Anda di halaman 1dari 16

EFEKTIFITAS PEMBERIAN MENTIMUN DAN REBUSAN SELEDRI TERHADAP

PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI

Sri Handayani*

INTISARI

Latar Belakang : Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal, secara
umum seseorang mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90
mmHg. Hipertensi dapat diatasi dengan pemberian terapi non farmakologi dan
farmakologi. Salah satu terapi non farmakologi yang dapat menurunkan tekanan darah
adalah seledri (Apium graveolens) yang memiliki kandungan aphigenin dan mentimun
(cucumis sativuus linn) yang memiliki kandungan kalium.
Metode Penelitian : Desain penelitian menggunakan eksperimen semu atau Quasi
Eksperimen dengan rancangan Non – Equivalent Control Grou. Pemilihan sampel
menggunakan purposive sampling dengan cara memilih sampel sesuai dengan kriteria
inklusi dan eksklusi. Dengan jumlah sampel 45 responden. Teknik analisa data mengguna
Anova.
Tujuan : Untuk mengetahui keefektifan antara pemberian rebusan seledri dan jus
mentimun
Hasil : Analisa bivariat dengan menggunakan Anova p value<0,05 dan dengan
membandingkan antara ketiga kelompok didapatkan hasil terdapat perbedaan bermakna
antara ketiga kelompok dan pemberian seledri lebih efektif dibandingkan yang lainnya
Kesimpulan : Pemberian rebusan seledri lebih efektif dibandingkan dengan pemberian
jus mentimun terhadap penurunan tekanan darah.

