Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN

OLEH:

ENDANG
NURIA ALHUSNA
LENI WIDIA
LUSIANA FITRAH

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MOHAMMAD NATSIR YARSI BUKITTINGGI
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam penulis panjatkan, karena
atas rahmat dan karunianya, sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan
tepat waktu.
Makalah ini berjudul “Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan”. Dengan tujuan penulisan
sebagai sumber bacaan yang dapat digunakan untuk memperdalam pemahaman. Selain itu,
penulisan makalah ini tak terlepes pula dengan tugas mata kuliah keperawatan.
Penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Kami
berharap tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya profesi keperawatan.

Bukittinggi, Oktober 2021

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................……………............... i


DAFTAR ISI..................…………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………… 1
A. Latar Belakang .........………………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………….. 1
C. Tujuan Masalah…………………………………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………. 3
A. Kesehatan Spiritual ………………………………………………………………... 3
B. Konsep Stress Adaptasi…………………………………………………………….. 8
C. Persepsi Sehat Sakit, Peran Dan Prilaku, Respon Sakit/ Nyeri Pasien…………….. 27
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………. 33
A. Kesimpulan………………………………………………………………………… 33
B. Saran……………………………………………………………………………….. 33
DAFTAR PUSTAKA. ……………………………………………………………………… 34

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan system terbuka serta
saling berinteraksi. Manusia selaulu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan
hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan ini disebut dengan sehat. Sedangkan
seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan
lingkungannya. Sebagai makhluk social, untuk mencapai kepuasana dalam kehidupan,
mereka harus membina hubungan interpersonal positif. Psikososial adalah setiap
perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat psikologik maupun sosial yang
mempunyai pengaruh timbal balik. masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang
mempunyai pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan sosial dan atau
gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa (Depkes,
2011). UndangUndang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan
Jiwa menyebutkan bahwa salah satu upaya preventif kesehatan jiwa yakni mencegah
timbulnya dampak psikososial. Sementara itu, menurut Undang-undang tersebut yang
dimaksud dengan “masalah psikososial” adalah masalah sosial yang mempunyai dampak
negatif dan berpengaruh terhadap munculnya gangguan jiwa atau masalah sosial yang
muncul sebagai dampak dari gangguan jiwa. Permasalahan psikososial yang terjadi
antara lain: 1. Psikotik gelandangan dan pemasungan, penderita gangguan jiwa. 2.
Masalah anak: anak jalanan dan penganiayaan anak. 3. Masalah anak remaja: tawuran
dan kenakalan, penyalahgunaan narkotika dan psikotropika

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu kesehatan spiritual?
2. Bagaimana konsep stres dan adaptasi ?
3. Apa itu persepsi sehat sakit, peran dan perilaku pasien, respon sakit/ nyeri pasien ?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu kesehatan spiritual
2. Untuk mengetahui konsep stress dan adaptasi
3. Untuk mengetahui persepsi sehat sakit, peran dan perilaku pasien, respon sakit/ nyeri
pasien

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KESEHATAN SPIRITUAL
1) Pengertian Spiritual
Spiritual berasal dari bahasa latin spiritus, yang berarti bernafas atau angin. Ini
berarti segala sesuatu yang menjadi pusat semua aspek dari kehidupan seseorang
(McEwan, 2005). Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang
Maha Kuasa dan Maha Pencipta (Hamid, 1999).
Spiritual merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan tergantung pada
budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang
kehidupan seseorang (Potter & Perry, 1999) Menurut Burkhardt (1993) dalam
Hamid (1999) spiritual meliputi aspek sebagai berikut: a. Berhubungan dengan
sesuatu yang tidk diketahui b. Menemukan arti dan tujuan hidup c. Menyadari
kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri.
Kepercayaan artinya mempunyai kepercayaan atau komitmen terhadap sesuatu atau
seseorang, sementara agama merupakan sistem ibadah yang teratur dan
terorganisasi (Hamid, 1999)

2) Karakteristik
1. Hubungan dengan diri sendiri
a. Pengetahuan diri (siapa dirinya dan apa yang dapat dilakukannya)
b. Sikap (percaya diri sendiri, percaya pada kehidupan/ masa depan,
ketenangan pikiran, harmoni/ keselarasan dengan diri sendiri).

2. Hubungan dengan alam


a. Mengetahui tentang alam, iklim, margasatwa
b. Berkomunikasi dengan alam (berjalan kaki, bertanam), mengabdikan dan
melindungi alam

3
3. Hubungan dengan orang lain
 Harmonis/ Suportif
a. Berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik
b. Mengasuh anak, orang tua dan orang sakit
c. Meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat)
 Tidak harmonis
a. Konflik dengan orang lain
b. Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi

4. Hubungan dengan Ketuhanan


 Agamis atau tidak agamis
a. Sembahyang/ berdoa/ meditasi
b. Perlengkapan keagamaan
c. Bersatu dengan alam

3) Perkembangan spiritual
a. Bayi dan todler (1-3 tahun)
Tahap awal perkembangan spiritual adalah rasa percaya dengan yang mengasuh
dan sejalan dengan perkembangan rasa aman, dan dalam hubungan
interpersonal, karena sejak awal kehidupan mengenal dunia melalui hubungan
dengan lingkungan kususnya orangtua. Bayi dan todler belum memiliki rasa
bersalah dan benar, serta keyakinan spiritual. Mereka mulai meniru kegiatan
ritual tanpa tau arti kegiatan tersebut dan ikut ketempat ibadah yang
mempengaruhi citra diri mereka.
b. Prasekolah
Sikap orang tua tentang moral dan agama mengajarkan pada anak tentang apa
yang dianggap baik dan buruk.anak pra sekolah belajar dari apa yang mereka
lihat bukan pada apa yang diajarkan. Disini bermasalah jika apa yang terjadi
berbeda dengan apa yang diajarkan.
c. Usia sekolah Anak usia sekolah
Tuhan akan menjawab doanya, yang salah akan dihukum dan yang baik akan
diberi hadiah. Pada mas pubertas, anak akan sering kecewa karena mereka mulai
4
menyadari bahwa doanya tidak selalu dijawab menggunakan cara mereka dan
mulai mencari alasan tanpa mau menerima keyakinan begitu saja. Pada masa ini
anak mulai mengambil keputusan akan meneruskan atau melepaskan agama
yang dianutnya karena ketergantungannya pada orang tua. Remaja dengan orang
tua berbeda agama akan memutuska memilih pilihan agama yang dianutnya atau
tidak memilih satupun dari agama orang tuanya.
d. Dewasa
Kelompok dewasa muda yang dihadapkan pada pertanyaan bersifat keagamaan
dari anaknya akan menyadari apa yang diajarkan padanya waktu kecil dan
masukan tersebut dipakai untuk mendidik anakya.
e. Usia pertengahan
Usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan
agama dan berusaha untuk mengerti nilai agama yang di yakini oleh generasi
muda.

