Anda di halaman 1dari 38

KOMUNITAS II

STROKE PADA LANSIA

KELOMPOK 5
KELAS 3A KEPERAWATAN
IFA FAZIRA
INDRA SAHID
MUJIDA NURSANTI
NADIYAH Z MUSA
RIDWAN M.AL MAHDALL
RISKA HINAYA
WINNY DESTRIA PUTIA
YULIANA

PROGRAM STUDI NERS S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2019/2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya
sehingga kami bisa menyelesaikan Asuhan Keperawatan tentang “STROKE PADA LANSIA”.

Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Terlepas dari segala hal tersebut, saya sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat, tata bahasa maupun isi dari makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk itu saya sangat mengaharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan Asuhan Keperawatan ini.

Palu, 08 April 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................
A. Latar belakang.....................................................................................................................
B. Rumusan masalah................................................................................................................
C. Tujuan..................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………….
A. LANSIA …………………………………………………………………………………
1. Defenisi ………………………………………………………………………………
2. Ciri-Ciri Lansia ………………………………………………………………………
3. Cara Menjaga Hidup Sehat Pada Lansia …………………………………………….
B. STROKE
1. Definisi ………………………………………………………………………….
2. Insiden ………………………………………………………………………….
3. Faktor Resiko …………………………………………………………………..
4. Klasifikasi Stroke ………………………………………………………………
5. Etiologi …………………………………………………………………………
6. Patofisiologi ……………………………………………………………………
7. Manifestasi Klinis ………………………………………………………………
8. Pemeriksaan Diagnosa ………………………………………………………….
9. Pencegahan ……………………………………………………………………..
10. Penatalaksanaan Medis …………………………………………………………
11. Terapi Khusus …………………………………………………………………..
12. Komplikasi ………………………………………………………………………
C. Asuhan Keperawatan ……………………………………………………………………
1. Pengkajian ……………………………………………………………………….
2. Diagnosa …………………………………………………………………………
3. Intervensi ………………………………………………………………………

BAB III PENUTUP..................................................................................................................


A. Kesimpulan..........................................................................................................................
B. Saran....................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam
ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada
beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun .
65 tahun, fan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia
yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah
disebut lanjut usia. Dari 19 juta jiwa penduduk Indonesia 8,5% mengalami stroke yaitu
lansia.
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara
tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan pendarahan otak, insiden stroke
meningkat secara ekponensial dengan bertambahnya usia dan 1,25 kali lebih besar pada
pria dibandingkan wanita.kecenderungan pola penyakit neurologi terutama gangguan
susunan saraf pusat tampaknya mengalami peningkatan penyakit akibat gangguan
pembuluh darah otak, akibat kecelakaan serta karena proses degeneratif sistem saraf
tampaknya sedang merabah naik di Indonesia, walaupun belum didapat data secara
konkrit mengenai hal ini.
Usia harapan hidup di Indonesia kian meningkat sehingga semakin banyak
terdapat lansia. Dengan bertambahnya usia maka permasalahan kesehatan yang sering
terjadi akan semakin kompleks. Salah satu penyakit yang sering dialami oleh lansia
adalah stroke. Usia merupakan fantor resiko yang paling penting bagi semua jenis stroke.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian stroke ?
2. Apa jenis-jenis stroke ?
3. Bagaimana etiologi stroke ?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit stroke ?
5. Apa tanda dan gejala stroke ?
6. Bagaimana menjelasakan prinsip penanganan ?
7. Bagaimana komplikasi dari penyakit stroke ?
8. Bagimana prinsip asuhan keperawatan pada klien dengan kasus stroke baik
hemoragik maupun non-hemoragik ?

C. Tujuan khusus
1. Menjelaskan pengertian stroke.
2. Mampu menyebutkan klasifikasi stroke.
3. Mampu menyebutkan etiologi stroke.
4. Mampu menjelaskan patofisiologi penyakit stroke.
5. Mampu menyebutkan tanda dan gejala stroke.
6. Mampu menjelasakan prinsip penanganan.
7. Mampu menjelaskan komplikasi dari penyakit stroke.
8. Mampu menguraikan prinsip asuhan keperawatan pada klien dengan kasus stroke
baik hemoragik maupun non-hemoragik
BAB II

PEMBAHASAN

A. LANSIA
1. Definisi
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan
dalam ukkuran dan fungsi dan telah menunjukkan kemunduran. Badan kesehatan
dunia (WHO) menetaokan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses
menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia.
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (2003) masa tua
adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2004) mengatakan bahwa setiap orang
yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas,
tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan
pokok bagi kehidupannya sehari-hari.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut usia
merupakan periode di mana seorang individu telah mencapai kemasakan dalam
proses kehidupan, serta telah menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan
dengan waktu, tahapan ini dapat mulai dari usia 55 tahun sampai meninggal.

2. Ciri-Ciri Lansia
Menurut Hurlock (Hurlock, 2004) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia,
yaitu :
a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan
faktor psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia.
Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia.
Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang
rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu
akan lama terjadi.
b. Lanjut usia memiliki status kelompok minoritas
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat
dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan
diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia.
Pendapat-pendapat klise itu seperti : lansia lebih senang mempertahankan
pendapatnya daripada mendengarkan pendapat orang lain.
c. Perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai
mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia
sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan
dari lingkungan.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang
buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.

