Anda di halaman 1dari 14

PERUBAHAN SPRITUAL YANG LAZIM

TERJADI PADA PROSES MENUA

DISUSUN OLEH:
Kelompok IVA (Keperawatan Gerontik

1. Khatlyn Theopani Dongoran (032019025)


2. Agustina Tambunan (032019030)
3. Dicky Fauzi Sitepu (032019045)

STIKes SANTA ELISABETH MEDAN


TA. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan berkat-
Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan tugas kami ini yang berjudul “PERUBAHAN
SPRITUAL YANG LAZIM TERJADI PADA PROSES MENUA”.dengan baik tepat
pada waktunya.Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing
yang telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses
penyusunan tugas kami ini.

Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang penyusunan tugas
kami ini, namun kami menyadari bahwa di dalam tugas yang telah kami susun ini masih
terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga kami mengharapkan saran serta
masukan dari para pembaca demi tersusunnya tugas tugas kami di waktu yang akan datang.
Akhir kata, kami berharap agar tugas kami ini bisa memberikan banyak manfaat kepada para
pembaca.Terimakasih.

Medan, 18 Agustus 2022

Kelompok 4A
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2 Tujuan Umum................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Khusus................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN TEORITIS


2.1 Perubahan spiritual yang lazim terjadi pada proses
menua……………………..2

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………… 14
3.2 Saran………………………………………………………………………….. 14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses penuaan (aging process) dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal
yang wajar, dan akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai umur panjang. Menurut
teori perkembangan manusia di mulai dari masa bayi, anak, remaja, dewasa, tua dan
akhirnya masuk pada fase usia lanjut dengan umur 60 tahun dan di atas 60 tahun (Mei
Fitriani,2016).
Menurut Webster17, spiritual berasal dari kata “spiritus” yang artinya nafas dan kata
kerjanya “spirare” yang berarti untuk bernafas. Spiritualitas merupakan kebangkitan atau
pencerahan diri dalam mencapai tujuan dan makna hidup. Menurut Hasan18, spiritualitas
merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang
dalam pengertian yang lebih luas spirit dapat diartikan; 1. Kekuatan kosmis yang
memberi kekuatan kepada manusia (yunani kuno); 2. Mahluk immaterial seperti peri,
hantu dan sebagainya; 3. Sifat kesadaran, kemauan, dan kepandaian dalam alam
menyeluruh; 4. Jiwa luhur dalam alam yang bersifat mengetahui semuanya, mempunyai
akhlak tinggi, menguasai keindahaan,dan abadi; 5. Dalam agama mendekati kesadaran
agama; 6. Hal yang terkandung minuman keras dan menyebabkan mabuk. Konsep
spiritual memiliki arti yang berbeda dengan konsep religius. Banyak yang tidak dapat
membedakan kedua konsep tersebut karena menemui kesulitan dalam memahami
keduanya. Kedua hal tersebut memang sering digunakan secara bersamaan dan saling
berhubungan satu sama lain. Konsep religius bisaanya berkaitan dengan pelaksanaan
suatu kegiatan atau proses melakukan suatu tindakan. Konsep religius merupakan suatu
sistem penyatuan yang spesifik mengenai praktik yang berkaitan bentuk ibadah tertentu.

1.2 Tujuan Umum


Makalah ini dimasukkan sebagai pedoman, agar mahasiswa, dosen dan masyarakat
mengetahui tentang perubahan-perubahan spiritual yang lazim terjadi pada proses menua.
.

1.3 Tujuan Khusus


Secara garis besar, masalah yang kami rumuskan adalah sebagai berikut.
1. Mampu mengetahui pengertian usia lanjut dan proses menua.
2. Mampu memahami perubahan-perubahan spiritual yang terjadi pada proses menua.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Menua