4) Konsep kesehatan spiritual.


a. Spiritualitas
a) Konsep spiritual memiliki delapan batas tetapi saling tumpang tindih: Energi,
transendensi diri, keterhubungan, kepercayaan, realitas eksistensial,
keyakinan dan nilai, kekuatan batiniah, harmoni dan batin nurani.
b) Spiritualitas memberikan individu energi yang dibutuhkan untuk menemukan
diri mereka, untuk beradaptasi dengan situasi yang sulit dan untuk
memelihara kesehatan.
c) Transedensi diri (self transedence) adalah kepercayaan yang merupakan
dorongan dari luar yang lebih besar dari individu.
d) Spiritualitas memberikan pengertian keterhubungan intrapersonal (dengan diri
sendiri), interpersonal (dengan orang lain) dan transpersonal (dengan yang
tidak terlihat, Tuhan atau yang tertinggi) (Potter & Perry, 2009)
e) Spiritual memberikan kepercayaan setelah berhubungan dengan Tuhan.
Kepercayaan selalu identik dengan agama sekalipun ada kepercayaan tanpa
agama.
f) Spritualitas melibatkan realitas eksistensi (arti dan tujuan hidup).
5
g) Keyakinan dan nilai menjadi dasar spiritualitas. Nilai membantu individu
menentukan apa yang penting bagi mereka dan membantu individu
menghargai keindahan dan harga pemikiran, obysk dsn prilaku.(Holins, 2005;
Vilagomenza, 2005)
h) Spiritual memberikan individu kemampuan untuk menemukan pengertian
kekuatan batiniah yang dinamis dan kreatif yang dibutuhkan saat membuat
keputusan sulit (Braks-wallance dan Park, 2004).
i) Spiritual memberikan kedamaian dalam menghadapi penyakit terminal
maupun menjelang ajal (Potter & Perry, 2009).

Beberapa individu yang tidak mempercayai adanya Tuhan (atheis) atau


percaya bahwa tidak ada kenyataan akhir yang diketahui (Agnostik). Ini bukan
berati bahwa spiritual bukan merupakan konsep penting bagi atheis dan agnostik,
Atheis mencari arti kehidupan melalui pekerjaan mereka dan hubungan mereka
dengan orang lain.agnostik menemukan arti hidup dalam pekerjaan mereka karena
mereka percaya bahwa tidak adanya akhir bagi jalan hidup mereka.

b. Dimensi Spiritual
1) Mempertahankan keharmonisan / keselarasan dengan dunia luar
2) Berjuang untuk menjawab / mendapatkan kekuatan
3) Untuk menghadapi : Stres emosional, penyakit fisik dan menghadapi
kematian

c. Konsep kesejahteraan spiritual


1) Dimensi vertikal. Hubungan positif individu dengan Tuhan atau beberapa
kekuasaan tertinggi
2) Dimensi horizontal. Hubungan positif individu dengan orang lain

5) Hubungan antara spiritual – kesehatan dan sakit


Keyakinan spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi
tingkat kesehatan dan prilaku klien. Beberapa pengaruh yang perlu dipahami:
1) Menuntun kebiasaan sehari-hari

6
Praktik tertentu pada umumnya yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan mungkin mempunyai makna keagamaan bagi klien, sebagai contoh:
ada agama yang menetapkan diet makanan yang boleh dan tidak boleh
dimakan.
2) Sumber dukungan
Pada saat stress, individu akan mencari dukungan dari keyakinan agamanya.
sumber kekuatan sangat diperlukan untuk dapat menerima keadaan sakitnya
khususnya jika penyakit tersebut membutuhkan waktu penyembuhan yang
lama.
3) Sumber konflik
Pada suatu situasi bisa terjasi konflik antara keyakinan agama dengan praktik
kesehatan. Misalnya: ada yang menganggap penyakitnya adalah cobaan dari
Tuhan.

6) Manifestasi perubahan fungsi spiritual

a. Verbalisasi distress Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual,


biasanya akan meverbalisasikan yang dialaminya untuk mendalatkan bantuan.
b. Perubahan perilaku Perubahan perilaku juga dapat merupakan manifestasi
gangguan fungsi spiritual. Klien yang merasa cemas dengan hasil pemeriksaan
atau menunjukkan kemarahan setelah mendengar hasil pemeriksaan mungkin
saja sedang menderita distress spiritual. Untuk jelasnya berikut terdapat tabel
ekspresi kebutuhan spiritual.

7
B. KONSEP STRESS ADAPTASI
1. KONSEP STRES
1) PENGERTIAN STRES
Stres adalah satu kondisi ketika individu berespons terhadap perubahan dalam
status keseimbangan normal (Kozier, 2011).
Stres adalah segala situasi di mana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang
individu berespon dan melakukan tindakan (Selye, 1976 dalam Potter dan Perry,
2005).
Stressor adalah setiap kejadian atau stimulus yang menyebabkan individu
mengalami stres. Ketika seseorang menghadapi stressor, responnya disebut
sebagai strategi koping, respon koping, atau mekanisme koping.

2) SUMBER STRES
Terdapat banyak sumber stres, yang secara luas dapat diklasifikasikan sebagai
stressor internal atau eksternal, atau stressor perkembangan atau situasional.
a. Stressor internal berasal dari dalam diri seseorang, sebagai contoh, demam,
kondisi seperti kehamilan atau menopause, atau suatu keadaan emosi
seperti rasa bersalah, kanker atau perasaan depresi.
b. Stressor eksternal berasal dari luar individu, sebagai contoh perpindahan ke
kota lain, kematian anggota keluarga, atau tekanan dari teman sebaya,
perubahan bermakna dalam suhu lingkungan, perubahan dalam peran
keluarga atau sosial, atau tekanan dari pasangan.
c. Stressor perkembangan terjadi pada waktu yang dapat diperkirakan
sepanjang hidup individu. Pada setiap tahap perkembangan, tugas tertentu
harus dicapai untuk mencegah atau mengurangi stres.
d. Stressor situasional tidak dapat diperkirakan dan dapat terjadi kapan pun
sepanjang hidup. Stres situasional dapat positif dan negatif. Contoh:
1) Kematian anggota keluarga
2) Pernikahan atau perceraian
3) Kelahiran anak
4) Pekerjaan baru
5) Penyakit
8
Sejauh mana pengaruh positif dan negatif peristiwa ini bergantung pada tahap
perkembangan individu. Sebagai contoh, kematian orang tua dapat lebih
menimbulkan stres bagi anak usia 12 tahun dibandingkan pada orang yang
berusia 40 tahun

3) MACAM –MACAM STRES


Ditinjau dari penyebab, maka stres dibagi menjadi tujuh macam, di antaranya:
a) Stres fisik
Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperatur yang
tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari atau
karena tegangan arus listrik.
b) Stres kimiawi
Stres ini disebabkan karena zat kimiawi seperti obat-obatan, zat beracun
asam, basa, faktor hormon atau gas dan prinsipnya karena pengaruh
senyawa kimia.
c) Stres mikrobiologik
Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri atau
parasit.
d) Stres fisiologik
Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh diantaranya
gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ dan lain-lain.
e) Stres proses pertumbuhan dan perkembangan
Stres yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan perkembangan
seperti pada pubertas, perkawinan dan proses lanjut usia.
f) Stres psikis atau emosional
Stres yang disebabkan karena gangguan stimulus psikologis atau
ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri seperti
hubungan interpersonal, sosial budaya atau faktor keagamaan (Alimul,
2008).

