Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Salah satu materi psikologi yang akrab sekali dengan kehidupan sehari-hari kita adalah
munculnya emosi, banyak orang yang beranggapan bahwasanya emosi itu adalah sesuatu hal
yang buruk, sesuatu yang diidentikan dengan amarah.Namun pada kenyataannya emosi itu
tidaklah hanya berupa amarah, emosi juga bisa dalam hal kebaikan.Lalu dari mana emosi itu
muncul, apakah timbul dari pikiran atau dari tubuh, agaknya tak seorangpun dapat menjawabnya
dengan pasti. Ada yang mengatakan itu merupakan tindakan dahulu (tubuh), baru muncul emosi,
ada yang mengemukakan emosi dulu(pikiran), baru timbul tindakan.

Emosi tidak hanya berupa amarah, ada beberapa macam emosi dasar yang sudah dimiliki oleh
manusia sejak lahir. Oleh karena itu kita perlu mempelajari materi psikologi tentang psikologi
agar kita dapat mengenali emosi pada diri kita sendiri sehingga kita dapat mengendalikan dan
mengembangkan emosi kita dengan baik.

Pandangan umum tentang emosi adalah ketika seseorang mengalami suatu kejadian di
lingkungannya dan kejadian tersebutlah yang membentuk emosi dalam diri kita. Awalnya dari
lingkungan lalu tubuh bereaksi sebagai respon, berikutnya perubahan fisiologis ini memunculkan
emosi. Bukan sebaliknya, emosi memunculkan reaksi, emosi yang berbeda diasosiasikan dengan
keadaan identik psikofisiologis yang terjadi dalam tubuh, organ dalam tubuh tidaklah sangat
sensitif. Karena tidak selalu bisa memilah informasi yang berbeda ketika seseorang butuh
pengalaman untuk mendapatkan suatu emosi, contohnya rasa takut dan tegang. Perkembangan
perubahan dalam tubuh diasosiasikan dengan pembentukan emosi, jika tidak terjadi stimulus
normal yang terbangkitkan, individu takkan mengalami suatu emosi yang mekorespondasi reaksi
fisik. Terkait dengan uraian tersebut dalam kalah ini akan dibahas mengenai emosi khususnya
tentang bentuk reaksi emosi dan perkembangan emosi.

1. Rumusan Masalah
2. Apa yang dimaksud denganemosi?
3. Apa saja macam-macam dan ciri-ciriemosi?
4. Apa saja faktor penyebab emosi ?
5. Apa saja teori – teori emosi?
6. Apa saja perubahan – perubahan pada tubuh saat terjadi emosi ?

1. Tujuan
2. Untukmengetahui apa yang dimaksut dengan emosi
3. Untuk mengetahui macam-macam emosi
4. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktaor yang menyebabkan emosi
5. Untuk mengetahui apa saja teori – teori tentang emosi
6. Untuk mengetahui apa saja perubahan yang terjadi pada tubuh saat terjadi emosi

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Emosi

Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini
menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut
Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu
keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada
dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap
rangsangan dari luar dan dalam diri individu.Sebagai contoh emosi gembira mendorong
perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih
mendorong seseorang berperilaku menangis.

Menurut Williams James (Amerika serikat) dan Carl Large (Denmark)emosi adalah hasil
presepsi seseorang terhadap perubahan- perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons
terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari luar[1]. Emosi terkadang juga diidentikan
dengan perasaan, yaitu suatu keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang kita alami dengan
senang atau tidak senang dalam hubungannya dengan peristiwa mengenal dan bersifat subjektif.

Menurut Chaplin (1989) dalam Dictionary of psychology, emosi adalah sebagai suatu keadaan
yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam
sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin (1989) membedakan emosi dengan perasaan, parasaan
(feelings) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun
oleh bermacam-macam keadaan jasmaniah.

Pertumbuhan dan perkembangan emosi seperti juga pada tingkah laku lainnya ditentukan oleh
pematangan dan proses belajar seorang bayi yang baru lahir dapat menangis tetapi ia harus
mencapai ringkas kematangan tertentu untuk dapat tertawa setelah anak itu sudah besar maka ia
akan belajar bahwa menangis dan tertawa digunakan untuk maksud-maksud tertentu atau untuk
situasi tertentu.

Makin besar anak itu makin besar pula kemampuannya untuk belajar sehingga perkembangan
emosinya makin rumit. Perkembangan emosi melalui proses kematangan hanya terjadi sampai
usia satu tahun. Setelah itu perkembangan selanjutnya lebih banyak ditentukan oleh proses
belajar.

1. Macam-Macam dan Ciri-Ciri Emosi

Emosi ada dua macam yaitu emosi positif dan emosi negatif.Emosi positif (emosi yang
menyenangkan), yaitu emosi yang menimbulkan perasaan positif pada orang yang
mengalaminya, diataranya adalah cinta, sayang, senang, gembira, kagum dan sebagainya.Emosi
negatif (emosi yang tidak menyenangkan), yaitu emosi yang menimbulkan perasaan negatif pada
orang yang mengalaminya, diantaranya adalah sedih, marah, benci, takut dan sebagainya.Emosi
positif adalah emosi yang harus dipupuk dan dikembangkan, sedangkan emosi negatif hendaklah
diminimalkan atau dikendalikan sehingga ekspresinya tidak meledak-ledak.

