(LANJUT USIA)
Dosen Pembimbing:
Agus Diannor, S.Sos.I, M.M
Disusun Oleh:
Kelompok 8
Risma Wati (18.04.06620)
Risma Yulinda (18.04. 06621)
Sakdah (18.04.06625)
Siti Sarah (18.04.06633)
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah, taufik,
dan inayahnya kepada kita semua. Sehingga kita bisa menjalani kehidupan ini
sesuai dengan ridhonya. Syukur Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan
makalah ini sesuai dengan rencana. Makalah ini berjudul “ Tantangan
Menghadapi keagamaan pada Lansia” dengan tujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Psikologi Agama.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW. Yang telah membawa kita dari zaman ke jahiliyah menuju
alam yang terang benderang bercahayakan iman, islam dan ihsan. Selanjutnya
kami mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Agus Diannor, S.Sos.I,
M.M selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Agama, yang telah
membimbing kami. Dan kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan
makalah ini hingga selesai.
Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan makalah
ini terdapat banyak kesalahan di dalamnya. Kami mengharapkan saran dan kritik
yang membangun demi tercapainya kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis umumnya dan khususnya bagi
pembaca.
Kelompok 8
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usia lanjut atau lansia merupakan periode akhir dari seluruh rentang
kehidupan yang identik dengan perubahan yang bersifat menurun dan
merupakan masa kritis. Lansia sering dianggap sebagai kelompok lemah yang
menjadi beban di masyarakat. Masyarakat awam memandang masa lansia
sebagai masa dimana seseorang mengalami penurunan dalam segala aspek,
terutama berkaitan dengan aspek kesehatan dan harapan hidupnya yang
semakin pendek, senantiasa dibayang-bayangi oleh perasaan tak berdaya
dalam menghadapi kematian terlebih lagi jika individu lansia itu kurang
menyadari perjalanan hidupnya kurang mentaati ajaran agamanya.
Pada lansia selain terjadi penurunan kemampuan fisik juga terjadi
penurunan pada psikis. Sejalan dengan penurunan tersebut, maka secara psikis
terjadi berbagai perubahan pula. Perubahan-perubahan gejala psikis pada
lansia ikut mempengaruhi berbagai aspek kejiwaan dan tingkah laku. Aspek
kejiwaan salah satunya berkaitan dengan masalah keagaman seseorang.
Padahal lansia adalah masa kritis untuk mengevaluasi diri dengan meningkatkan
ketaatan beribadah melalui kegiatan keagamaan. Karena hal tersebut perlunya kita
mempelajari mengenani tantangan keaagamaan pada lansia sehingga kita
dapat mengetahui upaya untuk menanganinya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian lansia?
2. Bagaimana perkembangan keagamaan pada lansia?
3. Apa saja tantangan menghadapi keagamaan pada lansia?
1
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian lansia.
2. Mengetahui perkembangan keagamaan pada lansia.
3. Mengetahui jenis-jenis tantangan keagamaan pada lansia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Lansia
Proses penuaan (aging process) dalam perjalanan hidup manusia
merupakan suatu hal yang wajar, dan akan dialami oleh semua orang yang
dikaruniai umur panjang. Menurut teori perkembangan manusia dimulai dari
masa bayi, anak, remaja, dewasa, tua dan akhirnya masuk pada fase usia lanjut
dengan umur 60 tahun dan di atas 60 tahun.
Lanjut usia adalah tahap terakhir perkembangan pada kehidupan manusia
yang dimulai dari usia 60 tahun hingga hampir mencapai 120 atau 125 tahun.
Adapun lanjut usia diklasifikasikan menjadi; lansia awal (65 hingga 74 tahun),
1
lansia menengah (75 tahun atau lebih), dan lansia akhir (85 tahun atau lebih).
Menurut Depkes RI, (2000) lanjut usia atau yang disingkat lansia adalah
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. Pengelompokkan lansia
berdasarkan Departemen Kesehatan RI (2003) meliputi: kelompok usia
prasenilis/virilitas, (kelompok yang berusia 45-59 tahun).