4) MODEL STRES

9
Asal dan efek stress dapat diperiksa dalan istilah kedokteran dan model teoritis
perilaku. Model stress digunakan untuk mengidentifikasi stresor bagi individu
tertentu dan memprediksi respons individu tersebut terhadap stresor. Setiap
model menekankan aspek stres yang berbeda.
Model stres membantu perawat mengidentifikasi stresor dalam situasi tertentu
dan untuk memprediksi respon individu. Perawat dapat menggunakan
pengetahuan mengenai model tersebut untuk membantu klien memperkuat
respon koping yang sehat dan dalam menyesuaikan respons yang tidak sehat
dan tidak produktif. Tiga model utama stres adalah model berbasis stimulus,
berbasis respons, dan berbasis transaksi.

a. Model Berbasis Stimulus


Dalam model berbasis stimulus, stres didefinisikan sebagai stimulus,
peristiwa hidup, atau sekelompok situasi yang membangkitkan reaksi
fisiologik dan/atau psikologik yang dapat meningkatkan kerentanan
individu terhadap penyakit. Dalam penelitiannya, Holmes and Rahe (1976)
menetapkan nilai numerik terhadap 43 perubahan atau peristiwa hidup.
Skala peristiwa hidup yang menimbulkan stres digunakan untuk
mendokumentasikan pengalam individu yang relatif baru, seperti
perceraian, kehamilan, dan pensiun. Dalam sudut pandang ini, baik
peristiwa positif maupun negatif dianggap menimbulkan stres.

Skala serupa juga dikembangkan, tetapi semua skala harus digunakan


dengan hati-hati karena derajat stres yang dipicu peristiwa yang terjadi
sangat invidual. Sebagai contoh, perceraian dapat menjadi sangat traumatik
bagi seseorang, sementara bagi orang lain mungkin hanya menimbulkan
relatif sedikit ansietas. Selain itu, banyak skala belum diuji terhadap usia,
status sosial ekonomi, atau kepekaan budaya.

b. Model Berbasis Respon


Stres dapat juga dipertimbangkan sebagai satu respons. Definisi ini
dikembangkan dan dijabarkan oleh Selye (1956, 1976) sebagai respons
10
nonspesifik tubuh setiap tuntutan yang ditimbulkan” (1976, hlm 1). Schafer
(2000) mendefinisikan stres sebagi ”pembangkitan pikiran dan tubuh
sebagai respons terhadap tuntutan yang ditimbulkannya.

Respons stres Selye ditandai dengan satu rantai atau pola kejadian
fisiologik yang disebut sindrom adaptasi umum (GAS) atau atau sindrom
stres. Untuk membedakan penyebab stres dari respon stres, Selye (1976)
menciptakan istilah stresor untuk menunjukan setiap faktor yang
menimbulkan stres dan mengganggu keseimbangan tubuh. Stres adalah satu
kondisi sehingga hanya dapat diobservasi melalui perubahan yang
ditimbulkan stres pada tubuh. Respon tubuh tersebut, sindrom stres atau
GAS, terjadi dengan pelepasan hormon adaptif tertentu dan perubahan
selanjutnya pada struktur dan komposisi kimia tubuh. Organ tubuh yang
dipengaruhi oleh stres adalah saluran cerna, kelenjar adrenal, dan struktur
limfatik. Dengan stres yang berkepanjangan, kelenjar adrenal mengalami
pembesaran yang cukup signifikan; struktur limfatik seperti timus limpa,
dan nodus limfe, mengalami atrofi (menyusut); dan ulkus yang dalam
tampak di lapisan lambung.

Reaksi Alarm
Reaksi awal tubuh adalah reaksi alarm, yang menyiagakan pertumbuhan tubuh.
Selye (1976) membagi tahap ini kedalam dua bagian, yaitu: fase syok dan fase
kontersyok.
Selama fase syok, stresor dapat dirasakan secara sadar atau tidak sadar oleh
individu. Pada semua kasus, sistem saraf otonom bereaksi, dan sejumlah besar
epinefrin (adrenalin)dan kortison dilepakan ketubuh. Individu kemudian siap
untuk respons “lari atau lawan”. Respon primer ini berlansung singkat, dari 1
menit hingga 24 jam.
Bagian kedua reaksi alarm disebut fase kontersyok. Selama fase ini,
perubahan yang dihasilkan oleh tubuh selama fase syok dibalik. Oleh karena itu,
individu paling bagus dimobilisasi untuk bereaksi selama fase syok reaksi alarm.

11
Stresor

Reaksi Alarm

Fase syok

Epinefrin Norepinefrin Kortison


Takikardi ↓ aliran darah ke Katabolisme
↑ kontraktilitas ginjal protein
miokardium ↑ renin Glukoneogenesis
↑ dilatasi bronkhi
↑ pembekuan
darah
↑ metabolisme

Fase Kontersyok

Tahap Resistensi

Adaptasi Tahap Kelelahan

Istirahat Kematian

12
Tahap resistansi
Tahap kedua dalam sindrom GAS dan LAS, tahap resistansi, terjadi ketika
tubuh beradaptasi. Dengan kata lain, tubuh berusaha menghadapi stresor dan
untuk membatasi stresor ke area tubuh yang paling kecil yang dapat
menghadapinya.

Tahap kelelahan
Selama tahap ketiga, tahap kelelahan, adaptasi yang dibuat tubuh selama tahap
kedua tidak dapat dipertahankan. Hal ini berarti bahwa cara yang digunakan
untuk menghadapi stresor telah mengalami kelelahan.

c. Model Berbasis Transaksi


Teori stress transaksional didasarkan pada hasil penelitian Lazarus (1996),
yang menatakan bahwa teori stimulus dan teori respons tidak
mempertimbangkan perbedaan individu. Kedua teori tersebut tidak
menjelaskan factor yang membuat sebagian orang, tetapi tidak membuat
sebagian yang lain, berespons secara efektif. Selain itu kedua teori tidak
dapat mengiterpretasi mengapa sebagian orang mampu beradaptasi dalam
periode waktu yang lebih lama dibandingkan sebagian lainnya.
Lazarus menyadari bahwa tuntutan dan tekanan dan tekanan
lingkungan tertentu menimbulkan stres pada cukup banyak orang, namun
menekankan bahwa kepekaan dan kerentanan orang dan kelompok terhadap
peristiwa tertentu berbeda, demikian pula dengan interpretasi dan reaksi
mereka. Sebagai contoh dalam menghadapi penyakit, individu dapat
berespons dengan penyangkalan, individu lain dengan ansietas, dan yang
lainnya dengan depresi.
Teori stres transaksional Lazarus menekankan sekelompok
respons kognitif, afektif, dan adaptif (koping) yang muncul dari transaksi
individu-lingkungan. Individu dan lingkungan tidak dapat dipisahkan;
keduanya saling memengaruhi. Stress “mengacu pada setiap kejadian
ketika tuntutan lingkungan, tuntutan internal, atau keduanya membebani
13
atau melebihi sumber adaptif, system social, atau system jaringan individu.
Individu berespons terhadap persepsi perubahan lingkungan dengan
respons adaptif atau koping.

