Anda di halaman 1dari 24

JUDUL : HUBUNGAN KESADARAN PERAWAT DENGAN PENERAPAN PASIEN

SAFETY DI RUMAH SAKIT IBNU SINA PAYAKUMBUH


Kesadaran Diri
Definisi kesadaran diri
Kesadaran adalah bentuk kesiapan seseorang menghadapi segala bentuk peristiwa sekitar
maupun peristiwa kognitif meliputi memori, pikiran, perasaan serta fisik. Menurut Satria
Novian Lesmana kesadaran adalah bentuk keadaan dimana dari mengetahui/mengingat dan
terlintas di diri pada suatu hal /stimulus ditambah respon dari diri terhadap hal tersebut.
(Teaching & Novian, 2020).
kesadaran diri adalah wawasaaan mengenai alasan-alasan tingkah laku sendiri atau
pemahaman diri sendiri. Kesadaran diri juga merupakan suatu yang bisa memungkinkan
oranglain mampu mengamati dirinya sendiri maupun membedakan dirinya dari dunia
oranglain serta yang memungkinkan oranglain mampu menempatkan diri dari suatu waktu
dan keadaan. Self awareness merupakan salah satu bentuk bimbingan yang dilakukan
melalaui media kelompok dimana metode yang dibahas penyelesaian ditentukan atas
kesepakatan seluruh anggota kelompok. (Maharani & Mustika, 2016)
Kesadaran diri adalah kemampuan seseorang secara sadar memahami keadaan internal
dirinya. Misalnya emosi dirinya pada saat itu serta memahami kecenderungan diri diantara
situasi. Seseorang yang memiliki kesadaran yang baik meningkatkan kemampuan untuk
merefleksikan guna pengembangan dan pelajaran diri atau psychological insight,
meningkatkan penerimaan dan pemahaman diri serta lebih produktif dalam bekerja. (Arfah &
Bakar, 2019).
Kesadaran diri seorang perawat merupakan hal mempengaruhi hubungan dengan rekan kerja
dan hasil pekerjaan itu sendiri. Kesadaran diri perlu ditingkatkan melalui pengaturan diri
sendiri, melalui emotional intelegence, spiritual, intelegence dan social intelegence, motivasi
diri sendiri empati dan meningkatkan sosialisasi. (Limbong, 2018).
Kesadaran diri menurut Bradberry Greaves adalah kemampuan untuk memahami emosi diri
sendiri secara tepat dan akurat dalam berbagai situasi secara valid dan reliable. Bagaimana
reaksi emosi diri di saat menghadapi suatu peristiwa yang memancing emosi, sehingga
seseorang dapat memahami respon emosi dirinya sendiri dari segi positif maupun negatif.
Orang yang memiliki kesadaran diri yang tinggi memiliki sikap positif di dalam menjalani
kehidupan (Akbar et al., 2018)
Kesadaran diri ialah kecerdasan mengenai alasan-alasan dari pemahaman diri sendiri.
Kesadaran diri pokok yang penting untuk menunjukkan kejelasan dan pemahaman tentang
perilaku diri. Kesadaran diri juga merupakan kecerdasan diamana seseorang dapat menempati
dirinya pada situasi dan kondisi tertentu tentang dirinya dan apa yang harus ia lakukan
(Akbar et al., 2018)
Bentuk Bentuk kesadaran Diri
Menurut Baron dan Byme tokoh psikologi sosial mengatakan bahwa self awareness atau
kesadaran diri memiliki beberapa bentuk diantaranya
1.Self awareness subjektif adalah kemampuan orgasme untuk membedakan dirinya dari
lingkungan fisiknya dan sosialnya
2.Self awarness objektif adalah kapasitas orgasme untuk menjadi objek perhatiannya sendiri,
kesadaran akan keadaan pikiranya dan mengetahui bahwa ia tahu dan ia ingat.
3.Self awarness simbolik adalah kemampuan organisme untuk membentuk sebuah konsep
abstrak dari diri melalui bahasa kemampuan ini membuat organisme mampu untuk
berkomunikasi, menjalani hubungan, menentukan tujuan mengevaluasi hasil dan membangun
sikap yang berhubungan dengan diri dan membelanya terhadap mengenal dirinya dan harus
bisa berfikir jauh tentang dirinya dimata orang lain.
Kesadaran dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
a.Kesadaran pasif
Kesdaran pasif adalah keadaan dimana seseorang individu bersikap menerima segala stimulus
yang diberikan pada saat itu baik internal maupun eksternal
b.Kesadaran aktif
Kesdaran aktif adalah kondisi dimana seseorang menitikberatkan pada inisiatif, mencari dan
dapat menyeleksi stimulus yang diberikan.
Kerakteristik dalam pembentukkan self awareness (kesadaran diri) Menurut Charles dalam
membentuk self awareness dalam diri seseorang dibutuhkan sebuah kerangka kerja yang
terdiri dari lima elemen primer diantaranya
a.Attention ( perhatian) adalah pemusatan sumber daya mental ke hal-hal eksternal maupun
internal.
b.Wakefulness (kesiagaan/kesadaran) adalah kontinun dari tidur hingga terjaga, kesadaran
sebagai suatu kondisi kesiagaan memiliki komponen arousal. Dalam bagian kerangka kerja
awarness ini kesadaran adalah suatu kondisi mental yang dialami seseorang sepanjang
kehidupannya
c.Architekture (arsitektur) adalah lokasi fisik struktur fisiologis dan proses-proses yang
berhubungan dengan struktur tersebut yang menyongsong kesadaran. Konsep dari definitive
dari kesadaran adalah bahwa kesadaran memiliki struktur fisiologis (suatu struktur
aksitekstural). Diasumsikan bahwa kesadaran berpusat di otak dan dapat di definisikan
melalui penyelidikan terhadap korelasi naural kesadaran di otak dan dapat diidentifikasikan
melalui penyelidikan terhadap korelasi neural kesadaran.
d.Recal of knowlelge (mengingat pengetahuan) Adalah proses pengambilan informasi tentang
pribadi yang bersangkutan dengan dunia sekelilingnya.
e.Self knowledge (pengetahuan diri) adalah pemahaman tentang informasi jati diri pribadi
seseorang. Pertama, terdapat pengetahuan fundamental bahwa anda adalah anda.
(Maharani & Mustika, 2016)
f.Novelty adalah konsep yang berfokus pada pikiran dan peristiwa sentral dalam menemukan
sesuatu yang baru, kreatif dan inovatif.
g.Emergence adalah kesadaran berbeda berkaitan dengan proses neural lainnya yang
berkaitan dengan pemikiran pribadi dan internal

h.Selectivity dan subjectivity adalah manusia yang berfokus pada waktu tetapi pikiran dapat
berubah cepat karena gangguan dan pikiran baru atau adanya insyarat eksternal.
(Teaching & Novian, 2020)

Wawasan tambahan dalam kesadaran diri diperoleh dengan model empat diri jendela johari
a.The open self (diri yang terbuka)
Diketahui oleh kita dan oramg lain. Informasi tingkah laku, sikap, perasaan, hasrat, motivasi
dan ide.
b.The behind self (diri yang buta)
Seluruh hal mengenai diri kita yang orang lain ketahui namun kita cenderung kita abaikan,
mulai dari kebiasaan sepele sampai hal penting.
c.The hidden self (diri yang tersembunyi)
Segala hal yang kita ketahui tentang diri kita namun merupakan rahasia bagi orang lain.
Termasuk segala hal yang tidak ingin kita tunjukkkan.
d.Unknown area adalah informasi yang orang lain dan juga kita tidak ingin mengetahuinya.
(Akbar et al., 2018)
Komponen dalam self awareness (kesadaran diri)
1.Emotional self awarenss
Merupakan kesadaran seorang individu dalam hal mengenali emosi dan perasaan yang
sedang dirasakan serta efek dari emosi tersebut. Emotional self awareness tidak hanya
kesadaran emosi dan perasaan, tetapi individu juga dapat membedakan diantara keduanya.
Hal ini berkaitan dengan kesadaran akan pengetahuan terhadap apa yang seang dirasakan dan
mengetahui penyebab munculnya emosi dan perasaan tersebut. Sehingga seorang individu
mampu membaca dan memahami emosi-emosi yang telah dirasakan dan dapat merasakan
pemgaruhnya terhadap hubungan sosial dengan lingkungan sekitar.
2.Accurate self assement
Accurate self assessment merupakan pengetahuan realistis mengenai kekuatan dan
kelemahan yang ada dalam diri seorang individu, jika individu tersebut memiliki kesadaran
diri akan mampu mengenali potensi-potensi yang ada pada dirinya, selain itu individu
menggunakan proses reflektif dimana individu tersebut dapat membayangkan dirinya dari
sudut pandang orang lain, tujuannya agar individu tersebut dapat memiliki cerminan dirinya
dari orang lain, sehingga dapat mengevaluasi diri dengan baik, dan individu tersebut akan
memiliki kesadaran penuh terhadap kelemahan dan kelebihan yang dimiliki dalam dirinya.
3.Self confidence
Self confidence, merupakan keyakinan diri yang dimiliki setiap individu, ketika seorang
individu memiliki self awareness yang baik cenderung memiliki pemahaman yang mantap
tentang dirinya dan dapat memiliki strategi untuk mengenali setiap kelemahan dan
kekurangannya. Menurut Goleman 2001 dalam penelitian (Khairunnisa, 2017) Self awareness
(Kesadaran diri) adalah salah satu kemampuan individu dalam hal menganalisa pikiran dan
perasaan yang ada dalam diri. Kesadaran diri merupakan dasar dari kecerdasan emosional
(EQ). Kemampuan untuk memantau emosi dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi
wawasan psikologi dan pemahaman diri. Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosi akan
berusaha menyadari emosinya ketika emosi itu menguasai dirinya, namun kesadaran diri ini
tidak berarti bahwa seseorang itu hanyut terbawa dalam arus emosinya tersebut sehingga
suasana hati itu menguasai dirinya sepenuhnya. Sebaliknya kesadaran diri adalah keadaan
ketika seseorang dapat menyadari emosi yang sedang menghinggapi pikirannya akibat
permasalahan-permasalahan yang dihadapi untuk selanjutnya ia dapat menguasainya Setiap
individu memiliki kesadaran akan dirinya dan kesadaran terhadap lingkungan sekitarnya,
seperti kesadaran akan pikiran, perasaan, ingatan, dan intensitasnya Skinner.
Goleman menyebutkan ada tiga kecakapan utama dalam kesadaran diri
yaitu
a.Mengenali emosi. Mengenali emosi diri akan berpengaruh pada individu dengan
1) Mengetahui emosi makna yang sedang meraka rasakan dan bagaimana proses
terjadinya emosi
2) Menyadari keterkaitan anatara perasaan mereka dengan yang mereka pikirkan
3)Mengetahui bagimana perasaan mereka dalam mempengaruhi kinerja
4)Mempunyai kesadaran yang menjadi pedoman untuk nilai-nilai dan sasaran- sasaran
mereka
b.Pengakuan diri yang akurat. Mengetahui sumber daya batiniah kemampuan dan
keterbatasan dalam diri, individu dengan kecakapan ini akan
1)Sadar tentang kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang dimilikinya
2)Menyempatkan diri untuk merenung, belajar dari pengalaman, terbuka bagi umpan
balik yang tulus, prespektif yang baru, ma uterus belajar dan mengembangkan diri
3)Mampu menunjukkan rasa humor dan bersedia memandang diri sendiri dengan
prespektif yang luas
c.Kepercayaan diri. Kesadaran yang kuat tentang harga diri dan kemampuan tentang diri
sendiri, individu dengan kemampuan ini akan
1)Berani tampil dengan keyakinan diri, berani mengutarakan pendapatnya
2)Berani menyuarakan pandangan yang tidak popular dan bersedia berkorban demi
kebenaran.
3)Tegas, mampu membuat kepeutusan dengan baik. (Khairunnisa, 2017)
Kesadaran diri perlu ditingkatkan dengan pengaturan diri sendiri melalui kecerdasan emosi
(emotional intelligence), kentrampilan sosial (intelligence social), motivasi diri sendiri,
empati serta kecerdasan spiritual (intelligence spritual) (Limbong, 2018).
1.Kecerdasan emosi
Kecerdasan emosional berarti menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai tujuan
dengan tepat, membangun hubungan kerja yang produktif dan meraih keberhasilan di tempat
kerja. Kecerdasan emosional yang baik akan membuat seseorang mampu membuat keputusan
yang tegas dan tepat walaupun dalam keadaan tertekan.
Perawat yang memiliki kinerja yang baik dan mempunyai kemampuan dalam menyikapi
segala kondisi yang dihadapi rumah sakit sehingga dapat memberikan yang terbaik untuk
rumah sakit dan mampu membuat rumah sakit mempertahankan eksistensinya. Baik
buruknya kinerja perawat tidak hanya dilihat dari kemampuan kerja yang sempurna, tetapi
juga kemampuan menguasai dan mengelola diri sendiri serta kemampuan dalam membina
hubungan dengan orang lain. Daniel Goleman menyebut kemampuan tersebut dengan
Emotional Intellegence atau kecerdasan emosional. Melalui penelitian Daniel Goleman
mengatakan bahwa kecerdasan emosional menyumbang 80% dari faktor penentu kesuksesan
seseorang (Eka Suhartini & Nur Anisa, 2017)
2.Kentrampilan sosial
Kentrampilan sosial yaitu kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Keterampilan
sosial adalah kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, berbagi, berpartisipasi, dan
beradaptasi (bentuk simpati, empati, mampu memecahkan problematika serta disiplin sesuai
dengan tatanan nilai dan etika yang berlaku (Bali, 2017)
3.Motivasi diri sendiri
Motivasi yaitu kemampuan dalam mendorong semangat kerja yang tinggi. Motivasi
merupakan kemampuan menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan
menunutut kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat
efektif dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dalam frustasi
4.Empati
Empati yaitu kemampuan mengenali perasaan orang lain. Menurut SteinParbury& Bourgault
sikap empati merupakan salah satu kunci penting dalam praktik keperawatan. Sikap empati
perawat yang dilakukan pada saat melaksanakan asuhan keperawatan mampu meningkatkan
kualitas hidup pasien. Pengembangan sikap empati perawat harus dilakukan secara
komprehensif dan berkelanjutan. Pengembangan sikap empati perawat akan berdampak pada
peningkatan harapan pasien (Yanto et al., 2018)
5.Kecerdasan spiritual
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan
makna kehidupan, nilai-nilai dan keutuhan diri yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku
hidup dalam konteks yang lebih luas.
Tahapan kesadaran diri
Kesadaran diri dapat mempengaruhi perkembangan diri sendiri dan bahkan perkembangan
sesamanya. Sebab manusia tampil diluar diri dan berefleksi atas keberadaannya. Oleh sebab
itu Self awareness sangat fundamental bagi pertumbuhan. Menurut Sastrowardoyo untuk
mencapai Self awareness yang kreatif seseorang harus melalui empat tahapan yaitu:
1.Tahap ketidaktahuan
Tahap ini terjadi pada seorang bayi yang belum memiliki kesadaran diri, atau disebut juga
dengan tahap kepolosan.
2.Tahap berontak
Tahap ini identik memperlihatkan permusuhan dan pemberontakan untuk memperoleh
kebebasan dalam usaha membangun “inner strength”. Pemberontakan ini adalah wajar
sebagai masa transisi yang perlu dialami dalam pertumbuhan, menghentikan ikatan-ikatan
lama untuk masuk ke situasi yang baru dengan keterikatan yang baru pula.
3.Tahap kesadaran normal akan diri
Dalam tahap ini seseorang dapat melihat kesalahan-kesalahannya untuk kemudian membuat
dan mengambil tindakan yang bertanggung jawab. Belajar dari pengalaman-pengalaman
sadar akan diri disini dimaksudkan satu kepercayaan yang positif terhadap kemampuan diri.
Self awareness ini memperluas pengendalian manusia atas hidupnya dan tahu bagaimana
harus mengambil keputusan dalam hidupnya.
4.Tahap kesadaran diri yang kreatif
Dalam tahapan ini seseorang mencapai Self awareness yang kreatif mampu melihat
kebenaran secara objektif tanpa disimpangkan oleh perasaan-perasaan dan keinginan-
keinginan subjektifnya. Tahapan ini bisa diperoleh antara lain melalui aktivitas religius,
ilmiah atau dari kegiatan-kegiatan lain diluar kegiatan-kegiatan yang rutin. Melalui tahapan
ini seseorang mampu melihat hidupnya dari perspektif yang lebih luas, bisa memperoleh
inspirasi-inspirasi dan membuat peta mental yang menunjukan langkah dan tindakan yang
akan diambilnya

Langkah-langkah mempertinggi kesadaran diri


Ada beberapa langkah yang perlu diambil dalam meningkatkan dan mempertinggi keasadaran
diri yaitu:
1.Menemukan kembali perasaan-perasaannya
Agar dapat mencapai tingkatan tersebut, banyak orang harus kembali lagi pada permulaan
untuk menemukan kembali apa itu perasaan. Perasaan adalah pernyataan hati nurani yang
dihayati secara suka maupun tidak senang.
2.Mengenal keinginan-keinginan sendiri
Sadar akan perasaan sendiri membawa seseorang ke langkah berikutnya
yaitu mengetahui dengan jelas apa yang diinginkannya. Seseorang yang tidak mengenali
keinginan-keinginan sendiri adalah mereka yang hanya memikirkan keinginan-keinginan
yang rutin atau mereka yang berkeinginan menurut orang lain. Mengetahui keinginan diri
sendiri tidak berarti harus memaksakan dan mengutarakan keinginan tersebut kapan dan
dimana saja. Keputusan dan pertimbangan yang matang adalah sisi utama dari kesadaran diri.
3.Menentukan kembali relasi diri dengan aspek-aspek ketaksadaran Individu- individu
masyarakat modern bersikap pasif terhadap aspek- aspek ketaksadaran, bahkan cenderung
menyisihkannya dan lebih mengutamakan aspek-aspek kesadaran yang dipandang identik
dengan rasionalitas. Maka untuk mencapai kesadaran diri, seseorang perlu menemukan
kembali relasi diri dengan aspek-aspek ketaksadaran melalui aspek-aspek ketaksadaran
individu tidak hanya akan menemukan kembali perasaan-perasaannya, tetapi juga
menemukan kembali sumber pemecahan bagi masalah-masalah yang dihadapi.

Factor-faktor yang mempengaruhi kesadaran diri


Menurut Bulecheck dalam Rahayu 2015 faktor yang mempengaruhi keasadaran diri yaitu :
1.Pikiran
Berfikir adalah sebuah tepresentasi simbol dari beberapa peristiwa atau item. Berfikir adalah
melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai dengan adanya masalah.
Pikiran sendiri ada dua macam yaitu pikiran sadar dan bawah sadar
2.Perasaan
Perasaan adalah keadaan atau state individu sebagai akibat dari persepsi, sebagai akibat
stimulus baik yang bersifat internal maupun eksternal. Beberapa sifat tertentu yang ada
umumnya perasaan berkaitan persepsi, dan merupakan reaksi terhadap stimulus yang
mengenainya.
3.Motivasi
Motivasi adalah kecendrungan yang timbul pada diri seseorang secara sadar maupun tidak
sadar melakukan tindakan dengan tujuan tertentu
4.Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan
arti yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, menangis , tertawa, bekerja, kuliah,
menulis, membaca, dan sebagainya.
5.Pengetahuan
Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca
indranya. Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat sesuatu hal, termasuk mengingat
kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak disengaja dan ini
terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu.
6.Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang
dapat mempengaruhi perkembangan perilaku orang atau kelompok
(KASANA, 2017).
Patient Safety
Definisi patient safety
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk mengukur dan
mengavaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak terhadap pelayan kesehatan.
Progam keselamatan adalah suatu usaha untuk menurunkan angka kejadian tidak diharapkan
(KTD) yang sering terjadi pada pasien selama dirawat di Rumah Sakit sehingga sangat
merugikan baik pasien itu sendiri maupun rumah sakit. KTD bisa disebabkan oleh berbagai
faktor antara lain beban kerja perawat yang tinggi, alur komunikasi yang kurang tepat,
penggunaan sarana kurang tepat dan lain sebagainya. (Nursalam, 2018)
Keselamatan pasien (Patient Safety) merupakan sesuatu yang jauh lebih penting dari pada
sekedar efisiensi pelayanan. Perilaku perawat dengan kemampuan perawat sangat berperan
penting dalam pelaksanaan keselamatan pasien. Perilaku yang tidak aman, lupa, kurangnya
perhatian/ motivasi, kecerobohan, tidak teliti dan kemampuan yang tidak memperdulikan dan
menjaga keselamatan pasien berisiko untuk terjadinya kesalahan dan akan mengakibatkan
cedera pada pasien, berupa Near Miss (Kejadian Nyaris Cedera/ KNC) atau Adverse Event
(Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD) selanjutnya pengurangan kesalahan dapat dicapai dengan
memodifikasi perilaku. (Kartika, 2019).
Patient safety rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman meliputi assesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan yang berhubungan dengan
resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil suatu tindakan yang tidak seharusnya di ambil. (Harigustian, 2019)

Komponen Patient Safety


Menurut Cahyono 2018, kebijakan saja tidak mungkin diharapkan untuk dapat mendorong
suatu perubahan menuju budaya keselamatan pasien. Kalau yang diharapkan rumah sakit
hanya adanya pelaporan insiden dan KTD yang meningkat maka cukup dilakukan pendekatan
transaksional yang artinya pendekatan yang ditempuh melalui pembentukkan yang sifatnya
transaksional dari struktur organisasi, kebijakan adanya prosedur baru ataupun sistem
pelaporan berbasis elektornik.
Namun menurutnya, pendekatan transaksional ini tidak cukup dan tidak mampu
menyentuhesensi dari keselamatan pasien. Sebab pendekatan transaksional tidak bias
mengatasi adanya masalah dan resistensi dalam organisasi. Dalam hal ini masih dibutuhkan
pendekatan transformasial, yakni kepemimpinan, misi, strategi serta budaya organisasi. Maka
Burke dan Litwin menyatakan bahwa dalam mewujudkan keselamatan pasien diharuskan
adanya kombinasi antara pendekatan transaksional dan pendekatan tranformasial. Kombinasi
antarpendekatan tersebut antara lain
1.Lingkungan eksternal
Lingkungan di luar rumah sakit atau penyedia layanan kesehatan memberi pengaruh yang
cukup signifikan untuk merubah orientasi organisasi.
2.Kepemimpinan
Pemimpin memiliki andal penting dalam memegang kunci perubahan sebab ia bertanggung
jawab memimpin perubahan. (Sinurat & Lusya, 2018) menyatakan peran unsur pimpinan
bidang pelayanan keperawatan dalam meningkatkan keselamatan pasien yaitu mendorong
dan menjamin implementasi program keselamatan pasien, menekan dan mengurangi kejadian
tidak diharapkan, mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien,
mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan
keselamatan pasien serta mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan keselamatan pasien.
3.Budaya organisasi
Hal terpenting dari elemen ini adalah bagaimana budaya keselamatan pasien lekat dengan
budaya organisasi, artinya bagaimana mengubah budaya keselamatan pasien dari blaming
culture (budaya menyalahkan) menjadi safety culture ( budaya keselamatan) merupakan
kunci dalam meningkatkan mutu dan keselamatan dari segi keorganisasian.
(Sinurat & Lusya, 2018) menyatakan organisasi harus menentukan dan menyediakan sumber
daya yang dibutuhkan untuk menerapkan dan memelihara sistem manajemen kualitas dan
terus menerus mengembangkan keefektifannya serta untuk meningkatkan kepuasan
pelanggan.
4.Praktik manajemen
Rumah sakit merupakan sistem yang tentunya saling berkaitan, baik antar unit, antar staf dan
antar manjemen. Maka, hal yang penting demi mewujudkan keselamatan pasien adalah
dengan menjalankan manajemen sebaik mungkin. Manajemen tersebut mencakup
perencanaan, pendanaan, organisasi, penyusunan staf, pemecah masalah, analisis hingga
evaluasi.
5.Struktur dan sistem
Sebagai dijelaskan di permulaan, bahwa setiap organisasi kesehatan memerlukan tim khusus
yang menangani tentang keselamatan pasien. Biasanya dirumah sakit dibentuk tim
keselamatan pasien rumah sakit dengan berbagai kelompok kerja didalamnya misalnya
kelompok kerja transfusi, kelompok kerja kesalahan obat, kelompok kerja infeksi nosokomial
dan sebagainya. Perancangan sistem ini didasarkan pada tiga prinsip yaitu
a.Mendesain sistem agar setiap kesalahan dapat terlihat (making erros visible)
b.Merancang sistem agar efek kesalahan berkurang (mitigating the effect errors)
c.Merancang sistem agar tidak terjadi kesalahan (erreor prevention)
6.Tugas dan keterampilan individu
Sesuai dengan perkembangan zaman terkadang aka nada petugas medis yang kurang
pengetahuan dan kenterampilan sebab kurang update ilmu pengetahuannya. Ada pula staf
yang peduli pada keselamatan pasien tapi tidak tahu apa yang harus di perbuat. Berdasarkan
kenyataan ini diperlukan update ilmu dan kenterampilan serta informasi kemampuan dasar
keselamatan pasien. (Sriningsih et al., 2020) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan
faktor penting dalam seseorang mengambil keputusan namun tidak selamanya pengetahuan
seseorang bisa menghindarkan dirinya dari kesalahan, misalnya petugas kesehatan yang
tingkat pengetahuannya baik tidak selamanya melaksanakan keselamatan pasien dengan baik
karena segala tindakan yang akan dilakukan beresiko untuk terjadi kesalahan dalam
pelaksanaan sasaran keselamatan pasien.
Penelitian (Darliana, 2016) mengatakan bahwa penerapan patient safety pada pasien rawat
inap dapat mempercepat proses penyembuhan dan memperpendek masa rawat pasien di
rumah sakit serta dapat mencegah cedera paada pasien. Keberhasilan penerapan patient safety
dapat dicapai apabila perawat mengetahui dengan tepat sesuatu yang mengancam
keselamatan pasien selama perawatan di rumah sakit. Pengetahuan yang baik akan
mempengaruhi perilaku perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dengan tetap
memprioritaskan keselamatan pasien.
7.Lingkungan kerja, kebutuhan individu, dan motivasi

Lingkungan tempat kita bekerja tentu mempengaruhi motivasi masing masing individu dalam
implementasi keselamatan pasien. Misalnya lingkungan kerja membuat sistem yang dapat
meminimalisisr kebingunan atau keraguan petugas medis dalam tindakan terhadap pasien,
beban kerja yang sesuai, alih tugas yang jelas dan berbagai aspek lain yang mempengaruhi
kebutuhan individu dan motivasi dalam ikut meningkatkan keselamatan pasien.

Sasaran keselamatan pasien (patient safety)


Sasaran pasien merupakan syarat yang harus diterapkan disemua rumah sakit yang telah
terakreditasi oleh komisi akreditasi rumah sakit (KARS). Sasaran keselamatan pasien
mencakup enam sasaran yaitu :
1.Ketepatan identifikasi pasien
Sasaran pertama ini adalah hal yang petama yang penting diperhatikan seluruh medis.
Identifikasi pasien haruslah tepat, sebab kesalahan dalam proses indentifikasi pasien bias saja
terjadi baik saat diagnosis maupun saat pengobatan. Identifikasi pasien ini dilakukan dalam
dua kali pengecekan yaitu pertama, identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima
pelayanan/pengobatan. Kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap
individu tersebut. Elemen penilaian sasaran identifikasi pasien ini meliputi:
a.Pasien diidentifikasi dengan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor kamar
dan lokasi
b.Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah atau produk darah
c.Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan specimen lain untuk pemeriksaan klinis
d.Pasien diidentifikasi sebelum pemebrian pengobatan dan tindakan prosedur
e.Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua
situasi dan lokasi
2.Peningkatan komunikasi yang efektif
Penggunaan komunikasi dan pemberian informasi yang efektif, efesien, akurat, lengkap, jelas
dan dipahami oleh pasien yang akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan
keselamatan pasien. Komunikasi dapat dilakukan melalui berbagai macam media, baik lisan,
tulisan maupun melalui media eletronik. Kesalahan terbanyak didunia medis dalam
komunikasi adalah komunikasi yang dilakukan secara lisan atau melalui telepon. Sejumlah
elemen yang harus dipenuhi dalam sasaran komunikasi yang efektif adalah sebagai berikut.
a.Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan
lengkap oleh penerima perintah
b.Perintah lengkap lisan dan telepon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara
lengkap oleh penerima perintah
c.Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan
d.Kebijakan dan prosedur mengerahkan pelaksaan verivikasi kengkrutan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten Komunikasi adalahsuatu transaksi,
proses simbolik yang menghendaki orang – orang Mengatur lingkungannya dengan.,
membangun hubungan antarsesama manusia, melalui pertukaran informasi untuk
menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain serta berusaha mengubah sikap dan tingkah
laku itu. Perawat dalam tindakan keperawatan harus mampu berkomunikasi, komunikasi
yang efektif menciptakan rasa aman dan nyaman bagi pasien. (Paju & Dwiantoro, 2018)
3.Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
Selain mendapatkan pelayanan kesehatan berupa tindakan dan perawatan, sejumlah pasien
juga tidak akan lepas dari pemebrian obat. Dalam manajemen pasient safety rumah sakit
harus mengembangkan suatu mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki
keamanan obat yang perlu diwaspadai (high alert). Hal tersebut bertujuan tidak lain untuk
menjaga komitmen rumah sakit dalam tanggungjawab keselamatan pasien.
Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert medication) adalah obat yang sering
menyebabkan terjadinya masalah serius (sentinel event) obat yang beresiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan seperti obat-obat yang terlihat mirip,
kedengarannya mirip
(nama obat rupadan ucapan mirip/ NORUM, atau look alike sound alike/lasa).
Kesalahan pengobatan adalah suatu kejadian yang dapat membuat pasien menerima obat
yang salah atau tidak mendapat terapi obat yang tepat. Kesalahan pengobatan dapat dilakukan
oleh setiap individu dalam pembuatan resep, persiapan, penyaluran, dan pemberian obat.
Untuk mencegah kesalahan pengobatan, perawat harus bertanggung jawab dalam pemberian
obat-obatan yang aman (Listianawati, 2018)
4.Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
Proses tindakan pengobatan pasien sudah menjadi aktivitas rutin bukan lantas membuat
adanya kesalahan sama sekali dalam penanganan pasien, termasuk kesalahan lokasi, prosedur
atau salah operasi. Salah lokasi salah prosedur dan pasien serta salah operasi adalah kejadian
yang mengkhawatirkaan yang tidak jarang terjadi dirumah sakit.
5.Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi adalah tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan
kesehatan. peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien ataupun professional layanan kesehatan.
Infeksi biasanya dijumpai dalam seluruh bentuk pelayanan kesehatan termasuk saluran
infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infection) dan pneumonia yang
sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis yang tidak memenuhi standar.
Solusi utama dalam eliminasi segala macam infeksi dirumah sakit adalah kebijakan mengenai
cuci tangan (hand hygine). Praktik cuci tangan pun harus dilakukan petugas medis, seluruh
elemen rumah sakit dan pasien rumah sakit dengan tepat. Penelitian (Hastuti et al., 2020)
menyatakan bahwa mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan
tangan dan jari jemari dengan menggunakan air ataupun cairan lainnya oleh manusia dengan
tujuan untuk menjadi bersih, sebagai bagian dari ritual keagamaan, ataupun tujuan-tujuan
lainnya.
6.Pengurangan risiko pasien jatuh
Kasus pasien jatuh di rumah sakit dapat dinilai sebagai kejadian yang cukup berat dan
memukul sebagai cedera bagi pasien rawat inap. Untuk itu rumah sakit harus melaksanakan
evaluasi secara aktif untuk mengedintifikasi apa saja factor yang membuat pasien bias jatuh.
Setelah diidentifikasi dan dievaluasi bias diterapkan kebijakan demi pencengahan kasus
pasien jatuh di rumah sakit. Penelitian (Sanjaya et al., 2018) menyatakan bahwa berbagai
upaya yang dialakukan dalam pengurangan risiko pasien jatuh dengan menggunakan sistem
penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindakan lanjutannya
serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
Keenam sasaran patient safety adalah pedoman bagi instasi penyedia layanan kesehatan
khususnya rumah sakit yang harus diterapkan dalam kebijakan demi terciptanya keselamatan
pasien.

Standar patient safety di rumah sakit


1.Hak pasien
Pasien selaku penerima layanan kesehatan berhak mendapkan sejumlah hak dalam proses
pelayanan kesehatan. baik itu di rumah sakit, puskesmas, klinik maupun penyedia layanan
kesehatan lain. Ada sejumlah indikasi dan kriteria mengenai pemenuhan hak pasien.
a.Diharuskan ada dokter yang bertanggung jawab atas pasien terkait
b.Dokter tersebut harus membuat rencana pelayanan pada pasien yang bersangkutan
c.Dokter penanggungjawab tersebut semestinya memberikan penjelasan secara jelas dan
benar berkaitan dengan seluruh pelayanan medis.
2.Mendidik pasien dan keluarga
Pasien perlu di didik bahwa disamping memiliki hak mereka juga wajib menaati kewajiban.
Pasien juga diwajibkan untuk ikut bertanggung jawab selama dalam asuhan pelayanan
kesehatan. tenaga medis bertugas untuk mendidik pasien dan keluarga pasien berkaitan
dengan pemenuhan kewajiban dan tanggung jawab. Untuk itu pasien dan keluarga diharapkan
dapat
a.Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b.Mengetahui kewajiban dan tanggungjawab pasien dan keluarga
c.Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengarti
d.Memahami dan menerima kosenkuensi pelayanan
e.Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit
f.Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g.Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

3.Keselamatan pasien yang berkesinambungan pelayanan


Rumah sakit semestinya juga memiliki yang berkesinambungan bagi pasien. Kesinambungan
pelayanan artinya seluruh elemen yang berada dirumah sakit atau penyedia layanan kesehatan
harus melayani secara berkesinambungan. Untuk memenuhi berkesinambungan layanan,
penyedia layanan kesehatan harus memiliki kriteria sebagai berikut
a.Adanya koordinasi pelayanan menyeluruh. Mulai dari pasien masuk, pemeriksaan,
diagnosis, perencanaan pelayanan kesehatan, tindakan pengobatan, keterangan rujukan dan
saat pasien keluar dari rumah sakit
b.Terdapat koordinasi pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien dan kelayakkan
sumber daya secara berkesinambungan, agar seluruh tahap layanan antar unit berjalan dengan
baik dan lancar.
c.Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi. Tujuannya adalah
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan social, konsultasi
dan rujukan, pelayanan kesehatan primer atau tindak lanjut lainnya.
d.Adanya komunikasi yang transfer informasi antar profesi kesehatan dalam lembaga
penyedia layanan kesehatan, sehingga tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan aman
dan efektif.
4.Penggunaan metode peningkatan kerja untuk melakukan evaluasi dan progam peningkatan
keselamatan pasien
Seluruh lembaga penyedia layanan kesehatan, termasuk rumah sakit didalammnya
membutuhkan desain proses demi meningkatkan kualitas kerja. Untuk memenuhi standar
keempat ini rumah sakit harus memiliki sejumlah kriteria diantaranya
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan yang baik, mengacu pada
visi misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan,
kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat dan factor-faktor lain yang berpotensi
resiko bagi pasien sesuai dengan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah
sakit.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait
dengan pelaporan insiden, akreditasi manajemen resiko, utilisasi, mutu pelayanan
keuangan.
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intesif terkait dengan semua insiden
dengan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus resiko tinggi.
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil aanalisuntuk
menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien
terjamin
5.Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien Kepemimpinan dalam
manajemen sebuah lembaga penyedia layanan kesehatan juga menjadi salah satu standar
penting dalam meningkatkan keselamatan pasien. Ada sejumlah standar dan kriteria yang
harus dipenuhi berkaitan dengan peran kepemimpinan yaitu :
a. Pemimpin mendorong yang menjamin implementasi program keselamatan pasien
secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan tujuh langkah menuju
keselamatan pasien rumah sakit.
b. Pemimpin menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi resiko
keselamatan pasien dengan program menekan atau mengurangi insiden
c. Pemimpin mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien
e. Pemimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan
kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
f. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien
g. Tersedia program proaktif untuk identifikasi resiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden
h. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpatisipasi dalam program keselamatan pasien.
i. Tersedia prosedur cepat tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien
yang terkena musibah, membatasi risiko pada oranglain dan penyampaian informasi
yang benar dan jelas untuk keperluan analisis
j. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
termasuk penyedia informasi yang benar dan jelas tentang analaisis akar masalah
“kejadian nyaris cedera” (near miss) dan kejadian sentinel pada saat program
keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
k. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
l. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan atar
pengelola pelayanan didalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin
m. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan
n. pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut
o. Tersedia sasaran terukur dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif
untuk mengevaluasi objektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan
pasien termasuk tindak lanjut dan implementasinya.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

Dalam sebuah instasi penyedia layanan kesehatan bukan hanya tenaga medis yang
punya andil dalam pelaksaanan keselamatan pasien. Namun seluruh staf juga ikut
bertanggung jawab atas keselamatan pasien. Berkaitan dengan pendidikan staf, rumah
sakit juga perlu memenuhi sejumlah kriteria yang sesuai dengan program keselamatan
pasien.
Rumah sakit diharuskan memiliki kriteria berupa program pendidikan pendidikan,
pelatihan dan orientasi bagi staf baru tentang keselamatan pasien sesuai dengan
tugasnya masing-masing. Kerakter selanjutanya yang diperlukan rumah sakit adalah
mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan in-service training.
Rumah sakit juga perlu membuat dan memberikan pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Komunikasi adalah hal yang tidak kalah penting dibanding dengan standar-standar
pencapaian program keselamatan pasien yang lain. Sebab tanpa komunikasi yang baik
ketercapaian peningkatan mutu layanan kesehatan dan keselamatan pasien mustahil
dapat terwujud.
Untuk itu diperlukan sejumlah standar bagi rumah sakit demi tercapainya komunukasi
yang efektif diantaranya adalah sebagai berikut
a.Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal-eksternal
b.Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat
c.Setiap rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan juga harus memiliki sejumlah
kriteria untuk menghasilkan komunikasi yang efektif
d.Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen
untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan
pasien
e.Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.
Komunikasi efektif merupakan sebuah proses yang sangat penting dalam menunjang
keberhasilan asuhan keperawatan. Kunci dari terciptanya hubungan yang baik antara
perawat dan klien
Sembilan solusi life saving patient safety
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat guna mencegah atau
mengurangi cedera pada pasien yang berasal dari proses pelayanan kesehatan. Sembilan
solusi ini merupakan panduan yang sangat bermanfaat guna membantu rumah sakit dalam
memperbaiki proses asuhan pasiendan guna menghindari cedera maupun kematian yang
dapat dicegah.
1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip/NORUM (look alike, asound alike/lasa)
Nama obat rupa dan ucapan mirip (NORUM) yang membingunkan staf pelaksana adalah
salah satu penyebab yang sering dalam kesalahan obat (medication error). Solusi
NORUM ditekankan pada penggunaan protocol untuk pengurangan risiko dan
memastikan terbacanya resep lebel atau pengguna perintah yang dicetak lebih dahulu
maupun pembuatan resep secara eletronik
2. Pastikan identifikasi pasien
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar
sering mengarah pada keselahan pengobatan, transfuse maupun pemeriksaan. Standarisasi
dalam metode identifikasi disemua rumah sakit dalam suatu sitem layanan kesehatan dan
berpartisipasi pasien dalam konfirmasi ini serta penggunaan protocol untuk membedakan
identifikasi pasien dengan nama yang sama.
3. Komunikasi secara benar saat serah terima pengoperan pasien Kesenjangan dalam
komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien antar unit unit pelayanan maupun atar
tim pelayan bias mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang
tidak tepat dan mengakibatkan cedera pasien. Rekomendasi ini ditunjukkan untuk
memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protocol untuk
mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis.
4. Pastikan tindakan benar pada sisi tubh yang benar
Rekomendasi ini untuk mencegah jenis jenis kekeliruan yang tergantung pada
pelaksanaan proses verivikasi pra-pembedahan, pemberian tanda pada sisi yang akan
dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur dana adanya tim yang terlibat
sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien pada sisi
yang akan dibedah.
5. Kendalikan cairan elektolit pekat (concentrated)
Sementara semua obat obatan, biologis, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko,
cairan eletrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya.
Rekomendasi ini adalah membuat standarisasi dari dosis unit ukuran dan istilah dan
pencegahan atas campur aduk dan kebingunaan membedakan cairan elektrolit pekat yang
spesifik.
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan Kesalahan medikasi
paling sering terjadi pada saat transisi/ pengalihan. Rekonsiliasi medikasi
adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada
titik titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling
lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juag disebut
sebagai ‘home medication list’, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi,
penyerahan dan atau perintah pemulangan ketika menuliskan perintah medikasi dan
komunikasi daftar tersebut kepada petugas layanan berikutnya dimana pasien akan
ditransfer atau dilepaskan.
7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang (tube)
Slang, kateter dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedimikian rupa agar
mencegah kemungkinan terjadinya KTD (kejadian tiddak diharapkan) yang bias
menyebabkan cedera pada pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah serta
memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasi ini
mengajurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail ketika sedang memberikan
medikasi, memberikan makan dan ketika menyambungkan alata kepada pasien (misalnya
menggunakan sambungan dan slang yang benar)
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai
Salaha satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran virus HIV, HBV dan HCV
yang diakibatkan oleh pemakain ulang (rause) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah
pelarangan pemakaian ulang jarum difasilitas layanan kesehatan.
9. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygine) untuk pencegahan infeksi nosocomial
Kebersihan tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang primer untuk mengihindari
maslaah ini. Rekomendasi ini adalah dengan mendorong implementasi penggunaan cairan
“alcohol based hand rubs” yang tersedia pada titik titik pelayana, tersedianya sumber air
pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebersihan tangan yang benar.
Langkah langkah penerapan patient safety dirumah sakit Tujuh langkah menuju
keselamatan pasien antara lain:
1. Langkah 1 membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien Setiap organisasi
kesehatan memiliki budaya organisasi. Budaya organisasi adalah suatu sistem terkait
dengan nilai, keyakinan, etika, adat, kebiasaan bersama dalam sebuah organisasi yang
berinteraksi
dengan struktur formal untuk mengahasilkan sebuah norma perilaku dalam organisasi
tersebut. Budaya organisasi memiliki sejumlah unsur yaitu pertama, nilai nilai atau
keyakinan (corevalue), kedua, yang berfungsi sebagai perekat organisasi, ketiga, yang
berfungsi sebagai dasar membentuk perilaku individu dalam organisasi, keempat dalam
rangka mencapai visi misi organisasi. Nilai-nilai corevalue yang dimaksud adalah
a. Melaporkan dan membahas kesalahan medis, kesalahan lain maiupun KTD tanpa
bersikap menyalahkan
b. Bekerja dalam teamwork dan saling bekerja sama demi vivi misi institusi
c. Senantiasa melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan klinis

d. Memendang suatu kesalahan dalam kerangka sistem


e. Melakukan assesmen dengan survey penilaian keselamatan pasien
f. Berani melakukan medical error disclore (penyingkapan kesalahan pengobatan) sesuai
dengan situasi dan kondisi.
2. Langkah 2 pimpinan dan dukungan terhadap staf
Pemimpin merupakan pemegang kunci perubahan. Pemimpin juga memegang posisi yang
sangat menentukan arah kebijakan sebuah institusi termasuk rumah sakit. Pemimpin atau
direktur institusi akan dibantu oleh sejumlah manajerial yang membawahi bidang masing-
masing. Pemimpin dan jajaran manajerial semestinya bertanggung jawab terhadap
sejumlah hal yang diantaranya.
a. Menetapkan visi misi rumah sakit dan tujuan rumah sakit dalam upaya peningkatan
keselamtan pasien
b. Membuat dan menetapkan kebijakan dan pedoaman program keselamatan pasien
c. Membuat strutur organisasi tim keselamatan pasien rumah sakit dengan kelompok
kerja masing-masing
d. Membuat rancangan serta alokasi dana, sarana, prasarana dan SDM dalam rangka
menciptakan keselamatan pasien
e. Mengagendakan rapat dan pembahasan mengenai keselamatan pasien dalam setiap
pertemuan baik direksi maupun dalam unit pelayanan
f. Memaksimalkan agar tenaga medis paramedik dan seluruh karyawan mendapatkan
edukasi berkaitan dengan keselamatan pasien
g. Menjamin terselengaranya sistem pelaporan dan pembahasan kasus insiden secara
teratur.
h. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap unit kerja unit pelayanan dan seluruh
SDM
i. Memasukkan materi dan program keselamatan pasien pada orientasi karyawan baru
j. Mengirim sejumlah tenaga medis sebagai perwakilan untuk mempelajari dan
mendalami aspek teknis dan manajemen program keselamatan pasien untuk kemudian
disebarkan informasinya pada yang lain.
k. Mengkoordinasi antar unit pelayanan dan monitoring secara keseluruhan serta
perbaikan-perbaikan demi mencapai keselamatan pasien yang maksimal
l. Menyediakan sarana pendukung, teknologi dan sejenisnya yang mendukung
ketercapainya keselamatan pasien dan pengurangan KTD sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan institusi.

3. Langkah 3 Integrasi aktivitas manajemen resiko


Manajemen risiko klinis (MRK) diartikan sebagai upaya manajerial untuk melakukan
identifikasi kesalahan yang terjadi selama asuahan pasien. MRK bertujuan untuk mencari
mengapa insiden tersebut bias terjadi atau terulang kembali. Tujuan MRK ini untuk
meminimalisisr terjadinya KTD dan near miss ( kejadian nyaris cedera)pada pasien.
4. Langkah 4 membangun sistem pelaporan
Petingnya manajemen laporan dapat diidentifikasi dari masuknya sistem pelaporan ini
dalam salah satu langkah keselamatan pasien artinya pelaporan dan sistem pelaporan
dinilai sebagai salah factor penting dalam upaya membangun keselamatan pasien.
5. Langkah 5 melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien dan publik Komunikasi yang
efektif perlu terjalin antara doketer, perawat ataupun petugas medis lainnya dengan
pasien. Komunikasi yang efektif akan mendatangkan sejumlah manfaat yaitu
a. Komunikasi efektif dapat mengoptimalkan proses penemuan diagnosis penyakit dan
terapi
b. Komunikasi efektif dapat menjembatangi kesenjanagan antara pengetahuan dokter,
perawat dan paramedic dengan pasien dalam rangka pengambilan keputusan medis
bersama
c. Komunikasi efektif penting digunakan untuk membangun kepercayaan
pasien pada tenaga medis
d. Mengurangi risiko tuntutan medikolegal

6. Langkah 6 belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien.


Salah satu kelemahan dalam dunia kesehatan baik dalam skala institusi maupun personal
adalah memandang bahwa terjadinya kesalahan atau KTD adalah karena kesalahan
individu semata bukan kesalahan sistem. Seringkali ketika teriadi KTD atau hal lain yang
tidak diinginkan mereka hanya mencari siapa yang salah bukan bertanya mengapa bias
terjadi kesalahan dan bagaimana bias terjadi masalah.
7. Langkah 7 Implementasi solusi untuk mencegah kerugian
Peningkatan keselamatan pasien harus dilakukan secara optimal. Pengembangan sistem
mencegah dan mengurangi kerugian, prinsip pengembangan sistem tersebut terdiri dari :
a. Bagaimana mendesain sistem agar setiap kesalahan dapat dilihat (making errorvisible)
b. Bagaimana sistem agar efek kesalahan dapat dikurangi (mitigating the effect error)
c. Bagaimana merancang agar sistem tidak terjadi kesalahan (error prevention).

Pentingnya Manajemen Patient Safety


Manajemen patient safety merupakan salah satu bentuk usaha penyelamatan maksimal
seluruh tenaga medis untuk mengurangi dan meminimalisir adanya cedera medis yang
mungkin saja terjadi pada pasien. Hal ini bukan berarti tenaga medis tidak melakukan
seluruh rangkaian prosedur keselamatan pasien. Misalnya, sebelum dan sesudah
melakukan tindakan, perawat sudah cuci tangan untuk mencegah infeksi nosocomial,
melakukan sterilisasi alat bedah, menggunakan ssarung tangan steril, dan
mengidentifikasi setiap factor resiko infeksi pada pasien serta berbagai tindakan lain.
Seluruh tenaga medis juga mengikuti sertifikasi dalam menjalani akreditasi hal tersebut
tentulah sudah menjadi bagian dari keselamatan pasien dan kewajiban seorang tenaga
medis. Jika telah dilakukan manajemen patient safety maka pasien akan mendapatkan
mutu pelayanan yang maksimal. Sebab, pihak penyedia layanan kesehatan sudah
menyiapkan segala macam resiko atas terjadinya kejadia tidak diharapkan (KTD).
Keselamatan pasien bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan dan menghindari
adanya tuntutan malpraktik, sehingga standar prosedur operasional harus dijadikan acuan
dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Salah satu upaya untuk menjaga
keselamatan pasien adalah dengan menerapkan standar prosedur operasional (SPO) dalam
setiap tindakan keperawatan. Tujuan dalam menerapkan standar prosedur operasional
(SPO) yaitu
1. Menggunakan SPO sebagai tindakan kepada pasien untuk mencegah kesalahan
Perawat menggunakan SPO untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam setiap
tindakan yang dilakukan kepada pasien. Hal tersebut dikarenakan dengan adanya SPO
dan mengikuti aturan/panduan dalam SPO tersebut akan dapat mencegah kejadian
yang tidak diharapkan (KTD) yang dilakukan oleh perawat selama memberikan
perawatan kepada pasien. Perawat dengan antusias menyatakan standar prosedur
operasional (SPO) dijadikan sebagai aturan yang harus diikuti dalam melakukan
tindakan keperawat an kepada pasien.
2. Menjadikan SPO sebagai instruksi kerja
Perawat menjadikan SPO sebagai instruksi kerja dalam melaksanakan tindakan
keperawatan kepada pasien untuk mencegah terjadinya kesalahan.
3. Mengikuti langkah-langkah tindakan SPO
Perawat melakukan tindakan keperawatan dengan mengikuti langkah- langkah yang
sesuai dengan SPO yang sudah ditetapkan rumah sakit untuk mencegah terjadinya
kesalahan.
4.Menciptakan komunikasi efektif sebagai kunci keselamatan pasien.
Komunikasi efektif merupakan hal yang paling penting diterapkan oleh perawat di
rumah sakit untuk mencegah kesalahan dan menjamin keselamatan pasien. Kategori
dari sub-tema tersebut diatas yaitu: Menggunakan komunikasi yang baik dan mudah
dipahami, dan Menganggap komunikasi penting dalam pencegahan kesalahan
(Anggriyanti et al., 2018).

Manajemen patient safety juga dapat menjadi solusi untuk mencegah dan
meminimalisir adanya resiko cedera medis pada pasien. Keselamatan pasien dan
kualitas pelayanan suatu lembaga penyedia layanan kesehatan adalah hal utama untuk
itulah, setiap elemen disebuah sistem lembaga hendaknya berkomitmen untuk terus
meningkatkan keunggulan penyediaan layanan kesehatan.
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) Dalam Sistem Patient Safety

Kejadian tidak diharapkan (KTD) menjadi pembahasan yang sangat sering dalam
patient safety. KTD merupakan hal utama yang hendak dijauhkan dari sebuah sistem
pelayanan kesehatan berkenaan dengan keselamatan pasien. KTD tidak lepas dari
risiko dalam dunia kesehatan, risiko diartikan sebagai ketidakpastian (uncertainty) dan
kemungkinan terjadinya kerugugian. Kerugian dalam hal ini adalah kerugian yang
berasal dari tindakan-tindakan klinis.

Peran dan sikap perawat dalam penerapan pasient safety

Upaya penerapan patient safety sangat tergantung dari pengetahuan perawat. Apabila
perawat menerapkan patient safety didasari oleh pengetahuan yang memadai, maka
perilaku patient safety oleh perawat tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).
Seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus memiliki pengetahuan
yang benar, keterampilan, dan sikap untuk menangani kompleksitas perawatan
kesehatan. Tanpa pengetahuan yang memadai, tenaga kesehatan termasuk perawat
tidak bisa menerapkan dan mempertahankan budaya keselamatan pasien (Darliana,
2016)
Perawat merupakan salah satu profesi penting dalam sebuah lembaga atau instasi
penyedia layanan kesehatan. Perawat disebut sebagai petugas medis yang paling
sering berada dirumah sakit.
Perawat juga merupakan posisididunia kesehatan yang paling sering dan kerap
bergaul dengan pasien dan keluarga pasien.
Perawat sebagai salah satu komponen utama pemberi layanan kesehatan kepada
masayarakat memiliki peran penting karena terkait langsung dengan pemberi asuhan
keparawatn kepada pasien sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Perawat
sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan yang ada dilapangan sangat menentukan
dalam uapaya pencegahan dan memutus rantai transmisi infeksi dalam rangka
memenuhi kebutuhan pasient safety.
Profesionalitas perawat dalam program keselamatan pasien sanagat dipengaruhi oleh
adanya presepsi perawat. Artinya bagaiman sikap perawat terhadap pekerjaan,
pelayanan, kualitas sikap dan penerapan pasien safety. Jika perawat memiliki presepsi
yang tepat mengenai program dan konsep keslematan pasien, maka tindakan yang
diambil juga dipastikan dengan bertujuan memberikan pelayanan secara aman,
bertanggungjawab dan lain sebagainya dengan penuh suka hati.
Penelitian (Yuswardi, 2017) menyatakan bahwa seorang perawat dalam melaksanakan
manajemen K3 harus memiliki sikap yang sesuai dengan nilai-nilai kesehatan dimana
seluruh nilai positif yang ada dalam dirinya menjadi pendorong perilaku sehat dan
menjadi upaya dalam meningkatkan kesehatan dan keselamatan selama bekerja.
Menurut penelitian (Andi Nur Azizah, 2020) menyatakan sikap positif dari seorang
perawat akan membuat perawat lebih berhati-hati dalam melakukan tindakan dan
patuh terhadap SOP yang ada sehingga tidak terjadi kesalahan, walaupun masih ada
perawat yang memiliki sikap negatif juga dapat melaksanakan keselatan pasien
dengan tidak berisiko. Sikap pada hakikatnya bukan merupakan faktor bawaan yang
tidak dapat diubah. Sikap diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan melalui
salah satu atau kombinasi dari empat sumber yang mempengaruhi sikap yaitu
pengalaman dan tanggung jawab menyelesaikan masalah, pengalaman orang lain,
keadaan fisiologis dan emosional
Faktor faktor yang mempengaruhi penerapan pasient safety

Secara garis besar yang dikatakan dengan budaya keselamatan pasien adalah
keyakinan, persepsi, perilaku dan kompetensi individu atau kelompok dalam suatu
organisasi yang mempunyai komitmen untuk bersama- sama menciptakan lingkungan
yang aman. Cahyono (2008) mengatakan menciptakan budaya pelayanan kesehatan
yang aman maka adanya tanggung jawab dari setiap petugas kesehatan untuk
menanamkan nilai-nilai budaya keselamatan pasien disebuah rumah sakit. Nilai
tersebut dapat berupa kedisiplinan, kepatuhan terhadap standar prosedur, dan protokol
yang ada, teamwork, adanya nilai kejujuran dan keterbukaan serta rasa saling
menghormati dan menghargai satu sama lain yang dijunjung tinggi oleh petugas,
dikomunikasikan dan diajarkan dari dan ke setiap petugas, menjadi aturan yang ditaati
sehingga membentuk kebiasaan dan perilaku setiap petugas dalam rumah sakit
(Yarnita, 2018).
Menurut (Pambudi, 2018) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi perawat
dalam penerapan 6 sararan keselamatan pasien adalah usia, jenis kelamin, status
pernikahan, jumlah tanggungan, lama bekerja, pengetahuan perawat, motivasi
perawat, supervisi, dan pengaruh organisasi.
Vincet (2003) menyatakan penerapan keselamatan pasien dipengaruhi oleh beberapa
faktor:

1.Faktor komitmen pimpinan

The Joint Commission on Accreditation of Health Care Organizations (JCAHO)


menciptakan suatu standar baru dalam keselamatan pasien, bahwa kepemimpinan
merupakan bagian penting dalam perubahan budaya keselamatan pasien, dimana
melibatkan kepemimpinan dari manajemen rumah sakit dalam pelaksanaan
keselamatan pasien

2.faktor lingkungan kerja

3.faktor kesadaran individu

4.faktor kerjasama tim/ team work

5.faktor tugas (Vincent & Ph, 2011).

Hubungan Kesadaran Perawat Dengan Penerapan Pasient Safety

Teori Vincent yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
penerapan patient safety adalah kesadaran diri (Vincent , 2003). Kesadaran diri
seorang perawat akan mempengaruhi hubungan dengan rekan kerja dan hasil
pekerjaan itu sendiri. Kesadaran diri perlu ditingkatkan dengan pengaturan diri sendiri
melalui emotional intelegence, spiritual intelligence dan social intelligence. motivasi
diri sendiri, empati, meningkatkan sosialisasi. Penilitan (Kim & Lee, 2020)
mengukapkan kesadaran etis adalah persepsi tentang sifat etis yang melekat pada
praktik keperawatan yang memungkinkan perawat
untuk mengenali implikasi etis dari semua praktik aksi karena system
penyampaian kesehatan dan hukum berbeda di setiap negara, budaya keselamatan
pasien dan kesadaran etis perawat tentang pengungkapan mungkin berbeda.
Diberbagai hasil penelitian menunjukkan 20 responden (59%) mempunyai kesadaran
individu kurang baik dan sisanya 13 (38%) mempunyai kesadaran individu baik
dalam menerapkan patient safety, 20 (59%) mengatakan penerapan patient safety di
ruang rawat inap kurang baik dan sisanya 13 (38%) mengatakan bahwa penerapan
patient safety baik. dari hasil analisis chi square menunjukkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara kesadaran individu dengan penerapan patient safety dengan p-
value 0,003 di RSUD S.K. Lerik Kota Kupang (Limbong, 2018)
Dalam penelitian (Adhyatma et al., 2019) menyatakan bahwa Berdasarkan uji
statistik, di RSUD Haji Makassar didapatkan hasil chi square X2 = 8,953 dengan p
value = 0,005 (p<0,05). Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang bermakna/signifikan antara variabel kesadaran diri budaya
keselamatan pasien di RSUD Haji Makassar. Penelitian ini menemukan bahwa
kesadaran diri yang dimiliki oleh kepala ruangan tentang kemampuan berpikir,
merasakan serta melakukan interaksi terhadap lingkungannya sehingga tercipta
budaya keselamatan pasien.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Anwar, et al (2017) yang menyatakan
bahwa persepsi perawat terhadap fungsi pengarahan tidak semata- mata karena
pengarahan yang diberikan oleh kepala ruang, namun ada faktor- faktor lain yang
memberikan pengaruh seperti kecakapan individu perawat itu sendiri, pengalaman
kerja, dan kesadaran diri perawat terhadap peran dan tanggung jawabnya dalam upaya
keselamatan pasien. Dewi (2016) juga menyatakan ada hubungan yang signifikan
antara kepemimpinan dengan penerapan keselamatan pasien di ruang rawat inap
RSUP Dr. M Djamil Padang. Kepemimpinan kepala ruangan yang baik akan
meningkatkan penerapan keselamatan pasien oleh perawat pelaksana.

Kesadaran perawat diukur dengan menggunakan kuesioner kesadaran individu yang


diuji validkan dan diuji reliabilitas oleh (Limbong, 2018) dengan memiliki jumlah
pertanyaan 4 item dengan menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban yaitu
selalu (SL) = 4, sering (SR) = 3, jarang (JR) = 2 dan tidak pernah (TP) =1. Dimana
skor totalnya mempunyai kisaran 4-16, maka didapatkan hasil penelitian darai
kesadaran diri dengan kategori baik (10-16) dan kurang baik (4-10).

Pasient safety diukur dengan menggunakan kuesioner penerapan pasient safety yang
diadopsi dari permenkes (2011) yang mengacu pada enam sasaran keselamatan pasien
(identifikasi pasien, komunikasi efektif, keamanan obat, ketepetan lokasi, prosedur
dan pasien mengurangi resiko infeksi dan mengurangi risiko jatuh). kuesioner tersebut
digunakan (mulyatiningsih, 2013) yang memiliki 39 item pertanyaan dengan skala
likert pilihan ada 4 jawaban yaitu Tidak Pernah (TP) = 1, Jarang (J) = 2, Sering (S) =
3 dan Selalu (SL) = 4. Dimana skor total mempunyai kisaran 39 sampai dengan 156.
Maka didapatkan hasil penelitian dari penerapan pasient safety dengan kategori
kurang baik (39-98), dan baik (98-157).

Anda mungkin juga menyukai