h.Selectivity dan subjectivity adalah manusia yang berfokus pada waktu tetapi pikiran dapat
berubah cepat karena gangguan dan pikiran baru atau adanya insyarat eksternal.
(Teaching & Novian, 2020)
Wawasan tambahan dalam kesadaran diri diperoleh dengan model empat diri jendela johari
a.The open self (diri yang terbuka)
Diketahui oleh kita dan oramg lain. Informasi tingkah laku, sikap, perasaan, hasrat, motivasi
dan ide.
b.The behind self (diri yang buta)
Seluruh hal mengenai diri kita yang orang lain ketahui namun kita cenderung kita abaikan,
mulai dari kebiasaan sepele sampai hal penting.
c.The hidden self (diri yang tersembunyi)
Segala hal yang kita ketahui tentang diri kita namun merupakan rahasia bagi orang lain.
Termasuk segala hal yang tidak ingin kita tunjukkkan.
d.Unknown area adalah informasi yang orang lain dan juga kita tidak ingin mengetahuinya.
(Akbar et al., 2018)
Komponen dalam self awareness (kesadaran diri)
1.Emotional self awarenss
Merupakan kesadaran seorang individu dalam hal mengenali emosi dan perasaan yang
sedang dirasakan serta efek dari emosi tersebut. Emotional self awareness tidak hanya
kesadaran emosi dan perasaan, tetapi individu juga dapat membedakan diantara keduanya.
Hal ini berkaitan dengan kesadaran akan pengetahuan terhadap apa yang seang dirasakan dan
mengetahui penyebab munculnya emosi dan perasaan tersebut. Sehingga seorang individu
mampu membaca dan memahami emosi-emosi yang telah dirasakan dan dapat merasakan
pemgaruhnya terhadap hubungan sosial dengan lingkungan sekitar.
2.Accurate self assement
Accurate self assessment merupakan pengetahuan realistis mengenai kekuatan dan
kelemahan yang ada dalam diri seorang individu, jika individu tersebut memiliki kesadaran
diri akan mampu mengenali potensi-potensi yang ada pada dirinya, selain itu individu
menggunakan proses reflektif dimana individu tersebut dapat membayangkan dirinya dari
sudut pandang orang lain, tujuannya agar individu tersebut dapat memiliki cerminan dirinya
dari orang lain, sehingga dapat mengevaluasi diri dengan baik, dan individu tersebut akan
memiliki kesadaran penuh terhadap kelemahan dan kelebihan yang dimiliki dalam dirinya.
3.Self confidence
Self confidence, merupakan keyakinan diri yang dimiliki setiap individu, ketika seorang
individu memiliki self awareness yang baik cenderung memiliki pemahaman yang mantap
tentang dirinya dan dapat memiliki strategi untuk mengenali setiap kelemahan dan
kekurangannya. Menurut Goleman 2001 dalam penelitian (Khairunnisa, 2017) Self awareness
(Kesadaran diri) adalah salah satu kemampuan individu dalam hal menganalisa pikiran dan
perasaan yang ada dalam diri. Kesadaran diri merupakan dasar dari kecerdasan emosional
(EQ). Kemampuan untuk memantau emosi dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi
wawasan psikologi dan pemahaman diri. Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosi akan
berusaha menyadari emosinya ketika emosi itu menguasai dirinya, namun kesadaran diri ini
tidak berarti bahwa seseorang itu hanyut terbawa dalam arus emosinya tersebut sehingga
suasana hati itu menguasai dirinya sepenuhnya. Sebaliknya kesadaran diri adalah keadaan
ketika seseorang dapat menyadari emosi yang sedang menghinggapi pikirannya akibat
permasalahan-permasalahan yang dihadapi untuk selanjutnya ia dapat menguasainya Setiap
individu memiliki kesadaran akan dirinya dan kesadaran terhadap lingkungan sekitarnya,
seperti kesadaran akan pikiran, perasaan, ingatan, dan intensitasnya Skinner.
