Anda di halaman 1dari 19

KEPERAWATAN GERONTIK

“ASUHAN KEPERAWATAN SPIRITUAL PADA LANSIA”

Dosen Pembimbing : Haerati, S.Kep, Ns,.M.Kes

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1

1. ARYA ARI NUGRAHA 7. NURTASBI RAMADHANI


2. DEVI YULIANA 8. RHOYFATUR RIZQI
3. HERLIANA 9. RISKI NOPRIANI
4. HELMALIA JELITA PUTRI 10. WANDA SARI
5. JARNIATI 11. YUSNITA
6. JUSRIANI

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBAA


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KELAS DOMISILI SELAYAR
T.A. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Mah Kuasa,berkat
limpahan rahmatnya kami dapat menyelesaikan askep ini dengan judul “Asuhan
keperawatan spiritual pada lansia”

Dalam penilisan askep ini tentunya tidak terlepas dari berbagai hambatan dan
kesulitan. Namun berkat bimbingan dan arahan serta bantuan berbagai pihak makalah
ini dapat diselesaikan.

Untuk itu dengan segala kerendahan hati kami menyampaikan ucapan terima
kasih kepada :

1. Ibu Dr. Muriyati, S.Kep.,M.Kes Selaku Ketua Stikes Panrita Husada Bulukumba
2. Haerati, S.Kep, Ns,.M.Kes selaku dosen pembimbing
3. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dorongan moral maupun
material, sehingga penulis dapat menyelesaikan penusunan makalah ini
4. Rekan – rekan mahasiswa/i yang telah memberikan bantuan dalam rangka
penyusunan askep ini.

Penulis menyadari bahwa penulis Asuhan keperwatan ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
tenaga keperawatan pada khususnya dalam meningkatkan perawatan pada pasien.

Selayar, 25 November 2022

kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................2

DAFTAR ISI .............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................4

A. Latar belakang ...............................................................................................4


B. Rumusan masalah ..........................................................................................5
C. Tujuan............................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................6

A. Pengertian Spiritual .......................................................................................6


B. Definisi Religiositas ......................................................................................6
C. Karakteristik Spiritual Pada Lansia ...............................................................7
D. Dimensi Spiritual Pada Lansia ......................................................................7
E. Perkembangan Spiritual Pada Lansia ............................................................8
F. Konsep Kebuhan Dasar Spiritual ..................................................................9
G. Kesejahteraan Spiritual .................................................................................10
H. Sikap Pasien Lansia Sesuai Tingkat Pengkembangan Lansia Menghadapi Sakit
Dan Kematian ................................................................................................11
I. Pendekatan Spiritual Pada Lansia .................................................................11
J. Peran Keperawatan Pada Spiritual ................................................................12
K. Masalah Spiritual Pada Lansia ......................................................................14

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ....................................................

A. Pengkajian .....................................................................................................
B. Diagnosa ........................................................................................................
C. Intervensi .......................................................................................................
D. Implementasi .................................................................................................
E. Evaluasi .........................................................................................................

BAB IV PENUTUP ..................................................................................................

