DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK III (3)
PENULIS
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAAN..................................................................................4
A. Pengertian Spritual....................................................................................4
B. Definisi Religiositas.................................................................................5
C. Karakteristik Spiritual Pada Lansia..........................................................6
D. Dimensi Spiritual Pada Lansia..................................................................7
E. Perkembangan Spiritual Pada Lansia........................................................8
F. Konsep Kebutuhan Dasar Spiritual...........................................................8
G. Kesejahteraan Spiritual...........................................................................10
H. Sikap pasien Lansia Sesuai Tingkat Perkembangan Lansia
menghadapi Sakit dan Kematian............................................................11
I. Pendekatan Spiritual Pada Lansia...........................................................12
J. Peran Keperawatan Pada Spiritual..........................................................12
K. Masalah Spiritual Pada Lansia................................................................16
L. Asuhan Keperawatan..............................................................................17
BAB III PENUTUP...........................................................................................24
A. Kesimpulan.............................................................................................24
B. Saran.......................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................26
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa
sehat menjadi rapuh disertai dengan menurunnya cadangan hampir semua
sistem fisisologis dan disertai pula dengan meningkatnya kerentanan
terhadap penyakit dan kematian.Pendapat lain mengatakan bahwa menua
merupakan suatu proses menghilangnya secara berlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri serta mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya,sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
termasuk infeksi dan kemampuan untuk memperbaiki kerusakan yang
diderita (Suryadi, 2003).
Pada lansia terdapat banyak perubahan yang terjadi mencakup
perubahan-perubahan fisik,mental,psikososial,dan perkembangan spiritual.
Perubahan spiritual dijelaskan Murray dan Zenter (1987) lansia makin
matur dalam kehidupan keagamaannya,hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak dalam kehidupan sehari-hari.Perubahan-perubahan yang terjadi
pada lansia memiliki dampak yang mencakup semakin tingginya tingkat
ketergantungan,masalah kesehatan,masalah psikologi mental spiritual dan
lain-lain.(Kuntjoro, 2002).
Secara demografis,berdasarkan sensus penduduk tahun 1971,
jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas sebesar 5,3 juta (4,5%) dari
jumlah penduduk di Indonesia. Selanjutnya pada tahun 1980, jumlah ini
meningkat menjadi 11,3 juta (6,4%). Pada tahun 2000 diperkirakan
meningkat sekitar 15,3 juta (7,4%) dari jumlah penduduk, dan pada tahun
2005 jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi 18,3 juta (8,5%).Dan
pada tahun 2005-2010, jumlah lanjut usia akan sama dengan jumlah balita,
yang sekitar 19,3 juta (9,0%) dari jumlah penduduk.Bahkan pada tahun
2020-2025,Indonesia akan menduduki peringkat negara dan struktur dan
jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC (Republik Rakyat China),
1
India.Amerika Serikat dengan umur harapan hidup diatas 70 tahun. Dan
menurut Biro Pusat Statistik, pada tahun 2005 di Indonesia terdapat
18.238.107 penduduk lansia.Jumlah ini akan meningkat hingga 33 juta
orang lansia 12% dari total penduduk (Wahjudi, 2008).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan spritual?
2. Apa yang dimaksud dengan religiositas?
3. Apa saja karakteristik spiritual pada lansia?
4. Apa saja dimensi spiritual pada lansia?
5. Bagaimana perkembangan spiritual pada lansia?
6. Bagaimana konsep kebutuhan dasar spiritual?
7. Bagaiaman kesejahteraan spiritual?
8. Bagaimana sikap pasien lansia sesuai tingkat perkembangan lansia
menghadapi sakit dan kematian?
9. Apa saja pendekatan spiritual pada lansia?
10. Bagaimana peran keperawatan pada spiritual?
11. Apa saja masalah spiritual pada lansia?
12. Bagaimana asuhan keperawatan spiritual pada lansia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian spritual.
2. Untuk mengetahui pengertian religiositas.
3. Untuk mengetahui karakteristik spiritual pada lansia.
4. Untuk mengetahui dimensi spiritual pada lansia.
5. Untuk mengetahui perkembangan spiritual pada lansia.
6. Untuk mengetahui konsep kebutuhan dasar spiritual.
7. Untuk mengetahui kesejahteraan spiritual.
8. Untuk mengetahui sikap pasien lansia sesuai tingkat perkembangan
lansia menghadapi sakit dan kematian.
