kerha tenaga kesehatan yang biasanya menimbulkan suasana yang sibuk
dan ribut, merupakan faktor yang penting penyebab sindrom ini.
4. Kondisi kesehatan dan pengobatan Penyebab yang menyebabkan rasa nyeri
dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gejala agitasi dan perubahan fungi
kognitif pada malam hari Penyakit Alzheimer, demensia dan depresi major
berkaitan erat dengan sindrom ini. Dapat menyebabkan efek samping sepeti
jantung berdebar, kekuatan otot, kebingungan, tidak merasa capai
(restlessness), gangguan gerak, yang berkontribusi pada terjadinya sundowners
syndrome.
9
1. Agitasi, yakni perilaku mudah marah atau tersinggung.
2. Terlihat gelisah dan cemas.
3. Linglung dan mengabaikan arahan (instruksi) jika Anda memberita tahunya.
4. Mondar-mandir atau pergi ke luar rumah tanpa tujuan yang jelas.
5. Lebih mudah curiga terhadap sesuatu.
6. Berteriak atau mengalami halusinasi.
Kesemua gejala sundowning di atas, kemungkinan muncul karena terpicu oleh
berbagi hal di antaranya:
1. Durasi tidur lansia yang sedikit berkurang daripada seharusnya karena lansia
mengalami gangguan tidur.
2. Lansia berada di tempat yang gelap dan redup atau terlalu terang.
3. Tubuh terasa kelelahan, kelaparan, atau kehausan.
4. Lingkungan tempat tinggal terlalu berisik.
10
Pada pasien usia anjut memiliki kemungkinan sindrom sundowning
disaat opname lebih besar.
b. Kerusakan otak, seperti CVA
c. Riwayat sundowning sebelumnya.
d. Immobility / ketidakmampuan fungsional
Ketidakmampuan untuk bisa berpindah sendiri atau memiliki hambatan
dalam pergerakan atau ketidakmampuan dalam melakukan ADL secara
mandiri
e. Memiliki gangguan kognitif Seperti demensia
f. Ketergantungan alkohol
g. Komorbiditas
h. Memiliki 2 atau lebih penyakit yang berkaitan sama lain dan
mengganggu sistem organ tubuh dari keduanya.
i. Gangguan panca indera Seperti visus/ pengihatan dan pendengaran
3. Faktor Presipitasi
Sindrom senja ini dapat juga sebagai akibat sekunder dari deprivasa sensorik
yang terjadi bila lansia, atau pasien terganggu fungsi kognitifnya, ditempatkan
dalam lingkungan baru, seperti rumah sakit.
a. Sakit
b. Sembelit parah
c. Pola makan yang buruk / kurang gizi
d. Obat-obatan yang berlebihan
e. Nyeri
f. Infeksi
g. Lingkungan tidur yang berisik dan menggangu.
11
juga menderita demensia.Namun demikian, bila sindrom itu sebagai akibat
terlalu banyak obat gunakan tindakan suportif atau pengekangan saja.
a. Jika memungkinkan, jadwal tidur yang konsisten dan rutinitas harian yang
membuat nyaman penderita dapat mengurangi kebingungan dan
kegelisaan.
b. Jika kondisi pasien memungkinkan, peningkatan aktivitas harian yang
dimasukkan kedalam jadwal mereka dapat membantu mempromosikan
waktu tidur yang lebih awal dan kebutuhan untuk tidur.
c. Periksa untuk tidur sang yang berlebihan. Pasiean mungkin ingin tidur
siang. tetapi terlalu banyak tidur secara tidak sengaja akan mempengaruhi
tidur malam. Aktivitas fisik adalah pengobatan untuk Alzheimer, dan cara
untuk mendorong tidur malam.
d. Kafein adalah stimulant otak (yang berkerja cepat), tetapi harus dibatasi
pada
e. malam hari.
f. Pengasuh dapat membiarkan pasien memilih pengaturan tidur mereka
sendiri
g. setiap malam, di mana pun mereka merasa paling nyaman tidur, Serta
memungkinkan cahaya redup untuk menepati ruangan untuk mengurangi
kebingungan yang terkait dengan tempat yang tidak dikenal.
2. Tindakan keperawatan
a. Kegiatan yang sifatnya kognitif sebaiknya tetap diadakan sepanjangyang
bersangkutan (lansia) masih bersedia.
b. Untuk membantu daya ingat para lansia, sebaiknya di tempat-tempat yang
strategis dalam pelayanan ditulis hari, tanggal dan sebagainya dengan
huruf ukuran besar dan jelas.
c. Di tempat-tempat tertentu misalnya rang ramu, kamar mandi, ruang
makan, lemari pakaian dan sebagainya sebaiknya diberi tulisan atau tanda
khusus yang mudah dikenali oleh para lansia.
d. Bentuk tempat tidur, kursi, pintu, jendela dan sebagainya yang sering kali
mereka gunakan/lewati/ pegang seyogyanya (sepantasnya) dibuat
sederhana, kuat dan mudah dipergunakan. Bila perlu diberi alat bantu yang
12
memudahka untuk berjalan, bangun, duduk, dan sebagainya. Hal tersebut
sangat penting untuk menambah rasa aman mereka dan memperkecil
bahaya.
