Anda di halaman 1dari 57

Home / Uncategories / MAKALAH KONSEP KESEHATAN SPIRITUAL

MAKALAH KONSEP KESEHATAN


SPIRITUAL
Zahra Sanjaya 05:10
KONSEP KESEHATAN SPIRITUAL
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya
sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Makalah berjudul Keterampilan Berkomunikasi
Pada Klien Dewasa untuk memenuhi tugas pembuatan makalah Mata Kuliah Keperawatan
Dewasa III di semester ganjil tahun 2009.

Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh anggota kelompok yang telah berkontribusi
secara optimal sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Terima kasih pula kami ucapkan
kepada para dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam
pembuatan makalah ini. Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada seluruh pihak
yang telah membantu proses pembuatan makalah ini baik secara moril maupun materil.

Besar harapan kami makalah ini dapat memberi kontribusi dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dalam keperawatan yang bisa bermanfaat bagi masyarakat luas nantinya.
Sebagai penyusun kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan. Terima kasih

Depok, Nopermber 2009

Penyusun

ABSTRAK

Kesehatan spiritual memiliki hubungan dengan dimensi lainnya (fisik, sosial, psikologis,
kultural). Kesehatan fisik dapat dicapai salah satunya dengan peningkatan aspek spiritual
dalam diri individu. Makalah ini membahas tentang konsep kesehatan spiritual. Kesehatan
spiritual dapat dibentuk dan terbentuk dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam diri
individu itu sendiri (internal) maupun yang berasal dari luar diri individu (eksternal) serta
karakteristik dari spiritual itu sendiri yang harus ada pada diri individu. Selanjutnya faktor-
faktor dan karakteristik tersebut mampu mempengaruhi pola pikir dan berpengaruh terhadap
pola perilaku individu, sehingga mampu merubah perilaku individu kearah perilaku yang
adaptif maupun maladaptif.

Kata Kunci: adaptif; faktor internal; faktor eksternal; karakteristik spiritual; kesehatan
spiritual; maladaptif; perubahan fungsi sipritual; perkembangan aspek spiritual; spiritual; pola
normal spiritual.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i
ABSTRAK.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................iv
1.2 Tujuan......................................................................................................v
1.3 Perumusan Masalah.................................................................................v
1.4 Metode Penulisan.....................................................................................v
1.5 Sistematika Penulisan...............................................................................v
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pola Normal Spiritual.............................................................................1
2.2 Perkembangan Aspek Spiritual................................................................5
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Spiritual.....................................8
2.4 Karakteristik Spiritual..............................................................................9
2.5 Perubahan Fungsi Spiritual.....................................................................11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................17
3.2 Saran.....................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................18

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Klien dalam perspektif keperawatan merupakan individu, keluarga atau masyarakat yang
memiliki masalah kesehatan dan membutuhkan bantuan untuk dapat memelihara,
mempertahankan dan meningkatkan status kesehatannya dalam kondisi optimal. Sebagai
seorang manusia, klien memiliki beberapa peran dan fungsi seperti sebagai makhluk individu,
makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Berdasarkan hakikat tersebut, maka keperawatan
memandang manusia sebagai mahluk yang holistik yang terdiri atas aspek fisiologis,
psikologis, sosiologis, kultural dan spiritual.
Tidak terpenuhinya kebutuhan manusia pada salah satu diantara dimensi di atas akan
menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan tidak sehat. Kondisi tersebut dapat dipahami
mengingat dimensi fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan kultural merupakan satu kesatuan
yang saling berhubungan. Tiap bagian dari individu tersebut tidaklah akan mencapai
kesejahteraan tanpa keseluruhan bagian tersebut sejahtera.
Kesadaran akan pemahaman tersebut melahirkan keyakinan dalam keperawatan bahwa
pemberian asuhan keperawatan hendaknya bersifat komprehensif atau holistik, yang tidak
saja memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan kultural tetapi juga kebutuhan spiritual
klien. Sehingga, pada nantinya klien akan dapat merasakan kesejahteraan yang tidak hanya
terfokus pada fisik maupun psikologis saja, tetapi juga kesejateraan dalam aspek spiritual.
Kesejahteraan spiritual adalah suatu faktor yang terintegrasi dalam diri seorang individu
secara keseluruhan, yang ditandai oleh makna dan harapan. Spiritualitas memiliki dimensi
yang luas dalam kehidupan seseorang sehingga dibutuhkan pemahaman yang baik dari
seorang perawat sehingga mereka dapat mengaplikasikannya dalam pemberian asuhan
keperawatan kepada klien.

1.2 Tujuan
a) Untuk memenuhi kebutuhan Mata Kuliah Keperawatan Dewasa III..
b) Mengetahui konsep kesehatan spiritual secara umum
c) Mengetahui pola normal spiritual
d) Mampu menganalisa hal-hal yang mampu mempengaruhi kesehatan spiritual individu
e) Mengetahui perkembangan aspek spiritual berdasarkan konsep tumbuh-kembang manusia
f) Mengetahui karakteristik spiritual, kemudian berdasarkan karakteristik tersebut mampu
mengidentifikasi perubahan funsi spiritual apakah menuju kepada perilaku yang adaptif atau
maladaptif.

1.3 Rumusan
Identifikasi permasalahan berdasarkan materi yang dipelajari yaitu Konsep Kesehatan
Spiritual terdiri dari:
1) Bagaimana membuat pola normal spiritual ?
2) Bagaiman menganalisa berbagai hal dan kondisi yang mampu mempengaruhi kesehatan
spiritual?
3) Bagaimana menganalisa perubahan fungsi spiritual berdasarkan karakteristik spiritual?

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini disusun dengan literasi buku, internet, serta melalui diskusi colaborated learning.

1.5 Sistematika Penulisan


KATA PENGANTAR
ABSTRAK
DAFTAR ISI
Bab I. Pendahuluan
Bab II. Pembahasan
2.1. Pola Normal Spiritual
2.2 Perkembangan Aspek Spiritual
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Spiritual
2.4 Karakteristik Spiritual
2.5 Perubahan Fungsi Spiritual
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

BAB II
PEMBAHASAN

Manusia terdiri dari dimensi fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual dimana setiap
dimensi harus dipenuhi kebutuhannya. Seringkali permasalahan yang mucul pada klien ketika
mengalami suatu kondisi dengan penyakit tertentu (misalnya penyakit fisik) mengakibatkan
terjadinya masalah psikososial dan spiritual. Ketika klien mengalami penyakit, kehilangan
dan stres, kekuatan spiritual dapat membantu individu tersebut menuju penyembuhan dan
terpenuhinya tujuan dengan atau melalui pemenuhan kebutuhan spiritual. Dengan kata lain
apabila satu dimensi terganggu, maka dimensi yang lain akan terganggu.
Penelitan menyebutkan seseorang dinyatakan usianya tinggal beberapa bulan, tetapi karena ia
memilki koping yang baik berdasarkan pengalaman agamanya (salah satu sumber dimensi
spiritual), ia tetap bahagia menjalani hari-harinya dengan bernyanyi dan ceria, membuat
puisi-puisi yang indah. Ternyata orang tersebut mampu bertahan hingga bartahun-tahun.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Pressman, dkk (1990) menunjukkan bahwa wanita
lanjut usia yang menderita farktur tulang pinggul yang kuat religi dan pengalaman agamanya,
ternyata lebih kuat mental dan kurang mengeluh, depresi, dan lebih cepat berjalan daripada
yang tidak mempunyai komitmen agama.Dari hal-hal tersebut diatas dapat dikatakan dimensi
spiritual menjadi hal penting sebagai terapi kesehatan. Berikut akan diuraikan mengenai hal-
hal yang berkaitan dengan konsep kesehatan spiritual.

2.1. Pola Normal Spiritual


Dimensi spiritual adalah sesuatu yang terintegrasi dan berhubungan dengan dimensi yang lain
dalam diri seorang individu. Spiritualitas mewakili totalitas keberadaan seseorang dan
berfungsi sebagai perspektif pendorong yang menyatukan berbagai aspek individual. Dimensi
spiritual merupakan salah satu dimensi penting yang perlu diperhatikan oleh perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada seorang klien. Makhija (2002) menyatakan bahwa
keimanan atau keyakinan religius adalah sangat penting dalam kehidupan personal individu.
Keyakinan tersebut diketahui sebagai suatu faktor yang kuat dalam penyembuhan dan
pemulihan fisik. Oleh karena itu, menjadi suatu hal penting bagi perawat untuk meningkatkan
pemahaman tentang konsep spiritual agar dapat memberikan asuhan spiritual dengan baik
kepada klien.
Setiap individu memiliki definisi dan konsep yang berbeda mengenai spiritualitas. Kata-kata
yang digunakan untuk menjabarkan spiritualitas termasuk makna, transenden, harapan, cinta,
kualitas, hubungan, dan eksistensi (Emblen dalam Potter & Perry, 2005).Setiap individu
memiliki pemahaman tersendiri mengenai spiritualitas karena masing-masing memiliki cara
pandang yang berbeda mengenai hal tersebur. Perbedaan definisi dan konsep spiritualitas
dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup seseorang, serta persepsi mereka
tentang hidup dan kehidupan. Pengaruh tersebut nantinya dapat mengubah pandangan
seseorang mengenai konsep spiritulitas dalam dirinya sesuai dengan pemahaman yang ia
miliki dan keyakinan yang ia pegang teguh.
Konsep spiritual memiliki arti yang berbeda dengan konsep religius. Banyak perawat dalam
praktiknya tidak dapat membedakan kedua konsep tersebut karena menemui kesulitan dalam
memahami keduanya. Kedua hal tersebut memang sering digunakan secara bersamaan dan
saling berhubungan satu sama lain. Konsep religius biasanya berkaitan dengan pelaksanaan
suatu kegiatan atau proses melakukan suatu tindakan. Konsep religius merupakan suatu
sistem penyatuan yang spesifik mengenai praktik yang berkaitan bentuk ibadah tertentu.
Emblen dalam Potter dan Perry mendefinisikan religi sebagai suatu sistem keyakinan dan
ibadah terorganisasi yang dipraktikan seseorang secara jelas menunjukkan spiritualitas
mereka.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa religi adalah proses pelaksanaan
suatu kegiatan ibadah yang berkaitan dengan keyakinan tertentu. Hal tersebut dilakukan
dengan tujuan untuk menunjukkan spiritualitas diri mereka. Sedangkan spiritual memiliki
konsep yang lebih umum mengenai keyakinan seseorang. Terlepas dari prosesi ibadah yang
dilakukan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan tersebut.
Konsep spiritual berkaitan berkaitan dengan nilai, keyakinan, dan kepercayaan seseorang.
Kepercayaan itu sendiri memiliki cakupan mulai dari atheisme (penolakan terhadap
keberadaan Tuhan) hingga agnotisme (percaya bahwa Tuhan ada dan selalu mengawasi) atau
theism (Keyakinan akan Tuhan dalam bentuk personal tanpa bentuk fisik) seperti dalam
Kristen dan Islam. Keyakinan merupakan hal yang lebih dalam dari suatu kepercayaan
seorang individu. Keyakinan mendasari seseorang untuk bertindak atau berpikir sesuai
dengan kepercayaan yang ia ikuti.
Keyakinan dan kepercayaan akan Tuhan biasanya dikaitkan dengan istilah agama. Di dunia
ini, banyak agama yang dianut oleh masyarakat sebagai wujud kepercayaan mereka terhadap
keberadaan Tuhan. Tiap agama yang ada di dunia memiliki karakteristik yang berbeda
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan dan keyakinan sesuai dengan prinsip
yang mereka pegang teguh. Keyakinan tersebut juga mempengaruhi seorang individu untuk
menilai sesuatu yang ada sesuai dengan makna dan filosofi yang diyakininya. Sebagai
contoh, persepsi seorang Muslim mengenai perawatan kesehatan dan respon penyakit
tentunya berbeda dengan persepsi seorang Budhis. Semua itu tergantung konsep spiritual
yang dipahami sesuai dengan keyakinan dan keimanan seorang individu. Konsep spiritual
yang dianut atau dipahami oleh seorang klien dapat mempengaruhi cara pandang klien
mengenai segala sesuatunya, tak terkecuali dalam bidang kesehatan. Paradigma mengenai
sakit, tipe-tipe pengobatan yang dilakukan, persepsi mengenai kehidupan dan makna yang
terkandung di dalamnya adalah contoh penerapan konsep spiritual secara normal pada diri
seorang individu. Ada beberapa agama yang menerapkan pola normal spiritualnya dengan
cara:
Beberapa orang menjadi spiritual setelah usia 40 tahun. Pada satu tingkat pergi ke kuil,
menghadiri wacana-wacana dan membaca buku-buku atau kitab-kitab dianggap sangat
spiritual.
Tingkat kedua orang memiliki seorang guru mengikuti tradisi maka mereka memiliki
sadhana. Ini adalah zaman baru modern gaya
Ada tingkat ketiga orang yang mempunyai dewa dan mereka upsana.
Beberapa praktik seni seperti astrologi atau obat atau tari atau musik dan kemudian mereka
menggunakan waktu luang ada dalam sadhana spiritual.
Beberapa orang menghadiri Bhajan dan kemudian melakukan pelayanan sosial yang juga
baik seperi pelayanan kesehatan.

Gambar 1. Pola normal spiritual

Pola normal spiritual sangat erat hubungannya dengan kesehatan, Karena dari pola tersebut
dapat menciptakan suatu bentuk perilaku adaptif ataupun maladaptif berhubungan dengan
penerimaan kondisi diri (lihat gambar 1). Dimensi spiritual merupakan dimensi yang sangat
penting diperhatikan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada semua
klien. Bahkan Makhija (2002) menyatakan bahwa keimanan atau keyakinan religius adalah
sangat penting dalam kehidupan personal individu. Lebih lanjut dikatakannya bahwa
keimanan diketahui sebagai suatu faktor yang sangat kuat (powerful) dalam penyembuhan
dan pemulihan fisik, yang tidak dapat diukur. Mengingat pentingnya peranan spiritual dalam
penyembuhan dan pemulihan kesehatan maka penting bagi perawat untuk meningkatkan
pemahaman tentang konsep spiritual agar dapat memberikan asuhan spiritual dengan baik
kepada semua klien.
2.2 Perkembangan Aspek Spiritual
Perawat yang bekerja di garis terdepan harus mampu memenuhi semua kebutuhan manusia
termasuk juga kebutuhan spiritual klien. Berbagai cara dilakukan perawat untuk memenuhi
kebutuhan klien mulai dari pemenuhan makna dan tujuan spiritual sampai dengan
memfasilitasi klien untuk mengekspresikan agama dan keyakinannya. Pemenuhan aspek
spiritual pada klien tidak terlepas dari pandangan terhadap lima dimensi manusia yang harus
dintegrasikan dalam kehidupan. Lima dimensi tersebut yaitu dimensi fisik, emosional,
intelektual, sosial, dan spiritual (Rawlins, 1993). Dimensi-dimensi tersebut berada dalam
suatu sistem yang saling berinterksi, interrelasi, dan interdepensi, sehingga adanya gangguan
pada suatu dimensi dapat mengganggu dimensi lainnya.
Perawat harus mengetahui tahap perkembangan spiritual dari manusia, sehingga perawat
dapat memberikan asuhan keperawatan dengan tepat dalam rangka memenuhi kebutuhan
spiritual klien. Tahap perkembangan klien dimulai dari lahir sampai klien meninggal dunia.
Perkembangan spiritual manusia dapat dilihat dari tahap perkembangan mulai dari bayi,
anak-anak, pra sekolah, usia sekolah, remaja, desawa muda, dewasa pertengahan, dewasa
akhir, dan lanjut usia. Secara umum tanpa memandang aspek tumbuh-kembang manusia
proses perkembangan aspek spiritual dilhat dari kemampuan kognitifnya dimulai dari
pengenalan, internalisasi, peniruan, aplikasi dan dilanjutkan dengan instropeksi. Namun,
berikut akan dibahas pula perkembangan aspek spiritual berdasarkan tumbuh-kembang
manusia.
Perkembangan spiritual pada anak sangatlah penting untuk diperhatikan. Manusia sebagai
klien dalam keperawatan anak adalah individu yang berusia antara 0-18 bulan, yang sedang
dalam proses tumbuh kembang, yang mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis,
sosial, dan spiritual) yang berbeda dengan orang dewasa. Anak adalah individu yang masih
bergantung pada orang dewasa dan lingkungan, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat
memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri.
Tahap awal perkembangan manusia dimulai dari masa perkembangan bayi. Haber (1987)
menjelaskan bahwa perkembangan spiritual bayi merupakan dasar untuk perkembangan
spiritual selanjutnya. Bayi memang belum memiliki moral untuk mengenal arti spiritual.
Keluarga yang spiritualnya baik merupakan sumber dari terbentuknya perkembangan
spiritual yang baik pada bayi (Widyatuti, 1999). Oleh karena itu, perawat dapat menjalin
kerjasama dengan orang tua bayi tersebut untuk membantu pembentukan nilai-nilai spiritual
pada bayi.
Dimensi spiritual mulai menunjukkan perkembangan pada masa kanak-kanak awal (18 bulan-
3 tahun). Anak sudah mengalami peningkatan kemampuan kognitif. Anak dapat belajar
membandingkan hal yang baik dan buruk untuk melanjuti peran kemandirian yang lebih
besar. Tahap perkembangan ini memperlihatkan bahwa anak-anak mulai berlatih untuk
berpendapat dan menghormati acara-acara ritual dimana mereka merasa tinggal dengan
aman. Observasi kehidupan spiritual anak dapat dimulai dari kebiasaan yang sederhana
seperti cara berdoa sebelum tidur dan berdoa sebelum makan, atau cara anak memberi salam
dalam kehidupan sehari-hari. Anak akan lebih merasa senang jika menerima pengalaman-
pengalaman baru, termasuk pengalaman spiritual.
Perkembangan spiritual pada anak masa pra sekolah (3-6 tahun) berhubungan erat dengan
kondisi psikologis dominannya yaitu super ego. Anak usia pra sekolah mulai memahami
kebutuhan sosial, norma, dan harapan, serta berusaha menyesuaikan dengan norma keluarga.
Anak tidak hanya membandingkan sesuatu benar atau salah, tetapi membandingkan norma
yang dimiliki keluarganya dengan norma keluarga lain. Kebutuhan anak pada masa pra
sekolah adalah mengetahui filosofi yang mendasar tentang isu-isu spiritual. Kebutuhan
spiritual ini harus diperhatikan karena anak sudah mulai berfikiran konkrit. Mereka kadang
sulit menerima penjelasan mengenai Tuhan yang abstrak, bahkan mereka masih kesulitan
membedakan Tuhan dan orang tuanya.
Usia sekolah merupakan masa yang paling banyak mengalami peningkatan kualitas kognitif
pada anak. Anak usia sekolah (6-12 tahun) berfikir secara konkrit, tetapi mereka sudah dapat
menggunakan konsep abstrak untuk memahami gambaran dan makna spriritual dan agama
mereka. Minat anak sudah mulai ditunjukan dalam sebuah ide, dan anak dapat diajak
berdiskusi dan menjelaskan apakah keyakinan. Orang tua dapat mengevaluasi pemikiran sang
anak terhadap dimensi spiritual mereka.
Remaja (12-18 tahun). Pada tahap ini individu sudah mengerti akan arti dan tujuan hidup,
Menggunakan pengetahuan misalnya untuk mengambil keputusan saat ini dan yang akan
datang. Kepercayaan berkembang dengan mencoba dalam hidup. Remaja menguji nilai dan
kepercayaan orang tua mereka dan dapat menolak atau menerimanya. Secara alami, mereka
dapat bingung ketika menemukan perilaku dan role model yang tidak konsisten. Pada tahap
ini kepercayaan pada kelompok paling tinggi perannya daripada keluarga. Tetapi keyakinan
yang diambil dari orang lain biasanya lebih mirip dengan keluarga, walaupun mereka protes
dan memberontak saat remaja. Bagi orang tua ini merupakan tahap paling sulit karena orang
tua melepas otoritasnya dan membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul
konflik orang tua dan remaja.
Dewasa muda (18-25 tahun). Pada tahap ini individu menjalani proses perkembangannya
dengan melanjutkan pencarian identitas spiritual, memikirkan untuk memilih nilai dan
kepercayaan mereka yang dipelajari saaat kanak-kanak dan berusaha melaksanakan sistem
kepercayaan mereka sendiri. Spiritual bukan merupakan perhatian utama pada usia ini,
mereka lebih banyak memudahkan hidup walaupun mereka tidak memungkiri bahwa mereka
sudah dewasa.
Dewasa pertengahan (25-38 tahun). Dewasa pertenghan merupakan tahap perkembangan
spiritual yang sudah benar-benar mengetahui konsep yang benar dan yang salah, mereka
menggunakan keyakinan moral, agama dan etik sebagai dasar dari sistem nilai. Mereka sudah
merencanakan kehidupan, mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan terhadap kepercayaan
dan nilai spiritual.
Dewasa akhir (38-65 tahun) .Periode perkembangan spiritual pada tahap ini digunakan untuk
instropeksi dan mengkaji kembali dimensi spiritual, kemampuan intraspeksi ini sama baik
dengan dimensi yang lain dari diri individu tersebut. Biasanya kebanyakan pada tahap ini
kebutuhan ritual spiritual meningkat.
Lanjut usia (65 tahun sampai kematian). Pada tahap perkembangan ini, menurut Haber (1987)
pada masa ini walaupun membayangkan kematian mereka banyak menggeluti spiritual
sebagai isu yang menarik, karena mereka melihat agama sebagai faktor yang mempengaruhi
kebahagian dan rasa berguna bagi orang lain. Riset membuktikan orang yang agamanya baik,
mempunyai kemungkinan melanjutkan kehidupan lebih baik. Bagi lansia yang agamanya
tidak baik menunjukkan tujuan hidup yang kurang, rasa tidak berharga, tidak dicintai,
ketidakbebasan dan rasa takut mati. Sedangkan pada lansia yang spiritualnya baik ia tidak
takut mati dan dapat lebih mampu untuk menerima kehidupan. Jika merasa cemas terhadap
kematian disebabkan cemas pada proses bukan pada kematian itu sendiri.
Dimensi spiritual menjadi bagian yang komprehensif dalam kehidupan manusia. Karena
setiap individu pasti memiliki aspek spiritual, walaupun dengan tingkat pengalaman dan
pengamalan yang berbeda-beda berdasarkan nilai dan keyaninan mereka yang mereka
percaya. Setiap fase dari tahap perkembangan individu menunjukkan perbedaan tingkat atau
pengalaman spiritual yang berbeda.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Spiritual