2
9. Untuk mengetahui pendekatan spiritual pada lansia.
10. Untuk mengetahui peran keperawatan pada spiritual.
11. Untuk mengetahui masalah spiritual pada lansia.
12. Untuk mengetahui asuhan keperawatan spiritual pada lansia.
3
BAB II
PEMBAHASAAN
A. Pengertian Spritual
Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang
Maha Kuasa dan Maha Pencipta.Spiritual juga disebut sebagai
sesuatu yang dirasakan tentang diri sendiri dan hubungan dengan
orang lain,yang dapat diwujudkan dengan sikap mengasihi orang
lain,baik dan ramah terhadap orang lain,menghormati setiap orang
untuk membuat perasaan senang seseorang.Spiritual adalah
kehidupan,tidak hanya doa,mengenal dan mengakui Tuhan
(Aspiani,2014).Spiritual sebagai suatu yang multidimensi yaitu
dimensi eksitensial dan dimensi agama.Dimensi eksistensial
berfokus pada tujuan dan arti kehidupan,sedangkan dimensi agama
lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha
Kuasa.Spiritual sebagai konsep dua dimensi,dimensi vertikal
sebagai hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang
menuntun kehidupan seseorang,sedangkan dimensi horizontal
adalah hubungan dengan diri sendiri, dengan orang (Bandiyah,
2009).Berdasarkan konsep keperawatan,makna spiritual dapat
dihubungkan dengan kata-kata : makna,harapan,kerukunan,dan
system kepercayaan.Perawat menemukan aspek spiritual tersebut
dalam hubungan dengan seseorang dengan dirinya sendiri,orang
lain dan dengan Tuhan.
Spiritual mencakup hubungan intra,inter,dan transpersonal.
Spiritual juga diartikan sebagai inti dari manusia yang memasuki
dan mempengaruhi kehidupannya dan dimanifestasikan dalam
pemikiran dan perilaku serta dalam hubungannya dengan diri
sendiri,orang lain,alam,dan Tuhan.(Bandiyah,2009) Para ahli
keperawatan menyimpulkan bahwa spiritual merupakan sebuah
konsep yang dapat diterapkan pada seluruh manusia.Spiritual juga
merupakan aspek yang menyatu dan universal bagi semua manusia.
4
Setiap orang memiliki dimensi spiritual.Dimensi ini mengintegrasi,
memotivasi,menggerakkan,dan mempengaruhi seluruh aspek hidup
manusia. (Azizah, 2011).
B. Definisi Religiositas
5
semakin berkembang.Lima puluh dua layanan yang berbeda yang
diberikan oleh berbagai gereja telah diidentifikasi.Empat peran
utama gereja adalah memberikan program keagamaan,pelayanan
pastoral,dan layanan sosial serta panduan pasif tentang lembaga
layanan.Akhirnya,tempat ibadah menjadi komunitas yang peduli
ketik lansia banyak membutuhkannya.Steinitz mengindikasikan
bahwa untuk kebanyakan orang,tempat ibadah menjadi keluarga
wali,yang terdiri dari “ibu”,“ayah”,“saudara perempuan”,dan
“saudara laki-laki” dari segala usia.Tempat ibadah menjadi
kelompok pendukung yang tidak sama dengan kelompok
pendukung lainnya di masyarakat.Laporan dari National Intwefaith
Coalition on Aging (NICA) lebih lanjut lagi menekankan bahwa
afirmasi lansia terhadap kehidupan sangat berakar pada partisipasi
mereka dalam komunitas keagamaan.Persahabatan di komunitas
meningkatkan penerimaan akan masa lalu,kegembiraan akan
masa kini,dan harapan akan pemenuhan masa depan.
C. Karakteristik Spiritual pada Lansia
Adapun karakteristik spiritualitas menurut (Azizah,2011)
meliputi :
6
berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal
balik,mengasuh anak,orang tua dan orang sakit,serta meyakini
kehidupan dan kematian (mengunjungi,melayat dll),dikatakan
tidak harmonis apabila : konflik dengan orang lain,resolusi yang
menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.