e. Bentuk kamar mandi khusus sebaiknya dibuat untuk keperluan mereka,
misalnya bak kamar mandi tidak terlalu dalam, tidak menggunakan tangga
atau tanjakan. Demikian pula jamban dibuatkan shingga mudah digunakan
mereka dan pada dinding sebaiknya ada pegangan. Bila fasilitas terpenuhi
mereka akan merasa aman dan bahayapun akan berkurang.
f. Pengaturan tempat duduk waktu makan, istirahat bersama sebaiknya
mempermudah mereka untuk melakukan interaksi sosial. Hindari susunan
kursi/tempt duduk yang saling membelakangi, karena akan membuat para
lansia tidak dapat berinteraksi dengan leluasa. Satu kelompok diusahakan
antara 4 sampai 6 orang untuk suatu kegiatan agar lebih efisien.
13
Adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien menglami
kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan
konsep diri didapatkan pasien merasa tidak berdaya, tidak didapatkan pasien
merasa tidak berdaya, tidak ada harapan mudah marah, dan tidak kooperatif.
Perubahan yang terpenting pada pasien adalah penurunan kognitif dan
memori (ingatan).
4. Aktifitas istirahat
a. Gejala : Merasa lelah
b. Tanda : Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan
pola tidur
c. penurunan Letargi : penurunan minat atau perhatian pada aktivitas
yang biasa, hobi, biasa, hobi, ketidakmampuan untuk menyebutkan
kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara program televisi.
d. Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal
yang telah biasa dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
5. Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi,
episode emboli . hipertensi, episode emboli (merupakan factor (merupakan
factor predisposisi).
6. Integritas Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap terhadap situasi/orang
khayalan, kesalahan persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi
terhadap objek dan orang, penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang
salah penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra
tubuh dan harga diri yang dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak
mampu untuk melakukan melakukan kewajiban, mungkin juga tangan
membuka buku namun tanpa membacanya) , duduk dan menonton yang
lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi
stabil, gerakan berulang ( melipat membuka lipatan melipat kembali kain ),
menyembunyikan barang, atau berjalan- menyembunyikan barang, atau
berjalan- jalan.
14
7. Eliminasi
Gejala : Dorongan Dorongan berkemih berkemih
Tanda : Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi
imfaksi dengan diare.
8. Makanan/cairan
Gejala :Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor
predisposisi) perubahan perubahan dalam pengecapan, nafsu makan,
kehilangan berat badan, mengingkari terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk
makan.
Tanda :Kehilangan kemampuan untuk mengunyah,
menghindari/menolak (mungkin mencoba untuk menyembunyikan
keterampilan). dan tampak semakin kurus (tahap lanjut).
9. Hiygene
Gejala : Perlu bantuan bantuan /tergantung /tergantung orang lain
Tanda :tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan
kebiasaan personal personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk,
lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk buang air,
tidak dapat menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau rminat
pada atau lupa pada waktu makan: lupa pada waktu makan: tergantung pada
orang lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja,
makan,menggunakan alat makan
10. Neurosensori
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama
perubahan kognitif, dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria
tentang kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan
dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang berlalu,
penurunan tingkah laku ( diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan
sensasi propriosepsi( posisi tubuh atau bagian tubuh dalam ruang tertentu )
dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau
hipoksia yang berlangsung secara periodik ( sebagai factor predisposisi )
serta aktivitas kejang ( merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak ).
15
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan
dalam menemukan kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya
berula bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata yang
tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar.
Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis bertahap ( kehilangan
keterampilan motorik halus ).
11. Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat kepala yang serius ( mungkin menjadi
faktor predisposisi atau faktor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh,
luka bakar dan sebagainya).
Tanda :Ekimosis, Ekimosis, laserasi dan rasa
bermusuhan/menyerang orang lain.
12. Interaksi Interaksi sosial
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. faktor psikososial
sebelumnya; pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah pola
tingkah laku yang muncul.
Tanda : Kehilangan kontrol sosial,perilaku sosial,perilaku tidak
tepat
13. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Keadaan umum : umumnya mengalami penurunan kesadaran
sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme.
Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi,
hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan.
2) Gangguan fungsi pernafasan :
a. Inspeksi: di dapatkan dapatkan klien batuk atau penurunan
kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak
nafas, dan penggunaan otot Bantu nafas.
b. Palpasi Palpasi : Trakl premitus seimbang kanan dan kiri
c. Perkusi Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
d. Auskultasi : bunyi nafas tambahan tambahan seperti nafas berbunyi,
stridor, ronkhi, ronkhi, pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun
16
3) Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat
dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem
persarafan otonom.
4) Pengkajian Pengkajian B3 merupakan merupakan pemeriksaan fokus
dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian pada sistem
lainnya.
5) Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan
tingkah laku.
a. Pada tahap lanjut, lanjut, beberapa beberapa pasien sering mengalami
inkontinensia urin biasanya biasanya dengan penurunan status
kognitif . Penurunan refleks kandung kemih yang bersifat progresif dan
pasien mungkin mengalami inkontinensia urin, ketidakmampuan
mengkomunikasikan urin kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
b. Pemenuhan Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan intake
nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan
status kognitif. Penurunan aktivitas umum klien sering mengalami
konstipasi.
c. Adanya gangguan keseimbangan dan koordinasi dalam melakukan
pergerakan karena perubahan pada gaya berjalan dan kaku pada
seluruh gerakan memberikan resiko pada trauma jika melakukan
aktivitas.
d. Pengkajian Tingkat Kesadaran: Tingkat kesadaran klien biasanya
apatis dan juga bergantung pada perubahan status kognitif klien.
e. Pengkajian fungsi serebral:
Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan
yang berhubungan dengan
penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan status
kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
f. Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian
saraf kranial I-X
17
1. Saraf I. Biasanya pada klien penyakit tidak ada kelaianan fungsi
penciuman
2. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu
sesuai dengan keadaan usia lanjut biasanya mengalami keturunan
ketajaman penglihatan
3. Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan
pada saraf ini
4. Saraf V. Wajah simetris simetris dan tidak ada kelainan pada saraf
ini.
5. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
6. Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan
proses senilis serta penurunan aliran darah regional
7. Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang
berhubungan dengan perubahan status kognitif
8. Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
9. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada vasikulasi dan indera pengecapan normal
g. Pengkajian Pengkajian sistem Motorik
Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan
penurunan pada fungsi motorik secara umum. Tonus Otot. Didapatkan
meningkat. Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami
gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan
ketidakkooperatifan klien dengan kognitif dan ketidakkooperatifan
klien dengan metode pemeriksaan.
B. Diagnosa
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Sundowning
diantaranya :
D.0080 ansietas b.d krisis situasional d.d Merasa bingung, Sulit
berkonsentrasi, Tampak gelisah, dan sulit tidur
D.0098 Penyangkalan tidak efektif b.d kecemasan d.d tidak mengakui
dirinya mengalami gejala atau bahaya, menunda mencari pertolongan, berperilaku
18
acuh tak acuh saat membicarakan peristiwa penyebab stress dan menunjukkan
afek yang tidak sesuai.
D.0055 Gangguan Pola tidur b.d Hambatan Lingkungan d.d mengeluh sulit
tidur, mengeluh pola tidur berubah dan mengeluh istirahat tidak cukup
C. INTERVENSI
DIAGNOSA KRITERIA INTERVENSI (SIKI)
(SDKI) HASIL (SLKI)
D.0080 ansietas b.d Setelah dilakukan I.09326 Terapi relaksasi
krisis situasional tindakan Observasi
d.d Merasa keperawatan sesuai
bingung, Sulit dengan waktu yang 1. Identifikasi penurunan tingkat
berkonsentrasi, di energy, ketidakmampuan
Tampak gelisah, tentukan .masalah berkonsentrasi, atau gejala lain
dan sulit tidur keperawatan yang menganggu kemampuan
ansietas dapat kognitif
teratasi dengan 2. Identifikasi teknik relaksasi
kriteria hasil : yang pernah efektif digunakan
L.09093 3. Identifikasi kesediaan,
1. Verbalisasi kemampuan, dan penggunaan
kebingungan dari teknik sebelumnya
skala 4. Periksa ketegangan otot,
1(meningkat) frekuensi nadi, tekanan darah,
menjadi dan suhu sebelum dan sesudah
5(menurun) latihan
2. Perilaku gelisah 5. Monitor respons terhadap terapi
dari skala relaksasi
1(meningkat)
menjadi Terapeutik
5(menurun)
3. Konsentrasi dari 1 Ciptakan lingkungan tenang dan
skala tanpa gangguan dengan
1(memburuk) pencahayaan dan suhu ruang
menjadi nyaman, jika memungkinkan
5(membaik) 2 Berikan informasi tertulis
4. Pola tidur dari tentang persiapan dan prosedur
skala teknik relaksasi
1(memburuk) 3 Gunakan pakaian longgar
menjadi 4 Gunakan nada suara lembut
5(membaik) dengan irama lambat dan
berirama
5 Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
19
analgetik atau tindakan medis
lain, jika sesuai
Edukasi
20
resilensi dari perasaan
skala 1(menurun) 4. anjurkan meminta bantuan
menjadi orang lain sesuai dengan
5(meningkat) kebutuhan
4.Marah dari skala 5. anjurkan mengubah pandangan
1(meningkat) diri sebagai korban
menjadi 6. anjurkan mengidentifikasi
5(menurun) perasaan bersalah
7. anjurkan mengidentifikasi
situasi yang memicu kecemasan
8. anjurkan mengevaluasi kembali
persepsi negatif tentang diri
9. anjurkan dalam
mengekspresikan diri dengan
kelompok sebaya
10. ajarkan cara membuat prioritas
hidup
11. latih kemampuan positif diri
yang dimiliki
21
6. Sesuaikan jadwal pemberian
obat dan/atau tindakan untuk
menunjang siklus tidur-terjaga
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
2. Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
3. Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
4. Anjurkan penggunaan obat tidur
yang tidak mengandung
supresor terhadap tidur REM
5. Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur (mis.
psikologis:gaya hidup, sering
berubah shift bekerja)
6. Ajarkan relaksasi otot autogenik
atau cara nonfarmakologi
lainnya
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).Ukuran intervensi
keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan,
tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau
tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan
rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif
(intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam
melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada
kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan,
strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al.,
1995).
