Anda di halaman 1dari 27

KEPERAWATAN GERONTIK

PERUBAHAN SPIRITUAL PADA LANSIA

Disusun oleh :
Tingkat II Reguler 3/ Kelompok 4 :
Irni Savera (1814401121)
Syerina Aprilia (1814401129)
Erwin (1814401143)

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat TuhanYang Maha Kuasa atas anugerah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah dari mata kuliah Keperawatan
gerontik ini dengan judul “Perubahan spiritual pada lansia”.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas
pengetahuan para mahasiswa khususnya penulis.
Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun makalah ini dengan baik, namun
penulis menyadari bahwa memiliki keterbatasan dan kekurangan sebagai manusia biasa.
Oleh karena itu, jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik penulisan
maupun dari isi makalah, maka penulis memohon maaf dan kritik serta saran dari Dosen
pengajar bahkan semua pembaca sangat diharapkan oleh penulis untuk dapat
menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kita bersama. Harapan ini
dapat bermanfaat bagi kita sekalian.Terimakasih.

Bandar Lampung, 25 Juli 2020

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .....................................................................................ii

Daftar Isi ................................................................................................. iii

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang .................................................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................2

C. Tujuan ..............................................................................................2

BAB II Pembahasan

A. Pengertian ...........................................................................................5

B. Karakteristik Spiritual ......................................................................6

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Spiritual……………………….8

D. Kebutuhan spiritual lansia ........................................................ 9

E. PerkembanganSpiritual pada Lansia ............................................. 10

F. Religiositas ................................................................................... 11

G. Kesejahteraan Spiritualitas ........................................................... 12

H. Integritasi .......................................................................................... .12

I. Kehilangan Versus Harapan .......................................................................................................................................................14

J. Peran Keperawatan dalam Spiritualitas ...................................... 15

K. Ekspresi Kebutuhan Spiritual Dan Maladaptif ........................... 18

BAB III Penutup

A. Simpulan ....................................................................................................................................................................22

B. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . 22

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 23

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa tua merupakan masa paling akhir dari siklus kehidupan


manusia, dalam masa-masa ini akan terjadi proses penuaan atau aging
yang merupakan suatu proses dari perubahan aspek seperti biologis,
psikososial, spiritual, dan kultural.

Spiritual berkaitan dengan aspek kepercayaan manusia terhadap


kekuasaan Sang Pencipta, meyakini wujud ciptaanNya berupa alam
semesta beserta isinya. Seperti halnya dengan keyakinan dalam agama
maka spiritual dan agama tidak dapat dipisahkan karena keduanya
mempengaruhi kehidupan manusia.

Spritualitas pada lansia bersifat universal, intrinsik, dan merupakan


proses individual yang berkembang sepanjang rentan kehidupan. Karena
aliran siklus kehidupan terdapat pada kehidupan lansia, keseimbangan
hidup tersebut dipertahankan sebagai efek positif harapan dari
kehilangan tersebut. Lansia yang telah mempelajari cara menghadapi
perubahan hidup melalui mekanisme keimanan akhirnya akan
dihadapkan pada tantangan akhir, yaitu kematian. Harapan
memungkinkan individu dengan keimanan spiritual atau religius untuk
bersiap menghadapi krisis kehilangan dalam hidup samapai kematian.

Perkembangan spiritual yang matang akan membantu lansia


berperan aktif dalam kehidupan, maupun merumuskan arti dan tujuan
keberadaannya di dunia/kehidupan. Rasa percaya diri dan cinta mampu
membina integritas personal dan merasa dirinya berharga, merasakan
kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan, serta mampu
mengembangkan hubungan antara manusia yang positif (Graha Cendikia,
2009).

4
Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai perubahan
yang terjadi pada lansia dari aspek spiritual. Kebutuhan spiritual pada
usia lanjut adalah memenuhi kenyamanan, mempertahankan fungsi
tubuh dan membantu menghadapi kematian dengan tenang dan damai.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari spiritual?
2. Apa karakteristik dari spiritual?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual?
4. Apa saja kebutuhan spiritual lansia ?
5. Bagaimana perkembangan spiritual pada lansia?
6. Bagaimana religiositas yang terjadi pada lansia?
7. Bagaimana kesejahteraan spiritual yang terjadi pada lansia?
8. Bagaimana intregitasi yang terjadi pada lansia?
9. Bagaimana kehilangan versus harapan yang terjadi pada lansia?
10. Bagaimana peran Keperawatan dalam Spiritualitas bagi lansia?
11. Bagaimana ekspresi kebutuhan spiritual dan maladaptive ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Komunitas II dengan sub bab Peubahan yang terjadi pada lansia dari
aspekpital
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari spiritual.
b. Untuk mengetahui karakteristik dari spiritual.
c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual.
d. Untuk mengetahui kebutuhan spiritual lansia
e. Untuk mengetahui dan memahami perkembangan spiritual
pada lansia.
f. Untuk mengetahui dan memahami religiositas yang terjadi pada

5
lansia.
g. Untuk mengetahui dan memahami kesejahteraan spiritual yang terjadi pada
lansia.
h. Untuk mengetahui dan memahami intregitasi yang terjadi pada lansia.
i. Untuk mengetahui dan memahami kehilangan versus harapan yang terjadi
pada lansia.
j. Untuk mengetahui dan memahami peran keperawatan dalam
spiritualitas bagi lansia.
k. Untuk mengetahui ekspresi kebutuhan spiritual dan maladaptif