A. Kesimpulan ...................................................................................................
B. Saran ..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bertambahnya usia selalu meninggalkan bekas pada setiap makhluk hidup dan
prinsip ini berlaku bagi semua tingkat oragnisasi. Rentang hidup manusia
menunjukkan periode perkembangan secara bertahap dengan meningkatnya
efisiensi tubuh pada masa anak-anak, remaja sampai mencapai tingkat kematangan.
Setelah melalui periode yang panjang dengan perubahan yang kecil, terjadilah
perubahan bertahap dalam nilai kepercayaan.
Nilai yang membentuk dan mempengaruhi kehidupan seseorang adalah nilai
keabadian dan kesehatan, kesehatan seseorang bergantung pada keseimbangan
variable fisik, psikologis, sosiologis cultural, perkembangan dan spiritual. Perawat
mempunyai pendekatan tradisional yaitu promosi kesehatan melalui persfektif
holistic. Asumsi mendasar tentang holistic adalah keyakinan-keyakinan di mana
individu secara keseluruhan lebih besar.
Kesejahteraan spiritual adalah suatu aspek yang terintegrasi dari manusia secara
keseluruhan, yang di tandai oleh makna harapan (Aspiani, 2014). Spritualitas
memberi dimensi luas pada pandangan holistic kemanusiaan. Agar perawat dapat
memberikan perawatan yang berkualitas, mereka harus mendukung pasien sperti
halnya ketika mengidentifikasi dan meneksplorasi apa yang sangat bermakna dalam
kehidupan mereka dan ketika menemukan cara untuk mengadaptasi nyeri dan
menderita penyakit. Perawat membutuhkan keterampilan dalam perawatan
spiritual. Setiap perawat harus memahami tentang spiritual dan bagaimana
keyakinan spiritual mempengaruhi kehidupan seseorang Pentingnya seorang
perawat memahami adalah agar pasien dalam kepergianya mendapatkan rasa yang
bahagi dan bisa pergi dalam keadaan sejahtera. wajib bagi perawat belajar tentang
nilai spiritual pada pasien terminal karena itu salah satu peran perawat sebagai
konselor dan karena kesehatan jiwa merupakan hal yang mempengaruhi kesehatan
fisik.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan spiritual ?
2. Apa yang dimaksud dengan religiositas?
3. Apa saja karakteristik spiritual pada lansia?
4. Apa saja Bagaimana dimensi spiritual pada lansia?
5. Bagaimana perkembangan spiritual pada lansia?
6. Bagaimana konsep kebutuhan dasar spiritual pada lansia?
7. Bagaimana kesejahteraan spiritual?
8. Bagaimana sikap pasien lansia sesuai tingkat perkembangan lansia
mengahadapi sakit dan kematian?
9. Apa saja pendekatan spiritual pada lansia?
10. Bagaimana peran perawat dalam spiritual?
11. Apa saja masalah spiritual pada lansia?
12. Bagaimana asuhan keperawatan secara umum pada lansia dengan masalah
spiritualitas?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari spiritual.
2. Untuk mengetahui definisi dari religiositas.
3. Untuk mengetahui karakteristik spiritual pada lansia.
4. Untuk mengetahui dimensi spiritual pada lansia.
5. Untuk mengetahui perkembangan spiritual pada lansia.
6. Untuk mengetahui konsep kebutuhan dasar spiritual pada lansia.
7. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kesejahteraan spiritual.
8. Untuk mengetahui sikap pasien lansia sesuai tingkat perkembangan lansia
mengahadapi sakit dan kematian.
9. Untuk mengetahui pendekatan spiritual pada lansia.
10. Untuk mengetahui peran perawat dalam spiritual.
11. Untuk mengetahui masalah spiritual.
12. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah
spiritualitas.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Spiritual
Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan
Maha Pencipta. Spiritual juga disebut sebagai sesuatu yang dirasakan tentang diri
sendiri dan hubungan dengan orang lain, yang dapat diwujudkan dengan sikap
mengasihi orang lain, baik dan ramah terhadap orang lain, menghormati setiap
orang untuk membuat perasaan senang seseorang. Spiritual adalah kehidupan, tidak
hanya doa, mengenal dan mengakui Tuhan (Aspiani, 2014).
Berdasarkan konsep keperawatan, makna spiritual dapat dihubungkan dengan
kata-kata : makna, harapan, kerukunan, dan system kepercayaan. Perawat
menemukan aspek spiritual tersebut dalam hubungan dengan seseorang dengan
dirinya sendiri, orang lain dan dengan Tuhan. Spiritual mencakup hubungan intra,
inter, dan transpersonal. Spiritual juga diartikan sebagai inti dari manusia yang
memasuki dan mempengaruhi kehidupannya dan dimanifestasikan dalam pemikiran
dan perilaku serta dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, alam ,dan
Tuhan. (Bandiyah, 2009)
Para ahli keperawatan menyimpulkan bahwa spiritual merupakan sebuah konsep
yang dapat diterapkan pada seluruh manusia. Spiritual juga merupakan aspek yang
menyatu dan universal bagi semua manusia. Setiap orang memiliki dimensi
spiritual. Dimensi ini mengintegrasi, memotivasi, menggerakkan, dan
mempengaruhi seluruh aspek hidup manusia. (Azizah, 2011).