1
Pipit Festi W, Buku Ajar Lansia “Lanjut Usia, Perspektit dan Masalah, (Surabaya: UM
Surabaya Publishing, 2018), hlm. 5.
2
Ibid.
3
1. Kelompok lanjut usia adalah kelompok yang berusia 60 tahun atau
lebih.
2. Kelompok lanjut usia dengan resiko tinggi adalah kelompok yang
berusia 70 tahun atau lebih, atau kelompok yang berusia atau lebih
dengan masalah kesehatan.
Sedangkan menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), klasifikasi lanjut
usia meliputi:
1. Usia pertengahan (middle age) antara 45-59tahun
2. Lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) antara 75-90 tahun
3
4. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
3
Ibid., hlm. 6.
4
kemampuan sensorik, kamampuan motorik, kemampuan mental, minat
4
personal.
Sedangkan menurut Eriksoon, usia lanjut usia adalah usia memaknai apa
pun yang sudah dilakukan selama masa dewasa awal dan madya. Di sisi lain,
produktivitas lansia mulai menurun, termasuk gairah seksual yang sudah
5
menurun, dikarenakan menurunnya fungsi-fungsi organ dan mental lansia.
Hal ini membuat lansia menggunakan agama sebagai alat untuk memaknai
kehidupan pasca produktif dan menggunakan agama untuk mengisi aktivitas
kesehariannya. Oleh karena itu, agama pada orang lansia meningkat
dibandingkan agama pada masa dewasa awal dan madya.
Di sisi lain, asumsi umum mengatakan bahwa orang lansia semakin
mendekati akhir kehidupan. Agama-agama mengajarkan mengenai kehidupan
setelah kematian. Sehingga, kematian menjadi fenomena yang sangat
diperhatikan bagi setiap manusia, terutama orang lansia yang menganggap
dirinya sudah mendekati kematian. Kondisi kematian bisa membuat seseorang
menjadi cemas. Dalam psikologi, dikenal death healty (kecemasan terhadap
kematian).
Agama mengajarkan kehidupan setelah kematian beserta berbagai cara
untuk mempersiapkannya agar mencapai kebahagian di alam setelah
kematian. Agama dijadikan coping untuk menurunkan kecemasan setelah
kematian. Maka dari itu, kecemasan menghadapi kematian ini memiliki
korelasi negatif dengan religiositas. Semakin tinggi religiositas seseorang,
maka semakin rendah kecemasan menghadapi kematian. Sebaliknya,semakin
rendah religiositas seseorang, maka semakin tinggi kecemasan menghadapi
kematian.
Dalam hal ini, kita bisa memahami bersama bahwa orang yang tua akan
lebih memperkuat masalah agama dikarenakan menurunnya imunitas atau pun
4
Ahmad Saifuddin, Psikologi Agama Implementasi Psikologi untuk Memahami Perilaku
Beragama, (Jakarta Timur: Devisi dan Pranadamedia Group, 2019), hlm. 112.
5
Ibid., hlm. 13.
5
gairah dalam diri sebagaiman yang telah disebutkan tadi. Selain itu, samakin
tua sesorang, maka semakin besar potensi mereka dalam memikirkan
kematian. Menurut kami hal ini memang benar, sebagaimana yang kami temui
seorang nenek pernah berkata begini "Saya tidak ingin memikirkan apa-apa
lagi. Saya sudah tua dan saya sekarang hanya perlu banyak berbuat baik dan
memperbanyak amal. Karena usia saya sudah menjelang magrib menuju isya’.
Maka, hal ini sesuai dengan pemaparan dari materi yang kami tangkap tadi.
Namun sebenarnya, kecenderungan lansia memikirkan kamatian juga bisa
berdapak buruk bagi mereka hal ini dikarenakan meningkatnya kecemasan.
6
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV Darus Sunnah, 2014)
hlm. 414.