Kesehatan spiritual adalah komponen penting dari seorang individu yang dimiliki dan sebuah
aspek integral dari filosofi kesehatan holistik. Kesehatan spiritual pasti mengalami keadaan
yang tidak selalu sehat seperti halnya kesehatan fisik. Secara langsung maupun tidak
langsung ada beberapa hal yang mempengaruhi kesehatan spiritual. Spiritualitas tidak selalu
berkaitan dengan agama, tetapi spiritualitas adalah bagaimana seseorang memahami
keberadaannya dan hubungannya dengan alam semesta. Orang-orang mengartikan
spiritualitas dengan berbagai cara dan tujuan tersendiri. Setiap agama menyatakan bahwa
manusia ada dibawah kuasa Tuhan. Namun, dari semua itu setiap manusia berusaha untuk
mengkontrol spiritualitasnya. Inilah yang disebut dengan menjaga kesehatan spiritual.
Hal terpenting yang mempengaruhi kesehatan spiritual dan sebaiknya kita jaga adalah nutrisi
spiritual. Hal ini termasuk mendengarkan hal-hal positif dan pesan-pesan penuh kasih serta
memenuhi kewajiban keagaman yang dianut. Selain itu juga dengan mengamati keindahan
dan keajaiban dunia ini dapat memberikan nutrisi spiritual. Menilai keindahan alam dapat
menjadi makanan bagi jiwa kita. Bahkan serangga yang terlihat buruk pun adalah sebuah
keajaiban untuk diamati dan dinilai.
Kedamaian dengan meditasi adalah bentuk lain untuk mendapatkan nutrisi spiritual. Hal itu
bukanlah meminta tuhan kita apa yang kita inginkan tetapi mencari keheningan untuk
merekleksikan dan berterima kasih atas apa pun yang telah kita terima.
Hal lain yang mempengaruhi kesehatan spiritual kita adalah latihan. Tidak hanya latihan
dasar untuk kesehatan tubuh, tetapi juga latihan spiritual untuk menjaga spiritual. Latihan ini
terdiri dari penggunaan jiwa kita. Sehingga latihan tersebut memberi sentuhan pada jiwa kita
dan digunakan untuk menuntun kita untuk bertingkah-laku dengan baik, untuk menunjukan
cinta kasih dan perasaan pada oaring lain untuk memahami dan untuk mencari kedamaian.
Faktor lain yang mempengaruhi kesehatan spiritual adalah lingkungan. Hal ini dikarenakan
lingkungan dimana kita hidup adalah somber utama kejahatan ynag dapat mempengaruhi
jiwa kita. Kita harus waspada untuk menghindari keburukan yang berasal dari lingkungan
kita dan mencari hal positif yang dapat diambil. Tantangan yang dapat mengancam kesehatan
spiritual kita dapat berasal dari luar maupun dari dalam dari kita.
Ancaman dari luar dikarenakan setiap orang memiliki bentuk penularan spiritual yang
menyebarkan penyakit spiritual kepada orang lain disekitar mereka. Beberapa orang merusak
moral dan mencoba untuk menarik orang lain untuk mengikuti kepercayaannya. Beberapa
agama menberikan bekal keimanan yang cukup untuk menolak kepercayaan lain. Banyak
orang-orang yang melakukan hal-hal yang buruk dan jahat. Kemudian mempengaruhi orang
lain untuk mengikuti hal-hal buruk yang dilakukan. Keinginan untuk melakukan hal-hal
buruk tersebut timbul dari keinginan diri sendiri. Jadi, Faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan spiritual adalah nutrisi, latihan dan lingkungan tempat tinggal. Selain itu, terdapat
ancaman dari luar maupun dari dalam diri kita. Sehingga kita harus pandai-pandai untuk
menjaga kesehatan spiritual kita.

2.4 Karakteristik Spiritual


Karakteristik spiritual yang utama meliputi perasaan dari keseluruhan dan keselarasan dalam
diri seorang, dengan orang lain, dan dengan Tuhan atau kekuatan tertinggi sebagai satu
penetapan. Orang-orang, menurut kepada tingkat perkembangan mereka, pengalaman,
memperhitungkan keamanan individu, tanda-tanda kekuatan, dan perasaan dari harapan. Hal
itu tidak berarti bahwa individu adalah puas secara total dengan hidup atau jawaban yang
mereka miliki. Seperti setiap hidup individu berkembang secara normal, timbul situasi yang
menyebabkan kecemasan, tidak berdaya, atau kepusingan. Situasi yang susah menghasilkan
pertanyaan spiritual, mengkaji klien dengan perjuangan spiritual berikut adalah aspek penting
dan valid dari memelihara kesehatan dan memberikan asuhan keperawatan.
1. Holism
Holism, posisi mengamati seluruh bidang sebagai suatu system yang kurang berhubungan
dengan rukun daripada hubungan yang mengasingkan bagian-bagian, menggabungkan
pikiran dan tubuh dan menegaskan semangat (Seller dan Haag, 1998). Sebuah pendekatan
yang holistic mengakui perjuangan spiritual sebagai aspek yang valid dan penting dri
kesehatan dan asuhan keperawatan (Fig. 50-1). Hal tersebut adalah menggabungkan factor
dari mengadakan penggolongan sebelumnya yang dibangun dari jasmani, pemikiran
rasional, jiwa emosional, dan semangat intuisi (Ruffing-rahal, 1984, p.12).
2. Kebutuhan spiritual
Definisi dari kebutuhan spiritual sangat bergantung pada setiap system kepercayaan penulis.
Dalam meringkaskan definisi-definisi yang bervariasi, kebutuhan spiritual menunjukkan
sebuah ekspresi normal dari dalam diri seseorang yang mencari maksud dalam semua
pengalaman dan sebuah hubungan yang dinamik dengan dirinya, orang lain, dan pada lainnya
yang tertinggi sebagai ketetapan seseorang. Kebutuhan spiritual yang berasal melalui
pengalaman afektif dari semangat, harapan, cinta, dan pengalaman positif yang menjalani
sebagai katalis dari maksud dan sintesis. Karakteristik ebutuhan spiritual meliputi:
Kepercayaan
Pemaafan
Cinta dan hubungan
Keyakinan, kreativitas dan harapan
maksud dan tujuan serta anugrah dan harapan
Karakteristik dari kebutuhan spiritual ini menjadi dasar dalam menentukan karakteristik dari
perubahan fungsi spiritual yang akan mengrahkan individu dalam berperilaku, baik itu kearah
perilaku yang adaptif maupun perilaku yang adaptif.
3. Pencarian spiritual
Hidup dapat digambarkan sebagai suatu pencarian spiritual, tidak hanya untuk menjawab
pertanyaan filosofi kehidupan, tetapi untuk mencari level tertinggi dari kesadaran atau
kesadaran paling dalam dari kehidupan spiritual. Sebagai contoh, program the twelve-step
dari alcoholics anonymous mengidentifikasi kesembuhan sebagai suatu perjalanan spiritual;
anggota dari grup ini memrakterkan sebuah disiplin spiritual pada kehidupan yang lebih
berarti, hari demi hari. Chapman (1986) meliputi jug aide dari pencarian dalam penetapan
kesehatan spiritual yang optimal. Kesehatan spiritual meliputi kemampuan kita untuk
menemukan dan artikulat diri kita tujuan dasar dalam hidup, belajar bagaimana pada
pengalaman cinta, kesenangan, kedamaian dan pemenuhan(p. 41).
4. Kesehatan spiritual
Kesehatan spiritual adalah suatu kondisi yang ditandai oleh sebuah penguatan hidup,
kedamaian, keselarasan, dan perasaan saling berhubungan dengan Tuhan, dirinya, komunitas,
dan lingkungan yang pemeliharaan dan keseluruhan ternama (Greer dan Moberg, 1998).
Dalam hirarki kebutuhan manusia, kesehatan spiritual tampak untuk pemenuhan yang
mengandung arti dari kebutuhan melebihi tingkat aktualisasi diri.

2.5 Perubahan Fungsi Spiritual


Perilaku individu sangat dipengaruhi oleh spiritualisme dalam kehidupaannya. Perawat
professional dituntut untuk mampu memahami perubahan fungsi spiritual agar dapat
memberikan asuhan keperawatan pada lingkup kesehatan spiritual sebagai wujud
keperawatan holistik. Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh
setiap manusia. Pada laporan tugas mandiri ini, akan dibahas tentang perubahan fungsi
spiritual. Laporan ini dibuat dari beberapa sumber pustaka dan mengunduh dari internet.
Spirituality adalah suatu yang dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup
kepercayaan dan nilai kehidupan. Spiritualitas mampu menghadirkan cinta, kepercayaan,
harapan, dan melihat arti dari kehidupan dan memelihara hubungan dengan sesama.
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan
keyakinan, memenuhi kewajiban agama, dan kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan.
Perilaku dan ekspresi yang beranekaragam mungkin menjadi tanda dari klien yang
mengalami kecemasan spiritual. Setiap manusia pernah mengalami masalah spiritual.
Masalah spiritual ketika penyakit , kehilangan, dan nyeri menyerang seseorang. Kekuatan
spiritual dapat membantu seseorang ke arah penyembuhan atau pada perkembangan
kebutuhan dan perhatian spiritual. Individu selama sakit sering menjadi kurang mampu untuk
merawat diri mereka dan lebih bergantung pada orang lain untuk perawatan dan dukungan.
Distresss spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang mencari makna tentang apa
yang sedang terjadi, yang mungkin dapat mengakibatkan seseorang merasa sendiri dan
terisolasi dari orang lain. Individu mungkin mempertanyakan nilai spiritual mereka,
mengajukan pertanyaan tentang jalan hidup seluruhnya, tujuan hidup, dan sumber dari makna
hidup.
Orang menderita disfungsi spiritual mungkin mengucapkan antaralain distresss atau
mengatakan butuh bantuan. Perwujudan verbalisasi mungkin tepat: saya merasa bersalah
karena saya seharusnya memahami lebih dulu dia mempunyai serangan jantung atau
mungkin berkata, saya tidak pernah melewati pelayanan di 20 tahun. Perwujudan mungkin
menjadi lebih subjektif sebagai percakapan melantur dari klien tentang hidup, mati, dan nilai.
Klien mungkin bertanya kepada perawat untuk berdoa untuk mereka atau memberitahukan
pembimbing spiritual dari keadaan sakit mereka
Perubahan perilaku mungkin menjadi perwujudan dari disfungsi spiritual. Klien yang gelisah
tentang hasil tes diagnosa atau yang menunjukan kemarahan setelah mendengar hasil
mungkin menjadi menderita distresss spiritual. Beberapa orang menjadi lebih merenung,
berupaya untuk memperhitungkan situasi dan mencari fakta bacaan yang berlaku. Beberapa
reaksi emosional, mencari informasi, dan dukungan dari teman dan keluarga. Pengenalan dari
masalah, kemungkinan yang timbul tidak bisa tidur atau kekurangan konsentrasi. Kesalahan,
ketakutan, keputusasaan, kekhawatiran, dan kecemasan juga mungkin menjadi indikasi
perubahan fungsi spiritual
Ekspresi adaptif dan malaadaptif dari kebutuhan spiritual dapat dilihat pada tabel dibawah ini
:
Kebutuhan Pola perilaku adaptif Pola perilaku malaadaptif
Kepercayaan - Kepercayaan diri dan memiliki daya tahan
- Menerima yang lain agar mampu bertemu dengan kebutuhan
- Kepercayaan dalam hidup
- Menerima hasil dari hidup
- Terbuka kepada Tuhan
- Menunjukan ketidaknyamanan dengan kesadaran diri sendiri
- Mudah tertipu
- Merasakan hanya orang dan tempat tertentu saja yang aman
- Mengharapkan orang menjadi tidak ramah dan tidak dapat dipercaya
- Tidak sabar
- Takut akan kehendak Tuhan
Pemaafan - Menerima ketidaksempurnaan diri dan lainnya.
- Tidak menghakimi
- Memandang penyakit berdasarkan realitas
- Mengalami pemaafan diri sendiri
- Menawarkan untuk memaafkan yang lain
- Menerima pemaafan dari Tuhan
- Mempunyai pandangan secara realistis di masa lalu - Memandang penyakit sebagai
hukuman
- Percaya Tuhan menghukum
- Merasa untuk memaafkan tergantung dari perilaku
- Tidak bisa untuk menerima diri sendiri
- Diantara mencela diri sendiri atau mencela pekerjaan
Cinta dan hubungan - Mengungkapkan rasa dicintai Tuhan dan lainnya
- Menerima bantuan
- Menerima diri sendiri
- Mencari kebaikan lainnya - Merasa yang lain menghakimi dia
- Berkelakuan diri sendiri secara deskriptif
- Menolak untuk kerjasama dengan tim kesehatan
- Mengkhawatirkan tentang pemisahan dari mencintai seseorang
- Penolakan diri atau menunjukan salah harga diri dan sifat egois
- Kekurangan hubungan cinta dengan Tuhan
- Merasa ada jarak dan terpisahkan dari Tuhan
Keyakinan - Menggantungkan kebijakan bersifat illahi kepada Tuhan
- Motivasi terhadap pertumbuhan
- Mengungkapkan kepuasan dengan keterangan dari hidup setelah mati
- Mengungkapkan kebutuhan untuk masuk kedalam naungan besar dari drama cerita manusia
- Mengungkapkan kebutuhan tanda, ritual
- Mengungkapkan kebutuhan dari makna untuk membagi kepada komunitas seiman -
Mengungkapkan dua perasaan yang saling bertentangan tentang Tuhan
- Kekurangan iman di luar batas kewajaran kekuatan atau Tuhan
- Ketakutan mati atau hidup setelah mati
- Putus asa, dan marah dengan Tuhan
- Ketidakjelasan nilai, kepercayaan, dan tujuan
- Konflik nilai
- Kekurangan komitmen
Kreativitas dan harapan - Bertanya informasi tentang kondisi
- Berbicara tentang kondisi realistis
- Menggunakan waktu selama sakit dengan hasil yang bermanfaat
- Mencari jalan untuk menunjukan diri sendiri
- Lebih suka menemukan kenyamanan di dalam diri daripada fisik diri atau kriteria duniawi
- Mengungkapkan harapan dimasa depan
- Terbuka terhadap kemungkinaan dari ketentraman - Mengungkapkan ketakutan dari
kehilangan kontrol
- Mengungkapkan kebosanan
- Kekurangan visi dari kemungkinan alternatif
- Ketakutan terapi
- Keputusasaan
- Tidak dapat membantu diri sendiri atau menerima diri
- Tidak dapat menikmati apapun
- Meletakkan hidup atau keputusan besar di genggaman
Maksud dan tujuan - Mengungkapkan kepuasan hidup
- Tinggal hidup di kesepakatan dengan sistem nilai
- Menerima atau memanfaatkan penderitaan untuk mengerti diri sendiri
- Mengungkapkan maksud hidup atau mati
- Mengungkapkan komitmen dan tujuan akhir orientasi
- Mempunyai makna jelas dari apa yang penting
- Mengungkapkan tidak ada tujuan untuk hidup
- Menemukan tidak ada maksud dalam penderitaan
- Mempertanyakan maksud penderitaan
- Mempertanyakan tujuan dari penyakit
- Tidak dapat membentuk tujuan akhir atau mempunyai tujuan akhir tak bisa dicapai
- Mencaci maki obat atau alkohol
- Bercanda tentang hidup setelah kematian
Anugrah atau Karunia - Hidup di pergerakan
- Merasakan berkat dan kemewahan
- Merasakan anugrah yang diberikan di akhirat kepada diri dari Tuhan
- Merasakan ketentraman atau kebulatan hati
- Cemas tentang masa lalu dan masa depan
- Berorientasi kearah penghargaan atau hasil
- Focus pada penyesalan
- Berbicara tentang menjadi lebih baik atau mencoba lebih keras adalah perfeksionis

Pembahasan diatas menggambarkan kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang


dibutuhkan oleh setiap manusia. Individu selama sakit sering menjadi kurang mampu untuk
merawat diri mereka dan lebih bergantung pada orang lain untuk perawatan dan dukungan.
Perubahan fungsi spiritualitas sering terjadi dalam kehidupan. Oleh karena itu, perubahan
fungsi spiritualitas klien perlu dipahami perawat dalam pemberian asuhan keperawatan secara
holistik.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesehatan spiritual berkaitan erat dengan dimensi lain dan dapat dicapai jika terjadi
keseimbangan dengan dimensi lain ( fisiologis, psikologis, sosiologis, kultural). Kesehatan
spiritual sangat berpengaruh terhadap koping yang dimiliki individu. Semakin tinggi tingkat
spiritual individu, maka koping yang dimiliki oleh individu tersebut juga akan semakin
meningkat. Sehingga mampu meningkatkan respon adaptif terhadap berbagai perubahan yang
terjadi pada diri individu tersebut. Peran perawat adalah bagaimana perawat mampu
mendorong klien untuk meningkatkan spiritualitasnya dalam berbagai kondisi, Sehingga
klien mampu menghadapi, menerima dan mempersiapkan diri terhadap berbagai perubahan
yang terjadi pada diri individu tersebut.