Kata Kunci : Hipertensi, rebusan seledri, jus mentimun

*Dosen Keperawatan Stikes Muhammadiyah Klaten


A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan angka
kesakitan yang tinggi. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap
(silent killer) karena termasuk yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-
gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Batas tekanan darah
yang masih dianggap normal pada individu dewasa adalah kurang dari 120
mmHg, sedangkan bila tekanan darah lebih dari 120 mmHg individu harus mulai
mewaspadai terjadinya hipertensi. ( Joint National Committee 7,2011)
Di dunia prevalensi untuk kejadian hipertensi menyumbangkan angka yang
sangat besar, yakni ditemukan sekitar 1 milyar kasus individu yang mengalami
hipertensi. Angka tersebut terus meningkat setiap tahunnya yang di sebabkan oleh
kurangnya pemahaman masyarakat mengenai hipertensi itu sendiri. Prevalensi
hipertensi meningkat pada individu dengan usia lanjut, dimana setengah dari
orang usia 60 – 69 tahun dan sekitar tiga perempat dari orang yang berusia 70
tahun. (Joint national committe 7,2011)
Kebanyakan masyarakat awam menganggap bahwa hipertensi hanya akan
terjadi pada usia lanjut, namun peneliti kasus baru – baru ini mengatakan bahwa
resiko hipertensi bisa terjadi dengan siapapun dan dengan usia berapa pun.
Penelitian tersebut mengatakan bahwa 90% dari kasus hipertensi terjadi pada laki
– laki dan perempuan berusia 55 – 65 tahun.( Joint National Committee 7,2011)
Di Indonesia banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang
tetapi hanya 4% yang merupakan hipertnsi terkontrol. Prevalensi 6 – 15% pada
orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi
sehingga mereka cenderung menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari
dan tidak mengetahui faktor resikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial.
(Ardiansyah M,2012)
Selain dari data diatas, hasil riset kesehatan dasar (riskesdas) 2007
menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis,
hal ini dapat terlihat dari pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas di
temukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7% dimana hanya 7,2%
yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum
obat hipertensi. Upaya yang dapat dilakukan untuk menekan angka kejadian
hipertensi diantaranya terapi farmakologis dan non farmakologis.
Penanganan secara farmakologis terdiri atas pemberian obat yang bersifat
diuretik, simpatetik, betabloker, dan vasodilator dengan memperhatikan tempat,
mekanisme kerja dan tingkat kepatuhan. Selain itu untuk memperolehnya juga
diperlukan biaya yang cukup mahal dan tidak dapat dicapai untuk seluruh
kalangan masyarakat. Selain masalah biaya terapi farmakologis juga memiliki
efek samping yang dapat mengganggu kinerja anggota organ lain. Sebagai
contohnya, seperti yang telah disebutkan oleh wulandari (2011) bahwa efek
samping dari obat Calcium Channel Blocker (CCB) yaitu kemerahan pada wajah,
pusing dan pembengkakan pergelangan kaki karena efek vasodilatasi CCB
dihidropiridin, nyeri abdomen dan mual karena terpengaruh oleh influks ion
kalsium, oleh karena itu CCB sering mengakibatkan gangguan gastro‐intestinal
yaitu konstipasi.
Untuk mengantisipasi hal tersebut terdapat terapi non farmakologis yakni
dengan diet rendah garam dan melakukan pola hidup sehat seperti makan secara
teratur dan istirahat yang cukup selain itu diimbangi dengan olahraga yang rutin
(Lanny 2011). Selain bisa dilakukan dengan sangat mudah dan menarik terapi
non farmakologis ini juga sangat ekonomis dan bisa dijangkau oleh berbagai
kalangan. Selain itu tidak adanya efek samping juga merupakan salah satu alasan
kenapa terapi non – farmakologis ini sangat digemari.
Walaupun demikian terapi non farmakologis hanya dapat diberikan pada
penderita hipertensi dengan stadium awal. Pada penderita hipertensi dengan
stadium lanjut pemberian terapi farmakologis harus tetap diberikan dan sesuai
dengan anjuran dokter. Pemberian terapi non farmakologis sifatnya hanya
mengontrol tekanan darah agar tetap stabil. (Joint National Committee 7,2011)
Salah satu pengobatan alternatif yang dapat menjadi pilihan untuk
penurunan tekanan darah yakni dengan terapi herbal. Terapi ini menggunakan
tanaman yang telah terbukti secara medis memiliki kandungan obat herbal
sebagai antihipertensi, diantaranya adalah bawang putih atau Allium Sativum,
seledri atau Apium graveolens, mentimun atau cucumis sativuus linn, Anggur
atau Vitis vinifera, avokad atau aguacate. (Soeryoko H,2010)
Seledri atau Apium graveolens merupakan salah satu pengobatan herbal
untuk mengatasi hipertensi. Seledri mengandung apigenin yang sangat
bermanfaat untuk mencegah penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah
tinggi. Selain itu, seledri juga mengandung pthalides dan magnesium yang baik
untuk membantu melemaskan otot-otot sekitar pembuluh darah arteri dan
membantu menormalkan penyempitan pembuluh darah arteri. Pthalides dapat
mereduksi hormon stres yang dapat meningkatkan darah dikutip dari Soeryoko
(2011). Selain mengandung apigenin dan pthalides seledri juga mengandung gizi
yang tinggi, vitamin A,B1, B2, B6 dan juga vitamin C. Seledri juga kaya pasokan
kalium, asam folic, kalsium, magnesium, zat besi, fosfor, sodium dan banyak
mengandung asam amino esensial. Selain itu untuk mendaptkan seledri ini tdak
terlalu sulit dan sangat terjangkau di masyarakat.Mentimun atau cucumis sativuus
linn juga merupakan salah satu pengobatan herbal yang dapat menurunkan
tekanan darah. Kandungan air yang mencapai 90% dalam mentimun serta kalum
yang tinggi dipercaya akan mengeluarkan garam dari tubuh. Mentimun sudah
sangat populer di masyarakat baik sebagai lalap maupun di sajikan dalam
berbagai macam hidangan. Seperti seledri, mentimun juga sangat mudah dicari
dan harganya cukup terjangkau. Tidak ditemukan adanya efek samping yang
diberikan mentimun menjadikan mentimun ini salah satu rekomendasi yang
diberikan ahli medis untuk menurukan tekanan darah.
Setelah dilakukan studi pendahuluan di Kampung Todangsan RW 04 dan
RW 05 Tonggalan Klaten Tengah ditemukan warga dengan usia dibawah 60
tahun sebanyak 20 orang yang mengalami hipertensi. Ketika ditanya kepada
sebagian masyarakat yang terkena hipertensi tentang pengobatan herbal ini,
mereka hanya mengetahui bahwa kedua bahan ini hanya dapat dimanfaatkan
dalam masakan sehari – hari saja. Responden belum mengetahui antara mentimun
dan seledri yang paling efektif untuk menurunkan tekanan darah. Sedangkan
untuk mengurangi tekanan darah mereka menggunakan obat – obat farmakologis.
Menurut hasil uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai efektifitas pemberian rebusan seledri dan mentimun di Kampung
Todangsan RW 04 dan RW 05 Tonggalan Klaten Tengah Tahun 2013.

