Anda di halaman 1dari 32

9

Kecerdasan Emosional adalah kemampuan mengenali perasaan kita

sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan

kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam

hubungan dengan orang lain. (Goleman dalam Desmita, 2008: 170).

Kecerdasan Emosional adalah kemampuan seseorang untuk

mengendalikan emosi dirinya sendiri dan orang lain, membedakan satu emosi

dengan lainnya, dan menggunakan informasi tersebut untuk menuntun proses

berfikir serta perilaku seseorang. (Davies dalam Monty & Fidelis, 2003: 27).

Kecerdasan emosional mencakup kemampuan yang berbeda-beda tetapi

saling melengkapi dengan kecerdasan intelektual. Banyak orang yang cerdas

akademik (terpelajar), tetapi tidak memiliki kecerdasan emosional. Sehingga

dalam bekerja menjadi bawahan orang yang ber-IQ lebih rendah tetapi

memiliki kecerdasan emosional yang baik. Maka dari itu, kita harus memiliki

kecerdasan emosional yang sama baiknya dengan kecerdasan intelektual.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali,

mengendalikan, dan membedakan emosi dan perasaan dirinya sendiri dengan

orang lain dalam kehidupan sehari-hari.

2. Klasifikasi Kecerdasan Emosional

Daniel Goleman (1995: 58) mengklasifikasikan kecerdasan emosional

menjadi lima (5) komponen penting, yaitu:

a. Mengenali Emosi Diri (knowing oneself emotions).

Mengenali emosi diri dapat dilakukan dengan cara mengetahui apa

yang dirasakan seseorang pada suatu saat dan menggunakannya untuk


10

memandu pengambilan suatu keputusan dalam diri sendiri. Memiliki tolok

ukur yang realistis atas kemampuan dan kepercayaan diri yang kuat.

Kesadaran diri memungkinkan pikiran rasional memberikan informasi

penting untuk menghilangkan suasana hati yang tidak menyenangkan.

Pada saat yang sama kesadaran diri dapat membantu mengelola diri sendiri

dan hubungan antar personal serta menyadari emosi dan pikiran sendiri.

Semakin tinggi kesadaran diri, maka akan semakin pandai dalam

menangani perilaku negatif dalam diri sendiri.

b. Mengelola Emosi Diri (managing oneself emotions).

Mengelola emosi diri dapat dilakukan dengan cara menangani emosi

diri sendiri agar berdampak positif bagi pelaksanaan tugas. Peka terhadap

kata hati dan sanggup menunda kesenangan sebelum tercapai suatu tujuan

serta mampu menetralisir tekanan emosi. Orang yang memiliki kecerdasan

emosi adalah orang yang mampu menguasai, mengelola, dan mengarahkan

emosinya dengan baik dan benar. Pengendalian emosi tidak hanya berarti

meredam rasa tertekan atau menahan gejolak emosi, melainkan juga bisa

dengan sengaja mengahayati suatu emosi diri.

c. Memotivasi Diri (motivating oneself).

Motivasi diri sendiri dapat dilakukan dengan cara menggunakan

hasrat yang paling tinggi untuk menggerakkan dan menuntun manusia

menuju sasaran. Membantu mengambil inisiatif dan bertindak efektif serta

bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. Kunci motivasi adalah

memanfaatkan emosi sehingga dapat mendukung kesuksesan hidup

seseorang. Ini berarti bahwa antara motivasi dengan emosi emmpunyai


11

hubungan yang sangat erat. Perasaan (emosi) menentukan tindakan

seseorang, dan sebaliknya perilaku sering kali menentukan bagaimana

emosinya. Daniel Goleman menyimpulkan bahwa motivasi dan emosi

pada dasarnya memiliki kesamaan, yaitu sama-sama menggerakkan.

Motivasi menggerakkan manusia untuk meraih sasaran. Emosi menjadi

bahan bakar untuk motivasi, dan motivasi pada gilirannya akan

menggerakkan persepsi dan membentuk tindakan-tindakan.

d. Mengenali Emosi Orang lain (knowing other emotions).

Mengenali emosi orang lain dapat dilakukan dengan cara merasakan

apa yang dirasakan oleh orang lain. Mampu memahami perspektif mereka.

Menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan

orang banyak atau masyarakat. Hal ini berarti orang yang memiliki

kecerdasan emosi onal ditandai dengan kemampuannya untuk memahami

perasaan atau emosi orang lain. Emosi jarang diungkapkan melalui kata-

kata, melainkan lebih sering diungkapkan melalui pesan nonverbal (seperti

melalui suara, ekspresi wajah, gerak gerik, dan sebagainya). Kemampuan

mengindera, memahami dan membaca perasaan atau emosi orang lain

melalui pesan-pesan nonverbal ini merupakan intisari dari empati.

e. Membina Hubungan dengan Orang lain (handling relationships).

Membina hubungan dengan orang lain dapat dilakukan dengan cara

mengendalikan dan menangani emosi dengan baik. Cermat membaca

situasi dan jaringan sosial. Berinteraksi dengan lancar. Memahami dan

bertindak bijaksana dalam hubungan antar sesama manusia. Pada intinya

keterampilan sosial merupakan seni mempengaruhi orang lain.


12

3. Perkembangan Emosi pada Anak Prasekolah

Emosi sangat penting dalam kehidupan anak, sehingga kita harus dapat

mengetahui perkembangan dan pegaruh emosi terhadap penyesuaian pribadi

dan sosial anak. Sulit mempelajari emosi pada anak-anak karena informasi

tentang aspek emosi yang subyektif hanya dapat diperoleh dengan cara

introspeksi. Sedangkan anak-anak tidak dapat menggunakan cara tersebut

dengan baik karena mereka masih berusia sangat muda.

Kebanyakan perhatian ilmiah tentang emosi anak-anak dipusatkan pada

dampak emosi terhadap penyesuaian pribadi dan sosial anak-anak. Penelitian

tersebut telah membuktikan bahwa semua emosi, tidak hanya emosi yang

menyenangkan, memainkan peran penting dalam kehidupan anak dan bahwa

seriap macam emosi mempengaruhi cara penyesuaian pribadi dan sosial yang

dilakukan anak. Manfaat ataupun kerugian yang ditimbulkan bagi

penyesuaian pribadi dan sosial anak dapat bersifat fisik dan psikologis.

