Anda di halaman 1dari 28

DAMPAK LINGKUNGAN KERJA DAN

KEBISINGAN

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Dosen Pembimbing: Ir.Firdaus, M.Kes.

Disusun Oleh:

KELOMPOK 6

Yusuf Ardi (5162122009)

Samuel Richardo (5161122016)

Jason Martin Lumban Batu (5162122006)

Fakultas Teknik Jurusan Pend. Teknik Otomotif


Universitas Negeri Medan
2016
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena

berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam

makalah ini kami membahas Dampak Lingkungan Kerja, salah satu materi yang sangat

penting pada mata kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Dalam makalah ini akan

dijelaskan lebih lanjut tentang apa-apa saja Dampak Lingkungan Kerja.

Dalam penyusunanmakalah ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan,arahan, koreksi dan


saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya kamisampaikan kepada :
Bapak Ir.Firdaus, M.Kes., selaku dosen mata kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rekan-rekan mahasiwa satu kelompok yang telah banyak memberikan masukan untuk
makalah ini.
Kami juga menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna,
Oleh karena itu jika terdapat kesalahan-kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Demikian makalah ini kami buat semoga dapat bermanfaat.

Medan, 08 Mei 2017

Penyusun,

KELOMPOK 6
DAFTAR ISI

Daftar isi
Kata Pengantar
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian lingkungan kerja
B. Ruang Lingkup Keselamatan Kerja
C. Jenis Lingkungan Kerja
D. Faktor-faktor Dampak Lingkungan Kerja
E. Indikator-Indikator Lingkungan Kerja

F. Ciri ciri lingkungan kerja yang baik

G. Cara menghadapi lingkungan kerja yang tidak kondusif

BAB III PENUTUP


DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tenaga kerja merupakan modal utama dalam pengembangan usaha, sehingga mereka
harus mendapatkan perlindungan keselamatan kerja dari perusahaan. Selain itu, untuk
menunjang terciptanya suasana dan lingkungan pekerjaan yang aman dan sehat, perusahaan
harus melaksanakan beberapa program untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap tempat kerja
selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga
kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja. Potensi bahaya adalah segala
sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit,
kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan
sistem kerja.

Lingkungan kerja beserta semua faktor-faktornya dapat merugikan kesehatan pekerja


apabila tidak dikelolah dengan baik. Penyakit akibat kerja timbul karena pekerja terpapar
pada lingkungan kerja yang mengandung bermacam-macam bahaya kesehatan baik yang
bersifat kimia, fisik, biologi, fisiologi dan mental psikologi.

Bahaya tidak hanya berhenti pada satu tempat saja, bahaya akan muncul dimana dan
kapan saja.Identifikasi bahaya, pemeliharaan dan pemantauan terhadap lingkungan/kesehatan
kerja harus dilaksanakan secara terus-menerus sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.Keselamatan, kesehatan dan lingkungan kerja merupakan satu kesatuan yang saling
berkaitan, sehingga dalam prakteknya, ketiga komponen tersebut harus sinergi dan terpadu.

B. Rumusan masalah

1. Mengetahui apa saja jenis-jenis lingkungan kerja.


2. Mengetahui apa pengertian dari dampak lingkungan kerja.
3. Mengetahui apa-apa saja yang menjadi faktor-faktor dampak lingkungan kerja.

C. Tujuan

Untuk mengetahui faktor-faktor dampak lingkungan kerja terhadap cara kerja dan
kesehatan para pekerja, seperti bahaya kimia, fisik, biologi, fisiologi dan mental psikologi.
Dan untuk mengetahui
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian lingkungan kerja

Lingkungan kerja merupakan sesuatu yang ada di sekitar perusahaan yang


mempengaruhi cara kerja dan motivasi kerja karyawan. Untuk lebih jelasnya pengertian
lingkungan kerja akan dikemukakan pendapat ahli, yaitu:

Alex S. Nitisemito (1998) mengatakan: lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang
ada disekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-
tugas yang dibebankan. Sementara Sastrohadiwiryo (2002) yang menyatakan: lingkungan
kerja adalah suatu kondisi, situasi dan keadaan kerja yang menimbulakan tenaga kerja
memiliki semngat dan moral/kegairahan kerja yang tinggi, dalam rangka meningkatkan
produktivitas kerja sesuai dengan apa yang diharapkan.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan kondisi
yang dapat dipersiapkan oleh manajemen perusahaan yang bersangkutanpada saat tempat
kerja dibentuk perusahan. Sejalan dengan pendirian perusahan, manajemen perusahan
selayaknya mempertimbangkan lingkungan kerja bagi karyawan perusahaan.

Berdasarkan penjelasan apa yang disebut dengan lingkungan kerja, maka dapat
dikemukakan beberapa faktor yang termasuk dalam lingkungan kerja. Faktor-faktor tersebut
menurut Alex S. Nitisemito (1998) adalah sebagai berikut:

1. Pewarnaan
2. Kebersihan

3. Pertukaran udara

4. Penerangan
5. Musik

6. Keamanan

7. Kebisingan

Kondisi Lingkungan kerja adalah keadaan lingkungan tempat kerja yang meliputi
berbagai faktor, yaitu: faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi, dan psikososial yang
mempengaruhi pekerjaan dalam melaksanakan pekerjaannya.