Lanjut usia (Lansia) merupakan tahap akhir dari siklus hidup manusia yang tidak
dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu yang berusia panjang. Pada tahap
ini akan terjadi perubahan atau penurunan struktur dan fungsi seluruh sistem dalam tubuh
yang disebut dengan proses degeneratif, yang akan menimbulkan terjadinya berbagai
masalah kesehatan baik masalah fisik, psikologis, maupun sosial (Miller, 2004).
Lanjut usia merupakan suatu kondisi yang berlangsung dalam kehidupan manusia.
Lanjut usia ialah sesi terakhir dari siklus kehidupan manusia dan juga bagian dari proses
dalam kehidupan, setiap orang tidak bisa menghindarinya (Muhith A & Siyoto S, 2016).
Undang-Undang Republik Indonesia no 13 tahun 1998 yang menjelaskan tentang
kesejahteraan lansia, lansia adalah seseorang yang telah berumur 60 tahun ataupun lebih
(Kemenkes RI, 2016).(Annisa et al., 2021)
Menurut WHO (2009) masa lanjut usia terbagi menjadi empat golongan diantaranya
middle age (pertengahan usia 45-59 tahun), elderly (masa lanjut usia 60-74 tahun), old
(masa lanjut usia tua 75-90 tahun) dan very old (usia lebih dari samadengan 90 tahun),
berdasarkan keterangan diatas dapat dikatakan lanjut usia adalah seseorang yang
memiliki usia diatas 60 tahun. (Fitria & Mulyana, 2021).

2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Spiritual Lansia


Dalam kesiapannya menghadapi kematian, terdapat enam faktor yang mempengaruhi
kesehatan spiritualitas pada lansia, diantaranya; makna hidup, konsep agama dan ketuhanan,
interaksi sosial, konsep sehat dan sakit, kesehatan spiritualitas dan kematian.
1. Makna hidup
Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap benar, penting, berharga serta bernilai
karena mampu memberikan nilai tersendiri bagi kehidupan seseorang yang dapat dijadikan
tujuan hidup. Seseorang yang berhasil mencapai kebermaknaan hidup tidak akan
menyesali kehidupannya karena penuh makna, berharga dan memiliki tujuan
yang mulia (Bastaman, 2007). Bastman (2007) juga menyatakan bahwa ketika seseorang
memiliki hidup yang bermakna maka akan membuat dirinya menghayati hidup dengan
menunjukan semangat dan gairah hidup, serta menjauhkan diri dari perasaan hampa dan
ketidakbergunaan. Apabila tujuan hidup tercapai maka kehidupan akan terasa berguna dan
bermakna yang menimbulkan perasaan bahagia dan berharga. Hal ini selaras dengan hasil
penelitian Ananda Dkk, bahwa lansia yang tinggal dirumah maupun di panti menyatakan
bahwa tujuan hidupnya adalah untuk keluarga dengan mendoakan anak serta cucunya.
Disamping itu, sebagian lansia yang lain memaknai hidup dengan beranggapan bahwa
mereka adalah utusan sang pencipta.
2. Konsep Agama dan Ketuhanan
Penelitian yang dilakukan oleh Ananda Dkk, menyatakan bahwa semuam
lansia yang berada dirumah maupun dipanti percaya terhadap adanya tuhan dan rajin
dalam melaksankan ibadah. Adanya keyakinan akan keberadaan tuhan ini membuat
lansia selalu hidup bersyukur dari apa yang telah diberikan oleh tuhan dalam keadaan
apapun, sehingga syukur yang dipanjatkan oleh mereka menimbulkan perasaan
tenang, nyaman, dan senang didalam diri mereka, yang didukung oleh pendapat dari
Fowler (1981, dalam Kozier, 2004) yaitu, keimanan dapat dimiliki oleh orang orang
yang beragama maupun tidak beragama. Seseorang yang jika didalam hidupnya
mengingat tuhan maka hidupnya akan tentram (Al-Isawi, 2005).
3. Interaksi Sosial
Interaksi sosial yang dilakukan oleh lansia meliputi hubungan lansia oleh
keluarga, tetangga dan sesama teman. Pada penelitian Ananda Dkk (2017) Semua
lansia yang berada dirumah menyatakan bahwa hubungannya dengan keluarga,
tetangga hingga ke teman sesamanya memiliki hubungan yang baik, sedangkan bagi
lansia yang tinggal dipanti memiliki keterbatasan akan hal itu, sebagian besar lansia
yang berada di panti menyatakan bahwa hubungan dengan keluarganya memiliki
hubungan yang baik tetapi ada juga yang mengalami permasalahan sehingga lansia
menjadi terlantar dan di pantikan. Hubungan dengan tetangga yang ada dipanti lain
pun tidak begitu diketahui karena lansia memiliki keterbatasan oleh kondisi fisiknya
atau tidak tahunya jalan didaerah panti berada, dan hubungan lansia dengan teman
sesamanya dipanti juga memiliki hubungan baik hanya saja terkadang mengalami
sedikit cekcok dengan teman yang lain mengenai permasalahan kecil. Dari penelitian
tersebut dapat dilihat bahwa adanya interaksi sosial bagi lansia membuat kebutuhan
bersosialisasi lansia terjaga, yang didukung oleh pernyataan yang dikemukakan oleh
Setiti (2007) bahwa kebutuhan sosial merupakan kebutuhan lansia yang dapat
mempengaruhi emosional lansia sehingga hal ini sangat mempengaruhi kesehatan
spiritualitas pada lansia yang manfaatnya lansia mendapatkan kepuasan bersosialisasi
dimasa akhir hidupnya dan berpengaruh dalam kesiapannya dalam menghadapi
kematian.
4. Konsep Sehat dan Sakit
Pengertian Sehat Dan Sakit