22
E. EVALUASI
Meskipun proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun evaluasi
berlangsung terus menerus sepanjang pelaksanaan proses keperawatan (Alfaro-
LeFevre, 1998). Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Menurut Craven dan Hirnle (2000) evaluasi didefenisikan sebagai keputusan dari
efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah
ditetapkan dengan respon prilaku klien yang tampil. Tujuan dari evaluasi antara
lain:
1. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.
2. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan
keperawatan yang telah diberikan.
3. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
4. Mendapatkan umpan balik.
Sebagai tanggungjawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan.
23
B. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang :
a. Keluhan Utama
Menurut pengkajian yang dilakukan pada tanggal 5 juli Ny. N memiliki
gangguan fungsi kognitif dan daya ingat. Pasien merasa cemas dan gelisah
karena merasa diacuhkan oleh kelurga.
b. Kronologi Keluhan
1. Faktor pencetus : merasa sulit menerima perubahan yang
terjadi pada dirinya.
2. Timbulnya keluhan : Bertahap
3. Upaya klien untuk mengatasi : Peran Keluarga
4. Lamanya : 3 Tahun
c. Alasan Masuk Panti
Klien tidak dimasukkan kepanti.
d. Tanggal Masuk Panti
Klien tidak dimasukkan kepanti.
C. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Riwayat alergi : Tidak ada
b. Riwayat kecelakaan : Tidak ada
c. Riwayat di rawat di RS : Pernah dirawat karena Gastritis
d. Riwayat pemakaian obat : Obat Magh
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan orang tua pernah mengalami strok, suami klien mengalami
penyakit asma dan klien mengalami gastritis / dimensia.
E. Riwayat Psikososial dan Spiritual
a. Orang terdekat dengan klien : Suami Baru
b. Masalah yang mempengaruhi klien : Perubahan Perilaku dan Ingatan
c. Mekanisme koping terhadap stres : Pemecahan masalah
d. Persepsi klien terhadap penyakitnya
1. Hal yang sangat dipikirkan klien saat ini : Anak dan Cucu
2. Harapan setelah menjalani pembinaan : Agar pola pikir stabil
3. Perubahan yang dirasakan : Tidak ada
24
e. Sistem nilai kepercayaan
1. Aktifitas agama / kepercayaan yang dilakukan : Shalat 5 waktu
2. Kegiatan agama : Tidak ada
3. Kepercayaan akan adanya kematian : Ada
F. Pola Kebiasaan Sehari-hari
a. Nutrisi
1. Frekuensi makan : 3x sehari
2. Nafsu makan : Biasa
3. Jenis makanan : Nasi, lauk dan sayur
4. Makanan yang tidak disukai / pantangan : Santan
5. Kebiasaan sebelum makan : Berdoa dan cuci tangan
6. BB / TB : 50 kg / 150 cm
7. Keluhan yang berhubungan dengan nutrisi : Tidak suka yang Pedas
b. Eliminasi
1. Berkemih
a. Frekuensi : 6x sehari
b. Warna : Kuning jernih
c. Keluhan yang berhubungan dengan BAK : Tidak ada
2. Defekasi
a. Frekuensi : 1x sehari
b. Waktu : Pagi hari
c. Warna : Kuning
d. Bau : Biasa
e. Konsistensi : Padat
f. Keluhan yang berhubungan dengan defikasi : Tidak ada
g. Pengalaman makan laksatif : Tidak ada
3. Personal Hygiene
Mandi
a. Frekuensi : 2x sehari
b. Pakai sabun : Iya
Hygiene Oral
a. Frekuensi : 2x sehari
25
b. Waktu : Mandi pagi dan sore
Cuci Rambut
a. Frekuensi : 1x dalam 2 hari
b. Pakai sampo : Iya
Gunting Kuku
a. Frekuensi : 1x seminggu
4. Istirahat dan Tidur
a. Lama tidur : 8 jam
b. Tidur siang : Kadang-kadang
5. Aktifitas dan Latihan
a. Olahraga : Tidak
b. Kegiatan waktu luang : Jalan-jalan dan nonton TV
c. Keluhan dalam beraktifitas : Tidak bisa memasak dan mengurus
rumah
6. Kebiasaan
a. Merokok : Tidak
b. Minuman keras : Tidak
c. Ketergantungan obat : Tidak
G. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum ( TTV ) :
TD : 130 / 90
Nadi : 86x / menit
Pernafasan : 23x / menit
Suhu : 36,3°C
c. Rambut : Putih dan ikal
d. Mata : Simetris dan bersih
e. Hidung : Dalam keadaan baik dan tidak ada pendarahan
f. Telinga : Simetris dan bersih
g. Mulut dan bibir : Bersih dan tidak ada gangguan
h. Leher : Dalam keadaan baik
i. Dada :
Inspeksi : pergerakan dada kanan dan kiri simetris
26
Palpasi :vocal vremitus melemah
Perkusi : redup
Auskultasi : suara nafas normal
j. Abdomen :
Inspeksi : tidak ada benjolan
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi :timpani (normal)