B. Definisi Religiositas
Religiositas adalah derajat dan jenis ekspresi dan pasrtisipasi religius dari lansia.
Sejumlah indikator religiositas telah ditentukan dari penelitian : kehadiran di tempat
ibadah, berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan, mengetahui tentang ibadah dan
teologi, beribadah, membaca kitab suci, dan melakukan kebaktian. Kebutuhan
religius dan spiritualitas dari lansia adalah salah satu studi dalam kebutuhan akan

6
kesempatan untuk beribadah sesuai dengn agama saya sendiri, terutama di hari
minggu dan kebutuhan akan sumber-sumber untuk mempertahankan dan memenuhi
kebutuhan kehidupan pribadi saya kitab suci, buku, catatan, tape, dan program TV.
Palmore menekankan bahwa tempat ibadah adalah satu-satunya institusi komunitas
yang paling pervasif yang dimiiki lansia (Azizah, 2011).

C. Karakteristik Spiritual pada Lansia


Adapun karakteristik spiritualitas menurut (Azizah, 2011) meliputi :
1. Hubungan dengan diri sendiri (kekuatan dalam atau self-reliance) meliputi:
pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya) dan sikap
(percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa depan,
ketenangan pikiran,harmoni atau keselarasan dengan diri sendiri.
2. Hubungan dengan alam (harmoni) meliputi: mengetahui tentang tanaman,
pohon, margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan alam (bertanam, berjalan
kaki), mengabadikan dan melindungi alam.
3. Hubungan dengan orang lain (harmonis atau suportif) meliputi: berbagi waktu,
pengetahuan dan sumber secara timbal balik, mengasuh anak, orang tua dan
orang sakit, serta meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat
dll), dikatakan tidak harmonis apabila: konflik dengan orang lain, resolusi yang
menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.
4. Hubungan dengan ketuhanan (agamais atau tidak agamais) meliputi:
sembahyang atau berdoa atau meditasi, perlengkapan keagamaan dan bersatu
dengan alam (hamid, 2000).

D. Dimensi Spiritual pada Lansia


Menurut (Aspiani, 2014), dimensi spiritual adalah upaya untuk mempertahankan
keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau
mendapat kekuatan ketika sedang menghadapi stres emosional, penyakit fisik atau
kematian. kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia. Dimensi spiritual
berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar,

7
berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang
menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi spiritual juga
dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia
Spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan
dimensi agama, Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan,
sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan
Yang Maha Penguasa. Spirituailitas sebagai konsep dua dimensi. Dimensi vertikal
adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan
seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan
diri sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang
terus menerus antara dua dimensi tersebut (Bandiyah, 2009).

E. Perkembangan Spiritual pada Lansia


Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu
untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk
mengerti nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi muda. Perasaan
kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain
(saudara, sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan
filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orang tua
untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa
berharga serta lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat
ditolak atau dihindarkan (Azizah, 2011) Menurut (Aspiani, 2014) perkembangan
spiritual yang terjadi pada lanjut usia antara lain:
1. agama/kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupan
2. lanjut usia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam
berfikir dan bertindak dalam sehari-hari. Perkembangan spiritual pada usia 70
tahun menurut Fowler : universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat
ini adalah berfikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai
dan keadilan.