5) FAKTOR PENGARUH RESPON TERHADAP STRESOR


Respons terhadap segala bentuk stresor bergantung pada fungsi fisiologis,
kepribadian, dan karakteristik perilaku, seperti juga halnya sifat dari stresor
tersebut. sifat stresor mencakup faktor-faktor berikut ini:
a. Intensitas
b. Cakupan
c. Durasi
d. Jumlah dan sifat dari stresor
Setiap faktor mempengaruhi respons terhadap stresor. Seseorang dapat saja
mencerap intensitas atau besarnya stresor sebagai minimal, sedang, atua berat.
Makin besar stresor, makin besar respons stress yang ditimbulkan. Sama halnya,
cakupan dari stresor dapat digambarkan sebagai terbatas, sedang, atau luas.
Makin besar cakupan stresor, makin besar respons klien yang ditujukan
terhadap stresor tersebut (Lazarus & Folkman, 1984 dalam Perry dan Potter,
2005).

6) TAHAPAN STRES
a. Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan nafsu
bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa
memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.
b. Stres Tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi
tidak segar dan letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah
sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman (bowel
discomfort), jantung berdebar, otot tengkung dan punggung tegang. Hal
tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai.
c. Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti defekasi
tidak teratur (kadang-kadang diare), otot semakin tegang, emosional,
insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali (middle insomnia), bangun
14
terlalu pagi dan sulit tidur kembali (late insomnia), koordinasi tubuh
terganggu, dan mau jatuh pingsan.
d. Stres tahap keempat, tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak mampu
bekerja sepanjang hari (loyo), aktivitas pekerjaan terasa sulit dan
menjenuhkan, respons tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan
pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun,
serta timbul ketakutan dan kecemasan.
e. Stres tahap kelima, tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik dan
mental (physical dan psychological exhaustion), ketidakmampuan
menyelesaikan pekerjaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas ,
bingung dan panik.
f. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda,
seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin, dan
banyak keluar keringat, loyo, serta pingsan atau collaps.

7) REAKSI TUBUH TERHADAP STRES


Menurut seorang pelopor penelitian mengenai stres yang dilahirkan di
Austria, Hans Selye (1974, 1983), stres sebenarnya adalah kerusakan yang
dialami tubuh akibat berbagai tuntutan yang ditempatkan padanya. Berapapun
kejadian dari lingkungan atau stimulus yang menghasilkan respon stres yang
sama pada tubuh. Selye mengamati pasien yang memiliki masalah yang
berbeda-beda: kematian seseorang yang dekat, kehilangan pekerjaan, ditangkap
karena melakukan penggelapan. Tanpa memperhatikan masalah seperti apa
yang dihadapi oleh seorang pasien, gejala yang serupa muncul: hilangnya nafsu
makan, otot menjadi lemah, dan menurunnya minat terhadap dunia.
Sindrom adaptasi umum (General Adaptation Syndrome/GAS) adalah
konsep yang dikemukakan oleh Selye yang menggambarkan efek umum pada
tubuh ketika ada tuntutan yang ditempatkan pada tubuh tersebut. GAS terdiri
dari tiga tahap: peringatan, perlawanan, dan kelelahan. Pertama, pada tahap
peningkatan alarm, individu memasuki kondisi shock yang bersifat sementara,
suatu masa di mana pertahanan terhadap stres ada di bawah normal. Individu
mengenali keberadaan stres dan mencoba menghilangkannya. Otot menjadi
15
lemah, suhu tubuh menurun, dan tekanan darah juga menurun. Kemudian tubuh
mengalami apa yang disebut countershock, di mana pertahanan terhadap stres
mulai muncul; korteks adrenal mulai membesar, dan pengeluaran hormon
meningkat. Tahap alarm berlangsung singkat. Tidak lama kemudian, individu
bergerak memasuki tahap perlawanan (resistence), di mana pertahanan terhadap
stres menjadi semakin intensif, dan semua upaya dilakukan untuk melawan
stres. Pada tahap pertahanan, tubuh individu dipenuhi oleh hormon stres;
tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, dan pernapasan semua meningkat.
Bila semua upaya yang dilakukan untuk melawan stres ternyata gagal dan stres
tetap ada, individu pun memasuki tahap kelelahan (exhausted), di mana
kerusakan pada tubuh semakin meningkat, orang yang bersangkutan mungkin
akan jatuh pingsan di tahap kelelahan ini, dan kerentanan terhadap penyakit pun
meningkat.
Walupun demikian tidak semua stres itu buruk. Eustress adalah konsep
Selye yang menggambarkan sisi positif dari stres. Berkompetisi di suatu
kejuaraan atletik, menulis karangan, atau mengajar seseorang yang membuat
tubuh menghabiskan energi. Selye tidak mengatakan bahwa kita harus
menghindari semua pengalaman seperti ini dalam kehidupan kita, namun ia
menekankan bahwa kita harus meminimalkan kerusakan pada tubuh kita.
Salah satu kritik utama terhadap pandangan Selye adalah bahwa manusia
tidak selalu bereaksi terhadap stres dengan cara yang sama seperti yang ia
kemukaka. Masih banyak lagi yang harus dipahami mengenai stres pada
manusia daripada sekedar mengetahui reaksi fisik manusia terhadap stres. Kita
juga perlu mengetahui kepribadian mereka, susunan fisik mereka, persepsi
mereka, dan konteks di mana stresor, atau penyebab stres, muncul (Hobfoll,
1989).

8) INDIKATOR STRES
Indikator stress individu dapat fisiologis, psikologis atau kognitif
a. Indikator fisiologik

16
Respons terhadap stress bervariasi, bergantung pada persepsi individu
terhadap peristiwa. Tanda dan gejala fisiologis stress muncul akibat
aktivasi system simpatetik dan system neuroendokrin tubuh.
b. Indikator Psikologis
Manifestasi psikologis stress mencakup ansietas, takut, marah depresi,
dan mekanisme pertahanan ego yang tidak disadari. Beberapa pola
koping tersebut dapat membantu; yang lain menjadi penghalang,
bergantung pada situasi dan lama waktu mekanisme tersebut digunakan
atau dialami.
1) Ansietas
Reaksi umum terhadap stress adalah ansietas, satu kondisi
kegelisahan mental, keprihatinan, ketakutan, atau firasat atau
perasaan putus asa karena ancaman yang akan terjadi atau ancaman
antisipasi yang tidak dapat diidentifikasikan terhadap diri sendiri
atau terhadap hubungan yang bermakna. Ansietas dapat dialami pada
tingkat sadar, setengah sadar, atau tidak sadar. Empat hal yang
membedakan ansietas dengan takut adalah:
a) Sumber ansietas tidak dapat diidentifikasi; sumber rasa takut
dapat diidentifikasi
b) Ansietas dikaitkan dengan masa depan, yaitu, untuk kejadian
yang diantisipasi. Rasa takt dikaitkan dengan kondisi saat ini.
c) Ansietas bersifat tidak jelas, sementara rasa takut bersifat pasti.
d) Ansietas merupakan akibat konflik psikologis atau emosi; rasa
takut merupakan akibat entitas fisik atau psikologis yang
mempunyai ciri tersendiri.