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorang manusia
dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal usul. Kebutuhan dasar
tersebut meliputi kebutuhan fisiologis keamanan dan keselamatan, cinta kasih,
dihargaidan aktualitas diri. Aktualitas diri merupakan sebuah tahapan spiritual
seseorang, dimana berlimpah dengan kreativitas , intuisi, keceriaan, suka cita,
kasih saying, kedamaian, toleransi, kerendahan hati serta memiliki tujuan hidup
yang jelas.
Beberapa istilah yang membantu dalam pemahaman tentang spiritual
adalah rasa keharmonisan saling kedekatan antara diri dengan orang lain, alam
dan lingkungan yang tertinggi. Ketidakseimbangan spiritual (Spirituality
Disequilibrium) adalah sebuah kekacauan jiwa yang terjadi ketika kepercayaan
yang dipegang teguh tergoncang hebat. Kekacauan ini seringkali muncul ketika
penyakit yang mengancam hidup berhasil didiagnosis (Taylor, 2002 dikutip dari
Young, 2007).
Aspek spiritual meliputi 3 komponen dasar yaitu: spiritual (keyakinan
spiritual), kepercayaan dan agama.
1. Spiritual, merupakan keyakinan dalam hubungannya dengan yang maha kuasa
dan maha pencipta dan percaya pada Allah atau Tuhan yang maha pencipta.
2. Kepercayaan, mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau
seseorang, juga dapat dikatakan upaya seseorang untuk memahami tempat
seseorang dalam kehidupan atau dapat dikatakan bagai mana seseorang melihat
dinnya dalam hubungannya dengan lingkungan.
3. Agama, merupakan suatu system ibadah yang terorganisir atau teratur,
mempunyai keyakinan sentral, ritual dan praktik yang biasanya berhubungan
dengan kemaflan, perkawinan dan keselamatan dan mempunyai aturan-aturan
tertentu yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dalam memberikan
keputusan bagi yang menjankannya.

7
B. Karakteristik Spiritual

Terdapat beberapa karakteristik Spiritual yang meliputi:

1. Hubungan dengan diri sendiri

Merupakan kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan


diri yaitu siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap yang
menyangkut kepercayaan pada diri-sendiri, percaya pada kehidupan atau masa
depan, ketenangan pikiran, serta keselarasan dengan diri-sendiri. Kekuatan yang
timbul dari diri seseorang membantunya menyadari makna dan tujuan hidupnya,
diantaranya memandang pengalaman hidupnya sebagai pengalaman yang
positif, kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang
semakin jelas. Kepercayaan (Faith). Menurut Fowler dan keen kepercayaan
bersifat universal, dimana merupakan penerimaan individu terhadap kebenaran
yang tidak dapat dibuktikan dengan pikiran yang logis. Kepercayaan dapat
memberikan arti hidup dan kekuatan bagi individu ketika mengalami kesulitan
atau stress. Mempunyai kepercayaan berarti mempunyai komitmen terhadap
sesuatu atau seseorang sehingga dapat memahami kehidupan manusia dengan
wawasan yang lebih luas.

8
Harapan (Hope). Harapan berhubungan dengan ketidakpastian dalam hidup dan
merupakan suatu proses interpersonal yang terbina melalui hubungan saling
percaya dengan orang lain, termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat penting bagi
individu untuk mempertahankan hidup, tanpa harapan banyak orang menjadi
depresi dan lebih cenderung terkena penyakit.

Makna atau arti dalam hidup (Meaning of live). Perasaan mengetahui makna
hidup, yang kadang diidentikan dengan perasaan dekat dengan Tuhan ,
merasakan hidup sebagai suatu pengalaman yang positif seperti membicarakan
tentang situasi yang nyata, membuat hidup lebih terarah, penuh harapan tentang
masa depan, merasa mencintai dan dicintai oleh orang lain. (Puchalski, 2004).

2. Hubungan dengan orang lain


Hubungan ini terbagi atas harmonis dan tidak harmonisnya hubungan dengan
orang lain. Keadaan harmonis meliputi pembagian waktu, pengetahuan dan
sumber secara timbal balik, mengasuh anak, mengasuh orang tua dan orang yang
sakit, serta meyakini kehidupan dan kematian. Sedangkan kondisi yang tidak
harmonis mencakup konflik dengan orang lain dan resolusi yang menimbulkan
ketidakharmonisan dan friksi, serta keterbatasan asosiasi.
Hubungan dengan orang lain lahir dari kebutuhan akan keadilan dan
kebaikan, menghargai kelemahan dan kepekaan orang lain, rasa takut akan
kesepian, keinginan dihargai dan diperhatikan, dan lain sebagainya. Dengan
demikian apabila seseorang mengalami kekurangan ataupun mengalami stres,
maka orang lain dapat memberi bantuan psikologis dan sosial.
Maaf dan pengampunan (forgiveness). Menyadari kemampuan untuk
menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri seperti marah,
mengingkari, rasa bersalah, malu, bingung, meyakini bahwa Tuhan sedang
menghukum serta mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari
suatu kejadian atau penderitaan. Dengan pengampunan, seorang individu dapat
meningkatkan koping terhadap stres, cemas, depresi dan tekanan emosional,
penyakit fisik serta meningkatkan perilaku sehat dan perasaan damai.
Cinta kasih dan dukungan sosial (Love and social support). Keinginan
untuk menjalin dan mengembangkan hubungan antar manusia yang positif

9
melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta kasih. Teman dan keluarga dekat
dapat memberikan bantuan dan dukungan emosional untuk melawan banyak
penyakit. Seseorang yang mempunyai pengalaman cinta kasih dan dukungan
sosial yang kuat cenderung untuk menentang perilaku tidak sehat dan
melindungi individu dari penyakit jantung.