8
F. Konsep Kebutuhan Dasar Spiritual
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau
mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk
mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh
rasa percaya dengan Tuhan. dapat disimpulkan kebutuhan spiritual merupakan
kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan
dicintai serta rasa keterikatan dan kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan
maaf . Kebutuhan dasar spiritual manusia menurut (Aspiani, 2014), yaitu :
1. Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic trust), kebutuhan ini secara terus-
menerus diulang guna membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini adalah
ibadah.
2. Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, kebutuhan untuk menemukan makna
hidup dalam membangun hubungan yang selaras dengan Tuhannya (vertikal)
dan sesama manusia (horisontat) serta alam sekitaraya
3. Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian,
pengalaman agama integratif antara ritual peribadatan dengan pengalaman
dalam kehidupan sehari-hari.
4. Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan
hubungan dengan Tuhan, tujuannya agar keimanan seseorang tidak melemah.
5. Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa. rasa bersaiah dan berdosa
ini merupakan beban mental bagi seseorang dan tidak baik bagi kesehatan jiwa
seseorang. Kebutuhan ini mencakup dua hal yaitu pertama secara vertikal
adalah kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah, dan berdosa kepada Tuhan.
Kedua secara horisontal yaitu bebas dari rasa bersalah kepada orang lain
6. Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri {self acceptance dan self
esteem), setiap orang ingin dihargai, diterima, dan diakui oleh lingkungannya.
7. Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa
depan. Bagi orang beriman hidup ini ada dua tahap yaitu jangka pendek (hidup
di dunia) dan jangka panjang (hidup di akhirat). Hidup di dunia sifatnya

9
sementara yang merupakan persiapan bagi kehidupan yang kekal di akhirat
nanti.
8. Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi sebagai
pribadi yang utuh. Di hadapan Tuhan, derajat atau kedudukan manusia
didasarkan pada tingkat keimanan seseorang. Apabila seseorang ingin agar
derajatnya lebih tinggi dihadapan Tuhan maka dia senantiasa menjaga dan
meningkatkan keimanannya.
9. Kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesamamanusia.
Setiap orang membutuhkan orang lain serta sumber daya alam untuk
membantu kelangsungan hidupnya. Secara ringkas dapat dinyatakan bahwa
seseorang terpenuhi kebutuhan spiritualnya apabila mampu (Aspiani, 2014):
a. Merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di
dunia/kehidupan.
b. Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian
atau penderitaan.
c. Menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya
dan cinta. Membina integritas personal dan merasa diri berharga.
d. Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan.
e. Mengembangkan hubungan antar manusia yang positif.

G. Kesejahteraan Spiritual
Kesejahteraan spiritual menyerap dan mengikat bagian-bagian komponen
seseorang untuk menjadi makhluk yang utuh. Hal tersebut mencakup aspek-aspek
aktivitas religious dan spiritual yang bertujuan untuk menggambarkan status
kepuasan spiritual. Perkembangan White House Conference on Aging 1971,
NICA pada tahun 1972 mendefiniskan kesejahteraan spiritual sebagai
“Penguatan hidup dalam suatu hubungan dengan tuhan, diri sendiri komunitas
dan lingkungan yang memelihara dan menghargai keutuhan” (Bandiyah, 2009).
Mengeksplorasi hubungan dengan tuhan sebagai seorang yang merawat tidak hanya
mendukung pertumbuhan masa muda tetapi juga sepanjang kehidupan. Ia menunjuk

10
bahwa arti memelihara dari Bahasa yahudi kuno adalah”bapa memelihara “ dan
merujuk pada konotasi spiritual dari kebapaan. Sifat memelihara pertumbuhan ini
berperan dalam perkembangan yang berkelanjutan sejalan dengan nilai dan makna
seseorang tanpa memperhatikan usia kronologis, tata cara membantu lansia
mengenal bahwa mereka masih dapat melakukan suara pencapaian bahwa maturitas
sudah diperkuat dan bahwa kedamaian akhir sudah dipastikan. (Bandiyah, 2009).