Bagaimana emosi mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak,

diantaranya: (a) Emosi menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari,

(b) Emosi menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan, (c) Ketegangan

emosi dapat mengganggu keterampilan motorik, (d) Emosi merupakan suatu

bentuk komunikasi, (e) Emosi dapat mengganggu aktivitas mental, (f) Emosi

merupakan sumber penilaian diri dan sosial, (g) Emosi mewarnai pandangan

anak terhadap kehidupan, (h) Emosi mempengaruhi interaksi social, (i) Emosi

memperlihatkan kesannya pada ekspresi wajah, (j) Emosi mempengaruhi

suasana psikologis, dan (k) Reaksi emosional apabila diulang-ulang akan

berkembang menjadi kebiasaan.


13

Ciri khas penampilan emosi anak (Hurlock, 1978: 216), diantaranya:

a. Emosi yang kuat

Anak kecil bereaksi dengan intensitas yang sama, baik terhadap situasi

yang remeh maupun yang serius. Anak praremaja bereaksi dengan emosi

yang kuat terhadap hal-hal yang tampaknya sepele bagi orang dewasa.

b. Emosi seringkali tampak

Anak-anak seringkali memperlihatkan emosi mereka meningkat dan

mereka menjumpai bahwa ledakan emosional seringkali mengakibatkan

hukuman, mereka belajar untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang

membangkitkan emosi.

c. Emosi bersifat sementara

Peralihan yang cepat pada anak kecil dari tertawa kemudian menangis,

atau dari marah menjadi tersenyum, atau dari cemburu menjadi rasa

sayang, merupakan akibat dari 3 faktor. Diantaranya: membersihkan

sistem yang terpendam dengan ekspresi terus terang, kekurang

sempurnaan pemahaman terhadap situasi karena ketidak matangan

intelektual dan pengalaman yang terbatas, serta rentang perhatian yang

pendek sehingga perhatian itu mudah dialihkan.

d. Reaksi mencerminkan individualitas

Semua bayi yang baru lahir pola reaksinya sama. Dengan adanya pengaruh

faktor belajar dan lingkungan, perilaku yang menyertai berbagai macam

emosi semakin diindividualisasikan. Seorang anak akan berlari keluar dari

ruangan bila mereka ketakutan, anak lainnya mungkin akan menangis, dan

akan bersembunyi di belakang kursi atau dibalik punggung seseorang.


14

e. Emosi berubah kekuatannya

Dengan meningkatnya usia anak, pada usia tertentu emosi yang sangat

kuat akan berkurang, sedangkan emosi yang tadinya lemah berubah

menjadi kuat. Variasi ini sebagian disebabkan oleh perubahan dorongan,

oleh perkembangan intelektual, dan oleh perubahan minat dan nilai.

f. Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku

Anak-anak mungkin tidak memperlihatkan reaksi emosional mereka

secara langsung, tetapi mereka merperlihatkannya secara tidak langsung

melalui kegelisahan, melamun, menangis, kesukaran berbicara, dan

tingkah laku gugup seperti menggigit kuku dan menghisap jempol tangan.

B. Kajian Teori Anak Prasekolah

1. Pengertian Anak Prasekolah

Beberapa pengertian tentang anak prasekolah, diantaranya:

Anak Prasekolah (anak usia dini) adalah anak yang berusia 4 sampai 6

tahun. (Slamet Rahardjo, 2006: 4). Sedangkan menurut Kamtini dan Husni

Wardi Tanjung (2005: 5), Anak Prasekolah (anak usia dini) adalah anak yang

belum memasuki masa pendidikan dasar.

Masa kanak-kanak merupakan masa yang peka untuk menerima

rangsangan. Rangsangan ini berguna untuk menunjang perkembangan

jasmani dan rohani anak yang akan ikut menentukan keberhasilannya dalam

mengikuti jenjang pendidikan selanjutnya. Meskipun anak-anak tumbuh dan

berkembang dengan cara yang unik, semua anak mengalami kemajuan

melalui rangkaian tahap perkembangan.


15

Masa kanak-kanak merupakan waktu yang ideal untuk mempelajari

keterampilan tertentu. Dalam hal ini Hurlock memberikan tiga alasan, yaitu

anak-anak senang mengulang-ulang sehingga mereka cepat terampil. Anak-

anak memiliki sifat pemberani, sehingga mereka terbebas dari rasa takut.

Anak-anak mudah dan cepat belajar karena tubuh mereka masih lentur

sehingga dapat dibentuk dengan baik.

2. Pendidikan Anak Prasekolah

Pendidikan anak prasekolah (pendidikan anak usia dini) merupakan

pendidikan taman kanak-kanak (TK), setelah sebelumnya merasakan

pendidikan keluarga di rumah. Pendidikan TK merupakan bentuk pendidikan

prasekolah yang menyediakan program pendidikan dini bagi sekurang-

kurangnya anak usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan sekolah dasar.

Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional pasal 28 ayat 3, menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada

jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK). TK

menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian dan

potensi diri sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Peraturan

Pemerintah RI Nomor 27 tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah,

menyatakan bahwa yang dimaksud dengan taman kanak-kanak adalah salah

satu bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan program pendidikan

dini bagi anak usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan dasar. TK

merupakan bentuk pendidikan prasekolah yang berada di luar jalur sekolah.

Kata taman pada taman kanak-kanak mengandung arti tempat yang

nyaman dan menyenangkan untuk bermain. Untuk mewujudkannya, maka


16

pengadaan guru, penataan sarana dan prasarana, dan lain-lain yang berkaitan

dengan proses kegiatan belajar (PKB) di TK harus dapat menciptakan

suasana yang nyaman dan menyenangkan untuk pertumbuhan dan

perkembangan anak. Dalam aktivitas belajar, anak TK dikelompokkan

berdasarkan usianya. Yaitu kelompok A bagi anak usia 4-5 tahun, dan

kelompok B untuk anak usia 5-6 tahun. Lama pendidikan di TK adalah satu

atau dua tahun, dan tidak ada istilah naik atau tinggal kelas.

Pendidikan TK bertujuan untuk membantu meletakkan dasar ke arah

perkembangan sikap, perilaku, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta

yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan

lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan. TK memiliki

sistem yang jelas, terprogram, baik dari segi kurikulum, ketenagaan, anak

didik, sarana prasarana, manajemen, dan sistem pembinaan, serta susunan

organisasi dan tata kerja TK. (Kamtini dan Husni Wardi Tanjung, 2005: 25)

3. Pengembangan Anak Prasekolah

Pengembangan anak prasekolah sangat penting, karena terkait dengan

tujuan TK itu sendiri, yaitu membantu meletakkan dasar ke arah

perkembangna keterampilan. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru harus

memberikan kegiatan-kegiatan untuk mencapai kemampuan dan

keterampilan bagi anak didik.