Kesehatan lingkungan kerja adalah ilmu dan seni yang ditunjukkan untuk mengenal,
mengevaluasi dalam mengendalikan semua faktor-faktor dan stres lingkungan di tempat kerja
yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan, kesejahteraan, kenyamanan dan efisiensi
dikalangan pekerjaan dan masyarakat.
Tujuan utama dari kesehatan lingkungan kerja adalah melindungi pekerja dan
masyarakat sekitar suatu RS atau perusahaan dari bahaya-bahaya yang mungkin timbul.
Untuk dapat mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya lingkungan kerja yang
diperkirakan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja, utamanya terhadap pekerja, ditempuh
tiga langkah utama yaitu: pengenalan, penilaian dan pengendalian dari berbagai bahaya dan
resiko kerja.

B. Ruang Lingkup Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja termasuk dalam perlindungan teknis, yaitu perlindungan terhadap


pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan
yang dikerjakan. Keselamatan kerja tidak hanya memberikan perlindungan kepada
pekerja/buruh, tetapi juga kepada pengusaha dan pemerintah :

1) Bagi pekerja/buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan


menimbulkan suasana kerja yang tenteram sehingga pekerja/buruh akan dapat memusatkan
perhatiannya pada pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir sewaktu-waktu akan
tertimpa kecelakaan kerja.

2) Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di perusahaannya akan dpat


mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan pengusaha harus memberikan
jaminan social.

3) Bagi pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya dan ditaatinya peraturan


keselamatan kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk menyejahterakan
masyarakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi perusahaan baik kualitas maupun
kuantitasnya.

Untuk mewujudkan perlindungan keselamatan kerja, maka pemerintah telah


melakukan upaya pembinaan norma di bidang ketenagakerjaan. Dalam pengertian pembinaan
norma ini sudah mencakup pengertian pembentukan, penerapan dan pengawasan norma itu
sendiri.

Ditinjau dari segi keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan
dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja harus diterapkan dan
dilaksanakan di setiap tempat kerja.

Perusahaan (Tempat kerja) adalah setiap tempat yang di dalamnya terdapat 3 (tiga) unsur,
yaitu :

1) Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis maupun social.

2) Adanya sumber bahaya.


3) Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik secara terus menerus maupun
hanya sewaktu-waktu.

C. Jenis Lingkungan Kerja

Menurut Sedarmayanti (2001:21) jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua: (a) lingkungan
kerja fisik, dan (b) lingkungan kerja non fisik.

1) Lingkungan kerja Fisik

Menurut Sedarmayanti (2001:21),

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat
kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun scara tidak
langsung.

Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu :

a. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti: pusat kerja, kursi,
meja dan sebagainya)

b. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang
mempengaruhi kondisi manusia, misalnya:temperatur, kelembaban, sirkulasi udara,
pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.

Untuk dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka langkah
pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan tingkah lakunya maupun
mengenai fisiknya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang
sesuai.

2) Lingkungan Kerja Non Fisik

Menurut Sadarmayanti (2001:31),

Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan
hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja,
ataupun hubungan dengan bawahan.Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok
lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan
D. Faktor-faktor Dampak Lingkungan Kerja

Dampak lingkungan kerja dapat didefinisikan sebagai segala kondisi yang dapat
memberi pengaruh terhadap kesehatan atau kesejahteraan orang yang bekerja. Faktor-faktor
dampak lingkungan kerja meliputi faktor Kimia, Biologi, Fisika, Fisiologi dan Psikologi.

1. Dampak kimia

Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh: Pernapasan (inhalation), Kulit (skin
absorption), Tertelan (ingestion). Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis
atau kedua-duanya.

Korosi : Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan
tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang
paling umum terkena. Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.\

Iritasi : iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi


kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan
yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema (bengkak). Contoh :
Kulit : asam, basa,pelarut, minyak. Dan pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia,
nitrogen dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone.

Kanker : Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah
terbukti pada manusia. Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang
secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada hewan . Contoh:

- Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride ( liver


angiosarcoma); 2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos (kanker paru-
paru , mesothelioma);

- Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride, dichromates,


beryllium.

Racun Sistemik : Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada
organ atau sistem tubuh. Contoh :

- Otak : pelarut, lead,mercury, manganese

- Sistem syaraf peripheral : n-hexane,lead,arsenic,carbon disulphide

- Sistem pembentukan darah : benzene,ethylene glycol ethers

- Ginjal : cadmium,lead,mercury,chlorinated hydrocarbons

- Paru-paru : silica,asbestos, debu batubara (pneumoconiosis).