Goleman menyebutkan ada tiga kecakapan utama dalam kesadaran diri
yaitu
a.Mengenali emosi. Mengenali emosi diri akan berpengaruh pada individu dengan
1) Mengetahui emosi makna yang sedang meraka rasakan dan bagaimana proses
terjadinya emosi
2) Menyadari keterkaitan anatara perasaan mereka dengan yang mereka pikirkan
3)Mengetahui bagimana perasaan mereka dalam mempengaruhi kinerja
4)Mempunyai kesadaran yang menjadi pedoman untuk nilai-nilai dan sasaran- sasaran
mereka
b.Pengakuan diri yang akurat. Mengetahui sumber daya batiniah kemampuan dan
keterbatasan dalam diri, individu dengan kecakapan ini akan
1)Sadar tentang kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang dimilikinya
2)Menyempatkan diri untuk merenung, belajar dari pengalaman, terbuka bagi umpan
balik yang tulus, prespektif yang baru, ma uterus belajar dan mengembangkan diri
3)Mampu menunjukkan rasa humor dan bersedia memandang diri sendiri dengan
prespektif yang luas
c.Kepercayaan diri. Kesadaran yang kuat tentang harga diri dan kemampuan tentang diri
sendiri, individu dengan kemampuan ini akan
1)Berani tampil dengan keyakinan diri, berani mengutarakan pendapatnya
2)Berani menyuarakan pandangan yang tidak popular dan bersedia berkorban demi
kebenaran.
3)Tegas, mampu membuat kepeutusan dengan baik. (Khairunnisa, 2017)
Kesadaran diri perlu ditingkatkan dengan pengaturan diri sendiri melalui kecerdasan emosi
(emotional intelligence), kentrampilan sosial (intelligence social), motivasi diri sendiri,
empati serta kecerdasan spiritual (intelligence spritual) (Limbong, 2018).
1.Kecerdasan emosi
Kecerdasan emosional berarti menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai tujuan
dengan tepat, membangun hubungan kerja yang produktif dan meraih keberhasilan di tempat
kerja. Kecerdasan emosional yang baik akan membuat seseorang mampu membuat keputusan
yang tegas dan tepat walaupun dalam keadaan tertekan.
Perawat yang memiliki kinerja yang baik dan mempunyai kemampuan dalam menyikapi
segala kondisi yang dihadapi rumah sakit sehingga dapat memberikan yang terbaik untuk
rumah sakit dan mampu membuat rumah sakit mempertahankan eksistensinya. Baik
buruknya kinerja perawat tidak hanya dilihat dari kemampuan kerja yang sempurna, tetapi
juga kemampuan menguasai dan mengelola diri sendiri serta kemampuan dalam membina
hubungan dengan orang lain. Daniel Goleman menyebut kemampuan tersebut dengan
Emotional Intellegence atau kecerdasan emosional. Melalui penelitian Daniel Goleman
mengatakan bahwa kecerdasan emosional menyumbang 80% dari faktor penentu kesuksesan
seseorang (Eka Suhartini & Nur Anisa, 2017)
2.Kentrampilan sosial
Kentrampilan sosial yaitu kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Keterampilan
sosial adalah kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, berbagi, berpartisipasi, dan
beradaptasi (bentuk simpati, empati, mampu memecahkan problematika serta disiplin sesuai
dengan tatanan nilai dan etika yang berlaku (Bali, 2017)
3.Motivasi diri sendiri
Motivasi yaitu kemampuan dalam mendorong semangat kerja yang tinggi. Motivasi
merupakan kemampuan menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan
menunutut kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat
efektif dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dalam frustasi
4.Empati
Empati yaitu kemampuan mengenali perasaan orang lain. Menurut SteinParbury& Bourgault
sikap empati merupakan salah satu kunci penting dalam praktik keperawatan. Sikap empati
perawat yang dilakukan pada saat melaksanakan asuhan keperawatan mampu meningkatkan
kualitas hidup pasien. Pengembangan sikap empati perawat harus dilakukan secara
komprehensif dan berkelanjutan. Pengembangan sikap empati perawat akan berdampak pada
peningkatan harapan pasien (Yanto et al., 2018)
5.Kecerdasan spiritual
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan
makna kehidupan, nilai-nilai dan keutuhan diri yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku
hidup dalam konteks yang lebih luas.
Tahapan kesadaran diri
Kesadaran diri dapat mempengaruhi perkembangan diri sendiri dan bahkan perkembangan
sesamanya. Sebab manusia tampil diluar diri dan berefleksi atas keberadaannya. Oleh sebab
itu Self awareness sangat fundamental bagi pertumbuhan. Menurut Sastrowardoyo untuk
mencapai Self awareness yang kreatif seseorang harus melalui empat tahapan yaitu:
1.Tahap ketidaktahuan
Tahap ini terjadi pada seorang bayi yang belum memiliki kesadaran diri, atau disebut juga
dengan tahap kepolosan.