3.2 Saran
Peningkatan spiritualitas dalam diri setiap individu sangat penting untuk diupayakan. Upaya
untuk melakukan peningkatan spiritualitas dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya
dengan latihan yoga dan melakukan meditasi. Penting juga diperhatikan pemenuhan nutrisi
spiritual. Hal tersebut tentunya tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat, akan lebih
baik jika dilaksanakan secara berkesinambungan. Dengan meningkatkan spiritualitas dalam
diri, maka koping yang kita miliki juga akan meningkat. Sehingga mampu berperilaku dan
mempertahankan kesehatan dalam kondisi yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Chapman, L. S. 1997. Spiritual health: A component missing from health promotion.


American Journal of Health Promotion, 1(1), 38-41.
Craven, R.F., Hirnle, C.J. 2007. Fundamental of nursing: Human health and function.Third
edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Crisp, J. Taylor, C., Potter, P.A., & Perry, A. G. (2001). Fundamental of Nursing, Singapore:
Mosby
Danah Zohar. (2000). Spiritual Intelligence The Ultimate Intelligence:Great Britain
Daniel G,.( 1999). Emotional Intelligence, Jakarta.: gramdia, Pustaka Utama
Dombeck. 1995. Spiritual Nursing. Lowa ; University of Lowa
Dorlan. (1995). Dorlands Pocket Medical Dictionary. Twenty Fifth Edition. Philadelphia :
W.B Saunders Company
Fortune, Karen Lee. 2003. Mental Health Nursing 5 th ed. Pearson education, inc. BAB 2.
Greer, J., and Moberg, D. O. 1998. Research in the social scientific study of religion.
Greenwich, CT: Jai Press.
Haber j.dkk. 3 nd.(1987). Comprehensive Psychiatric Nursing. New York: Mc Graw-Hill
Book Company.
Hungelman. 1985. Spiritual concept nursing care. Three edition. Philadelphia : lippincot
williams & wilkins
Hinchliff, Sue.(1997).Kamus Keperawatan. Alih bahasa oleh dr.Andry Hartono.Jakarta: EGC
Kozier, B. Erb, G Berman A.J . (1995). Fundamental of Nursing : concepts, process, and
practice. Fifth Edition. California : Addison-Wesley Publishing Company.
Kozier, Erb. Berman. Snyder. (2004). Fudamental of nursing: Concepts, process, and
practice. Seventh Edition. New Jersey : Pearson Education. Inc.
Mauk, K & Schmidt, N. (2004). Spiritual Care in Nursing Practice. Philadelpia: Lippincott.
Murray, R. B., and Zentner, J. P. 1993. Nursing concepts for health promotion (5th ed).
Englewood Cliffs, NJ: Preventice-Hall.
New Websters Dictionary: Of the English Language.(1981). New York: Delair Publishing
Company Inc.
Potter, P.A & Perry, A.G.(2005). Fundamental Of Nrsing: Concepts, Process, and Practice.
Eds 4. Jakarta: EGC
Potter, P.A. and Perry, A.G. (2005). Fundamental of Nursing : concepts, process, and
practice. Sixth Edition. St. Louis : Mosby.
Rawlins, R & Heacock. (1993). Clinical Manual of Pshyciatric Nursing. 2nd Ed. St. Louis:
Mosby Year Book.
Ruffling-Rahal, M. A. 1984. The spiritual dimension of well-being: Implications for the
elderly. Home Health Nurse, 2, 12-16.
Sellers, S. C., and Haag, B. A. 1998. Spiritual nursing interventions. Journal of Nursing,
16(3), 338-354.

BAB 1
PENDAHULUAN

Kita bisa lari pagi di akhir pekan, kita bisa berenang di gelanggang kesukaan, kita bisa
bermain golf di lapangan yang penuh keindahan, kita bisa beres - beres rumah untuk menjaga
kebersihan dan kerapihan, atau sekedar jalan - jalan ke pusat pembelanjaan, dan kitapun bisa
tidur untuk menepis keletihan. Itu semua penting untuk menjaga kebugaran Bukan sekedar
penting...tapi juga merupakan kebutuhan.

Kita sadar....,Diri kita terdiri dari jiwa dan raga, raga sering kita perhatikan baik untuk
menjaga kebugaran maupun kesehatan. Berbagai supplemen dan multivitamin kita
perhatikan, bahkan anggaran kita alokasikan untuk sebuah kecantikan. Itu tidak salah. Itu
sangat bagus...karena merupakan bagian dari ibadah, dimana kita bisa menyukuri nikmat-
Nya dengan menjaga dan merawat setiap pemberian-Nya, selama semua diniatkan semata -
mata untuk ibadah dan syukur pada-Nya

Ada satu hal yang sering kita lupakan,yaitu kebutuhan gizi spiritualitas yang sering kita
abaikan jangankan memperhatikan gizi masukan, kadang kita tidak mengetahui apa yang
seharusnya dilakukan, bahkan untuk mengenalpun sering tak dihiraukan, padahal spiritualitas
adalah aspek yang sangat penting sama pentingnya dengan menjaga kebugaran dan
kesehatan ragawi.

Lalu kapan kita kan menjaga kebugaran dan kesehatan ruhani ?

Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui, dengan penyakit spiritual yang ada pada diri
kita dan mungkin kan mengerogoti kebugaran dan kesehatan ruhani kita. Perhatikanlah
ucapan kita.., jangan sampai terjangkit "Penyakit Bohong", perhatikanlah ibadah kita.., jangan
sampai menjadi "Riya", perhatikanlah kecantikan / ketampanan kita, jangan sampai terindikasi
"Penyakit Sombong", jangan sampai karena kekayaan kita menjadi "Penderita Kikir", Jangan
sampai dengan kemiskinan kita menjadi "Pengidap Kufur", Jangan sampai dengan keilmuan
kita menjadi "Penderita takabur", Hati - hatilah selalu jika kita, rajin beribadah karena dilihat
dan dipuji orang, dan menjadi malas ketika sendirian.

Apalagi selalu menceritakan berbagai amalan dan kebajikan, jangan sampai kebaikan
kita pada orang, hanya akan mempermalukan dan menjadi bahan gunjingan.

Sudahkah kita mengenal kondisi Kesehatan Spiritual kita ?

Lakukanlah identifikasi dengan benar, kenali langkah - langkah tindak lanjutnya,


berobatlah ke Klinik spiritual, lakukan perawatan intensif dan regular, sekali - kali mintakan
general check up spiritual, semoga kita menjadi manusia paripurna, yang bugar dan sehat
secara lahir dan bathin. Amin

TUJUAN :

Memahami konsep elemen-elemen spiritual agar dapat memberikan asuhan


keperawatan pada lingkup kesehatan spiritual sebagai wujud keperawatan holistic, perawat
juga dituntut untuk menanggapi keadaan sehat sakit manusia yang beraneka ragam dengan
cara yang berbeda tergantung pada individu secara spiritual karena setiap interaksi dan
perilaku individu sangat dipengaruhi oleh spiritualisme yang dialami dalam kehidupan individu
tersebut.

Dengan mempelajari elemen-elemen spiritual, seorang perawat dapat mengunakan


pendekatan ilmu spiritual dalam memenuhi kebutuhan spiritual klien dalam mencari identitas
dan menemukan arti kehidupan dan menemukan cara untuk mengatasi sakit dan stress yang
terus menerus dalam kehidupan. Tepatnya pelayanan spiritual dibutuhkann oleh perawat
dalam memberikan pelayanan yang memungkinkan pemberian pertolongan dan menerima
bantuan serta kemungkinan membentuk suatu hubungan dengan klien.
BAB II
PEMBAHASAN

PENGERTIAN SPIRITUALITY

Spirituality berasal dari bahasa latin spiritus yang berarti nafas atau udara.spirit
memberikan hidup,menjiwai seseorang. Spirit memberikan arti penting ke hal apa saja yang
sekiranya menjadi pusat dari seluruh aspek kehidupan seseorang( Dombeck,1995).

Spirituality adalah suatu yang dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman


hidup kepercayaan dan nilai kehidupan. Spiritualitas mampu menghadirkan cinta,
kepercayaan, dan harapan, melihat arti dari kehidupan dan memelihara hubungan dengan
sesama. (Perry Potter, 2003).

Spiritual adalah konsep yang unik pada masing-masing individu (Farran et al, 1989).
Masing-masing individu memiliki definisi yang berbeda mengenai spiritual, hal ini dipengaruhi
oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup dan ide-ide mereka sendiri tentang hidup.
Menurut Emblen, 1992 spiritual sangat sulit untuk didefinisikan. Kata-kata yang digunakan
untuk menjabarkan spiritual termasuk makna, transenden, harapan, cinta, kualitas, hubungan
dan eksistensi. Spiritual menghubungkan antara intrapersonal (hubungan dengan diri sendiri),
interpersonal (hubungan antara diri sendiri dan orang lain), dan transpersonal (hubungan
antara diri sendiri dengan tuhan/kekuatan gaib)

Spiritual adalah suatu kepercayaan dalam hubungan antar manusia dengan beberapa
kekuatan diatasnya, kreatif, kemuliaan atau sumber energi serta spiritual juga merupakan
pencarian arti dalam kehidupan dan pengembangan dari nilai-nilai dan sistem kepercayaan
seseorang yang mana akan terjadi konflik bila pemahamannya dibatasi. (Hanafi, djuariah.
2005)

Spirituality atau kepercayaan spiritual adalah kepercayaan dengan sebuah kekuatan


yang lebih tinggi dari kekuatan pencipta, sesuatu yang bersifat Tuhan, atau sumber energi
yang tidak terbatas. Contoh, seseorang percaya pada Tuhan, Allah, Kekuatan tertinggi.
Spirituality memiliki beberapa aspek antara lain :

a. Hubungan yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam hidup

b. Menemukan arti dan tujuan dalam hidup.

c. Menyadari dan mampu untuk menarik sumber-sumber dan kekuatan dari dalam diri.

d. Mempunyai perasaan hubungan kedekatan dengan diri sendiri dan Tuhan atau Allah. (Cozier
Barbara, 2000).

Kesehatan spiritual atau kesejahteraan adalah rasa keharmonisan saling kedekatan


antara diri dengan orang lain, alam, dan dengan kehidupan yang tertinggi (Hungelmann et
al,1985).

Spiritual dimulai ketika anak-anak belajar tentang diri mereka dan hubungan mereka
dengan orang lain. Banyak orang dewasa mengalami pertumbuhan spiritual ketika memasuki
hubungan yang langgeng. Kemampuan untuk mengasihi orang lain dan diri sendiri secara
bermakna adalah bukti dari kesehatan spiritual( )

Kesehatan jiwa ( spiritual ) menurut ilmu kedokteran saat ini adalah suatu kondisi
yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yan optimal dari
seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan orang lain ( suliswati,Hj.tji
anita,2004).

Elemen-Elemen dalam Spiritual

1. Kebutuhan Spritual

4 hal yang mendasari kebutuhan spiritual adalah :

1. Pencarian arti

2. Perasaan untuk memaafkan / pengampunan

3. Kebutuhan akan cinta (Keinginan untuk mendapatkan kasih sayang : keluarga dan teman)

4. Kebutuhan akan harapan (Fish and Shelly, 1978; Peterson and Nelson, 1987; Schoenbeck,
1994).
Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan (Rnetzkys, 1979).
Dimensi ini termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan akan
harapan dan keyakinan hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan.
Sullender (1998) mengidentifikasi 5 dasar kebutuhan spiritual manusia : 1. arti dan tujuan
hidup 2. perasaan misteri 3. pengabdian 4. rasa percaya 5. harapan di waktu kesusahan.

Spiritual saat ini dihubungkan dengan pencarian akan arti dan refleksi dari bagian
kepercayaan pada paham duniawi. Hal ini menimbulkan pertanyaan: haruskah perawat yang
tidak religius, atau yang tidak memiliki spiritual, menolong seseorang yang membutuhkan
spiritual (Walter, 1997). Pada dasarnya apakah mereka mampu? Pada studi keperawatan
dengan orang-orang yang memiliki fase terminal, ditemukan bahwa perawat merasa tidak
harus memiliki pengalaman dan keahlian untuk memberikan dukungan secara spiritual.

Sebuah pembelajaran insiden kritis dari respon perawat terhadap kebutuhan spiritual
dari klien memberikan sebuah pengertian yang mendalam terhadap perawat akan kebutuhan
spiritual klien serta peran perawat sebagai pemberi layanan secara spiritual. Kebutuhan akan
harapan merupakan kepentingan utama terhadap seseorang yang dihadapi oleh penyakit dan
ancaman potensial terhadap gaya hidup dan kehidupan.

2. Kesadaran Spritual

Kesadaran spiritual akan timbul saat seseorang dihadapkan pada kebutuhan spiritual dan
pencarian identitas, saat mempertahankan nilai-nilai dan keyakinan atau kepercayaan.
Tiga tingkat kesadaran menurut Wilber:
A. Tingkat Existensial

Pada level ini Wilber menggunakan istilah yang berasal dari filsuf-filsuf eksistensial,
yaitu penyatuan diri dengan orang lain (uniting the self and others). Para filsuf eksistensialis
mengakui bahwa makhluk di bumi memiliki ikatan otentik antara total individu dengan
lingkungannya. Mereka meyakini bahwa individu hanya eksis ketika berada dalam relasi
dengan orang-orang lain, dan bahwa kehilangan kesadaran berarti memutuskan hubungan
antara diri dengan orang-orang lain.

Di sisi lain, meningkatkan kesadaran berarti melibatkan diri dalam hubungan


mendalam dengan orang-orang lain, yang hasilnya akan memperkaya kesadaran internal
(inner awareness) seseorang.

Menurut Wilber, peningkatan kesadaran ke tingkat eksistensial dapat dicapai secara


sederhana dengan duduk di tempat yang sepi (tenang), menghentikan semua konsep mental
tentang diri sendiri, dan merasakan eksistensi dasar seseorang. Untuk menguatkan identitas
seseorang agar lebih permanen pada level ini, biasanya diperlukan bentuk-bentuk terapi
eksistensial semacam meditasi, hatha yoga, terapi Gestalt, psikolog dan humanistic.

B. Tingkat Transpersonal Bands

Pada level ini individu mulai menyadari dan mengakui bentuk-bentuk pengetahuan
yang tidak bersifat dualistis (antara subjek dan objek pengetahuan tidak terpisah). Individu
mulai merealisasi dan mengalami apa yang disebut sebagai reliansi/keyakinan eksklusif
dalam pengalaman. Wilber mengikuti konsep Jung dalam menggambarkan elemen-elemen
yang ada dalam tingkat transpersonal ini. Jung menggunakan istilah synchronicity, yaitu suatu
kejadian yang penuh makna antara gejala psikis dan fisik. Bila dua kejadian, yang satu bersifat
psikis dan yang lain bersifat fisik, terjadi dalam waktu yang sama, ini berarti terjadi
synchronicity.

Aspek psikis dalam fenomena ini dapat termanifestasi dalam suatu bentuk mimpi, ide,
atau intuisi, yang kemudian menjadi kenyataan secara fisik. Sebagai contoh, ketika seseorang
memikirkan orang lain, menit berikutnya ia menerima telepon dari orang yang baru saja
dipikirkan. Contoh lain, seseorang bermimpi tentang pesawat jatuh dan ketika ia membaca
koran pada pagi harinya ternyata mimpinya itu benar-benar terjadi semalam. Gejala
synchronicity muncul bila secara fisik individu dalam keadaan kurang sadar, misalnya
bermimpi atau merenung. Pengetahuan sinkronistik ini meningkatkan kemampuan dalam
pengambilan keputusan, yaitu dengan meningkatkan kepekaan intuitif, yang diberdayakan
setelah semua data empiris dijajaki secara objektif. Pada tingkat kesadaran ini individu
mengalami perasaan transendensi, mengalami sebagai saksi supra-individual. Artinya
individu mampu mengamati aliran dari sesuatu, tanpa menyela, mengomentari, atau
memanipulasi alur peristiwa.

C. Level of Mind

Berikut adalah tingkat kesadaran paling tinggi dalam Spectrum of Consciousness dari
Wilber. Dalam menggambarkan Level of Mind, Wilber menyatakan bahwa Diri orang yang
mengalami kesadaran sebenarnya bukanlah real self (Diri sesungguhnya) dari orang
tersebut. Bagaimanapun cara seseorang melihat, berpikir, dan merasakan dirinya, Diri
merupakan sesuatu yang kompleks. Ide, konsep, pikiran, emosi, dan objek mental semuanya
secara konstan menyambil energi kita, yang menyebabkan adanya suatu tabir antara diri kita
dengan realitas.
Pada tingkat ini, individu menyingkap tabir tersebut, sehingga memungkinkan dia
mengalami realitas secara langsung. Ini disebut pengetahuan yang tidak dualistis (nondual
knowing). Krishnamurti menggambarkan kesadaran seperti ini sebagai kesadaran intensif
tanpa pilihan, tidak terkontaminasi oleh pikiran-pikiran, simbol-simbol, atau dualitas; suatu
kesadaran tentang apa (what is).

3. Kesehatan Spiritual

Dicapai ketika seseorang menemukan keseimbangan antara, nilai hidup :


Hasil dan system kepercayaan

Hubungan antara diri sendiri dan orang lain

Dengan berjalannya kehidupan, spiritual seseorang dan kesadarn arti spiritual akan lebih
meningkat, tujuan dari nilai-nilai kehidupan akan lebih nyata.
Kesehatan spiritual atau kesejahteraan adalah rasa keharmonisan saling kedekatan
antara diri dengan orang lain, alam, dan dengan kehidupan yang tertinggi (Hungelmann et
al, 1985). Rasa keharmonisan ini dicapai ketika seseorang menemukan keseimbangan antara
nilai, tujuan, dan system keyakinan mereka dengan hubungan mereka di dalam diri mereka
sendiri dan dengan orang lain. Pada saat terjadi stress, penyakit, penyembuhan, atau
kehilangan, seseorang mungkin berbalik ke cara-cara lama dalam merespons atau
menyesuaikan dengan situasi. Sering kali gaya koping ini terdapat dalam keyakinan atau nilai
dasar orang tersebut. Keyakinan ini sering berakar dalam spiritualitas orang tersebut.
Sepanjang hidup seorang individu mungkin tumbuh lebih spiritual, menjadi lebih menyadari
tentang makna, tujuan, dan nilai hidup.

Spiritualitas dimulai ketika anak-anak belajar tentang diri mereka dan hubungan
mereka dengan orang lain. Banyak orang dewasa mengalami pertumbuhan spiritual ketika
memasuki hubungan yang langgeng.