Masa kanak-kanak merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama

dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial, emosional,

konsep diri, disiplin, seni, serta moral dan nilai-nilai agama. Karena itu

dibutuhkan kondisi dan simulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar
17

pertumbuhan dan perkembangan anat tercapai secara optimal. Pendidikan

yang berorientasi pada perkembangan ini memungkinkan seorang guru

(pendidik) untuk merencanakan berbagai pengalaman yang dapat

menumbuhkan minat anak, merangsang keingintahuan mereka , melibatkan

mereka baik secara emosional maupun intelektual, dan membuka daya

imajinasi mereka. Dengan perkataan lain membuka kesempatan bagi anak

untuk merespon guru baik secara verbal (dengan menggunakan bahasa)

maupun non verbal (melalui gambar, lukisan, gerak, maupun bahasa tubuh).

Prinsip lain dari pendidikan di TK yang berorientasi pada

perkembangan adalah sebanyak mungkin melibatkan anak dalam kegiatan

meneliti, menguji, memanipulasi, dan bereksperimen dengan berbagai macam

benda yang menarik bagi anak seusia mereka. Melakukan berbagai percobaan

dengan benda-benda yang kongkrit adalah kegiaan yang paling disukai oleh

anak. Kegiatan ini dapat mengembangkan berbagai konsep. Pembentukan

konsep akan menumbuhkan kemampuan untuk memecahkan masalah, yaitu

kemampuan kognitif yang harus dimiliki seseorang dalam menghadapi

tantangan. Jika anak dibiasakan untuk mengungkapkan pengalamannya,

berarti telah mengembangkan pola pemikiran anak sejak dini.

Aspek-aspek kepribadian anak yang dikembangkan, diantaranya:

a. Apek Bahasa

Bahasa dikembangkan melalui penggunaan kata dan kalimat sebagai

bentuk menangkap pengertian atau mengungkapkan pemikiran dan bekal

untuk berkomunikasi, berpikir secara logis, sistematis, dan analisis. Anak

juga diarahkan pada penghayatan bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia.


18

b. Aspek Kecerdasan

Anak TK berada dalam fase berpikir konkrit. Anak akan berbicara sesuai

yang dilihat dan diingatnya. Itulah sebabnya dalam proses belajar

mengajar di TK banyak menggunakan alat peraga, yang sangat membantu

perkembangan kecerdasan anak. Anak-anak belajar dari hal-hal yang

dilihat, didengar, dirasakan, disentuh, dibaui, dan yang dilakukannya.

c. Aspek Motorik

Motorik anak TK belum sempurna. Dalam kegiatan TK diusahakan agar

perkembangan motorik anak dapat berkembang dengan wajar. Diupayakan

agar terjadi keseimbangan antara apa yang diinginkan dan dipikirkan

dengan apa yang dilakukannya.

d. Aspek Sosial

Anak TK perlu dikembangkan perilaku sosialnya. Dapat dilakukan

dengan cara memberi pengalaman, latihan, dan kegiatan yang sesuai

dengan usia mereka. Pengembangan perilaku sosial tersebut mula-mula

terbatas pada keluarga. Makin bertambah usia anak, makin luas pula

lingkungan hidupnya.

e. Aspek Emosi

Pada anak, emosi tumbuh dari perasaan yang kuat dan tidak terkendali

oleh akal. Agar anak dapat mengendalikan perasaannya, guru harus

memberi bantuan dengan cara melatih kerja sama, saling memberi dan

menerima, dan tolong menolong.

Pengembangan kemampuan dasar dipersiapkan oleh guru untuk

mencapai kemampuan tertentu sesuai dengan tahap perkembangan anak.


19

Adapun masing-masing pengembangan kemampuan dasar diantaranya:

a. Daya Cipta: Bertujuan untuk membuat anak menjadi kreatif, fleksibel, dan

orisinil dalam bertutur kata, berpikir, berolah tangan, dan berolah tubuh

sebagai latihan motorik halus dan motorik kasar.

b. Bahasa: Bertujuan agar anak didik mampu berkomunikasi secara aktif dan

optimal dengan lingkungan.

c. Daya Pikir: Bertujuan agar anak didik mampu menghubungkan

kemampuan yang sudah diketahui dengan pengetahuan yang baru.

d. Keterampilan: Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan motorik

halus anak didik dalam berolah tangan.

e. Jasmani: Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan motorik kasar

anak didik dalam berolah tubuh untuk pertumbuhan dan kesehatannya.

C. Kajian Teori Bermain

1. Pengertian Bermain

Bermain (play) merupakan istilah yang digunakan secara bebas

sehingga arti utamanya mungkin hilang. Arti yang paling tepat, bermain

adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang

ditimbulkannya tanpa mempertimbangkan hasil akhir, yang dilakukan secara

sukarela dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar kewajiban. Piaget

menjelaskan bahwa “bermain terdiri atas tanggapan yang diulang sekedar

untuk kesenangan fungsional”. Menurut Bettelheim kegiatan bermain adalah

“kegiatan yang tidak mempunyai peraturan lain kecuali yang ditetapkan

sendiri dan hasilnya dimaksudkan dalam realitas luar”. (Hurlock, 1981: 320).
20

Bermain adalah suatu kegiatan atau tingkah laku yang dilakukan anak

secara sendirian atau berkelompok dengan menggunakan alat atau tidak untuk

mencapai tujuan tertentu. (Soegeng Santoso dalam Kamtini dan Husni Wardi

Tanjung, 2005: 47).

2. Tahapan Perkembangan Bermain

a. Mildred Parten (1932)

Menyoroti kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi dan ia

mengamati ada 6 bentuk interaksi antar anak yang terjadi saat mereka

bermain. Pada keenam bentuk kegiatan bermain tersebut terlihat adanya

peningkatan kadar interaksi sosial, mulai dari kegiatan bermain sendiri

sampai bermain bersama. Tahapan perkembangan sosial anak adalah

sebagai berikut:

- Unoccupied Play

Unoccupied play menempatkan anak-anak hanya untuk mengamati

kejadian disekitarnya yang menarik dan menyenangkan. Anak tidak benar-

benar terlibat dalam kegiatan bermain langsung. Bila tidak ada hal yang

menarik dan menyenangkan, anak-anak akan menyibukkan diri dengan

melakukan berbagai hal seperti memainkan anggota tubuhnya. Mengikuti

orang lain, berkeliling atau naik turun kursi tanpa tujuan yang jelas.

- Bermain Sendiri (Solitary Play)

Solitary play biasanya tampak pada anak yang berusia sangat muda.

Anak sibuk bermain sendiri, dan tampak tidak memperhatikan kehadiran

anak-anak lain di sekitarnya. Perilakunya yang bersifat egosentris dengan

ciri antara lain tidak ada usaha untuk berinteraksi dengan anak lain,
21

mencerminkan sikap memusatkan perhatian pada diri sendiri dan

kegiatannya sendiri. Anak lain baru dirasakan kehadirannya apabila anak

tersebut mengambil alat permainannya.