Ansietas dapat dimanifestasikan pada empat tingkat:


a) Ansietas ringan menciptakan kondisi sedikit bergairah yang
meningkatkan kemampuan persepsi, pembelajaran dan
produktif. Sebagian besar individu yang sehat mengalami
ansietas ringan, mungkin sebagai perasaan gelisah ringan yang

17
mendorong seseorang untuk mencari informasi dan mengajukan
pertanyaan.
b) Ansietas sedang meningkatkan status gairah ke satu titik ketika
seseorang mengekspresikan perasaan tegang, cemas, atau
khawatir. Kemampuan persepsi semakin sempit. Perhatian lebih
difokuskan pada aspek tertentu situasi dibandingkan aktivitas
perifer.
c) Ansietas berat menghabiskan sebagian besar energy individu
dan membuuhkan intervensi. Persepsi mengalami penurunan
lebih lanjut. Individu tidak mampu berfokus terhadap apa yang
benar-benar terjadi dan hanya focus pada satu detail spesifik
situasi yang menimbulkan ansietas.
d) Panic adalah tingkat kecemasan yang menakutkan dan sangat
membebani sehingga membuat individu kehilangan kendali.
Panic lebih jarang dialami dibandingkan dengan tingkat
kecemasan lain.
2) Takut
Takut adalah emosi atau rasa khawatir yang dibangkitkan oleh
persepsi bahaya, nyeri atau ancaman lain yang akan terjadi atau
tampak. Rasa takut mungkin sebagai respons terhadap sesuatu yang
sudah terjadi, sebagai respons terhadap ancaman yang segera
muncul atau sudah muncul, atau sebagai respons terhadap sesuatu
yang diyakini sesorang akan terjadi. Objek rasa takut mungkin
berdasarkan pada realitas, mungkin juga tidak. Sebagai contoh,
mahasiswa kebidanan baru mungkin takut dalam mengantisipasi
pengalaman pertama di tatanan perawatan pasien. Mahasiswa
mungkin takut tidak mau dirawat oleh mahasiswa atau mahasiswa
secara tidak sengaja membahayakan klien.
3) Marah
Marah adalah status ekonomi yang terdiri dari perasaan subjektif
rasa bermusuhan atau ketidak senangan yang kuat. Individu dapat
merasa bersalah ketika meraka marah karena diajarkan bahwa
18
merasa marah itu salah. Akan tetapi, marah dapat diekspresikan
dalam cara verbal yang tidak membuat Si empunya marah dijauhi;
dengan demikian, marah dipertimbangkan sebagai emosi positif dan
sebagai tanda kedewasaan emosi karena pertumbuhan dan manfaat
interaksi yang doitimbulkannya.
Ekspresi marah verbal dapat dipertimbangkan sebagai tanda
terhadap orang lain atas ketidak nyamanan psikologis internal
individu dan sebagai permintaan bantuan untuk menghadapi persepsi
stress. Sebaliknya, permusuhan biasanya ditandai dengan
antagonism dan perilaku merusak atau destruktif; agresi adalah
serangan tanpa pemicu atau tindakan atau pandangan bermusuhan,
mencederai, atau merusak; dan kekerasan adalah penggunaan
kekuatan fisik untuk mencederai atau menganiaya. Kemarahan
diekspresikan secara verbal, berbeda dari rasa bermusuhan, agresi,
dan kekerasan, , tetapi dapat mengakibatkan kekerasan dan
kerusakan apabila marah menetap dan tak jua reda.
Komunikasi verbal marah yang diekspresikan secara jelas,
ketika orang yang marah mengatakan kepada orang lain mengenai
kemarahannya dan dengan cermat mengidentifikasi sumbernya
merupakan tindakan konstruktif. Kejelasan komunikasi ini membuat
kemarahan “dikeluarkan” sehingga orang lain dapat memahami rasa
marah tersebut dan membantu meredakannya. Orang yang marah
“meluapkan” kemarahannya dan mencegah akumulasi emosi.
4) Depresi
Depresi adalah reaksi umu terhadap kejadian yang tampak kacau
atau negative. Depresi, perasaan sedih, putus asa, kekesalan,
perasaan tak berharga, atau kekosongan ekstrem, terjadi pada jutaan
orang Amerikasetiap tahun. Tanda dan gejala depresi dan tingkat
keparahan masalah berbeda pada setiap klien dan bergantung pada
makna kejadian pemicu. Gejala emosi mencakup perasaan
kelelahan, kesedihan,kehampaan, atau mati rasa. Tanda perilaku
depresi termasuk iritabilitas, ketidak mampuan untuk berkonsentrasi,
19
kesulitan dalam membuat keputusan, kehilangan gairah seksual,
menangis, gangguan tidur, dan menarik diri. Tanda fisik depresi
mencakup kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan,
konstipasi, sakit kepala, dan limbung. Banyak orang menalami
depresi periodesingkat sebagai respons terhadap kejadian pemicu
stress yang sangat banyak, seperti kematian orang yang dicintai atau
kehilangan pekerjaan; akan tetapi, depresi berkepanjangan,
merupakan penyebab kekhawatiran dan dapat membutuhkan
penanganan.
5) Mekanisme pertahanan ego yang tak disadari
Mekanisme pertahanan ego yang tak disadari adalah mekanisme
adaptif psikologik, atau dalam pernyataan Sigmund Freud (1946),
mekanisme mental yang brkembang saat Personalitas berupaya
mempertahankan diri, menciptakan gangguan terhadap impuls, yang
bertentangan, dan meredakan ketegangan di dalam diri. Mekanisme
pertahanan adalah pikiran yang tidak disadari yang bekerja untuk
melindungi individu dari ansietas. Mekanisme pertahanan dapat
dipertimbangkan sebagai precursor mekanisme koping kognitif yang
disadari yang akhirnya memecahkan masalah. Seperti beberapa
respons verbal dan motoric, mekanisme pertahanan melepaskan
ketegangan. Deskripsi mekanisme ini dan contoh penggunaannya
yang adaptif dan mal adaptif.