1. Emosi marah

Sumber utama dari kemarahan adalah hal-hal yang mengganggu aktivitas untuk mencapai
tujuannya. Dengan demikian, ketegangan yang terjadi dalam aktivitas itu tidak mereda, bahkan
bertambah untuk menyalurkan ketegangan itu seseorang mengekpresikannya dengan marah
karena tujuannya tidak tercapai dan tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan.

2. Emosi Takut

Takut adalah perasaan yang sangat mendorong individu untuk menjauhi sesuatu dan sedapat
mungkin menghindari kontak dengan hal itu

3. Emosi Cinta

Emosi ini merupakan gambaran kesenangan bagi si pelaku, tentunya mereka akan mendekatinya.
Lalu apa itu definisi cinta sendiri? Tentunya sama halnya jika kita dsisuruh untuk mendefinisikan
ihwal dalam kebahagiaan. Dalam bukunya The Art of Loving, erich Fromm sedemikian jauh
telah berbicara mengenai cinta sebagai alat untk mengatasi keterpisahan manusia, sebagai
pemenuhan kerinduan akan kesatuan.

4. Emosi Depresi

Seseorang mulai menutup ekspresi terbuka daripada emosi-emosinya, dan akan


meluapkandalamdirinyasaja.

5. Emosi Gembira

Gembira adalah ekspresi dari kalangan, yaitu perasaan terbebas dari ketegangan. Biasanya
kegembiran itu disebabkan oleh hal-hal yang bersifat tiba-tiba(surprise) dan kegembiraan
biasanya bersifat sosial, yaitu melibatkan orang-orang lain disekitar orang yang gembira tersebut,

6. Emosi cemburu

Cemburu adalah bentuk khusus dari kekhawatiran yang didasari oleh kurang adanya keyakinan
terhadap diri sendiri dan ketakutan akan kehilangan kasih [2]sayang dari seseorang. Seseorang
yang mempunyai rasa cemburu selalu mempunyai sikap benci terhadap saingannya.

7. Emosi khawatir

Khawatir atau was-was adalah rasa takut yang tidak mempunyai objek yang jelas atau atau tidak
ada objeknya sama sekali. Kekhawatiran menyebabkan rasa tidak senang,gelisah,tidak
tenang,tidak aman.
Bila dilihat dari sebab dan reaksi yang ditimbulkannya, emosi dapat dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu berikut ini:

1. Emosi yang berkaitan dengan perasaan, misalnya perasaan dingin, panas, hangat, sejuk
dan sebagainya. Munculnya emosi seperti ini lebih banyak dirasakan karena faktor fisik
di luar individu, misalnya cuaca, kondisi ruangan, dan tempat dimana individu itu
berbeda.
2. Emosi yang berkaitan dengan kondisi fisiologis, misalnya sakit, meriang, dan sebagainya.
Munculnya emosi seperti ini lebih banyak dirasakan karena faktor kesehatan.
3. Emosi yang berkaitan dengan kondisi psikologis, misalnya cinta, rindu, sayang, benci dan
sejenisnya.

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata mengemukakan empat ciri emosi, yaitu:

1. Pengalaman emosional bersifat pribadi dan subyektif. Pengalaman seseorang memegang


peranan penting dalam pertumbuhan rasa takut, sayang dan jenis-jenis emosi lainnya.
Pengalaman emosional ini kadang–kadang berlangsung tanpa disadari dan tidak
dimengerti oleh yang bersangkutan kenapa ia merasa takut pada sesuatu yang
sesungguhnya tidak perlu ditakuti.
2. Adanya perubahan aspek jasmaniah. Pada waktu individu menghayati suatu
emosi, maka terjadi perubahan pada aspek jasmaniah.Perubahan-tersebut tidak selalu
terjadi serempak, mungkin yang satu mengikuti yang lainnya. Seseorang jika marah maka
perubahan yang paling kuat terjadi debar jantungnya, sedang yang lain adalah pada
pernafasannya, dan sebagainya.
3. Emosi diekspresikan dalam perilaku. Emosi yang dihayati oleh seseorang
diekspresikan dalam perilakunya, terutama dalam ekspresi roman muka dan
suara/bahasa.Ekspresi emosi ini juga dipengaruhi oleh pengalaman, belajar dan
kematangan.
4. Emosi sebagai motif. Motif merupakan suatu tenaga yang mendorong seseorang untuk
melakukan kegiatan.Demikian juga dengan emosi, dapat mendorong sesuatu kegiatan,
kendati demikian di antara keduanya merupakan konsep yang berbeda.Motif atau
dorongan pemunculannya berlangsung secara siklik, bergantung pada adanya perubahan
dalam irama psikologis, sedangkan emosi tampaknya lebih bergantung pada situasi
merangsang dan arti signifikansi personalnya bagi individu.