B. Metode
Desain penelitian menggunakan eksperimen semu atau Quasi Eksperimen
dengan rancangan Non – Equivalent Control Group. Desain ini hampir sama
dengan pretest – postest control group desain, hanya saja pada desain ini
kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random (
Sugiono, 2012 ).
Dalam rancangan kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol
dilakukan pretest dan diikuti intervensi (X). Setelah selang beberapa waktu
dilakukan postest pada kedua kelompok tersebut (Notoadmojo, 2002).
\

Pretest Perlakuan Postest


Kelompok eksperimen O1 X O1’
O2 X O2’
Kelompok kontrol O3 O3’

Keterangan :
X : Pemberian rebusan seledri dan mentimun
O1 : pengukuran pertama kelompok pemberian seledri
O1’ : pengukuran kedua kelompok pemberian seledri
O2 : pengukuran pertama kelompok pemberian mentimun
O2’ : pengukuran kedua kelompok pemberian mentimun
O3 : pengukuran pertama kelompok kontrol
O3’ : pengukuran kedua kelompok kontrol
Populasi dari penelitian ini adalah warga yang mengalami hipertensi di RW 04
dan RW 05 Tonggalan Klaten Tengah. Sampel yang digunakan adalah non
probability sampling dengan metode purposive sampling yang dilakukan dengan
cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi
atas tujuan tertentu (Arikunto, 2010). Peneliti memilih subyek penelitian
berdasarkan pada pertimbangan peneliti yaitu yang memenuhi kriteria inklusi :
warga yang bersedia menjadi responden penelitian, warga yang berusia >18 tahun
– 50 tahun, warga yang mengalami hipertensi primer, dapat berkomunikasi secara
verbal dan kriteria eksklusi : warga yang mengkonsumsi obat penurun tekanan
darah, warga yang mengalami hipertensi primer yang memiliki alergi terhadap
pemberian intervensi. Pada penelitian ini peneliti menggunakan sampel sebanyak
45 responden. Pada kelompok mentimun sebanyak 15 responden dan seledri
sebanyak 15 responden sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 15
responden.
Instrumen penelitian alat sphygmamometer digunakan untuk mengukur tekanan
darah sistolik dan diastolik pada responden penelitian. Sphygmamometer yang
digunakan adalah sphygmamometer aneroid, timbangan digunakan untuk
menimbang berat sayur dan buah yang akan dibuat sari makanan, dan gelas ukur
digunakan untuk mengukur seberapa banyak volume sari makanan yang akan
diberikan pada respnden. Bahan yang digunakan seledri atau apium graveolens
yang diperlukan dalam sekali pembuatan rebusan seledri adalah 200 gram,
mentimun atau cucumis sativuus yang diperlukan dalam sekali pembuatan jus
mentimun adalah 300 gram.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


a. Analsis Univariat
Karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, tekanan darah sistolik
maupun tekanan darah diastolik. Dibawah ini akan dijelaskan satu persatu
mengenai karakteristik responden
Tabel 1 Hasil Analisis Karakteristik Berdasarkan Usia Responden di
Desa Tonggalan Klaten Tengah Klaten Tahun 2013 (n=45)

Umur (th)
Variabel N Minimum Maksimum Mean Std.
Deviasi
Umur 45 23 50 33,04 7,23

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa usia responden yang intervensi


paling muda 23 tahun dan paling tua 50 tahun, rata-rata usia antara 33,04 ±
7,23.
Tabel 2 Hasil Analisis Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin Responden di
Desa Tonggalan Klaten Tengah Klaten Tahun 2013 (n=45)
Jenis
N %
Kelamin
Laki – laki 21 46,7
Perempuan 24 53,3