3. Hubungan dengan alam

Harmoni merupakan gambaran hubungan seseorang dengan alam yang


meliputi pengetahuan tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan
berkomunikasi dengan alam serta melindungi alam tersebut.

Rekreasi (Joy). Rekreasi merupakan kebutuhan spiritual seseorang dalam


menumbuhkan keyakinan, rahmat, rasa terima kasih, harapan dan cinta kasih.
Dengan rekreasi seseorang dapat menyelaraskan antara jasmani dan rohani
sehingga timbul perasaan kesenangan dan kepuasaan dalam pemenuhan hal-hal
yang dianggap penting dalam hidup seperti nonton televisi, dengar musik,
olahraga dan lain-lain. Kedamaian (Peace). Kedamaian merupakan keadilan,
rasa kasihan dan kesatuan. Dengan kedamaian seseorang akan merasa lebih
tenang dan dapat meningkatkan status kesehatan.

4. Hubungan dengan Tuhan

Meliputi agama maupun tidak agamais. Keadaan ini menyangkut


sembahyang dan berdoa, keikutsertaan dalam kegiatan ibadah, perlengkapan
keagamaan, serta bersatu dengan alam.

Dapat disimpulkan bahwa seseorang terpenuhi kebutuhan Spiritual apabila


mampu merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di
dunia/kehidupan, mengembangkan arti penderitaan serta meyakini hikmah dari
satu kejadian atau penderitaan, menjalin hubungan yang positif dan dinamis,
membina integritas personal dan merasa diri berharga, merasakan kehidupan
yang terarah terlihat melalui harapan dan mengembangkan hubungan antar

10
manusia yang positif.

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Spiritual

Menurut Taylor dan Craven & Hirnle dalam Hamid, faktor penting yang
dapat mempengaruhi Spiritual seseorang adalah:

1. Tahap perkembangan

Spiritual berhubungan dengan kekuasaan non material, seseorang harus


memiliki beberapa kemampuan berfikir abstrak sebelum mulai mengerti spiritual
dan menggali suatu hubungan dengan yang Maha Kuasa. Hal ini bukan berarti
bahwa Spiritual tidak memiliki makna bagi seseorang.

2. Peranan keluarga penting dalam perkembangan Spiritual individu

Tidak begitu banyak yang diajarkan keluarga tentang Tuhan dan agama, tapi
individu belajar tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari tingkah laku
keluarganya. Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan
dunia pertama dimana individu mempunyai pandangan, pengalaman tehadap
dunia yang diwarnai oleh pengalaman dengan keluarganya.

3. Latar belakang etnik dan budaya

Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial
budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual
keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai
moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan
keagamaan.

4. Pengalaman hidup sebelumnya

11
Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi
Spiritual sesorang dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang
mengartikan secara spiritual pengalaman tersebut. Peristiwa dalam kehidupan
seseorang dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada
manusia menguji imannya.

5. Krisis dan perubahan

Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalam spiritual seseorang. Krisis


sering dialami ketika seseorang menghadadapi penyakit, penderitaan, proses
penuaan, kehilangan dan bahkan kematian, khususnya pada pasien dengan
penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk. Perubahan dalam
kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual
yang bersifat fiskal dan emosional.

6. Terpisah dari ikatan spiritual

Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu
merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial.
Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, antara lain tidak dapat menghadiri
acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan
keluarga atau teman dekat yang bisa memberikan dukungan setiap saat
diinginkan.

7. Isu moral terkait dengan terapi

Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan


untuk menunjukan kebesaran-Nya, walaupun ada juga agama yang menolak
intervensi pengobatan.

D. Kebutuhan Spiritual Lansia


12
Perkembangan spiritual yang matang akan membantu lansia untuk
menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan, serta merumuskan arti
dan tujuan keberadaannya di dunia. Rasa percaya diri dan perasaan berharga
terhadap dirinya akan mampu membuat lansia merasakan kehidupan yang
terarah, hal ini dapat dilihat melalui harapan, serta kemampuan mengembangkan
hubungan antara manusia yang positif.28 Manusia adalah manusia ciptaan Tuhan,
sebagai pribadi yang utuh dan unik, seseorang memiliki aspek bio–psiko–sosio-
kultural dan spiritual. Kebutuhan spiritual pada lansia tersebut dipengaruhi oleh
berbagai faktor, salah satunya adalah faktor usia yang sudah mulai renta dan
kondisi tidak aktif karena sudah tidak bekerja.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
spiritual lansia adalah dengan melibatkan peran keluarga sebagai orang terdekat,
diharapkan keluarga mampu untuk mencurahkan segala perhatiannya bagi
kesejahteraan lansia, khususnya kesejahteraan spiritual mereka. Kebutuhan
spiritual pada usia lanjut adalah kebutuhan untuk memenuhi kenyamanan,
mempertahankan fungsi tubuh dan membantu untuk menghadapi kematian
dengan tenang dan damai. Lingkup asuhannya berupa preventif dan caring.
Preventif merupakan upaya yang dilakukan dengan mengadakan penyegaran dan
pengajian. Caring merupakan suatu upaya yang dilakukan dalam kegiatan
spiritual lansia untuk saling belajar menerima keadaan, dan memberikan
dukungan, spirit untuk bisa menerima ketika menghadapi kematian. Kebutuhan
keperawatan gerontik adalah memperoleh kesehatan optimal, memelihara
kesehatan, menerima kondisinya dan menghadapi ajal.