2. Dampak Biologi

Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari sumber-
sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari binatang atau bahan-
bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang terdegradasi. Bahaya biologi dapat
dibagi menjadi dua yaitu yang menyebabkan infeksi dan non-infeksi. Bahaya dari yang
bersifat non infeksi dapat dibagi lagi menjadi organisme viable, racun biogenik dan alergi
biogenik.

Organisme viable dan racun biogenic

Organisme viable termasuk di dalamnya jamur, spora dan mycotoxins; Racun


biogenik termasuk endotoxins, aflatoxin dan bakteri. Perkembangan produk bakterial dan
jamur dipengaruhi oleh suhu, kelembapan dan media dimana mereka tumbuh. Pekerja yang
beresiko: pekerja pada silo bahan pangan, pekerja pada sewage & sludge treatment, dll.
Contoh : Byssinosis, grain fever, Legionnaires disease.

Alergi Bionik

Termasuk didalamnya adalah: jamur, animal-derived protein, enzim. Bahan alergen


dari pertanian berasal dari protein pada kulit binatang, rambut dari bulu dan protein dari urine
dan feaces binatang. Bahan-bahan alergen pada industri berasal dari proses fermentasi,
pembuatan obat, bakery, kertas, proses pengolahan kayu , juga dijumpai di bioteknologi (
enzim, vaksin dan kultur jaringan). Pada orang yang sensitif, pemajanan alergen dapat
menimbulkan gejala alergi seperti rinitis, conjunctivitis atau asma. Contoh : Occupational
asthma : wool, bulu, butir gandum, tepung bawang dsb.

Bahaya Infeksi

Penyakit akibat kerja karena infeksi relatif tidak umum dijumpai. Pekerja yang
potensial mengalaminya yaitu pekerja di rumah sakit, laboratorium, jurumasak, penjaga
binatang, dokter hewan dll. Contoh : Hepatitis B, tuberculosis, anthrax, brucella, tetanus,
salmonella, chlamydia, psittaci.

3. Dampak Fisik

Bahaya fisik yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan


kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas
tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran,
radiasi.

Kebisingan

Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat
memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu
populasi. Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi,
distribusi frekuensi, dan lama pajanan. Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti
masalah komunikasi, turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job
performance tenaga kerja. Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka
waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis. Tuli
permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim . Contoh : Pengolahan
kayu, tekstil, metal, dll.

Getaran

Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi,
amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten. Metode
kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya.
Pekerjaan manual menggunakan powered tool berasosiasi dengan gejala gangguan
peredaran darah yang dikenal sebagai Raynauds phenomenon atau vibration-induced
white fingers (VWF). Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif
pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan
sakit tulang belakang. Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.

Pencahayaan

a) Tujuan pencahayaan : Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam melaksanakan


pekerjaan dan memberi lingkungan kerja yang aman.

b) Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala,
berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan.

c) Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas,


mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja,
mengurangi kecelakaan kerja.

4. Dampak Psikologi

Bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis


ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti : penempatan
tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau
pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya
keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan
kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi
dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress akibat
kerja.

Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap
tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan
stress.

Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian,


penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.

Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi,


gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit
seperti eksim,dll.
5. Dampak Fisiologi

Potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi yang
tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam melakukan
pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan
kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun
ketidakserasian antara manusia dan mesin.

Pembebanan Kerja Fisik

Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial
ekonomi dan derajat kesehatan.

Pembebanan tidak melebihi 30 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja
dalam jangka waktu 8 jam sehari.

Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila
mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut
harus disesuaikan.

Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis
yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40
permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.

E. Indikator-Indikator Lingkungan Kerja

Indikator-indikator lingkungan kerja menurut Sedarmayanti (2001:46) adalah sebagai berikut

1. Penerangan
2. Suhu udara
3. Suara bising
4. Penggunaan warna
5. Ruang gerak yang diperlukan
6. Keamanan kerja
7. hubungan karyawan
Budaya perusahaan merupakan suatu ciri khas dari suatu perusahaan yang mencakup
sekumpulan nilai-nilai kepercayaan yang membantu karyawan untuk mengetahui tindakan
apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan yang berhubungan dengan struktur
formal dan informal dalam lingkungan perusahaan. Selain itu budaya perusahaan juga
merupakan suatu kekuatan tak terlihat yang mempengaruhi pemikiran, persepsi, dan tindakan
manusia yang bekerja di dalam perusahaan, yang menentukan dan mengharapkan bagaimana
cara mereka bekerja sehari-hari dan membuat mereka lebih senang dalam menjalankan
tugasnya.
Dengan adanya budaya perusahaan akan memudahkan karyawan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan perusahaan, dan membantu karyawan untuk mengetahui tindakan apa
yang seharusnya dilakukan sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam perusahaan dan
menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut sebagai pedoman karyawan untuk berperilaku yang
dapat dijalankan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.

