KELOMPOK 5
KELAS 3A KEPERAWATAN
IFA FAZIRA
INDRA SAHID
MUJIDA NURSANTI
NADIYAH Z MUSA
RIDWAN M.AL MAHDALL
RISKA HINAYA
WINNY DESTRIA PUTIA
YULIANA
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya
sehingga kami bisa menyelesaikan Asuhan Keperawatan tentang “STROKE PADA LANSIA”.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Terlepas dari segala hal tersebut, saya sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat, tata bahasa maupun isi dari makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk itu saya sangat mengaharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan Asuhan Keperawatan ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................
A. Latar belakang.....................................................................................................................
B. Rumusan masalah................................................................................................................
C. Tujuan..................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………….
A. LANSIA …………………………………………………………………………………
1. Defenisi ………………………………………………………………………………
2. Ciri-Ciri Lansia ………………………………………………………………………
3. Cara Menjaga Hidup Sehat Pada Lansia …………………………………………….
B. STROKE
1. Definisi ………………………………………………………………………….
2. Insiden ………………………………………………………………………….
3. Faktor Resiko …………………………………………………………………..
4. Klasifikasi Stroke ………………………………………………………………
5. Etiologi …………………………………………………………………………
6. Patofisiologi ……………………………………………………………………
7. Manifestasi Klinis ………………………………………………………………
8. Pemeriksaan Diagnosa ………………………………………………………….
9. Pencegahan ……………………………………………………………………..
10. Penatalaksanaan Medis …………………………………………………………
11. Terapi Khusus …………………………………………………………………..
12. Komplikasi ………………………………………………………………………
C. Asuhan Keperawatan ……………………………………………………………………
1. Pengkajian ……………………………………………………………………….
2. Diagnosa …………………………………………………………………………
3. Intervensi ………………………………………………………………………
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam
ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada
beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun .
65 tahun, fan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia
yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah
disebut lanjut usia. Dari 19 juta jiwa penduduk Indonesia 8,5% mengalami stroke yaitu
lansia.
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara
tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan pendarahan otak, insiden stroke
meningkat secara ekponensial dengan bertambahnya usia dan 1,25 kali lebih besar pada
pria dibandingkan wanita.kecenderungan pola penyakit neurologi terutama gangguan
susunan saraf pusat tampaknya mengalami peningkatan penyakit akibat gangguan
pembuluh darah otak, akibat kecelakaan serta karena proses degeneratif sistem saraf
tampaknya sedang merabah naik di Indonesia, walaupun belum didapat data secara
konkrit mengenai hal ini.
Usia harapan hidup di Indonesia kian meningkat sehingga semakin banyak
terdapat lansia. Dengan bertambahnya usia maka permasalahan kesehatan yang sering
terjadi akan semakin kompleks. Salah satu penyakit yang sering dialami oleh lansia
adalah stroke. Usia merupakan fantor resiko yang paling penting bagi semua jenis stroke.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian stroke ?
2. Apa jenis-jenis stroke ?
3. Bagaimana etiologi stroke ?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit stroke ?
5. Apa tanda dan gejala stroke ?
6. Bagaimana menjelasakan prinsip penanganan ?
7. Bagaimana komplikasi dari penyakit stroke ?
8. Bagimana prinsip asuhan keperawatan pada klien dengan kasus stroke baik
hemoragik maupun non-hemoragik ?
C. Tujuan khusus
1. Menjelaskan pengertian stroke.
2. Mampu menyebutkan klasifikasi stroke.
3. Mampu menyebutkan etiologi stroke.
4. Mampu menjelaskan patofisiologi penyakit stroke.
5. Mampu menyebutkan tanda dan gejala stroke.
6. Mampu menjelasakan prinsip penanganan.
7. Mampu menjelaskan komplikasi dari penyakit stroke.
8. Mampu menguraikan prinsip asuhan keperawatan pada klien dengan kasus stroke
baik hemoragik maupun non-hemoragik
BAB II
PEMBAHASAN
A. LANSIA
1. Definisi
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan
dalam ukkuran dan fungsi dan telah menunjukkan kemunduran. Badan kesehatan
dunia (WHO) menetaokan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses
menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia.