E. Perkembangan Spiritual pada Lansia

Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu


untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk
mengerti nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi muda. Perasaan
kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain
(saudara, sahabat)menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan
filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk
menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga
13
serta lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak
atau dihindarkan.

Spiritualitas sering digunakan secara sinonim dengan agama atau


religiositas tetapi secara aktual dapat dibedakan dari hal tersebut. Spiritualitas
berhubungan dengan keyakinan internal seseorang dan pengalaman pribadi
dengan tuhan, sedangkan agama hanya satu cara untuk mengepresikan aspek
dari dalam keyakinan pribadi seseorang. Agama atau religiositas lebih
berhubungan dengan ibadah, praktik komunitas, dan perilaku eksternal.
Kebutuhan spiritual dapat dipenuhi dengan tindakan-tindakan keagamaan
seperti berdoa atau pengakuan dosa, tetapi banyak dari kebutuhan-kebutuhan
tersebut yang dipenuhi hanya dengan hubungan antar-manusia. Spritualitas
mencakup religiositas, tetapi religiositas tidak perlu mencakup spiritualitas.

F. Religiositas

Religiositas adalah “derajat dan jenis ekspresi dan partisipasi religious dari
lansia”. Sejumlah indicator religiositas telah ditentukan dari penelitian:
kehadiran di tempat ibadah, berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan,
mengetahui tentang ibadah dan teologi, beribadah, membaca itab suci, dan
melakukan kebaktian.

Kebutuhan religious dan spiritualitas dari lansia dalam salah satu studi
adalah “kebutuhan akan kesempatan untuk beribadah sesuai dengan agama saya
sendiri, terutama di hari minggu” dan “kebutuhan akan sumber-sumber untuk
mempertahankan dan memenuhi kebutuhan kehidupan pribadi saya kitab suci,
buku, catatan, tape dan program tv”. Palmore menekankan bahwa tempat ibadah
adalah “satu-satunya institusi komunitas yang paling pervasive yang dimiliki
lansia.

Di masyarakat yang mencakup lebih dari 1200 kelompok agama yang


berbeda dan berbagai subkelompok dan sekte yang tidak terhitung banyaknya,
perawat harus mendapatkan informasi dasar tentang kelompok agama yang
terbesar di wilayah mereka. Meskipun terdapat berbagai perbedaan antar
14
kelompok agama tersebut, tetapi di antaranya memiliki beberapa persamaan.
Enam karakteristik umum persamaan tersebut mencakup dasar otoritas atau
kekuatan, kitab suci yang sacral, kode etik yang mendefinisikan benar dan
salah, identitas kelompok, aspirasi atau harapn, dan pandangan tentang apa
yang terjadi setelah kematian. Sebagian besar agama juga memiliki rasa hormat
terhadap lansia.

Perhatian gereja terhadap kebutuhan lansia semakin berkembang. Lima


puluh dua layanan yang berbeda yang diberikan oleh berbagai gereja telah
diidentifikasi. Empat peran utama gereja adalah memberikan program
keagamaan, pelayanan pastoral, dan layanan sosial serta panduan pasif tentang
lembaga layanan. Akhirnya, tempat ibadah menjadi komunitas yang peduli
ketika lansia banyak membutuhkannya. Stcinitz mengindikasikan bahwa untuk
kebanyakan orang, tempat ibadah menjdi keluarga wali, yang terdiri dari ibu,
ayah, saudara perempuan dan saudara laki-laki dari segala usia. Tempat ibadah
menjadi kelompok pendukung yang tidak sama dengan kelompok pendukung
lainnya di masyarakat. Laporan dari National Interfaith Coalition on Aging
(NICA) lebih lanjut lagi menekankan bahwa afurmasi lansia terhadap kehidupan
sangat berakar pada partisipasi mereka dalam komunitas keagamaan.
Persahabatan di komunitas meningkatkan penerimaan akan masa lalu,
kegembiraan akan masa kini, dan harapan akan pemenuhan masa depan.

G. Kesejahteraan spiritual

Kesejahteraan spiritual meyerap dan mengikat bagian-bagian komponen


seseorang untuk menjadi makhluk yang utuh. Hal tersebut mencakup aspek-
aspek artkepuasan spitual. Perkembangan White House Conference on aging
1971, NICA. Pada tahun 1972, mendefinisikan kesejahteraan spiritual sebagai
“penguatan hidup dalam suatu hubungan dengan tuhan diri sendiri, komunitas
dan lingkungan yang memelihara dan menghargai keutuhan.