- Pengamat (Onlooker Play)

Onlooker play yaitu kegiatan bermain dengan mengamati anak-anak

lain yang melakukan kegiatan bermain, dan tampak ada minat yang

semakin besar terhadap kegiatan anak lain yang diamatinya. Jenis kegiatan

ini pada umumnya tampak pada anak yang berusia 2 tahun. Dapat juga

tampak pada anak yang belum kenal dengan anak lain di suatu lingkungan

baru. Ketiga bermain ini oleh Berk (1994) dikategorikan sebagai

Nonsocial Play, karena minimnya faktor interaksi yang terjadi dalam

ketiga jenis kegiatan bermain tersebut.

- Bermain Paralel (Parallel Play)

Paralel play tampak pada saat 2 anak atau lebih bermain dengan

jenis alat permainan yang sama dan melakukan gerakan atau kegiatan yang

sama, tetapi bila diperhatikan tampak bahwa sebenarnya tidak ada

interaksi diantara mereka. Mereka melakukan kegiatan yang sama, secara

sendiri-sendiri pada saat yang bersamaan. Bentuk kegiatan ini tampak pada

anak-anak yang sedang bermain mobil-mobilan, membuat bangunan dari

alat permainan lego atau balok-balok menurut kreasi masing-masing,

bermain sepeda atau sepatu roda tanpa berinteraksi.

- Bermain Asosiatif (Asosiative Play)

Asosiative play ditandai dengan adanya interaksi antar anak yang

bermain, saling tukar alat permainan, akan tetapi bila diamati akan tampak
22

bahwa masing-masing anak sebenarnya tidak terlibat dalam kerja sama.

Misalnya anak yang sedang menggambar, mereka saling member

komentar terhadap gambar masing-masing, berbagi pensil warna, ada

interaksi diantara mereka, namun sebenarnya kegiatan menggambar itu

melakukan sendiri-sendiri. Kegiatan bermain ini biasa terlihat pada anak

usia prasekolah. Kemampuan anak untuk dapat melakukan kerja sama

dalam bermain bersama, tumbuhnya tergantung pada kesempatan yang

dimilikinya untuk banyak bergaul dengan anak lain.

- Bermain Bersama (Cooperative Play)

Cooperative play ditandai dengan adanya kerja sama atau pembagian

tugas dan pembagian peran antar anak-anak yang terlibat dalam permainan

untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Kegiatan bermain ini umumnya

sudah tampak pada anak berusia 5 tahun.

Jenis kegiatan bermain tersebut diatas, menurut Mildred Parten

(1932) tampil berurutan dan menunjukkan perkembangan kegiatan

bermain pada anak. Beberapa penelitian menunjukkan perkembangan dan

perubahan jenis kegiatan bermain sosial (menurut Parten) pada usia 3

sampai 5 tahun adalah sebagai berikut:

No. Jenis Kegiatan Bermain Usia 3 – 4 thn Usia 4 – 5 thn


1 Nonsocial Activity 41% 34%
Unoccupied Play, Onlooker Play 19% 14%
Solitary Play 22% 20%
2 Parallel Play 22% 23%
3 Cooperative Play 37% 43%

(Mayke S. Tedjasaputra, 2001: 24)

b. Jean Piaget (1962)


23

Sejalan dengan berjalannya kognitif anak, Jean Piaget

mengemukakan tahapan perkembangan bermain sebagai berikut:

- Sensory Motor Play ( ± ¾ bulan – ½ tahun)

Bermain dimulai pada periode perkembangan kognitif sensorik

motor sebelum usia 3 – 4 bulan, gerakan atau kegiatan anak belum dapat

dikategorikan sebagai bermain. Piaget menamakan dengan reproductive

assimilation. Kegiatan tersebut merupakan cikal bakal dari kegiatan

bermain pada tahap perkembangan selanjutnya.

Sejak usia 3 – 4 bulan, kegiatan anak lebih terkoordinasi dan dari

pengalamannya anak belajar bahwa dengan menarik mainan yang

tergantung diatas tempat tidurnya, maka mainan tersebut akan bergerak

dan berbunyi. Kegiatan ini diulangi berkali-kali dan menimbulkan rasa

senang. Pada usia 7 – 11 bulan kegiatan yang dilakukan anak bukan

berupa pengulangan, namun sudah disertai dengan variasi.

- Symbolic atau Make Believe Play (± 2 – 7 tahun)

Symbolic atau Make Believe Play merupakan ciri periode pra

operasional yang terjadi antara usia 2 – 7 tahun yang ditandai dengan

bermain khayal dan pura-pura. Anak lebih banyak bertanya dan menjawab

pertanyaan, mencoba berbagai hal berkaitan dengan konsep angka, ruang,

dan kuantitas. Menggunakan berbagai benda sebagai simbol atau

representasi benda lain. Bermain simbolik juga berfungsi untuk

mengasimilasikan dan mengkonsolidasikan (menggabungkan) pengalaman

emosional anak.

- Social Play Games with Rules (± 8 – 11 tahun)


24

Penggunaan simbol lebih banyak diwarnai oleh nalar dan logika yang

bersifat obyektif. Sejak usia 8–11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam

kegiatan games with rules. Kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh

aturan permainan yang dibakukan.

- Games with Rules and Sports (11 tahun keatas)

Kegiatan bermain yang memiliki aturan adalah olah raga. Kegiatan

bermain ini menyenangkan dan dinikmati anak-anak, meskipun aturannya

jauh lebih ketat dibandingkan dengan permainan yang tergolong games

kartu atau bola kasti. Anak senang melakukannya berulang-ulang dan

terpacu untuk mencapai prestasi yang sebaik-baiknya.

Bila kita kaji tahap perkembangan bermain yang ditemukan oleh

Piaget, maka akan terlihat bahwa bermain yang tadinya dilakukan sekedar

demi kesenangan maka lambat laun akan mengalami pergeseran. Bukan

hanya rasa senang saja yang menjadi tujuan, tetapi ada suatu hasil tertentu

seperti ingin menang dan memperoleh hasil yang terbaik.

c. Hurlock (1981)

Hurlock mengemukakan bahwa perkembangan bermain terjadi

melalui tahapan sebagai berikut:

- Exploratory Stage (Tahap Penjelajahan)

Ciri khasnya adalah berupa kegiatan mengenai obyek atau orang lain,

mencoba meraih dan mengamati benda disekelilingnya. Penjelajahan

semakin luas, saat anak sudah dapat merangkak dan berjalan, sehingga

anak akan mengamati setiap benda yang dapat diraihnya.