Faktor Penyebab Emosi

Faktor Internal

Umumnya emosi seseorang muncul berkaitan erat dengan apa yang dirasakan seseorang secara
individu. Mereka merasa tidak puas, benci terhadap diri sendiri dan tidak bahagia. Adapun
gangguan emosi yang mereka alami antara lain adalah:
1. Merasa tidak terpenuhi kebutuhan fisik mereka secara layak sehingga timbul
ketidakpuasan, kecemasan dan kebencian terhadap apa yang mereka alami.
2. Merasa dibenci, disia-siakan, tidak mengerti dan tidak diterima oleh siapapun termasuk
orang tua mereka.
3. Merasa lebih banyak dirintangi, dibantah, dihina serta dipatahkan dari pada disokong,
disayangi dan ditanggapi, khususnya ide-ide mereka.
4. Merasa tidak mampu atau bodoh.
5. Merasa tidak menyenangi kehidupan keluarga mereka yang tidak harmonis seperti sering
bertengkar, kasar, pemarah, cerewet dan bercerai.
6. Merasa menderita karena iri terhadap saudara karena disikapi dan dibedakan secara tidak
adil.

Faktor eksternal

Menurut Hurlock (1980) dan Cole (1963) faktor yang mempengaruhi emosi negatif adalah
berikut ini.

1. Orang tua atau guru memperlakukan mereka seperti anak kecil yang membuat harga diri
mereka dilecehkan.
2. Apabila dirintangi, anak membina keakraban dengan lawan jenis.
3. Terlalu banyak dirintangi dari pada disokong, misalnya mereka lebih banyak disalahkan,
dikritik oleh orang tua atau guru, akan cenderung menjadi marah dan
mengekspresikannya dengan cara menentang keinginan orang tua, mencaci maki guru,
atau masuk geng dan bertindak merusak (destruktif).
4. Disikapi secara tidak adil oleh orang tua, misalnya dengan cara membandingkan dengan
saudaranya yang lebih berprestasi dan lainnya.
5. Merasa kebutuhan tidak dipenuhi oleh orang tua padahal orang tua mampu.
6. Merasa disikapi secara otoriter, seperti dituntut untuk patuh, banyak dicela, dihukum dan
dihina.

Teori-Teori Emosi

Teori Sentral
Menurut teori ini gejala kejasmanian merupakan satu akibat dari emosi yang dialami oleh
individu, jadi individu mengalami emosi terlebih dahulu baru kemudian mengalami perubahan-
perubahan dalam kejasmaniannya.Karena itu teori atau pendapat ini dikenal dengan teori sentral,
yang dikemukakan oleh Canon.Jadi menurut teori ini, gejala kejasmanian merupakan akibat
datangnya emosi pada individu.

TeoriPerifir

Uraian teori ini merupakan kebalikan dari teori diatas, bahwasanya gejala jasmani justru
penyebab dari emosi tersebut. Menurut teori ini orang menangis bukan karena ia susah, tetapi ia
susah karena menangis. Teori ini dikemukakan oleh James dan Lange, sehingga sering disebut
sebagai teori James-Lange dalam emosi.Sementara ahli mengadakan eksperimen-eksperimen
tentang sejauh mana kebenaran teori ini, dan pada umunya menyatakan teori ini tidak tepat.

Teorikepribadian

Menurut pendapat ini bahwa emosi merupakan suatu aktivitas pribadi, di mana pribadi ini tidak
dapat dipisahkan dalam jasmani dan psikis dalam substansi yang terpisah.Jadi setiap emosi
dalam perasaan memang secara otomatis mempengaruh ke jasmaninya.Teori ini dikemukakan
oleh J. Linchoten.

Teori James-Lange

Emosi yang dirasakan adalah persepsi tentang perubahan tubuh. Salah satu dari teori paling awal
dalam emosi dengan ringkas dinyatakan oleh Psikolog Amerika William James: “Kita merasa
sedih karena kita menangis, marah karena kita menyerang, takut mereka gemetar”.Teori ini
dinyatakan di akhir abad ke-19 oleh James dan psikolog Eropa yaitu Carl Lange, yang
membelokkan gagasan umum tentang emosi dari dalam ke luar. Di usulkan serangkaian kejadian
disaat kita emosi : Kita menerima situasi yang akan menghasilkan emosi. Kita bereaksi ke situasi
tersebut,Kita memperhatikan reaksi kita. Persepsi kita terhadap reaksi itu adalah dasar untuk
emosi yang kita alami. Sehingga pengalaman emosi-emosi yang dirasakan terjadi setelah
perubahan tubuh, perubahan tubuh (perubahan internal dalam sistem syaraf otomatis atau
gerakan dari tubuh memunculkan pengalaman emosi. Agar teori ini berfungsi, harus ada suatu
perbedaan antara perubahan internal dan eksternal tubuh untuk setiap emosi, dan individu harus
dapat menerima mereka. Di samping ada bukti perbedaan pola respon tubuh dalam emosi
tertentu, khususnya dalam emosi yang lebih halus dan kurang intens, persepsi kita terhadap
perubahan internal tidak terlalu teliti.