7
Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih
banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti
agama dan berusaha untuk mengerti nilai-nilai agama yang
diyakini oleh generasi muda.Perasaan kehilangan karena
pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain
(saudara,sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan mawas
diri.Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering
dapat membantu orang tua untuk menghadapi
kenyataan,berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga
serta lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak
dapat ditolak atau dihindarkan (Azizah,2011).Menurut
(Aspiani,2014) perkembangan spiritual yang terjadi pada lanjut
usia antara lain : 1) agama/kepercayaan semakin terintegrasi dalam
kehidupan;2) lanjut usia makin matur dalam kehidupan
keagamaannya,hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam
sehari-hari,3) Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut
Fowler : universalizing,perkembangan yang dicapai pada tingkat ini
adalah berfikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara
mencintai dan keadilan.
8
secara terus-menerus diulang guna membangkitkan kesadaran
bahwa hidup ini adalah ibadah.
9
8. Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin
tinggi sebagai pribadi yang utuh.Di hadapan Tuhan,derajat atau
kedudukan manusia didasarkan pada tingkat keimanan
seseorang.Apabila seseorang ingin agar derajatnya lebih tinggi
dihadapan Tuhan maka dia senantiasa menjaga dan
meningkatkan keimanannya.
9. Kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan
sesamamanusia.Setiap orang membutuhkan orang lain serta
sumber daya alam untuk membantu kelangsungan hidupnya.
Secara ringkas dapat dinyatakan bahwa seseorang terpenuhi
kebutuhan spiritualnya apabila mampu (Aspiani, 2014):
1. Merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan
keberadaannya di dunia/kehidupan.
2. Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari
suatu kejadian atau penderitaan.
3. Menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan,rasa
percaya dan cinta.Membina integritas personal dan merasa diri
berharga.
4. Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan.
5. Mengembangkan hubungan antar manusia yang positif.
G. Kesejahteraan Spiritual
Kesejahteraan spiritual menyerap dan mengikat bagian-
bagian komponen seseorang untuk menjadi makhluk yang utuh.Hal
tersebut mencakup aspek-aspek aktivitas religious dan spiritual
yang bertujuan untuk menggambarkan status kepuasan
spiritual.Perkembangan White House Conference on Aging
1971,NICA pada tahun 1972 mendefiniskan kesejahteraan spiritual
sebagai “Penguatan hidup dalam suatu hubungan dengan tuhan,diri
sendiri komunitas dan lingkungan yang memelihara dan
menghargai keutuhan” (Bandiyah, 2009).Mengeksplorasi hubungan
dengan tuhan sebagai seorang yang merawat tidak hanya
10
mendukung pertumbuhan masa muda tetapi juga sepanjang
kehidupan.Ia menunjuk bahwa arti memelihara dari Bahasa yahudi
kuno adalah ”bapa memelihara“ dan merujuk pada konotasi
spiritual dari kebapaan.Sifat memelihara pertumbuhan ini berperan
dalam perkembangan yang berkelanjutan sejalan dengan nilai dan
makna seseorang tanpa memperhatikan usia kronologis,tata cara
membantu lansia mengenal bahwa mereka masih dapat melakukan
suara pencapaian bahwa maturitas sudah diperkuat dan bahwa
kedamaian akhir sudah dipastikan. (Bandiyah, 2009).
11
batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang
dianutnya dalam kedaan sakit atau mendeteksi
kematian.Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi pasien
lanjut usia yang menghadapi kematian,(Azizah,2011)
mengemukakan bahwa maut sering kali menggugah rasa
takut.Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam factor,seperti
ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya,adanya rasa sakit dan
kegelisahan kumpul lagi dengan kelurga dan lingkungan
sekitarnya.Dalam menghadapi kematian setiap pasien lanjut usia
akan memberikan reaksi yang berbeda,tergantung dari kepribadian
dan cara dalam mengahadapi hidup ini.Adapun kegelisahan yang
timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga,perawat harus dapat
meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun kelurga tadi di
tinggalkan,masih ada orang lain yang mengurus mereka.Sedangkan
rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut
usia.Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau
kepercayaan seseorang merupakan factor yang penting sekali.Pada
waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk
melapangkan dada pasien lanjut usia.Dengan demikian
pendekatan perawat pada pasien lanjut usia bukan hanya terhadap
fisik saja,melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi
pasien lanjut usia melalui agama mereka.