3. Cara Menjaga Hidup Sehat Pada Lansia


Cara hidup sehat adalah cara-cara yang dilakukan untuk dapat menjaga,
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan seseorang. Adapun cara-cara
tersebut adalah:
a. Makan makanan yang bergizi dan seimbang
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa diet adalah salah satu
faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Dengan tambahnya usia
seseorang, kecepatan metabolisme tubuh cenderung turun, oleh karena itu,
kebutuhan gizi bagi para lanjut usia, perlu dipenuhi secara adekuat.
Kebutuhan kalori pada lanjut usia berkurang, hal ini disebabkan karena
berkurangnya kalori dasar dari kegiatan fisik. Kalori dasar adalah kalori
yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat,
misalnya : untuk jantung, usus, pernafasan, ginjal, dan sebagainya. Jadi
kebutuhan kalori bagi lansia harus disesuaikan dengan kebutuhannya.
Petunjuk menu bagi lansia adalah sebagai berikut (Depkes, 2002):
1) Menu bagi lansia hendaknya mengandung zat gizi dari berbagai
macam bahan makanan yang terdiri dari zat tenaga, pembangun
dan pengatur.
2) Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi lansia 50% adalah
hidrat arang yang bersumber dari hidrat arang komplex (sayur –
sayuranan, kacang- kacangan, biji – bijian).
3) Sebaiknya jumlah lemak dalam makanan dibatasi, terutama lemak
hewani.
4) Makanan sebaiknya mengandung serat dalam jumlah yang besar
yang bersumber pada buah, sayur dan beraneka pati, yang
dikonsumsi dengan jumlah bertahap.
5) Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu
non fat, yoghurt, ikan.
6) Makanan yang mengandung zat besi dalam jumlah besar, seperti
kacang – kacangan, hati, bayam, atau sayuran hijau.
7) Membatasi penggunaan garam, hindari makanan yang
mengandung alkohol.
8) Makanan sebaiknya yang mudah dikunyah.
9) Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan –
bahan yang segar dan mudah dicerna.
10) Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goreng –
gorengan.
11) Makan disesuaikan dengan kebutuhan
b. Minum air putih 1.5 – 2 liter
Manusia perlu minum untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
setelah melakukan aktivitasnya, dan minimal kita minum air putih 1,5 – 2
liter per hari. Air sangat besar artinya bagi tubuh kita, karena air
membantu menjalankan fungsi tubuh, mencegah timbulnya berbagai
penyakit di saluran kemih seperti kencing batu, batu ginjal dan lain-lain.
Air juga sebagai pelumas bagi fungsi tulang dan engselnya, jadi bila tubuh
kekurangan cairan, maka fungsi, daya tahan dan kelenturan tulang juga
berkurang, terutama tulang kaki, tangan dan lengan. Padahal tulang adalah
penopang utama bagi tubuh untuk melakukan aktivitas. Manfaat lain dari
minum air putih adalah mencegah sembelit. Untuk mengolah makanan di
dalam tubuh usus sangat membutuhkan air. Tentu saja tanpa air yang
cukup kerja usus tidak dapat maksimal, dan muncullah sembelit.
Dan air mineral atau air putih lebih baik daripada kopi, teh kental,
softdrink, minuman beralkohol, es maupun sirup. Bahkan minuman-
minuman tersebut tidak baik untuk kesehatan dan harus dihindari terutama
bagi para lansia yang mempunyai penyakit-penyakit tertentu seperti DM,
darah tinggi, obesitas dan sebagainya.
c. Olah raga teratur dan sesuai
Usia bertambah, tingkat kesegaran jasmani akan turun. Penurunan
kemampuan akan semakin terlihat setelah umur 40 tahun, sehingga saat
lansia kemampuan akan turun antara 30 – 50%. Oleh karena itu, bila usia
lanjut ingin berolahraga harus memilih sesuai dengan umur kelompoknya,
dengan kemungkinan adanya penyakit. Olah raga usia lanjut perlu
diberikan dengan berbagai patokan, antara lain beban ringan atau sedang,
waktu relatif lama, bersifat aerobik dan atau kalistenik, tidak kompetitif
atau bertanding.
Olahraga yang sesuai dengan batasan diatas yaitu, jalan kaki,
dengan segala bentuk permainan yang ada unsur jalan kaki misalnya golf,
lintas alam, mendaki bukit, senam dengan faktor kesulitan kecil dan olah
raga yang bersifat rekreatif dapat diberikan. Dengan latihan otot manusia
lanjut dapat menghambat laju perubahan degeneratif.
d. Istirahat, tidur yang cukup
Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur.
Diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan
proses penyembuhan penyakit, karna tidur bermanfaat untuk menyimpan
energi, meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses
penyembuhan penyakit juga pada saat tidur tubuh mereparasi bagian-
bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar dan
sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting
untuk kesehatan.
e. Menjaga kebersihan
Yang dimaksud dengan menjaga kebersihan disini bukan hanya
kebersihan tubuh saja, melainkan juga kebersihan lingkungan, ruangan
dan juga pakaian dimana orang tersebut tinggal. Yang termasuk
kebersihan tubuh adalah: mandi minimal 2 kali sehari, mencuci tangan
sebelum makan atau sesudah mengerjakan sesuatu dengan tangan,
membersihkan atau keramas minimal 1 kali seminggu, sikat gigi setiap
kali selesai makan, membersihkan kuku dan lubang-lubang ( telinga,
hidung, pusar, anus, vagina, penis ), memakai alas kaki jika keluar rumah
dan pakailah pakaian yang bersih. Kebersihan lingkungan, dihalaman
rumah, jauh dari sampah dan genangan air. Di dalam ruangan atau rumah,
bersihkan dari debu dan kotoran setiap hari, tutupi makanan di meja
makan. Pakain, sprei, gorden, karpet, seisi rumah, termasuk kamar mandi
dan WC harus dibersihkan secara periodik.
f. Minum suplemen gizi yang diperlukan
Pada lansia akan terjadi berbagai macam kemunduran organ tubuh,
sehingga metabolisme di dalam tubuh menurun. Hal tersebut
menyebabkan pemenuhan kebutuhan sebagian zat gizi pada sebagian besar
lansia tidak terpenuhi secara adekuat. Oleh karena itu jika diperlukan,
lansia dianjurkan untuk mengkonsumsi suplemen gizi. Tapi perlu diingat
dan diperhatikan pemberian suplemen gizi tersebut harus dikonsultasikan
dan mendapat izin dari petugas kesehatan.
g. Memeriksa kesehatan secara teratur
Pemeriksaan kesehatan berkala dan konsultasi kesehatan
merupakan kunci keberhasilan dari upaya pemeliharaan kesehatan lansia.
Walaupun tidak sedang sakit lansia perlu memeriksakan kesehatannya
secara berkala, karena dengan pemeriksaan berkala penyakit-penyakit
dapat diketahui lebih dini sehingga pengobatanya lebih mudan dan cepat
dan jika ada faktor yang beresiko menyebabkan penyakit dapat di cegah.
Ikutilan petunjuk dan saran dokter ataupun petugas kesehatan, mudah-
mudahan dapat mencapai umur yang panjang dan tetap sehat.
h. Mental dan batin tenang dan seimbang
Untuk mencapai hidup sehat bukan hanya kesehatan fisik saja yang
harus diperhatikan, tetapi juga mental dan bathin. Cara-cara yang dapat
dilakukan untuk menjaga agar mental dan bathin tenang dan seimbang
adalah:
1) Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME dan menyerahkan diri
kita sepenuhnya kepadaNya. Hal ini akan menyebabkan jiwa dan
pikiran menjadi tenang.
2) Hindari stres, hidup yang penuh tekanan akan merusak kesehatan,
merusak tubuh dan wajahpun menjadi nampak semakin tua. Stres
juga dapat menyebabkan atau memicu berbagai penyakit seperti
stroke, asma, darah tinggi, penyakit jantung dan lain-lain.
3) Tersenyum dan tertawa sangat baik, karena akan memperbaiki
mental dan fisik secara alami. Penampilan kita juga akan tampak
lebih menarik dan lebih disukai orang lain. Tertawa membantu
memandang hidup dengan positif dan juga terbukti memiliki
kemampuan untuk menyembuhkan. Tertawa juga ampuh untuk
mengendalikan emosi kita yang tinggi dan juga untuk melemaskan
otak kita dari kelelahan. Tertawa dan senyum murah tidak perlu
membayar tapi dapat menadikan hidup ceria, bahagia, dan sehat.
i. Rekreasi
Untuk menghilangkan kelelahan setelah beraktivitas selama
seminggu maka dilakukan rekreasi. Rekreasi tidak harus mahal, dapat
disesuaikan denga kondisi dan kemampuan. Rekreasi dapat dilakukan di
pantai dekat rumah, taman dekat rumah atau halaman rumah jika
mempunyai halaman yang luas bersama keluarga dan anak cucu, duduk
bersantai di alam terbuka. Rekreasi dapat menyegarkan otak, pikiran dan
melemaskan otot yang telah lelah karena aktivitas sehari-hari.
B. STROKE
1. Definisi
Stroke adalah deficit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan
daerah fokal otak yang terkena (WHO, 1989). Stroke secara umum merupakan
defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam
sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah otak (Hudak dan Gallo, 1997).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000). Stroke
hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan
kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994).
Stroke atau cedera serebrovaskulerattack ( CVA) adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
(BrunnerandSuddarth, 2001). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak yang berlangsung 24 jam atau lebih atau menimbulkan kematian dan
semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik
(Mansjoer, 2000).
Stroke adalah defisit neurologi yang memiliki awitan mendadak dan
berlansung 24 jam sebagai akibat dari cerebrovaskulerdisease (CVD). (Carolyn,
1999).