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (2003) masa tua
adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2004) mengatakan bahwa setiap orang
yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas,
tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan
pokok bagi kehidupannya sehari-hari.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut usia
merupakan periode di mana seorang individu telah mencapai kemasakan dalam
proses kehidupan, serta telah menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan
dengan waktu, tahapan ini dapat mulai dari usia 55 tahun sampai meninggal.
2. Ciri-Ciri Lansia
Menurut Hurlock (Hurlock, 2004) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia,
yaitu :
a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan
faktor psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia.
Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia.
Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang
rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu
akan lama terjadi.
b. Lanjut usia memiliki status kelompok minoritas
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat
dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan
diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia.
Pendapat-pendapat klise itu seperti : lansia lebih senang mempertahankan
pendapatnya daripada mendengarkan pendapat orang lain.
c. Perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai
mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia
sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan
dari lingkungan.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang
buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.
2. Insiden
Di AS, stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit
jantung dan kanker. Penyakit ini dapat dicegah atau diminimalkan dengan upaya :
tekanan darah tetap terkonrol, tingkatkan kesadaran akan diet yang diperlukan dan
hindari merokok.Beberapa hal yang perlu diketahui bahwa di AS kebanyakan
yang menderita penyakit ini adalah kulit hitam, sering ditemukan pada pria
daripada wanita dan pada umumnya meningkat setelah usia 75 tahun.
3. Faktor Resiko
Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;
a. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses
ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya
thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.
b. Aneurisma pembuluh darah cerebral. Adanya kelainan pembuluh darah
yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di
tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat
menimbulkan perdarahan.
c. Kelainan jantung / penyakit jantung. Paling banyak dijumpai pada pasien
post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan
menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak.
Disamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada
kelainan jantung dan pembuluh darah.
d. Diabetes mellitus (DM). Penderita DM berpotensi mengalami stroke
karena 2 alasan, yaitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga
memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan
microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi
pada pembuluh darah serebral.
e. Usia lanjut. Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah,
termasuk pembuluh darah otak.
f. Polocitemia. Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah
menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.
g. Peningkatan kolesterol (lipid total). Kolesterol tubuh yang tinggi dapat
menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.
h. Obesitas. Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar
kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah,
salah satunya pembuluh drah otak.
i. Perokok. Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh
nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.
4. Klasifikasi Stroke
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan
menjadi :
a. Stroke Hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan
subarachnoidyeng disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya
terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat
istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak
adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
b. Stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus
pembuluh darah otak. umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama
atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan
terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak.
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan
perjalanan penyakitnya, yaitu :
1) TIA’S (Trans IschemicAttack)
Gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam
saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24
jam.
2) Rind (ReversibleIschemic Neurologis Defict)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna
dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.
3) Stroke in Volution
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini
biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.
4) Stroke Komplit
Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau
permanent.
5. Etiologi
a. Trombosis (penyakit trombo – oklusif)
Merupakan penyebab stroke yang paling sering.
Arteriosclerosisselebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis selebral, yang merupakan penyebab umum dari
stroke. Tanda-tanda trombosis selebral bervariasi. Sakit kepala adalah
awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan
kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum
trombosis selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat
mendahului awitanparalysis berat pada beberapa jam atau hari.
Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local
dinding pembuluh darah akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis
ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian
intima arteriasereberi menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel – sel
ototnya menghilang. Lamina elastikainterna robek dan berjumbai,
sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut.
Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang
melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus
tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam
urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna,
vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan
membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan
yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar.
Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali
mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan
membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya
seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
b. Embolisme
Embolisme sereberi termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab
utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan
penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal dari suatu
trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya
adalah perwujudan dari penyakit jantung. Meskipun lebih jarang terjadi,
embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotikus atau
arteria karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme,
tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang
sempit. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah
arteriasereberi media, terutama bagian atas.
c. Perdarahan serebri
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab
utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan
sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial
biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi
di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di
dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan
otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar
perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan
sirkuluswilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah
akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak
yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami
nekrosis. Karena kerja enzim–enzim akan terjadi proses pencairan,
sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan
nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler–kapiler baru sehingga
terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh
serabut–serabut astroglia yang mengalami proliferasi. Perdarahan
subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme.
Kebanyakan aneurisme mengenai sirkuluswilisi. Hipertensi atau gangguan
perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih dari
satu aneurisme.