c. Indikator Kognitif
Indikator kognitif stress adalah respons berpikir yang mencakup
pemecahan masalah, penstrukturan, control diri atau disiplin diri, supresi
dan fantasi. Pemecahan masalah mencakup berpikir melalui situasi yang
mengancam , menggunakan langkah spesifik atau mencapai solusi.
Individu mengkaji situasi yang mengancam, menggunakan langkah yang
spesifik untuk mencapai solusi. Individu mengkaji situasi atau masalah,
menganalisis atau mendefinisikannya, memilih alternative, melaksanakan
alternative yang dipiih, dan mengevaluasi apakah solusinya berhasil.
20
Penstrukturan adalah perencanaan atau menipulasi situasi
sehingga kejadian yang mengancam tidak tejadi. Sebagai contoh seorang
perawat dapat menstruktur atau mengontrol wawancara dengan klien
dengan mengajukan hanya pertanyaan lansung dan tertutup.
Penstrukturan dapat menjadi produktif pada situasi tertentu. Individu
menjadwalkan pemeriksaan gigi enam bulan sekali untuk mencegah
penyakit gigi yang parah menggunakan penstrukturan yang produktif.
Kontrol diri (disiplin) adalah menunjukan perilaku dan ekspresi
wajah yang menggambarkan rasa dapat mengontrol atau berwenang.
Ketika control diri mencegah panic dan tindakan membahayakan atau
tindakan non produkif dalam situasi yang mengancam, control diri
merupakan respons bermanfaat yang menunjukkan kekuatan. Akan
tetapi, control diri terlalu ekstrem dapat menunda pemecahan masalah
dan mencegah individu menerima dukngan dari orang lain, yang
mungkin menganggapnya mampu menangani situasi dengan baik,
tenang, atau tidak khawatir.
Supresi adalah menempatkan pikiran atau perasaan di luar
ingatannya secara disadari dan disengaja. “saya tidak mau menghadapi
hal itu hari ini. Saya akan melakukannya besok.” Respons ini
menurunkan stres sementara, tetapi tidak memecahkan masalah. Seorang
pria yang tetap mengabaikan sakit gigi, dengan menekannya diluar
ingatan karena ia takut merasa sakit,tidak akan meredakan gejala yang
dialaminya.
Fantasi atau bermimpi sama dengan berkhayal. Keinginan dan
harapan yang tidak terpenuhi dibayangkan terpenuhi, atau pengalaman
yang mengancam dikerjakan kembali atau diulang kembali sehingga
akhirnya dapat berbeda dari kenyataan. Pengalaman dapat dibangkitkan
kembali, setiap hari masalah diselesaikan, dan rencana masa depan
disusun. Hasil masalah yang sedang dihadapi juga dapat difantasikan.
Sebagai contoh seorang klien yang menunggu hasil biopsy payudara
dapat memfantasikan bahwa dokter bedah mengatakan. “Anda tidak
mengidap kanker.” Respons fantasi dapat membantu apabila
21
menimbulkan pemecahan masalah. Sebagai contoh, klien yang
menunggu hasi biopsy payudara dapat berkata pada dirinya sendiri,
“meskipun dokter mengatakan, ‘Anda mengidap kanker’, asalkan ia juga
mengatakan bahwa kanker tersebut dapat disembuhkan, saya dapat
menerimanya.” Fantasi dapat destruktif dan non produktif apabila
indivdu menggunakannya secara berlebihan dan melarikan diri dari
kenyataan.

2. KONSEP ADAPTASI (MEKANISME PENYESUAIAN DIRI)


1) PENGERTIAN
Ada beberapa pengertian tentang mekanisme penyesuaian diri, antara lain:
1) W.A. Gerungan (1996) menyebutkan bahwa “Penyesuaian diri adalah
mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah
lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri)”.
Mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan sifatnya pasif
(autoplastis), misalnya seorang bidan desa harus dapat menyesuaikan diri
dengan norma-norma dan nilai-nilai yang dianut masyarakat desa tempat
ia bertugas.
Sebaliknya, apabila individu berusaha untuk mengubah
lingkungan sesuai dengan keinginan diri, sifatnya adalah aktif
(alloplastis), misalnya seorang bidan desa ingin mengubah perilaku ibu-
ibu di desa untuk meneteki bayi sesuai manajemen laktasi.
2) Menurut Soeharto Heerdjan (1987), “Penyesuaian diri adalah usaha atau
perilaku yang tujuannya mengatasi kesulitan dan hambatan”.

Adaptasi merupakan pertahanan yang didapat sejak lahir atau diperoleh


karena belajar dari pengalaman dan mengatasi stres. Cara mengatasi stres
dapat berupa membatasi tempat terjadinya stres, mengurangi, atau
menetralisasi pengaruhnya.
Adaptasi adalah suatu cara penyesuaian yang berorientasi pada tugas (task
oriented).

22
a. Tujuan Adaptasi
1) Menhadapai tuntutan keadaan secara sadar
2) Menghadapi tuntutan keadaan secara realistik
3) Mengahdapi tuntutan keadaan secara objektif
4) Menghadapi tuntutan keadaan secara rasional

Cara yang ditempuh dapat bersifat terbuka maupun tertutup, antara lain:
1) Menghadapi tuntutan secara frontal (terang-terangan)
2) Regresi (menarik diri) atau tidak mau tahu sama sekali
3) Kompromi (atau kesepakatan)

Contoh:
Seorang mahasiswa gagal dalam ujian akhir program, mungkin ia akan
bekerja keras (terang-terangan), regresi dengan keluar dari pendidikan, serta
mungkin mau mengulang lagi dengan berusaha semampunya (kompromi).

b. Jenis Adaptasi
1) Adaptasi fisiologik – bisa terjadi secara lokal atau umum
Contoh: Seseorang mampu mengatasi stres, tangannya tidak berkeringat
dan tidak gemetar, serta wajahnya tidak pucat.
2) Adaptasi psikologis – bisa terjadi secara:
a) Sadar: Individu mencoba memecahkan/menyesuaikan diri dengan
masalah.
b) Tidak sadar: Menggunakan mekanisme pertahanan diri (defence
mechanism).
c) Menggunakan gejala fisik (konversi) atau psikofisiologik/
psikosomatik
Apabila seseorang mengalami hambatan atau kesulitan dalam
beradaptasi, baik berupa tekanan, perubahan, maupun ketegangan emosi
23
dapat menimbulkan stres. Stres bisa terjadi apabila tuntutan atau
keinginan diri tidak terpenuhi.