H. Sikap Pasien Lansia Sesuai Tingkat Perkembangan Lansia Mengahadapi


Sakit Dan Kematian
1. Mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama
2. Berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk mengerti nilai-nilai agama
yang diyakini oleh generasi muda.
3. Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian
orang lain (saudara, sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri.
4. Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orang
tua untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa
berharga serta lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat
ditolak atau dihindarkan.Dikarenakan pada kelompok lansia lebih cenderung
memikirkan aspek spiritual keagamaan yang lebih utama dari aspek-aspek yang
lain, sehingga kelompok lansia lebih focus pada satu aktivitas spiritual
keagamaan untuk mendekatkan dirinya dengan Tuhannya (Azizah, 2011).

I. Pendekatan Spiritual pada Pasien Lansia


Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam
hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya dalam kedaan sakit atau
mendeteksi kematian. Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi pasien lanjut
usia yang menghadapi kematian, (Azizah, 2011) mengemukakan bahwa maut
sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam
factor, seperti ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit
dan kegelisahan kumpul lagi dengan kelurga dan lingkungan sekitarnya. Dalam

11
menghadapi kematian setiap pasien lanjut usia akan memberikan reaksi yang
berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini.
Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga, perawat
harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun kelurga tadi di tinggalkan ,
masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu
menghantui pikiran lanjut usia.

J. Peran Keperawatan Dalam Spiritual


Peran keperawatan dalam meningkatkan spiritualitas lansia harus sangat bersifat
individual, berikut ini beberapa kategori yang banyak terdapat pada lansia.
1. Pengkajian :
Mungkin merupakan fungsi perawat yang terpenting atau orang lain yang
bekerja sama dengan lansia dalam hal pengkajian. Pengkajian spiritual
mencakup pengumpulan informasi tentang riwayat spiritual dan status saat ini
dan menganalisi signifikansi dari hasil tersebut. Data pengkajian yang diperoleh
dari lansia dan keluarga serta lingkungan mempengaruhi pemberian informasi
yang luas tentang kesehatan spiritual. Data yang diperoleh digunakan sebagai
dasar bagi intervensi keperawatan berikutnya.
2. Teman :
Sejalan dengan hilangnya kontak sosial lansia, stimulasi mental dan
harga diri mereka juga mengalami penurunan. Mereka membutuhkan seseorang
yang memahami proses penuaan normal dan proses penyakit di usia lanjut.
Kebutuhan terpenting bagi seorang lansia adalah seseorang merawatnya sebagai
individu. Perawat yang mengasuh harus menyediakan waktu untuk lansia,
membiarkan mereka menjadi diri mereka sendiri dan mengenal nilai mereka
sebagai individu.
3. Advokat
Peran advokasi perawat untuk lansia meliputi mendapatkan sumber-
sumber spiritual berdasarkan latar belakang pasien yang unik. Hal tersebut perlu
dilakukan untuk mendukung keinginan pasien untuk berpartisipasi dalam

12
layanan keagamaan dengan mendapatkan tranportasi yang sesuai atau mengatur
pemuka agama setempat untuk berkunjung. Hal tersebut dapat melibatkan
peningkatanpersahabatan dengan lansialain ditempat ibadah. Pada beberapa
kasus, perawat dapat menjadi penengah antara pasien dan teman atauanggota
keluarga yang jauh.
4. Pemberi Asuhan
Perawat sebagai pemberi asuhan merupakan seorang pengkaji yang
cerdik yang tidak hanya melakukan pengkajian dasar terhadap status spiritual
yang menyeluruh, tetapi juga terus mengkaji pasien melalui hubungan. Perawat
menerjemahkan pengkajian defisit spiritual kedalam intervensi asuhan spiritual
atau kesejahteraan spiritual dengan memperkuat dukungan spiritual.
5. Manajer Kasus
Perawat yang bertindak sebagai manajer kasus diarea spiritualitas harus
mengetahui tentang lansia dan komunitas. Manajer kasus yang bekerja dengan
lansia cenderungharus mengkoordinasikan asuhan untuk pasien yang rentan
yang memerlukan bantuan karena uaisa lanjut, pendapatan rendah, masalah
penyakit yang bermacam-macam, atau keterbatasan sistem pendukung.
Seringkali perawat perlu bernegosiasi dengan anggota keluarga, pemberi
asuhan yang lain, atau lembaga-lembaga yang memberikan bantuan.
6. Peneliti
Perawat yang meneliti aspek-aspek spiritual lansia harus menjaga hak-
hak asasi lansia yang menjadi subjek penelitian. Pertimbangan etik yang relevan
yang terdapat dalam proposal harus dievaluasi dan dijelaskan secara rinci,. Jelas
terlihat dari bahasan literature penelitian dan instrument tes yangtersedia bahwa
religiositas merupakan konsep yang lebih mudah untuk dipelajari daripada
spiritualitas. Penyelidikan secara prinsip melibatkan sikap religious organisasi,
sikap religious pribadi, dan korelasi aktivitas religious dengan kesehatan,
penyesuaian pribadi, dan praktik-praktik lain.