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden laki – laki
sebanyak 21 responden atau 46,7% dan jumlah responden perempuan adalah
sebanyak 24 responden atau 53%.
Tabel 3 Hasil Analisis Tekanan Darah Sistolik Sebelum Perlakuan di Desa
Tonggalan Klaten Tengah Klaten Tahun 2013 (n=45)
Tekanan darah Sistolik
Kelompok N Std.
Minimum Maksimum Mean
Deviasi
RebusanSeledri 15 120 140 130.3 6.93
Jus Mentimun 15 120 140 133.0 6,49
Kontrol 15 120 140 130,6 7,52

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa tekanan darah sistolik sebelum
diberikan intervensi memiliki rata – rata yang relatif sama baik antara
kelompok rebusan seledri, jus mentimun dan kelompok kontrol. Dan pada
kelompok kontrol yang memiliki rata – rata paling tinggi yakni 130,6 ± 7,52
Tabel 4 Hasil Analisis Tekanan Darah Sistolik Sesudah Perlakuan di Desa
Tonggalan Klaten Tengah Klaten Tahun 2013 (n=45)
Tekanan darah Sistolik
Kelompok N Std.
Minimum Maksimum Mean
Deviasi
RebusanSeledri 15 110 130 118,6 7,18
Jus Mentimun 15 110 135 127,0 6,49
Kontrol 15 120 140 134,3 5,93

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa rata – rata tekanan darah pada
ketiga kelompok hanya memiliki selisih yang tidak terlalu besar baik antara
kelompok rebusan seledri, kelompok jus mentimun dan kelompok kontrol.
Tabel 5 Hasil Analisis Tekanan Darah Diastolik Sebelum Perlakuan di Desa
Tonggalan Klaten Tengah Klaten Tahun 2013 (n=45)
Tekanan darah diastolik
Kelompok N Std.
Minimum Maksimum Mean
Deviasi
Rebusan Seledri 15 80 90 87,6 4,41
Jus Mentimun 15 80 90 84,3 4.16
Kontrol 15 80 90 83,0 4.14
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa tekanan darah diastolik sebelum
dilakukan perlakuan memiliki rata – rata yang relatif sama baik antara
kelompok rebusan seledri, jus mentimun dan kelompok kontrol.
Tabel 6 Hasil Analisis Tekanan Darah Diastolik Sesudah Perlakuan di Desa
Tonggalan Klaten Tengah Klaten Tahun 2013 (n=45)
Tekanan darah diastolik
Kelompok N Std.
Minimum Maksimum Mean
Deviasi
Rebusan Seledri 15 70 80 74,3 4,95
Jus Mentimun 15 70 85 78,0 3,68
Kontrol 15 80 90 84,6 4,80

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa rata – rata tekanan darah pada
ketiga kelompok hanya memiliki selisih yang tidak terlalu besar baik antara
kelompok rebusan seledri dan kelompok yang diberi jus mentimun, namun
dapat dilihat bahwa kelompok kontrol memiliki rata – rata tekanan darah
diastolik paling tinggi yakni 84,6 ± 4,80.
Tabel 7 Hasil Analisis Tekanan Darah Pre dan Post Perlakuan di Desa
Tonggalan Klaten Tengah Klaten Tahun 2013 (n=45)
Rata – rata tekanan darah
Kelompok N Pre Pre Post
Post sistolik
sistolik diastolik diastolik
Rebusan Seledri 15 130,3 118,6 87,6 74,3
Jus Mentimun 15 133,0 127,0 84,3 78,0
Kontrol 15 130,6 134,3 83,0 84,6

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa antara kelompok rebusan


seledri, jus mentimun dan kelompok kontrol yang memiliki selisih penurunan
terbanyak yakni pada kelompok rebusan seledri kemudian dibawahnya
kelompok jus mentimun dan yang memiliki selisih penurunan tekanan darah
paling sedikit adalah pada kelompok kontrol.
Tabel 8 Rata – Rata Selisih Penurunan Tekanan Darah di Desa Tonggalan
Klaten Tengah Klaten Tahun 2013 (n=45)
Tekanan darah Tekanan darah
Kelompok N
sistolik diastolik
Rebusan Seledri 15 9,6 10,3
Jus Mentimun 15 6 6,3
Kontrol 15 -3,6 -1,6