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
k. Genitalia : Dalam keadaan baik, bersih dan tidak terpasang kateter
l. Ekstremitas : Normal
27
10. Apakah anda berfikir lebih menyenangkan hidup sekarang ini ?
( Tidak )
11. Apakah anda merasa saya ( perawat ) sangat tidak berguna dengan
keadaan anda sekarang ? ( Tidak )
12. Apakahanda merasa berenergi dan semangat ? ( Ya )
13. Apakah anda berfikir bahwa kondisi anda saat ini tidak ada harapan lagi
? ( Ya )
14. Apakah anda berfikir lebih banyak orang yang lebih baik dari anda ?
( Ya
K. Pengkajian Lingkungan
1. Penataan kamar : Kamar utama didekat ruang tamu
2. Kebersihan dan kerapian : Kamar tertata rapi dan bersih
3. Penerangan : Lampu aktif
4. Sirkulasi udara : Lancar ( terdapat ventilasi dan jendela yang
cukup )
5. Penataan halaman : Terdapat taman mini
6. Keadaan kamar mandi : Bersih
7. Pembuangan air kotor : Melalui saluran pembuangan yang tertutup serta
dialirkan kepembuangan yang terletak dibelakang rumah
8. Sumber air minum : Air galon
9. Pembuangan sampah : Dibakar
10. Sumber pencemaran : Got
2. ANALISIS DATA
28
Nadi : 86x /
menit Pasien bingung,
Pernafasan : 23x /
cemas,gelisah
menit
Suhu : 36,3°C
kecemasan
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI
D.0080 ansietas b.d Setelah dilakukan I.09326 Terapi relaksasi
krisis situasional d.d tindakan keperawatan Observasi
DS : pasien Merasa 2x24jam .masalah
keperawatan ansietas 1. Identifikasi teknik
bingung, Tampak relaksasi yang pernah
dapat teratasi dengan
gelisah, dan cemas kriteria hasil : efektif digunakan
DO : L.09093 2. Identifikasi
Tampak gelisah, tampak 1. Verbalisasi kesediaan,
tegang kebingungan dari kemampuan, dan
TD : 130 / 90 skala 1(meningkat) penggunaan teknik
menjadi 5(menurun) sebelumnya
Nadi : 86x /
2. Perilaku gelisah dari 3. Monitor respons
menit terhadap terapi
skala 1(meningkat)
Pernafasan : 23x / menjadi 5(menurun) relaksasi
menit
Suhu : 36,3°C Terapeutik
1. Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau
tindakan medis lain,
jika sesuai
Edukasi
1. Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan, dan
jenis, relaksasi yang
tersedia (mis. music,
meditasi, napas
dalam, relaksasi otot
progresif)
2. Anjurkan mengambil
psosisi nyaman
3. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
29
relaksasi
30
S :36,5c
N : 82x/mnt
A : Masalah Ansietas
teratasi
P : menerapkan hidup
sehat dan sering
berkomunikasi dalam
keluarga dan melakukan
tekhnik relaksasi jika rasa
cemas muncul
31
pada Lansia. Pemberian Sebelum intervensi
intervensi diberikan pada lansia,
dalam Penelitian ini peneliti melakukan diskusi
dilakukan setiap hari 1 kali terlebih
dengan durasi 30 menit dahulu dengan lansia yang
setiap sore menjadi responden.
selama 2 minggu. Setelah Diskusi dilakukan untuk
dilakukan selama 2 menyamakan
minggu, kemudian persepsi lansia tentang
dilakukan pengukuran intervensi yang diberikan.
nilai post dengan Lansia yang menjadi
menggunakan kuesioner responden harus
PSQI. Teknik sampling kooperatif dan mengikuti
yang digunakan Non seluruh intervensi yang
probability sampling diberikan.
dengan teknik purposive Berdasasarkan penelitian
sampling. yang dilakukan, diperoleh
Analysis : Karakteristik hasil pengukuran kualitas
responden dalam penelitian tidur sebelum diberikan
ini yaitu lansia wanita. intervensi relaksasi otot
Berdasarkan progresif di Desa
pendidikan, yang terbanyak Unggahan
adalah lansia dengan Kecamatan Seririt
pendidikan Sekolah Dasar. Kabupaten Buleleng
Terdapat menunjukkan bahwa rata-
perbedaan Skor PSQI rata kualitas tidur
sebelum dilakukan responden sebelum
intervensi dan setelah diberikan intervensi
dilakukan intervensi. relaksasi otot progresif
Pada nilai pre dan post adalah 37,85 dengan
dapat dibandingkan bahwa nilai minimum 22 dan nilai
terjadi peningkatan kualitas maksimum 48. Menurut
tidur asumsi peneliti, kualitas
pada lansia. Hal ini tidur
menunjukkan bahwa lansia di Desa Unggahan
relaksasi otot progresif disebabkan aktivitas fisik
efektif untuk dan kurangnya relaksasi
meningkatkan kualitas tidur Kualitas Tidur Lansia
pada lansia. Dengan Setelah Diberikan
demikian, relaksasi otot Intervensi Relaksasi Otot
progresif Progresif
sangat potensial diterapkan Pengukuran kualitas tidur
untuk meningkatkan responden dilakukan
kualitas perawatan pada setelah diberikan
lansia. intervensi
relaksasi otot progresif
selama 2 minggu, dan
setiap minggunya
32
dilakukan 7 kali Hasil
penilaian kualitas tidur
setelah dilakukan
intervensi relaksasi otot
progresif didapatkan
bahwa rata-rata kualitas
tidur responden di Desa
Unggahan Kabupaten
Buleleng setelah
diberikan intervensi
relaksasi otot progresif
adalah 30,38 dengan nilai
minimum 19 dan
nilai maksimum 43.