9) MANAJEMEN STRES
Istilah manajemen stres merujuk pada identifikasi dan analisis
terhadap permasalahan yang terkait dengan stres dan aplikasi berbagai alat
teraupetik untuk mengubah sumber stres atau pengalaman stres (Cotton dalam
Intan 2012). Munandar (2001) mendefinisikan manajemen stres sebagai usaha
untuk mencegah timbulnya stres, meningkatkan ambang stres dari individu
dan menampung akibat fisiologikal dari stress.
Stres merupakan sumber dari berbagai penyakit pada manusia.
Apabila stres tidak cepat ditanggulangi atau dikelola dengan baik, maka akan
berdampak lebih lanjut seperti mudah terjadi gangguan atau terkena penyakit.
Untuk mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang paling
berat, maka dapat dilakukan dengan cara :
a. Pengaturan Diet dan Nutrisi
Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam
mengurangi atau mengatasi stres melalui makan yang teratur, menu
bervariasi, hindari makan daging dan monoton karena dapat menurunkan
kekebalan tubuh.
b. Istirahat dan Tidur
Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres
karena dengan istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keletihan
fisik dan akan memulihkan keadaan tubuh. Tidur yang cukup akan
memberikan kegairahan dalam hidup dan memperbaiki sel-sel yang
rusak.
c. Olah Raga atau Latihan Teratur
Olah raga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk meningkatkan
daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olah raga dapat
dilakukan dengan cara jalan pagi, lari pagi minimal dua kali seminggu
dan tidak perlu lama-lama yang penting menghasilkan keringat setelah
itu mandi dengan air hangat untuk memulihkan kebugaran.
24
d. Berhenti Merokok
Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena
dapat meningkatkan status kesehatan dan mempertahankan ketahanan
dan kekebalan tubuh.
e. Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras
Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan
terjadinya stres. Dengan tidak mengkonsumsi minuman keras, kekebalan
dan ketahanan tubuh akan semakin baik, segala penyakit dapat dihindari
karena minuman keras banyak mengandung alkohol.
f. Pengaturan Berat Badan
Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya stres karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap
stres. Keadaan tubuh yang seimbang akan meningkatkan ketahanan dan
kekebalan tubuh terhadap stres.
g. Pengaturan Waktu
Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan
menanggulangi stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaan yang
dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari. Pengaturan waktu
dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif dan
efisien serta melihat aspek produktivitas waktu. Seperti menggunakan
waktu untuk menghasilkkan sesuatu dan jangan biarkan waktu berlalu
tanpa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
h. Terapi Psikofarmaka
Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengatasi stres yang
dialami dengan cara memutuskan jaringan antara psiko neuro dan
imunologi sehingga stresor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi
fungsi kognitif, afektif atau psikomotor yang dapat mengganggu organ
tubuh yang lain. Obat-obatan yang biasanya digunakan adalah anti cemas
dan anti depresi.
i. Terapi Somatik

25
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres
yang dialami sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu system tubuh
yang lain.
j. Psikoterapi
Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan
dengan kebutuhan seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi
suportif dan psikoterapi reedukatif di mana psikoterapi suportif ini
memberikan motivasi atas dukungan agar pasien mengalami percaya diri,
sedangkan psikoterapi reedukatif dilakukan dengan memberikan
pendidikan secara berulang. Selain itu ada psikoterapi rekonstruktif,
psikoterapi kognitif dan lain-lain.
k. Terapi Psikoreligius
Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi
permasalahan psikologis mengingat dalam mengatasi atau
mempertahankan kehidupan seseorang harus sehat secara fisik, psikis,
sosial dan sehat spiritual sehingga stres yang dialami dapat diatasi.

Menurut Dadang Hawari (2002, dalam Alimul 2008), manajemen stres yang
lain adalah dengan cara meningkatkan strategi koping yaitu koping yang
berfokus pada emosi dan koping yang berfokus pada masalah. Penggunaan
koping yang berfokus pada emosi dengan cara pengaturan respons emosional
dari stres melalui perilaku individu seperti cara meniadakan fakta-fakta yang
tidak menyenangkan, kontrol diri, membuat jarak, penilaian secara positif,
menerima tanggung jawab, lari dari kenyataan (menghindar). Sedangkan
strategi koping berfokus pada masalah dengan mempelajari cara-cara atau
keterampilan yang dapat menyelesaikan masalah seperti
merencanakan problem solving dan meningkatkan dukungan sosial, teknik
lain dalam mengatasi stres adalah relaksasi, retrukturisasi kognitif, meditasi,
terapi multi model dan lain-lain.

26
C. PERSEPSI SEHAT SAKIT, PERAN DAN PRILAKU, RESPON SAKIT/ NYERI
PASIEN
a. DEFINISI SEHAT MENURUT :
1. WHO ( 1947 )
- Sehat  suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial
serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.
- Mengandung tiga karakteristik :
a. merefleksikan perhatian pada individu sebagai manusia
b. memandang sehat dalam konteks lingkungan internal ataupun
eksternal
c. sehat diartikan sebai hidup yang kreatif dan produktif
2. President’s Communision On Health Need Of Nation Stated ( 1953 )
- Sehat  bukan merupakan suatu kondisi, tetapi merupakan penyesuaian,
bukan merupakan suatu keadaan tapi merupakan suatu proses
- Proses adaptasi individu yang tidak hanya terhadap fisik mereka, tetapi
terhadap lingkungan sosialnya.
3. Pender ( 1982 )
- Sehat  aktualisasi (perwujudan) yang diperoleh individu melalui kepuasan
dalam berhubungan dengan orang lain, perilaku yang sesuai dengan tujuan,
perawatan diri yang kompeten. Sedangkan penyesuaian diperlukan untuk
mempertahankan stabilitas dan integritas sosial.
- Definisi sehat menurut Pender ini mencakup stabilitas dan aktualisasi
4. Payne ( 1983 )
- Sehat  fungsi efektif dari sumber-sumber perawatan diri (Self Care
Resources) yang menjamin tindakan untuk perawatan diri (Self Care Action)
secara adekuat.
- Self Care Resources  mencakup pengetahuan,ketrampilan dan sikap
- Self Care Action  perilaku yang sesuai dengan tujuan diperlakukan untuk
memperoleh, mempertahankan dan meningkatkan fungsi, psikososial dan
spiritual.

27
5. Menurut Perseorangan
- Pengertian dan gambaran seseorang tentang sehat sangat bervariasi, persepsi

 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DIRI SESEORANG TENTANG


SEHAT
1. Status perkembangan
- Kemampuan mengerti tentang keadaan sehat dan kemampuan berespon
terhadap perubahan dalam kesehatan dikaitkan dengan usia.
- Contoh : Bayi dapat merasakan sakit, tapi tidak dapat mengungkapkan dan
mengatsainya.
- Pengetahuan perawat tentang status perkembangan individu memudahkan
untuk melaksanakan pengkajian terhadap individu dan membantu
mengantisipasi perilaku-perilaku selanjutnya
2. Pengaruh sosiokultural
- Masing-masing kultur punya pandangan tentang sehat yang diturunkan dari
orang tua pada anaknya.
- Contoh : Orang Cina, sehat adalah keseimbangan antara Yin dan Yang
Orang dengan ekonomi rendah memandang flu sesuatu yang biasa
dan merasa sehat
3. Pengalaman masa lalu
- Seseorang dapat merasakan nyeri/sakit atau disfungsi ( tidak berfungsi )
keadaan normal karena pengalaman sebelumnya
- Membantu menentukan defenisi seseorang tentang sehat
4. Harapan seseorang tentang dirinya
- Seseorang mengharapkan dapat berfungsi pada tingkat yang tinggi baik fisik
maupun psikososialnya jika mereka sehat.
-
 FAKTOR LAIN YANG BERHUBUNGAN DENGAN DIRI
a) Bagaimana individu menerima dirinya dengan baik
b) Self Esteem. Body Image, kebutuhan peran dan kemampuan
c) Jika ada ancaman : anxiety ( cemas )