12
informasi tentang riwayat spiritual dan status saat ini dan
menganalisi signifikansi dari hasil tersebut.Data pengkajian yang
diperoleh dari lansia dan keluarga serta lingkungan
mempengaruhi pemberian informasi yang luas tentang kesehatan
spiritual.Data yang diperoleh digunakan sebagai dasar bagi
intervensi keperawatan berikutnya.
2. Teman
Sejalan dengan hilangnya kontak sosial lansia,stimulasi
mental dan harga diri mereka juga mengalami
penurunan.Mereka membutuhkan seseorang yang memahami
proses penuaan normal dan proses penyakit di usia
lanjut.Kebutuhan terpenting bagi seorang lansia adalah
seseorang merawatnya sebagai individu.Perawat yang mengasuh
harus menyediakan waktu untuk lansia,membiarkan mereka
menjadi diri mereka sendiri dan mengenal nilai mereka sebagai
individu.Waktu dapat digunakan untuk berbagai minat,berdoa
untuk mengatasi masalah,membaca materi keagamaan,atau
duduk mendengarkan music.Kuantitas waktu kurang penting
jika dibandingkan dengan kualitas ketrampilan yang diperlukan
adalah menunjukan adanya kasih sayang Tuhan,memulai
percakapan yang mengarah topik spiritual dan menyediakan diri
secara teratur.
3. Advokat
Peran advokasi perawat untuk lansia meliputi mendapatkan
sumber-sumber spiritual berdasarkan latar belakang pasien yang
unik.Hal tersebut perlu dilakukan untuk mendukung keinginan
pasien untuk berpartisipasi dalam layanan keagamaan dengan
mendapatkan tranportasi yang sesuai atau mengatur pemuka
agama setempat untuk berkunjung.Hal tersebut dapat
melibatkan peningkatan persahabatan dengan lansialain
ditempat ibadah.Pada beberapa kasus,perawat dapat menjadi
13
penengah antara pasien dan teman atauanggota keluarga yang
jauh.Pada saat yang bersamaan perawat dapat membantu pasien
dan keluarga menghadapi masalah-masalah etik seperti
euthanasia,kelanjutan pemakaian sistem bantuan hidup,atau
bantuan nutrisi jangka panjang.Hal tersebut dapat mencakup
intervensi untuk kepentingan pasien bersama dokternya
berkaitan dengan perpanjangan perawatan medis.Peran advokasi
perawat dapat mencakup menulis surat,menelepon,atau
melakukan pendekatan tentang sebab-sebab yang memengaruhi
kesejahteraan pasien.Beberapa ketrampilan keperawatan khusus
mencakup kemampuan untuk tetap tenang pada saat orang
lain kacau,keyakinan bahwa Tuhan akan membantu pada situasi
yang sulit,keinginan untuk meningkatkan rekonsiliasi,dan
kemampuan untuk mengungkapkan ide secarajelas.
4. Pemberi Asuhan
Perawat sebagai pemberi asuhan merupakan seorang
pengkaji yang cerdik yang tidak hanya melakukan pengkajian
dasar terhadap status spiritual yang menyeluruh,tetapi juga terus
mengkaji pasien melalui hubungan.Perawat menerjemahkan
pengkajian defisit spiritual kedalam intervensi asuhan spiritual
atau kesejahteraan spiritual dengan memperkuat dukungan
spiritual.Perawat mengetahui bahwa status spiritual memiliki
efek kuat pada pemeliharaan kesehatanjuga pencegahan atau
penyembuhan penyakit.Lansia mungkin memerlukan
bantuan khusus untuk menghadiri layanan keagamaan,
mendengarkan layanan radio atau televise,menyediakan waktu
tenang tanpa gangguan untuk bermeditas atau menerima
sakramen,atau melepaskan kemarahannya terhadap penderitaan
yang mereka alami.Keterampilan perawat bersifat sensitif
terhadap kebutuhan yang tidak terungkapkan,meningkatkan
sikap membantu,mendengarkan adanya tanda-tanda distres
14
spiritual,dan memberikan perawatan fisik dan spiritual secara
bersamaan.Hal tersebut seringkali dirasa sulit bagi pemberi
asuhan karena kebutuhan fisik lansia juga dapat begitu luas
sehingga hanya sedikit saja waktu/energy yang tersisa untuk
perawatan spiritual.