Menurut peneliti,
pemberian terapi relaksasi
otot progresif dapat
meningkatkan kualitas
tidur lansia. Hal ini
dikarenakan relaksasi otot
progresif
merupakan teknik
relaksasi otot yang tidak
memerlukan sugesti,
imajinasi tetapi hanya
memusatkan perhatian
pada suatu aktivitas otot
dengan mengidentifikasi
otot yang dulu
tegang menjadi rileks dan
relaksasi otot progresif
juga mengkombinasikan
latihan napas
dalam. Semakin fokus
seseorang dalam
melakukan gerakan
relaksasi otot progresif
akan
menyebabkan penurunan
ketegangan otot menjadi
rileks, sehingga peneliti
berasumsi
bahwa pemberian latihan
relaksasi otot progresif
efektif untuk
meningkatkan kualitas
tidur lansia.
Relaksasi Otot Progresif
33
Meningkatkan Kualitas
Tidur pada Lansia di Desa
Unggahan Kabupaten
Buleleng
Hasil uji statistik
didapatkan bahwa P-Value
0,000 (P<0,05) terdapat
pengaruh
relaksasi otot progresif
terhadap kualitas tidur
pada lansia di Desa
Unggahan
Kabupaten Buleleng. Dari
hasil penelitian tersebut
diperoleh bahwa relaksasi
otot
progresif efektif untuk
meningkatkan kualitas
tidur pada lansia yang
mengalami
Insomnia, sesudah
diberikan intervensi.
Peningkatan kualitas tidur
ini diukur dengan
melihat skor posttest
PSQI. Dari hasil tersebut
dapat dilihat bahwa
penurunan skor
PSQI menunjukkan
peningkatan pada kualitas
tidur lansia.
Judul jurnal : Design : desain penelitian Hasil : Hasil penelitian
PENINGKATAN menerapkan dari metode menunjukan pengaruh
KUALITAS quasi eksperimen, terapi relaksasi otot
TIDUR LANSIA menggunakan rancangan progresif dalam
MELALUI penelitian berdasarkan one meningkatkan kualitas
TERAPI group pre-tes dan post-test tidur baik sebelum
RELAKSASI design diterapkan terapi pada
OTOT PROGRESI Variable : Teknik lansia dengan insomnia
Pemilihan sampel dengan hasil kualitas tidur
menerapkan purposive sangat baik sebanyak 0
sampling, didapati hasil lansia,kualitas tidur cukup
sampel berjumlah 25 lansia baik (insomnia ringan) 4
berdasarkan kritea inklusi lansia, kualitas tidur cukup
( Lansia yang berada di buruk (insomnia berat) 19
pantai jompo, Lansia yang lansia, dan kualitas tidur
berumur 60 - 95 tahun, sangat buruk (insomnia
Lansia yang dapat sangat berat) 2 lansia dari
34
mendengar dan berbicara, jumlah total keseluruhan
Mengalami gangguan tidur lansia sebanyak 25 lansia.
ringan, sedang, berat, Tidak
mengkonsumsi obat-obatan
farmakologi, Persetujuan
menjadi sampel serta
mampu melaksanakan
intervensi dari tahap awal
hingga tahap akhir).
Instrument : melaksanakan
intervensi dari tahap awal
hingga tahap akhir). serta
ekskulasi (Lansia di atas 95
tahun, Lansia yang tidak
bisa mendengar dan
berbicara, Lansia yang
memiliki riwayat penyakit
kronis, lansia yang
ketergatungan yang
mengonsumsi obat, dan
lansia yang tidak ingin
dilakukan terapi. Tindakan
melakukan terapi relaksasi
otot progresif memerlukan
durasi 15-30 menit sekali
seminggu secara teratur.
Pendokumentasi data
dicatat sebelum dan
sesudah intervensi dan
segera didapatin hasil
melalui kuisioner KSPBJ
Analysis : Mayoritas
responden berjenis kelamin
Perempuan dengan usia 60-
90, sebelum dilakukannya
intervensi terapi ditemukan
mayoritas kualitas tidur
cukup buruk dan setelah
penerapan intervensi
latihan terapi menjadikan
mayoritas kualitas tidur
cukup baik Sebanyak 20
lansia. Terdapat hasil
setelah dilakukannya
latihan terapi reklasasi otot
progresif adanya
peningkatan kualitas tidur
pada lansia dengan kriteria
35
hasil meningkatnya jam
tidur para lansia dengan
waktu yang berkisar lebih
dari 6 jam sejumlah 20
lansia.
PENGARUH Design : jenis penelitian Dari hasil uji statistik
TERAPI quasi-experimental dengan menggunakan Uji Mc.