1. Perubahan Padatubuh Saat Terjadi Emosi

Terutama pada emosi yang kuat, sering kali terjadi perubahan – perubahan pada tubuh kita,antara
lain:

1. Reaksi elektris pada kulit : meningkat bila terpesona


2. Peredaran darah : bertambah cepat ketika sedang marah
3. Denyut jantung : bertambah cepat bila sedang terkejut
4. Pupil mata : membesar bila sakit atau marah
5. Liur : mongering bila takut dan tegang
6. Bulu roma : berdiri bila takut
7. Otot : ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot menegang dan bergetar (tremor)
8. Komposisi darah : komposisi darah akan pucatberubah dalam keadaan emosional karena
kelenjar – kelenjar lebih aktif

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

1. Pengertian Emosi

Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini
menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut
Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu
keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada
dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap
rangsangan dari luar dan dalam diri individu.

2. Macam-Macam dan Ciri-Ciri Emosi

Emosi ada dua macam yaitu emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif (emosi yang
menyenangkan), yaitu emosi yang menimbulkan perasaan positif pada orang yang
mengalaminya, diataranya adalah cinta, sayang, senang, gembira, kagum dan sebagainya.

a). Emosi marah


Sumber utama dari kemarahan adalah hal-hal yang mengganggu aktivitas untuk mencapai
tujuannya. Dengan demikian, ketegangan yang terjadi dalam aktivitas itu tidak mereda, bahkan
bertambah untuk menyalurkan ketegangan itu seseorang mengekpresikannya dengan marah
karena tujuannya tidak tercapai dan tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan.

b). Emosi Takut

Takut adalah perasaan yang sangat mendorong individu untuk menjauhi sesuatu dan sedapat
mungkin menghindari kontak dengan hal itu.

Sedangkan ciri-ciri emosi :

a). Pengalaman emosional bersifat pribadi dan subyektif. Pengalaman seseorang memegang
peranan penting dalam pertumbuhan rasa takut, sayang dan jenis-jenis emosi lainnya.
Pengalaman emosional ini kadang–kadang berlangsung tanpa disadari dan tidak dimengerti oleh
yang bersangkutan kenapa ia merasa takut pada sesuatu yang sesungguhnya tidak perlu ditakuti.

b). Adanya perubahan aspek jasmaniah. Pada waktu individu menghayati suatu

emosi, maka terjadi perubahan pada aspek jasmaniah. Perubahan- tersebut tidak selalu terjadi
serempak, mungkin yang satu mengikuti yang lainnya. Seseorang jika marah maka perubahan
yang paling kuat terjadi debar jantungnya, sedang yang lain adalah pada pernafasannya, dan
sebagainya.

3. Faktor Timbulnya Emosi


4. Faktor Internal

Umumnya emosi seseorang muncul berkaitan erat dengan apa yang dirasakan seseorang secara
individu. Mereka merasa tidak puas, benci terhadap diri sendiri dan tidak bahagia. Adapun
gangguan emosi yang mereka alami antara lain adalah:

1. a) Merasa tidak terpenuhi kebutuhan fisik mereka secara layak sehingga timbul
ketidakpuasan, kecemasan dan kebencian terhadap apa yang mereka alami.

2. Faktor eksternal

Menurut Hurlock (1980) dan Cole (1963) faktor yang mempengaruhi emosi negatif adalah
berikut ini.

1. a) Orang tua atau guru memperlakukan mereka seperti anak kecil yang membuat harga
diri mereka dilecehkan.
2. b) Apabila dirintangi, anak membina keakraban dengan lawan jenis.

4. Perubahan Pada tubuh Saat Terjadi Emosi


Terutama pada emosi yang kuat, sering kali terjadi perubahan – perubahan pada tubuh kita,antara
lain:

1. Reaksi elektris pada kulit : meningkat bila terpesona


2. Peredaran darah : bertambah cepat ketika sedang marah
3. Denyut jantung : bertambah cepat bila sedang terkejut
4. Pupil mata : membesar bila sakit atau marah
5. Liur : mongering bila takut dan tegang

1. Saran

Dari pemaparan materi tentang emosi kami selaku penulis menyarankan :

Managelah emosi anda dengan baik. Karena keberhasilan sesorang tidak hanya ditentukan
kecerdasannya semata tetapi emosi juga berpengaruh besar terhadap kesuksesan anda.

Daftar Pustaka

Sarlito W Sarwono, 2010.Pengantar Psikologi Umum, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada

Ahmadi Abu.2003.Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Suryabrata, Sumadi. 1991. Psikologi Pendidikan. Jakarta : C.V. Rajawali

http://www.duniapsikologi.com/emosi/

http://s-idolaku.blogspot.com/2012/04/makalah-emosi

http://akhmadsudrajat.wordpress.com

http://wandi.guru-indonesia.net/artikel_detail

[1]Ahmadi Abu. Psikologi Umum. Rineka Cipta. Jakarta. 2003

Sarwono W Sarwito, Pengantar Psikologi Umum,PT.Raja Grafindo Persada:Jakarta,2010.