Lingkungan kerja merupakan suatu alat ukur yang akan berpengaruh terhadap kinerja
karyawan jika lingkungan kerja yang ada di perusahaan itu baik. Lingkungan kerja yang
menyenangkan bagi karyawan melalui pengikatan hubungan yang harmonis dengan atasan,
rekan kerja, maupun bawahan, serta didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai yang
ada di tempat bekerja akan membawa dampak yang positif bagi karyawan, sehingga kinerja
karyawan dapat meningkat.

Untuk itu budaya perusahaan dan lingkungan kerja sebagai dua faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan sebaiknya dilakukan dengan baik, karena kedua hal ini akan sangat
menentukan baik itu untuk karyawan maupun untuk perusahaan, karena jika kedua hal ini
mendapat perhatian dari perusahan maka keuntungan yang diperoleh tentu sangat besar dan
berguna, baik untuk masa kini dan masa yang akan datang, perusahaan memperoleh
keuntungan berupa pencapaian tujuan dan produktivitas yang tinggi dan bagi karyawan akan
memperoleh kinerja yang tinggi.

F. Ciri ciri lingkungan kerja yang baik

1. Suasana yang hangat dan ceria

Jika suasana kerja yang selalu gembira dan cerdas, maka pekerjaan terasa menyenangkan.
Jika Anda bekerja dalam suasana yang serius, maka akan mempengaruhi produktivitas kerja
Anda. Bekerja dalam suasana yang menyenangkan akan membantu Anda untuk memberikan
hasil yang baik.

2. Persahabatan

Jika Anda berbagi persahabatan yang baik dengan rekan kerja Anda, maka pekerjaan akan
pasti menyenangkan untuk Anda. Jika Anda tidak berbicara dengan rekan kerja Anda, maka
ini akan membatasi Anda ke suasana yang kaku. Anda akan merasa tercekik duduk sendirian
sepanjang hari. Berbagi persahabatan dengan rekan kerja Anda merupakan tanda positif dari
suasana kerja yang sehat.

3. Bebas berbagi ide

Jika tidak ada rasa batasan dalam berbagi ide Anda dengan atasan atau rekan kerja, maka
sudah pasti menyenangkan untuk bekerja di tempat seperti itu. Berbagi ide akan membantu
untuk meningkatkan output produktif pekerjaan Anda.

4. Area kerja bersih

Apakah Anda bekerja di suatu tempat, di mana semuanya terorganisir dan bersih? Ini juga
merupakan tanda dari suasana kerja yang sehat. Bekerja di tempat yang berantakan hanya
akan mempengaruhi produktivitas Anda. Jika meja kerja Anda berantakan, maka ini juga bisa
menyebabkan pikiran negatif dalam pikiran Anda. Bersihkan meja kerja Anda dengan benar
untuk menciptakan lingkungan yang sehat di kantor

5. Manajemen yang lebih baik

Konflik kerja yang umum karena perbedaan pendapat. Namun, dengan manajemen yang baik,
semuanya dapat dikendalikan. Manajemen yang baik biasanya terbuka dan menerima
gagasan dari para karyawannya.

6. Kenyamanan

Bagaimana Anda akan bekerja di tempat di mana Anda tidak merasa nyaman? Tingkat
kenyamanan Anda mempunyai peran utama di tempat kerja. Jika Anda merasa nyaman untuk
bekerja dalam suasana yang telah ditentukan, maka sudah pasti kantor Anda adalah tempat
kerja yang sehat.

G. Cara menghadapi lingkungan kerja yang tidak kondusif

Faktor stres yang sering dialami karyawan adalah berada dalam lingkungan kerja yang tidak
kondusif dan tidak baik. Karena lingkungan kerja sangat mempengaruhi akan kinerja dan
performance yang baik. Jika Anda berada dalam lingkungan yang tidak mendukung contoh
sistem kerja dan management kantor yang tidak cocok dengan kepribadian Anda, maka akan
menimbulkan jalinan kekerabatan antara Anda dan atasan/rekan kerja menjadi sulit.

Dengan kondisi yang seperti ini, memang sulit untuk bisa menunjukkan kualitas kerja Anda
yang terbaik. Namun dengan kondisi tersebut bukan berarti menjadi alasan untuk tidak
bersikap profesional di kantor. Ikuti langkah berikut agar Anda bertahan dalam lingkungan
buruk dan memiliki karir yang berhasil di lingkungan yang buruk.

Jangan Mudah Menyerah dan Terpengaruhi :

Berada dalam lingkungan kerja yang tidak menyenangkan sudah pasti itu sangat
menyebalkan dan menyiksa batin, pikiran Anda akan dipenuhi oleh beban pikiran soal
pekerjaan. Cobalah untuk berusaha menyeimbangkan pikiran positif dan negatif. Berfikir
positif jangan terpengaruh akan pikiran negarif yang memasuki pikiran Anda. Sehingga Anda
tidak akan mudah menyerah pada keadaaan yang sulit.