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa yang memiliki hasil postif
dapat diartikan tekanan darah sebelum perlakuan lebih besar daripada tekanan
darah sesudah. Sedangkan untuk hasil negarif dapat diartikan tekanan darah
sebelum perlakuan lebih besar daripada tekanan darah sesudah perlakuan. Dari
tabel 4.8 diatas maka didapatkan hasil untuk pemberian rebusan seledri
memiliki penurunan paling banyak pada tekanan darah sistolik dan diastolik
dengan rata – rata selisih pada tekanan darah sistolik yaitu 9,6 dan rata – rata
selisih tekanan darah diastolik yaitu 10,3
b. Analisis Bivariat
Hasil analisis pemberian intervensi di desa Tonggalan, Klaten Tengah pada
kelompok rebusan seledri, jus mentimun dan kelompok kontrol sesudah diberi
perlakuan.
Tabel 9 Analisis Rata - Rata Tekanan Darah Sistolik antara Kelompok
Intervensi dan Kelompok Kontrol di Desa Tonggalan Klaten Tengah Klaten
Tahun 2013 (n=45)
Intervensi N Mean SD F P.value
Rebusan seledri 15 9,67 5,16 29,69 0,00
Jus mentimun 15 6,00 6,14
Kontrol 15 -3,67 2,8
Berdasarkan tabel maka dapat disimpulkan bahwa rata – rata selisih tekanan
darah sebelum pemberian intervensi dan setelah pemberian intervensi pada
kelompok rebusan seledri 9,67±5,16, pada kelompok jus mentimun 6,00±6,14,
dan pada kelompok konrol -3,67±2,8. Sedangkan untuk mengetahui apakah
ada perbedaan pada masing – masing kelompok baik kelompok intervensi
maupun kelompok kontrol yakni dengan membandingkan dengan dengan F
tabel dengan tingkat keyakinan 95% dan α = 5%, df 1= 2 dan df 2= 42 hasil
untuk F tabel = 3,22. Apabila dibandingkan dengan F hitung = 29,69 maka F
Hitung>F tabel dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
untuk tekanan darah pada ketiga kelompok
Tabel 10 Analisis perbedaan tekanan darah diastolik antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol di Desa Tonggalan Klaten Tengah Klaten
Tahun 2013 (n=45)
Intervensi N mean SD F P.value
Rebusan seledri 15 10,3 4,08 40,5 0,00
Jus mentimun 15 6,3 2,96
Kontrol 15 -1,67 3,9

Berdasarkan tabel maka dapat disimpulkan rata – rata selisih tekanan darah
pada kelompok rebusan seledri 10,3±4,08, pada kelompok jus mentimun
6,3±2,96 dan pada kelompok kontrol -1,67±3,9. Sedangkan untuk mengetahui
apakah ada perbedaan pada masing – masing kelompok baik kelompok
intervensi maupun kelompok kontrol yakni dengan membandingkan dengan
dengan F tabel dengan tingkat keyakinan 95% dan α = 5%, df 1= 2 dan df 2=
42 hasil untuk F tabel = 3,22. Apabila dibandingkan dengan F hitung = 40,5
maka F Hitung>F tabel dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan untuk tekanan darah diastolik pada ketiga kelompok.
Hasil analisis keefektifitasan pemberian rebusan seledri dan mentimun di Desa
Tonggalan, Klaten Tengah pada kelompok rebusan seledri, jus mentimun dan
kelompok kontrol sesudah diberi perlakuan.
Tabel 11 Analisis Keefektifitasan Tekanan Darah Sistollik antara Pemberian
Rebusan Seledri dan Mentimun di Desa Tonggalan Klaten Tengah Klaten
Tahun 2013 (n=45)
Intervensi Vs Mean p.value
Rebusan seledri Tidak diberi 13,3 0,00
Jus mentimun Tidak diberi 9,67 0,00

Dari tabel diatas dengan menggunakan uji post hoc LSD dengan p < 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa antara kelompok kontrol dan rebusan seledri,
kelompok kontrol dengan jus mentimun dan jus mentimun dengan rebusan
seledri memiliki perbedaan yang bermakna. Dan yang paling menunjukkan
angka yang signifikan yakni antara rebusan seledri dan jus mentimun.
Tabel 12 Analisis keefektifitasan tekanan darah diastolik antara pemberian
rebusan seledri dan mentimuni di Desa Tonggalan Klaten Tengah Klaten
Tahun 2013 (n=45)
Intervensi Vs mean p.value
Rebusan seledri Tidak diberi 12,0 0,00
Jus mentimun Tidak diberi 8,0 0,00