Kahn mengeksplorasi hubungan dengan tuhan sebagai seorang yang


merawat yang tidak hanya mendukung pertumbuhan masa muda tetapi juga
sepanjang kehidupan. Ia menunjukkan bahwa arti memelihara dari bahasa

15
yahudi kuno adalah “bapa pemelihara” dan merujuk pada konotasi spiritual dari
kebapaan dalam kitab Mazmur 91: “Dia yang duduk dalam lindungan yang
maha kuasa”. Sifat memelihara pertumbuhan ini berperan dalam perkembangan
yang berkelanjutan sejalan dengan nilai dan makna seseorang tanpa
memperhatikan usia kronologis. Kahn menganjurkan tata cara membantu lansia
mengenal bahwa mereka masih dapat melakukan suatu pencapaian, bahwa
maturitas sudah diperkuat, dan bahwa kedamaian akhir sudah dipastikan.

H. Integritasi

Kebutuhan untuk memandang seseorang dari perspektif holistic yang tidak


hanya berfokus pada penyakit tertentu merupakan hal yang sangat penting
karena lansia mengalami kehilangan berbagai aspek kesehatanyya, miliknya,
kemampuannya, dan perannya. Kehilangan fungsi tubuh dan kapasitas mental
sering tidak diseimbangkan oleh pencapaian sosial dan spiritual. Tubuh, pikiran,
dan jiwa seseorang dapat di ambil alih oleh penyakit kronis. Demografik
menunjukan bahwa kebanyakan lansia menderita sedikitnya satu penyakit
kronis dan bahwa banyak di antaranya yang menderita lebih dari satu. Angka
pasti depresi, ansietas, alkoholisme, dan bunuh diri yang terjadi bersamaan
belum didokumentasikan, tetapi banyak terjadi di kalangan lansia dengan
berbagai ketidakmampuan fisik. Berduka, nyeri, dan control kehilangan kendali
mempengaruhi integritas pribadi lansia. Dampak ini dapat dinetralisir atau
kehilangan dengan kehidupan spiritual yang kuat. Frankl menemukan kekuatan
pribadi yang memungkinkannya menemukan tujuan dan berhasil bertahan hidup
dalam hukuman penjara di kam konsentarasi Nazi, banyak lansia yang
memperoleh kekuatan dari keyakinan mereka pada saat mereka menemukan
makna penderitaan.

Maslow menyebutkan dua tingkat hierarki yang tertinggi pencapaian harga


diri dan aktualisasi diri, yang menekankan pada pengkayaan, fleksibilitas adptif,
kreatifitas, dan pola hidup yang dapat di terima. Gould menjelaskan tentang
informasi kehidupan akhir yang muncul dari perubahan-perubahan kehidupan
pribadi. Pembentukan konseptualisai menyatakan secara tidak langsung bahwa
keberhasilan penyelesaian tahap dan tugas-tugas yang lebih awal berperan pada

16
keberhasilan tahap akhir. Dapat disimpulkan bahwa setiap orang berkembang
melewati tahap-tahap perkembangan dengan caranya sendiri, dan karenanya
mencapai integritas merupakan hal yang unik bagi orang tersebut.

Dalam kaitannya dalam praktik keagamaan dan minat spiritual, seseorang


yang aktif dalam keagamaan pada saat masih muda cenderung akan lebih
religious pada kehidupan akhirnya. Tanpa memperhatikan awal mulainya
kereligiusan tersebut, nilai-nilai tersebut akan melekat dan lebih muncul
kepermukaan pada usia tua. Mereka yang tidak pernah menjalankan atau yang
secara aktif menolak pengalaman keagamaan cenderung kurang menganggap
agama sebagai penghiburan dan dukungan pada usia tua. Brennan dan Missine
menentukan bahwa agama merupakan salah satu dari tiga hal terpenting bagi
lansia yang mereka survei. Studi mereka tampaknya mendukung pandangan
bahwa religiositas atau kurangnya religiositas akan berkembang seumur hidup.

I. Kehilangan Versus Harapan

Konsep kehilangan masuk kedalam proses penuaan, sejalan dengan


penurunan kumulatif dalam hal mental, fisik, dan sosial. Kehilangan adalah satu
kata yang paling menyimpulkan masalah-masalah usia tua, yang meliputi
kehilangan pekerjaan, waktu, harga diri, martabat pribadi, kesehatan fisik,
kontak sosial, peran, pendapatan, barang, ketajaman mental, energi, dan
kehilangan kehidupan itu sendiri yang tidak dapat dihindari.

Kehilangan dinyatakan sebagai deprivasi yang berkaitan dengan status masa


lalu, sekalipun intensitas kehilangan tersebut bergantung pada sistem nilai
seseorang. Jika frekuensi dan intensitas kehilangan semakin cepat, maka orang
tersebut akan kurang mampu beradaptasi dan berintergrasi, yang oleh karena
itu, membahayakan kesehatan mental dan fisiknya. Garret mengidentifikasi
pengruh pada kemampuan seseorang yang sedang berduka untuk melakukan
koping sejalan dengan bertambahnya usia, pengalaman negative terdahulu
terhadap kehilangan, kurangnya metode koping preventif, keterbatasan
penggunaan sistem pendukung, ketidakmampuan mempertahankan kendali,
penurunan status kesehatan mental dan fisik, dan kurangnya keyakinan pada
kekuatan yang lebih besar daripada dirinya sendiri. Sikap seseorang terhadap
17
semua kehilangan tersebut memengaruhi kualitas seorang lansia.