5. Manajer Kasus
Perawat yang bertindak sebagai manajer kasus diarea
spiritualitas harus mengetahui tentang lansia dan komunitas.
Manajer kasus yang bekerja dengan lansia cenderung harus
mengkoordinasikan asuhan untuk pasien yang rentan yang
memerlukan bantuan karena uaisa lanjut,pendapatan
rendah,masalah penyakit yang bermacam-macam,atau
keterbatasan sistem pendukung.Seringkali perawat perlu
bernegosiasi dengan anggota keluarga,pemberi asuhan yang lain,
atau lembaga-lembaga yang memberikan bantuan.Keterampilan
keperawatan khusus yang diperlukan mencakup mengelola
sumber-sumber yang terbatas untuk mendapatkan manfaat yang
maksimal,mengelola asuhan untuk pasien guna meminimalkan
keletihan dan ansietas,meningkatkan penerimaan terhadap
bantuan tanpa menjadi ketergantungan,dan meningkatkan ikatan
asal komunitas agama seseorang.
6. Peneliti
Perawat yang meneliti aspek-aspek spiritual lansia harus
menjaga hak-hak asasi lansia yang menjadi subjek penelitian.
Pertimbangan etik yang relevan yang terdapat dalam proposal
harus dievaluasi dan dijelaskan secara rinci.Jelas terlihat dari
bahasan literature penelitian dan instrument tes yang tersedia
bahwa religiositas merupakan konsep yang lebih mudah untuk
dipelajari daripada spiritualitas.Penyelidikan secara prinsip
melibatkan sikap religious organisasi,sikap religiou pribadi,
dan korelasi aktivitas religious dengan kesehatan,penyesuaian
15
pribadi,dan praktik-praktik lain.Penelitian spiritual dihambat
oleh beberapa faktor.Spiritualitas bersifat temporer dan sulit
untuk didefinisikan.Kerangka kerja konseptual terbebani
dengan komponen komponen multidisiplin,dan isntrumen yang
valid harus dibuat atau diperbaiki untuk membantu dalam
kuantifikasi.Lebih lanjut lagi,upaya penelitian spiritualitas
belum sepenuhnya dibantu oleh pemerintah atau sumber
pendanaan swasta.
K. Masalah Spiritual Pada Lansia
Permasalahan terbesar yang dialami lansia pada dasarnya sama
yaitu menyiapkan kematian yang notabene akan dialami oleh semua
orang,namun hal ini menjadi berbeda pada lansia karena sebagian besar
lansia berpikir bahwa “yang tua akan cepat mati” hal inilah yang
menjadikan lansia memiliki dua sudut pandang berbeda.Pada lansia
dengan tingkat spiritual yang tinggi maka akan dapat menerima kenyataan
yang akan diterimanya nanti dan siap dalam menghadapi
kematian,sedangkan pada lansia dengan tingkat spiritual yang rendah
maka mereka akan sulit dalam menerima keadaan yang menimbulkan
kemungkinan terburuk yaitu menyalahkan takdir Allah SWT.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia
yang menghadapi kematian,DR. Tony styobuhi mengemukakan bahwa
maut sering kali menggugah rasa takut.Rasa semacam ini didasari oleh
berbagai macam faktor,seperti ketidakpastian akan pengalaman
selanjutnya,adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi dengan
keluarga dan lingkungan sekitarnya.Dalam menghadapi kematian setiap
klien lanjut usia akan memberikan reaksi yang berbeda,tergantung dari
kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini.Adapun kegelisahan
yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat.