Dari tabel 4.13 diatas dengan menggunakan uji post hoc LSD dengan p < 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa antara kelompok kontrol dan rebusan seledri,
kelompok kontrol dengan jus mentimun dan jus mentimun dengan rebusan
seledri memiliki perbedaan yang bermakna. Dan yang paling menunjukkan
angka yang signifikan yakni antara rebusan seledri dan jus mentimun.
Dari tabel diatas untuk mengetahui kelompok mana yang lebih efektif antara
rebusan seledri atau jus mentimun dapat dilihat dengan membandingkan
antara kelompok intervensi dengan kelompok yang tidak diberi. Dari tabel
diatas pada kelompok rebusan seledri memiliki rata – rata penurunan tekanan
darah lebih besar daripada kelompok jus mentimun jadi dapat disimpulkan
bahwa kelompok rebusan seledri lebih efektif dibandingkan dengan kelompok
mentimun.

D. Pembahasan
Hasil penelitian mengenai keefektifan antara pemberian rebusan seledri
dan jus mentimun terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di
Desa Tonggalan Klaten Tengah Jawa Tengah yang dilakukan selama dua
minggu. Pada kelompok jus mentimun dan rebusan seledri diminum satu kali
dalam sehari. Didapatkan data menunjukkan bahwa hasil responden pada
kelompok yang diberikan rebusan seledri dengan rata-rata tekanan darah
sistoliknya memiliki rata – rata 118,6 mmHg ±7,18 dan tekanan darah
diastoliknya memiliki rata – rata 74,3 mmHg ± 4,95, sedangkan kelompok jus
mentimun rata-rata tekanan darah sistoliknya memiliki rata – rata 127,0 ± 4,95
dan tekanan darah diastoliknya memiliki rata – rata 78,0 mmHg ± 4,95. Dan pada
kelompok kontrol memiliki tekanan darah sistolik dengan rata – rata 134,3
mmHg ± 6,49 dan tekanan darah diastoliknya memiliki rata – rata 84,6 mmHg
±3,58.
Hasil analisa selanjutnya yang didapatkan dari analisa Post Hoc LSD,
ditemukan perbedaan yang signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol. Kemudian apabila dilihat dari perbandingan mean antara kelompok yang
tidak diberi perlakuan dengan kelompok yang diberi jus mentimun dan rebusan
seledri baik pada tekanan darah sistolik maupun diastolik maka dapat diambil
kesimpulan bahwa pemberian rebusan seledri lebih efektif dibandingkan dengan
pemberian jus mentimun terhadap penurunan tekanan darah.
Perbedaan yang signifikan antara kelompok yang diberikan jus
mentimun dan kelompok kontrol. Pada ketiga kelompok tersebut dapat dilihat
bahwa pemberian jus mentimun dan seledri tersebut efektif untuk menurunkan
tekanan darah. Hal ini dapat terlihat dari mekanisme kerja antara jus mentimun
dan rebusan seledri. Seledri terbukti berhasil menurunkan tekanan darah tinggi
karena terdapat aphigenin. Aphigenin merupakan senyawa flavanoid yang
termasuk kedalam golongan plavon. Secara kimia aphigenin didefinisikan
sebagai senyawa 4,5,6- trihidosiflavon. Senyawa yang memiliki bobot molekul
270,2 ini dapat larut dalam alkohol panas dan dimetilsulfoksida (DMSO). Titik
didih dari senyawa ini adalah 345 – 350◦C dan lebih baik disimpan dalam suhu
4◦C (pinem, 2007).
Aphigenin merupakan senyawa flavanoud yang aktifitasnya sebagai
calcium antagonis yang berpengaruh pada tekanan darah. Ini artinya senyawa
aktif dalam seldri bekerja pada reseptor pembuluh darah yang akhirnya memberi
efek relaksasi. Pada pasien hipertensi saat tekanan darah naik maka pembuluh
darah akan mengencang dan menegang. Padahal normalnya hanya berdenyut
saja. Karena memberi efek relaksasi, konsumsi seledri bisa mengurangi
ketegangan pembuluh darah. Efek yang diberikan langsung ke dalam pembuluh
darah membuat seledri ini tidak memerlukan waktu yang lama untuk menurunkan
tekanan darah.
Sedangkan pada mentimun Mentimun ini banyak di gunakan dalam
penurunan tekanan darah karena kandungan air dalam mentimun mencapai 90%
serta kalium. Kalium dapat menimbulkan efek vasodilatasi sehingga