6. Patofisiologi
a. Stroke non hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak
oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena
berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga
arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi
berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia
akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh
embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis.
Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba
berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologistfokal. Perdarahan otak
dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.
b. Stroke hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke
substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan
komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan
komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan
menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan
herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang
mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan
edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut
menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi
nekrosis jaringan otak.
7. Manifestasi Klinik
Walaupun manifestasi klinik sering tidak dapat diidenrifikasi secara jelas
terutama pada tahap awal, tetapi tanda-tanda yang dapat muncul bila pembuluh
darah mengalami stenosis pembuluh darah utama adalah adanya paralisis yang
berat pada beberapa jam atau hari, termasuk hemiplegia, kehilangan/gangguan
bicara, paresthesia pada bagian tubuh tertentu. Kondisi yang terjadi di atas yang
bersifat sementara disebut TransientIschemicAttacks (TIA), atau manifestasi
klinik yang terjadi secara gradual disebut Stroke in Evolution.
Faktor-faktor yang dapat diidentifikasi yang merupakan petunjuk
terjadinya perdarahan serebral :
a. Nyeri kepala bagian osipital (bagian belakang kepala).
b. Vertigo (pusing) atau sinkop.
c. Gangguan motorik dan sensorik (kesemutan, paresthesia, paralisis).
d. Epistaxis.
e. Perdarahan retina.
Hal yang lain yang dapat diidentifikasi yang terkait dengan stroke yaitu :
Nyeri kepala, muntah, kejang, coma, kaku leher, demam, hipertensi, EKG
abnormal (ST segment memanjang), sclerosis perifer dan pembuluh darah retina,
konfusio, disorinetasi, hambatan memori, dan perubahan status mental lainnya.
Manifestasi klinik bergantung pada lokasi terjadinya perdarahan, gangguan
persarafan, kelemahan atau paralisis, kehilangan refleks sensorik, gangguan
bicara, dan perobahan refleks.
Hemiplegia : akibat kerusakan pada area motorik pada bagian konteks atau
pada traktus piramidal. Perdarahan atau bekuan darah pada otak kanan akan
meyebabkan tubuh pada sisi kiri akan mengalami hemiplegia. Hal ini disebabkan
oleh karena serabut saraf bersilang pada traktus piramidal dari otak menuju ke
sumsum tulang belakang, demikian juga pada area kortikal yang lain yang dapat
menyebabkan menianesthesia, apraxia, agnosia, aphasia.
Otot-otot thoraks dan abdomen biasanya tidak mengalami paralisis sebab
dihubungkan kedua hemisper otak. Apabila otot voluntary mengalami gangguan
maka tidak terjadi keseimbangan antara otot rangka fleksi dan ekstensi sehingga
menyebabkan terjadinya deformitas yang serius.
Aphasia ; kerusakan dalam mempergunakan atau menginterpretasikan
simbol-simbol dasn bahasa. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan pada
korteks serebral. Gangguan pada semua aspek berbahasa seperti bercakap,
membaca, menulis dan memahami bahasa yangdiucapkan.
Dikenal dua macam aphasia , yaitu aphasiasensorik yang berhubungan
dengan pemahaman bahasa, dan aphasia motorik yang berhubungan dengan
produk bercakap-cakap.
Aphasiasensorik termasuk kehilangan kemampuan pemahaman menulis,
menciptakan atau mengucapkan kata-kata, misalnya klien tidak dapat memahami
apa yang dibicarakan. Mendengar bunyi, tetapi tidak mengetahui komunikasi
simbolik yang berhubungan dengan suara. Aphasia motorik, dimana klien dapat
memahami kata-kata, tetapi tidak dapat menguraikan dengan kata-kata.Aphasia
disebabkan oleh adanya lesi patologis yang berhubungan dengan lokasi tertentu
pada korteks. Penyebab utamanya adalah gangguan suplai darah ke otak terutama
yang berhubungan dengan pembuluh darah Middlecerebralartery.
Apraxia : Kondisi dimana klien dapat bergerak pada bagian tubuh yang
mengalami gangguan tetapi tidak berfungsi dengan baik, misalnya berjalan,
berbicara, berpakaian, dimana bagian yang mengalami paralisis tidak dapat
dikoordinasikan.