6
terlihat mempengaruhi keberadaan manusia usia lanjut. Penurunan pada fisik
bisaanya ditandai dengan bahu membungkuk dan tampak mengecil, perut
membesar dan tampak membuncit, pinggul tampak menggendor dan tampak
lebih besar, garis pinggang melebar, hidung menjulur lemas, bentuk mulut
akan berubah karena hilangnya gigi, mata kelihatan pudar, dagu berlipat dua
atau tiga, kulit berkerut dan kering, rambut menipis dan menjadi putih.
Sedangkan secara psikologis, ciri-ciri penurunannya adalah kesepian, duka
cita (Breavement), depresi, gangguan cemas, parafrenia, dan sindroma
7
diogenes. Banyaknya penurunan-penurunan ini kemudian masyarakat
menganggap lansia itu lemah dan membebankan. Akhirnya tidak sedikit
diantara mereka membawa bapak atau ibunya yang lanjut usia ke panti jompo
baik yang berada dibawah naungan dinas sosial maupun swasta.
Perawatan terhadap lansia sejatinya dilakukan oleh anak-anak, bukan ke
pada bidan atau panti asuhan, termasuk panti jompo. Perlakuan terhadap orang
tua menurut Islam, berawal dari rumah tangga. Allah menyebutkan
pemeliharaan secara khusus orang tua yang telah lanjut usia dengan
memerintahkan kepada anak-anak mereka untuk memperlakukan anak-anak
mereka dengan penuh kasih sayang, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala , yang artinya:
“Jika salah seorang diantara mereka kedua atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam peliharaanmu, maka sesekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”
8
(QS. Al-Isra: 23).
Al-Qur’an telah menuntut agar seorang anak berbuat baik kepada kedua
orang tuanya. Tanpa ada perilaku yang membuat mereka terluka. Sebagaimana
yang telah diperintahkam oleh Nabi. Terkadang orang yang sudah lanjut usia
7
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 97.
8
Muhammad Nasib Ar Rifa’i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,
Penerjemah Syihabuddin (Jakarta: Gema Insanu Press, 1999) hlm. 47.
7
sedikit bawel atau bahkan agak bawel dari biasanya. Mengapa? Karena
mereka kembali selayaknya seperti anak kecil.
Dalam kondisi sebagaimana di atas, agama dapat difungsikan dan
diperankan sebagai penyelamat. Sebab, melalui pengalaman ajaran agama,
lansia merasa memperoleh tempat bergantung. Menurut ajaran agama,
perlakuan terhadap lansia harus dilakukan dengan seteliti dan setelaten
mungkin.
Setiap orang yang memasuki usia lanjut memiliki gangguan psikologis dan
spiritual dalam hidupnya. Hal itu wajar terjadi terutama bagi orang yang
kurang siap menghadapi perubahan kehidupan. Indikator gangguan psikologis
9
menurut BKKBN sebagai berikut:
9
Mei Fitriani, Problem Psikospiritual Lansia dan Solusinya dengan Bimbingan
Penyuluhan Islam, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 36, No.1 Juni 2016, hlm. 78-79.
8
Sikap dan emosi tersebut hanya bisa diatasi dengan melakukan introspeksi
diri dan mawas diri sekaligus mendekatkan diri kepada Tuhan. Dunia ini
adalah tempat hidup dan mengabdikan diri sebagai bekal hidup yang lebih
abadi diakhirat. Upayanya yaitu dengan mengendalikan emosi dan
berusaha melakukan pendekatan diri kepada Tuhan.
10
Ibid., hlm. 80.
9
5. Tidak mampu untuk mengalami transenden, meminta untuk bertemu
pemimpin agama, perubahan mendadak dalam praktek keagamaan,
tidak mampu introspeksidan mengalami penderitaan tanpa harapan.
11
Dulhadi, Konseling Keagamaan Bagi Lanjut Usia (Lansia), Jurnal Dakwah, Vol. 11,
No. 22 tahun 2017, hlm. 114.
10
tersebut. Kurangnya pemahaman terhadap agama akan berdampak
buruk untuk keagamaan pada lansia itu sendiri.
11
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
12
DAFTAR PUSTAKA
13