28
b. DEFINISI SAKIT
 Defiasi/penyimpangan dari status sehat
1. Parsors ( 1972 )
Sakit  Gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas, termasuk
keadaan organisme sebagai sistem biologis dan penyesuaian sosialnya
2. Baursams ( 1965 )
Seseorang menggunakan tiga criteria untuk menentukan apakah mereka sakit :
- Adanya gejala : naiknya temperatur, nyeri
- Persepsi tentang bagaimana mereka mersakan baik, buruk, sakit
- Kemampuan untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari, bekerja atupun
sekolah

c. PENYAKIT
 Istilah medis yang digambarkan sebgai gangguan dalam fungsi tubuh yang
menghasilkan berkurangnya kapasitas
 Hubungan antara sehat, sakit dan penyakit
Pada dasarnya merupakan keadaan sehat dan sakit

- Hasil intraksi sesorang dengan lingkungan


- Sebagai manifestasi keberhasilan/kegagalan dalam berdaptasi dengan
lingkungan
- Gangguan kesehatan : ketidakseimbangan antara factor : Host-Agent-
Environment

 FAKTOR YANG MENMPENGARUHI TINGKAH LAKU SEHAT


 Sehat dan sakit berada pada suatu rentang dimana setiap orang bergerak
sepanjang rentang tersebut
 Rentang sehat sakit :
- Suatu skala ukur secara relatif dalam mengukur keadaan sehat/kesehatan
seseorang
- Kedudukannya pada tingkat skala ukur : dinamis dan bersifat individual

29
- Jarak dalam skala ukur : keadaan sehat secara optimal pada satu titik dan
kematian pada titik lain.
 Rentang sehat sakit menurut model “ Holistik Health”

 Tahapan Sakit :
1. Tahap gejala
- Tahap Transisi :
 Individu percaya ada kelainan dalam tubuhnya, merasa dirinya
tidak sehat, merasa timbulnya berbagai gejala, merasa ada bahaya.

 Mempunyai tiga asapek :

Secara Fisik : Nyeri, panas tinggi,

Kognitif : Interpretasi terhadap gejala

Respon emosi : Cemas

 Konsultasi dengan orang terdekat : gejala dan perasaan, kadang-


kadang mencoba pengobatan di rumah.

2. Tahap asumsi terhadap peran sakit ( Sick Role )


- Penerimaan terhadap sakit
- Individu mencari kepastian sakitnya dari keluarga atau teman :
menghasilkan peran sakit
- Mencari pertolongan dari profesi kesehatan yang lain, mengobati sendiri,
mengikuti nasehat teman/keluarga.
- Akhir dari tahap ini ditemukan bahwa gejala telah berubah dan merasa
lebih baik.
Individu masih mencari penegasan dari keluarga tentang sakitnya.

Rencana pengobatan dipenuhi/dipengaruhi oleh pengetahuan dan


pengalaman selanjutnya.

30
3. Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan
- Individu yang sakit : meminta nasehat dari profesi kesehatan atas inisiatif
sendiri
- Tiga type informasi : Validasi keadaan sakit
Penjelasan tentang gejala yang tidak dimengerti

Keyakinan bahwa mereka akan sembuh/lebih baik

- Jika tidak ada gejala : Individu mempresepsikan dirinya telah sembuh,


jika ada gejala kembali pada profesi kesehatan.

4. Tahap ketergantungan
⁃ Jika profesi kesehatan memvalidasi (memantapkan) bahwa seseorang
sakit, orang akan menjadi pasien yang tergantung untuk memperoleh
bantuan.
⁃ Setiap orang mempunyai tingkat ketergantungan yang berbeda sesuai
dengan kebutuhan.
⁃ Perawat mempunyai tugas :
 Mengkaji kebutuhan ketergantungan pasien dikaitkan dengan tahap
perkembangan
 Support terhadap perilaku yang mengarah pada kemandirian.

5. Tahap penyembuhan
- Pasien belajar untuk melepaskan peran sakit dan kembali pada peran
sehat dan fungsi sebelum sakit
- Kesiapan untuk fungsi sosial
- Perawat mempunyai tugas :
a. Membantu pasien untuk berfungsi dengan meningkatkan
kemandirian
b. Memberi harapan dan support

31
PERILAKU PERAN SAKIT (SICK ROLE BEHAVIOUR)
 Kegiatan yang dilakukan oleh individu yang mempertimbangkan dirinya sakit.
Dengan tujuan untuk memperoleh kesehatan

 Parsons memandang ada empat aspek dari peran sakit :

a. Klien tidak memegang tanggung jawab untuk kondisi mereka (selama sakit)
b. Klien dibebaskan dari fuyngsi tugas dan sosial
c. Klien diharuskan untuk berusaha memperoleh kondisi sehat secepat mungkin
d. Klien dan keluarga harus mencari bantuan orang yang berkompeten

d. DAMPAK SAKIT
Efek sakit terhadap anggota keluarga :

a. Perubahan peran
b. Meningkatkan stress sehubungan dengan kecemasan tentang hasil dari penyakit
dan konflik tentang ketidakbiasaan dan tanggung jawab
c. Masalah keuangan
d. Kesepian sebagai akibat dari perpisahan
e. Perubahan dalam kebiasaan sosial

32
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cara berkomunikasi dengan klien dalam proses keperawatan adalah berkomunikasi
terapeutik. Pada klien tidak sadar, dan berada pada tahap terminal, perawat juga
menggunakan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
klien. Dalam berkomunikasi kita dapat menggunakan teknik-teknik terapeutik,
walaupun pada pasien tidak sadar ini kita tidak menggunakan keseluruhan teknik.

B. Saran
Diharapkan bagi pembaca,agar dapat menyerap manfaat yang sebesar-besarnya
darimakalah ini,sehingga tujuan dari makalah ini tercapai dengan baik. Penyusun juga
mengharapkan kritik atau saran dari pembaca sehingga dapat mewujudkan makalah ini
lebih baik kedepan nya.

33
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI Pusdiknakes.995.Asuhan Keperawatan Pasien dengan gangguan dan penyakit


kronik dan terminal.Jakarta :Depkes RI.

Craven,Ruth F . Fundamentals of nursing : human helath and function.

Kozier, Barbara. Erb, Glenora. Berman, Audrey. Snyder, Shirlee J. 2011. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.

Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa : Renata. Komalasari, dkk. Jakarta: EGC.Tamsuri,
Anas.(2006).”Komunikasi dalam Keperawatan”.Erlangga: Jakarta.

World Health Organization. Definisi Sehat WHO; 1947 [cited 2016 20 Februari]. available
from : www.who.int.

34

Anda mungkin juga menyukai