13
K. Masalah spiritual pada lansia
Permasalahan terbesat yang dialami lansia pada dasarnya sama yaitu
menyiapkan kematian yang notabene akan dialami oleh semua orang, namun hal ini
menjadi berbeda pada lansia karena sebagian besar lansia berfikir bahwa “ yang tua
akan cepat mati” hal inilah yang menjadikan lansia memiliki dua sudut pandang
berbeda. Pada lansia dengan tingkat spiritual yang tinggi maka akan dapat
menerima kanyataan yang akan diterimanya nanti dan siap dalam menghadapi
kematian, sedangkan pada lansia dengan tingkat spiritual yang rendah maka akan
sulit dalam menerima keadaan yang menimbulkan kemungkinan terburuk yaitu
menyalahkan takdir Allah SWT.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi
kematian, DR. Tony styobuhi mengemukakan bahwa mau sering kali menggugah
rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti
ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan
kumpul lagi dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi
kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi yang berbeda, tergantung
dari kepribadian dan cara dalam menghadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang
timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat .

14
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian dapat menunjukan kesempatan yang dimiliki perawat dalam
mendukung atau menguatkan spiritualitas pasien. Pengkajian tersebut dapat
menjadi terapeutik karena pengkajian menunjukkan tingkat perawatan dan
dukungan yang diberikan. Perawat yang memahami pendekatan konseptual
menyeluruh tentang pengkajian siritual akan menjadi yang paling berhasil
(Aspiani, 2014). Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal penting yaitu
dilakukan setelah pengkajian aspek psikososial pasien. Pengkajian aspek spiritual
memerlukan hubungan interpersonal yang baik dengan pasien. Oleh karena itu
pengkajian sebaiknya dilakukan setelah perawat dapat membentuk hubungan yang
baik dengan pasien atau dengan orang terdekat pasien, atau perawat telah merasa
nyaman untuk membicarakannya. Pada dasarnya informasi awal yang perlu digali
secara umum adalah :
1. Afiliasi agama
a. Partisipasi agama pasien dalam kegiatan keagamaan
b. Jenis partisipasi dalam kegiatan keagamaan
2. Keyakinan / spiritual agama
a. Praktik kesehatan : diet, mencari dan menerima terapi / upacara keagamaan
b. Persepsi penyakit : hukuman, cobaan terhadap keyakinan
c. Strategi koping
3. Pengkajian data subyektif meliputi :
a. Konsep tentang Tuhan atau ketuhanan
b. Sumber harapan dan kekuatan.
c. Praktik agama dan ritual
d. Hubungan antara keyakinan dan kondisi kesehatan.
4. pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian klinik yang meliputi:

15
a. Pengkajian afek dan sikap (Apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah,
cemas, agitasi, apatis atau preokupasi)
b. Perilaku (Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab
suci atau buku keagamaan, dan apakah pasien seringkali mengaluh,
tidak dapat tidur, bermimpi buruk, dan berbagai bentuk gangguan tidur
lainnya, serta bercanda yang tidak sesuai atau mengekspresikan
kemarahannya terhadap agama).
c. Verbalisasi (Apakah pasien menyebut Tuhan, doa, rumah ibadah atau topik
keagamaan lainnya, apakah pasien pernah minta dikunjungi oleh pemuka
agama, dan apakah pasien mengekspresikan rasa takutnya terhadap
kematian)
d. Hubungan interpersonal (Siapa pengunjung pasien, bagaimana pasien
berespon terhadap pengunjung, apakah pemuka agama datang
mengunjungi pasien, dan bagaimana pasien berhubungan dengan pasien
yang lain dan juga dengan perawat) .
e. Lingkungan (Apakah pasien membawa kitab suci atau perlengkapan ibadah
lainnya, apakah pasien menerima kiriman tanda simpati dari unsur
keagamaan dan apakah pasien memakai tanda keagamaan misalnya jilbab).
Terutama dilakukan melalui observasi.

B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan utama yang sering muncul dan dapat dijuampai pada
lansia dengan masalah spiritual adalah sebagai berikut :
1. Distres spiritual berhubungan dengan terpisah dari ikatan keagamaan dan
budaya
2. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian

16
C. Intervensi
1. Distres spiritual berhubungan dengan terpisah dari ikatan keagamaan dan
budaya.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dirawat dirumah sakit,
diharapkan distress spiritual dapat teratasi
Kriteria hasil :
a. Pasien menyampaikan konflk tentang kepercayaan
b. pasien mengidentifikasi sumber konflik spiritual
c. pasien mengungkapkan kenyamanan spiritual

Intervensi :

2. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian .


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dirawat dirumah sakit,
diharapkan ansietas dapat teratasi
kriteria hasil :
a. Klien dapat berinteraksi dengan perawat dengan cara menyebutkan
namanya, ada kontak mata dengan perawat, menjawab salam dari perawat
b. Klien dapat menunjukkan ekspresi yang dirasakan
c. Klien mampu menjelaskan masalah
d. Klien mampu melakukan aktivitas

Intervensi :

D. Implementasi
E. Evaluasi
1. Klien merasakan prasaan percaya pada pemberi perawatan
2. Klien mampu terikat dengan anggota system pendukung
3. Pencarian pribadi klien tentang makna hidup

17
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan
Maha Pencipta. Spiritual juga disebut sebagai sesuatu yang dirasakan tentang diri
sendiri dan hubungan dengan orang lain, yang dapat diwujudkan dengan sikap
mengasihi orang lain, baik dan ramah terhadap orang lain. Religiositas adalah
derajat dan jenis ekspresi dan pasrtisipasi religius dari lansia. Indikator
religiositas seperti kehadiran di tempat ibadah, berpartisipasi dalam aktivitas
keagamaan, mengetahui tentang ibadah dan teologi, beribadah, membaca
kitab suci, dan melakukan kebaktian. Adapun karakateristik spiritual yaitu
hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain, hubungan dengan alam,
dan hubungan dengan ketuhanan. Dimensi spiritual adalah upaya untuk
mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk
menjawab atau mendapat kekuatan ketika sedang menghadapi stres emosional,
penyakit fisik atau kematian.

B. Saran
Makalah ini membahas tentang asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah
spiritual yang diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembaca mengenai apa
itu spiritualitas, religious, karakteristik spiritual pada lansia, kebutuhan dasar
spiritual lansia, dn peran perawat dalam spiritual lansia . Selain itu juga diharapkan
dapat memberikan pengetahuan pagi perawat mengenai pendokumentasian
yang benar guna memberikan pelayanan yang sesuai serta untuk
pertanggungjawaban dan pertangunggugatan dari segala tindakan yang dilakukan
perawat.

18
DAFTAR PUSTAKA

Padilla, Hari. 2017; STANDAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN INDONESIA. Jakart


selatan :Dewan pengurus pusat. Sabtu ,07 Agustus 2021.

Padilla, Hari. 2018 ; STANDAR INTERENSI KEPERAWATAN INDONESIA. Jakarta


selatan; Dewan pengurus pusat. Sabtu,07 Agustus 2021.

19

Anda mungkin juga menyukai