Visual Change : Adanya lesi pada lobusparietal dan temporal sebagai
akibat perdarahan intraserebral karena terjadinya ruptur dari arterisclerosis atau
hipertsnsi pembuluh darah. Lesi pada bagian otak akan meyebabkan kerusakan
bagian yang berlawanan pada penglihatan. Penurunan kemampuan penglihatan
sering berhubungan dengan hemiplegia.
Agnosia : Gangguan menginterpretasikan objek, misalnya penglihatan,
taktil, atau informasi sensorik lainnya. Klien tidak dapat mengenal objek. Agnosia
bisa visual, pendengaran, atau taktil tetapi tidak sama dengan kebutaan, tuli atau
kehilangan rasa. Kehilangan sensasi misalnya tidak sadar pada posisi lengan,
tidak merasakan adanya bagian tubu tertentu. Klien dengan agnosia penglihatan,
dia melihat objek tetapi tidak mengenal atau atau tidak dapat memberi arti pada
objek.
Dysarthria : Artikulasi yang tidak sempurna yang menyebabkan kesulitan
berbicara. Klien mengenal bahasa tetapi kesulitan mengucapkan kata-kata. Tidak
ada gangguan dalam tata bahasa atau ungkapan atau konstruksi kata. Klien dapat
berkomunikasi secara verbal walaupun mengalami angguan, membaca atau
menulis. Kondisi ini disebabkan akibat disfungsi saraf kranial menyebabkan
kelemahan atau paralisis otot sekitar bibir, lidah dan larynx. Kinesthesia :
gangguan sensasi yang terjadi pada satu sisi tubuh, berupa:
a. Hemianesthesia : Kehilangan sensasi.
b. Paresthesia.
c. Kehilangan sensasi pada oto sendi.
a. kurangnya perhatian.
b. kehilangan memori
c. faktor emosi.
d. tidak mampu berkomunikasi.
Nyeri pada bahu : Terjadi sebagai akibat hambatan mobilitas serta overstreching
otot bahu, serta gerakan yang tidak tepat serta kehilangan ROM (rangeofmotion).
8. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan penunjang diagnostik yang dapat dilakukan adalah :
a. Laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,
kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
b. Sinar X tengkorak untuk menggambarkan perubahan kelenjar
korpengpineal daerah yang berlawanan dari masa yang luas.
c. Ultrasonografi doppler untuk mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah sistem arteri karotisaliran darah dan atau muncul plak) atau
arteriosklerotik.
d. EEG untuk mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak
dan mungkin memperlihatkan darah lesi yang spesifik.
e. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau
infark.
f. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya
struktur otak
g. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas
mengenai pembuluh darah yang terganggu secara spesifik.
9. Pencegahan
Pencegahan utama untuk menghindari risiko adalah pendidikan kesehatan
masyarakat. Mempertahankan berat badan dan kolesterol dalam batas normal, dan
menghindari merokok atau tidak menggunakan oral kontrasepsi.
Pengobatan/mengontrol diabetes, hipertensi dan penyakit jantung. Memberikan
informasi kepada klien sehubungan dengan penyakit yang diderita dengan stroke.
Apabila sudah terserang stroke, dalam situasi ini tujuan adalah mensegah
terjadinya komplikasi sehubungan dengan stroke dan infark yang lebih luas pada
masa yang akan datang. Apabila terjadi immobilitas akan meningkatkan risiko
injury sehubungan dengan paralisis dan aspirasi pada jalan nafas. Pencegahan
lebih lanjut yaitu memonitoring faktor risiko yang dapat diidentifikasi.
12. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998):
a. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama)
Edema serebri: defisit neurologis cenderung memperberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya
menimbulkan kematian. Infarkmiokard: penyebab kematian mendadak
pada stroke stadium awal.
b. Komplikasi Jangka pendek (1-14 hari pertama)
1) Pneumonia: Akibat immobilisasi lama
2) Infarkmiokard
3) Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali
pada saat penderita mulai mobilisasi.
4) Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat.
c. Komplikasi Jangka panjang
Stroke rekuren, infarkmiokard, gangguan vaskular lain: penyakit vascular
perifer. Menurut Smeltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien
stroke yaitu:
1) Hipoksia serebral
Diminimalakan dengan memberikan oksigenasi darah adekuat ke
otak. Fungsi otak tergantung pada ketersediaan O2 yang
dikirimkan ke jaringan. Pemberian O2 suplemen dan
mempertahankan hemoglobin dan hematokrit pada tingkat dapat
diterima akan membantu dalam mempertahankan hemoglobin dan
hematrokit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan adekuat.