Tetap Semangat
Sebaiknya Anda dapat membagi waktu antara waktu pekerrjaan dengan waktu untuk
bersantai sejenak atau bersenang-senang memanfaatkan waktu libur. Dengan mengisi waktu
weekend dengan berlibur tentu akan membuat Anda lebih fresh dan semangat dalam
menghadapi lingkungan kerja

Pembelajaran

Jika Anda mengalami kegagalan dari suatu kesalahan anggaplah menjadi sebuah
pembelajaran yang diambil hikmahnya. karena dengan kesalahan kita bisa berubah menjadi
lebih baik.
A. DEFINISI KEBISINGAN

Bising dalam kesehatan kerja, bising diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan
frekuensi pendengaram baik secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun
secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran) berkaitan dengan faktor intensitas,
frekuensi, durasi dan pola waktu.

Kebisingan didefinisikan sebagai suara yang tak dikehendaki , misalnya yang yang
merintangi terdengarnya suara suara, musik dsb, atau yang menyebabkan rasa sakit atau
yang menghalangi gaya hidup.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki
dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menmbulkan ketulian.

B. SUMBER KEBISINGAN

Sumber bising adalah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu


pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya sumber
kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat pembangkit
tenaga,alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga. Di industri, sumber kebisingan dapat
diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu :

a. Mesin
Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktivitas mesin.
b. Vibrasi
Kebisingan yang dittimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat gesekan,
benturan, atau ketidakseimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada roda gigi, roda
gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain lain.
c. Pergerakan udara, gas dan cairan
Kebisingan ini ditimbulkan akibat pergerakan udara, gas, dan cairan dalam kegiatan
proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa, gas buang,
jet. Flare boom, dan lain lain.

C. KATEGORI KEBISINGAN

Berdasarkan frekuensi tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka
bising dibagi dalam tiga kategori yaitu audible noise, occupational noise, dan impuls noise
(Gabriel JF, 1996)

1. Audible noise (bising pendengaran), bising ini disebabkan oleh frekuensi bunyi atau
31,5 8.000 Hz.
2. Occupational noie (bising berhubungan dengan pekerjaan), bising yang disebabkan
oleh bunyi mesin ditempat kerja.
3. Impuls Noise (impact noise = bising impulsive), bising yang terjadi akibat adanya
bunyi yang menyentak. Misalnya pukulan palu, ledakan, mriam, tambakan bedil dan
lain lain.

D. JENIS KEBISINGAN

Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi atas:

a. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini relatif tetap
dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut turut. Misalnya
mesin, kipas angin, dan dapur pijar.
b. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit. Bising ini juga relatif
tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500,
1000, dan 4000 hz). Misalnya gergaji serkuler, katup gas.
c. Bising terputus putus (Intermitten). Bising ini tidak terjadi secara terus menerus,
melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya suara lalu lintas, kebisingan di
lapangan terbang.
d. Bising Impulsif
Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu
sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Misalnya tembakan, suara
ledakan mercon, meriam.

e. Bising Impulsif Berulang


Sama dengan bising impulsif, hanya saja disini terjadi secara berulang ulang.
Misalnya mesin tempa.

Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dapat dibagi atas :

a. Bising yang mengganggu (Irritating noise). Intensitas tidak terlalu keras. Misalnya
mendengkur.

b. Bising yang menutupi (Masking Noise) . Merupakan bunyi yang menutupi


pendengarn yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan
dan keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam
bising dari sumber lain.

c. Bising yang merusak (damaging/ injurious noise)

bunyi yang intensitasnya melampaui NAB. Bunyi jenis ini akan merusak atau
menurunkan fungsi pendengaran.

E. NILAI AMBANG BATAS KEBISINGAN


NAB kebisingan adalah angka dB yang dianggap aman untuk sebagian besar tenaga
kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu.

Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. SE-
01/MEN/1978, Nilai Ambang Batas untuk kebisingan di tempat kerja ada;ah intensitas
tertingi dan merupakan nilai rata rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa
mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetao untuk waktu terus menerus tidak lebih dari
8 jam sehari atau 40 jam seminggunya.

Waktu maksimum untuk bekrja adalah sebagai berikut :

a. 82 dB : 16 jam per hari


b. 85 dB : 8 jam per hari
c. 88 dB : 4 jam per hari
d. 91 dB : 2 jam per hari
e. 97 dB : 1 jam per hari
f. 100 dB : jam per hari

NAB Kebisingan menurut SK Menteri Tenaga Kerja No : Kep-51/Men/1999 tentang


NAB batas faktor fisik di tempat kerja :
Sedangkan menurut OSHA untuk batas waktu pemaparan bising yang diperkenankan
adalah

F. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN BAHAYA KEBISINGAN

Bahaya bising dihubungkan dengan beberapa faktor :

1. Intensitas
Intensitas bunyi yang ditangkap oleh telinga berbanding langsung dengan logaritma
kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan getaran dalam rentang yang dapat didengar.
Jadi, tingkat tekanan bunyi diukur dengan skala logaritma dalam desibel (dB)
2. Frekuensi
Frekuensi bunyi yang dapat didengar telinga manusia terletak antara 16 hingga 20.000
Hz. Frekuensi bicara terdapat dalm rentang 250 4.000 Hz. Bunyi frekuensi tinggi
adalah yang paling berbahaya
3. Durasi
Efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan, dan kelihatannya
berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai telinga dalam. Jadi perlu
untuk mengukur semua elemen lingkungan akustik. Untuk tujuan ini digunakan
pengukur bising yang dapat merekam dan memadukan bunyi.
4. Sifat
Mengacu pada distribusi energi bunyi terhadap waktu (stabil, berfluktuasi,
intermiten). Bising impulsif (satu atau lebih lonjakan energi bunyi dengan durasi
kurang 1 detik) sangat berbahaya.