menyebabkan penurunan retensi parifer total dan meningkatkan output jantung.
Kalium mempengaruhi aktivitas otot skelet maupun otot jantung ( brunner &
suddart, 2001). Selain itu mentimun juga memiliki efek diuretik karena
kandungan kalium yang tinggi yakni sekitar 98% kalium terdapat dalam tubuh
dan 2% terdapat diluar tubuh sehingga membantu menurunkan tekanan darah.
Kalium dengan konsentrasi yang tinggi didalam cairan intraseluler sehingga
menarik cairan ekstra seluler dan menurunkan tekanan darah (zauhani, 2010).
Karena memiliki efek diuretik sehingga bisa dipengaruhi oleh beberapa
faktor sehingga untuk menurunkan tekanan darah di perlukan waktu yang cukup
lama untuk menunjukkan hasil yang signifikan. Inilah alasannya kenapa rebusan
seledri lebih efektif menurunkan tekanan darah dibandingkan dengan jus
mentimun.
Pada penelitian ini terdapat dua faktor resiko yakni faktor yang dapat
dikendalikan dan faktor yang tidak dapat dikendalikan yang dapat mempengaruhi
proses penurunan tekanan darah. Faktor yang dapat dikendalikan antara lain
kurang olahraga, konsumsi garam berlebihan, merokok, minum alkohol.
Sedangkan faktor yang tidak dapat dikendalikan yakni umur, jenis kelamin dan
genetik.
Sedangkan untuk penanganan hipertensi sendiri dapat dibagi menjadi 2
yakni penanganan secara farmakologis dan non farmakologis. penanganan secara
non farmakologis dapat dilakukan dengan cara mengendalikan faktor – faktor
yang dapat dikendalikan sehingga hasil yang diberikan oleh terapi itu sendiri
dapat bekerja secara maksimal. Penanganan non farmakologis dapat berupa
bawang putih ( Allium Sativum), seledri (Apium graveolens), mentimun
(cucumis sativuus linn), Anggur (Vitis vinifera), avokad (aguacate). Pada
penelitian ini peneliti memilih menggunakan seledri dan mentimun karena kedua
bahan ini mudah didapatkan dan tidak mengenal musiman. Selain itu kedua
bahan ini dapat dijangkau oleh semua kalangan.
Tujuan pengobatan khusus tersebut adalah untuk menghindari terjadinya
komplikasi dan dampak yang lebih serius terhadap kesehatan, selain itu ada
pengobatan tradisional yakni pengobatan terhadap hipertensi yang menggunakan
bahan – bahan alami yang ada di sekitar lingkungan.
Terapi yang kedua adalah terapi farmakologis, terapi farmakologis
diantaranya Hidroklorotizoid (HCT), Kaptopril 12,5 – 25 mg, Propanolol. Terapi
farmakologis ini memiliki efek samping yang tidak baik bagi tubuh. Namun
terapi ini sangat diperlukan apabila hipertensi yang terjadi pada grade yang lebih
tinggi. Namun apabila penderita hipertensi masih pada tahap awal dianjurkan
untuk mengantisipasinya dengan menggunakan terapi non farmakologis karena
tidak memiliki efek samping pada tubuh. ( Nurrahmani U,2012)
Pengaruh pemberian rebusan seledri dan jus mentimun dalam penelitian
ini juga didukung oleh beberapa faktor yang tidak diteliti tapi dimungkinkan
dapat mempengaruhi pengaruh rebusan seledri dalam menurunkan tekanan darah,
yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal atau faktor dari dalam diri
individu dimungkinkan dapat memberikan pengaruh pemberian rebusan seledri.
Yang mencakup faktor internal adalah keadaan fisik dan psikis individu (Puspa
2009). Faktor intenal terkait keadaan pskis adalah motivasi responden untuk
mengkonsumsi rebusan seledri. Yang dimungkinkan motivasi yang tinggi dapat
meningkatkan keinginan responden untuk mengkonsumsi rebusan seledri dan jus
mentimun.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Yanto (2010) tentang pengaruh
pemberian rebusan seledri terhadap penurunan tekanan darah pada penderita
hipertensi di kelurahan sidanegara kecamatan cilacap. Rohaendi, 2008, tentang
Pengaruh pemberian teh rosella dan obat terhadap tekanan darah pasien
hipertensi primer di Panti Jompo Welas Asih Kota Tasikmalaya dan Rumah Sakit
Umum Kota Tasikmalaya.