- Toy Stage (Tahap Mainan)


25

Tahap ini mencapai puncaknya pada usia 5 – 6 tahun. Antara usia 2 –

3 tahun, anak biasanya hanya mengamati alat permainannya. Mereka pikir

benda mainannya dapat makan, berbicara, merasa sakit, dan sebagainya.

Anak-anak di TK biasa bermain dengan boneka dan mengajaknya

bercakap atau bermain seperti layaknya teman bermainnya. Selain itu pada

masa ini anak sangat suka meminta dibelikan mainan, kadang-kadang

mereka hanya sekedar meminta saja tanpa memperdulikan kegunaannya.

- Play Stage (Tahap Bermain)

Biasanya terjadi bersamaan dengan mulai masuknya anak ke sekolah

dasar. Pada masa ini jenis permainan anak semakin bertambah banyak,

karena itu tahap ini dinamakan tahap bermain. Anak bermain dengan alat

permainan, yang lama kelamaan berkembang menjadi games, olah raga,

dan bentuk permainan lain yang juga dilakukan oleh orang dewasa.

- Daydream Stage (Tahap Melamun)

Tahap ini diawali saat anak mendekati masa pubertas. Saat ini anak

sudah mulai kurang berminat terhadap kegiatan bermain yang tadinya

mereka sukai dan mulai banyak menghabiskan waktunya untuk melamun

atau berkhayal. Biasanya lamunan atau khayalannya mengenai perlakuan

kurang adil dari orang lain atau merasa tidak dipahami oleh orang lain.

d. Rubin, Fein & Vandenberg (1983) dan Smilansky (1968)

Dalam Berk (1994), Rubin, Fein, Vandenberg, dan Smilansky

mengemukakan bahwa tahapan perkembangan bermain kognitif adalah:

- Functional Play (Bermain Fungsional)

- Constructive Play (Bermain Membangun)


26

- Make Believe Play (Bermain Pura-pura)

- Games with Rules (Bermain dengan Peraturan)

3. Fungsi dan Manfaat Bermain

a. Fungsi Bermain

Pada saat sekarang ini anak terus-menerus menerima pengalaman

yang sangat menekan dalam hidupnya. Bermain menjadi semakin penting

dengan kondisi seperti tersebut. Bermain mampu meningkatkan afiliasi

anak sebayanya, meredakan ketegangan, meningkatkan kemampuan

kognitif, meningkatkan eksplorasi anak akan perilaku tertentu. Semuanya

ini akan sangat berguna untuk kehidupan anak pada usia selanjutnya.

(Santrock dalam Kamtini dan Husni Wardi Tanjung, 2005: 53).

Bermain sangat berguna sebagai salah satu bentuk penyesuaian diri,

membantu anak menguasai kecemasan, dan konflik-konfliknya. Permainan

mampu meredakan ketegangan sehingga anak dapat melakukan

penyesuaian diri dengan permasalahan hidupnya. Bermain memungkinkan

anak menyalurkan energi fisiknya dan meredakan ketegangannya. (Freud

dan Erikson dalam Kamtini dan Husni Wardi Tanjung, 2005: 53).

Bermain sebagai salah satu media yang mampu meningkatkan

perkembangan kognitif anak. Bermain memungkinkan anak melatih

kompetensinya, dan memungkinkan untuk menguasai keterampilan baru

dengan cara yang menyenangkan. Piaget percaya bahwa struktur kognitif

perlu diasah, dan bermain merupakan sarana yang sempurna untuk itu.

(Piaget dalam Kamtini dan Husni Wardi Tanjung, 2005: 54).


27

Beberapa nilai yang terkandung dalam bermain yang berfungsi bagi

perkembangan anak, diantaranya:

1. Nilai Fisik dan Kesehatan. Melalui bermain anak dapat melatih

mengembangkan otot-ototnya dan bagian tubuh lainnya.

2. Nilai Pendidikan. Berbagai konsep (bentuk, warna, ukuran, jumlah) dan

problem solving dapat diperoleh anak melalui bermain.

3. Nilai Kreatif. Anak dapat mencoba berbagai kemampuannya.

4. Nilai Sosial. Sikap kerjasama, menghargai, sportivitas, dan disiplin

dapat dipupuk malalui bermain.

5. Nilai Moral. Anak akan mengembangkan moral, karena anak belajar

untuk jujur, menerima kekalahan, dan menjadi pemimpin yang baik.

6. Nilai Pengenalan Diri. Anak berkesempatan mengenali kelebihan dan

kelemahan dirinya melalui kegiatan bermain.

b. Manfaat Bermain

Dari penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan, diperoleh

kesimpulan bahwa bermain mempunyai manfaat yang sangat besar bagi

perkembangan anak. Bermain merupakan pengalaman belajar yang sangat

berguna untuk anak. Misalnya, memperoleh pengalaman dalam membina

hubungan dengan sesama teman, menambah perbendaharaan kata,

menyalurkan perasaan, dan masih banyak lagi manfaat dari bermain.

Dengan mengetahui manfaat bermain, diharapkan dapat

memunculkan gagasan-gagasan untuk dapat mengembangkan bermacam-

macam aspek perkembangan anak, yaitu aspek fisik, motorik, sosial,

emosi, kognisi, kepribadian, ketajaman penginderaan, dan keterampilan.


28

Manfaat bermain bagi anak sebenarnya sangat banyak sekali. Secara

umum manfaat bermain bagi anak meliputi:

1. Fisik dan Motorik: Anak akan terlatih motorik kasar dan halusnya.

Dengan bergerak, anak akan memiliki otot-otot tubuh yang terbentuk

secara baik dan lebih sehat secara fisik.

2. Sosial dan Emosional: Anak merasa senang karena ada teman bermain.

Orang tua merupakan teman bermain yang utama bagi anak. Ini

membuat anak merasa disayang dan terbentuk kelekatan dengan orang

tua. Anak juga belajar komunikasi dua arah dengan orang tua.

3. Kognisi: Anak belajar mengenal atau mempunyai pengalaman kasar,

halus, rasa asam, manis, pahit, dan asin. Anak juga belajar

perbendaharaan kata, bahasa, dan berkomunikasi timbal balik.

(Mayke S. Tedjasaputra, 2001: 38) juga menjelaskan secara detail

tentang manfaat bermain, diantaranya:

1. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek Fisik.

Bila anak mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan yang

banyak melibatkan gerakan tubuh, akan membuat tubuh anak menjadi

sehat. Otot-otot tubuh akan tumbuh dan menjadi kuat. Selain itu

anggota tubuh akan mendapat kesempatan untuk digerakkan. Anak juga

dapat menyalurkan tenaga (energi) yang berlebihan.