Kemampuan untuk mengasihi orang lain dan diri sendiri secara bermakna adalah bukti
dari kesehatan spiritualitas. Menetapkan hubungan dengan yang maha agung, kehidupan,
atau nilai adalah salah satu cara mengembangkan spiritualitas. Kesehatan spiritualitas yang
sehat adalah sesuatu yang memberikan kedamaian dan penerimaan tentang diri dan hal
tersebut sering didasarkan pada hubungan yang langgeng dengan yang Maha Agung.
Penyakit dan kehilangan dapat mengancam dan menantang proses perkembangan
spiritual.Kesehatan spiritual tercapai ketika seseorang menemukan keseimbangan antara
nilai hidup, tujuan hidup, sistem keyakinan, dan hubungan seseorang dengan diri sendiri atau
orang lain.
Tanda-tanda Kesehatan Spiritual.

Seseorang yang mempunyai karakter baik juga mempunyai kehidupan spiritual yang
sehat. Dari jumlah banyaknya keluhan orang, mungkin kalian akan segera mengetahui berapa
banyak karakter buruk yang masih tertinggal didalam diri seseorang. Dan ketika kalian mampu
menghilangkan seluruh keluhan yang kalian miliki, kalian kemudian akan mengetahui bahwa
kalian itu sehat dan tidak ada lagi karakter buruk yang tertinggal.Hal ini sangat penting bagi
seseorang untuk memiliki karakter yang baik. Jika seseorang tidak mempunyai keluhan lagi,
berarti dia sudah memiliki kesabaran dan ini berarti dia mempunyai iman yang sejati.
Kesabaran adalah sebuah tindakan melawan semua keinginan ego.Ada Tiga Tipe Kesabaran,
yaitu:

1. Sabar Terhadap Ketidaknyamanan Fisik :

Misalnya ketika kalian bangun di pagi hari yang dingin untuk melaksanakan shalat,
berwudhu dengan air yang dingin atau ketika kalian antri kalian akan merasakan ketidak
nyamanan Begitu pula ketika kita sedang sakit, atau pada saat2 kita sedang menyelesaikan
tugas yang sulit dan sebagainya.

2. Sabar dengan Menahan Diri dari Segala Hal yang Dilarang :

Sebuah hadits mengatakan, Hidup sebagai hamba dan menjauhi hal-hal yang
dilarang adalah lebih berharga dibandingkan ibadah seluruh malaikat, manusia dan Jinn
selama hidupnya.Islam menawarkan dua jenis perintah, pertama apa yang harus kita lakukan
dan kedua, apa yang tidak boleh kita lakukan atau "Yang Dilarang". Yang terpenting di antara
keduanya adalah meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah . Meninggalkan suatu larangan
lebih baik dari pada menunaikan ibadah Haji sebanyak 50.000 kali. Itu berarti, kalian bisa
bersabar untuk beribadah tetapi tidak sabar dalam menjaga batasan yang telah ditetapkan
Allah swt. Jika kalian kembali dari ibadah haji yang ke-50.000 tetapi masih melihat pramugari
pesawat dengan penuh syahwat maka semuanya akan sia-sia.

Jika kita bersabar dalam beribadah, malaikat menuliskan pahala kita, tetapi bila kita
menunjukkan ketahanan terhadap suatu larangan, maka Allah swt akan memberikan balasan
yang tak hingga.Allah swt memerintahkan kita untuk beribadah, sebanyak mungkin. Shalat
lima kali sehari adalah cukup dan jika kalian bisa melakukan lebih dari itu, itu lebih baik. Tetapi
untuk hal-hal yang dilarang, kalian harus menghindari semuanya. Ada dua tingkatan
menyangkut hal-hal yang dilarang, yaitu haram (terlarang) dan makruh (tidak disukai).
Sekarang ummat Muslim mendapat dukungan dari Setan untuk melakukan hal-hal yang
makruh. Itu adalah penyakit yang buruk di kalangan Muslim.

Siapa yang tidak menyukai hal-hal tersebut?


Allah swt dan Rasulullah saw.Kita diperintahkan sekuat tenaga untuk menolak segala
keburukan yang tidak disukai Allah dan Rasulullah saw. Jika seseorang mempertahankan
benteng luar maka harta di dalamnya akan selamat. Setiap tindakan yang terlarang
mempunyai efek buruk terhadap iman kita, mereka menghancurkan iman kita. Ada 500
kebaikan yang dapat kita lakukan sebisa mungkin. Ada 800 larangan dan karakteristik buruk
yang harus kita tinggalkan semua, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi.

Lebih buruk lagi jika kalian bersembunyi dari orang-orang dan melakukan hal
terlarang. Kalian tidak tersembunyi dari Allah.Menjaga diri ketika sedang sendiri adalah lebih
baik sebab kalian bersama Allah dan kita harus menjaga penghormatan kita kepada-Nya
melebihi yang diberikan kepada orang-orang.

3. Bersabar dalam menghadapi orang yang mengganggu kita.

Ini adalah tipe kesabaran yang paling baik di antara ketiganya. Al-Quran mengatakan, Kami
menguji beberapa di antara kalian dengan orang-orang lainnya di antara kalian. Kesabaran
adalah hal yang paling penting dalam hidup manusia. Jika kalian mempunyai kesabaran,
seluruh kebaikan akan kalian dapatkan. Pandangan Allah tertuju pada diri kalian, jadi
akankah kalian bersabar?

Apabila kalian bisa melepaskan diri dari daya tarik semua sifat2 buruk, maka tidak
akan ada lagi kesulitan yang akan menimpa kalian baik dalam kehidupan di dunia maupun
di akhirat. Kalian harus selalu ingat bahwa segala sesuatu itu terjadi se-mata2 adalah atas
kehendak Allah. Inilah kuncinya, obat bagi segala penyakit hati. Kalian harus berkata,
Mengapa aku harus mengeluh, bila Allah yang memerintahkan ini semua harus terjadi?
Bila kalian mampu mengingat hal ini kalian akan merasa puas dengan segala kehendak-Nya
dan akan setuju dengan semua itu. (Syaikh Nazim al-Qubrusi al Haqqani an
Naqshbandi,1998).

4. MASALAH SPIRITUAL

Ketika penyakit , kehilangan atau nyeri menyerang seseorang, kekuatan spiritual


dapat membantu seseorang ke arah penyembuhan atau pada perkembangan kebutuhan dan
perhatian spiritual. Selama penyakit atau misalnya individu sering menjadi kurang mampu
untuk merawat dir mereka dan lebih bergantung pada orang lain untuk perawatan da
dukungan. Distress spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang mencari makna
tentang apa yang sedang terjadi, yang mungkin dapat mengakibatkan seseorang merasa
sendiri dan terisolasi dari orang lain. Individu mungkin mempertanyakan nilai spiritual mereka,
mengajukan pertanyaan tentang jalan hidup seluruhnya, tujuan hidup, dan sumber dar makna
hidup.
1. Depresi atau rasa tertekan

Depresi atau rasa tertekan adalah sebuah 'penyakit' baru, tapi ini bukanlah penyakit,
karena penyakit selalu berasal bagian dari tubuh fisik kita, ini sesuatu yang lain. Dan orang
yang paham psikologi semakin meningkat, meningkat pesat karena depresi manusia makin
meningkat. Dan psikolog atau orang seperti itu, mereka tidak meraih sesuatu untuk mengobati
mereka, hanya berkata: "Gunakan obat ini!" Apa ini: 'Gunakan cara ini ?

Depresi bukanlah sesuatu dari dunia materi, bukan, ini adalah sesuatu dalam hidup
kita yang merupakan bagian dari bentuk spiritual dan inilah salah satu keresahan spiritual
sehingga kalian tidak bisa melakukan pengobatan dengan obat material! Tapi mereka
psikiater juga tidak pernah tahu tentang ini, dan mereka berkata: "pakailah obat ini! Bawa ini,
untuk membuat syarafmu tenang" lakukanlah

Alasan pertama yang membawa masalah-masalah besar itu adalah dari para
pemuda yang tidak percaya kepada apapun. Mereka tidak percaya agama. Hal itu menjadikan
mereka bagaikan masuk kedalam sebuah sumur dalam tanpa dasar dan jatuh ke dalam
tempat gelap sehingga mereka tidak tahu mana tangan kiri dan tangan kanan mereka sendiri.
Itulah yang terjadi saat ini. Oleh karena itu, kami berusaha melalui asosiasi kecil dan rendah
hati ini, pertemuan yang begitu rendah hati, untuk membuat manusia percaya bahwa: Jika
kau tidak melakukan sesuatu yang membuat Tuhan-mu ridho, maka kau tidak bisa meraih
kesenangan! Jika kau tidak berusaha menjadikan Tuhan-mu senang, maka tidak akan ada
kesenangan bagimu bersama semua aspek material yang kalian miliki!

MASALAH-MASALAH KESEHATAN JIWA


Gangguan jiwa adalah adanya perubahan fungsi jiwa yang menyebabkan gangguan
pada fungsi jiwa, sehingga menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam
melaksanakan peran sosial baik peran di keluarga maupun masyarakat.Fungsi jiwa yang
terganggu meliputi fungsi biologis, psikologis, sosial, spiritual. Secara umum gangguan fungsi
jiwa yang dialami seorang individu dapat terlihat dari penampilan, komunikasi, proses berpikir,
interaksi dan aktivitasnya sehari-hari.

1. PSIKOTIK

Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu
menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku
kacau/aneh. Psikotik yang dibahas pada modul ini yaitu psikotik akut dan kronik.
a. Gangguan Psikotik Akut

1. Gambaran utama perilaku

Perilaku yang diperlihatkan oleh pasien yaitu :

a) Mendengar suara-suara yang tidak ada sumbernya

b) Keyakinan atau ketakutan yang aneh/tidak masuk akal

c) Kebingungan atau disorientasi

d) Perubahan perilaku; menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri, kecurigaan


berlebihan, mengancam diri sendiri, orang lain atau lingkungan, bicara dan tertawa serta
marah-marah atau memukul tanpa alasan

2) Pedoman diagnostik

Untuk menegakkan diagnosis gejala pasti gangguan psikotik akut adalah sebagai berikut :

a) Halusinasi (persepsi indera yang salah atau yang dibayangkan : misalnya, mendengar suara
yang tak ada sumbernya atau melihat sesuatu yang tidak ada bendanya)

b) Waham (ide yang dipegang teguh yang nyata salah dan tidak dapat diterima oleh kelompok
sosial pasien, misalnya pasien percaya bahwa mereka diracuni oleh tetangga, menerima
pesan dari televisi, atau merasa diamati/diawasi oleh orang lain)

c) Agitasi atau perilaku aneh (bizar)

d) Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi)

e) Keadaan emosional yang labil dan ekstrim (iritabel)

3) Diagnosis banding

Selain diagnosis pasti, ada diagnosis banding untuk psikotik akut ini karena dimungkinkan
adanya gangguan fisik yang bisa menimbulkan gejala psikotik.

a) Epilepsi

b) Intoksikasi atau putus zat karena obat atau alkohol

c) Febris karena infeksi

d) Demensia dan delirium atau keduanya


e) Jika gejala psikotik berulang atau kronik, kemungkinan skizofrenia dan gangguan psikotik
kronik lain

f) Jika terlihat gejala mania (suasana perasaan meninggi, percepatan bicara atau proses pikir,
harga diri berlebihan), pasien mungkin sedang mengalami suatu episode maniak

g) Jika suasana perasaan menurun atau sedih, pasien mungkin sedang mengalami depresi

Menurut analisa kelompok kami Berdasarkan uraian di atas perawat professional


dituntut untuk mampu memahami konsep elemen-elemen spiritual agar dapat memberikan
asuhan keperawatan pada lingkup kesehatan spiritual sebagai wujud keperawatan holistic,
perawat juga dituntut untuk menanggapi keadaan sehat sakit manusia yang beraneka ragam
dengan cara yang berbeda tergantung pada individu secara spiritual karena setiap interaksi
dan perilaku individu sangat dipengaruhi oleh spiritualisme yang dialami dalam kehidupan
individu tersebut.

Dengan mempelajari elemen-elemen spiritual, seorang perawat dapat mengunakan


pendekatan ilmu spiritual dalam memenuhi kebutuhan spiritual klien dalam mencari identitas
dan menemukan arti kehidupan dan menemukan cara untuk mengatasi sakit dan stress yang
terus menerus dalam kehidupan. Tepatnya pelayanan spiritual dibutuhkann oleh perawat
dalam memberikan pelayanan yang memungkinkan pemberian pertolongan dan menerima
bantuan serta kemungkinan membentuk suatu hubungan dengan klien.
BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan
Spiritual adalah suatu perasaan terhadap keberadaan dan arti dari zat yang lebih tinggi
dari manusia yang menjadi faktor intrinsik alamiah dan merupakan sumber penting dalam
penyembuhan. Dimana dikatakan pula sebagai keyakinan (faith) bersumber pada kekuatan
yang lebih tinggi akan membuat hidup menjadi lebih hidup dapat mendorong seseorang untuk
melakukan tindakan. Setiap interaksi dan perilaku individu sangat dipengaruhi oleh
spiritualisme yang dialami dalam kehidupan yang sangat erat hubungannya dengan
kebudayaan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Perry&Potter, 2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,


Proses, dan Praktik. Ed.4.Vol. 1.Jakarta : EGC
Suliswati,Hj.Tjie Anita Payapo,Jeremia,Yenny,1999.Konsep dasar
keperawatan kesehatan jiwa.
Fish and Shelly, 1978; Peterson and Nelson, 1987; Schoenbeck, 1994).
Syaikh Nazim al-Qubrusi al Haqqani an Naqshbandi,1998
www.mevlanasufi.blogspot.com, Rabbani Sufi Institute of Indonesia

www.rabbani-sufi.blogspot.com, Rabbani Sufi Institute of Indonesia

MAKALAH
KONSEP DASAR SPIRITUAl
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah mahluk yang paling tinggi derajatnya dibandingkan makhluk tuhan yang
lainnya. Mengapa demikian?,tentu jawabannya karena manusia telah diberkahi dengan akal
dan fikiran yang bisa membuat manusia tampil sebagai khalifah dimuka bumi ini. Akal dan
fikiran ini lah yang membuat manusia bisa berubah dari waktu ke waktu.Dalam kehidupan
manusia sulit sekali dipredeksi sifat dan kelakuannya bisa berubah sewaktu-waktu. Kadang dia
baik,dan tidak bisa bisa dipungkiri juga banyak manusia yang jahat dan dengki pada sesame
manusia dan makhluk tuhan lainnya.
Setiap manusia kepercayaan akan sesuatu yang dia anggap angung atau maha.kepercyaan
inilah yang disebut sebagai spriritual. Spiritual ini sebagai kontrol manusia dalam bertindak,
jadi spiritual juga bisa disebut sebagai norma yang mengatur manusia dalam berperilaku dan
bertindak.
Dalam ilmu keperawatan spiritual juga sangat diperhatikan.Berdasarkan konsep keperawatan,
makna spiritual dapat dihubungkan dengan kata-kata : makna, harapan, kerukunan, dan sistem
kepercayaan (Dyson, Cobb, Forman, 1997). Dyson mengamati bahwa perawat menemukan
aspek spiritual tersebut dalam hubungan seseorang dengan dirinya sendiri, orang lain, dan
dengan Tuhan. Menurut Reed (1992) spiritual mencakup hubungan intra-, inter-, dan
transpersonal. Spiritual juga diartikan sebagai inti dari manusia yang memasuki dan
mempengaruhi kehidupannya dan dimanifestasikan dalam pemikiran dan prilaku serta dalam
hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, alam, dan Tuhan (Dossey & Guzzetta, 2000).
B. Tujuan
Berdasarkan uraian latar belakang diatas kami dapat menarik kesimpulan tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
a) Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
b) Diaharapkan dengan adanya makalah ini maka pembaca akan memahami apa itu spiritual,apa
bentuknya dan sumber spiritual itu sendiri.
c) Mahasiswa bisa mengerti bagaimana konsep spiritual dalam keperawatan(kesehatan)

C. Rumusan masalah
Penulis dalam makalah ini ingin menyampaikan beberapa permasalah yang menjadi dasar
penulisan makalah ini
a) Seberapa penting spiritual dalam kehidupan manusia?
b) Apa yang menjadi sumber spiritual manusia itu sendiri?
c) Bagaimana penerapan spiritual dalam ilmu kesehatan khususnya dalam makalah ini
keperawatan
D. Metode penulisan
Makalah ini disusun dengan menggunakan berbagai referensi yaitu dari pengambilan data dari
website atau blog-blog yang membahas tentang spiritual.
Metode penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Pendahuluan: latar belakang,tujuan,rumusan masalah,dan metode penulisan.
b. Pengkajian
c. Penutup: kesimpulan dan saran
d. Daftar pustaka