[2]http://www.duniapsikologi.com/emosi/ 13/04/2013 23:00

akhmadsudrajat.wordpress.com 14/042013 13.30

[3]http://wandi.guru-indonesia.net/artikel_detail-22714.html 13/04/2013 23:20


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semua manusia pada umumnya memiliki dorongan dan minat yang besar untuk mencapai
atau ingin memiliki sesuatu. Adanya perilaku seseorang dan munculnya berbagai kebutuhan
seseorang disebabkan oleh dorongan dan minat yang besar. Jika terpenuhi, itulah dasar dari
pengalaman emosionalnya. Perjalanan hidup seseorang satu dengan yang lainnya itu tidak sama.
Semua memiliki jalan sendiri-sendiri. Semua memiliki pola sendiri-sendiri pula. Jika seseorang
bisa memenuhi apa yang mereka inginkan, maka mereka akan memiliki emosi yang stabil,
dengan demikian bisa menikmati hidupnya dengan sebaik-baiknya. Tetapi sebaliknya, jika
seseorang tidak bisa memenuhi apa yang mereka inginkan, maka mereka cenderung memiliki
emosi yang tidak stabil.
Seseorang manusia dalam menanggapi sesuatu lebih banyak diarahkan oleh penalaran
dan pertimbangan-pertimbangan objektif. Tetapi pada saat tertentu, dorongan emosional banyak
campur tangan dan mempengaruhi pemikiran-pemikiran dan tingkah lakunya. Oleh sebab itu,
untuk memahami emosional peserta didik, guru memang perlu mengetahui apa yang dia pikirkan
dan dia lakukan. Yang lebih penting lagi adalah mengetahui apa yang mereka rasakan. Gejala-
gejala emosional seperti marah, takut, malu, cinta, benci, dan lainnya perlu dicermati dan
dipahami dengan baik. Selanjutnya marilah kita tinjau secara rinci tentang perkembangan emosi
pada peserta didik.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian perkembangan emosi itu?


2. Bagaimana fase-fase perkembangan emosi itu?

3. Bagaimana karakteristik perkembangan emosi usia remaja?


4. Faktor–faktor apa yang mempengaruhi perkembangan emosi?
5. Bagaimana pengaruh emosi terhadap tingkah laku?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian perkembangan emosi pada peserta didik.


2. Untuk mengetahui fase-fase perkembangan emosi pada peserta didik.
3. Untuk mengetahui karakteristik perkembangan emosi remaja.
4. Untuk mengetahui Faktor–faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi pada peserta
didik.
5. Untuk mengetahui pengaruh emosi terhadap tingkah laku peserta didik.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perkembangan Emosi


Perilaku kita sehari-hari pada umumnya di sertai oleh perasaan-perasaan tertentu, seperti
peasaan senang atau tidak senang. perasaan senang atau tidak senang yang menyertai perbuatan-
perbuatan kita sehari-hari disebut warna efektif. Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi
(Serlito, 1982: 59). Di samping perasaan senang dan tidak senang, beberapa conoh macam emosi
yang lain adalah gembira, cinta, marah, takut, cemas dan benci.
Emosi adalah suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan
psikologis dan serangkain kecenderungan untuk bertindak (Asrori, 2006). Pengertian lain emosi
adalah suatu pengalaman afektif yang kuat pada diri seseorang yang ditandai dengan adanya
perubahan-perubahan pada diri individu, baik keadaan mental maupun fisik serta berwujud suatu
sikap dan tingkah-laku yang tampak (Sunarto & Agung Hartono, 2008)
Menurut Crow & Crow (1958) pengertian emosi itu adalah sebagai berikut:
“An emotion, is en affective experiences that accompanies generalized inner adjusiment and
mental and physiological stirred up states it the individual, and that shows it self in his overt
behavior”.
Jadi, emosi adalah pengalaman efektif yang di sertai penyesuaian diri dalam diri individu
tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang nampak.
Para peneliti sebagaimana dikemukakan Djali (2008), menemukan bentuk-bentuk emosi
untuk tiap jenis reaksi perubahan fisik tertentu seperti hal-hal sebagai berikut:
a. Rasa marah
Ditandai dengan detak jantung meningkat, hormon adrenalin meningkat, dan mengalirkan
energi untuk memukul, mengumpat, dan lain-lain.
b. Rasa takut
Ditandai dengan tubuh terasa membeku, reaksi waspada, wajah pucat, dan darah terasa
mengalir ke otot rongga besar, misalnya kaki untuk dapat lari atau mata terasa awas untuk
mengamati kondisi sekitarnya.
c. Rasa bahagia
Ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas dan pusat otak yang menhambat perasaan
negatif dan menenagkan perasaan yang menimbulkan kerisauan.
d. Rasa cinta
Ditandai dengan adanya perasaan kasih sayang serta pola simpatik yang menunjuk pada
respons relaksasi, yaitu kumpulan reaksi pada seluruh tubuh yang membangkitkan keadaan yang
menenangkan serta rasa puas untuk mempermudah kerja sama.
e. Rasa terkejut
Ditandai dengan naik alisnya individu. Hal ini merupakan reaksi untuk suatu kemungkinan
menerima lebih banyak informasi atau mencoba meyalami apa yang sedang terjadi untuk
merancang tindakan yang baik.
f. Rasa jijik
Ditandai dengan sikap hidung mengkerut menutupnya atau ungkapan lain wajah rasa jijik,
akibat rangsangan bau atau rasa menyengat.
g. Rasa sedih
Ditandai dengan menurunnya kegiatan atau semangat hidup yang melakukan kegiatan
sehari-hari karena menyesuaikan diri akibat adanya kehilangan yang menyedihkan atau
kekecewaan besar.