Hal ini dapat diamati terutama pada anak prasekolah yang

memang pada umumnya aktif, banyak bergerak, dan rentang

perhatiannya masih terbatas. Guru perlu bersikap bijaksana untuk tidak

menuntut anak terlalu lama duduk diam melakukan tugas tertentu.


29

Sebaiknya guru secara kreatif merancang variasi kegiatan di dalam

maupun di luar kelas yang tidak membosankan bagi anak.

2. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek Motorik kasar dan halus.

Saat dilahirkan, seorang bayi tidak berdaya karena ia belum

mampu menggunakan anggota tubuh untuk dimanfaatkan bagi

kepentingan dirinya. Bayi yang baru lahir hanya dapat menangis sambil

menggerak-gerakkan tangan dan kakinya.

Pada usia sekitar 3 bulan, ia mulai belajar meraih mainan yang ada

di tempat tidurnya. Dan untuk dapat meraihnya, ia perlu belajar

mengkoordinasikan (menyelaraskan) gerakan mata dengan tangan.

Awalnya belum berhasil dilakukan, tetapi lama kelamaan ia dapat

meraihnya, dan pada akirnya dapat menggenggam mainan tersebut.

Pada usia sekitar 1 tahun, anak senang memainkan pensil untuk

membuat coretan-coretan. Secara tidak langsung ia sedang belajar

melakukan gerakan motorik halus yang diperlukan dalam menulis. Pada

usia sekitar 2 tahun, anak sudah dapat membuat coretan benang kusut.

Dan usia sekitar 3 tahun, berhasil membuat garis lengkung. Usia sekitar

4 – 5 tahun mulai belajar menggambar bentuk-bentuk tertentu yang

biasanya merupakan gabungan dari bentuk geometrik. Misalnya gambar

rumah, orang, mobil, dan sebagainya.

3. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek Sosial.

Dengan meningkatnya usia, anak perlu belajar berpisah dengan

pengasuh atau ibunya. Ia butuh diyakinkan bahwa perpisahan itu hanya

berlangsung sesaat saja. Misalnya saja melalui permainan “Ciluk Ba”


30

dan “Petak Umpet”, ia akan memperoleh pengalaman tersebut. Dengan

teman sepermainan yang sebaya, anak akan belajar berbagai hak milik,

menggunakan mainan secara bergilir, melakukan kegiatan bersama,

mempertahankan hubungan yang sudah terbina, mencari cara

pemecahan masalah yang dihadapi dengan teman. Misalnya, bagaimana

membuat aturan permainan sehingga pertengkaran dapat dihindari.

Anak juga belajar berkomunikasi dengan sesama teman baik dalam hal

mengemukakan isi pikiran dan perasaannya maupun memahami apa

yang diucapkan oleh teman tersebut.

Dari sini anak akan belajar tentang sistem nilai, kebiasaan-

kebiasaan dan standar moral yang dianut oleh masyarakat. Anak juga

belajar bagaimana berlaku sebagai orang tua (ayah/ibu), guru,

pembantu, dokter, dan lainnya. Anak belajar tentang peran dan tingkah

laku apa yang diharapkan dari seorang anak perempuan atau laki-laki.

4. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek Emosi (kepribadian).

Bagi anak, bermain adalah suatu kebutuhan yang sudah ada

dengan sendirinya (inhernt), dan sudah terberi secara alamiah. Dapat

dikatakan tidak ada anak yang tidak suka bermain. Melalui bermain,

seorang anak dapat melepaskan ketegangan yang dialaminya. Sekaligus

anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan

yang muncul dari dalam dirinya. Setidaknya akan membuat anak lega

dan rileks.

Dari kegiatan bermain dengan teman, anak akan mempunyai

penilaian terhadap dirinya tentang kelebihan yang ia miliki sehingga


31

dapat membantu pembentukan konsep diri yang positif, mempunyai

rasa percaya diri dan harga diri. Anak belajar bagaimana harus bersikap

dan bertingkah laku agar dapat bekerja sama dengan teman-teman,

bersikap jujur, kesatria, murah hati, tulus dan sebagainya.

5. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek Kognisi.

Aspek Kognisi dapat diartikan sebagai pengetahuan yang luas,

daya nalar, kreativitas (daya cipta), kemampuan berbahasa, serta daya

ingat. Banyak konsep dasar yang dipelajari atau diperoleh anak

prasekolah melalui bermain. Perlu diingat bahwa pada usia prasekolah

anak diharapkan menguasai berbagai konsep seperti warna, ukuran,

bentuk, arah, besaran sebagai landasan untuk belajar menulis, bahasa,

matematika, dan ilmu pengetahuan lain.

Anak bisa belajar berbagai hal melalui cerita yang ia dengar,

buku-buku yang ia baca, menonton televisi, menjelajah lingkungan

sekitarnya, sehingga hal-hal yang tidak didapat di rumah maupun di

sekolah bisa dipenuhi dengan pengalaman yang anak peroleh dari

lingkungan lain. Kreativitas (daya cipta) dapat dikembangkan melalui

percobaan serta pengalaman yang anak peroleh selama bermain.

6. Manfaat bermain untuk mengasah ketajaman Penginderaan.

Penginderaan menyangkut penglihatan, pendengaran, penciuman,

pengecapan, dan perabaan. Kelima aspek penginderaan ini perlu diasah

agar anak menjadi lebih tanggap dan peka terhadap hal-hal yang

berlangsung di lingkungan sekitarnya. Menjadikan anak yang aktif,

kritis, dan kreatif.


32

Pada anak prasekolah, ketajaman dan kepekaan penglihatan dan

pendengaran sangat perlu untuk dikembangkan karena akan membantu

anak agar lebih mudah belajar mengenal dan mengingat bentuk-bentuk

dan kata-kata tertentu yang akhirnya memudahkan anak untuk belajar

membaca dan menulis di kemudian hari. Anak juga dapat mengamati

berbagai bentuk, ukuran, warna, besaran, dan lainnya.

7. Manfaat bermain untuk Keterampilan Olahraga dan Menari.

Bila seorang anak tubuhnya sehat, kuat, cekatan melakukan

gerakan-gerakan baik berlari, meniti, bergelantungan, melompat,

menendang, melempar, serta menangkap bola, maka anak akan lebih

siap menekuni bidang olah raga tertentu pada usia yang lebih besar.

Apabila anak terampil melakukan kegiatan-kegiatan tersebut, ia

akan lebih percaya diri dan merasa mampu melakukan gerakan-gerakan

yang lebih sulit. Demikian pula dengan kegiatan menari. Untuk menari,

diperlukan gerakan-gerakan tubuh yang cekatan, lentur, tidak canggung,

yakin pada apa yang dilakukan sehingga anak bisa menari tanpa merasa

takut atau khawatir. Anak menyukai dan senang pada kegiatan tersebut

yang nantinya dapat dikembangkan sesuai dengan minat dan bakatnya.