PENGKAJIAN
A. Pengertian Spiritual
Definisi spiritual lebih sulit dibandingkan mendifinisikan agama/religion,
dibanding dengan kata religion, para psikolog membuat beberapa definisi spiritual, pada
dasarnya spitual mempunyai beberapa arti, diluar dari konsep agama, kita berbicara
masalah orang dengan spirit atau menunjukan spirit tingkah laku . kebanyakan spirit
selalu dihubungkan sebagai factor kepribadian. Secara pokok spirit merupakan energi
baik secara fisik dan psikologi,Menurut kamus Webster (1963) kata spirit berasal dari kata
benda bahasa latin Spiritus yang berarti nafas (breath) dan kata kerja Spirare yang berarti
bernafas.
Secara etimologi kata sprit berasal dari kata Latin spiritus, yang diantaranya berarti roh,
jiwa, sukma, kesadaran diri, wujud tak berbadan, nafas hidup, nyawa hidup. Dalam
perkembangannya, selanjutnya kata spirit diartikan secara lebih luas lagi. Para filosuf,
mengonotasian spirit dengan (1) kekuatan yang menganimasi dan memberi energi pada
cosmos, (2) kesadaran yang berkaitan dengan kemampuan, keinginan, dan intelegensi, (3)
makhluk immaterial, (4) wujud ideal akal pikiran (intelektualitas, rasionalitas, moralitas,
kesucian atau keilahian).
Dilihat dari bentuknya, spirit menurut Hegel, paling tidak ada tiga tipe : subyektif, obyektif dan
obsolut. Spirit subyektif berkaitan dengan kesadaran, pikiran, memori, dan kehendak individu
sebagai akibat pengabstraksian diri dalam relasi sosialnya. Spirit obyektif berkaitan dengan
konsep fundamental kebenaran (right, recht), baik dalam pengertian legal maupun moral.
Sementara spirit obsolut yang dipandang Hegel sebagai tingkat tertinggi spirit-adalah sebagai
bagian dari nilai seni, agama, dan filsafat.
Secara psikologik, spirit diartikan sebagai soul (ruh), suatu makhluk yang bersifat nir-
bendawi (immaterial being). Spirit juga berarti makhluk adikodrati yang nir-bendawi. Karena
itu dari perspektif psikologik, spiritualitas juga dikaitkan dengan berbagai realitas alam pikiran
dan perasaan yang bersifat adikodrati, nir-bendawi, dan cenderung timeless & spaceless.
Termasuk jenis spiritualitas adalah Tuhan, jin, setan, hantu, roh-halus, nilai-moral, nilai-estetik
dan sebagainya. Spiritualitas agama (religious spirituality, religious spiritualness) berkenaan
dengan kualitas mental (kesadaran), perasaan, moralitas, dan nilai-nilai luhur lainnya yang
bersumber dari ajaran agama. Spiritualitas agama bersifat Ilahiah, bukan bersifat humanistik
lantaran berasal dari Tuhan.
Spiritual dalam pengertian luas merupakan hal yang berhubungan dengan spirit ,sesuatu yang
spiritual memiliki kebenaran yang abadi yang berhubungan dengna tujuan
hidup manusia, sering dibandingkan dengan Sesuatu yang bersifat duniawi, dan
sementara, Didalamnya mungkin terdapat kepercayaan terhadap kekuatan supernatural
seperti dalam agama , tetapi memiliki penekanan terhadap pengalaman pribadi. Spiritual
dapat merupakan eksperesi dari kehidupan yang dipersepsikan lebih tinggi, lebih
kompleks atau lebih terintegrasi dalam pandangan hidup seseorang,dan lebih dari pada
hal yang bersifat indrawi. Salah satu aspek dari menjadi spiritual adalah memiliki arah
tujuan, yang secara terus menerus meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan
berkehendak dari seseorang, mencapai hubungan yang lebih dekat dengan ketuhanan dan alam
semesta dan menghilangkan ilusi dari gagasan salah yang berasal dari alat indra , perasaan, dan
pikiran. Pihak lain mengatakan bahwa aspek spiritual memiliki dua proses, pertama proses
keatas yang merupakan tumbuhnya kekuatan internal yang mengubah
hubungan seseorang dengan Tuhan , kedua proses kebawah yang ditandai dengan
peningkatan realitas fisik seseorang akibat perubahan internal. Konotasi lain perubahan
akan timbul pada diri seseorang dengan meningkatnya kesadaran diri, dimana nilai-nilai
ketuhanan didalam akan termanifestasi keluar melalui pengalaman dan kemajuan diri,
Apakah ada perbedaan antara spiritual dan religious?
Spiritualitas dalah kesadaran diri dan kesadaran individu tentang asal , tujuan dan nasib.
Agama dalah kebenaran mutlak dari kehidupan yang memiliki manifestasi fisik diatas dunia.
Agama merupakan praktek prilaku tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang
dinyatakan oleh institusi tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh
institusi tertentu yang dianut oleh anggota-anggotanya. Agama memiliki kesaksian iman
,komunitas dan kode etik, dengan kata lain spiritual memberikan jawaban siapa dan apa
seseorang itu (keberadaan dan kesadaran) , sedangkan agama memberikan jawaban apa
yang harus dikerjakan seseorang (prilaku atau tindakan). Seseorang bisa saja mengikuti
agama tertentu , namun memiliki spiritualitas . Orang orang dapat menganut agama yang
sama, namun belum tentu mereka memiliki jalan atau tingkat spiritualitas yang
sama
Spiritualitas adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha pencipta, tergantung
dengan kepercayaan yang dianut oleh individu.
Menurut Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek :
1) Berhubungan dengan sesuatau yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan,
2) Menemukan arti dan tujuan hidup,
3) Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri,
4) Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha tinggi.
Mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai komitmen
terhadap sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan mempunyai dua pengertian. Pertama
kepercayaan didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan lembaga keagamaan seperti Islam,
Kristen, Budha, dan lain-lain. Kedua, kepercayaan didefinisikan sebagai sesuatu yang
berhubungan dengan Ketuhanan, Kekuatan tertinggi, orang yang mempunyai wewenang atau
kuasa, sesuatu perasaan yang memberikan alasan tentang keyakinan (belief) dan keyakinan
sepenuhnya (action), harapan (hope), harapan merupakan suatu konsep multidimensi, suatu
kelanjutan yang sifatnya berupa kebaikan, dan perkembangan, dan bisa mengurangi sesuatu
yang kurang menyenangkan. Harapan juga merupakan energi yang bisa memberikan motivasi
kepada individu untuk mencapai suatu prestasi dan berorientasi kedepan. Agama adalah
sebagai sistem organisasi kepercayaan dan peribadatan dimana seseorang bisa mengungkapkan
dengan jelas secara lahiriah mengenai spiritualitasnya. Agama adalah suatu sistem ibadah yang
terorganisir atu teratur.
Definisi spiritual setiap individu dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup,
kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan. Spiritualitas juga memberikan suatu perasaan yang
berhubungan dengan intrapersonal (hubungan antara diri sendiri), interpersonal (hubungan
antara orang lain dengan lingkungan) dan transpersonal (hubungan yang tidak dapat dilihat
yaitu suatu hubungan dengan ketuhanan yang merupakan kekuatan tertinggi). Adapun unsur-
unsur spiritualitas meliputi kesehatan spiritual, kebutuhan spiritual, dan kesadaran spiritual.
Dimensi spiritual merupakan suatu penggabungan yang menjadi satu kesatuan antara unsur
psikologikal, fisiologikal, atau fisik, sosiologikal dan spiritual.
B. Ajaran Spiritual : Sumber dan Coraknya
Dalam perjalanan sejarah peradaban manusia, tercatat bahwa tradisi keagamaan merupakan
sumber ajaran spiritual yang mengakar kuat dan mempengaruhi pola kehidupan pemeluknya.
Untuk memahami fenomena spiritualitas, agaknya perlu memahami ajaran agama itu sendiri.
Masing-masing agama memiliki ajaran spiritual berbeda walau hakekatnya berkecenderungan
tidak jauh berbeda. Secara garis besar, dilihat dari sumber dan proses terjadinya spiritual atau
nilai-nilai spiritual yang diyakini dan diamalkan, paling tidak terdapat beberapa
tipe. The Encyclopedia of Religion menyebutkan tiga tipe ajaran spiritual (spiritual discipline)
yaitu :

Pertama, spiritual heteronomy. Dalam corak spiritual ini, pencari atau pengamal
spiritual cenderung menerima, memahami, meyakini atau mengamalkan acuan spiritual
(nilai-nilai spiritual) yang bersumber dari otoritas luar (external authority). Pengamal
ajaran spiritual heteronomik bersikap mentaati dan menerima makna dan keabsahannya
dalam wujud tindakan yang submisif dalam arti tinggal menerima, meyakini dan
mengamalkan saja, tanpa harus merefleksikan atau merasionalisasi makna ajarannya.
Kedua, spiritual otonom, yakni bentuk spiritualitas yang bersumber dari hasil refleksi
diri sendiri. Corak spiritual ini bersifat self-contained and independent of external
authority, yakni dihasilkan dari dalam diri sendiri dan terbebas dari otoritas luar.
Spiritual otonom sesungguhnya merupakan nilai spiritual yang dihasilkan oleh proses
refleksi terhadap kemahabesaran Tuhan dan ciptaannya.
Ketiga, spiritual interaktif, yakni nilai spiritual atau spiritual yang terbentuk melalui
proses interaktif antara dirinya sendiri dengan lingkungannya. Dengan demikian, corak
spiritual ini bukan mutlak karena faktor internal maupun eksternal. Namun, lebih
merupakan hasil dari proses dialektik antara potensi ruhaniah (mental, perasaan, dan
moral) di satu pihak dengan otoritas luar dalam bentuk tradisi, folkways, dan tatanan
dunia yang mengitarinya.

Bentuk-bentuk spiritual yang berkembang juga cenderung bervariasi. William K. Mahony,


mengkategorikan dua bentuk ajaan spiritual. Pertama, ajaran spiritual esktatik, ajaran ini
menganggap bahwa spiritual atau nilai-nilai spiritual dapat diperoleh melalui pengalaman
esktatik. Yakni praktik memperoleh kegembiraan luar biasa (esktasi) dengan cara merampas
(menjauhkan) diri dari bentuk kesenangan jasmani agar terbebas dari kungkungan tubuh
jasmaniahnya (physical body). Kedua, ajaran spiritual konstraktif yang memandang bahwa
untuk memperoleh nilai dan tingkat spiritualitas (maqam) tidak harus mengekslusi atau
mengesampingkan realitas kesenangan hidup keseharian yang sesunguhnya. Thomas a
Kempis, seorang biarawan pada abad 15 pernah mengajarkan pada muridnya tentang
bagaimana cara memilki spirtualitas relijius yang tinggi. Ajaran sederhananya, misalnya Be
simple, like the simple children of God, without deception, without envy, without murmuring,
and without suspicion.
1. Menumbuhkan Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quatient)
Menurut Jalaluddin Rahmat (2001), dalam kata pengantar pada buku SQ edisi Indonesia
mengatakan, Sejak 1969, ketika Journal of Transpersonal Psychology terbit untuk pertama
kalinya, psikologi mulai mengarahkan perhatiannya pada dimensi spiritual manusia. Penelitian
dilakukan untuk memahami gelaja-gejala ruhaniah, seperti peak experience, pengalaman
mistik, ekstasi, kesadaran ruhaniah, kesadaran kosmis, aktualisasi transpersonal, pengalaman
spiritual, dan akhirnya kecerdasan spiritual. Dalam kerangka inilah, Zohar mendefinisikan
kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri kita yang
berhubungan dengan kearifan di luar ego, atau jiwa sadar. Inilah kecerdasan yang kita perlukan
bukan hanya untuk mengetahui nilai-nilai yang ada, melainkan juga untuk secara kreatif
menemukan nilai-nilai baru.
Zohar juga mengatakan, SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan
makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks
makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup
seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ adalah landasan yang diperlukan
untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi
kita. Akan tetapi seperti kata Jalaluddin Rahmat, Danah Zohar masih terikat dalam pemikiran
psikologi dari angkatan-angkatan sebelum psikologi transpersonal.Sedangkan menurut Khalil
Khavari (Khavari, 2000, h. 23)., kecerdasan spiritual adalah fakultas dari dimensi nonmaterial
kita-ruh manusia. Inilah intan yang belum terasah yang kita semua milikinya. Kita harus
mengenalinya seperti apa adanya, menggosoknya hingga berkilap dengan tekad yang besar dan
menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan abadi. Seperti dua bentuk kecerdasan
lainnya, kecerdasan spiritual dapat ditingkatkan dan juga diturunkan. Akan tetapi, kemampuan
untuk ditingkatkan tampaknya tidak terbatas.
Danah Zohar menawarkan enam jalan untuk menumbuhkan kecerdasan kecerdasan spiritual
antara lain . Jalan I : Jalan Tugas; Jalan II : Jalan Pengasuhan; Jalan III : Jalan Pengetahuan;
Jalan IV : Jalan Perubahan Pribadi; Jalan V : Jalan Persaudaraan; Jalan VI : Jalan
Kepemimpinan yang Penuh Pengabdian.Yang pada akhirnya semua jalan menuju dan berasal
dari pusat yaitu kembali kedunia.
Menurut Jalaluddin Rahmat ada berbagai teknik untuk mengungkapkan makna; tetapi ada lima
situasi ketika makna membersit ke luar dan mengubah hidup kita-menyusun hidup kita yang
porak-poranda. Pertama, makna kita temukan ketika kita menemukan diri kita (self
discovery); kedua, makna muncul ketika kita menentukan pilihan; ketiga, makna ditemukan
ketika kita merasa istimewa, unik, dan tak tergantikan oleh orang lain;keempat, makna
membersit dalam tanggung jawab; kelima, makna mencuat dalam situasi transendensi,
gabungan dari keempat hal diatas.
Dalam menumbuhkan spiritual dapat juga dengan memakai ESQ yang diperkenalkan oleh AG
Agustian, dengan ESQ seseorang mampu mengendalikan emosinya karena di dalam dirinya
mulai tumbuh hot spot (fitrah). Semakin baik ESQ seseorang tentu kemampuan
mengendalikan diri akan semakin baik pula.
Selain ESQ ada juga yang namanya Transenden Intelligency (TI) yang berarti kecedasan
ruhaniah. Menurut Toto Tasmara (2001) salah satu indicator kecerdasan ruhaniah itu adalah
taqwa. Orang yang bertaqwa menurut Tasmara adalah orang yang bertanggung jawab,
memegang amanah dan penuh rasa cinta. Selain itu pada diri orang yang bertaqwa juga terdapat
ciri : memiliki visi dan misi, merasakan kehadiran Allah Swt, berzikir dan berdoa, sabar,
cenderung kepada kebaikan, memiliki empati, berjiwa besar, dan bersifat melayani.
2. Menumbuhkan Sifat Melayani
Pada masa pergerakan para pemimpin kita tidak mau bekerja pada pemerintahan kolonial.
Mereka para pemimpin pergerakan memilih usaha sendiri meskipun dengan ruang yang sempit
pada waktu itu. Faham kepemimpinan pergerakan disikapi dan diamalkan sebagai kesempatan
untuk melayani, bukan untuk dilayani. Akan tetapi faham ini tidak berlanjut pada masa
sesudahnya, para birokrat ternyata bagaikan raja yang setiap saat harus siap untuk dilayani.
Masyarakat yang sudah susah dan miskin terpaksa harus melayani mental para pemimpin yang
rakus dan culas. Pelayanan kepada masyarakat yang seharusnya mudah dipersulit dengan
birokrasi yang dibuat sesukanya. Mengutip catatan Guru Besar Ilmu Politik Universitas
Airlangga Ramlan Surbakti mengenai fenomena birokrasi di Indonesia, kewenangan besar
dimiliki birokrat sehingga hampir semua aspek kehidupan masyarakat ditangani birokrasi.

Kewenangan yang terlalu besar itu bahkan akhirnya menonjolkan peran birokrasi sebagai
pembuat kebijakan ketimbang pelaksana kebijakan, lebih bersifat menguasai daripada
melayani masyarakat. Akhirnya, wajar saja jika kemudian birokrasi lebih dianggap sebagai
sumber masalah atau beban masyarakat ketimbang sumber solusi bagi masalah yang dihadapi
masyarakat.Fenomena itu terjadi karena tradisi birokrasi yang dibentuk lebih sebagai alat
penguasa untuk menguasai masyarakat dan segala sumber dayanya. Dengan kata lain, birokrasi
lebih bertindak sebagai pangreh praja daripada pamong praja. Bahkan kemudian terjadi
politisasi birokrasi. Pada rezim Orde Baru, birokrasi menjadi alat mempertahankan kekuasaan.
Dengan perubahan paradigma yang akhir-akhir ini sering terdengar bahwa kualitas pelayanan
pada masyarakat merupakan salah satu masalah yang mendapat perhatian serius oleh aparatur
pemerintah. Hal ini dibuktikan dalam keputusan MenPAN Nomer 81 Tahun 1993 kemudian
dipertegas dengan inpres I/95, kemudian disusul dengan Surat Edaran Menko-Wasbang/PAN
No. 56/MK.WASPAN/6/98.Dalam manajemen pelayanan dikenal kepemimpinan-pelayan
yaitu pemimpin yang lebih dulu melayani. Disyaratkan kemampuan menganalisis dan
mengembangkan kemampuan logika dan analitis termasuk mengenali ciri khas pemimpin-
pelayan yang bisa ditiru. Spears (1999) mengetengahkan ciri khas pemimpin-pelayan sebagai
berikut :

1. Pemimpin-pelayan menyatakan tanggungjawab yang tidak terbatas untuk orang lain,


dengan jalan kita menerima orang lain apa adanya, kita harus belajar memberikan
empati;
2. Pemimpin-pelayan mengenal dirinya sendiri dengan baik, ciri khas ini adalah sebuah
komitmen seumur hidup, tetapi merupakan landasan untuk menjadi pemimpin-pelayan;
3. Pemimpin-pelayan adalah pemegang wawasan yang membebaskan, ciri khas ini adalah
kunci dari kegiatan pelayanan yang mendahulukan kepuasaan pelanggan karena
mereka merasakan suatu nilai lebih apabila bergabung dengan kita;
4. Pemimpin-pelayan adalah pemakai bujukan, ciri khas ini pemimpin-pelayan berusaha
untuk tidak mengendalikan orang lain, pendekatan yang digunakan adalah berusaha
mengembangkan pengertian;
5. Pemimpin-pelayan adalah pembangun masyarakat;
6. Pemimpin-pelayan menggunakan kekuasaan secara etis.

Dalam manajemen pelayanan juga dikenal layanan sepenuh hati. Layanan sepenuh hati
menurut Patricia patton dalam karyanya dalam edisi Indonesia (1998) berjudul EQ-Pelayanan
Sepenuh Hati, mengatakan bahwa layanan sepenuh hati berasal dari dalam diri kita sendiri,
bahwa sanubari merupakan tempat bersemanyamnya emosi-emosi, watak, keyakinan-
keyakinan, nilai-niai, sudut pandang, dan perasaan-perasaan. Dan bahwa dalam melakukan
pelayanan sepenuh hati, ada tiga paradigma pengikat yang sejogianya dipahami oleh aparatur
pelayan. Paradigma tersebut 1) bagaimana memandang diri sendiri, 2) bagaimana memandang
orang lain, dan 3) bagaimana memandang pekerjaan.
3. Agama Sebagai Sumber Spiritualitas
Ada adagium yang mengatakan bahwa agama boleh saja ditinggalkan orang, tapi spiritual
akan selalu hidup dan bersemanyam di hati setiap orang sampai kapan pun. Disini berarti
terdapat pembedaan antara agama atau keagamaan dengan spiritualitas. Agama berbicara
tentang seperangkat nilai dan aturan perilaku yang telah melalui proses kodifikasi. Sementara
spiritual bermakna jiwa yang paling dalam, hakiki, substance, masih suci dan belum terkotak-
kotak, bebas merambah kemana saja, dan didalamnya bersemayam sifat-sifat Ilahi (ketuhanan)
yang lembut dan mencintai.

Danah Zohar dan Ian Marshall mengatakan, SQ tidak mesti berhubungan dengan agama.
Karena menurutnya sebagian orang, SQ mungkin menemukan cara pengungkapan melalui
agama formal tetapi beragama tidak menjamin SQ tinggi. Banyak orang humanis dan ateis
memiliki SQ sangat tinggi; sebaliknya, banyak orang yang aktif beragama memiliki SQ sangat
rendah. SQ adalah kesadaran yang dengannya kita tidak hanya mengakui nilai-nilai yang ada,
tetapi kita juga secara kreatif menemukan nilai-nilai baru.
Sedangkan Jalaluddin berpendapat, sepanjang zaman manusia bertanya, siapakah aku ?
Tradisi keagamaan menjawabnya dengan menukik jauh kedalam, wujud spiritual, ruh.
Praktek-praktek keagamaan mengajarkan kita untuk menyambungkan diri kita dengan bagian
diri kita yang terdalam. Psikologi modern menjawab dengan menengok ke dalam (tidak terlalu
dalam), self, ego, eksistensi psikologis dan psikoterapi adalah perjalanan psikologis untuk
menemukan diri ini. Psikologi transpersonal menggabungkan kedua jawaban ini. Ia mengambil
pelajaran dari semua angkatan psikologi dan kearifan perennial agama.
Selanjutnya Jalaluddin menambahkan, agama-agama berbicara tentang kesadaran spiritual
yang luas dan multidimensi. Diri, eksistensi pikologis, hanyalah penampakan luar dari esensi
spiritual kita. Penjelasan psikologis yang hanya berkutat pada penampakan luar jelas tidak
memadai. Menyembuhkan ganguan mental dengan menggarap diri lahiriah kita sama saja
dengan mendorong mobil mogok tanpa memperbaiki mesinnya.
Marsha Sinetar (2000, hal. 17) mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah pikiran yang
mendapat inspirasi, dorongan, dan efektivitas yang terinspirasi, the is-ness atau penghayatan
ketuhanan yang didalamnya kita semua menjadi bagian.