2.2 Fase-Fase Perkembangan Emosi Peserta Didik


a. Perkembangan emosi peserta didik usia pra sekolah
Perkembangan emosional anak usia pra sekolah dapat digambarkan bahwa seiring
perkembangan fisik juga diikuti oleh perkembangan emosional dimana respon emosional makin
banyak berkaitan dengan situasi sosial (orang dilingkungan) dan rangsangan yang simbolis atau
abstrak. Pada masa ini anak kelihatan berperilaku agresif, memberontak, menentang keinginan
orang lain, khususnya orang tua. Pada usia ini sikap menentang bisa berubah kembali bila orang
tua, pendidik menunjukkkan sikap konsisten dalam memperlihatkan kewibawaan dan peraturan
yang telah ditetapkan. Setelah berhasil secara tegas mempertahankan kewibawaan dengan
berpegang teguh pada patokan perilaku tertentu, pada anak akan terjadi internalisasi nilai dengan
tolak ukur orang tua dan selanjutnya bisa terjadi proses identifikasi. Pada anak akan terlihat ada
kemiripan dengan orang tua dalam hal tertentu.
Pada masa ini orang tua, pendidik harus tetap berusaha melihat tujuan pendidikan yakni
mengembangkan kepribadian anak dan membentuk perilakuknya sesuai dengan gambaran yang
dicita-citakannya. Pada masa ini, anak juga belajar menyatakan diri dan emosinya, mulai timbul
rasa malu, takut, sedih, bermusuhan, bersalah bahkan iri dan cemburu.

b. Perkembangan emosi peserta didik usia sekolah dasar


Emosi memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan seseorang, oleh sebab itu,
perlu kiranya untuk mengetahui bagaimana perkembangan dan dan pengaruh emosi terhadap
penyesuaian pribadi dan sosial. Sulit untuk mempelajari emosi anak-anak, karena informasi
tentang aspek emosi yang subjektif hanya dapat diperoleh dengan cara instropeksi, sedangkan
anak-anak tidak dapat menggunakan cara tersebut dengan baik karena mereka masih berusia
sangat muda.
Pola-pola emosi yang terjadi pada masa anak-kanak adalah rasa takut, malu,
canggung, khawatir, marah, cemburu, duka cita, keingintahuan, gembira dan kasih sayang.
c. Perkembangan emosi peserta didik usia Remaja (SMP/SMA)
Masa remaja atau masa adolensia merupakan masa peralihan atau masa transisi antara
masa anak ke masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perkembangan yang pesat
mencapai kematangan fisik, sosial, dan emosi. Pada masa ini dipercaya merupakan masa yang
sulit, baik bagi remaja sendiri maupun bagi keluarga dan lingkungannya. Perubahan-perubahan
fisik yang dialami remaja juga menyebabkan adanya perubahan psikologis. Hurlock (1973: 17)
disebut sebagai periode heightened emotionality, yaitu suatu keadaan dimana kondisi emosi
tampak lebih tinggi atau tampak lebih intens dibandingkan dengan keadaan normal. Emosi yang
tinggi dapat termanifestasikan dalam berbagai bentuk tingkah laku seperti bingung, emosi
berkobar-kobar atau mudah meledak, bertengkar, tak bergairah, pemalas, membentuk
mekanisme pertahanan diri. Emosi yang tinggi ini tidak berlangsung terus-menerus selama masa
remaja. Dengan bertambahnya umur maka emosi yang tinggi akan mulai mereda atau menuju
kondisi yang stabil.