L. Asuhan Keperawata
1. Pengkajian
16
Pengkajian dapat menunjukan kesempatan yang dimiliki perawat
dalam mendukung atau menguatkan spiritualitas pasien.Pengkajian
tersebut dapat menjadi terapeutik karena pengkajian menunjukkan
tingkat perawatan dan dukungan yang diberikan.Perawat yang
memahami pendekatan konseptual menyeluruh tentang pengkajian
siritual akan menjadi yang paling berhasil (Aspiani, 2014).Ketepatan
waktu pengkajian merupakan hal penting yaitu dilakukan setelah
pengkajian aspek psikososial pasien.Pengkajian aspek spiritual
memerlukan hubungan interpersonal yang baik dengan pasien.Oleh
karena itu pengkajian sebaiknya dilakukan setelah perawat dapat
membentuk hubungan yang baik dengan pasien atau dengan orang
terdekat pasien, atau perawat telah merasa nyaman untuk
membicarakannya.Pada dasarnya informasi awal yang perlu digali
secara umum adalah :
1) Afiliasi agama
a) Partisipasi agama pasien dalam kegiatan keagamaan
b) Jenis partisipasi dalam kegiatan keagamaan
2) Keyakinan/spiritual agama
a) Praktik kesehatan :diet,mencari dan menerima
terapi/upacara keagamaan
b) Persepsi penyakit : hukuman,cobaan terhadap keyakinan
c) Strategi koping
3) Pengkajian data subyektif meliputi :
a) Konsep tentang Tuhan atau ketuhanan
b) Sumber harapan dan kekuatan
c) Praktik agama dan ritual
d) Hubungan antara keyakinan dan kondisi
kesehatan.
17
a) Pengkajian afek dan sikap (Apakah pasien tampak kesepian,
depresi,marah,cemas,agitasi,apatis atau preokupasi)
b) Perilaku (Apakah pasien tampak berdoa sebelum
makan,membaca kitab suci atau buku keagamaan, dan
apakah pasien seringkali mengaluh,tidak dapat
tidur,bermimpi buruk,dan berbagai bentuk gangguan tidur
lainnya,serta bercanda yang tidak sesuai atau mengekspresikan
kemarahannya terhadap agama)
c) Verbalisasi (Apakah pasien menyebut Tuhan,doa,rumah ibadah
atau topik keagamaan lainnya,apakah pasien pernah minta
dikunjungi oleh pemuka agama,dan apakah pasien
mengekspresikan rasa takutnya terhadap kematian)
d) Hubungan interpersonal (Siapa pengunjung
pasien,bagaimana pasien berespon terhadap
pengunjung,apakah pemuka agama datang mengunjungi
pasien, dan bagaimana pasien berhubungan dengan pasien yang
lain dan juga dengan perawat)
e) Lingkungan (Apakah pasien membawa kitab suci atau
perlengkapan ibadah lainnya,apakah pasien menerima kiriman
tanda simpati dari unsur keagamaan dan apakah pasien
memakai tanda keagamaan misalnya jilbab).Terutama
dilakukan melalui observasi.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan utama yang sering muncul dan dapat dijumpai
pada lansia dengan masalah spiritual adalah sebagai berikut :
1) Distres spiritual berhubungan dengan diagnosis penyakit terminal
2) Distres spiritual berhubungan dengan terpisah dari ikatan
keagamaan dan budaya
3) Kesiapan meningkatkan kesejahteraan spiritual
3. Intervensi
18
1) Distres spiritual berhubungan dengan diagnosis penyakit terminal
Kriteria hasil :
a) Pasien mengidentifikasi kepercayaan spiritual atau
religious yang menimbulkan perasaan distress terhadap
kondisinya.
b) Pasien mengeksplorasi kepercayaan spiritual atau
religiusnya bersama penasihat keagamaan yang
dipercaya.
c) Pasien membuat keputusan secara sadar untuk
menguatkan, memodifikasi,atau menolak kepercayaan
tersebut.
d) Pasien mengidentifikasi aspek positif dan negative dalam
penggunaan keyakinan untuk mengartikan sakit
e) Pasien mengevaluasi tingkat keyakinan yang dapat
membantunya melakukan koping terhadap penyakit.
f) Pasien menentukan penasihat spiritual atau religus yang
dipercaya atau sumber lain yang sesuai untuk
membantunya mengeksplorasi tentang penggunaan
eyakinan yang memaknai pengalaman
Intervensi :
a) Dengarkan ungkapan pikiran pasien tentang masalah
spiritual.
b) Bantu pasien mengidentifikasi konflik antara kepercayaan
spiritual atau religious dan diagnosis penyakit
terminal.Contoh, pasien berkata “kalau tuhan mengerti aku dan
mengiginkan yang terbaik untukku,dia tidak akan membiarkan
aku mengalami penyakit terminal.