2) Aliran darah serebral
Bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan intregitas
pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat ( cairan intravena) harus
menjamin penurunan vikosis darah dan memperbaiki aliran darah
serebral dan potensi meluasnya area cedera.
3) Embolisme serebral
Dapat terjadi setelah infarkmiokard / fibrilasi atrium / dapat berasal
dari katup jantung protestik. Embolisme akan menurunkan aliran
darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral.
Disritmia dapat mengakibtakan curah jantung tidak konsisten dan
penghentian trombul lokal. Selain itu disritmia dapat menyebabkan
embolus serebral dan harus diperbaiki.
C. ASUHAN KEPERAWATAN STROKE
1. Pengkajian
a. Wawancara
Menurut Doengoes (1999:613-614) data dasar pengkajian pasien pada
penderita sroke adalah:
1) Aktifitas atau Istirahat
Gejala : Kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau somnolen)
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonusus, penurunan rentang
gerak
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama/berat, palpitasi, nyeri dada
(angina)
Tanda : Hipertensi otostatik menunjukkan hipovolemia yang
jarang pada penyakit tahap akhir
3) Integritas ego
Gejala : Karakter stress. Contoh : financial, hubungan dsb,
perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada kekuatan
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung,
perubahan kepribadian
4) Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria, abdomen
kembung, diare/konstipasi
Tanda : Perubahan warna kulit, contoh : kuning pekat, coklat,
oliguria dapat menjadi anuria
5) Makanan atau Cairan
Gejala : Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB
(malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah
Tanda : Distensi abdomen/asistes pembesaran hati (tahap akhir),
perubahan turgor kulit/kelembaban, edema umum (tergantung)
ulserasi gusi, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga
6) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, rasa terbakar pada
telapak kaki, kesemutan dan kelemahan khususnya ekstremitas
bawah
Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi,
penurunan tingkat kesadaran
7) Nyeri atau kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki
(memburuk pada malam hari)
Tanda : Gelisah
8) Pernafasan
Gejala : Nafas pendek, dispneunocturnal proksimal, batuk
dengan/tanpa sputum kental dan banyak
Tanda : Takipneu, dispneu, peningkatan frekuensi/kedalaman
(pernafasan kusmaul) batuk produktif dengan sputum merah muda
encer (edema paru)
9) Keamanan
Gejala : Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda : Demam, ptekie, keterbatasan gerak sendi
10) Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilisasi
11) Interaksi social
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga
b. Pengkajian Fisik
Menurut Mensjoer (2000:532), pengkajian fisik yang ditemukan pada
pasien GGK adalah,
1) Umum : malaise
2) Kulit : pucat, mudah lecet dan rapuh
3) Kepala dan leher : lidah kering dan berselaput, vectoruremik
4) Mata : fundushipertensif, mata merah
5) Kardiovaskuler : hipertensi, berlebihan cairan, gagal jantung
6) Pernafasan : edema paru, efusi pleura
7) Gastrointestinal : anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum
8) Perkemihan : nokturia, poliuria, haus, proteinuria
9) Reproduksi : penurunan libido, impotensi amenore
10) Saraf : letargi, malaise, tremor, kejang, koma
11) Sendi : gout, klasifikasi ekstra tulang
12) Tulang : hiperparatiroidisme, defisiensi vitamin D
13) Hematologi : anemia, defisiensi imun, mudah perdarah
c. Pengkajian khusus :
1) Perubahan pada tingkat kesadaran atau responivitas yang
dibuktikan dengan gerakan, menolak terhadap perubahan posisi
dan respon terhadap stimulasi, berorientasi terhadap waktu, tempat
dan orang
2) Ada atau tidaknya gerakan volunteer atau involunter ekstremitas,
tonus otot, postur tubuh, dan posisi kepala.
3) Kekakuan atau flaksiditas leher.
4) Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif, dan reaksi pupil
terhadap cahaya dan posisi okular.
5) Warna wajah dan ekstremitas, suhu dan kelembaban kulit.
6) Kualitas dan frekuensi nadi, pernapasan, gas darah arteri sesuai
indikasi, suhu tubuh dan tekanan arteri.