Efek kumulatif dari kehilangan seumur hidup, setelah usia 75 tahun, dialami
sebagai ketidakberhargaan dan pengabaian. Kerapuhan akan meningkat jika
lansia kekurangan keterampilan interpersonal, motivasi, kekuatan spiritual,
kontak sosial yang bermakna, keuangan yang adekuat, atau persepsi postif
tentang kesehatan. Burnside menganjurkan pengguanaan strategi dan dukungan
“loss-facing” untuk meningkatkan kesejehteraan. Konsep negative kehilangan
digambarkan pada sebagai beikut:

Penyeimbang konsep kehilangan adalah konsep yang lain: harapan. Harapan


menghilangkan potensi efek katastrofik dari kehilangan kumulatif pada lansia.
Harapan, sebagai suatu pemenuhan ekspektasi, mengatasi kehilangan yang tidak
dapat dihindari yang terakumulasi dari masa kanak- kanak. Harapan adalah
antisipasi peningkatan status atau terlepas dari perasaan terjebak. Hal tersebut
berdasar pada keyakinan akan sesuatu yang mungkin terjadi, dukungan dari
orang yang berarti, rasa sejahtera, kemampuan koping secara menyeluruh, dan
tujuan hidup. Harapan merupakan kekuatan motivasi, memberi energy yang
dapat memindahkan lansia keluar dari kehilangan yang kacau balau ketingkatan
fungsi yang lebih tinggi. Hickey menggunakan istilah memungkinkan harapan
untuk menggambarkan peran perawat dalam merawat pasien kanker. Beriman
kepada Tuhan memberi alasan bagi lansia untuk hidup dan berharap, selama
mereka mau berusaha untuk mencapainya.

Harapan adalah karakteristik esensial dari tahapan intregitas Erickson yang


terakhir. Harapan, sebagai pola integral yang terpenting seumur hidup,
bertindak sebagai pengstabil fungsional pada usia tua. Pada lansia, konsep
kehilangan akan sangat merusak jika menyebabkan kehilangan arti hidup.
Kehilangan arti dan tujuan, dan oleh karena itu kehilangan harapan, merupakan
kehilanagn yang terakhir dalam kehidupan-kehidupan kematian. Dulu, Gibbon
menuliskan, “kegagalan harapan akan mempersuram masa tua.” Kehilangan
tanpa harapan memandamkan cahaya kehidupan. Aspek positif harapan terdapat
pada bagian bawah gambar.

18
J. Peran Keperawatan dalam Spiritualitas

Peran keperawatan dalam meningkatakan spiritualitas lansia harus sangat


nersifat individual, berikut ini beberapa kategori yang banyak terdapat pada
lansia.

1. Pengkaji

Mungkin merupakan fungsi perawat yang terpenting, atau orang lain


yang bekerja sama dengan lansia dalam hal pengkajian. Pengkjian spiritual
mencakup pengumpulan iinformasi tenatng riwayat spiritual dan status saat
ini dan menganalisis signifikansi dari hasil tersebut. Data pengakajian
yang diperoleh dari lansia dan keluarga serta lingkungan memengaruhi
pemberian informasi yang luas tentang kesehatan spiritual. Data yang diperoleh
digunakan sebagai dasar bagi intervensi keperawatan berikutnya. Kebutuhan
pengkajian yang terampil mencakup mendengarkan dengan penuh perhatian,
mengajukan pertnayaan dengan terampil, mengobservasi dnegan penuh
pemikiran dan berpikir kritis.
2. Teman

Sejalan dengan hilangnya kontak sosial lansia, stimulasi mental dan harga
diri mereka juga mengalami penurunan. Mereka membutuhkan seseorang yang
memamhami proses penuaan normal dan proses penyakit di usia lanjut.
Kebutuhan terpenting bagi lansia adalah seseorang merawatnya sebagai

19
individu. Perawat yang mengasuh harus menyediakan waktu untuk lansia,
membiarkan mereka menjadi diri mereka sendiri, dan mengenal nilai mereka
sebagai individu. Mungkin hadiah terbesar dapat diberikan seseorang kepada
lansia adalah waktu. Waktu dapat digunakan untuk berbagi minat, berdoa untuk
mengatasi masalah, membaca materi keagamaan, menertawakan flim kartun
atau duduk tenang bersama mendengarkan musik atau menikmati matahari
terbenam. Kuantitas waktu kurang penting jika dibandingkan dengan kualitas.
Keterampilan yang diperlukan adalah menunjukkan adanya kasih Tuhan,
mendengarkan dengan penuh perhatian, memulai percakapan yang mengarah
pada topik spiritual dan menyediakan diri secara teratur.
3. Advokat

Peran advokasi perawat untuk lansia meliputi mendapatkan sumber-sumber


spiritual berdasarkan latar belakang klien yang unik. Hal tersebut perlu
dilakukan untuk mendukung keinginan klien untuk berpartisipasi dalam layanan
keagamaan dengan mendapatkan transpostasi yang sesuai atau mengatur
pemuka agama setempat untuk berkunjung. Hal tersebut dapat melibatkan
peningkatkan persahabatan dengan lansia lain di tempat beribadah. Pada
beberapa kasus, perawata dapat menjadi penengah antara klien dan teman atau
anggota keluarga yang jauh. Pada saat yang bersamaan perawat dapat
membantu klien dan keluarga menghadapi masalah-masalah etik seperti
euthanasia, kelanjutan pemakaian sistem bantuan hidup, atau bantauan nutrisi
jangka panjang. Hal tersebut dapat mencakup intervensi untuk kepentingan
klien bersama dokternya berkaitan dengan perpanjangan perawatan medis.
Peran advoksi perawat dapat mencakup menulis surat, menelpon, atau
melakukan pendekatan tentang sebab-sebab yang memengaruhi kesejahteraan
klien. Beberapa keterampilan keperawatan khusus mencakup kemampuan untuk
tetap tenang pada saat orang lain kacau, keyakinana bahwa Tuhan akan
membantu pada situasi yang sulit, keinginan untuk meningkatkan konsiliasi,
dan kemampuan untuk mengungkapkan ide secara jelas.
4. Pemberi Asuhan