Menurut William James (1985) dalam Jalaluddin terdapat hubungan antara tingkah laku
seseorang dengan pengalaman keagamaan yang dimilikinya. Artinya orang yang memiliki
pengalaman keagamaan yang baik akan cenderung untuk berbuat baik karena agama pada
prinsipnya adalah tuntunan bagi seseorang untuk mengerjakan hal-hal yang baik dalam urusan
dunia maupun urusan akhirat (Jalaluddin, 2000 : 109). Selain itu, dengan pengalaman
keagamaan juga orang terhindar dari perbuatan-perbuatan jahat, sikap dan prilaku amoral yang
tidak dikehendaki.Agama mempunyai fungsi pengawasan sosial terhadap tingkah laku
masyarakat. Agama merasa ikut bertanggung jawab atas adanya norma-norma yang baik yang
diberlakukan untuk masyarakat. Dengan beragama maka setiap tingkah laku sesorang akan
terkontrol, apapun agamanya dan siapapun pemeluknya, yang jelas tidak satupun agama
mengarahkan pemeluknya kedalam perbuatan maksiat.Pengalaman keagamaan yang dimiliki
Eistein bahwa, benda-benda angkasa yang jumlahnya sulit dibayangkan itu bergerak karena
ada yang menggerakkan, membuat hatinya bergetar dan mengakui bahwa, Tuhan itu ada.
Demikian halnya dengan pentolan Komunis Joseph Stalin yang banyak membunuh kaum
agamawan, ternyata diakhir hayatnya minta didampingi oleh seorang pendeta dan berucap,
pastor ajarkan saya berdoa.Dari kisah nyata diatas, jelaslah bahwa manusia tidak bisa
melepaskan diri dari agama karena agama adalah kebutuhan manusia yang fitri. Ketika datang
wahyu Allah yang menyeru manusia pada agama, maka seruan itu sejalan dengan kebutuhan
yang fitri itu (Abuddin Nata, 2004: 16-17). Seruan untuk memeluk agama sebagai fitrah
manusia dapat kita ketahui dalam firman Allah yang berbunyi :
maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama; (sesuai) fitrah Allah disebabkan
Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) iu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah.
(itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. 30 : 30).
4. Membangun Spiritualitas Religius
Terlepas dari realitas spiritualitas yang penuh dengan paradoks, adalah merupakan kewajiban
bagi umat beragama untuk mengembangkan, menguatkan, atau menghidupkan kembali peran
spiritualiatas religius. Spiritual religius, yang pada dasarnya merupakan bentuk spiritualitas
yang bersumber dari ajaran Tuhan, diyakini memiliki kekuatan spiritual yang lebih kuat, murni,
suci, terarah, dan abadi dibanding spiritual sekuler dengan berbagai coraknya. Pengembangan
spiritualitas religius dengan demikian merupakan hal niscaya untuk diwujudkan ditengah
kehidupan masyarakat. Terdapat beberapa pendekatan untuk mengembangkan spiritualitas
relijius :
Pertama, melalui pendekatan teologik, yang dilakukan dengan cara melakukan elaborasi
ajaran agama secara proporsional sehingga memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Dalam
konteks ini, merupakan tugas ilmuwan, ulama, cendekiawan agama bekerjasama dengan para
ahli untuk menyusun dan merancang pengembangan model-sistem ajaran yang selari dengan
kebutuhan aktual dan konkret masyarakat itu sendiri.
Kedua, melalui pendekatan psiko-politik yang dilakukan dengan cara membangun keteladanan
nasional. Pengembangan spiritualitas religius, seperti nilai : kebersihan, kejujuran, keadilan,
kesederhanaan, kepedulian, keikhlasan, cinta-kasih, dan lain-lain yang bersumber dari ajaran
agama yang juga merupakan prinsip-prinsip dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
dengan diwujudkan melalui program keteladanan nasional cenderung lebih efektif ketimbang
bentuk retorika apa pun.
Ketiga, melalui pendekatan sosio-kultural, dengan cara membangun masyarakat religius yang
sebenarnya. Dalam rangka ini, pendidikan agama perlu diwujudkan dalam bentuk pelatihan-
pelatihan praktis yang menekankan pada pengembangan moralitas dan akhlaqul karimah.
C. Konsep Kesehatan Spiritual
Kesehatan spiritual atau kesejahteraan adalah rasa keharmonisan saling kedekatan antara diri
dengan orang lain, alam dan dengan kehidupan tertinggi (Hungemannet al, 1985). Rasa
keharmonisan ini dicapai ketika seseorang menemukan keseimbangan antara nilai, tujuan, dan
system keyakinan mereka dengan hubungan mereka di dalam diri mereka sendiri dan orang
lain. Pada saat terjadi stress, penyakit, penyembuhan, atau kehilangan, sesorang mungkin akan
berbalik kecara-cara lama dalam merespon atau menyesuaikan dengan situasi.
Seringkali gaya koping ini terdapat dalam keyakinan atau nilai dasar orang tersebut. Keyakinan
ini sering berakar dalam spiritualitas orang tersebut. Sepanjang hidup seorang individu
mungkin tumbuh lebih spiritual, menjadi lebih menyadari tentang makna, tujuan dan nilai
hidup.
Spiritual dimulai ketika anak-anak belajar tentang diri mereka dan hubungan mereka dengan
orang lain. Banyak orang dewasa mengalami pertumbuhan spiritual ketika memasuki
hubungan yang langgeng. Kemampuan untuk mengasihi orang lain dan diri mereka sendiri
secara bermakna adalah bukti dari kesehatan spiritual.
Menetapkan hubungan dengan yang Maha Agung, kehidupan atau nilai adalah salah satu cara
mengembangkan spiritualitas. Anak-anak sering mulai dengan konsep tentang ketuhanan atau
nilai seperti yang disuguhkan kepada mereka oleh lingkungan rumah mereka atau komunitas
religius mereka. Remaja sering mempertimbangkan kembali konsep masa kanak-kanak mereka
tentang kekuatan spiritual, dan dalam pencarian identitas, mungkin mempertanyakan tentang
praktik atau nilai atau menemukan kekuatan spiritual sebagai motivasi untuk mencari makna
hidup yang lebih jelas.
Sejalan dengan makin dewasanya seseorang, mereka sering instrospeksi diri untuk
memperkaya nilai dan konsep ketuhanan yang telah lama dianut dan bermakna. Kesehatan
spiritualitas yang sehat pada lansia adalah sesuatu yang memberikan kedamaian dan
penerimaan tentang diri dan hal tersebut sering didasarkan pada hubungan yang langgeng
dengan yang Maha Agung. Penyakit mengancam kesehatan spiritual.
D. Masalah Spiritual
Ketika penyakit, kehilangan, atau nyeri menyerang seseorang, kekuatan spiritual dapat
membantu seseorang kearah penyembuhan atau pada perkembangan kebutuhan dan perhatian
spiritual.selama penyakit atau kehilangan, misalnya saja, individu sering menjadi kurang
mampu untuk merawat diri mereka sendiri dan lebih bergantung pada orang lain untuk
perawatan dan dukungan. Distres spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang
mencari makna tentang apa yang sedang terjadi, yang mungkin dapat mengakibatkan seseorang
merasa sendiri dan terisolasi dari orang lain. Individu mungkin mempertanyakan nilai spiritual
mereka, mengajukan pertanyaan tentang jalan hidup seluruhnya, tujuan hidup, dan sumber dari
makna hidup.
1. Penyakit Akut
Penyakit yang mendadak, tidak diperkirakan, yang menghadapkan baik ancaman langsung atau
jangka panjang terhadap kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan klien dapat menimbulkan
distress spiritual bermakna.
Penyakit atau cedera dapat dipandang sebagai hukuman, sehingga klien menyalahkan diri
mereka sendiri karena mempunyai kebiasaan kesehatan yang buruk, gagal untuk mematuhi
tindakan kewaspadaan keselamatan atau menghindari pemeriksaan kesehatan secara rutin.
Konflik dapat berkembang sekitar keyakinan individu dan makna hidup. Individu mungkin
mempunyai kesulitan memandang masa depan dan dapat terpuruk tidak berdaya oleh
kedukaan.
Kemarahan bukan hal yang tidak wajar, dan klien mungkin mengekspresikannya terhadap
Tuhan, keluarga, dan/atau diri mereka sendiri. Kekuatan spiritualitas klien mempengaruhi
bagaimana mereka menghadapi penyakit mendadak dan bagaimana mereka dengan cepat
beralih kearah penyembuhan.
2. Penyakit Kronis
Seseorang dengan penyakit kronis sering menderita gejala yang melumpuhkan dan
mengganggu kemampuan untuk melanjutkan gaya hidup normal mereka. Kemandirian dapat
sangat terancam, yang mengakibatkan ketakutan, ansietas, kesedihan yang menyeluruh.
Ketergantungan pada orang lain untuk mendapat perawatan rutin dapat menimbulkan perasaan
tidak berdaya dan persepsi tentang penurunan kekuatan batiniah. Seseorang mungkin merasa
kehilangan tujuan dalam hidup yang mempengaruhi kekuatan dari dalam yang diperlukan
untuk mengahdapi perubahan fungsi yang dialami. Kekuatan tentang spiritualitas seseorang
dapat mejadi factor penting dalam cara seseorang menghadapi perubahan yang diakibatkan
oleh penyakit kronis. Keberhasilan dalam mengatasi perubahan yang diakibatkan oleh penyakit
kronis dapat menguatkan seseorang secara spiritual. Reevaluasi tentang hidup mungkin terjadi.
Mereka yang kuat secara spiritual akan membentuk kembali identitas diri dan hidup dalam
potensi mereka.
3. Penyakit Terminal
Penyakit terminal umumnya menyebabkan ketakutan terhadap nyeri fisik, ketidaktahuan,
kematian, dan ancaman terhadap integritas (Turner et al, 1995). Klien mungkin mempunyai
ketidak pastian tentang makna kematian dan dengan demikian mereka menjadi sangat rentan
terhadap distress spiritual. Tedapat juga klien yang mempunyai rasa spiritual tentang
ketenangan yang memampukan mereka untuk menghadapi kematian tanpa rasa takut.
Individu yang mengalami penyakit terminal sering menemukan diri meraka menelaah kembali
kehidupan mereka dan mempertanyakan maknanya. Pertanyaan-petanyaan umum yang
diajukan dapat mencakup, mengapa hal ini terjadi pada saya atau apa yang telah saya
lakukan sehingga hal ini terjadi pada saya keluarga dan teman-teman dapat terpengaruhi sama
halnya yang klien alami.
Fryback (1992) melakukan penelitian untuk, mengetahui bagaimana individu dengan penykit
terminal menggambarkan tentang kematian. Klien yang termasuk dalam penelitian
mengidentifikasikan tiga domain kesehatan sebagai berikut: mental-emosi, spiritual dan fisik.
Domain spiritual dipandang sebagai hal penting dalam hal kesehatan dan mencakup
mempunyai hubungan dengan kekuatan yang lebih tinggi, menghargai moralitas seseorang dan
menumbuhkan aktualisasi diri. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa penelitian
tersebut menunjukkan klien yang mempunyai penyakit terminalmempunyai persepsi dalam
Keadaan tidak sehat,persepsi tersebut bukan karena penyakitnya tetapi karena sedang tidak
mampu menjalani hidup mereka dengan sempurna dan tidak mampu melakukan hal-hal yang
mereka inginkan.
4. Individuasi
Ketika seseorang menjalani hidup mereka, sering mengajukan pertanyaan untuk menemukan
dan memahami diri (mereka) sebagai hal yang berbeda tetapi juga dalam hubungan dengan
orang lain. Psikolog Carl Jung (Storr, 1983) menggambarkan proses ini sebagai individuasi
seseorang. Juga digambarkan sebagai krisis pertengahan hidup, individuasi umumnya pada
individu usia baya. Individuasi mungkin didahului oleh rasa kekosongan dalam hidup atau
kurang mampu untuk memotivasi diri. Individuasi adalah pengalaman manusia yang umum
yang ditandai oleh kebingungan, konflik, keputusasaan, dan perasaan hampa. Spiritualitas
seseorang harus dipertahanka, karena individuasi tampaknya mendorong seseorang untuk
mempertahankan aspek positif, life-asserting dari kepribadian. Kejadian seperti stress,
keberhasilan atau kekurang berhasilan dalam pekerjaan, konflik perkawinan, atau penurunan
kesehatan dapat menyebabkan seseorang mencari pemahaman diri yang lebih besar.
5. Pengalaman Mendekati Kematian
Perawat mungkin menghadapi klien yang telah mempunyai pengalaman mendekati kematian
(NDE/near death experience). NDE telah diidentifkasikan sebagai fenomena psikologis tentang
idividu yang baik telah sangat dekat dengan kematian secara klinis atau yag telah pulih setelah
dinyatakan mati. NDE tidak berkaitan dengan kelaianan mental (Basford, 1990). Orang yang
mengalami NDE setelah henti jantung-paru, misalnya sering mengatakan cerita yang sama
tentang perasaan diri mereka terbang di atas tubuh mereka dan melihat para pemberi perawatan
kesehatan melakukan tindakan penyelamatan hidup. Sebagian besar individu menggambarkan
bahwa mereka melewati terowongan kearah cahaya yang terang, dan merasakan suatu
ketenangan yang dalam dan damai. Tidak bergerak kearah cahaya tersebut, sering mereka
mengetahui bahwa belum waktunya untuk mati bagi mereka dan mereka kembali hidup.
Klien yang telah mengalami NDE sering enggan untuk mendiskusikan hal ini, mereka berpikir
bahwa keluarga atau pemberi perawatan kesehatan tidak dapat memahami. Isolasi dan depresi
dapat terjadi sebagai akibat tidak menceritakanpengalamannya atau menerima penghakiman
dari orang lain ketika mereka menceritakannya. Namun demikian, imdividu yang mengalami
NDE, dan mereka yang dapat mendiskusikannya dengan keluarga atau pemberi perawatan
kesehatan, menemukan keterbukaan pada kekuatan pemgalaman mereka seperti yang
dilaporkan. Mereka secara konsisten melaporkaaftereffect yang positif, termasuk sikap positif,
perubahan nilai, dan perkembangan spiritual (Turner, 1995). Bila klien dapat hidup setelah
henti jantung-paru, penting artinya bagi perawat untuk tetap terbuka dan memberi kesempatan
kepada klien untuk menggali apa yang sudah terjadi.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Penting bagi manusia untuk mempunyai keyakinan atau kepercayaan agar manusia mempunyai
kontrol dalam kehidupannya.Spiritual atau kepercayaan bisa menumbuhkan kekuatan dari
dalam diri manusia agar bisa bertahan dalam segala keadaan apapun.spiritual juga bisa
menumbuhkan kecerdasan emosional (EQ)
Keyakinan spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat kesehatan
dan perilaku self care klien. Keyakinan spiritual yang perlu dipahami ,menuntun kebiasaan
hidup sehari-hari gaya hidup atau perilaku tertentu pada umumnya yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan mungkin mempunyai makna keagamaan bagi klien seperti tentang
permintaan menu diet.
Sumber dukungan, spiritual sering menjadi sumber dukungan bagi seseorang untuk
menghadapi situasi stress. Dukungan ini sering menjadi sarana bagi seseorang untuk menerima
keadaan hidup yang harus dihadapi termasuk penyakit yang dirasakan.
Sumber kekuatan dan penyembuhan,individu bisa memahami distres fisik yang berat karena
mempunyai keyakinan yang kuat. Pemenuhan spiritual dapat menjadi sumber kekuatan dan
pembangkit semangat pasien yang dapat turut mempercepat proses kesembuhan.
Sumber konflik pada situasi tertentu dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pasien, bisa terjadi
konflik antara keyakinan agama dengan praktik kesehatan seperti tentang pandangan penyakit
ataupun tindakan terapi. Pada situasi ini, perawat diharapkan mampu memberikan alternatif
terapi yang dapat diterima sesuai keyakinan pasien.
B. Saran
perlu banyak pembelajaran tentang spiritualitas karena spiritual sangat penting bagi manusia
dalam berbagai hal. dalam ilmu kesehatan juga perlu ditingkatkan agar seorang tenaga
kesehatan tidak salah mengambil sikap atau tindakan dalam menghadapi klien dengan
gangguan spiritualitas. perhatian spiritualitas dapat menjadi dorongan yang kuat bagi klien
kearah penyembuhan atau pada perkembangan kebutuhan dan perhatian spiritualitas. untuk itu
seorang perawat tidak boleh mangesampingkan masalah spiritualitas klien.

DAFTAR PUSTAKA
Dr.liza,2011.konsep spiritual.sang obsesi.
Jeany.blogs.spot.com-makalah konsep dasar spiritual. Rabu, 04 Januari 2012.
Kurniawan,bayu.blogs.spot.com-kebutuhan spiritual pasien. November 25, 2011

MAKALAH
KONSEP DASAR SPIRITUAl
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah mahluk yang paling tinggi derajatnya dibandingkan makhluk tuhan yang
lainnya. Mengapa demikian?,tentu jawabannya karena manusia telah diberkahi dengan akal
dan fikiran yang bisa membuat manusia tampil sebagai khalifah dimuka bumi ini. Akal dan
fikiran ini lah yang membuat manusia bisa berubah dari waktu ke waktu.Dalam kehidupan
manusia sulit sekali dipredeksi sifat dan kelakuannya bisa berubah sewaktu-waktu. Kadang dia
baik,dan tidak bisa bisa dipungkiri juga banyak manusia yang jahat dan dengki pada sesame
manusia dan makhluk tuhan lainnya.
Setiap manusia kepercayaan akan sesuatu yang dia anggap angung atau maha.kepercyaan
inilah yang disebut sebagai spriritual. Spiritual ini sebagai kontrol manusia dalam bertindak,
jadi spiritual juga bisa disebut sebagai norma yang mengatur manusia dalam berperilaku dan
bertindak.
Dalam ilmu keperawatan spiritual juga sangat diperhatikan.Berdasarkan konsep keperawatan,
makna spiritual dapat dihubungkan dengan kata-kata : makna, harapan, kerukunan, dan sistem
kepercayaan (Dyson, Cobb, Forman, 1997). Dyson mengamati bahwa perawat menemukan
aspek spiritual tersebut dalam hubungan seseorang dengan dirinya sendiri, orang lain, dan
dengan Tuhan. Menurut Reed (1992) spiritual mencakup hubungan intra-, inter-, dan
transpersonal. Spiritual juga diartikan sebagai inti dari manusia yang memasuki dan
mempengaruhi kehidupannya dan dimanifestasikan dalam pemikiran dan prilaku serta dalam
hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, alam, dan Tuhan (Dossey & Guzzetta, 2000).
B. Tujuan
Berdasarkan uraian latar belakang diatas kami dapat menarik kesimpulan tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
a) Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
b) Diaharapkan dengan adanya makalah ini maka pembaca akan memahami apa itu spiritual,apa
bentuknya dan sumber spiritual itu sendiri.
c) Mahasiswa bisa mengerti bagaimana konsep spiritual dalam keperawatan(kesehatan)

C. Rumusan masalah
Penulis dalam makalah ini ingin menyampaikan beberapa permasalah yang menjadi dasar
penulisan makalah ini
a) Seberapa penting spiritual dalam kehidupan manusia?
b) Apa yang menjadi sumber spiritual manusia itu sendiri?
c) Bagaimana penerapan spiritual dalam ilmu kesehatan khususnya dalam makalah ini
keperawatan
D. Metode penulisan
Makalah ini disusun dengan menggunakan berbagai referensi yaitu dari pengambilan data dari
website atau blog-blog yang membahas tentang spiritual.
Metode penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Pendahuluan: latar belakang,tujuan,rumusan masalah,dan metode penulisan.
b. Pengkajian
c. Penutup: kesimpulan dan saran
d. Daftar pustaka