2. Insiden
Di AS, stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit
jantung dan kanker. Penyakit ini dapat dicegah atau diminimalkan dengan upaya :
tekanan darah tetap terkonrol, tingkatkan kesadaran akan diet yang diperlukan dan
hindari merokok.Beberapa hal yang perlu diketahui bahwa di AS kebanyakan
yang menderita penyakit ini adalah kulit hitam, sering ditemukan pada pria
daripada wanita dan pada umumnya meningkat setelah usia 75 tahun.

3. Faktor Resiko
Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;
a. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses
ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya
thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.
b. Aneurisma pembuluh darah cerebral. Adanya kelainan pembuluh darah
yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di
tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat
menimbulkan perdarahan.
c. Kelainan jantung / penyakit jantung. Paling banyak dijumpai pada pasien
post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan
menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak.
Disamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada
kelainan jantung dan pembuluh darah.
d. Diabetes mellitus (DM). Penderita DM berpotensi mengalami stroke
karena 2 alasan, yaitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga
memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan
microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi
pada pembuluh darah serebral.
e. Usia lanjut. Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah,
termasuk pembuluh darah otak.
f. Polocitemia. Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah
menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.
g. Peningkatan kolesterol (lipid total). Kolesterol tubuh yang tinggi dapat
menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.
h. Obesitas. Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar
kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah,
salah satunya pembuluh drah otak.
i. Perokok. Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh
nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.
4. Klasifikasi Stroke
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan
menjadi :
a. Stroke Hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan
subarachnoidyeng disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya
terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat
istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak
adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
b. Stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus
pembuluh darah otak. umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama
atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan
terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak.
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan
perjalanan penyakitnya, yaitu :
1) TIA’S (Trans IschemicAttack)
Gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam
saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24
jam.
2) Rind (ReversibleIschemic Neurologis Defict)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna
dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.
3) Stroke in Volution
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini
biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.
4) Stroke Komplit
Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau
permanent.