2.Tahap berontak
Tahap ini identik memperlihatkan permusuhan dan pemberontakan untuk memperoleh
kebebasan dalam usaha membangun “inner strength”. Pemberontakan ini adalah wajar
sebagai masa transisi yang perlu dialami dalam pertumbuhan, menghentikan ikatan-ikatan
lama untuk masuk ke situasi yang baru dengan keterikatan yang baru pula.
3.Tahap kesadaran normal akan diri
Dalam tahap ini seseorang dapat melihat kesalahan-kesalahannya untuk kemudian membuat
dan mengambil tindakan yang bertanggung jawab. Belajar dari pengalaman-pengalaman
sadar akan diri disini dimaksudkan satu kepercayaan yang positif terhadap kemampuan diri.
Self awareness ini memperluas pengendalian manusia atas hidupnya dan tahu bagaimana
harus mengambil keputusan dalam hidupnya.
4.Tahap kesadaran diri yang kreatif
Dalam tahapan ini seseorang mencapai Self awareness yang kreatif mampu melihat
kebenaran secara objektif tanpa disimpangkan oleh perasaan-perasaan dan keinginan-
keinginan subjektifnya. Tahapan ini bisa diperoleh antara lain melalui aktivitas religius,
ilmiah atau dari kegiatan-kegiatan lain diluar kegiatan-kegiatan yang rutin. Melalui tahapan
ini seseorang mampu melihat hidupnya dari perspektif yang lebih luas, bisa memperoleh
inspirasi-inspirasi dan membuat peta mental yang menunjukan langkah dan tindakan yang
akan diambilnya
Lingkungan tempat kita bekerja tentu mempengaruhi motivasi masing masing individu dalam
implementasi keselamatan pasien. Misalnya lingkungan kerja membuat sistem yang dapat
meminimalisisr kebingunan atau keraguan petugas medis dalam tindakan terhadap pasien,
beban kerja yang sesuai, alih tugas yang jelas dan berbagai aspek lain yang mempengaruhi
kebutuhan individu dan motivasi dalam ikut meningkatkan keselamatan pasien.
Dalam sebuah instasi penyedia layanan kesehatan bukan hanya tenaga medis yang
punya andil dalam pelaksaanan keselamatan pasien. Namun seluruh staf juga ikut
bertanggung jawab atas keselamatan pasien. Berkaitan dengan pendidikan staf, rumah
sakit juga perlu memenuhi sejumlah kriteria yang sesuai dengan program keselamatan
pasien.
Rumah sakit diharuskan memiliki kriteria berupa program pendidikan pendidikan,
pelatihan dan orientasi bagi staf baru tentang keselamatan pasien sesuai dengan
tugasnya masing-masing. Kerakter selanjutanya yang diperlukan rumah sakit adalah
mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan in-service training.
Rumah sakit juga perlu membuat dan memberikan pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Komunikasi adalah hal yang tidak kalah penting dibanding dengan standar-standar
pencapaian program keselamatan pasien yang lain. Sebab tanpa komunikasi yang baik
ketercapaian peningkatan mutu layanan kesehatan dan keselamatan pasien mustahil
dapat terwujud.
Untuk itu diperlukan sejumlah standar bagi rumah sakit demi tercapainya komunukasi
yang efektif diantaranya adalah sebagai berikut
a.Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal-eksternal
b.Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat
c.Setiap rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan juga harus memiliki sejumlah
kriteria untuk menghasilkan komunikasi yang efektif
d.Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen
untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan
pasien
e.Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.
Komunikasi efektif merupakan sebuah proses yang sangat penting dalam menunjang
keberhasilan asuhan keperawatan. Kunci dari terciptanya hubungan yang baik antara
perawat dan klien
Sembilan solusi life saving patient safety
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat guna mencegah atau
mengurangi cedera pada pasien yang berasal dari proses pelayanan kesehatan. Sembilan
solusi ini merupakan panduan yang sangat bermanfaat guna membantu rumah sakit dalam
memperbaiki proses asuhan pasiendan guna menghindari cedera maupun kematian yang
dapat dicegah.
