Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS

A. Definisi Diabetes Mellitus


Diabetes merupakan penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan
oleh kurangnya hormon insulin dalam tubuh seseorang.Kurangnya hormon
insulin tersebut menyebabkan gula (glukosa) yang dikonsumsi oleh tubuh
tidak dapat diproses secara sempurna.Keadaan ini menyebabkan penderita
mengalami hiperglikemia atau kelebihan gula darah. Pada penyakit Diabetes
Mellitus kondisi kadar gula darah yang berlebihan dapat mengakibatkan
kerusakan dalam jangka panjang, disfungsi dan kegagalan berbagai organ
terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (Herliana, 2013).
Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolic yang terluapkan oleh
interaksi berbagai faktor; genetic, imunologik, lingkungan, dan gaya hidup.
Penyakit ini ditandai dengan hiperglikemia, suatu kondisi yang terjain erat
dengan kerusakan pembuluh darah besar (makrovaskuler) maupun kecil
(mikrovaskuler) yang berakhir sebagai kegagalan, kerusakan, atau gangguan
fungsi organ (Arisman, 2010).

A. Klasifikasi Diabetes Mellitus


Tabel Klasifikasi DM

Klasifikasi Etiologi Diabetes Mellitus


I. Diabetes tipe 1 (Destruksi sel, umumnya mengarah kepada defisiensi
insulin absolut)
Immune mediated
Idiopatik
II. Diabetes tipe 2 diabetes (dari predominanresistensi insulin dengan
defisiensi insulin relative hingga predominan defek sekresi dengan
resistensi insulin)

III. Tipe lain


Defek genetik dan fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrine pancreas
Endokrinopati
Infeksi
Jenis tidak umum dari diabetes yang diperantarai imun
Sindrom genetik lainnya yang kadang berhubungan dengan DM
IV Diabetes Mellitus gestasional
Sumber : ADA 20101; Perkeni (2014)

B. Faktor Penyebab Diabetes Mellitus


Penyakit diabetes terjadi karena banyak faktor, diantaranya faktor
genetik/ keturunan, faktor lingkungan, sampai gaya hidup sehari-hari. Pada
dasarnya, penyakit diabetes disebabkan adanya kelainan dalam jumlah dan
kinerja hormone insulin. Gangguan pada hormon tersebut mempengaruhi
hampir semua proses metabolisme di dalam tubuh. Beberapa faktor terjadinya
Diabetes Mellitus yang banyak berperan menurut Nur Aini (2016) adalah
sebagai berikut :
1. Kelainan Genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap
diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes mellitus akan ikut
diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi
insulin.
2. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara
dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan
ini yang akan berisiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk
memproduksi insulin.

3. Gaya hidup dan stress


Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
cepat saji kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini berpengaruh
besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja
metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang
berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat
pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.
Berbagai kondisi stress akan mempengaruhi otak untuk melepaskan
CRH (corticotrophin-releasing hormone) dari hipotalamus. CRH
merangsang pelepasan ACTH (corticotropin). ACTH bekerja pada
korteks adrenal, menstimulasi sintesa dan pelepasan kortisol. Kortisol
menstimulasi hati agar membentuk enzim, mengkonversi asam amino
ke dalam bentuk glucose (glukoneogenesis). Kortisol meningkatkan
kerja glucagon dan GH. Glukosa dari glukoneogenesis akan
dimasukkan dalam darah supaya kadar gula darah meningkat (Mardiati,
2011).
4. Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan risiko
terkena diabetes. Malnutrisi dapat merusak pankreas, sedangkan
obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola
makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan berperan
pada ketidakstabilan kerja pankreas.
5. Obesitas (terutama pada abdomen)
Obesitas mengakibatkan sel-sel pancreas mengalami hipertrifi
sehingga akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin.
Hipertrofi pankreas disebaban Karena peningkatan beban metabolisme
glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi sel yang
terlalu banyak.
6. Infeksi
Masuknya bakteri atau virus ke dalam pancreas akan berkibat rusaknya
sel-sel pancreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan fungsi
pankreas.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada pasien Diabetes Mellitus
menurut Riyadi (2008) yaitu :
1. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin)
2. Polidipsi (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar
dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi
intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi
keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang
hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran
(Antidiuretic Hormone) ADH dan menimbulkan rasa haus.
3. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada
pasien diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan
sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
4. Polifagi (peningkatan rasa lapar)
5. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa diseksresi
mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada
penderita diabetes kronik.
6. Kelainan kulit: gatal-gatal, bisul
Kelainan kulit berupa gatal-gatal, lipatan kulit seperti diketiak dan di
bawah payudara.Biasanya akibat tumbuhnya jamur.
7. Kelainan ginekologis
Keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.
8. Kesemutan rasa gatal akibat terjadinya neuropati
Pada penderita Diabetas Mellitus regenerasi sel persarafan mengalami
gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur
protein.Akibatnya banyak sel persarafan terutama perifer mengalami
kerusakan.
9. Kelemahan tubuh
Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik
yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat
berlangsung secara optimal.
10. Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari
protein dan unsur makanan yang lain. Pada penderita Diabetes Mellitus
bahan protein banyak di formulasikan untuk kebutuhan energi sel
sehingga bahan yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang
rusak mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh juga
dapat diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada
penderita Diabetes Mellitus.
11. Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi
Ejakulasi dan dorongan seksualitas laki-laki banyak dipengaruhi oleh
peningkatan hormon testosteron. Pada kondisi optimal (periodik hari
ke-3) maka secara otomatis akan meningkatkan dorongan seksual.
Penderita Diabetes Mellitus mengalami penurunan produksi hormon
seksual akibat kerusakan testosteron dan sistem yang berperan.
12. Mata kabur yang disebabkan katarak atau gangguan refraksi akibat
perubahan pada lensa oleh hiperglikemia.Mungkin juga disebabkan
kelainan pada corpus vitreum.
D. Pathway

Ketidakseimbangan Vikositas darah Syok Anabolisme protein


produksi insulin meningkat Hipovolemik menurun
Gula dalam darah Aliran darah
tidak dapat dibawa lambat Koma diabetik Kerusakan pada
masuk ke dalam
Hiperglikemia Iskemik antioditubuh
Kekbalan
jaringan
Ketidakefektifan menurun
Glukosaria
perfusi jaringan Resiko Infeksi Neuropati
Dieresis osmotik perifer
sensori perifer
Kehilangan Nekrosis Luka
Poliuri Sel kekurangan
kalori Klien tidak
bahan untuk Gangrene
merasa sakit
Kerusakan
Kehilangan metabolisme
elektrolit dalam integritas
Polydipsia Protein dan jaringan
sel Pemecahan
lemak dibakar
BB menurun
Polipagia protein
Ketidakseimbangan Kelemahan Keton Ureum
nutrisi kurang dari Metabolisme
kebutuhan tubuh Asam lemak Ketoasidosis
lemak

Gambar Patofisiologi Diabetes Mellitus (Nic-Noc, 2013)


14

E. Komplikasi Diabetes Mellitus


Menurut Corwin, E. I. (2001) dan scobie, I. N. (2007) dalam Nur Aini
(2016) diabetes mellitus dapat berkembang menjadi penyakit-penyakit lain,
baik akut maupun kronis.
1. Komplikasi yang bersifat akut
a. Koma hipoglikemia
Gejala hipoglikemia dibedakan menjadi gejala pada autonomic
seperti berkeringat, tremor, palpitasi, dan rasa lapar. Sementara
gejala neuroglikopenik meliputi gangguan fungsi kognitif, sulit
konsentrasi, dan inkoordinasi. Bila terjadi gejala neuroglikopenik
tanpa didahului oleh gejala autonomik, maka pasien bisa
berkembang menjadi tidak sadar.
Gejala hipoglikemia dapat pula dibedakan tingkatannya menjadi
gejala ringan, yaitu tremor, takikardia, palpitasi, kegelisahan, dan
rasa lapar. Gejala sedang berupa tidak mampu konsentrasi, sakit
kepala, vertigo, bingung, penurunan daya ingat, kebas di daerah bibir
dan lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan
emosional, penglihatan ganda, dan perasaan ingin pingsan, serta
gejala beratnya kejang dan kehilangan kesadaran.
b. Krisis Hiperglikemia
Hiperglikemia merupakan kondisi serius pada DM, baik tipe 1
maupun 2. Terjadi dalam bentuk ketoasidosis dan koma hiperosmolar
non-ketotik.
1) Ketoasidosis
Asidosis merupakan masalah yang serius dan kritis dalam
DM. Masalah ini sebagai dampak dari pathogenesis primer DM,
yaitu defisiensi insulin. Ketoasidosis lebih banyak terjadi pada
DM tipe 1, dan jarang terjadi pada DM tipe 2 karena masih
terdapat sedikit insulin untuk mencegah pemecahan lemak dan
protein. Ketoasidosis pada DM tipe 2 dapat disebabkan karena
infeksi berat dan adanya penyakit penyerta lain seperti stroke,
jantung, dan lain-lain. Ketidakmampuan transport glukosa ke
15

dalam sel dan metabolism glukosa seluler, menyebabkan tubuh


menggunakan lemak sebagai sumber energy. Akibatnya akan
terjadi peningkatan kadar gula darah, kenaikannya dapat
bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin
memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah. Lemak
akan dipecah menjadi asam aseto asetat, asam beta
hidroksibutirat, dan aseton, dan jumlahnya meningkat dalam
cairan ekstraseluler. Dengan demikian, jumlah keton yang
diekskresikan lewat urine meningkat yaitu 500- 1.000
mmol/hari.
2) Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik (HHNK)
Terjadi pada DM tipe 2 akibat tingginya kadar gula darah
dan kekurangan insulin secara relative, biasanya dijumpai pada
orang tua pengidap diabetes setelah konsumsi makanan tinggi
karbohidrat. Perbedaannnya dengan ketoasidosis adalah, pada
HHNK tidak terjadi ketosis Karen kadar insulin masih cukup
sehingga tidk terjadi lipolisis besar-besaran. Kadar gula darah
yang sangat tinggi, meningkatkan drhidrasi hipertonik sehingga
terjadi penurunan komposisi cairan intrasel dan ekstrasel karena
pengeluran urine berlebih . Dalam kondisi ini dapat terjadi
pengeluaran berliter-liter urine, deficit cairan sekitar 6-10 liter
dan potassium (kalium) 400 mEq. Gejala lainnya adalah
hpotensi, dehidrasi berat (membrane mukosa kering, turgor kulit
jelek), takikardia (nadi cepat dan lemah), rasa haus yang hebat,
hipokalemia berat, tidak ada hiperventilasi dan bau napas, serta
tanda-tanda neurologis (perubahan sensori, kejang, an
hemiparesis) (Hudak dan Gallo, 1996; Corwin, J.E., 2001).
1) Neuropati terjadi karena perubahan metabolic pada diabetes
mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik saraf menurun,
yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan persepsi nyeri.
Neuropati dapat terjadi pada tungkai dan kaki (gejala yang
paling dirasakan adalah kesemutan, kebas), saluran pencernaan
16

(neuropati pada saluran pencernaan menyebabkan diare dan


konstipasi), kandung kemih (kencing tidak lancar0, dan
reproduksi (impotensi).
c. Rentan infeksi seperti TB paru, gingivitis, dan infeksi saluran
kemih.
d. Kaki diabetik
Perubahan mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati
menyebabkan perubahan pada ekstremitas bawah. Komplikasinya
dapat terjadi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi, gangrene,
penurunan sensasi dan hilangnya fungsi saraf sensorik. Semua ini
dapat menunjang terjadi trauma atau tidak terkontrolnya infeksi
yang akhirnya menjadi gangrene.

F. Pilar Penatalaksanaan Diabetes Mellitus


Menurut Nur Aini (2016) ada empat pilar dalam penatalaksanaan DM,

yaitu edukasi, terapi gizi/ diet, olahraga, dan obat.

1. Edukasi
Perubahan perilaku snagat dibutuhkan agar mendapatkan hasil

pengelolaan diabetes yang optimal. Supaya perubahan perilaku berhasil,

dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan

motivasi. Perbahan perilaku bertujuan agar penyandang diabetes dapat

menjalani pola hidup sehat. Beberapa perubahan perilaku yang

diharapkan seperti mengikuti pola makan sehat, meningkatkan kegiatan

jasmani, menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan

khusus secara aman dan teratur, melakukan Pemantauan Glukosa Darah

Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan data yang ada, melakukan

perawatan kaki secara berkala, memiliki kemampuan untuk mengenal

dan menghadapi keadaan sakit akut dengan tepat, mempunyai


17

ketrampilan mengatasi maslah yang sederhana dan mau bergbung

dengan kelompok penyandang diabetes, mengajak keluarga untuk

mengerti pengelolaan penyandang diabetes, serta memanfaatkan

fasilitas pelayanan kesehatan yang ada (Perkeni, 2006; Soegondo,

2008).
2. Terapi Gizi Medis
Pada umumnya , diet untuk penderita diabetes diatur berdasarkan

3J yaitu jumlah (kalori), jenis, dan jadwal. Faktor-faktor yang

menentukan kebutuhan kalori antara lain jenis kelamin, umur, aktivitas

fisik atau pekerjaan, dan berat badan. Penentuan status gizi dapat

menggunakan indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Broca, tetapi

untuk kepentingan praktis di lapangan digunakan rumus Broca.


Penyandang diabetes yang juga mengidap penyakit lain, maka pola

pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. Hal yang

terpenting adalah jangan terlalu mengurangi jimlah makanan karenan

akan mengakibatkan kadar gula darah yang sangat rendah

(hipoglikemia) dan juga jangan terlalu banyak mengonsumsi makanan

yang memperparah penyakit diabetes mellitus.

3. Olahraga
Olahraga selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan

bert badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan

memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan

berupa latihan jasmani yang bersifat aerobil seperti jalan kaki,

bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya

disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Prinsip


18

olahraga pada pasien DM adalah CRIPF, yaitu sebagai berikut (kariadi,

2009).
a. Continous (terus-menerus)
Latihan harus berkesinambungan terus-menerus tanpa berhenti

dalam waktu tertentu, contohnya seperti berlari, istirahat lalu mulai

berlari lagi.
b. Rhytmical (berirama)
Olahraga harus dipilih yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan

relaksasi secara tertur. Contohnya, jalan kaki, berlali, berenang,

atau bersepeda.
c. Interval (berselang
Latihan dilakukan secara berselang-seling antara gerak lambat dan

cepat. Contohnya, lari dapat diselingi dengan jalan cepat atau jalan

cepat diselingi jalan biasa (asalkan tidak berhenti).

d. Progressive (meningkat)
Latihan dilakukan meningkat secara bertahap sesuai kemampuan

dari ringan sampai sedang sehingga mencapai 30-60 menit dan

intensitas latihan mencapai 60-70% maximum hert rate (MHR).

Sementara frekuensi latihan dillakukan 3-5 kali per minggu.


e. Endurance (daya tahan)
Latihan harus ditujukan pada latihan daya tahan untuk

meningkatkan kemampuan pernapasan dan jantung. Hal ini

dipenuhi oleh olahraga seperti jalan kaki, berlari, berenang, atau

bersepeda.
4. Intervensi Farmakologis (Obat)
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah

belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.


19

Intervensi farmakologis terdiri atas pemberian Obat Hipoglikemik Oral

(OHO) dan injeksi insulin.


a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi empat golongan

berikut (Perkeni, 2006).


1) Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue).
2) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi

insulin oleh beta pancreas dan merupakan pilihan utama untuk

pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih

boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.

Penggunaan sulfonylurea jangka panjang tidak dianjurkan untuk

orang tua, gangguan fungsi ginjal dan hati, kurang nutrisi serta

penyakit kardiovaskular, hal ini bertujuan untuk mencegah

hipoglikemia.
3) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan

sulfonylurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi

insulin fase pertama. Golongan ini terdiri atas dua macam obat

yaitu Repaglinid (derivate asam benzoat) dan Nateglinid

(derivate fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah

pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.


4) Penambah sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada

Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-),

suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini

mempunyai efek menurunkan resistansi insulin dengan


20

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga

meningkatkan ambilan glukosa di perifer.


Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal

jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema atau retensi

cairan dan juga pada gangguan fungsi hati. Pasien yang

menggunakan tiazolidindion perlu dikakukan pemantauan

fungsi hati secara berkala.


5) Penghambat glukoneogenesis (Metformin)
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa

hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan

glukosa perifer. Obat ini utamanya dipakai pada penyandang

diabetes yang bertubuh gemuk. Metformin dikontraindikasikan

ada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5

mg/ dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan

hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan,

dan gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping

mual, untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada

saat atau sesudah makan.


6) Penghambat glukosidase alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus

halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa

darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek

samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering

ditemukan ialah kembung dan flatulens.


b. Insulin
Berdasarkan berbagai penelitian klinis, insulin selain dapat

memperbaiki status metabolik dengan cepat (terutama glukosa


21

darah), juga memiliki efek lain yang bermanfaat, antara lain

perbaikan inflamasi. Pada pasien DMT-1 (DM tipe 1), terapi insulin

dapat diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan. Sementara

pada DMT-2 dapat menggunakan hasil konsensus PERKENI 2006

yaitu jika kadar glukosa darah tidak terkontrol dengan baik (A 1C >

6,5%) dalam jangka waktu 3 bualan dengan 2 obat oral, maka sudah

ada indikasi untuk memulai terapi kombinasi obat antidiabetik oral

dan insulin. Lebih jelasnya menurut PBPABDI (2013) insulin

diperlukan pada keadaan-keadaan berikut.


1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) Kendali kadar glukosa yang buruk (A1C > 6,5% atau kadar

glukosa darah puasa > 250 mg/dL).


3) DM lebih dari 10 tahun.
4) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis, hiperglikemia

hiperosmolar non-ketotik, dan hiperglikemia dengan asidosis

laktat.
5) Gagal dengan kombinasi OHO dosis hamper maksimal.
6) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, dan stroke).
7) Kehamilan dengan DM (diabetes mellitus gestasional) yang

tidak terkendali dengan perencanaan makan.


8) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
9) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.
Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki

kecepatan dan lama kerja yang berbeda:


1) Insulin kerja cepat

Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan

paling sebentar.Insulin ini sering kali mulai menurunkan kadar

gula dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu

2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat
22

seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa

kali suntikan setiap harinya dan disuntikkan 15-20 menit

sebelum makan.

2) Insulin kerja sedang

Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin

isofan. Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam,mencapai puncak

maksimum dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26

jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi

kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari

untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.

3) Insulin kerja lama

Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah

dikembangkan. Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja

selama 28-36 jam. Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan

selama berbulan-bulan sehingga bisa dibawa kemana-mana.

Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari

sekali dari insulin kerja sedang.Namun, sediaan ini memberikan

kontrol gula darah yang paling minimal.Kontrol yang lebih ketat

bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis insulin, yaitu

insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua

diberikan pada saat makan malam atau ketika hendak tidur

malam.Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan

menyuntikkan insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang pada


23

pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja cepat

tambahan pada siang hari (Riyadi, 2008).

Anda mungkin juga menyukai