G. GANGGUAN PENDENGARAN
Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat
kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami
pembicaraan. Menurut ISO derajat ketulian sebagai berikut :

Jika peningkatan ambang dengar antara 0 - < 25 dB, masih normal


Jika peningkatan ambang dengar antara 26 40 dB, disebut tuli ringan
Jika peningkatan ambang dengar antara 41 60 dB, disebut tuli sedang
Jika peningkatan ambang dengar antara 61 90 dB, disebut tuli berat
Jika peningkatan ambang dengar antara > 90 dB disebut tuli sangat berat

Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti gangguan fisiologis,
gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian, atau ada yang menggolongkan
gangguannya berupa gangguan auditory, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan
gangguan non auditory seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan,
menurunnya performance kerja, kelelahan dan stress.

1. Gangguan Fisiologis
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, basal
metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki, dapat
menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur,
emosi dan lain lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat menimbulkan penyakit,
psikosomatik seperti gastritis, penyakit jantung koroner, dan lain lain.
3. Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin
terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum berpengalaman. Gangguan
komunikasi ini secara tidak langsung akan mengakibatkan bahaya terhadap
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena tidak mendengar teriakan atau isyarat
tanda bahaya dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktifitas
kerja
4. Gangguan Keseimbangan
Gangguan keseimbangan ini mengakibatkan gangguan fisiologis seperti kepala
pusing, mual dan lain lain.
5. Gangguan terhadap pendengaran (Ketulian)
Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan
terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling seirus karena dapat menyebabkan
hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat bersifat progresif atau
awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus menerus di tempat bising tersebut
maka daya dengar akan menghilang secara menetap atau tuli.
Tuli dibagi menjadi beberapa yaitu sebagai berikut :
a. Tuli Sementara (Temporary Treshold Shift = TTS)
Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi, tenaga kerja
akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara. Biasanya
waktu pemaparannya terlalu singkat. Apabila kepada tenaga kerja diberikan
waktu istirahat secara cukup. Daya dengarnya akan pulih kembali kepada
ambang dengar semula dengar semula.
b. Tuli menetap (Permanent Treshold Shift = PTS)
Biasanya akibat waktu paparan yang lama (kronis). Besarnya PTS dipengaruhi
oleh faktor faktor berikut :
Tingginya level suara
Lama pemaparan
Spektrum suara
Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinyu maka kemungkinan
terjadinya TTS akan lebih besar.
Kepekaan individu
Pengaruh Obat Obatan
Beberapa obat dapat memperberat (pengaruh sinergestik) ketulian
apabila diberikan bersamaan dengan kontak suara. Misalnya quinine,
aspirin, streptomycin, dan beberapa obat lainnya.
Keadaan kesehatan

H. MENGUKUR TINGKAT KEBISINGAN

Untuk mengetahui intensitas bising di lingkungan kerja, digunakan Sound level meter.
Untuk mengukur nilai ambang pendengaran digunakan Audiometer. Untuk menilai tingakt
pajanan pekerja lebih tepat digunakan Noise Dose Meter karena pekerja umumnya tidak
menetap pada suatu tempat kerja selama 8 jam ia bekerja. Nilai ambang batas (NAB)
intensitas bising adalah 85 dB dan waktu bekerja maksimum adalah 8 jam per hari.

Sound level Meter adalah alat pengukur suara. Mekanisme kerja SLM apabila ada benda
bergetar, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan tekanan udara yang dapat ditangkap
oleh alat ini, selanjutnya akan menggerakkan meter penunjuk.

Audiometer adalah alat untuk mengukur nilai ambang pendengaran. Audiogra, adalah chart
hasil pemeriksaan audiometer. Nilai Ambang pendengaran adalah suara yang paling lemah
yang masih dapat didengar telinga.

I. PROGRAM KONSERVASI PENDENGARAN ( HEARING CONSERVATION


PROGRAM)

Program ini mencakup aktifitas berikut :


a. Survey Paparan Kebisingan

Identifikasi area dimana pekerja terekspose dengan level kebisingan yang


berbahaya. Pada daerah kerja yang telah ditetapkan tadi, dilakukan penelitan tingkat
kebisingan (analisis kebisingan).