RELAKSASI rancangan pre test-post test Nemar didapatkan p value
OTOT one group only design = 0,003 (P<0,05),
PROGRESIF Variable : Populasi dalam menunjukkan bahwa ada
TERHADAP penelitian ini adalah pengaruh terapi relaksasi
KUALITAS seluruh lansia yang tinggal otot progresif terhadap
TIDUR PADA di yayasan guna budi bakti kualitas tidur pada lansia
LANSIA DI PANTI medan Tahun 2017 di Panti Jompo Yayasan
JOMPO sebanyak 62 orang Budi Guna Bakti Medan
YAYASAN GUNA Instrument : Tahun 2017.
BUDI BAKTI a. Setelah itu peneliti Interprestasi Dan Diskusi
MEDAN TAHUN mendatangi Panti jompo Hasil Kualitas Tidur
2017 yayasan guna budi bakti Sebelum Intervensi
medan untuk membuat Berdasarkan hasil
kontrak waktu penelitian. penelitian di di Panti
b. Setelah dapat persetujuan Jompo Yayasan Budi
dari pihak Panti jompo Guna Bakti Medan Tahun
yayasan budi guna bakti 2017, mayoritas responden
medan, maka peneliti memiliki kualitas tidur
datang kembali ke Panti buruk sebelum dilakukan
jompo yayasan guna budi intervensi sebanyak
bakti medan sesuai kontrak 66,7%. Hal ini disebabkan
waktu yang telah responden masih belum
ditentukan. mendapatkan terapi
c. Peneliti menjelaskan relaksasi dari peneliti
kepada calon responden sebelumnya dimana
mengenai tujuan, manfaat, gangguan tidur ini dapat
prosedur penelitian serta disebabkan oleh proses
hak-hak responden. penuaan yang terjadi.
d. Peneliti melakukan Hasil Peneitian ini sejalan
pendekatan kepada calon dengan
responden untuk meminta penelitian Andi (2011)
kesediaan menjadi tentang pengaruh terapi
responden penelitian. tertawa terhadap kualitas
Kemudian peneliti tidur pada lansia, dari hasil
membagikan lembar penelitian didapatkan
persetujuan kepada mayoritas responden
responden. sebanyak 21 orang
e. Peneliti kemudian (40,5%) memiliki kualitas
membagikan kuesioner tidur yang buruk sebelum
kualitas tidur kepada dilakukan intervensi. Dan
responden sebelum demikian juga dengan
36
melakukan terapi relaksasi penelitian Khalil (2013)
otot progresif. tentang pengaruh senam
f. Setelah itu, peneliti lansia dalam peningkatan
mengukur kualitas tidur kualitas tidur pada lansia,
dari masing-masing dari hasil penelitian
responden. didapatkan mayoritas
g. Peneliti kemudian responden sebanyak 37
melakukan terapi relaksasi orang (56,3%) memiliki
otot progresif pada kualitas tidur yang buruk
responden dengan posisi sebelum dilakukan
duduk di kursi dengan intervensi.
kepala ditopang dengan Menurut peneliti bahwa
bantal dimana setiap mayoritas responden
kelompok otot ditegangkan memiliki kualitas tidur
selama 4-10 detik dan yang buruk hal ini
direlaksasikan selama dikarenakan proses
10±20 detik dan terapi ini penuaan yang dialami oleh
dilaksanakan selama 4 responden dimana di usia
minggu setiap minggu tua responden rentan
dilaksanakan sebanyak 3 terkena penyakit
kali dan dilakukan selama degeneratif termasuk
15 menit setiap intervensi, penyakit nyeri punggung
dalam melaksanakan terapi bawah dan juga
ini dibantu oleh asisten persendiansehingga ini
sebanyak 2 orang yang akan menggangu jadwal
bertujuan untuk membantu tidur responden akibat
peneliti dalam nyeri yang mereka alami
melaksanakan terapi
relaksasi otot.
h.peneliti akan
membagikan kuesioner
kualitas tidur kembali
kepada responden setelah
melakukan terapi relaksasi
otot progresif.
i. Hasil kuesioner dari
masing-masing responden
akan dikumpulkan dan di
analisa kemudian dilakukan
pengolahan data.
Analysis : Berdasarkan
hasil penelitian mengenai
pengaruh terapi relaksasi
otot progresif terhadap
kualitas tidur pada lansia di
Panti Jompo Yayasan Guna
Budi Bakti Medan Tahun
2017, dapat disimpulkan
37
bahwa:
1. Mayoritas responden
memiliki kualitas tidur
buruk sebelum dilakukan
intervensi sebanyak 66,7%.
2. Mayoritas responden
memiliki kualitas tidur baik
sesudah dilakukan
intervensi sebanyak 21
orang 70,0%.
3. Ada pengaruh terapi
relaksasi otot progresif
terhadap kualitas tidur pada
lansia di Panti Jompo
Yayasan Guna Budi Bakti
Medan Tahun 2017 dengan
p value = 0,003 (P<0,05)
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sundowning atau sundow syndrome, adalah fenomena neurologis yang
terkait deangan peningkatan kebingungan dan kegelisaan pada pasien dengan
delirium atau beberapa bentuk demensia.