Perawat sebagai pemberi asuhan merupakan seorang pengakji yang cerdik


yang tidak hanya melakukan pengkajian dasar terhadap status spiritual yang

20
menyeluruh, tetapi terus juga mengkaji klien melalui hubungan. Perawat
menerjemahkan pengkajian difisit spiritual ke dalam intervensi asuhan spiritual
atau kesejejahteraan spiritual dengan memperkuat dukungan spiritual. Perawat
mngetahui bahwa status spiritual memiliki efek kuat pada pemeliharaan
kesehatan juga mencegahan atau pemyembuhan penyakit. Lansia mungkin
memerlukan bantuan khusus untuk mengahdiri layanan keagamaan,
menedengarkan layanan radio atau televisi, menyediakan waktu tenang tanpa
gangguan untuk bermeditasi atau menrerima sakramen, atau melepaskan
kemarahannya terhadap penderitaan yang mereka alami. Keterampilan perawat
meliputi bersifat sensitif terhadap kebutuhan yang tidak terungkapkan,
meningkatkan singkap membantu, mendengarkan adanya tanda-tanda distress
spiritual, dan memberikan perawatan fisik dan spitual secara bersamaan. Hal
tersebut sering kali di rasa sulit bagi pemberi suhan karena kebtuhan fisik
lansia juga dapat begitu luas sehingga hanya sedikit saja waktu atau energy
yang tersisa untuk perawatan spiritual.
5. Manajer Kasus

Perawatan yang bertindak sebagai manajer kasus di area spiritulaitas harus


mengetahui tentang lansia dan komunitas. Manajer kasus yang bekerja dengan
lansia cenderung harus mengkoordinasikan asuhan untuk klien yang rentan
memerlukan bantuan karena usia lanjut, pendapatan rendah, masalah penyakit
yang bermacam-macam, atau keterbatsan sistem pendukung. Seringkali perawat
perlu bernegoisasi dengan anggota keluarga, pemberi asuhan yang lain, atau
lembaga-lemabga yang memberikan bantuan. Keterampilan keperawatan
khusus yang diperlukan mencakup mengelola sumber-sumber yang terbatas
untuk mendapatkan manfaat yang maksimal, mengelola asuhan untuk klien
guna meminimalkan keleihan dan ansietas, meningkatkan penerimaan terhadap
bantuan tanpa menjadi ketergantungan, dan meningkatkan ikatan asal
komunitas agama seseorang.
6. Peneliti

Perawat yang meneliti aspek-aspek spiritual lansia harus menjaga hak-hak


hasasi lansia yang menjadi subjek penelitian. Pertimbangan etik yang relevan
yang terdapat dalam proposal harus di evaluasi dan di jelaskan secara rinci.

21
Jelas terlihat dari bahasan litelatur penelitian dan instrument test yang tersedia
bahwa religiositas merupakan konsep yang lebih mudah untuk dipelajari
daripada spiritualitas. Penyelidikan secara prinsip melibatkan sikap religious
organisasi, sikap religious pribadi, dan korelasi aktifitas religious dengan
kesehatan, pneyesuaian pribadi, dan praktik- praktik lain. Penelitian spiritual di
hambat oleh beberapa faktor. Spiritualitas bersifat temporer dan sulit untuk
didefinisikan. Kerangka kerja konseptual terbebani dengan komponen-
komponen multidisiplin, dan instrument yang valid harus dibuat atau diperbaiki
untuk membantu dalam kuantifikasi. Lebih lanjut lagi, upaya penelitian
spiritualitas belum sepenuhnya di bantu oleh pemeri ntah atau sumber
pendanaan swasta.

K. Ekspresi Kebutuhan Spiritual Adaptif Dan Maladaptif


Kebutuhan Perilaku Adaptif Perilaku Maladaptif
Rasa percaya - Percaya pada diri sendiri dan - Tidak nyaman dengan
kesabaran. kesadaran diri.
- Menerima bahwa yang lain - Mulai tertipu.
akan mampu memenuhi - Tidak mampu utnuk
kebutuhan. terbuka dengan orang lain.
- Percaya pada kehidupan - Merasakan bahwa orang
awalau terasa berat. dan tempat tentang yang
- Keterbukaan terhadap Tuhan. aman.
- Mengarapkan orang tidak
berbuat baik dan tidak
tegantung.
- Ingin kebutuhan terpenuhi
segara, tidak bisa
menunggu.
- Tidak terbuka kepada Tuhan.
- Takut terhadap maksud
tuhan.
Kemampuan - Menerima diri dan orang lain - Merasakan penyesalan