5. Etiologi
a. Trombosis (penyakit trombo – oklusif)
Merupakan penyebab stroke yang paling sering.
Arteriosclerosisselebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis selebral, yang merupakan penyebab umum dari
stroke. Tanda-tanda trombosis selebral bervariasi. Sakit kepala adalah
awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan
kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum
trombosis selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat
mendahului awitanparalysis berat pada beberapa jam atau hari.
Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local
dinding pembuluh darah akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis
ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian
intima arteriasereberi menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel – sel
ototnya menghilang. Lamina elastikainterna robek dan berjumbai,
sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut.
Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang
melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus
tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam
urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna,
vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan
membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan
yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar.
Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali
mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan
membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya
seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
b. Embolisme
Embolisme sereberi termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab
utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan
penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal dari suatu
trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya
adalah perwujudan dari penyakit jantung. Meskipun lebih jarang terjadi,
embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotikus atau
arteria karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme,
tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang
sempit. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah
arteriasereberi media, terutama bagian atas.
c. Perdarahan serebri
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab
utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan
sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial
biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi
di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di
dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan
otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar
perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan
sirkuluswilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah
akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak
yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami
nekrosis. Karena kerja enzim–enzim akan terjadi proses pencairan,
sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan
nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler–kapiler baru sehingga
terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh
serabut–serabut astroglia yang mengalami proliferasi. Perdarahan
subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme.
Kebanyakan aneurisme mengenai sirkuluswilisi. Hipertensi atau gangguan
perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih dari
satu aneurisme.

6. Patofisiologi
a. Stroke non hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak
oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena
berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga
arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi
berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia
akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh
embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis.
Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba
berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologistfokal. Perdarahan otak
dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.
b. Stroke hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke
substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan
komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan
komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan
menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan
herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang
mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan
edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut
menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi
nekrosis jaringan otak.
7. Manifestasi Klinik
Walaupun manifestasi klinik sering tidak dapat diidenrifikasi secara jelas
terutama pada tahap awal, tetapi tanda-tanda yang dapat muncul bila pembuluh
darah mengalami stenosis pembuluh darah utama adalah adanya paralisis yang
berat pada beberapa jam atau hari, termasuk hemiplegia, kehilangan/gangguan
bicara, paresthesia pada bagian tubuh tertentu. Kondisi yang terjadi di atas yang
bersifat sementara disebut TransientIschemicAttacks (TIA), atau manifestasi
klinik yang terjadi secara gradual disebut Stroke in Evolution.
Faktor-faktor yang dapat diidentifikasi yang merupakan petunjuk
terjadinya perdarahan serebral :
a. Nyeri kepala bagian osipital (bagian belakang kepala).
b. Vertigo (pusing) atau sinkop.
c. Gangguan motorik dan sensorik (kesemutan, paresthesia, paralisis).
d. Epistaxis.
e. Perdarahan retina.
Hal yang lain yang dapat diidentifikasi yang terkait dengan stroke yaitu :
Nyeri kepala, muntah, kejang, coma, kaku leher, demam, hipertensi, EKG
abnormal (ST segment memanjang), sclerosis perifer dan pembuluh darah retina,
konfusio, disorinetasi, hambatan memori, dan perubahan status mental lainnya.
Manifestasi klinik bergantung pada lokasi terjadinya perdarahan, gangguan
persarafan, kelemahan atau paralisis, kehilangan refleks sensorik, gangguan
bicara, dan perobahan refleks.
Hemiplegia : akibat kerusakan pada area motorik pada bagian konteks atau
pada traktus piramidal. Perdarahan atau bekuan darah pada otak kanan akan
meyebabkan tubuh pada sisi kiri akan mengalami hemiplegia. Hal ini disebabkan
oleh karena serabut saraf bersilang pada traktus piramidal dari otak menuju ke
sumsum tulang belakang, demikian juga pada area kortikal yang lain yang dapat
menyebabkan menianesthesia, apraxia, agnosia, aphasia.
Otot-otot thoraks dan abdomen biasanya tidak mengalami paralisis sebab
dihubungkan kedua hemisper otak. Apabila otot voluntary mengalami gangguan
maka tidak terjadi keseimbangan antara otot rangka fleksi dan ekstensi sehingga
menyebabkan terjadinya deformitas yang serius.
Aphasia ; kerusakan dalam mempergunakan atau menginterpretasikan
simbol-simbol dasn bahasa. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan pada
korteks serebral. Gangguan pada semua aspek berbahasa seperti bercakap,
membaca, menulis dan memahami bahasa yangdiucapkan.
Dikenal dua macam aphasia , yaitu aphasiasensorik yang berhubungan
dengan pemahaman bahasa, dan aphasia motorik yang berhubungan dengan
produk bercakap-cakap.
Aphasiasensorik termasuk kehilangan kemampuan pemahaman menulis,
menciptakan atau mengucapkan kata-kata, misalnya klien tidak dapat memahami
apa yang dibicarakan. Mendengar bunyi, tetapi tidak mengetahui komunikasi
simbolik yang berhubungan dengan suara. Aphasia motorik, dimana klien dapat
memahami kata-kata, tetapi tidak dapat menguraikan dengan kata-kata.Aphasia
disebabkan oleh adanya lesi patologis yang berhubungan dengan lokasi tertentu
pada korteks. Penyebab utamanya adalah gangguan suplai darah ke otak terutama
yang berhubungan dengan pembuluh darah Middlecerebralartery.
Apraxia : Kondisi dimana klien dapat bergerak pada bagian tubuh yang
mengalami gangguan tetapi tidak berfungsi dengan baik, misalnya berjalan,
berbicara, berpakaian, dimana bagian yang mengalami paralisis tidak dapat
dikoordinasikan.
Visual Change : Adanya lesi pada lobusparietal dan temporal sebagai
akibat perdarahan intraserebral karena terjadinya ruptur dari arterisclerosis atau
hipertsnsi pembuluh darah. Lesi pada bagian otak akan meyebabkan kerusakan
bagian yang berlawanan pada penglihatan. Penurunan kemampuan penglihatan
sering berhubungan dengan hemiplegia.
Agnosia : Gangguan menginterpretasikan objek, misalnya penglihatan,
taktil, atau informasi sensorik lainnya. Klien tidak dapat mengenal objek. Agnosia
bisa visual, pendengaran, atau taktil tetapi tidak sama dengan kebutaan, tuli atau
kehilangan rasa. Kehilangan sensasi misalnya tidak sadar pada posisi lengan,
tidak merasakan adanya bagian tubu tertentu. Klien dengan agnosia penglihatan,
dia melihat objek tetapi tidak mengenal atau atau tidak dapat memberi arti pada
objek.
Dysarthria : Artikulasi yang tidak sempurna yang menyebabkan kesulitan
berbicara. Klien mengenal bahasa tetapi kesulitan mengucapkan kata-kata. Tidak
ada gangguan dalam tata bahasa atau ungkapan atau konstruksi kata. Klien dapat
berkomunikasi secara verbal walaupun mengalami angguan, membaca atau
menulis. Kondisi ini disebabkan akibat disfungsi saraf kranial menyebabkan
kelemahan atau paralisis otot sekitar bibir, lidah dan larynx. Kinesthesia :
gangguan sensasi yang terjadi pada satu sisi tubuh, berupa:
a. Hemianesthesia : Kehilangan sensasi.
b. Paresthesia.
c. Kehilangan sensasi pada oto sendi.