Penelitian menunjukkkan bahwa 20-45 % pasien Alzhe1mer akan mengalam1
semacam kebingungan sat matahar1 terbenam (Smith.G, 2016) Matahari terbenam
sudahumum bagi orang yang hidup dengan penyakit Alzheimer untuk mengalami
peningkatan kebingungan, kegelisaan, agitasi, mondar- mandir dan disorientasi
mulai sat senja dan terus sepanjang malam.
Sundown syndrome, atau sundowning, adalah pola perilaku mengganggu
yang sering terjadi pada pasien lansia di malam hari yang berdampak pada
kualitas hidup pasien, pengasuh, dan keluarga.
Sindrom sundowning adalah sindrom yang terjadi pada lansia yang biasanya
terjadi pada malam hari, ditandai dengan rasa mengantuk, kebingungan, ataksia,
dan terjatuh akibat sering mengalami sedasi berlebih oleh obat juga disebut
dengan sundowner' syndrome.
38
Gejala lain dari sindrom ini adalah perubahan mood, sikap ingin dilayani
yang berlebihan, rasa curiga terhadap sekitar dan halusinasi (seakan melihat atau
mendengar sesuatu) yang terjadi menjelang matahari terbenam.
Kurang terpaparnya cahaya Pada orang usia lanjut yang dirawat di rumah
sakit atau yang menderita gangguan penglihatan kerena degenerasi makula, terjadi
perubahan persepsi pada saat peralihan sing menjadi malam.
Menjelang matahari terbenam, cahaya akan semakin redup dan bayanganpun
bertambah, mengakibatkan gangguan persepsi pada pasien dan menyebabkan
kebingungan dan rasa cemas yang berlebihan.
Pada orang berusia lanjut, terjadi perubahan dimana mereka tidur lebih awal
dan bangun lebih cepat dengan durasi tidur yang lebih singkat.
Faktor lingkungan Studi menunjukkan pada pasien berusia lanjut yang
dirawat di rumah sakit, rasa lelah yang berkepanjangan akibat stimulasi yang
berlebih di rumah sakit atau rasa bosa yang berkepanjangan akibat kurangnya
stimulasi dan pergantian shift kerha tenaga kesehatan yang biasanya menimbulkan
suasana yang sibuk dan ribut, merupakan faktor yang penting penyebab sindrom
ini.
Kondisi kesehatan dan pengobatan Penyebab yang menyebabkan rasa nyeri
dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gejala agitasi dan perubahan fungi
kognitif pada malam hari Penyakit Alzheimer, demensia dan depresi major
berkaitan erat dengan sindrom ini.
Etiologi Sundowning Tanda dan gejala lansia yang mengalami sundowning
Lansia yang mengalami sundown syndrom biasanya akan menunjukkan gejala,
berupa:
Factor- factor yang dapat menyebabkan sundowning:
a. Keletihan mental dan fisik dari sehari penh berusaha untuk mengimbangi
lingkungan yang tidak dikenal atau membingungkan.
b. Pencahayaan yang berkurang dapat meningkatkan bayangan dan dapat
menyebabkan orang hidup bersama Alzheimer salah menafsirkan apa yang
mereka lihat dan, selanjutnya, menjadi lebih banyak gelisa.
39
c. Immobility / ketidakmampuan fungsional Ketidakmampuan untuk bisa
berpindah sendiri atau memiliki hambatan dalam pergerakan atau
ketidakmampuan dalam melakukan ADL secara mandiri
d. Memiliki gangguan kognitif Seperti demensia
e. Ketergantungan alkohol
f. Komorbiditas
g. Memiliki 2 atau lebih penyakit yang berkaitan sama lain dan mengganggu
sistem organ tubuh dari keduanya.
3.2 Saran
Demikian makalah yang telah kami susun, semoga dengan makalah ini dapat
menambah pengetahuan serta lebih bisa memahami tentang pokok bahasan
makalah ini bagi para pembacanya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, lilik. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa : Teori Aplikasi
Praktek Klinik. Yogyakarta: Indomedika Pustaka
Ariana.P.A., et.al. 2020. RELAKSASI OTOT PROGRESIF MENINGKATKAN
KUALITAS TIDUR PADA LANSIA WANITA. Jurnal Keperawatan
Silampar. 3(2): 416-425.
Manurung.R & Andriani.T.U . 2017. PENGARUH TERAPI RELAKSASI OTOT
PROGRESIF TERHADAP KUALITAS TIDUR PADA LANSIA DI
PANTI JOMPO YAYASAN GUNA BUDI BAKTI MEDAN TAHUN
2017. 3(2): 294-306.
Muhaningsih.E.D.,et.al . 2021.PENINGKATAN KUALITAS TIDUR LANSIA
MELALUI TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF. Jurnal Penelitian
Perawat Profesional. (2): 359 - 366.
Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa( Teori dan Aplikasi).
Yogyakarta: Andi
Ratnawati, Emmelia. (2017). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta :
Penerbit Pustaka Baru Press.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI
40
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
Yusuf. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
LEMBAR KONSUL
TGL
DOSEN PEMBIMBING PARAF
KONSUL
05/11/202
1
41