7) Kemampuan untuk bicara
8) Volume cairan yang diminum dan volume urin yang dikeluarkan
setiap 24 jam.
3. Intervensi Keperawatan
a. Dx1.:
Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit
oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
Dibuktikan oleh :
1) Perubahan tingkat kesadaran , kehilangan memori
2) Perubahan responsensorik / motorik, kegelisahan
3) Defisit sensori , bahasa, intelektual dan emosional
4) Perubahan tanda-tanda vital
Tujuan Pasien / kriteria evaluasi :
1) Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan
fungsi sensori / motorik
2) Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK
3) Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran /
kekambuhan
Intervensi :
1) Monitor dan catat status neurologis secara teratur
R/ melihat penurunan dan peningkatkan saraf.
2) Monitor tanda-tanda vital
R/ menentukan keadaan klien.
3) Evaluasi pupil 9 ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap
cahaya 0.
R/ melihat reaksi dan fungsi
4) Bantu untuk mengubah pandangan , misalnya pandangan kabur,
perubahan lapang pandang / persepsi lapang pandang.
R/ mengurangi penurunan penglihatan.
5) Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien
mengalami gangguan fungsi.
R/ mengurangi penurunan fungsi
6) Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral.
R/ agar tidak kaku
7) Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur
kunjungan sesuai indikasi.
8) R/ Untuk kenyamanan
Kolaborasi :
1) Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi
2) Berikan medikasi sesuai indikasi
3) Antifibrolitik, misal aminocaproicacid ( amicar )
4) Antihipertensi
5) Vasodilator perifer, missalcyclandelate, isoxsuprine.
6) Manitol
b. Dx : 2
Gangguan pemenuhan nutrisi b.dreflek menelan turun, hilang rasa ujung
lidah.
Ditandai dengan:
1) Keluhan masukan makan tidak adekuat
2) Kehilangan sensasi pengecapan
3) Rongga mulut terinflamasi
Kriteria evaluasi :
1) Pasien dapat berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk
merangsang nafsu makan
2) BB stabil
3) Pasien mengungkapkan pemasukan adekuat
Intervensi :
1) Pantau masukan makanan setiap hari.
R/ untuk menentukan intake dan output
2) Ukur BB setiap hari sesuai indikasi.
R/ melihat penuruna BB
3) Dorong pasien untuk makan diit tinggi kalori kaya nutrien sesuai
program.
R/ menjaga keseimbangan BB
4) Kontrol faktor lingkungan (bau, bising), hindari makanan terlalu
manis,berlemak dan pedas. Ciptakan suasana makan yang
menyenangkan.
R/ untuk kenyamanan
5) Identifikasi pasien yang mengalami mual muntah.
R/ melihat output
Kolaborasi:
1) Pemberian anti emetic dengan jadwal regular
2) Vitamin A,D,E dan B6
3) Rujuk ahli diet
4) Pasang /pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan enteral
c. Dx 3 :
Kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan neuromuskular,
ketidakmampuan dalam persespi kognitif
Dibuktikan oleh :
Ketidakmampuan dalam bergerak pada lingkungan fisik :
kelemahan, koordinasi, keterbatasan rentang gerak sendi, penurunan
kekuatan otot.
Tujuan Pasien / kriteria evaluasi ; Tidak ada kontraktur, foot drop.
1) Adanya peningkatan kemampuan fungsi perasaan atau kompensasi
dari bagian tubuh
2) Menampakan kemampuan perilaku / teknik aktivitas sebagaimana
permulaannya
3) Terpeliharanya integritas kulit
Intervensi :
1) Ubah posisi tiap dua jam ( prone, supine, miring ).
R/ mencegah terjadinya dekubitus
2) Mulai latihan aktif / pasif rentang gerak sendi pada semua
ekstremitas.
R/ agar tidak terjadinya kekakuan
3) Topang ekstremitas pada posis fungsional , gunakan footboard
pada saat selama periode paralysisflaksid. Pertahankan kepala
dalam keadaan netral.
R/ kenyamanan klien
4) Evaluasi penggunaan alat bantu pengatur posisi.
R/ untuk kenyamanan
5) Bantu meningkatkan keseimbangan duduk.
R/ untuk kenyamanan
Kolaborasi
1) Konsul ke bagian fisioterapi
2) Bantu dalam meberikan stimulasi elektrik
3) Gunakan bed air atau bed khusus sesuai indikasi
d. Dx 4 :
Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan sirkulasi serebral, gangguan
neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial / mulut, kelemahan umum /
letih.