Inkontinen : Inkontinenurin dan defekasi dapat terjadi, sebagai akibat :

a. kurangnya perhatian.
b. kehilangan memori
c. faktor emosi.
d. tidak mampu berkomunikasi.

Nyeri pada bahu : Terjadi sebagai akibat hambatan mobilitas serta overstreching
otot bahu, serta gerakan yang tidak tepat serta kehilangan ROM (rangeofmotion).

Horner’sSyndrome : paralisis saraf simpatis pada bagian mata mengebabkan


tenggelamnya bola mata sebagai akibat ptosis kelopak mata atas dan peningkatan
kelopak mata bawah, konstriksi pupil, dan berkurangnya air mata.

Gangguan emosional ; setelah menderita stroke mengakibatkan emosi klien labil,


kebingungan, gangguan memori dan frustrasi : socialwithdrawal terutama aphasia,
gangguan perilaku seksual, regresi, dan marah.

Secara umum manifestasi klinik dapat dijelaskan sebagai berikut :


a. Gangguan fungsi neuromotorik :
Penurunan fungsi motorik sangat sering dijumpai pada pasien
stroke. Masalah yang berhubungan dengan fungsi neruromotorik yaitu
mobilitas, fungsi pernafasan, fungsi menelan dan bicara, refleks muntah
dan kemampuan rawat diri.
Terjadinya hal tersebut sebagai akibat adanya kerusakan saraf
motorik pada jalur pramidal ( serabut saraf dari otak dan melalui sumsum
tulang belakang menuju ke sel motorik). Karakteristik penurunan motorik
termasuk kehilangan kemampuan gerakan voluntary (akinesia), hambatan
integrasi gerakan, gangguan tonus otot, dan gangguan refleks.
Oleh karena jalur paramidal bersilang pada tingkat medulla,
sehingga bioa lesi terjadi pada salah satu sisi pada otak akan
mempengaruhi fungsi motorik pada sisi berlawanan (contralateral).
Lengan dan tungkai akan mengalami kelemahan. Apabila gangguan pada
middlecerebralartery, maka kelemahan pada ekstremitas atas lebih keras
daripada ekstremitas bawah.
b. Gangguan komunikasi :
Hemisfer kiri lebih dominan untuk keterampilan berbahasa.
Gangguan berbahasa termasuk kemampuan mengekspresikan dan
pemahaman tulisan dan mengucapkan kata-kata. Pasien dapat mengalami
aphasia (kehilangan secara total kemampuan pemahaman dan penggunaan
berbahasa). Dysphasiadiartikanadanya disfungsi sehubungan dengan
kemampuan pemahaman dan penggunaan bahasa. Dysphasia dapat
diklasifikasikan berupa Nonfluent ( berkurangnya aktifitas berbicara
dengan bicara yang lambat) atau fluent (bisa berbicara, tetapi hanya
mengadung sedikit makna komunikasi). Pada stroke yang hebat akan
menyebabkan terjadinya global aphasia, dimana semua fungsi
komunikasi dan penerimaan menjadi hilang.
Stroke pada area Wernicke pada otak akan menunjukkan gejala
aphasiareceptivedimana tidak terdengar suara atau sukar dimengerti.
Kerusakan area wernicke akan menyebabkan hambatan pemahaman baik
dalam berbicara maupun bahasa tulisan. Stroke yang berhubungan dengan
area Broca pada otak akan menyebabkan expressivephasia (kesulitan
dalam berbicara dan menulis). Banyak juga stroke menyebabkan
dyssarthria yaitu gangguan/hambatan pada otot bicara. Pasien mengalami
hambatan dalam mengucapan, artikulasi, dan bunyi suara. Kadang-kadang
ada pasien mengalami keduanya yaitu aphasia dan dysarthria.
c. Emosi/perasaan :
Pasien yang mengalami stroke mungkin tidak dapat mengontrol
perasaannya. Hal ini mungkin terjadi sebagai akibat adanya perubahan
dalam citra tubuh dan kehilangan fungsi motorik. Pasien akan mengalami
depresi dan frustrasi sehubungan dengan masalah mobilitas dan dan
komunikasi. Misalnya pada saat waktu makan pasien menangis karena
mengalami kesulitan memasukkan makanan kedalam mulutnya,
kehilangan kemampuan mengunyah dan menelan.
d. Gangguan fungsi intelektual :
Daya ingat dan kemampuan pengambilan keputusan dapat
mengalami gangguan sebagai akibat stroke. Stroke pada otak kiri
menyebabkan masalah gangguan ingatan sehubungan dengan berbahasa.
Pasien dengan stroke pada otak kanan sangat sulit dalam daya ingat dan
kemampuan pengambilan keputusan., milsanya pada saat pasien berdiri
dari kursi roda tanpa mengunci kursi rodanya sehingga dapat berbahaya
bagi dirinya.

8. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan penunjang diagnostik yang dapat dilakukan adalah :
a. Laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,
kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
b. Sinar X tengkorak untuk menggambarkan perubahan kelenjar
korpengpineal daerah yang berlawanan dari masa yang luas.
c. Ultrasonografi doppler untuk mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah sistem arteri karotisaliran darah dan atau muncul plak) atau
arteriosklerotik.
d. EEG untuk mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak
dan mungkin memperlihatkan darah lesi yang spesifik.
e. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau
infark.
f. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya
struktur otak
g. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas
mengenai pembuluh darah yang terganggu secara spesifik.

9. Pencegahan
Pencegahan utama untuk menghindari risiko adalah pendidikan kesehatan
masyarakat. Mempertahankan berat badan dan kolesterol dalam batas normal, dan
menghindari merokok atau tidak menggunakan oral kontrasepsi.
Pengobatan/mengontrol diabetes, hipertensi dan penyakit jantung. Memberikan
informasi kepada klien sehubungan dengan penyakit yang diderita dengan stroke.
Apabila sudah terserang stroke, dalam situasi ini tujuan adalah mensegah
terjadinya komplikasi sehubungan dengan stroke dan infark yang lebih luas pada
masa yang akan datang. Apabila terjadi immobilitas akan meningkatkan risiko
injury sehubungan dengan paralisis dan aspirasi pada jalan nafas. Pencegahan
lebih lanjut yaitu memonitoring faktor risiko yang dapat diidentifikasi.

10. Penatalaksanaan Medis


Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:
a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan
boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
b. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan ogsigen sesuai kebutuhan
c. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
d. Bedrest
e. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
f. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
h. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
i. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK
j. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
k. Penatalaksanaan spesifik berupa:
1) Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis,
antikoagulan, obat hemoragik
2) Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor,
tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi.

11. TERAPI KHUSUS


Ditujukan untuk stroke pada therapeuticwindow dengan obat anti agregasi dan
neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, lowheparin,
tPA.
a. Pentoxifilin
Mempunyai 3 cara kerja:
1) Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
2) Meningkatkan deformalitas eritrosit
3) Memperbaiki sirkulasi intraselebral
b. Neuroprotektan
1) iracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: neotropi
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan
sintesis glikogen
2) Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke
dalam sel, ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan
memperbaiki perfusi jaringan otak
3) Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan freefatyacid, menurunkan generasi
radikal bebas dan biosintesa lesitin
4) Ekstraxgingkobiloba, exginkan
c. Pengobatan konservatif
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak
(ADO), tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang
efektif untuk pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya
bahkan tidak ada efek sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama
bila diberikan secara oral (asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan
sebagainya), berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan berikut ini masih
berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverinintraarteri.
d. Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah
otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita
beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular
yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran
pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.

12. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998):
a. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama)
Edema serebri: defisit neurologis cenderung memperberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya
menimbulkan kematian. Infarkmiokard: penyebab kematian mendadak
pada stroke stadium awal.
b. Komplikasi Jangka pendek (1-14 hari pertama)
1) Pneumonia: Akibat immobilisasi lama
2) Infarkmiokard
3) Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali
pada saat penderita mulai mobilisasi.
4) Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat.
c. Komplikasi Jangka panjang
Stroke rekuren, infarkmiokard, gangguan vaskular lain: penyakit vascular
perifer. Menurut Smeltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien
stroke yaitu:
1) Hipoksia serebral
Diminimalakan dengan memberikan oksigenasi darah adekuat ke
otak. Fungsi otak tergantung pada ketersediaan O2 yang
dikirimkan ke jaringan. Pemberian O2 suplemen dan
mempertahankan hemoglobin dan hematokrit pada tingkat dapat
diterima akan membantu dalam mempertahankan hemoglobin dan
hematrokit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan adekuat.
2) Aliran darah serebral
Bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan intregitas
pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat ( cairan intravena) harus
menjamin penurunan vikosis darah dan memperbaiki aliran darah
serebral dan potensi meluasnya area cedera.
3) Embolisme serebral
Dapat terjadi setelah infarkmiokard / fibrilasi atrium / dapat berasal
dari katup jantung protestik. Embolisme akan menurunkan aliran
darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral.
Disritmia dapat mengakibtakan curah jantung tidak konsisten dan
penghentian trombul lokal. Selain itu disritmia dapat menyebabkan
embolus serebral dan harus diperbaiki.
C. ASUHAN KEPERAWATAN STROKE
1. Pengkajian
a. Wawancara
Menurut Doengoes (1999:613-614) data dasar pengkajian pasien pada
penderita sroke adalah:
1) Aktifitas atau Istirahat
Gejala : Kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau somnolen)
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonusus, penurunan rentang
gerak
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama/berat, palpitasi, nyeri dada
(angina)
Tanda : Hipertensi otostatik menunjukkan hipovolemia yang
jarang pada penyakit tahap akhir
3) Integritas ego
Gejala : Karakter stress. Contoh : financial, hubungan dsb,
perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada kekuatan
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung,
perubahan kepribadian
4) Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria, abdomen
kembung, diare/konstipasi
Tanda : Perubahan warna kulit, contoh : kuning pekat, coklat,
oliguria dapat menjadi anuria
5) Makanan atau Cairan
Gejala : Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB
(malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah
Tanda : Distensi abdomen/asistes pembesaran hati (tahap akhir),
perubahan turgor kulit/kelembaban, edema umum (tergantung)
ulserasi gusi, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga
6) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, rasa terbakar pada
telapak kaki, kesemutan dan kelemahan khususnya ekstremitas
bawah
Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi,
penurunan tingkat kesadaran
7) Nyeri atau kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki
(memburuk pada malam hari)
Tanda : Gelisah
8) Pernafasan
Gejala : Nafas pendek, dispneunocturnal proksimal, batuk
dengan/tanpa sputum kental dan banyak
Tanda : Takipneu, dispneu, peningkatan frekuensi/kedalaman
(pernafasan kusmaul) batuk produktif dengan sputum merah muda
encer (edema paru)
9) Keamanan
Gejala : Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda : Demam, ptekie, keterbatasan gerak sendi
10) Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilisasi
11) Interaksi social
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga
b. Pengkajian Fisik
Menurut Mensjoer (2000:532), pengkajian fisik yang ditemukan pada
pasien GGK adalah,
1) Umum : malaise
2) Kulit : pucat, mudah lecet dan rapuh
3) Kepala dan leher : lidah kering dan berselaput, vectoruremik
4) Mata : fundushipertensif, mata merah
5) Kardiovaskuler : hipertensi, berlebihan cairan, gagal jantung
6) Pernafasan : edema paru, efusi pleura
7) Gastrointestinal : anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum
8) Perkemihan : nokturia, poliuria, haus, proteinuria
9) Reproduksi : penurunan libido, impotensi amenore
10) Saraf : letargi, malaise, tremor, kejang, koma
11) Sendi : gout, klasifikasi ekstra tulang
12) Tulang : hiperparatiroidisme, defisiensi vitamin D
13) Hematologi : anemia, defisiensi imun, mudah perdarah
c. Pengkajian khusus :
1) Perubahan pada tingkat kesadaran atau responivitas yang
dibuktikan dengan gerakan, menolak terhadap perubahan posisi
dan respon terhadap stimulasi, berorientasi terhadap waktu, tempat
dan orang
2) Ada atau tidaknya gerakan volunteer atau involunter ekstremitas,
tonus otot, postur tubuh, dan posisi kepala.
3) Kekakuan atau flaksiditas leher.
4) Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif, dan reaksi pupil
terhadap cahaya dan posisi okular.
5) Warna wajah dan ekstremitas, suhu dan kelembaban kulit.
6) Kualitas dan frekuensi nadi, pernapasan, gas darah arteri sesuai
indikasi, suhu tubuh dan tekanan arteri.
7) Kemampuan untuk bicara
8) Volume cairan yang diminum dan volume urin yang dikeluarkan
setiap 24 jam.