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ananda Dkk, menyatakan bahwa semua


lansia yang berada di rumah maupun di panti mengartikan pengertian dari sehat
adalah tidak merasakan sakit atau tidak merasanya adanya gangguan. Sehingga sehat
didefinisikan sebagai keadaan tubuh yang kuat dan tidak lemah. Sedangkan, menurut
lansia yang berada dirumah ataupun di panti mengartikan sakit sebagai suatu kondisi
bagi tubuh mereka yang mengalami perubahan , tidak bisa tidur, tidak nafsu makan
dan tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasanya. Hal ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Solita (2007) yaitu sakit adalah konsep psikologis yang berkaitan
dengan perasaan, persepsi atau pengalaman subjektif seseorang mengenai gangguan
yang dialami oleh tubuh.
Konsep sehat dan sakit ini mempengaruhi kesehatan spiritualitas pada lansia
dikarenakan ketika lansia dalam keadaan sehat lanisa dapat melakukan aktivitas yang
mereka inginkan terkait dengan spiritualitasnya tetapi lain hal jika lansia mengalami
sakit maka semua kegiatan akan terbatas termasuk beribadah dan bersosialisasi, atau
melakukan aktivitas bermanfaat lainnya sehingga hal ini yang mempengaruhi
kesehatan spiritualitas lansia dalam menghadapi kematian.
Penurunan Fungsi Fisik
Penelitian yang dilakukan Ananda Dkk menyatakan bahwa lansia yang
berada dirumah ataupun dipanti memberikan respon bahwa mereka menerima adanya
penurunan fungsi fisik, namun sebagian lainnya tidak menerima kenyataan tersebut.
Adanya penurunan fungsi fisik yang dialami oleh para lansia didukung oleh
pernyataan yang dikemukakan oleh Nugroho (2008) bahwa seseorang yang
mengalami masa penuaan akan mengalami penurunan dan kemunduran fungsi fisik,
misalnya dengan terganggunya pendengaran serta penglihatan , atau gerakan yang
lambat dan juga postur tubuh yang tidak lagi proporsional.
5. Kesejahteraan dan Spiritualitas
Pada penelitian Ananda Dkk, semua lansia yang memberikan respon mengerti
arti kata dari mengasihi. Mereka memahami kasih adalah tindakan yang dilakukan
walaupun orang lain tidak melakukan tindakan yang serupa. Hal ini menunjukan
bahwa perilaku tersebut menggambarkan adanya spiritualitas yang baik pada lansia
yang tentunya sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Tischler (2002)
yaitu spiritualitas adalah suatu hal yang berhubungan dengan perilaku individu
dengan adanya sikap terbuka, memberi dan penuh kasih. Selain itu, seperti yang
dikemukakan oleh Notoadmodjo (2003) bahwa Spiritualitas yang sehat tercermin dari
cara seseorang mengekspresikan rasa syukur, pujian atau penyembahan kepada
Tuhan, serta perbuatan baik kepada sesama yang sesuai dengan norma yang ada di
masyarakat.
6. Kematian
Menurut Ross dan Polio dalam Belsky (1997) kematian adalah cara agar
manusia bisa dekat dan bertemu dengan Tuhannya serta orang orang yang dikasihi
yang telah meninggal dahulu. Berdasarkan penelitian Ananda Dkk, seluruh partisipan
lansia yang memberikan respon mengenai pemahaman akan kematian memahami
bahwa kematian adalah terpisahnya jiwa dan raga, selain itu ada juga yang
menyatakan bahwa kematian adalah jalan menuju surga, pernyataan yang diutarakan
oleh lansia sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Chusairi (Dalam
Wijaya dan Safitri,2015) yaitu kematian dipandang sebagai sesuatu yang tak terelakan
dan bisa terjadi kapapun, dimanapun yang menimbulkan munculnya rasa cemas pada
seseorang. Lansia dalam konsep kematian yang merasa cemas dilatarbelakangi
dengan mereka yang memiliki pengalaman kehilangan semasa hidupnya , sehingga
timbulnya rasa siap tidak siap nya dalam menghadapi kematian menjadi hal yang
sering dialami baik oleh lansia maupun pada usia dewasa awal. Kesiapan lansia dalam
menghadapi kematian dipengaruhi oleh usia dan faktor faktor lainnya, yang didukung
oleh pernyataan Nelson dan Nelson (dalam Lahey, 2003) bahwa variable usia sangat
mempengaruhi kesiapan diri seseorang dalam menghadapi situasi tertentu, pada lansia
ketakutan pada kematian memiliki sedikit rasa takut dibandingkan dengan usia
dewasa awal, selain itu adanya kematian memberikan pemikiran bagi lansia untuk
siap bahwa kematian tidak dapat ditolak. Terkait dengan ketidaksiapan lansia dalam
menghadapi kematian dilatarbelakangi oleh perbuatan mereka di masa lalu maupun
keinginan mereka yang ingin terus bersama dengan keluarganya yang sejalan dengan
pernyataan yang dikemukakan oleh Hasan (2006) yaitu kekhawatiran mereka
terhadap kematian mereka khawatir tidak bisa lagi berkempul dengan keluarga yang
mereka cintai saat di dunia. (Fitria & Mulyana, 2021)