c) Tanyakan kepada pasien apakah ia ingin mendiskusikan
keluhan spiritual dengan rohaniawan yang dipiihnya.
d) Atur pertemuan dengan penasihat religious
dan jeaskan kepada kedua belah pihak tentang pentingnya
19
mengklarifikasi kepercayaan spiritual atau reigius.
e) Bantu pasien mengklarifikasi cara-cara positif dan negative
dalam menggunakan kepercayaan untuk memaknai pengalaman
terminal.
f) Jelaskan tahap berduka dan karakteristik emosi serta
perilaku pada masing-masing tahap.
g) Bantu pasien menyusun rencana yang menggunakan keyakinan
untuk meningkatkan kemampuan koping terhadap penyakit
terminal.Contoh anjurkan membaca doa,mengunjungi tempat
ibadah,mengunjungi anggota gereja,atau aktivitas lain.
h) Gunakan teknik mendengar aktif untuk memberikan
kesempatan kepada pasien untuk mengeluarkan perasaan,atau
sarankan ia untuk memukul bantal atau menggunakan benda
yang aman.
2) Distres spiritual berhubungan dengan terpisah dari ikatan
keagamaan dan budaya
Kriteri Hasil :
a) Pasien menyampaikan konflik tentang kepercayaan.
b) Pasien mengidentifikasi sumber konflik spiritual.
c) Pasien menentukan segala bantuan spiritual yang diperlukan.
d) Pasien mendiskusikan kepercayaan yang berkaitandengan
praktik keperawatan.
e) Pasien mengidentifikasi teknik koping untuk mengatasi
ketidaknyamanan spiritual.
f) Pasien mengungkapkan kenyamanan spiritual.
Intervensi :
a) Dengarkan isyarat yang menunjukkan perasan pasien.Misalnya
“mengapa tuhan melakukan ini padaku”
b) Lakukan pendekatan kepada pasien dengan cara yang tidak
menghakimi.
20
c) Kenali keluhan spiritual pasien dan dorong untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan.
d) Bantu pasien mendefinisikan dalam istilah konkret tentang
masalah yang mengakibatkan konfik internal.
e) Atur kunjungan rohaniawan bila memungkinkan,sehingga
dapat menggunakan sumber spiritual dari ahli agama.
f) Dorong pasien untuk tetap melakukan praktik keagamaan
selama hospitalisasi, dan lakukan apapun yang diperukan untuk
memudahkannya.Contoh : bila pasien biasa membaca kitab
suci dan tidak memilikinya,bantu untuk memperolehnya.
g) Komunikasikan dan kolaborasikan dengan rohaniawan rumah
sakit.
h) Atur supaya pasien memiliki benda disamping tempat tidur
yang memberikan kenyamanan spiritual.
i) Berikan privasi selama pasien dikunjungi oleh rohaniawan
rumah sakit.
3) Kesiapan meningkatkan kesejahteraan spiritual
Kriteria hasil :
a) Pasien mendiskusikan konflik spiritual.
b) Pasien diberikan kesempatan untuk memilih penasihat religious
c) Pasien didukung dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan
spiritual.
d) Pasien mengikuti praktik religious atau spiritual hingga tingkat
yang ia rasa nyaman.
e) Pasien mendiskusikan secara terbuka tentang efek penyakit
terhadap kepercayaannya dan isu spiritual lain.
f) Pasien menjelaskan rencananya untuk meningkatkan
kesejahteraan spiritual.
g) Pasien menerima rujukan untuk dukungan selanjutnya.
Intervensi :
21
a) Pantau adanya tanda distres spiritual pada pasien yang mungkin
dapat membahayakan kesejahteraan pasien (perubahan
perawatan diri, gangguan pola tidur,dan perubahan kebiasaan
latihan fisik dan makan).
b) Kaji pentingnya spiritualitas dalam kehidupan pasien dan
dalam koping terhadap penyakit.
c) Perhatikan apakah pasien berpartisipasi dalam ritual religious
atau ingin berdiskusi tentang kepercayaan spiritualitas.