2. Diagnosa Yang Mungkin Muncul


a. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan vasospasme
serebral.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kerusakan menelan.
c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi
serebral.
e. Perubahan persepsi sensori b.d penerimaan perubahan sensori transmisi

3. Intervensi Keperawatan
a. Dx1.:
Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit
oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
Dibuktikan oleh :
1) Perubahan tingkat kesadaran , kehilangan memori
2) Perubahan responsensorik / motorik, kegelisahan
3) Defisit sensori , bahasa, intelektual dan emosional
4) Perubahan tanda-tanda vital
Tujuan Pasien / kriteria evaluasi :
1) Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan
fungsi sensori / motorik
2) Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK
3) Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran /
kekambuhan
Intervensi :
1) Monitor dan catat status neurologis secara teratur
R/ melihat penurunan dan peningkatkan saraf.
2) Monitor tanda-tanda vital
R/ menentukan keadaan klien.
3) Evaluasi pupil 9 ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap
cahaya 0.
R/ melihat reaksi dan fungsi
4) Bantu untuk mengubah pandangan , misalnya pandangan kabur,
perubahan lapang pandang / persepsi lapang pandang.
R/ mengurangi penurunan penglihatan.
5) Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien
mengalami gangguan fungsi.
R/ mengurangi penurunan fungsi
6) Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral.
R/ agar tidak kaku
7) Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur
kunjungan sesuai indikasi.
8) R/ Untuk kenyamanan
Kolaborasi :
1) Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi
2) Berikan medikasi sesuai indikasi
3) Antifibrolitik, misal aminocaproicacid ( amicar )
4) Antihipertensi
5) Vasodilator perifer, missalcyclandelate, isoxsuprine.
6) Manitol
b. Dx : 2
Gangguan pemenuhan nutrisi b.dreflek menelan turun, hilang rasa ujung
lidah.
Ditandai dengan:
1) Keluhan masukan makan tidak adekuat
2) Kehilangan sensasi pengecapan
3) Rongga mulut terinflamasi
Kriteria evaluasi :
1) Pasien dapat berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk
merangsang nafsu makan
2) BB stabil
3) Pasien mengungkapkan pemasukan adekuat
Intervensi :
1) Pantau masukan makanan setiap hari.
R/ untuk menentukan intake dan output
2) Ukur BB setiap hari sesuai indikasi.
R/ melihat penuruna BB
3) Dorong pasien untuk makan diit tinggi kalori kaya nutrien sesuai
program.
R/ menjaga keseimbangan BB
4) Kontrol faktor lingkungan (bau, bising), hindari makanan terlalu
manis,berlemak dan pedas. Ciptakan suasana makan yang
menyenangkan.
R/ untuk kenyamanan
5) Identifikasi pasien yang mengalami mual muntah.
R/ melihat output
Kolaborasi:
1) Pemberian anti emetic dengan jadwal regular
2) Vitamin A,D,E dan B6
3) Rujuk ahli diet
4) Pasang /pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan enteral
c. Dx 3 :
Kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan neuromuskular,
ketidakmampuan dalam persespi kognitif
Dibuktikan oleh :
Ketidakmampuan dalam bergerak pada lingkungan fisik :
kelemahan, koordinasi, keterbatasan rentang gerak sendi, penurunan
kekuatan otot.
Tujuan Pasien / kriteria evaluasi ; Tidak ada kontraktur, foot drop.
1) Adanya peningkatan kemampuan fungsi perasaan atau kompensasi
dari bagian tubuh
2) Menampakan kemampuan perilaku / teknik aktivitas sebagaimana
permulaannya
3) Terpeliharanya integritas kulit
Intervensi :
1) Ubah posisi tiap dua jam ( prone, supine, miring ).
R/ mencegah terjadinya dekubitus
2) Mulai latihan aktif / pasif rentang gerak sendi pada semua
ekstremitas.
R/ agar tidak terjadinya kekakuan
3) Topang ekstremitas pada posis fungsional , gunakan footboard
pada saat selama periode paralysisflaksid. Pertahankan kepala
dalam keadaan netral.
R/ kenyamanan klien
4) Evaluasi penggunaan alat bantu pengatur posisi.
R/ untuk kenyamanan
5) Bantu meningkatkan keseimbangan duduk.
R/ untuk kenyamanan
Kolaborasi
1) Konsul ke bagian fisioterapi
2) Bantu dalam meberikan stimulasi elektrik
3) Gunakan bed air atau bed khusus sesuai indikasi
d. Dx 4 :
Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan sirkulasi serebral, gangguan
neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial / mulut, kelemahan umum /
letih.
Ditandai :
1) Gangguan artikulasi
2) Tidak mampu berbicara / disartria
3) ketidakmampuan moduasi wicara , mengenal kata ,
mengidentifikasi objek
4) Ketidakmampuan berbicara atau menulis secara komprehensif.
Tujuan pasien / kriteria evaluasi
1) Pasien mampu memahami problem komunikasi
2) Menentukan metode komunikasi untuk berekspresi
3) Menggunakan sumber bantuan dengan tepat
Intervensi :
1) Bantu menentukan derajat disfungsi.
R/ agar tidak terjadinya disfungsi
2) Sediakan bel khusus jika diperlukan.
R/ mencegah kegawatdaruratan
3) Sediakan metode komunikasi alternative.
R/ kenyamanan
4) Antisipasi dan sediakan kebutuhan pasien
R/ untuk kenyamanan
5) Bicara langsung kepada pasien dengan perlahan dan jelas
R/ terciptanya saling kepercayaan.
6) Bicara dengan nada normal
R/ mencegah terjadinya prasanka buruk dan mengurangi keadaan
Kolaborasi : Konsul dengan ahli terapi wicara
e. Dx 5 :
Perubahan persepsi sensori b.d penerimaan perubahan sensori transmisi,
perpaduan ( trauma / penurunan neurologi), tekanan psikologis
( penyempitan lapangan persepsi disebabkan oleh kecemasan)
Ditandai ;
1) Disorientasi waktu, tempat , orang
2) Perubahan pola tingkah aku
3) Konsentrasi jelek, perubahan proses piker
4) Ketidakmampuan untuk mengatakan letak organ tubuh
5) Perubahan pola komunikasi
6) Ketidakmampuan mengkoordinasi kemampuan motorik.
Tujuan / kriteria hasil :
1) Dapat mempertahakan level kesadaran dan fungsi persepsi pada
level biasanya.
2) Perubahan pengetahuan dan mampu terlibat
3) Mendemonstrasikan perilaku untuk kompensasi
Intervensi :
1) Kaji patologi kondisi individual.
R/ mencegah penurunan kesadaran
2) Evaluasi penurunan visual.
R/ mencegah penurunan kesadaran
3) Lakukan pendekatan dari sisi yang utuh.
R/ agar pasien tidak tersinggung
4) Sederhanakan lingkungan.
R/ untuk kenyamanan dan memepercepat kesembuhan
5) Bantu pemahaman sensori.
R/ mengurangi ketidak reaksi saraf
6) Beri stimulasi terhadap sisa-sisa rasa sentuhan.
R/ mengurangi kematian sel-sel saraf
7) Lindungi psien dari temperatur yang ekstrim.
R/ menjaga kenyamanan
8) Pertahankan kontak mata saat berhubungan.
R/ meningkatkan kepercayaan
9) Validasi persepsi pasien.
R/ menentukan keluhan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam
ukkuran dan fungsi dan telah menunjukkan kemunduran. Stroke adalah suatu penyakit
gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena
gangguan pendarahan otak, insiden stroke meningkat secara ekponensial dengan
bertambahnya usia dan 1,25 kali lebih besar pada pria dibandingkan
wanita.kecenderungan pola penyakit neurologi terutama gangguan susunan saraf pusat
tampaknya mengalami peningkatan penyakit akibat gangguan pembuluh darah otak,
akibat kecelakaan serta karena proses degeneratif sistem saraf tampaknya sedang
merabah naik di Indonesia, walaupun belum didapat data secara konkrit mengenai hal ini.
Dengan bertambahnya usia maka permasalahan kesehatan yang sering terjadi
akan semakin kompleks. Salah satu penyakit yang sering dialami oleh lansia adalah
stroke. Usia merupakan fantor resiko yang paling penting bagi semua jenis stroke.

B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar
dapat menelaah dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini sehingga
sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Di samping itu saya juga
mengharapkan saran dan kritik adri para pembaca sehingga kami bisa berorientasi lebih
baik pada makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA

http://imam-14naruto.blogspot.com/2011/05/askep-lansia-dengan-stroke.html

http://mhs.blog.ui.ac.id/fer50/2008/09/17/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-stroke/

Guyton&Hall. Buku ajar fisiologi kedokteran ed 11. Jakarta: EGC. 2007

Price, Sylvia Anderson; Patofisiologi ed.6, vol.1; Jakarta: EGC.2005

Doengoes, Marilynn E; Rencana Asuhan Keperawatan ed.3:Jakarta:EGC; 199

Anda mungkin juga menyukai