PENGKAJIAN
A. Pengertian Spiritual
Definisi spiritual lebih sulit dibandingkan mendifinisikan agama/religion,
dibanding dengan kata religion, para psikolog membuat beberapa definisi spiritual, pada
dasarnya spitual mempunyai beberapa arti, diluar dari konsep agama, kita berbicara
masalah orang dengan spirit atau menunjukan spirit tingkah laku . kebanyakan spirit
selalu dihubungkan sebagai factor kepribadian. Secara pokok spirit merupakan energi
baik secara fisik dan psikologi,Menurut kamus Webster (1963) kata spirit berasal dari kata
benda bahasa latin Spiritus yang berarti nafas (breath) dan kata kerja Spirare yang berarti
bernafas.
Secara etimologi kata sprit berasal dari kata Latin spiritus, yang diantaranya berarti roh,
jiwa, sukma, kesadaran diri, wujud tak berbadan, nafas hidup, nyawa hidup. Dalam
perkembangannya, selanjutnya kata spirit diartikan secara lebih luas lagi. Para filosuf,
mengonotasian spirit dengan (1) kekuatan yang menganimasi dan memberi energi pada
cosmos, (2) kesadaran yang berkaitan dengan kemampuan, keinginan, dan intelegensi, (3)
makhluk immaterial, (4) wujud ideal akal pikiran (intelektualitas, rasionalitas, moralitas,
kesucian atau keilahian).
Dilihat dari bentuknya, spirit menurut Hegel, paling tidak ada tiga tipe : subyektif, obyektif dan
obsolut. Spirit subyektif berkaitan dengan kesadaran, pikiran, memori, dan kehendak individu
sebagai akibat pengabstraksian diri dalam relasi sosialnya. Spirit obyektif berkaitan dengan
konsep fundamental kebenaran (right, recht), baik dalam pengertian legal maupun moral.
Sementara spirit obsolut yang dipandang Hegel sebagai tingkat tertinggi spirit-adalah sebagai
bagian dari nilai seni, agama, dan filsafat.
Secara psikologik, spirit diartikan sebagai soul (ruh), suatu makhluk yang bersifat nir-
bendawi (immaterial being). Spirit juga berarti makhluk adikodrati yang nir-bendawi. Karena
itu dari perspektif psikologik, spiritualitas juga dikaitkan dengan berbagai realitas alam pikiran
dan perasaan yang bersifat adikodrati, nir-bendawi, dan cenderung timeless & spaceless.
Termasuk jenis spiritualitas adalah Tuhan, jin, setan, hantu, roh-halus, nilai-moral, nilai-estetik
dan sebagainya. Spiritualitas agama (religious spirituality, religious spiritualness) berkenaan
dengan kualitas mental (kesadaran), perasaan, moralitas, dan nilai-nilai luhur lainnya yang
bersumber dari ajaran agama. Spiritualitas agama bersifat Ilahiah, bukan bersifat humanistik
lantaran berasal dari Tuhan.
Spiritual dalam pengertian luas merupakan hal yang berhubungan dengan spirit ,sesuatu yang
spiritual memiliki kebenaran yang abadi yang berhubungan dengna tujuan
hidup manusia, sering dibandingkan dengan Sesuatu yang bersifat duniawi, dan
sementara, Didalamnya mungkin terdapat kepercayaan terhadap kekuatan supernatural
seperti dalam agama , tetapi memiliki penekanan terhadap pengalaman pribadi. Spiritual
dapat merupakan eksperesi dari kehidupan yang dipersepsikan lebih tinggi, lebih
kompleks atau lebih terintegrasi dalam pandangan hidup seseorang,dan lebih dari pada
hal yang bersifat indrawi. Salah satu aspek dari menjadi spiritual adalah memiliki arah
tujuan, yang secara terus menerus meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan
berkehendak dari seseorang, mencapai hubungan yang lebih dekat dengan ketuhanan dan alam
semesta dan menghilangkan ilusi dari gagasan salah yang berasal dari alat indra , perasaan, dan
pikiran. Pihak lain mengatakan bahwa aspek spiritual memiliki dua proses, pertama proses
keatas yang merupakan tumbuhnya kekuatan internal yang mengubah
hubungan seseorang dengan Tuhan , kedua proses kebawah yang ditandai dengan
peningkatan realitas fisik seseorang akibat perubahan internal. Konotasi lain perubahan
akan timbul pada diri seseorang dengan meningkatnya kesadaran diri, dimana nilai-nilai
ketuhanan didalam akan termanifestasi keluar melalui pengalaman dan kemajuan diri,
Apakah ada perbedaan antara spiritual dan religious?
Spiritualitas dalah kesadaran diri dan kesadaran individu tentang asal , tujuan dan nasib.
Agama dalah kebenaran mutlak dari kehidupan yang memiliki manifestasi fisik diatas dunia.
Agama merupakan praktek prilaku tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang
dinyatakan oleh institusi tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh
institusi tertentu yang dianut oleh anggota-anggotanya. Agama memiliki kesaksian iman
,komunitas dan kode etik, dengan kata lain spiritual memberikan jawaban siapa dan apa
seseorang itu (keberadaan dan kesadaran) , sedangkan agama memberikan jawaban apa
yang harus dikerjakan seseorang (prilaku atau tindakan). Seseorang bisa saja mengikuti
agama tertentu , namun memiliki spiritualitas . Orang orang dapat menganut agama yang
sama, namun belum tentu mereka memiliki jalan atau tingkat spiritualitas yang
sama
Spiritualitas adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha pencipta, tergantung
dengan kepercayaan yang dianut oleh individu.
Menurut Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek :
1) Berhubungan dengan sesuatau yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan,
2) Menemukan arti dan tujuan hidup,
3) Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri,
4) Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha tinggi.
Mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai komitmen
terhadap sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan mempunyai dua pengertian. Pertama
kepercayaan didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan lembaga keagamaan seperti Islam,
Kristen, Budha, dan lain-lain. Kedua, kepercayaan didefinisikan sebagai sesuatu yang
berhubungan dengan Ketuhanan, Kekuatan tertinggi, orang yang mempunyai wewenang atau
kuasa, sesuatu perasaan yang memberikan alasan tentang keyakinan (belief) dan keyakinan
sepenuhnya (action), harapan (hope), harapan merupakan suatu konsep multidimensi, suatu
kelanjutan yang sifatnya berupa kebaikan, dan perkembangan, dan bisa mengurangi sesuatu
yang kurang menyenangkan. Harapan juga merupakan energi yang bisa memberikan motivasi
kepada individu untuk mencapai suatu prestasi dan berorientasi kedepan. Agama adalah
sebagai sistem organisasi kepercayaan dan peribadatan dimana seseorang bisa mengungkapkan
dengan jelas secara lahiriah mengenai spiritualitasnya. Agama adalah suatu sistem ibadah yang
terorganisir atu teratur.
Definisi spiritual setiap individu dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup,
kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan. Spiritualitas juga memberikan suatu perasaan yang
berhubungan dengan intrapersonal (hubungan antara diri sendiri), interpersonal (hubungan
antara orang lain dengan lingkungan) dan transpersonal (hubungan yang tidak dapat dilihat
yaitu suatu hubungan dengan ketuhanan yang merupakan kekuatan tertinggi). Adapun unsur-
unsur spiritualitas meliputi kesehatan spiritual, kebutuhan spiritual, dan kesadaran spiritual.
Dimensi spiritual merupakan suatu penggabungan yang menjadi satu kesatuan antara unsur
psikologikal, fisiologikal, atau fisik, sosiologikal dan spiritual.
B. Ajaran Spiritual : Sumber dan Coraknya
Dalam perjalanan sejarah peradaban manusia, tercatat bahwa tradisi keagamaan merupakan
sumber ajaran spiritual yang mengakar kuat dan mempengaruhi pola kehidupan pemeluknya.
Untuk memahami fenomena spiritualitas, agaknya perlu memahami ajaran agama itu sendiri.
Masing-masing agama memiliki ajaran spiritual berbeda walau hakekatnya berkecenderungan
tidak jauh berbeda. Secara garis besar, dilihat dari sumber dan proses terjadinya spiritual atau
nilai-nilai spiritual yang diyakini dan diamalkan, paling tidak terdapat beberapa
tipe. The Encyclopedia of Religion menyebutkan tiga tipe ajaran spiritual (spiritual discipline)
yaitu :

Pertama, spiritual heteronomy. Dalam corak spiritual ini, pencari atau pengamal
spiritual cenderung menerima, memahami, meyakini atau mengamalkan acuan spiritual
(nilai-nilai spiritual) yang bersumber dari otoritas luar (external authority). Pengamal
ajaran spiritual heteronomik bersikap mentaati dan menerima makna dan keabsahannya
dalam wujud tindakan yang submisif dalam arti tinggal menerima, meyakini dan
mengamalkan saja, tanpa harus merefleksikan atau merasionalisasi makna ajarannya.
Kedua, spiritual otonom, yakni bentuk spiritualitas yang bersumber dari hasil refleksi
diri sendiri. Corak spiritual ini bersifat self-contained and independent of external
authority, yakni dihasilkan dari dalam diri sendiri dan terbebas dari otoritas luar.
Spiritual otonom sesungguhnya merupakan nilai spiritual yang dihasilkan oleh proses
refleksi terhadap kemahabesaran Tuhan dan ciptaannya.
Ketiga, spiritual interaktif, yakni nilai spiritual atau spiritual yang terbentuk melalui
proses interaktif antara dirinya sendiri dengan lingkungannya. Dengan demikian, corak
spiritual ini bukan mutlak karena faktor internal maupun eksternal. Namun, lebih
merupakan hasil dari proses dialektik antara potensi ruhaniah (mental, perasaan, dan
moral) di satu pihak dengan otoritas luar dalam bentuk tradisi, folkways, dan tatanan
dunia yang mengitarinya.

Bentuk-bentuk spiritual yang berkembang juga cenderung bervariasi. William K. Mahony,


mengkategorikan dua bentuk ajaan spiritual. Pertama, ajaran spiritual esktatik, ajaran ini
menganggap bahwa spiritual atau nilai-nilai spiritual dapat diperoleh melalui pengalaman
esktatik. Yakni praktik memperoleh kegembiraan luar biasa (esktasi) dengan cara merampas
(menjauhkan) diri dari bentuk kesenangan jasmani agar terbebas dari kungkungan tubuh
jasmaniahnya (physical body). Kedua, ajaran spiritual konstraktif yang memandang bahwa
untuk memperoleh nilai dan tingkat spiritualitas (maqam) tidak harus mengekslusi atau
mengesampingkan realitas kesenangan hidup keseharian yang sesunguhnya. Thomas a
Kempis, seorang biarawan pada abad 15 pernah mengajarkan pada muridnya tentang
bagaimana cara memilki spirtualitas relijius yang tinggi. Ajaran sederhananya, misalnya Be
simple, like the simple children of God, without deception, without envy, without murmuring,
and without suspicion.
1. Menumbuhkan Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quatient)
Menurut Jalaluddin Rahmat (2001), dalam kata pengantar pada buku SQ edisi Indonesia
mengatakan, Sejak 1969, ketika Journal of Transpersonal Psychology terbit untuk pertama
kalinya, psikologi mulai mengarahkan perhatiannya pada dimensi spiritual manusia. Penelitian
dilakukan untuk memahami gelaja-gejala ruhaniah, seperti peak experience, pengalaman
mistik, ekstasi, kesadaran ruhaniah, kesadaran kosmis, aktualisasi transpersonal, pengalaman
spiritual, dan akhirnya kecerdasan spiritual. Dalam kerangka inilah, Zohar mendefinisikan
kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri kita yang
berhubungan dengan kearifan di luar ego, atau jiwa sadar. Inilah kecerdasan yang kita perlukan
bukan hanya untuk mengetahui nilai-nilai yang ada, melainkan juga untuk secara kreatif
menemukan nilai-nilai baru.
Zohar juga mengatakan, SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan
makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks
makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup
seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ adalah landasan yang diperlukan
untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi
kita. Akan tetapi seperti kata Jalaluddin Rahmat, Danah Zohar masih terikat dalam pemikiran
psikologi dari angkatan-angkatan sebelum psikologi transpersonal.Sedangkan menurut Khalil
Khavari (Khavari, 2000, h. 23)., kecerdasan spiritual adalah fakultas dari dimensi nonmaterial
kita-ruh manusia. Inilah intan yang belum terasah yang kita semua milikinya. Kita harus
mengenalinya seperti apa adanya, menggosoknya hingga berkilap dengan tekad yang besar dan
menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan abadi. Seperti dua bentuk kecerdasan
lainnya, kecerdasan spiritual dapat ditingkatkan dan juga diturunkan. Akan tetapi, kemampuan
untuk ditingkatkan tampaknya tidak terbatas.
Danah Zohar menawarkan enam jalan untuk menumbuhkan kecerdasan kecerdasan spiritual
antara lain . Jalan I : Jalan Tugas; Jalan II : Jalan Pengasuhan; Jalan III : Jalan Pengetahuan;
Jalan IV : Jalan Perubahan Pribadi; Jalan V : Jalan Persaudaraan; Jalan VI : Jalan
Kepemimpinan yang Penuh Pengabdian.Yang pada akhirnya semua jalan menuju dan berasal
dari pusat yaitu kembali kedunia.
Menurut Jalaluddin Rahmat ada berbagai teknik untuk mengungkapkan makna; tetapi ada lima
situasi ketika makna membersit ke luar dan mengubah hidup kita-menyusun hidup kita yang
porak-poranda. Pertama, makna kita temukan ketika kita menemukan diri kita (self
discovery); kedua, makna muncul ketika kita menentukan pilihan; ketiga, makna ditemukan
ketika kita merasa istimewa, unik, dan tak tergantikan oleh orang lain;keempat, makna
membersit dalam tanggung jawab; kelima, makna mencuat dalam situasi transendensi,
gabungan dari keempat hal diatas.
Dalam menumbuhkan spiritual dapat juga dengan memakai ESQ yang diperkenalkan oleh AG
Agustian, dengan ESQ seseorang mampu mengendalikan emosinya karena di dalam dirinya
mulai tumbuh hot spot (fitrah). Semakin baik ESQ seseorang tentu kemampuan
mengendalikan diri akan semakin baik pula.
Selain ESQ ada juga yang namanya Transenden Intelligency (TI) yang berarti kecedasan
ruhaniah. Menurut Toto Tasmara (2001) salah satu indicator kecerdasan ruhaniah itu adalah
taqwa. Orang yang bertaqwa menurut Tasmara adalah orang yang bertanggung jawab,
memegang amanah dan penuh rasa cinta. Selain itu pada diri orang yang bertaqwa juga terdapat
ciri : memiliki visi dan misi, merasakan kehadiran Allah Swt, berzikir dan berdoa, sabar,
cenderung kepada kebaikan, memiliki empati, berjiwa besar, dan bersifat melayani.
2. Menumbuhkan Sifat Melayani
Pada masa pergerakan para pemimpin kita tidak mau bekerja pada pemerintahan kolonial.
Mereka para pemimpin pergerakan memilih usaha sendiri meskipun dengan ruang yang sempit
pada waktu itu. Faham kepemimpinan pergerakan disikapi dan diamalkan sebagai kesempatan
untuk melayani, bukan untuk dilayani. Akan tetapi faham ini tidak berlanjut pada masa
sesudahnya, para birokrat ternyata bagaikan raja yang setiap saat harus siap untuk dilayani.
Masyarakat yang sudah susah dan miskin terpaksa harus melayani mental para pemimpin yang
rakus dan culas. Pelayanan kepada masyarakat yang seharusnya mudah dipersulit dengan
birokrasi yang dibuat sesukanya. Mengutip catatan Guru Besar Ilmu Politik Universitas
Airlangga Ramlan Surbakti mengenai fenomena birokrasi di Indonesia, kewenangan besar
dimiliki birokrat sehingga hampir semua aspek kehidupan masyarakat ditangani birokrasi.

Kewenangan yang terlalu besar itu bahkan akhirnya menonjolkan peran birokrasi sebagai
pembuat kebijakan ketimbang pelaksana kebijakan, lebih bersifat menguasai daripada
melayani masyarakat. Akhirnya, wajar saja jika kemudian birokrasi lebih dianggap sebagai
sumber masalah atau beban masyarakat ketimbang sumber solusi bagi masalah yang dihadapi
masyarakat.Fenomena itu terjadi karena tradisi birokrasi yang dibentuk lebih sebagai alat
penguasa untuk menguasai masyarakat dan segala sumber dayanya. Dengan kata lain, birokrasi
lebih bertindak sebagai pangreh praja daripada pamong praja. Bahkan kemudian terjadi
politisasi birokrasi. Pada rezim Orde Baru, birokrasi menjadi alat mempertahankan kekuasaan.
Dengan perubahan paradigma yang akhir-akhir ini sering terdengar bahwa kualitas pelayanan
pada masyarakat merupakan salah satu masalah yang mendapat perhatian serius oleh aparatur
pemerintah. Hal ini dibuktikan dalam keputusan MenPAN Nomer 81 Tahun 1993 kemudian
dipertegas dengan inpres I/95, kemudian disusul dengan Surat Edaran Menko-Wasbang/PAN
No. 56/MK.WASPAN/6/98.Dalam manajemen pelayanan dikenal kepemimpinan-pelayan
yaitu pemimpin yang lebih dulu melayani. Disyaratkan kemampuan menganalisis dan
mengembangkan kemampuan logika dan analitis termasuk mengenali ciri khas pemimpin-
pelayan yang bisa ditiru. Spears (1999) mengetengahkan ciri khas pemimpin-pelayan sebagai
berikut :

1. Pemimpin-pelayan menyatakan tanggungjawab yang tidak terbatas untuk orang lain,


dengan jalan kita menerima orang lain apa adanya, kita harus belajar memberikan
empati;
2. Pemimpin-pelayan mengenal dirinya sendiri dengan baik, ciri khas ini adalah sebuah
komitmen seumur hidup, tetapi merupakan landasan untuk menjadi pemimpin-pelayan;
3. Pemimpin-pelayan adalah pemegang wawasan yang membebaskan, ciri khas ini adalah
kunci dari kegiatan pelayanan yang mendahulukan kepuasaan pelanggan karena
mereka merasakan suatu nilai lebih apabila bergabung dengan kita;
4. Pemimpin-pelayan adalah pemakai bujukan, ciri khas ini pemimpin-pelayan berusaha
untuk tidak mengendalikan orang lain, pendekatan yang digunakan adalah berusaha
mengembangkan pengertian;
5. Pemimpin-pelayan adalah pembangun masyarakat;
6. Pemimpin-pelayan menggunakan kekuasaan secara etis.

Dalam manajemen pelayanan juga dikenal layanan sepenuh hati. Layanan sepenuh hati
menurut Patricia patton dalam karyanya dalam edisi Indonesia (1998) berjudul EQ-Pelayanan
Sepenuh Hati, mengatakan bahwa layanan sepenuh hati berasal dari dalam diri kita sendiri,
bahwa sanubari merupakan tempat bersemanyamnya emosi-emosi, watak, keyakinan-
keyakinan, nilai-niai, sudut pandang, dan perasaan-perasaan. Dan bahwa dalam melakukan
pelayanan sepenuh hati, ada tiga paradigma pengikat yang sejogianya dipahami oleh aparatur
pelayan. Paradigma tersebut 1) bagaimana memandang diri sendiri, 2) bagaimana memandang
orang lain, dan 3) bagaimana memandang pekerjaan.
3. Agama Sebagai Sumber Spiritualitas
Ada adagium yang mengatakan bahwa agama boleh saja ditinggalkan orang, tapi spiritual
akan selalu hidup dan bersemanyam di hati setiap orang sampai kapan pun. Disini berarti
terdapat pembedaan antara agama atau keagamaan dengan spiritualitas. Agama berbicara
tentang seperangkat nilai dan aturan perilaku yang telah melalui proses kodifikasi. Sementara
spiritual bermakna jiwa yang paling dalam, hakiki, substance, masih suci dan belum terkotak-
kotak, bebas merambah kemana saja, dan didalamnya bersemayam sifat-sifat Ilahi (ketuhanan)
yang lembut dan mencintai.

