Anda di halaman 1dari 15

Skala Kecerdasan Emosi Terhadap Pegawai PT Trikarya Mitra

Indonesia

Disusun oleh:

Stevina Mutiara Dewi

F.131.19.0043

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SEMARANG

SEMESTER GASAL 2019 / 2020


BAB I

IDENTIFIKASI TUJUAN UKUR

KECERDASAN EMOSI

A. Pengertian Kecerdasan Emosi


Menurut Baron (dalam Stein dan Book (2002: 157)
mengemukakan kecerdasan emosional adalah serangkaian kemampuan,
kompetensi dankecakapan non-kognitif, yang mempengaruhi
kemampuan seseorang untukberhasil mengatasi tuntutan dan tekanan
lingkungan.
Kecerdasan emosional menurut Efendi (2005: 171), adalah
kemampuan mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang
lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola
emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan
orang lain.
Menurut Semiawan (1999: 34), Kecerdasan emosi adalah
kemampuan membaca pikiran sendiri dan pikiran orang lain dan
karenanya dapat menempatkan diri dalam situasi orang lain sekaligus
dapat mengendalikan dirinya sendiri.
Rahman (2002: 157-158) yang menyebutkan bahwa
kecerdasan emosional adalah mentabilitas yang menentukan seberapa
baik manusia mampu menggunakan keterampilan-keterampilan lain
yang dimilikinya, termasuk intelektual yang belum terasah.
Robbins dan judge (2015: 70) mendefinisikan kecerdasan emosi
adalah kemampuan seseorang untuk menilai emosi dalam diri dan orang
lain, memahami makna emosi dan mengatur emosi seseorang secara
teratur.
Berdasarkan pendapat ahli di atas penulis dapat menyimpulkan
bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang unuk
mengatur, mengenali, dan menanggapi atau memahami dengan benar
emosi yang sedang dialaminya dan orang-orang di sekitarnya.

B. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi

Menurut Goleman (1998: 57) terdapat lima aspek yang berhubungan


dengan kecerdasan emosional, yaitu: percaya diri, rasa ingin tahu yang
besar, tekun dan sungguh, kendali diri, kemampuan komunikasi dan
kemampuan untuk bekerjasama.

1. Pengenalan diri
yaitu mengenali perasaan sebagaimana yang terjadi, mengetahui
apa yang kita rasakan pada suatu saat, dan menggunakannya untuk
memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur
yang realitas atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
2. Mengelola emosi dan pengendalian diri

Yaitu mengelola perasaan secara tepat, mengenali emosi kita


sedemikian sehingga berdampak positif pada pelaksanaan tugas,
peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan
sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu pulih kembali dari
tekanan emosi.

3. Memotivasi diri sendiri


Yaitu menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk
menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu
kita mengambil inisiatif dan bertindak snagat efektif, dan untuk
bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.
4. Mengenali emosi orang lain dan empati
Yaitu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu
memahami perspektif remaja, menumbuhkan hubungan saling
percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam
orang.
5. Membina hubungan atau keterampilan sosial
Yaitu menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan
orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan
sosial, berinteraksi dengan lancar, bermusyawarah dan
meyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerjasama dan bekerja
dalam tim.

Menurut Runyon dan Haber (1984: 192), menyebutkan


bahwa penyesuaian diri yang dilakukan individu memiliki lima
aspek sebagai berikut:
1. persepsi terhadap realitas, individu mengubah persepsinya
tentang kenyataan hidup dan menginterpretasikan suatu
kejadian,
sehingga mampu menentukan tujuan yang realistic,
2. kemampuan mengatasi stres dan kecemasan, mengatasi
masalah-masalah dalam hidup dan menerima kegagalan yang
dialami,
3. gambaran diri yang positif, individu mempunyai
gambaran diri yang positif baik melalui penilaian pribadi
maupun melalui penilaian orang lain, sehingga individu dapat
merasakan kenyamanan psikologis,
4. kemampuan mengekspresikan emosi dengan baik, individu
memiliki ekspresi emosi dan kontrol emosi yang baik, dan
5. hubungan interpersonal yang baik, mampu membentuk
hubungan dengan cara yang berkualitas dan bermanfaat satu
sama lain.
Menurut Salovey dan Mayer (1990: 58), mengungkapkan empat
aspek kecerdasan emosional, yaitu:

1. Persepsi
Yaitu kemampuan untuk memahami emosi diri sendiri dan dapat
mengekspresikan kebutuhan emosionalnya
2. Asimilasi
Adalah suatu kemampuan untuk membedakan antara emosi-
emosi yang berbeda, yang individu rasakan dan memilih mana di
antara emosi-emosi tersebut yang dapat mempengaruhi proses
berpikir.
3. Pemahaman
Yaitu kemampuan individu untuk memahami emosi yang
kompleks seperti perasaan bersama dari kesetiaan dan
pengkhianatan.Understanding adalah kemampuan untuk
membedakan emosi-emosi yang muncul dari persepsi,
pentingnya mengatasi respon emosi negatif, termasuk
kemampuan untuk memahami ekspresi emosional dan tingkah
laku lainnya.
4. Pengelolaan
Yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan atau tidak
menghubungkan emosi-emosi, tergantung kegunaannya pada
situasi yang dihadapi.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan


bahwa kecerdasan emosional terdiri dari beberapa aspek-aspek
antara lain persepsi, asimilasi, pemahaman, dan pengelolaan
C. Factor- Factor Kecerdasan Emosi

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional


menurut Goleman (2000: 40)
1. Lingkungan keluarga
Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam
mempelajari emosi. Peran serta orang tua sangat dibutuhkan karena
orang tua adalah subyek pertama yang perilakunya diidentifikasi,
diinternalisasi yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari
kepribadian anak. Kecerdasan emosi ini dapat diajarkan pada saat
anak masih bayi dengan contoh-contoh ekspresi. Kehidupan emosi
yang dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi anak kelak di
kemudian hari, sebagai contoh: melatih kebiasaan hidup disiplin dan
bertanggung jawab, kemampuan berempati, kepedulian, dan
sebagainya. Hal ini akan menjadikan anak menjadi lebih mudah
untuk menangani dan menenangkan diri dalam menghadapi
permasalahan, sehingga anak-anak dapat berkonsentrasi dengan baik
dan tidak memiliki banyak masalah tingkah laku seperti tingkah laku
kasar dan negatif.
2. Lingkungan non keluarga.
Dalam hal ini adalah lingkungan masyarakat dan lingkungan
penduduk.Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan
perkembangan fisik dan mental anak.Pembelajaran ini biasanya
ditunjukkan dalam aktivitas bermain anak seperti bermain peran.
Anak berperan sebagai individu di luar dirinya dengan emosi yang
menyertainya sehingga anak akan mulai belajar mengerti keadaan
orang lain. Pengembangan kecerdasan emosi dapat ditingkatkan
melalui berbagai macam bentuk pelatihan diantaranya adalah
pelatihan asertivitas, empati dan masih banyak lagi bentuk pelatihan
yang lainnya
Factor kecerdasan Menurut Hurlock (2004: 41) antara lain:
1. faktor kematangan berkaitan dengan masa kritis perkembangan,
perkembangan kelenjar endokrin penting untuk mematangkan perilaku
emosional dan kelenjar adrenalin memainkan peran utama pada emosi.
Kematangan terjadi pula pada psikis individu yang meliputi keadaan
berpikir, rasa, kemauan, dan kematangan pada psikis ini diperlukan
adanya latihan.

2. faktor belajar yang telah dicapai dapat dioptimalkan dengan pemberian


ransangan yang tepat, pengendalian pola reaksi emosi yang diinginkan
perlu diberikan kepada anak guna untuk mengganti pola emosi yang
tidak diinginkan, apabila pola reaksi emosi yang tidak diinginkan
dipelajari dan membaur dalam pola emosional akan semakin sulit
mengubahnya karena adanya pertambahan usia yang dialami sampai
individu memasuki masa remaja, pola reaksi emosional yang diberikan
pada individu akan mempengaruhi kecerdasan emosional

Menurut Le Dove (Goleman 1997: 20-32) bahwa faktor-faktor yang


mempengaruhi kecerdasan emosi antara lain:
1. Fisik.
Secara fisik bagian yang paling menentukan atau paling
berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi saraf
emosinya.Bagian otak yang digunakan untuk berfikir yaitu konteks
(kadang kadang disebut juga neo konteks). Sebagai bagian yang berada
dibagian otak yang mengurusi emosi yaitu system limbik,

2.Psikis.
Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu,
juga dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri individu.Berdasarkan
uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat
mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang yaitu secara fisik dan psikis.
Secara fisik terletak dibagian otak yaitu konteks dan sistem limbik,
secara psikis diantarnya meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan
non keluarga..