1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip/NORUM (look alike, asound alike/lasa)
Nama obat rupa dan ucapan mirip (NORUM) yang membingunkan staf pelaksana adalah
salah satu penyebab yang sering dalam kesalahan obat (medication error). Solusi
NORUM ditekankan pada penggunaan protocol untuk pengurangan risiko dan
memastikan terbacanya resep lebel atau pengguna perintah yang dicetak lebih dahulu
maupun pembuatan resep secara eletronik
2. Pastikan identifikasi pasien
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar
sering mengarah pada keselahan pengobatan, transfuse maupun pemeriksaan. Standarisasi
dalam metode identifikasi disemua rumah sakit dalam suatu sitem layanan kesehatan dan
berpartisipasi pasien dalam konfirmasi ini serta penggunaan protocol untuk membedakan
identifikasi pasien dengan nama yang sama.
3. Komunikasi secara benar saat serah terima pengoperan pasien Kesenjangan dalam
komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien antar unit unit pelayanan maupun atar
tim pelayan bias mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang
tidak tepat dan mengakibatkan cedera pasien. Rekomendasi ini ditunjukkan untuk
memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protocol untuk
mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis.
4. Pastikan tindakan benar pada sisi tubh yang benar
Rekomendasi ini untuk mencegah jenis jenis kekeliruan yang tergantung pada
pelaksanaan proses verivikasi pra-pembedahan, pemberian tanda pada sisi yang akan
dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur dana adanya tim yang terlibat
sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien pada sisi
yang akan dibedah.
5. Kendalikan cairan elektolit pekat (concentrated)
Sementara semua obat obatan, biologis, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko,
cairan eletrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya.
Rekomendasi ini adalah membuat standarisasi dari dosis unit ukuran dan istilah dan
pencegahan atas campur aduk dan kebingunaan membedakan cairan elektrolit pekat yang
spesifik.
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan Kesalahan medikasi
paling sering terjadi pada saat transisi/ pengalihan. Rekonsiliasi medikasi
adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada
titik titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling
lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juag disebut
sebagai ‘home medication list’, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi,
penyerahan dan atau perintah pemulangan ketika menuliskan perintah medikasi dan
komunikasi daftar tersebut kepada petugas layanan berikutnya dimana pasien akan
ditransfer atau dilepaskan.
7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang (tube)
Slang, kateter dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedimikian rupa agar
mencegah kemungkinan terjadinya KTD (kejadian tiddak diharapkan) yang bias
menyebabkan cedera pada pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah serta
memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasi ini
mengajurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail ketika sedang memberikan
medikasi, memberikan makan dan ketika menyambungkan alata kepada pasien (misalnya
menggunakan sambungan dan slang yang benar)
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai
Salaha satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran virus HIV, HBV dan HCV
yang diakibatkan oleh pemakain ulang (rause) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah
pelarangan pemakaian ulang jarum difasilitas layanan kesehatan.
9. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygine) untuk pencegahan infeksi nosocomial
Kebersihan tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang primer untuk mengihindari
maslaah ini. Rekomendasi ini adalah dengan mendorong implementasi penggunaan cairan
“alcohol based hand rubs” yang tersedia pada titik titik pelayana, tersedianya sumber air
pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebersihan tangan yang benar.
Langkah langkah penerapan patient safety dirumah sakit Tujuh langkah menuju
keselamatan pasien antara lain:
1. Langkah 1 membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien Setiap organisasi
kesehatan memiliki budaya organisasi. Budaya organisasi adalah suatu sistem terkait
dengan nilai, keyakinan, etika, adat, kebiasaan bersama dalam sebuah organisasi yang
berinteraksi
dengan struktur formal untuk mengahasilkan sebuah norma perilaku dalam organisasi
tersebut. Budaya organisasi memiliki sejumlah unsur yaitu pertama, nilai nilai atau
keyakinan (corevalue), kedua, yang berfungsi sebagai perekat organisasi, ketiga, yang
berfungsi sebagai dasar membentuk perilaku individu dalam organisasi, keempat dalam
rangka mencapai visi misi organisasi. Nilai-nilai corevalue yang dimaksud adalah
a. Melaporkan dan membahas kesalahan medis, kesalahan lain maiupun KTD tanpa
bersikap menyalahkan
b. Bekerja dalam teamwork dan saling bekerja sama demi vivi misi institusi
c. Senantiasa melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan klinis
Manajemen patient safety juga dapat menjadi solusi untuk mencegah dan
meminimalisir adanya resiko cedera medis pada pasien. Keselamatan pasien dan
kualitas pelayanan suatu lembaga penyedia layanan kesehatan adalah hal utama untuk
itulah, setiap elemen disebuah sistem lembaga hendaknya berkomitmen untuk terus
meningkatkan keunggulan penyediaan layanan kesehatan.