4. Macam-macam Kegiatan Bermain

Menurut Hurlock, kegiatan bermain berdasarkan jenisnya terdiri atas

bermain aktif dan bermain pasif. Secara umum bermain aktif banyak

dilakukan pada masa kanak-kanak awal. Sedangkan bermain pasif lebih

mendominasi kegiatan pada akhir masa kanak-kanak, yaitu sekitar usia

praremaja karena adanya perubahan fisik, emosi, minat, dan sebagainya. Tapi
33

tidak berarti bahwa kegiatan bermain aktif akan menghilang dan digantikan

oleh kegiatan bermain pasif, sebab kedua jenis kegiatan bermain ini akan

selalu ada bersama. Hanya saja penekanannya yang berbeda.

a. Kegiatan Bermain Aktif

Kegiatan bermain aktif adalah kegiatan yang memberikan

kesenangan dan kepuasan pada anak melalui aktivitas yang mereka

lakukan sendiri. Kegiatan bermain aktif juga dapat diartikan sebagai

kegiatan yang melibatkan banyak aktivitas tubuh atau gerakan-gerakan

tubuh. Seberapa anak sering melakukan kegiatan bermain jenis ini dan apa

saja ragam permainan yang mereka lakukan. Sangat bervariasi dan

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: kesehatan, penerimaan sosial dari

kelompok teman bermain, tingkat kecerdasan anak, jenis kelamin, alat

permainan, dan lingkungan tempat dibesarkan.

Macam-macam kegiatan bermain aktif diantaranya: bermain bebas

dan spontan, bermain konstruktif, bermain khayal (peran), mengumpulkan

benda, melakukan penjelajahan (eksplorasi), olah raga, dan musik.

b. Kegiatan Bermain Pasif

Kegiatan bermain pasif (hiburan) adalah kegiatan yang memberikan

kesenangan dan kepuasan pada anak melalui aktivitas yang tidak

dilakukan sendiri dan juga tidak banyak melibatkan aktivitas fisik. Jenis

bermain pasif banyak digemari oleh anak-anak yang memasuki usia

remaja.

Beberapa sumbangan yang diperoleh dari bermain pasif diantaranya:

(1) Sebagai sumber pengetahuan dan wawasan, (2) Menambah


34

perbendaharaan kata, (3) Membantu menyesuaikan diri terhadap

lingkungan, (4) Menangani masalah emosional yang dialaminya, (5)

Penyaluran kebutuhan dan keinginan anak yang tidak mungkin

diwujudkan dalam kehidupan nyata, (6) Anak dapat belajar bagaimana

mematuhi aturan-aturan, (7) Belajar untuk memusatkan perhatian terhadap

apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan, (8) Menghasilkan ilham untuk

berkreasi dan berinovasi, (9) Belajar berbagai peran yang dipikul oleh

orang, (10) Membantu perkembangan kepribadian yang baik dan sehat.

Macam-macam kegiatan bermain aktif diantaranya: membaca buku,

majalah, menonton film, mendengarkan radio, dan musik.

5. Jenis Alat Permainan bagi Anak

Alat permainan selain dapat dibeli dari took-toko mainan, juga dapat

digali dan dikumpulkan dari sekeliling kita. Begitu banyak orang yang kurang

memahami karena tidak pernah mengetahui caranya dan membutuhkan daya

kreativitas untuk menggunakan benda-benda yang ada disekeliling kita

dengan seefisien mungkin.

Pengelompokan alat permainan ini tergantung dari sudut pandang dan

cara kita melihatnya. Apakah dari kegunaannya, tempat asal, segi

perkembangan yang akan dipantau maupun dampak aspek sosial yang

terkandung dalam pemakaian alat permainan tersebut. Dalam menggunakan

alat permainan, melakukan kegiatan, tempat kegiatan, ada pedoman yang

harus kita teliti terlebih dahulu. Seperti: seberapa banyak pengetahuan anak

mengenai kegiatan tertentu, peralatan yang digunakan maupun hal lainnya.


35

Ini merupakan titik mula yang menentukan perencanaan guru tentang

kegiatan dan penggunaan alat permainan oleh anak sehingga bermanfaat.

a. Alat Permainan dari Lingkungan Anak

Dilihat dari tempat asal pengadaan alat permainan tersebut, kita

dapat mengambilnya dari lingkungan alam sekitar anak. Apakah

lingkungannya di pedesaan atau di perkotaan. Dan kita juga melihat

seberapa jauh dan seberapa banyak alat yang mungkin kita dapatkan.

Di pedesaan, lingkungan alam penuh dengan alat permainan yang

dapat kita temukan, misalnya: biji-bijian, batu-batuan, bambu, pelepah

pisang, dedaunan, tempurung kelapa, jerami padi, lidi dan daun kelapa,

kulit kerang, serta bahan mainan yang terbuat dari tanah liat.

Di perkotaan, banyak terdapat tempat yang menjual berbagai macam

barang kebutuhan, misalnya: toko bahan bangunan, kelontong, pasar,

supermarket, dan lainnya. Contoh alat permainan yang dapat ditemukan

diantaranya: karet gelang, penggaris, pensil, piring dan gelas plastik, alat

pertukangan plastik, dan sebagainya.

Selain barang-barang dari tempat-tempat tersebut di atas, ada bahan-

bahan yang biasa diperoleh dari lingkungan alam, seperti: air, tanah, pasir,

pepohonan, tanaman, hasil pantai, pegunungan, tambang, dan sebagainya.

b. Alat Permainan Edukatif

Alat permaian edukatif adalah alat permainan yang dirancang secara

khusus untuk kepentingan pendidikan dan mempunyai ciri-ciri: (1) Dapat

digunakan dalam berbagai cara, tujuan, dan bentuk. (2) Untuk

mengembangkan aspek perkembangan kecerdasan serta motorik anak, (3)


36

Memperhatikan keamanan dari segi bentuk maupun penggunaannya, (4)

Membuat anak terlibat secara aktif, (5) Bersifat konstruktif.

Setiap alat permainan edukatif dapat difungsikan secara multi fungsi.

Tidak jarang satu alat dapat meningkatkan lebih dari satu aspek

perkembangan. Sebagian alat permainan edukatif dikenal sebagai alat

manipulatif. Manipulatif berarti menggunakan secara terampil, dapat

diperlakukan menurut kehendak dan pemikiran serta imajinasi anak.

Alat permainan edukatif selalu dirancang dengan pemikiran yang

matang, Biasanya ukuran, bentuk, dan warnanya dibuat dengan rancangan

tertentu, sehingga bila anak salah mengerjakan dia pulalah yang segera

menyadari dan membetulkannya.

Macam-macam alat permainan edukatif diantaranya:

1. Alat permainan edukatif untuk membangun

Contoh: jembatan lengkung, jembatan datar, silinder, prisma, kubus,

lingkaran, tabung, gedung, pesawat, kapal, kereta, dan sebagainya.

2. Alat permainan edukatif untuk melatih warna, bentuk, dan ukuran.

Contoh: lotto berwarna, puzzle 3-12 keping, papan pasak, papan hitung,

papan paku, biji-bijian, permainan kartu, dan sebagainya.

3. Alat permainan edukatif ciptaan Montessori

Contoh: timbangan, silinder sepuluh ukuran, tongkat desimeter-meter,

gambar-gambar, bentuk 2 dimensi, bentuk 3 dimensi, dan sebagainya.

D. Pembahasan Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak Prasekolah

(TK) dengan Bermain.


37

Kecerdasan emosional sangat dibutuhkan oleh manusia dalam rangka

mencapai kesuksesan, baik dalam bidang akademis, karir, maupun dalan bidang

sosial. Dalam penelitian bidang psikologi anak telah dibuktikan bahwa anak-anak

yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi (diatas rata-rata) akan lebih

percaya diri, bahagia, populer, dan sukses di sekolah. Mereka lebih mampu

menguasai emosinya, dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang lain,

mampu mengelola stres dan memiliki kesehatan mental yang baik. Anak dengan

dengan kecerdasan emosional tinggi akan dipandang oleh gurunya di sekolah

sebagai murid yang tekun dan disukai oleh teman-temannya.

Kecerdasan emosional pada anak prasekolah (TK) belum terlihat kuat. Hal

ini dipengaruhi oleh faktor usia mereka yang masih sangat muda. Mereka belum

mengerti mengenai diri sendiri, apalagi mengenai kecerdasan emosi yang

dimilikinya. Tetapi secara tidak langsung mereka telah melakukannya dalam

kehidupan sehari-hari, yaitu dengan berkomunikasi dengan sesama dan bermain.

Untuk mengembangkan kecerdasan emosional anak prasekolah salah

satunya dapat dilakukan dengan cara bermain. Bermain sangat efektif untuk

mengembangkan kecerdasan emosional anak prasekolah. Karena dengan bermain

anak dapat melakukan berbagai kegiatan yang akan merangsang pikiran anak

tersebut. Dari bermain, anak dapat mendapatkan suatu suasana hati yang senang,

gembira, ceria, atau bahkan suasana hati yang sedih, takut, dan marah.

Kecerdasan emosional anak secara tidak langsung akan mulai terbentuk dengan

sendirinya. Anak tidak akan menyadarinya, melainkan setelah anak tumbuh dan

berkembang menjadi dewasa (bertambah usia).


38

Anak prasekolah yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi (diatas

rata-rata) akan terlihat menonjol dibandingkan anak yang lain. Anak tersebut

lebih pandai, aktif, gembira, berkomunikasi, dan menonjolkan kemampuannya.

Anak tersebut seolah-olah lebih daripada anak-anak yang lain, padahal usia

mereka rata-rata sama. Maka dari itu, mengembangkan kecerdasan emosional

sangat penting sekali bagi anak prasekolah. Salah satunya dengan cara bermain.

Jenis permainan masa kanak-kanak, antara lain:

1. Permainan Bayi

Permainan sederhana yang dimainkan dengan anggota keluarga atau

anak yang lebih besar. Menyenangkan bayi sebelum berusia satu tahun.

Permainan tradisional yang diturunkan dari generasi ke generasi, termasuk

main petak umpet, dakon, atau kejar-kejaran.

2. Permainan Perorangan

Bermain bersifat perorangan dan bersaing dengan prestasinya di masa

lampau. Peraturannya sedikit dan sering diubah atau bahkan dilanggar.

Permainan ini antara lain berjalan di atas sisi trotoar atau rel kereta api,

meloncat tangga, meloncat dengan satu kaki, dan memukul bola.

3. Permainan Tetangga

Anak-anak juga mengembangkan minat dalam permainan tetangga

sejenis permainan kelompok, dimana setiap orang dapat bermain. Persamaan

ini mungkin diorganisasi oleh orang yang lebih tua atau ditentukan oleh anak-

anak sendiri. Permainan tradisional jenis ini misalnya petak umpat, bermain

polisi dan penjahat, bermain menjadi dokter, guru, dan sebagainya.

4. Permainan Tim
39

Permainan ini sangat terorganisasi, mempunyai peraturan dan persaingan

yang kuat. Pada mulanya hanya sedikit anak yang bermain, tapi lambat laun

jumlah pemain akan bertambah dengan meningkatnya kecakapan dan

persaingan menjadi lebih kuat. Permainan jenis ini misalnya modifikasi dari

sepakbola, basket, lari, dan bola kasti.

5. Permainan Dalam Ruang

Permainan dalam ruang kurang melelahkan daripada permainan luar dan

terutama dimainkan bila anak harus tinggal di rumah karena sakit, atau cuaca

buruk. Pada mulanya mereka bermain dengan orang tua atau saudara kandung,

selanjutnya dengan teman sebaya. Peraturan menjadi lebih keras dan

persaingan menjadi lebih kuat dengan bertambahnya usia anak. Permainan

jenis ini misalnya bermain kartu, tebakan, dan teka-teki.

Pengaruh bermain bagi perkembangan anak usia dini (TK), antara lain:

(1) Perkembangan Fisik, (2) Perkembangan Emosi, (3) Dorongan Komunikasi,

(4) Penyaluran Energi Emosional yang terpendam, (5) Penyaluran Kebutuhan

dan Keinginan, (6) Sumber Belajar, (7) Rangsangan bagi Kreativitas, (8)

Perkembangan Wawasan Diri, (9) Belajar Bermasyarakat, (10) Standar Moral,

(11) Belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin, (12) Perkembangan

ciri kepribadian yang diinginkan.

Semua emosi memainkan peran yang penting dalam kehidupan anak

karena pengaruhnya terhadap penyesuaian pribadi dan sosial. Perkembangan

kecerdasan emosi dikendalikan oleh proses pematangan dan proses belajar.

Lima bentuk cara belajar yang paling penting adalah belajar dengan coba-

ralat (trial and error), dengan menirukan (imitation), dengan mempersamakan


40

(identification), dengan pengkondisian (conditioning), dan dengan pelatihan

(tryning).

Anda mungkin juga menyukai