Untuk mengukur tingkt intensitas digunakan Sound Level Meter, tetapi bila
ingin pengukuran lebih detail, maka menggunakan sound Level Meter yang
dilengkapi Octave Band Analyzer atau dengan menggunakan Noise Dose Meter.\

b. Test Pendengaran

Terhadap karyawan yang bekerja di area tersebut, dilakukan pemeriksaan


pendengarannya secara berkala setahun sekali. Sebelum diperiksa karyawan harus
dibebaskan dari kebisingan di tempat kerjanya selama 16 jam. Dalam usaha
memberikan perlindungan secara maksimum terhadap pekerja NIOSH menyarankan
untuk melakukan pemeriksaan audiometri sebagai berikut :

1). Sebelum bekerja atau sebelum penugasan awal di daerah yang bising
2). Secara berkala (periodik / tahunan)
Pekerja yang terpapar kebisingan > 85 dB selama 8 jam sehari, pemeriksaan
dilakukan setiap 1 tahun atau 6 bulan tergantung tingkat intensitas bising.
3) Secara khusus pada waktu tertentu
4) Pada akhir masa kerja.

Ada beberapa macam audiogram untuk pemeliharaan pendengaran yaitu :

1) Audiogram dasar (Baseline Audiogram), pada awal pekerja bekerja


dikebisingan.

2) Monitor ( Monitoring Audiogram), dilakukan kurang dari setahun setelah


audiogram sebelumnya.

3) Test Ulangan (Retest Audiogram)

4) Test Konfirmasi ( Confirmation Audiogram), dilakukan bagi pekerja yang


retest audiogramnya konsisten menunjukkan adanya perubahan tingkat
pendengaran.

5) Test Akhir ( Exit Audiogram), dilakukan bilamana pekerja brhenti bekerja.

c. Pengendalian kebisingan

Pada dasarnya pengendalian kebisingan dapat dilakuakn terhadap :

Terhadap Sumbernya dengan cara :

Desain akustik, dengan mengurangi vibrasi, mengubah struktur dan lainnya.


Substitusi alat
Mengubah proses kerja

Terhadap Perjalanannya dengan cara :

Jarak diperjauh
Akustik ruangan
Enclosure

Terhadap Penerimanya dengan cara :

Alat Pelindung telinga


Enclosure ( misal dalam control room)
Administrasi dengan rotasi dan mengubah schedule kerja

Selain dari ketiga diatas, dapat juga dilakukan dengan melakukan :

a). Pengendalian secara teknis ( Engineering control) dengan cara :

Pemilihan equipment/tools/ peralatan yang lebih sedikit menimbulkan bising


Dengan melakukan perawatan (Maintenance)
Melakukan pemasangan penyerap bunyi
Mengisolasi dengan melakukan peredaman (material akustik)
Menghindari kebisingan

b). Pengendalian secara Administratif (Administrative control) dengan cara :

Melakukan shift kerja


Mengurangi waktu kerja
Melakukan trainning

Langkah terakhir dalam pengendalian kebisingan adalah dengan menggunakan


alat pelindung pendengaran (earplug, earmuff, dan helmet). Pengendalian kebisingan
dapat dilakukan juga dengan pengendalian secara medis yaitu dengan cara
pemeriksaan kesehatan secara teratur.

d. Alat Pelindung Pendengaran

Pemakaian alat pelindung diri merupakan pilihan terkahir yang harus


dilakukan. Alat pelindung diri yang dipakai harus mampu mengurangi kebisingan
hingga mencapai level TWA atau kurang dari itu, yaitu 85 dB. Ada 3 janis alat
pelindung pendengaran, yaitu :
Sumbat telinga (Earplug), dapat mengurangi kebisingan 8 30 dB. Biasanya
digunakan untuk proteksi sampai dengan 100 dB. Beberapa tipe dari sumbat
telinga antara lain : Formable type, Costum molded ty\pe, Premoled type
Tutup telinga (earmuff), dapat menurunkan kebisingan 25 40 dB. Digunakan
untuk proteksi sampai dengan 110 dB.
Helm (helmet), mengurangi kebisingan 40 50 dB

e. Pendidikan dan Motivasi

Semua pekerja yang berhak mengikuti progam konservasi pendengaran, harus


mendapatkan pendidikan dan training yang cukup setiap tahun, baik yang terlibat
langsung maupun tidak pada program pemeliharaan pendengaran. Pendidikan dan
edukasi pada dasarnya sasarannya adalah perilaku pekerja.