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa


faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi adalah faktor
lingkungan keluarga, faktor kematangan psikis dan fisik, dan yang
terakhir yaitu faktor belajar. Apabila semua factor ini dapat berjalan
baik dan lancer maka akan mempengaruhi kemampuan kerja atau
kemaksimalan karyawan dalam bekerja.
BAB II

BLUE PRINT

KECERDASAN EMOSI

Kecerdasan emosi merupakan kemampuan seseorang atau individu


dalam mengenali dan mengatasi emosi yang sedang di rasakan di daam dirinya
maupun orang di skitarnya. Kecerdasan emosi juga adalah kemampuan individu
dalam menstabilkan emosi yang sedang di alaminya dan juga dapat membantu
orang lain dalam menangani emosi yang sedang di alammi. Tidak hanya itu,
kecerdasan emosi juga sangat erat kaitanya dengan hubungan antara individu
degan lingkungannya, semakin individu memiliki kecerdasan emosi yang baik
semakin baik pula penanganan emosinya saat berhadapan dengan individu lain.

Untuk dapat menjelaskan hubungan antara atribut,aspek dan indicator


prilaku dalam perencanaan skala disajikan dalam bentuk tabel yang memuat
aspek prilaku dan indicator masing-masing aspek. Rancangan item skala aspek
kecerdasan emosi dapat di lihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1
Blue PrintSkala Kpercayaan Diri
Jumlah
Bobot
N Item
Aspek Indikator
o fa unfa
(%)
v v
a. mampu mengenali emosi 2 2 10%
yang sedang di hadapi
1 Pengenalan Diri
b. dapat mengambil 2 2 10%
keputusan sendiri
a. mampu menyikapi
Pengelolaan Emosi emosi yang sedang di 2 2 10%
2 dan Pengendalian hadapi dengan baik
Diri
b. mampu menangani stres 2 2 10%
dan kecemasan

a. mampu bertahan 2 2 10%


3 Motivasi Diri menghadapi kegagalan
b. mampu mengambil 2 2 10%
inisiatif
a. mampu mengolah emosi
saat berhadapan dengan 2 2 10%
hal tidak menyenangkan
4 Asimilasi
b. mampu menyelaraskan
diri dengan berbagai tipe 2 2 10%
orang
a. mampu
mengembangkan hal-hal 2 2 10%
Gambaran Diri
5 positif pada diri sendiri
Positif
b. mampu mengenali hal- 2 2 10%
hal positif yang di miliki
Total 20 20 100%

Keterangan:
Fav : Item Favourable
Unfav : Item Unfavourable
Tabel 2
Sebaran item skala kecerdasan emosi
Jumlah Bobo
N Item t
Aspek Indikator
o unfa
fav (%)
v
a. mampu mengenali
emosi yang sedang di 1,11 30,40 10%
1 Pengenalan Diri hadapi
b. dapat mengambil 21,3 2,12 10%
keputusan sendiri 1
a. mampu menyikapi
Pengelolaan Emosi emosi yang sedang di 3,13 22,32 10%
2 Dan Pengendalian hadapi dengan baik
Diri
b. mampu menangani 23,3 4,14 10%
stres dan kecemasan 3

a. mampu bertahan 5,15 24,34 10%


3 Motivasi Diri menghadapi kegagalan
b. mampu mengambil 25,3 6,16 10%
inisiatif 5
a. mampu mengolah
emosi saat berhadapan
7,17 26,36 10%
dengan hal tidak
menyenangkan
4 Asimilasi
b. mampu
menyelaraskan diri 27,3
8,18 10%
dengan berbagai tipe 7
orang
a. mampu
mengembangkan hal-
9,19 28,38 10%
hal positif pada diri
Gambaran Diri
5 sendiri
Positif
b. mampu mengenali
29,3
hal-hal positif yang di 10,20 10%
9
miliki
Total 20 20 100%

Keterangan:
Fav : Item Favourable
Unfav : Item Unfavourable
BAB III

MODEL PENSKALAAN

KECERDASAN EMOSI

SKALA SUBJEK

Torgerson mengemukakan tiga pendekatan penskalaan utama yaitu


pendekatan dengan metode berorientasi pada subjek, pendekatan dengan
metode yang beroriontasi pada stimulus dan pendekatan dengan metode yang
berorientasi pada respon. Penskalaan merupakan proses penentuan letak
stimulus atau letak kategori respon tertentu pada suatu kontinum psikologis.
(dalam Azwar, 2015: 161).