22
memberi maaf dapat berbuat salah. sebagai suatu hubungan.
- Tidak mendakwadan - Merasa tuhan sebagai
berprasangka buruk. penghubung.
- Memandang penyesalan - Tidak mampu menerima diri
sebagai sesuatu yang nyata. sendiri.
- Memaafkan diri sendiri. - Menyalahkan diri dan orang
- Meberi maaf orang lain lain.
- Menerima pengampunan dari - Merasa bahwa maaf hanya
Tuhan. diberikan bedasarkan
- Pandangan yang reaslistis perilaku.
terhadap masa lalu.
Keyakinan - Ketergantungan dengan - Merasa ambivalen dengan
anugrah tuhan. Tuhan.
- Termotivasi utuk tumbuh. - Tidak percaya dengan
- Mampu puas dengan kekuasaan tuhan.
menjelaskan kehidupan - Takut kematian dan
setelah kematian. kehidupan setelah mati.
- Mengekspresikan kebutuhan - Merasa terisolasi dengan
spiritual. kepercayaan masyarakat.
- Merasa pahit, frustasi dan
marah dengan Tuhan, nilai,
keyakinan, dan tujuan hidup
yang tidak jelas.
- Konflik nilai.
- Tidak punya komitmen.
Kebutuhan dan - Mengekspresikan perasaan - Takut untuk tergantung
keterikatan dicintai oleh orang lain dan orang lain.
Tuhan. - Menolak kerja sa=ma
- Mampu menetrima bantuan. dengan tenaga kesehatan.
- Menerima diri sendiri. - Cemas berpisah dengan
- Mencari kebaikan dari orang keluarga.
lain. - Menolak diri, angkuh atau

23
mementingkan diri.
- Tidak percaya bahwa diri
dicintai tuhan, tidak
mempunyai rasa cinta dengn
tuhan.
- Merasa tergantung,
hunungan bersifat magic
dengan Tuhan.
- Merasa jauh dengan Tuhan.
Kretivitas dan - Minta info tentang kondisi. - Mengekspresikan rasa takut
Harapan - Bicara kondisi secara realistik. kehilangan kendali.
- Menggunakan waktu secara - Ekspresi kebosanan.
konstruktif. - Tidak mempunyai visi
- Mencari cara untuk alternatif.
mengekspresikan diri. - Takut terhadap terapi.
- Mencari kenyamanan batin - Putus asa.
darpada fisik. - Tidakl dapat
- Mengekspreikan harapan menolong/menerima diri.
tentang masa depan. - Tidak dapat menikmati
apapun menunda keputusan.
Arti dan Tujuan - Mengeksprikan kepuasan - Ekspresikan tidak ada
hidup. alasan utnuk bertahan
- Menjalankan kehidupan sesuai hidup.
dengan sistem nilai. - Tidak dapat menerima arti
- Menggunakan penderitaan penderitaan yang dialami.
sebagi cara untuk memahami - Mempertanyakan arti
diri sendiri. kehidupan.
- Mengekspreikan arti - Betanya tujuan penyesalan.
kehidupan/kematian. - Penyalahguaan
- Mengekspreikan komitmen dan oabat/alkohol.
orentrasi hidup. - Bercanda tentang hidup
setelah kematian.

24
Bersyukur - Merasa bersyukur. - Mencemaskan yang lalu
- Merasakan anugrah dari tuhan. dan akan datang.
- Merasa harmonis dan utuh. - Berorientasi pada
pencapaian/produktifitas.
- Berpusat pada penyesalan.
- Perfeksionis
- Mencoba lebih keras.

25
BAB III
PENUTUP

a. Simpulan
Spiritualitas sering digunakan secara sinonim dengan agama atau religiositas
tetapi secara aktual dapat dibedakan dari hal tersebut. Spiritualitas berhubungan
dengan keyakinan internal seseorang dan pengalaman pribadi dengan tuhan,
sedangkan agama hanya satu cara untuk mengepresikan aspek dari dalam keyakinan
pribadi seseorang. Agama atau religiositas lebih berhubungan dengan ibadah,
praktik komunitas, dan perilaku eksternal. Kebutuhan spiritual dapat dipenuhi
dengan tindakan-tindakan keagamaan seperti berdoa atau pengakuan dosa, tetapi
banyak dari kebutuhan-kebutuhan tersebut yang dipenuhi hanya dengan hubungan
antar-manusia.

Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk
kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk mengerti
nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi muda. Perasaan kehilangan karena
pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain (saudara, sahabat)
menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofis agama yang
lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi kenyataan,
berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga serta lebih dapat menerima
kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan.

b. Saran

Diharapkan mahasiswa maupun pembaca lebih memahami aspek yang terjadi


pada lansia agar mampu mengaplikasikannya dalam praktik keperawatan dan agar
lebih banyak mencari sumber-sumber dari buku maupun sumber bacaan lainnya.

26
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, Achir Yani. 2000. Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa Teori
dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Puchalski, C. 2004. “Spirituality and health”. Diambil dari http://www.s spirituality


health.com/gr/drop down.cgi? url: % 2 frewsh % 2 fit ems 5 2 fblank/ % 2 fitem 215.
html & x = 22 & y=1. Diakses pada 15 September 2015.

Stanley, Mickey dan patricia gauntlet beare. 2006. Buku ajar keperwatan gerontik.
edisi II. Jakarta: EGC.

Young & Koopsen. 2007. Spritualitas, Kesehatan dan Penyembuhan. Medan: Bina
Media Perintis

27

Anda mungkin juga menyukai