Pertahankan pandangan terbuka tentang spiritual.
d) Tanyakan kepada pasien apakah penyakit memengaruhi
pandangan spiritualnya dan katakan kepadanya bahwa anda
ingin membantunya mengatasi isu-isu spiritual bila pasien
menghendaki.
e) Tanyakan kepada pasien apakah ia ingin berdiskusi tentang
masalah spiritual dengan penasihatspiritual yang dipilihnya.
f) Dorong pasien untuk mengajukan pertanyaan spiritual.
g) Yakinkan pasien bahwa keluhan spiritualnya dapat diterima
dan dengan menguatkan spiritualitas pasien dapat
meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan.
h) Berikan sumber koping untuk mengatasi distress spiritual
(seperti rujukan ke organisasi spiritual atau buku-buku tentang
doa)
i) Pastikan sumber yang dipilih sesuai dengan kepercayaan
spiritual dan agama yang dianut pasien.
j) Tanyakan ke penasihat spiritual apabila kurang tahu tentang
kepercayaan dan praktik spiritual pasien.
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang
dewasa sehat menjadi rapuh disertai dengan menurunnya cadangan hampir
semua sistem fisisologis dan disertai pula dengan meningkatnya
23
kerentanan terhadap penyakit dan kematian.Pada lansia terdapat banyak
perubahan yang terjadi mencakup perubahan-perubahan
fisik,mental,psikososial,dan perkembangan spiritual.Spiritual adalah
keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha
Pencipta.Spiritual juga disebut sebagai sesuatu yang dirasakan tentang diri
sendiri dan hubungan dengan orang lain,yang dapat diwujudkan dengan
sikap mengasihi orang lain,baik dan ramah terhadap orang
lain,menghormati setiap orang untuk membuat perasaan senang seseorang.
Religiositas adalah derajat dan jenis ekspresi dan pasrtisipasi religius dari
lansia.Sejumlah indikator religiositas telah ditentukan dari
penelitian:kehadiran di tempat ibadah,berpartisipasi dalam aktivitas
keagamaan,mengetahui tentang ibadah dan teologi,beribadah,membaca
kitab suci,dan melakukan kebaktian.Spiritualitas sebagai suatu yang
multidimensi,yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama.Spirituailitas
sebagai konsep dua dimensi : Dimensi vertikal dan Dimensi horizontal.
Menurut (Aspiani,2014) perkembangan spiritual yang terjadi pada lanjut
usia antara lain : 1)Agama/kepercayaan semakin terintegrasi dalam
kehidupan,2)Lanjut usia makin matur dalam kehidupan
keagamaannya,hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-
hari,3)Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Fowler :
universalizing,perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berfikir
dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai dan
keadilan.
Konsep dasar kebutuhan spiritual pada lansia yaitu Kebutuhan
akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi sebagai pribadi
yang utuh.Di hadapan Tuhan,derajat atau kedudukan manusia didasarkan
pada tingkat keimanan seseorang.Apabila seseorang ingin agar derajatnya
lebih tinggi dihadapan Tuhan maka dia senantiasa menjaga dan
meningkatkan keimanannya.Kebutuhan akan rasa aman,terjamin dan
keselamatan terhadap harapan masa depan.Bagi orang beriman hidup ini
ada dua tahap yaitu jangka pendek (hidup di dunia) dan jangka panjang
24
(hidup di akhirat).Hidup di dunia sifatnya sementara yang merupakan
persiapan bagi kehidupan yang kekal di akhirat nanti.
Dalam menghadapi kematian setiap pasien lanjut usia akan memberikan
reaksi yang berbeda,tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi
hidup ini.Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan
keluarga,perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun kelurga
tadi di tinggalkan,masih ada orang lain yang mengurus mereka.Sedangkan rasa
bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia. Dengan demikian
pendekatan perawat pada pasien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik
saja,melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi pasien lanjut
usia melalui agama mereka.
B. Saran
Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui dan menguasai tentang
kesehatan spiritual dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/40457772/makalah_gerontik_perubahan_perubahan_p
ada_lansia
https://www.academia.edu/42837289/Keperawatan_Lanjut_Usia
https://id.scribd.com/document/364057703/Askep-Spiritual-Lansia-doc
Https://www.scribd.com/document/410136889/Askep-Spiritual-docx
25
26