Penskalaan adalah suatu prosedur psikologis untuk penempatan atribut


atau karakteristik objek pada titik tertentu sepanjang kontinum dan
menyatakanya secara kuantitatif. Maka dapat di ketahui pula jarak antara suatu
atribut dengan atribut lainnya( dalam Azwer, 2015: 160-161)

Model penskalaan dengan metode yang berorientasi pada subjek


bertujuan meletakkan individu-individu pada suatu kontinum penilaian
sehingga kedudukan relatif individu menurut suatu atribut yang diukur dapat
diperoleh. Oleh karena itu, pendekatan ini digunakan oleh perancang skala yang
tidak begitu mempermasalahkan bagaimana cara memberikan bobot nilai
stimulus atau respon.

Model penskalaan dengan metode yang berorientasi pada stimulus


merupakan pembeda dalam penyusunan skala antara Likert & Thurstone
terletak pada perlakuan setelah item jadi. Dengan metode ini akan dihitung
berapa angka yang harus ditetapkan bagi suatu stimulus disepanjang rentang
kontimum angka yang dikehendaki. Kemudian satu model penskalaan yang
berorientasi pada respon yang menghasilkan angka bagi kategori respon
tertentu yang berjenjang dari paling negatif sampai dengan paling positif.
Model penskalaan dengan metode yang berorientasi pada respon yakni
suatu prosedur penempatan kelima pilihan jawaban termasuk pada suatu
kontinum kuantitatif sehingga titik angka pilihan jawaban tersebut menjadi nilai
atau skor yang akan diberikan pada masing-masing jawaban. Pada metode
penskalaan ini, data di peroleh oleh responden yang telah diminta untuk
memberikan responnya dalam ketegori yaitu, kategori yang dapat diskalakan
yaitu “SS” yang artinya Sangat Setuju diberi skor 4, “S” yang artinya Setuju
diberi skor 3, “TS” artinya Tidak Setuju diberi skor 2, “ STS “ artinya Sangat
Tidak Setuju diberi skor 1. Skor tes keseluruhan diperoleh dengan
menjumlahkan skor pada masing-masing stimulus. Jawaban setiap item yang
digunakan mempunyai sifat mendukung (favourable) dan sifat yang tidak
mendukung (unfavourable) kemudian diberikan skor atau penilaian dalam
setiap item yang ada.
Daftar Pusaka

Djafri,Novanty . Februari 2017.Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah .

Cv Budi Utama

Dr.Rahayu SE.Akt.,MM. Juni 2021. Kecerdasan Emosional Dalam Bekerja.


Nas Media Pustaka

Purwanto, S. A. (2018). Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kecerdasan


Spiritual Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Di Kecamatan Biduk-
Biduk). Jurnal Ekonomi dan Manajemen, 12(2), 135-
143.https://journals.umkt.ac.id/index.php/JEM/article/view/118

Ardiansyah, Y., & Sulistiyowati, L. H. (2018).Pengaruh kompetensi dan


kecerdasan emosional terhadap kinerja pegawai. Jurnal Inspirasi Bisnis dan
Manajemen, 2(1), 91-100.https://core.ac.uk/download/pdf/229999318.pdf

Akimas, H. N., & Bachri, A. A. (2017). Pengaruh Kecerdasan Intelektual (IQ),


Kecerdasan Emosional (EQ), Kecerdasan Spiritual (SQ) Terhadap Kinerja
Pegawai Inspektorat Provinsi Kalimantan Selatan. JWM (Jurnal Wawasan
Manajemen), 4(3), 259-
272.http://jwm.ulm.ac.id/id/index.php/jwm/article/view/99

Hendriani, Susi, and Raden Lestari Garnasih."Pengaruh Kecerdasan Intelektual


dan kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Guru SMAN 8
Pekanbaru." Jurnal Ekonomi 21.04
(2013).https://je.ejournal.unri.ac.id/index.php/JE/article/view/2041https://je.
ejournal.unri.ac.id/index.php/JE/article/view/2041

Udayana, J. P. (2013). Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dan Self Efficacy


dalam Pemecahan Masalah Penyesuaian Diri Remaja Awal. Jurnal
Psikologi Udayana, 1(1), 190-
202.https://ojs.unud.ac.id/index.php/psikologi/article/download/25078/16292
Anggraini, Noni. HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI REMAJA TERHADAP
SECURE ATTACHMENT DARI IBU DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL
PADA REMAJA AKHIR. Diss. Universitas Mercu Buana Yogyakarta, 2017.
http://eprints.mercubuana-yogya.ac.id/579/

Anda mungkin juga menyukai