Hal hal yang relevan dan harus ada dalam program pendidikan ini adalah
sebagai berikut :

Standart penanganan dampak kebisingan akibat kerja yang rasional dan jelas.
Dampak kebisingan terhadap pendengaran
Policy / kebijakan perusahaan dengan pengontrolan yang baik yang telah
dilaksanakan maupun rencana kedepan
Audiometri yaitu menjelaskan bagaimana peranan audiometri dalam
mencegah hilangnya pendengaran akibat kebisingan, bagaimana melakukan
test itu sendiri interpretasinya serta implikasi yang timbul dari hasil test.
Tanggung jawab individual, dengan diskusi mengenai sumber kebisingan,
bagaimana mengontrolnya serta usaha mencegahnya agar tidak mengganggu
kesehatan dikemudian hari.

f. Pencatatan dan pelaporan

Informasi yang harus tersimpan dalam pencatatan dan pelaporan yaitu :

a. Data hasil pengukuran kebisingan

Departemen dan lokasi yang disurvey beserta hasilnya


Alat yang dipakai serta kalibrasinya
Daftar nama karyawan yang terpapar di atas 85 dBA
Daftar area karyawan yang terpapar di atas 85 dBA
b. Data kontrol terikat / administrative

Data instalasi kontrol teknik secara lengkap beserta evaluasinya


Data perawatan mesin secara teratur
Data karyawan yang mendapatkan perlakuan secara administrative

c. Data hasil Audiometri

Data hasil pemeriksaan audiometri dari masing masing karyawan lengkap


dengan nama, umur, job description, tanggal pelaksanaan audiometri dsb.
Pre employment atau pre exposure audiogram
Termination atau exit audiogram
Hasil review dari audiogram
Nama teknisi yang melaksanakan audiometri serta sertifikasi yang dimilikinya

d. Data Alat Pelindung Diri

Tanggal mulai pemberian APD pada karyawan


Merk dan ukuran APD yang dipakai
Data pendidikan penggunaan dan perawatan APD
Data hasil inspeksi penggunaan APD
Kalkulasi efek penurunan level kebisingan dari APD yang dipakai, untuk melihat
efektivitas alat.

e. Data Pendidikan dan Pelatihan

Isi program pendidikan dan pelatihan tahunan


Nnama presenter serta metode pelatihan yang digunakan
Nama nama peserta pelatihan
Hasil evaluasi pelatihan

f. Data Evaluasi Program

Dokumentasi tahunan berkenaan pengukuran kebisingan, perfomance dari APD,


serta review hasil audiometri
Data usulan perubahan atau tambahan dalam pedoman program konservasi
pendengaran
g. Evaluasi Program

Mereview apakah program pemeliharaan pendengaran diatas sudah dilakukan


secara menyeluruh dan juga kulaitas pelaksanaan masing masing komponennya.
Membandingkan baseline audiogram lainnya untuk menngukur keberhasilan
usaha pencegahan tersebut.
Identifikasikan apakah ada daerah yang dikontrol lebih lanjut.
Buat check list yang spesifik untuk masing masing daerah kerja untuk
meyakinkan apakah semua komponen program telah ditindak lanjuti sesuai
standart yang berlaku.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengertian lingkungan kerja adalah: Lingkungan kerja merupakan sesuatu yang ada di
sekitar perusahaan yang mempengaruhi cara kerja dan motivasi kerja karyawan.
Jenis-jenis lingkungan kerja terdiri dari:

1. Lingkungan kerja fisik.

2. Lingkungan kerja non fisik

Faktor bahaya lingkungan kerja terhadap kesehatan, seperti :

Bahaya Kimia, seperti : korosi, kanker, iritasi, dan racun sistemik

Bahaya Biologi, seperti : bahaya infeksi, alergi bionik, dan Organisme viable dan racun
biogenic.

Bahaya fisik, seperti : pencahayaan, getaran, dan kebisingan.

Bahaya Psikologi, seperti : stress, gangguan emosional, dan Penyakit-penyakit


psikosomatis.

Bahaya Fisiologi, seperti : jangka waktu, beban kerja fisik, dll.

Indikator lingkungan kerja terdiri dari:

1. Penerangan
2. Suhu udara
3. Suara bising
4. Penggunaan warna
5. Ruang gerak yang diperlukan
6. Keamanan kerja
7. hubungan karyawan

B. Saran

Untuk dapat meningkatkan pruduktifitas hasil kerja suatu perusahaan, perlu penaganan
khusus pada lingkungan kerja. Agar tidak memberikan dampak negatif pada para pekerja
yang sedang bekerja. Sehingga tidak menggangu proses pekerjaan yang sedang berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA

1. AA. Anwar Prabu Mangkunegara (2000). Manajemen SDM Perusahaan, Remaja


Rosdakarya, Bandung.

2. Achmad Ruki (2002). Sistem Manajemen Kinerja, Refika Aditama, Bandung.

3. Alex S. Nitisemito (1991). Manajemen Personalia: Manajemen Sumber Daya Manusia,


Ghalia Indonesia, Jakarta.

4. http://leoriset.blogspot.com/2008/09/pengaruh-motivasi-kerja-dan-suasana.html

5. Husen Umar (1997). Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi Cetakan Ketujuh,
Gramedia Pustaka, Jakarta.

6. John W. Limbong (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia dan Strategi


Pembangunannya, Universitas IGI, Jakarta.

7. Payaman Simanjuntak (2005). Manajemen dan Evaluasi Kinerja, FEUI, Depok.

8. Slameto (1991). Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta.

9. Wirawan (2001). Evaluasi Kinerja, Erlangga, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai