Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dulu, semua orang beranggapan bahwa anak yang cerdas adalah
mereka yang memiliki IQ tinggi. Namun kenyataannya, angka IQ yang tinggi
bukanlah jaminan bagi kesuksesan mereka di masa depan kelak. Sering
ditemukan dalam proses belajar mengajar di sekolah, siswa yang tidak dapat
meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan inteligensinya. Ada
siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi, tetapi memperoleh
prestasi belajar yang relatif rendah. Tetapi, ada siswa yang walaupun
kemampuan inteligensinya relatif rendah, ia bisa meraih prestasi belajar yang
relatif tinggi. Itu sebabnya, taraf inteligensi bukan merupakan satu-satunya
faktor yang menentukan keberhasilan seseorang. Ada faktor lain yang tidak
kalah pentingnya, yaitu kecerdasan emosional (EQ).
Seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan emosional (EQ) yang
lebih baik, cenderung dapat menjadi lebih terampil dalam menenangkan
dirinya dengan cepat, jarang tertular penyakit, lebih terampil dalam
memusatkan perhatian, lebih baik dalam berhubungan dengan orang lain,
lebih cakap dalam memahami orang lain, dan untuk kerja akademis lebih
baik. Sehingga dia akan mampu menyeleseikan seluruh beban akademisnya
tanpa stress yang berlebihan. Lebih lanjut, Kecerdasan emosional juga
menjadikan seseorang memiliki kemampuan untuk memotivasi diri sendiri
serta tetap bersemangat untuk menghadapi berbagai kesulitan yang mungkin
dihadapinya.
Menurut Goleman, kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang
20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor-faktor
kekuatan lain di antaranya adalah kecerdasan emosional (EQ). Dalam proses
belajar, kedua inteligensi itu sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi
dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran
yang disampaikan di sekolah. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan
kunci keberhasilan belajar seseorang.

1
Melihat pentingnya kecerdasan emosional bagi peserta didik seperti
yang sudah dikemukakan dalam paparan di atas, maka penulis tertarik untuk
memilih tema Emotional Intelligence (EI) untuk dibahas dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian kecerdasan emosional/Emotional Intelligence (EI) ?
2. Bagaimana ciri-ciri kecerdasan emosional ?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional ?
4. Bagaimana peranan kecerdasan emosional ?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Tujuan Umum
Untuk memahami tentang kecerdasan emosional atau Emotional
Itellegence
(EI).
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian kecerdasan emosional/Emotional
Intelligence (EI).
2. Untuk mengetahui ciri-ciri kecerdasan emosional.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan
emosional.
4. Untuk mengetahui peranan kecerdasan emosional .

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kecerdasan Emosional


Emosi adalah perasaan tertentu yang bergejolak dan dialami seseorang
serta berpengaruh pada kehidupan manusia. Emosi memang sering
dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif. Bahkan, pada beberapa budaya
emosi dikaitkan dengan sifat marah seseorang. Menurut Aisah Indiati (2006),
sebenarnya terdapat banyak macam ragam emosi, antara lain sedih, takut,

2
kecewa, dan sebagainya yang semuanya berkonotasi negatif. Emosi lain
seperti senang, puas, gembira, dan lain-lain, semuanya berkonotasi positif.
Menurut Gardner, akar kata emosi adalah movere, kata kerja Bahasa Latin
yang berarti menggerakkan, bergerak, ditambah awalan e- untuk memberi
arti bergerak menjauh menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak
merupakan hal mutlak dalam emosi. Sehingga dikatakan bahwa emosi adalah
akar dorongan untuk bertindak.
Sedangkan pengertian kecerdasan emosional mencakup kemampuan-
kemampuan mengatur keadaan emosional diri sendiri dan memahami emosi
orang lain. Menurut para ahli, kecerdasan emosional didefinisikan sebagai
berikut:
Salovey dan Mayer (1990) mendefinisikan kecerdasan emosional
sebagai suatu jenis kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau
perasaan sosial pada diri sendiri dan orang lain, memilah-milah semuanya dan
menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.
Menurut Goleman, kecerdasan emosional adalah kemampuan
seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi (to manage our
emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan
pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui
keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan
keterampilan social.
Bar-On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, mendefinisikan
kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan
sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam
mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan (Goleman, 2000: 180).
Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional
adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan
daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang
manusiawi.
Menurut Harmoko (2005), kecerdasan emosi dapat diartikan
kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat,
termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta

3
membina hubungan dengan orang lain.
Menurut Dwi Sunar P. (2010), kecerdasan emosional adalah
kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol
emosi dirinya dan orang lain disekitarnya.
Berdasarkan definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan
kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam
hubungannya dengan orang lain.

2.2 Aspek-aspek Kecerdasan Emosional


Daniel Goleman (2005: 58-59) Aspek-aspek Kecerdasan Emosi
menurut Salovey yang menempatkan kecerdasan pribadi Gardner yang
mencetuskan aspek-aspek kecerdasan emosi sebagai berikut :
a. Mengenali emosi diri
Mengenali emosi diri merupakan suatu kemampuan untuk
mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Aspek mengenali emosi
di ri terjadi dari: kesadaran diri, penilaian diri, dan percaya diri.
Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosi, para ahli
psikologi menyebutkan bahwa kesadaran diri merupakan kesadaran
seseorang akan emosinya sendiri.

b. Mengelola emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan inividu dalam
menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras,
sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu.
c. Memotivasi diri sendiri
Dalam mengerjakan sesuatu, memotivasi diri sendiri adalah salah
satu kunci keberhasilan.Mampu menata emosi guna mencapai tujuan yang
diinginkan.Kendali diri secara emosi, menahan diri terhadap kepuasan dan
megendalikan dorongan hati adalah landasan keberhasilan di segala
bidang.

4
d. Mengenali emosi orang lain
Kemampuan mengenali emosi orang lain sangat bergantung pada
kesadaran diri emosi. Empati merupakan salah salah satu kemampuan
mengenali emosi orang lain, dengan ikut merasakan apa yang dialami oleh
orang lain. Menurut Goleman (2005: 59) kemampuan seseorang untuk
mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan empati seseorang.
Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap
sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi dan mengisyaratkan apa-apa yang
dibutuhkan oleh orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut
pandang orang lain, peka terhadap perasan orang lain dan lebih mampu
untuk mendengarkan orang lain.
e. Membina hubungan dengan orang lain
Kemampuan membina hubungan sebagian besar merupakan
keterampilan mengelola emosi orang lain. Keterampilan ini merupakan
keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan
keberhasilan antar pribadi. Orang yang dapat membina hubungan dengan
orang lain akan sukses dalam bidang apa pun yang mengandalkan
pergaulan yang mulus dengan orang lain.

2.3 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecerdasan emosional


Berikut faktor-faktor yang dikatakan berhubungan dengan kecerdasan
emosi seseorang (Goleman, D, 2003; Tridhonanto, A, 2009) :
a. Jenis kelamin
Leslie Brody dan Judith Hall yang meringkas penelitian tentang
perbedaan-perbedaan emosi antara pria dan wanita, menyebutkan bahwa
karena anak perempuan lebih cepat trampil berbahasa daripada anak laki-
laki, maka mereka lebih berpengalaman dalam mengutarakan perasaannya.
Anak perempuan akan lebih cakap daripada anak laki-laki dalam
memanfaatkan kata-kata untuk menjelajaChi dan menggantikan reaksi-
reaksi emosional mereka seperti perkelahian fisik. Ratusan studi telah
menemukan, bahwa secara nyata rata-rata kaum wanita lebih mudah
berempati daripada kaum pria, setidak-tidaknya sebagaimana diukur

5
berdasarkan kemampuan untuk membaca perasaan orang lain yang tak
terucapkan dari ekspresi wajah,nada suara, dan isyarat-isyarat nonverbal
lainnya.
b. Usia
Dengan bertambahnya usia, umumnya kecerdasan emosi akan
lebih berkembang seiring dengan berbagai interaksi yang dijumpai sehari-
hari dalam lingkungan sosial seseorang.
c. Hidup berumah tangga
Banyak atau sebagian besar respon emosional yang gampang
terpicu dalam pernikahan terbentuk sejak masa kanak-kanak, pertama-
tama dipelajari dalam hubungan-hubungan seseorang yang paling dekat
atau dicontohkan oleh orangtua, dan kemudian dibawa ke perkawinan
dalam bentuk yang sudah sepenuhnya matang. Seperti itulah seseorang
terlatih melakukan kebiasaan-kebiasaan emosional tertentu.
d. Faktor lingkungan/ pengasuhan
Orangtua berperan sangat besar dalam pengenalan lingkungan
kepada seorang anak, karena orangtua adalah lingkungan sosial yang
pertama kali dikenal dan yang paling bersentuhan dengan anak
sepenuhnya.
e. Faktor pendidikan
Pendidikan baik di rumah maupun di sekolah memiliki manfaat
yang berguna untuk anak. Di sekolah anak akan mendapatkan pendidikan
secara terarah, sistematis, dan terencana. Di rumah seorang anak
mendapatkan pendidikan secara informal baik itu melalui orangtua
maupun melalui media lain, seperti televisi atau buku. Namun keduanya
membekali dan membentuk anak agar tumbuh secara seimbang, baik
dalam memahami aneka pengetahuan, mengolah pengetahuan, bahkan
mengungkapkan emosi atau perasaan.

2.4 Perilaku Yang Tidak Berlandaskan Kecerdasan Emosional


Terdapat perilaku-perilaku karyawan rumah sakit yang tidak
berlandaskan kecerdasan emosional yang bersifat kontraproduktif terhadap
mutu layanan rumah sakit. Untuk itu perlu disadari perilaku karyawan rumah

6
sakit yang sering membuat pelanggan lari, antara lain (Sjahruddin, C, 2001,
Wibowo, 2001) :
1. Berbicara dengan rekan sekerja sementara sedang menghadapi pasien
2. Tidak memperhatikan ucapan pasien
3. Membiarkan pasien menunggu tanpa penjelasan sementara sedang
menyelesaikan pekerjaan
4. sebelumnya.
5. Senyum yang tidak tulus kepada pasien.
6. Tidak menyebut nama pasien
7. Tidak mengucapkan terima kasih ketika suatu transaksi telah selesai
Sikap masa bodoh dan contoh perilaku-perilaku di atas seyogyanya
akan dapat diminimalkan bila seluruh karyawan menyadari pentingnya
pemahaman kecerdasan emosional dan menerapkannya sehari-hari. Dengan
karyawan mengenali diri, bersikap optimis,mampu mengelola emosi sendiri
dan mengenal emosi orang lain, serta cakap berempati dalam membina.

2.5 Peran Kecerdasan Emosional


Sementara itu, Goleman mengungkapkan keunggulan dari ketrampilan
emosional :
a. Kesadaran diri emosional
- Perbaikan dalam mengenali dan merasakan emosinya sendiri.
- Lebih mampu memahami penyebab perasaan yang timbul.
- Mengenali perbedaan perasaan dengan tindakan.
b. Mengelola emosi
- Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan amarah.
- Berkurangnya ejekan verbal, perkelahian, dan gangguan di luar kelas.
- Lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat, tanpa berkelahi.
- Berkurangnya larangan masuk sementara dan skorsing.
- Berkurangnya perilaku agresif atau merusak diri sendiri.
- Perasaan yang lebih positif tentang diri sendiri, sekolah, dan keluarga.
- Lebih baik dalam menangani ketegangan jiwa.
- Berkurangnya kesepian dan kecemasan dalam perggaulan.
c. Memanfaatkan emosi secara produktif
- Lebih bertanggung jawab.
- Lebih mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan dan
menaruh perhatian.
- Kurang impulsif, lebih menguasai diri.
- Nilai pada tes-tes prestasi meningkat.
d. Empati: membaca emosi
- Lebih mampu menerima sudut pandang orang lain.
- Memperbaiki empati dan kepekaan terhadap perasaan orang lain.

7
- Lebih baik dalam mendengarkan orang lain.
e. Membina hubungan
- Meningkatkan kemampuan menganalisis dan memahami hubungan.
- Lebih baik dalam menyeleseikan pertikaian dan merundingkan
persengketaan.
- Lebih baik dalam menyeleseikan persoalan yang timbul dalam
hubungan.
- Lebih tegas dan terampil dalam berkomunikasi.
- Lebih populer dan mudah bergaul; bersahabat dan terlibat dengan
teman sebaya.
- Lebih dibutuhkan oleh teman sebaya.
- Lebih menaruh perhatian dan bertenggang rasa.
- Lebih memikirkan kepentingan sosial dan selaras dalam kelompok.
- Lebih suka berbagi rasa, bekerja sama, dan suka menolong.
- Lebih demokratis dalam bergaul dengan orang lain.
Menurut Goleman, kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang
20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor-faktor
kekuatan lain di antaranya adalah kecerdasan emosional (EQ). Dalam proses
belajar, kedua inteligensi itu sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi
dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran
yang disampaikan di sekolah. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan
kunci keberhasilan belajar seseorang.

8
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai kecerdasan emosional di atas,
maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengertian kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi
diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain.
2. Peran kecerdasan emosional :
- Kesadaran diri emosional
- Mengelola emosi
- Memanfaatkan emosi secara produktif
- Empati: membaca emosi.
- Membina hubungan
Menurut Goleman, kecerdasan intelektual (IQ) hanya
menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan
faktor-faktor kekuatan lain di antaranya adalah kecerdasan emosional
(EQ). Dalam proses belajar, kedua inteligensi itu sangat diperlukan. IQ
tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional
terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Keseimbangan
antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar seseorang.

3.2 Saran
Dari makalah Peran Kecerdasan Emosional atau Emotional
aintellegence (EQ) semoga dapat diambil manfaat untuk penulis dan
pembaca. Semoga pembaca dapat mengambil beberapa hal-hal yang penting
dalam mengoptimalkan kecerdasan. Dari pembahasan ini pula penulis
mengalami banyak kendala. Maka banyak kesalahan oleh penulis. Oleh
karena itu penulis membutuhkan saran dari pembaca untuk menyempurnakan
makalah ini.

9
10

Anda mungkin juga menyukai