2.3 Karakteristik Perkembangan Emosi Usia Remaja


Masa remaja di anggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana
ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Biehler (1972)
membagi cirri-ciri emosional remaja menjadi dua rentan usia, yaitu 12-15 tahun dan usia 15-18
tahun.
Ciri-ciri emosional remaja berusia 12-15 tahun.
1) Pada usia ini siswa/anak cenderung banyak murung dan tidak dapat di terka. Sebagian
kemurungan sebagai akibat dari perubahan-perubahan biologis dalam hubungannya dengan
kematangan seksual dan sebagian karena kebingungannya dalam menghadapi apakah ia masih
sebagai anak-anak atau sebagai orang dewasa. Hubungannya dengan kematangan seksual dan
sebagian karena kebingungannya dalam menghadapi apakah ia masih sebagai anak-anak atau
sebagai orang dewasa.
2) Siswa mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri.
3) Ledakan-ledakan kemarahan mungkin biasa terjadi. Hal ini seringkali terjadi sebagai akibat dari
kombinasi ketegangan psikologis, ketidakstabilan biologis, dan kelelahan karena bekerja terlalu
keras atau pola makan yang tidak tepat atau tidur yang tidak cukup.
4) Seorang remaja cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan pendapatnya
sendiri yang disebabkan kurangnya rasa percaya diri.
5) Siswa-siswa di SMP mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara lebih objektif
dan mungkin terjadi marah apabila mereka ditipu dengan gaya guru yang bersikap serba tahu.
Ciri-ciri emosional remaja 15-18 tahun
1) Pemberontakan remaja merupakan pernyataan-pernyataan / ekspresi dari perubahan yang
universal dari masa kanak-kanak ke dewasa
2) Karena bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang mengalami konflik dengan orang
tua mereka.
3) Siswa pada usia ini seringkali melamun, memikirkan masa depan mereka. Banyak di antara
mereka terlalu tinggi menafsir kemampuan mereka sendiri dan merasa berpeluang besar untuk
memasuki pekerjaan dan memegang jabatan tertentu

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi


Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan emosi
mereka bergantung pada factor kematangan dan factor belajar (Hurlock, 1960: 266). Selain
kedua hal tersebut, perkembangan emosi juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi kehidupan atau
kultur.
Dengan bertambahnya umur, menyebabkan terjadinya perubahan dalam ekspresi
emosional. Bertambahnya pengetahuan dan pemanfaatan media masa atau keseluruhan latar
belakang pengalaman, berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional ini.
Perkembangan emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan kecemasan, rasa
takut dan factor-faktor eksternal yang seringkali tidak dikenal sebelumnya oleh anak yang
sedang tumbuh. Namun sering kali juga adanya tindakan orang tua yang sering kali tidak dapat
mempengaruhi perkembangan emosional anak. Misalnya sangat dimanjakan, terlalu banyak
larangan karena terlalu mencintai anaknya. Akan tetapi sikap orang tua yang sangat keras, suka
menekan dan selalu menghukum anak sekalipun anak membuat kesalahan sepele juga dapat
mempengaruhi keseimbangan emosional anak. Pelakuan saudara serumah, orang lain yang sering
kali bertemu dan bergaul juga memegang peranan penting pada perkembangan emosioanal anak.

2.5 Pengaruh Emosi Terhadap Tingkah Laku


Emosi dapat ,mempengaruhi tingkah laku, misalnya rasa marah atau rasa takut
dapat menyebabkan seorang gemetar, dalam ketakutannya , mulut menjadi kering detak jantung
mulai cepat, system pencernaan berubah selama pemunculan emosi ini. Ganguan emosi juga
dapat menjadi kesulitan berbicara. Motivasi untuk belajar anak akan membantu dalam
memusatkan perhatian pada apa yang ia kerjakan. Rangsangan untuk belajar yang di berikan
harus berbeda-beda dan disesuaikan dengan kondisi anak, karena reaksi setiap individu tidak
sama rangsangan rangsangan yang menghasilkan perasaan yang tidak menyenangkan, akan
sangat mempengaruhi hasil belajar.
Ada perbedaan individual dalam perkembangan emosional yang berbagai di
sebabkan oleh keadaan fisik, taraf kemampuan intelektual, kondisi lingkungan dengan kaitannya
dengan penyelanggaraan pendidikan, guru dapat melakukan berbagai upaya dalam
perkembangan emosi remaja misalnya: konsisten dalam pengelola kelas, mendorong anak
bersaing dengan diri sendiri, mencoba memahami remaja dan membantu siswa berprestasi.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
emosi adalah pengalaman efektif yang di sertai penyesuaian diri dalam diri individu
tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang nampak. Para peneliti
sebagaimana dikemukakan Djali (2008), menemukan bentuk-bentuk emosi untuk tiap jenis
reaksi perubahan fisik tertentu seperti rasa marah, takut, bahagia, cinta, terkejut, jijik, dan sedih.
Fase-fase perkembangan emosi peserta didik dapat dilihat dari perkembanagan peserta
didik dari usia pra sekolah, sekolah dasar dan di usia remaja.
Masa remaja di anggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana
ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Biehler (1972)
membagi cirri-ciri emosional remaja menjadi dua rentan usia, yaitu 12-15 tahun dan usia 15-18
tahun.
Perkembangan emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan kecemasan, rasa
takut dan factor-faktor eksternal yang seringkali tidak dikenal sebelumnya oleh anak yang
sedang tumbuh.
Emosi dapat ,mempengaruhi tingkah laku, misalnya rasa marah atau rasa takut dapat
menyebabkan seorang gemetar, dalam ketakutan nya , mulut menjadi kering detak jantung mulai
cepat,system pencernaan berubah selama selama pemunculan emosi ini

DAFTAR PUSTAKA

Setiyono, Joko. 2015. Perkembangan Peserta Didik. Bojonegoro: IKIP PGRI Bojonegoro.

Supriadi, Oding. 2010. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta.