Ditandai :
1) Gangguan artikulasi
2) Tidak mampu berbicara / disartria
3) ketidakmampuan moduasi wicara , mengenal kata ,
mengidentifikasi objek
4) Ketidakmampuan berbicara atau menulis secara komprehensif.
Tujuan pasien / kriteria evaluasi
1) Pasien mampu memahami problem komunikasi
2) Menentukan metode komunikasi untuk berekspresi
3) Menggunakan sumber bantuan dengan tepat
Intervensi :
1) Bantu menentukan derajat disfungsi.
R/ agar tidak terjadinya disfungsi
2) Sediakan bel khusus jika diperlukan.
R/ mencegah kegawatdaruratan
3) Sediakan metode komunikasi alternative.
R/ kenyamanan
4) Antisipasi dan sediakan kebutuhan pasien
R/ untuk kenyamanan
5) Bicara langsung kepada pasien dengan perlahan dan jelas
R/ terciptanya saling kepercayaan.
6) Bicara dengan nada normal
R/ mencegah terjadinya prasanka buruk dan mengurangi keadaan
Kolaborasi : Konsul dengan ahli terapi wicara
e. Dx 5 :
Perubahan persepsi sensori b.d penerimaan perubahan sensori transmisi,
perpaduan ( trauma / penurunan neurologi), tekanan psikologis
( penyempitan lapangan persepsi disebabkan oleh kecemasan)
Ditandai ;
1) Disorientasi waktu, tempat , orang
2) Perubahan pola tingkah aku
3) Konsentrasi jelek, perubahan proses piker
4) Ketidakmampuan untuk mengatakan letak organ tubuh
5) Perubahan pola komunikasi
6) Ketidakmampuan mengkoordinasi kemampuan motorik.
Tujuan / kriteria hasil :
1) Dapat mempertahakan level kesadaran dan fungsi persepsi pada
level biasanya.
2) Perubahan pengetahuan dan mampu terlibat
3) Mendemonstrasikan perilaku untuk kompensasi
Intervensi :
1) Kaji patologi kondisi individual.
R/ mencegah penurunan kesadaran
2) Evaluasi penurunan visual.
R/ mencegah penurunan kesadaran
3) Lakukan pendekatan dari sisi yang utuh.
R/ agar pasien tidak tersinggung
4) Sederhanakan lingkungan.
R/ untuk kenyamanan dan memepercepat kesembuhan
5) Bantu pemahaman sensori.
R/ mengurangi ketidak reaksi saraf
6) Beri stimulasi terhadap sisa-sisa rasa sentuhan.
R/ mengurangi kematian sel-sel saraf
7) Lindungi psien dari temperatur yang ekstrim.
R/ menjaga kenyamanan
8) Pertahankan kontak mata saat berhubungan.
R/ meningkatkan kepercayaan
9) Validasi persepsi pasien.
R/ menentukan keluhan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam
ukkuran dan fungsi dan telah menunjukkan kemunduran. Stroke adalah suatu penyakit
gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena
gangguan pendarahan otak, insiden stroke meningkat secara ekponensial dengan
bertambahnya usia dan 1,25 kali lebih besar pada pria dibandingkan
wanita.kecenderungan pola penyakit neurologi terutama gangguan susunan saraf pusat
tampaknya mengalami peningkatan penyakit akibat gangguan pembuluh darah otak,
akibat kecelakaan serta karena proses degeneratif sistem saraf tampaknya sedang
merabah naik di Indonesia, walaupun belum didapat data secara konkrit mengenai hal ini.
Dengan bertambahnya usia maka permasalahan kesehatan yang sering terjadi
akan semakin kompleks. Salah satu penyakit yang sering dialami oleh lansia adalah
stroke. Usia merupakan fantor resiko yang paling penting bagi semua jenis stroke.
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar
dapat menelaah dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini sehingga
sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Di samping itu saya juga
mengharapkan saran dan kritik adri para pembaca sehingga kami bisa berorientasi lebih
baik pada makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA
http://imam-14naruto.blogspot.com/2011/05/askep-lansia-dengan-stroke.html
http://mhs.blog.ui.ac.id/fer50/2008/09/17/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-stroke/