2.3 Perubahan spiritual Yang Lazim Terjadi Pada Lansia

Spiritual merupakan aspek yang didalamnya mencakup aspek-aspek yang


lain, yaitu fisik, psikologi dan sosial. Spiritualitas merupakan hubungan yang
memiliki dua dimensi, yaitu antara dirinya, orang lain dan lingkungannya, serta
dirinya dengan Tuhannya (Hamid, 2009). Spiritualitas merupakan hubungan
yang memiliki dimensi- dimensi yang berupaya menjaga keharmonisan dan
keselarasan dengan dunia luar, menghadapi stres emosional, penyakit fisik dan
kematian (Hamid, 2009). Spiritualitas lansia yang sehat dapat membantu lansia
dalam menjalani kehidupan dan mempersiapkan dirinya dalam menghadapi
kematian. (Naftali et al., 2017)
Spiritual merupakan suatu dimensi kesejahteraan bagi lansia yang dapat
mengurangi beragai permasalahan minsalnya stress dan kecemasana, selain itu
juga dapat mempertahan keberadaan diri sendiri dan tujuan dalam kehidupan
(Lubis, V. H, Novianti, & Peters M.S, 2020). (Annisa et al., 2021)
Secara khusus kesehatan spiritual merupakan kemampuan seseorang dalam
upaya menjaga keharmonisan hubungannya dengan diri sendiri, orang lain dan
tuhannya. Kesehatan spiritual yang baik dapat membantu lansia dalam
menghadapi kenyataan, berpartisipasi, meningkatkan self esteem dan dapat
menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari (Potter & Perry,
2009).(Fitria & Mulyana, 2021)
Perubahan spiritual yang lazim terjadi pada proses menua
1. Mendekatkan diri kepada Tuhan YME
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati et al (2015) yang
menjelaskan bahwa kebutuhan spiritual yang tinggi pada lansia dapat dikarenakan
lansia yang sudah tua memiliki pemikiran yang matang untuk berfikir sehingga dalam
menghadapi kematian seringkali banyak lansia yang mendekati diri kepada Tuhan
YME
2. Lebih menjaga keharmonisan hubungan dengan orang lain
Secara khusus kesehatan spiritual merupakan kemampuan seseorang
dalam upaya menjaga keharmonisan hubungannya dengan diri sendiri, orang
lain dan tuhannya. Kesehatan spiritual yang baik dapat membantu lansia
dalam menghadapi kenyataan, berpartisipasi, meningkatkan self esteem dan
dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari (Potter
& Perry, 2009).(Fitria & Mulyana, 2021).
Menurut Hungelmann et al (1985) yang dikutip pada buku yang ditulis oleh Potter
dan Perry pada tahun 2005 menyatakan kesehatan spiritual atau kesejahteraan adalah
rasa keharmonisan saling kedekatan antara diri dengan orang lain, alam, dan dengan
kehidupan yang tertinggi (Potter & Perry, 2005). Bagi lansia yang tingkat spiritualnya
tidak baik menunjukkan tujuan hidup yang kurang baik, rasa tidak berharga, tidak
dicintai, dan rasa takut mati. Dan yang lansia tingkat spiritualnya baik,ia tidak takut
akan kematian dan lebih mampu untuk menerima kehidupan (Hamid, 2009).
(Widyastuti, 2017).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati et al (2015) Pada lansia


kegiatan spiritual tidak hanya berhubungan dengan kegiatan ibadah namun juga
berhubungan dengan Tuhan, Manusia dan alam sekitarnya. Tingkat spiritual yang
kebutuhannya terpenuhi maka lansia akan merasa bahwa kehidupannya masih berarti
dan masih dapat berproduksi dengan baik sehingga hal tersebut mempengaruhi
kualitas hidup lansia. Hal ini juga didukung oleh pendapat menurut Cahyono (2013)
bila individu bertumbuh dan sudah dewasa maka pengalaman serta pengetahuan
spiritual mengalami perkembangan hal ini dikarenakan spiritual berkaitan dengan
kehidupan dalam keseharian seseorang. (Annisa et al., 2021)

Tingkat spiritualitas yang sangat baik kemungkinan didasarkan oleh


bertambahnya umur lansia mengakibatkan perubahan dalam cara hidup seperti
semakin sadar akan kematian, merasa kesepian, terjadi perubahan ekonomi,
mengalami penyakit kronis, kekuatan fisik semakin lemah, terjadi perubahan
mental, ketrampilan, psikomotor berkurang, terjadi perubahan psikososial yaitu
pensiun, kehilangan sumber pendapatan, kehilangan pekerjaan dan kegiatan
sehari-hari, ditinggalkan oleh pasangan dan teman sehingga akan meningkatkan
spiritualitas yang mendukung lansia untuk mentaati ajaran agama sehingga
mendorong untuk meningkatkan kualitas hidup yang baik seperti melakukan
hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang kurang lemak dan garam,
melakukan olahraga ringan, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan serta
menjaga hubungan yang harmonis dalam keluarga.(Sri Setyowati1, Parmadi
Sigit, 2021)
Tingkatan spiritual dapat meningkat melalui pengalaman spiritual dan aktivitas
spiritual yang dilakukan individu sehari- hari. Individu dengan tingkat spiritualnya tinggi
memiliki sikap yang lebih baik, merasa puas dalam menjalani hidup. Melakukan
kegiatan Spiritual dapat meningkatkan spiritualitas pada lansia dengan percaya adanya
Tuhan (Liwarti, 2013). Perkembangan spiritual yang matang akan membantu lansia
untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan, maupun merumuskan arti
dan tujuan keberadaannya dalam kehidupan. Perubahan spiritual merupakan salah satu
parameter yang mempengaruhi kualitas hidup lansia. Pengaruh yang muncul akibat
berbagai perubahan pada lansia tersebut jika tidak teratasi dengan baik cenderung akan
mempengaruhi kesehatan lansia secara menyeluruh. Perlu adanya suatu pelayanan untuk
mengatasi masalah kesehatan pada lansia dan meningkatkan kualitas hidup lansia
(Nugroho, W., 2008). Perbedaan lingkungan tempat tinggal pada lansia menyebabkan
adanya perbedaan pada lingkungan fisik, sosial, ekonomi, psikologis, dan spiritual.
Perbedaan lingkungan tempat tinggal dapat mempengaruhi status kesehatan lansia
(Soejono, dkk., 2009). (Widyastuti, 2017)
2.4 Kasus
Kelompok lanjut usia (lansia) merupakan kelompok dengan populasi rawan penularan
Covid-19 yang memiliki angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Kota Langsa
termasuk dalam zona oranye dalam penularan Covid-19, Sehingga kelompok lansia
memerlukan penanganan khusus terhadap kondisi kesehatan lansia, dan perkembangan
aktivitas keseharian lansia cenderung mengabaikan pencegahan penularan Covid-19.
yaitu tidak mematuhi protokol kesehatan seperti lansia harus selalu berada di rumah,
menjaga jarak, mencuci tangan, memakai masker, makan makanan bergizi. , olahraga
ringan dan lain-lain, namun realita di lapangan lansia cenderung mengabaikannya dengan
alasan kebutuhan spiritual lansia yang semakin meningkat sehingga lansia harus keluar
rumah tanpa protokol kesehatan yang ditetapkan bagi lansia, Kemenkes RI (2020)
Analisis Kasus
Lansia cenderung menghubungkan kondisi pribadinya dengan menghubungkan
kebutuhan spiritualnya dan lansia percaya diri dan semakin dekat dengan Yang Maha
Kuasa semakin tenang menghadapi pandemiKebutuhan spiritual lansia cenderung
meningkat sesuai dengan tingkat usia, dan aktivitas yang berhubungan dengan
spiritualitas pada lansia terbukti mempengaruhi kesehatan lansia karena lansia cenderung
sejahtera secara spiritual, namun karena alasan tersebut, lansia mengabaikan protokol
kesehatan lansia terhadap Covid-19, karena lansia harus aktif di luar rumah sehubungan
dengan meningkatnya kebutuhan akan spiritualitas, Spiritualitas merupakan faktor
terpenting yang membentuk struktur, makna dalam diri manusia, perilaku dan
pengalamannya Spiritualitas memberi individu energi yang mereka butuhkan untuk
menemukan diri mereka sendiri, untuk beradaptasi dengan situasi sulit, dan untuk
menjaga kesehatan. Energi yang bersumber dari spiritualitas membantu klien merasa
sehat dan membantu menentukan pilihan sepanjang hidup dan saat pandemi merupakan
momen terpenting untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang menjadi kunci untuk
berpikir secara spiritual bahwa semua penyakit baik sehat maupun sakit semuanya berasal
dari Tuhan, Ross & Miles (2020).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Lanjut usia merupakan suatu kondisi yang berlangsung dalam kehidupan manusia.
Lanjut usia ialah sesi terakhir dari siklus kehidupan manusia dan juga bagian dari proses
dalam kehidupan, setiap orang tidak bisa menghindarinya (Muhith A & Siyoto S,2016).
Menurut WHO (2009) masa lanjut usia terbagi menjadi empat golongan diantaranya
middle age (pertengahan usia 45-59 tahun), elderly (masa lanjut usia 60-74 tahun), old (masa
lanjut usia tua 75-90 tahun) dan very old (usia lebih dari samadengan 90 tahun), berdasarkan
keterangan diatas dapat dikatakan lanjut usia adalah seseorang yang memiliki usia diatas 60
tahun. (Fitria & Mulyana, 2021). semakin baik spiritual lansia maka semakin rendah tingkat
depresi, kecemasan, serta masalah lainnya sehingga hal tersebut memberikan dampak atau
pengaruh yang positif pada diri lansia salah satunya bisa berpengaruh terhadap kualitas
hidupnya, dengan kebutuhan spiritual yang baik dapat membuat lansia merasakan kehidupan
yang lebih bermakna, merasakan hal-hal positif yang bisa dilakukan, serta adanya dukungan
keluarga dalam memenuhi kebutuhan spiritual lansia maka akan dapat membantu lansia
merasakan masih ada yang memperhatikan dan peduli terhadap dirinya.
DAFTAR PUSTAKA

Annisa, E., Herman, & Pramana, Y. (2021). Kebutuhan Spiritual Dengan Kualitas Hidup
Pada Lanjut Usia : Literature Review. Junrnal ProNers, July, 1–12.
Fitria, & Mulyana, N. (2021). Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Spiritualitas Lansia
dalam Kesiapan Menghadapi Kematian. Jurnal Pekerjaan Sosial, 4(1), 79–86.
Naftali, A. R., Ranimpi, Y. Y., & Anwar, M. A. (2017). Kesehatan Spiritual dan Kesiapan
Lansia dalam Menghadapi Kematian. Buletin Psikologi, 25(2), 124–135.
https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.28992
Sri Setyowati1, Parmadi Sigit, R. I. M. (2021). Spiritual Berhubngan Dengan Kesepian Pada
Lanjut Usia. Jurnal Ilmiah Keperawatan Jiwa, 4(9), 67–78.
Widyastuti, R. H. (2017). Perbedaan Pengalaman Spiritual Sehari-Hari Pada Lansia Di Panti
Wreda Dan Di Masyarakat. Jurnal Keperawatan Komunitas, 2(2), 64–69.

Anda mungkin juga menyukai