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) Dalam Sistem Patient Safety
Kejadian tidak diharapkan (KTD) menjadi pembahasan yang sangat sering dalam
patient safety. KTD merupakan hal utama yang hendak dijauhkan dari sebuah sistem
pelayanan kesehatan berkenaan dengan keselamatan pasien. KTD tidak lepas dari
risiko dalam dunia kesehatan, risiko diartikan sebagai ketidakpastian (uncertainty) dan
kemungkinan terjadinya kerugugian. Kerugian dalam hal ini adalah kerugian yang
berasal dari tindakan-tindakan klinis.
Upaya penerapan patient safety sangat tergantung dari pengetahuan perawat. Apabila
perawat menerapkan patient safety didasari oleh pengetahuan yang memadai, maka
perilaku patient safety oleh perawat tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).
Seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus memiliki pengetahuan
yang benar, keterampilan, dan sikap untuk menangani kompleksitas perawatan
kesehatan. Tanpa pengetahuan yang memadai, tenaga kesehatan termasuk perawat
tidak bisa menerapkan dan mempertahankan budaya keselamatan pasien (Darliana,
2016)
Perawat merupakan salah satu profesi penting dalam sebuah lembaga atau instasi
penyedia layanan kesehatan. Perawat disebut sebagai petugas medis yang paling
sering berada dirumah sakit.
Perawat juga merupakan posisididunia kesehatan yang paling sering dan kerap
bergaul dengan pasien dan keluarga pasien.
Perawat sebagai salah satu komponen utama pemberi layanan kesehatan kepada
masayarakat memiliki peran penting karena terkait langsung dengan pemberi asuhan
keparawatn kepada pasien sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Perawat
sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan yang ada dilapangan sangat menentukan
dalam uapaya pencegahan dan memutus rantai transmisi infeksi dalam rangka
memenuhi kebutuhan pasient safety.
Profesionalitas perawat dalam program keselamatan pasien sanagat dipengaruhi oleh
adanya presepsi perawat. Artinya bagaiman sikap perawat terhadap pekerjaan,
pelayanan, kualitas sikap dan penerapan pasien safety. Jika perawat memiliki presepsi
yang tepat mengenai program dan konsep keslematan pasien, maka tindakan yang
diambil juga dipastikan dengan bertujuan memberikan pelayanan secara aman,
bertanggungjawab dan lain sebagainya dengan penuh suka hati.
Penelitian (Yuswardi, 2017) menyatakan bahwa seorang perawat dalam melaksanakan
manajemen K3 harus memiliki sikap yang sesuai dengan nilai-nilai kesehatan dimana
seluruh nilai positif yang ada dalam dirinya menjadi pendorong perilaku sehat dan
menjadi upaya dalam meningkatkan kesehatan dan keselamatan selama bekerja.
Menurut penelitian (Andi Nur Azizah, 2020) menyatakan sikap positif dari seorang
perawat akan membuat perawat lebih berhati-hati dalam melakukan tindakan dan
patuh terhadap SOP yang ada sehingga tidak terjadi kesalahan, walaupun masih ada
perawat yang memiliki sikap negatif juga dapat melaksanakan keselatan pasien
dengan tidak berisiko. Sikap pada hakikatnya bukan merupakan faktor bawaan yang
tidak dapat diubah. Sikap diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan melalui
salah satu atau kombinasi dari empat sumber yang mempengaruhi sikap yaitu
pengalaman dan tanggung jawab menyelesaikan masalah, pengalaman orang lain,
keadaan fisiologis dan emosional
Faktor faktor yang mempengaruhi penerapan pasient safety
Secara garis besar yang dikatakan dengan budaya keselamatan pasien adalah
keyakinan, persepsi, perilaku dan kompetensi individu atau kelompok dalam suatu
organisasi yang mempunyai komitmen untuk bersama- sama menciptakan lingkungan
yang aman. Cahyono (2008) mengatakan menciptakan budaya pelayanan kesehatan
yang aman maka adanya tanggung jawab dari setiap petugas kesehatan untuk
menanamkan nilai-nilai budaya keselamatan pasien disebuah rumah sakit. Nilai
tersebut dapat berupa kedisiplinan, kepatuhan terhadap standar prosedur, dan protokol
yang ada, teamwork, adanya nilai kejujuran dan keterbukaan serta rasa saling
menghormati dan menghargai satu sama lain yang dijunjung tinggi oleh petugas,
dikomunikasikan dan diajarkan dari dan ke setiap petugas, menjadi aturan yang ditaati
sehingga membentuk kebiasaan dan perilaku setiap petugas dalam rumah sakit
(Yarnita, 2018).
Menurut (Pambudi, 2018) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi perawat
dalam penerapan 6 sararan keselamatan pasien adalah usia, jenis kelamin, status
pernikahan, jumlah tanggungan, lama bekerja, pengetahuan perawat, motivasi
perawat, supervisi, dan pengaruh organisasi.
Vincet (2003) menyatakan penerapan keselamatan pasien dipengaruhi oleh beberapa
faktor:
Teori Vincent yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
penerapan patient safety adalah kesadaran diri (Vincent , 2003). Kesadaran diri
seorang perawat akan mempengaruhi hubungan dengan rekan kerja dan hasil
pekerjaan itu sendiri. Kesadaran diri perlu ditingkatkan dengan pengaturan diri sendiri
melalui emotional intelegence, spiritual intelligence dan social intelligence. motivasi
diri sendiri, empati, meningkatkan sosialisasi. Penilitan (Kim & Lee, 2020)
mengukapkan kesadaran etis adalah persepsi tentang sifat etis yang melekat pada
praktik keperawatan yang memungkinkan perawat
untuk mengenali implikasi etis dari semua praktik aksi karena system
penyampaian kesehatan dan hukum berbeda di setiap negara, budaya keselamatan
pasien dan kesadaran etis perawat tentang pengungkapan mungkin berbeda.
Diberbagai hasil penelitian menunjukkan 20 responden (59%) mempunyai kesadaran
individu kurang baik dan sisanya 13 (38%) mempunyai kesadaran individu baik
dalam menerapkan patient safety, 20 (59%) mengatakan penerapan patient safety di
ruang rawat inap kurang baik dan sisanya 13 (38%) mengatakan bahwa penerapan
patient safety baik. dari hasil analisis chi square menunjukkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara kesadaran individu dengan penerapan patient safety dengan p-
value 0,003 di RSUD S.K. Lerik Kota Kupang (Limbong, 2018)
Dalam penelitian (Adhyatma et al., 2019) menyatakan bahwa Berdasarkan uji
statistik, di RSUD Haji Makassar didapatkan hasil chi square X2 = 8,953 dengan p
value = 0,005 (p<0,05). Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang bermakna/signifikan antara variabel kesadaran diri budaya
keselamatan pasien di RSUD Haji Makassar. Penelitian ini menemukan bahwa
kesadaran diri yang dimiliki oleh kepala ruangan tentang kemampuan berpikir,
merasakan serta melakukan interaksi terhadap lingkungannya sehingga tercipta
budaya keselamatan pasien.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Anwar, et al (2017) yang menyatakan
bahwa persepsi perawat terhadap fungsi pengarahan tidak semata- mata karena
pengarahan yang diberikan oleh kepala ruang, namun ada faktor- faktor lain yang
memberikan pengaruh seperti kecakapan individu perawat itu sendiri, pengalaman
kerja, dan kesadaran diri perawat terhadap peran dan tanggung jawabnya dalam upaya
keselamatan pasien. Dewi (2016) juga menyatakan ada hubungan yang signifikan
antara kepemimpinan dengan penerapan keselamatan pasien di ruang rawat inap
RSUP Dr. M Djamil Padang. Kepemimpinan kepala ruangan yang baik akan
meningkatkan penerapan keselamatan pasien oleh perawat pelaksana.
Pasient safety diukur dengan menggunakan kuesioner penerapan pasient safety yang
diadopsi dari permenkes (2011) yang mengacu pada enam sasaran keselamatan pasien
(identifikasi pasien, komunikasi efektif, keamanan obat, ketepetan lokasi, prosedur
dan pasien mengurangi resiko infeksi dan mengurangi risiko jatuh). kuesioner tersebut
digunakan (mulyatiningsih, 2013) yang memiliki 39 item pertanyaan dengan skala
likert pilihan ada 4 jawaban yaitu Tidak Pernah (TP) = 1, Jarang (J) = 2, Sering (S) =
3 dan Selalu (SL) = 4. Dimana skor total mempunyai kisaran 39 sampai dengan 156.
Maka didapatkan hasil penelitian dari penerapan pasient safety dengan kategori
kurang baik (39-98), dan baik (98-157).