Danah Zohar dan Ian Marshall mengatakan, SQ tidak mesti berhubungan dengan agama.
Karena menurutnya sebagian orang, SQ mungkin menemukan cara pengungkapan melalui
agama formal tetapi beragama tidak menjamin SQ tinggi. Banyak orang humanis dan ateis
memiliki SQ sangat tinggi; sebaliknya, banyak orang yang aktif beragama memiliki SQ sangat
rendah. SQ adalah kesadaran yang dengannya kita tidak hanya mengakui nilai-nilai yang ada,
tetapi kita juga secara kreatif menemukan nilai-nilai baru.
Sedangkan Jalaluddin berpendapat, sepanjang zaman manusia bertanya, siapakah aku ?
Tradisi keagamaan menjawabnya dengan menukik jauh kedalam, wujud spiritual, ruh.
Praktek-praktek keagamaan mengajarkan kita untuk menyambungkan diri kita dengan bagian
diri kita yang terdalam. Psikologi modern menjawab dengan menengok ke dalam (tidak terlalu
dalam), self, ego, eksistensi psikologis dan psikoterapi adalah perjalanan psikologis untuk
menemukan diri ini. Psikologi transpersonal menggabungkan kedua jawaban ini. Ia mengambil
pelajaran dari semua angkatan psikologi dan kearifan perennial agama.
Selanjutnya Jalaluddin menambahkan, agama-agama berbicara tentang kesadaran spiritual
yang luas dan multidimensi. Diri, eksistensi pikologis, hanyalah penampakan luar dari esensi
spiritual kita. Penjelasan psikologis yang hanya berkutat pada penampakan luar jelas tidak
memadai. Menyembuhkan ganguan mental dengan menggarap diri lahiriah kita sama saja
dengan mendorong mobil mogok tanpa memperbaiki mesinnya.
Marsha Sinetar (2000, hal. 17) mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah pikiran yang
mendapat inspirasi, dorongan, dan efektivitas yang terinspirasi, the is-ness atau penghayatan
ketuhanan yang didalamnya kita semua menjadi bagian.

Menurut William James (1985) dalam Jalaluddin terdapat hubungan antara tingkah laku
seseorang dengan pengalaman keagamaan yang dimilikinya. Artinya orang yang memiliki
pengalaman keagamaan yang baik akan cenderung untuk berbuat baik karena agama pada
prinsipnya adalah tuntunan bagi seseorang untuk mengerjakan hal-hal yang baik dalam urusan
dunia maupun urusan akhirat (Jalaluddin, 2000 : 109). Selain itu, dengan pengalaman
keagamaan juga orang terhindar dari perbuatan-perbuatan jahat, sikap dan prilaku amoral yang
tidak dikehendaki.Agama mempunyai fungsi pengawasan sosial terhadap tingkah laku
masyarakat. Agama merasa ikut bertanggung jawab atas adanya norma-norma yang baik yang
diberlakukan untuk masyarakat. Dengan beragama maka setiap tingkah laku sesorang akan
terkontrol, apapun agamanya dan siapapun pemeluknya, yang jelas tidak satupun agama
mengarahkan pemeluknya kedalam perbuatan maksiat.Pengalaman keagamaan yang dimiliki
Eistein bahwa, benda-benda angkasa yang jumlahnya sulit dibayangkan itu bergerak karena
ada yang menggerakkan, membuat hatinya bergetar dan mengakui bahwa, Tuhan itu ada.
Demikian halnya dengan pentolan Komunis Joseph Stalin yang banyak membunuh kaum
agamawan, ternyata diakhir hayatnya minta didampingi oleh seorang pendeta dan berucap,
pastor ajarkan saya berdoa.Dari kisah nyata diatas, jelaslah bahwa manusia tidak bisa
melepaskan diri dari agama karena agama adalah kebutuhan manusia yang fitri. Ketika datang
wahyu Allah yang menyeru manusia pada agama, maka seruan itu sejalan dengan kebutuhan
yang fitri itu (Abuddin Nata, 2004: 16-17). Seruan untuk memeluk agama sebagai fitrah
manusia dapat kita ketahui dalam firman Allah yang berbunyi :
maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama; (sesuai) fitrah Allah disebabkan
Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) iu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah.
(itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. 30 : 30).
4. Membangun Spiritualitas Religius
Terlepas dari realitas spiritualitas yang penuh dengan paradoks, adalah merupakan kewajiban
bagi umat beragama untuk mengembangkan, menguatkan, atau menghidupkan kembali peran
spiritualiatas religius. Spiritual religius, yang pada dasarnya merupakan bentuk spiritualitas
yang bersumber dari ajaran Tuhan, diyakini memiliki kekuatan spiritual yang lebih kuat, murni,
suci, terarah, dan abadi dibanding spiritual sekuler dengan berbagai coraknya. Pengembangan
spiritualitas religius dengan demikian merupakan hal niscaya untuk diwujudkan ditengah
kehidupan masyarakat. Terdapat beberapa pendekatan untuk mengembangkan spiritualitas
relijius :
Pertama, melalui pendekatan teologik, yang dilakukan dengan cara melakukan elaborasi
ajaran agama secara proporsional sehingga memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Dalam
konteks ini, merupakan tugas ilmuwan, ulama, cendekiawan agama bekerjasama dengan para
ahli untuk menyusun dan merancang pengembangan model-sistem ajaran yang selari dengan
kebutuhan aktual dan konkret masyarakat itu sendiri.
Kedua, melalui pendekatan psiko-politik yang dilakukan dengan cara membangun keteladanan
nasional. Pengembangan spiritualitas religius, seperti nilai : kebersihan, kejujuran, keadilan,
kesederhanaan, kepedulian, keikhlasan, cinta-kasih, dan lain-lain yang bersumber dari ajaran
agama yang juga merupakan prinsip-prinsip dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
dengan diwujudkan melalui program keteladanan nasional cenderung lebih efektif ketimbang
bentuk retorika apa pun.
Ketiga, melalui pendekatan sosio-kultural, dengan cara membangun masyarakat religius yang
sebenarnya. Dalam rangka ini, pendidikan agama perlu diwujudkan dalam bentuk pelatihan-
pelatihan praktis yang menekankan pada pengembangan moralitas dan akhlaqul karimah.
C. Konsep Kesehatan Spiritual
Kesehatan spiritual atau kesejahteraan adalah rasa keharmonisan saling kedekatan antara diri
dengan orang lain, alam dan dengan kehidupan tertinggi (Hungemannet al, 1985). Rasa
keharmonisan ini dicapai ketika seseorang menemukan keseimbangan antara nilai, tujuan, dan
system keyakinan mereka dengan hubungan mereka di dalam diri mereka sendiri dan orang
lain. Pada saat terjadi stress, penyakit, penyembuhan, atau kehilangan, sesorang mungkin akan
berbalik kecara-cara lama dalam merespon atau menyesuaikan dengan situasi.
Seringkali gaya koping ini terdapat dalam keyakinan atau nilai dasar orang tersebut. Keyakinan
ini sering berakar dalam spiritualitas orang tersebut. Sepanjang hidup seorang individu
mungkin tumbuh lebih spiritual, menjadi lebih menyadari tentang makna, tujuan dan nilai
hidup.
Spiritual dimulai ketika anak-anak belajar tentang diri mereka dan hubungan mereka dengan
orang lain. Banyak orang dewasa mengalami pertumbuhan spiritual ketika memasuki
hubungan yang langgeng. Kemampuan untuk mengasihi orang lain dan diri mereka sendiri
secara bermakna adalah bukti dari kesehatan spiritual.
Menetapkan hubungan dengan yang Maha Agung, kehidupan atau nilai adalah salah satu cara
mengembangkan spiritualitas. Anak-anak sering mulai dengan konsep tentang ketuhanan atau
nilai seperti yang disuguhkan kepada mereka oleh lingkungan rumah mereka atau komunitas
religius mereka. Remaja sering mempertimbangkan kembali konsep masa kanak-kanak mereka
tentang kekuatan spiritual, dan dalam pencarian identitas, mungkin mempertanyakan tentang
praktik atau nilai atau menemukan kekuatan spiritual sebagai motivasi untuk mencari makna
hidup yang lebih jelas.
Sejalan dengan makin dewasanya seseorang, mereka sering instrospeksi diri untuk
memperkaya nilai dan konsep ketuhanan yang telah lama dianut dan bermakna. Kesehatan
spiritualitas yang sehat pada lansia adalah sesuatu yang memberikan kedamaian dan
penerimaan tentang diri dan hal tersebut sering didasarkan pada hubungan yang langgeng
dengan yang Maha Agung. Penyakit mengancam kesehatan spiritual.
D. Masalah Spiritual
Ketika penyakit, kehilangan, atau nyeri menyerang seseorang, kekuatan spiritual dapat
membantu seseorang kearah penyembuhan atau pada perkembangan kebutuhan dan perhatian
spiritual.selama penyakit atau kehilangan, misalnya saja, individu sering menjadi kurang
mampu untuk merawat diri mereka sendiri dan lebih bergantung pada orang lain untuk
perawatan dan dukungan. Distres spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang
mencari makna tentang apa yang sedang terjadi, yang mungkin dapat mengakibatkan seseorang
merasa sendiri dan terisolasi dari orang lain. Individu mungkin mempertanyakan nilai spiritual
mereka, mengajukan pertanyaan tentang jalan hidup seluruhnya, tujuan hidup, dan sumber dari
makna hidup.
1. Penyakit Akut
Penyakit yang mendadak, tidak diperkirakan, yang menghadapkan baik ancaman langsung atau
jangka panjang terhadap kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan klien dapat menimbulkan
distress spiritual bermakna.
Penyakit atau cedera dapat dipandang sebagai hukuman, sehingga klien menyalahkan diri
mereka sendiri karena mempunyai kebiasaan kesehatan yang buruk, gagal untuk mematuhi
tindakan kewaspadaan keselamatan atau menghindari pemeriksaan kesehatan secara rutin.
Konflik dapat berkembang sekitar keyakinan individu dan makna hidup. Individu mungkin
mempunyai kesulitan memandang masa depan dan dapat terpuruk tidak berdaya oleh
kedukaan.
Kemarahan bukan hal yang tidak wajar, dan klien mungkin mengekspresikannya terhadap
Tuhan, keluarga, dan/atau diri mereka sendiri. Kekuatan spiritualitas klien mempengaruhi
bagaimana mereka menghadapi penyakit mendadak dan bagaimana mereka dengan cepat
beralih kearah penyembuhan.
2. Penyakit Kronis
Seseorang dengan penyakit kronis sering menderita gejala yang melumpuhkan dan
mengganggu kemampuan untuk melanjutkan gaya hidup normal mereka. Kemandirian dapat
sangat terancam, yang mengakibatkan ketakutan, ansietas, kesedihan yang menyeluruh.
Ketergantungan pada orang lain untuk mendapat perawatan rutin dapat menimbulkan perasaan
tidak berdaya dan persepsi tentang penurunan kekuatan batiniah. Seseorang mungkin merasa
kehilangan tujuan dalam hidup yang mempengaruhi kekuatan dari dalam yang diperlukan
untuk mengahdapi perubahan fungsi yang dialami. Kekuatan tentang spiritualitas seseorang
dapat mejadi factor penting dalam cara seseorang menghadapi perubahan yang diakibatkan
oleh penyakit kronis. Keberhasilan dalam mengatasi perubahan yang diakibatkan oleh penyakit
kronis dapat menguatkan seseorang secara spiritual. Reevaluasi tentang hidup mungkin terjadi.
Mereka yang kuat secara spiritual akan membentuk kembali identitas diri dan hidup dalam
potensi mereka.
3. Penyakit Terminal
Penyakit terminal umumnya menyebabkan ketakutan terhadap nyeri fisik, ketidaktahuan,
kematian, dan ancaman terhadap integritas (Turner et al, 1995). Klien mungkin mempunyai
ketidak pastian tentang makna kematian dan dengan demikian mereka menjadi sangat rentan
terhadap distress spiritual. Tedapat juga klien yang mempunyai rasa spiritual tentang
ketenangan yang memampukan mereka untuk menghadapi kematian tanpa rasa takut.
Individu yang mengalami penyakit terminal sering menemukan diri meraka menelaah kembali
kehidupan mereka dan mempertanyakan maknanya. Pertanyaan-petanyaan umum yang
diajukan dapat mencakup, mengapa hal ini terjadi pada saya atau apa yang telah saya
lakukan sehingga hal ini terjadi pada saya keluarga dan teman-teman dapat terpengaruhi sama
halnya yang klien alami.
Fryback (1992) melakukan penelitian untuk, mengetahui bagaimana individu dengan penykit
terminal menggambarkan tentang kematian. Klien yang termasuk dalam penelitian
mengidentifikasikan tiga domain kesehatan sebagai berikut: mental-emosi, spiritual dan fisik.
Domain spiritual dipandang sebagai hal penting dalam hal kesehatan dan mencakup
mempunyai hubungan dengan kekuatan yang lebih tinggi, menghargai moralitas seseorang dan
menumbuhkan aktualisasi diri. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa penelitian
tersebut menunjukkan klien yang mempunyai penyakit terminalmempunyai persepsi dalam
Keadaan tidak sehat,persepsi tersebut bukan karena penyakitnya tetapi karena sedang tidak
mampu menjalani hidup mereka dengan sempurna dan tidak mampu melakukan hal-hal yang
mereka inginkan.
4. Individuasi
Ketika seseorang menjalani hidup mereka, sering mengajukan pertanyaan untuk menemukan
dan memahami diri (mereka) sebagai hal yang berbeda tetapi juga dalam hubungan dengan
orang lain. Psikolog Carl Jung (Storr, 1983) menggambarkan proses ini sebagai individuasi
seseorang. Juga digambarkan sebagai krisis pertengahan hidup, individuasi umumnya pada
individu usia baya. Individuasi mungkin didahului oleh rasa kekosongan dalam hidup atau
kurang mampu untuk memotivasi diri. Individuasi adalah pengalaman manusia yang umum
yang ditandai oleh kebingungan, konflik, keputusasaan, dan perasaan hampa. Spiritualitas
seseorang harus dipertahanka, karena individuasi tampaknya mendorong seseorang untuk
mempertahankan aspek positif, life-asserting dari kepribadian. Kejadian seperti stress,
keberhasilan atau kekurang berhasilan dalam pekerjaan, konflik perkawinan, atau penurunan
kesehatan dapat menyebabkan seseorang mencari pemahaman diri yang lebih besar.
5. Pengalaman Mendekati Kematian
Perawat mungkin menghadapi klien yang telah mempunyai pengalaman mendekati kematian
(NDE/near death experience). NDE telah diidentifkasikan sebagai fenomena psikologis tentang
idividu yang baik telah sangat dekat dengan kematian secara klinis atau yag telah pulih setelah
dinyatakan mati. NDE tidak berkaitan dengan kelaianan mental (Basford, 1990). Orang yang
mengalami NDE setelah henti jantung-paru, misalnya sering mengatakan cerita yang sama
tentang perasaan diri mereka terbang di atas tubuh mereka dan melihat para pemberi perawatan
kesehatan melakukan tindakan penyelamatan hidup. Sebagian besar individu menggambarkan
bahwa mereka melewati terowongan kearah cahaya yang terang, dan merasakan suatu
ketenangan yang dalam dan damai. Tidak bergerak kearah cahaya tersebut, sering mereka
mengetahui bahwa belum waktunya untuk mati bagi mereka dan mereka kembali hidup.
Klien yang telah mengalami NDE sering enggan untuk mendiskusikan hal ini, mereka berpikir
bahwa keluarga atau pemberi perawatan kesehatan tidak dapat memahami. Isolasi dan depresi
dapat terjadi sebagai akibat tidak menceritakanpengalamannya atau menerima penghakiman
dari orang lain ketika mereka menceritakannya. Namun demikian, imdividu yang mengalami
NDE, dan mereka yang dapat mendiskusikannya dengan keluarga atau pemberi perawatan
kesehatan, menemukan keterbukaan pada kekuatan pemgalaman mereka seperti yang
dilaporkan. Mereka secara konsisten melaporkaaftereffect yang positif, termasuk sikap positif,
perubahan nilai, dan perkembangan spiritual (Turner, 1995). Bila klien dapat hidup setelah
henti jantung-paru, penting artinya bagi perawat untuk tetap terbuka dan memberi kesempatan
kepada klien untuk menggali apa yang sudah terjadi.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Penting bagi manusia untuk mempunyai keyakinan atau kepercayaan agar manusia mempunyai
kontrol dalam kehidupannya.Spiritual atau kepercayaan bisa menumbuhkan kekuatan dari
dalam diri manusia agar bisa bertahan dalam segala keadaan apapun.spiritual juga bisa
menumbuhkan kecerdasan emosional (EQ)
Keyakinan spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat kesehatan
dan perilaku self care klien. Keyakinan spiritual yang perlu dipahami ,menuntun kebiasaan
hidup sehari-hari gaya hidup atau perilaku tertentu pada umumnya yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan mungkin mempunyai makna keagamaan bagi klien seperti tentang
permintaan menu diet.
Sumber dukungan, spiritual sering menjadi sumber dukungan bagi seseorang untuk
menghadapi situasi stress. Dukungan ini sering menjadi sarana bagi seseorang untuk menerima
keadaan hidup yang harus dihadapi termasuk penyakit yang dirasakan.
Sumber kekuatan dan penyembuhan,individu bisa memahami distres fisik yang berat karena
mempunyai keyakinan yang kuat. Pemenuhan spiritual dapat menjadi sumber kekuatan dan
pembangkit semangat pasien yang dapat turut mempercepat proses kesembuhan.
Sumber konflik pada situasi tertentu dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pasien, bisa terjadi
konflik antara keyakinan agama dengan praktik kesehatan seperti tentang pandangan penyakit
ataupun tindakan terapi. Pada situasi ini, perawat diharapkan mampu memberikan alternatif
terapi yang dapat diterima sesuai keyakinan pasien.
B. Saran
perlu banyak pembelajaran tentang spiritualitas karena spiritual sangat penting bagi manusia
dalam berbagai hal. dalam ilmu kesehatan juga perlu ditingkatkan agar seorang tenaga
kesehatan tidak salah mengambil sikap atau tindakan dalam menghadapi klien dengan
gangguan spiritualitas. perhatian spiritualitas dapat menjadi dorongan yang kuat bagi klien
kearah penyembuhan atau pada perkembangan kebutuhan dan perhatian spiritualitas. untuk itu
seorang perawat tidak boleh mangesampingkan masalah spiritualitas klien.

DAFTAR PUSTAKA
Dr.liza,2011.konsep spiritual.sang obsesi.
Jeany.blogs.spot.com-makalah konsep dasar spiritual. Rabu, 04 Januari 2012.
Kurniawan,bayu.blogs.spot.com-kebutuhan spiritual pasien. November 25, 2011

Anda mungkin juga menyukai