E. Penutup
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian “Pemberian rebusan seledri lebih efektif
dibandingkan dengan pemberian jus mentimun terhadap penurunan tekanan
darah”. Peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa :
a. Terdapat perbedaan bermakna antara tekanan darah sitolik setiap
kelompok yang dapat dilihat dari F hitung = 21,426 dan F tabel = 3,22.
Dinyatakan ada perbedaan apabila F hitung>F tabel.
b. Terdapat perbedaan bermakna antara tekanan darah diastolik setiap
kelompok yang dapat dilihat dari F hitung = 19,712 dan F tabel = 3,22.
Dinyatakan ada perbedaan apabila F hitung>F tabel.
c. Pemberian rebusan seledri lebih efektif dibandingkan dengan jus
mentimun terhadap penurunan tekanan darah. Hasil tersebut dapat dilihat
dari nilai perbandingan nilai mean antara kelompok yang tidak diberi
perlakuan dengan kelompok yang diberi rebusan seledri dan jus
mentimun yang menunjukkan hasil adanya perbedaan yang signifikan
antara keduanya
2. Saran
1) Bagi Peneliti
Diharapkan penelitian dapat memberikan masukan bagi profesi
keperawatan dalam mengembangkan keperawatan dengan hipertensi
2) Bagi Institusi
Diharapkan dapat menambah khasanah ilmu kesehatan mengenai
pengobatan alternatif bagi hipertensi
3) Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat dijadikan salah satu pengobatan alternatif yang
alamiah, mudah didapat dan dapat dijangkau oleh semua kalangan

Daftar Pustaka
Ardiansyah, M. (2012). Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA press
Arikunto, S. ( 2010). Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Brunner & Suddart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC
Hastono. (2007). Basic Data Analysis for Health Research Trainning, Analisis Data
Kesehatan.Depok: FKM UI
Lanny, L. (2012). Bebas Hipertensi Tanpa Obat. Jakarta selatan: Agromedia Pustaka
Nurrahmani, U. (2012). STOP! Hipertensi. Yogyakarta: pustaka keluarga
Pinem, Laura Juita. (2007). Perbedaan Lingkungan dan Masa Tanam Seledri (Apium
graveolens L) terhadap senyawa bioaktif aphigenin.Bogor: Skripsi
Santjaka, A. (2012). Statistik untuk Penelitian Kesehatan vol 1.Yogyakarta: Mitra Medika
Santjaka, A. (2012). Statistik untuk Penelitian Kesehatan vol 2.Yogyakarta: Mitra Medika
Sekarindah T. dkk. (2012). Terapi Buah dan Sayur. Jakarta: Puspa Swara
Soeryoko, H. (2012). 20 Tanaman Obat Terpopuler Penurun Hipertensi. Yogyakarta:
Andi
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Bandung
The Seventh Report of the joint National Committe.(2011). Prevention, Defection,
Evaluation & Treatment High Blood Pressure. U.S: Departement of health and
human service
Wulandari, A. dkk. (2011). Cara Jitu Mengatasi Hipertensi. Yogyakarta: Andi
Yanto. (2010). Pengaruh Pemberian Seledri Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada
Penderita Hipertensi di Kelurahan Sidanegara Kecamatan Cilacap. Cilacap:
Skripsi
Zauhani. (2010). Efek Pemberian Jus Mentimun terhadap Penurunan Tekanan Darah.
Jombang: Skripsi

Anda mungkin juga menyukai