Sunarto dan Agung Hartono. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang kompleks, kekompleksitasan manusia itu tiada taranya di
muka bumi ini. Manusia lebih rumit dari makhluk apapun yang bisa dijumpai dan jauh lebih
rumit dari mesin apapun yang bisa dibuat. Manusia juga sulit dipahami karena keunikannya.
Dengan keunikannya, manusia adalah makhluk tersendiri dan berbeda dengan makhluk apapun.
Juga dengan sesamanya. Tetapi, bagaimanapun sulitnya atau apapun hambatannya, manusia
ternyata tidak pernah berhenti berusaha menemukan jawaban yang dicarinya itu. Dan barang kali
sudah menjadi ciri atau sifat manusia juga untuk selalu mencari tahu dan tidak pernah puas
dengan pengetahuan-pengetahuan yang diperolehnya, termasuk pengetahuan tentang dirinya
sendiri dan sesamanya. Sekian banyak upaya yang telah diarahkan untuk memahami manusia.
Tetapi tidak semua upaya tersebut membawa hasil, namun upaya pemahaman tentang manusia
tetap memiliki arti penting dan tetap harus dilaksanakan. Bisa dikatakan bahwa kualitas hidup
manusia, tergantung kepada peningkatan pemahaman kita tentang manusia. Dan psikologi, baik
secara terpisah maupun sama-sama dengan ilmu-ilmu lain, sangat berperan secara mendalam
dalam penganganan masalah kemanusiaan ini.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan amsalah yang kami angkat pada makalah ini, yaitu :
1. Bagaiamana teori perkembangan emosi?
2. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi emosi?
3. Bagaimana upaya pengembangan aspek emosi?
4. Bagaimana teori perkembangan kepribadian?
5. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian?
6. Bagaimana upaya pengembangan aspek kepribadian?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui teori perkembangan emosi.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi emosi.
3. Untuk mengetahui upaya pengembangan aspek emosi.
4. Untuk mengetahui teori perkembangan kepribadian.
5. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian
6. Untuk mengetahui upaya pengembangan aspek kepribadian.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Perkembangan Emosi
Terdapat beberapa teori perkembangan emosi, diantaranya yaitu :
1. Teori James-Lange
Teori ini dicetuskan oleh dua orang yaitu William James dari Amerika Serikat dan Carl Lange
dari Denmark. Carl Lange (dalam Sarlito, 2000:85‐86) mengemukakan bahwa emosi identik
dengan perubahan‐perubahan dalam sistem peradaran darah. Pendapat ini kemudian
dikembangkan oleh James dengan mengatakan bahwa emosi adalah hasil persepsi sesseorang
terhadap perubahan‐perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respon terhadap rangsangan‐
rangsangan yang datang dari luar. Teori ini menekankan emosi sebagai respon dari perubahan
faal yang terjadi pada dirinya.
Contohnya, jika seseorang misalnya melihat harimau,
reaksinya adalah peredaran darah makin cepat karena denyut jantung makin cepat, paru‐
paru lebih cepat memompa udara dan sebagainya. Respon‐respon tubuh ini kemudian
dipersepsikan dan timbullah rasa takut. Mengapa rasa takut yang timbul? Ini
disebabkan oleh hasil pengalaman dan proses belajar. Orang bersangkutan dari hasil
pengalamannya mengetahui bahwa harimau adalah makhluk yang berbahaya, karena itu
debaran jantung dipersepsikan sebagai rasa takut.
Emosi menurut kedua ahli ini, terjadi adanya perubahan pada sistem vasomotor (otot‐
otot). Suatu peristiwa dipersepsikan menimbulkan perubahan
fisiologis dan perubahan psikologis yang disebut emosi. Dengan kata lain menurut
James Lange, seseorang bukan tertawa karena senang, melainkan ia senang karena tertawa.
James Lange mengemukakan proses‐proses terjadinya emosi dihubungkan
dengan faktor fisik dengan urutan sebagai berikut :
 Mempersepsikan situasi di lingkungan yang mungkin menimbulkan emosi
 Memberikan reaksi terhadap situasi dengan pola khusus melalui aktivitas fisik
 Mempersiapkan pola aktivitas fisik yang mengakibatkan munculnya emosi secara khusus.
Uraian ini disingkat menjadi :
Lingkungan – Otak – Perubahan pada tubuh + emosi
James Lange menghasilkan lima tingkatan emosi dalam proses emosi yang terdiri dari :
 Situasi
 Persepsi tentang situasi
 Perubahan‐perubahan dalam tubuh
 Perbuatan yang terlihat, misalkan melarikan diri dari bahaya
 Keadaan sadar dari emosi
Dapat disimpulkan bahwa teori James‐Lange menempatkan aspek persepsi terhadap respon
fisiologis yang terjadi ketika ada rangsangan datang sebagai pemicu emosi yang dialami oleh
manusia. Perubahan‐perubahan fisiologis itu diterjemahkan menjadi emosi. Pertanyaan mendasar
terhadap teori adalah bahwa dalam kenyataan sehari‐ hari terjadi perubahan fisiologis yang sama,
tapi emosi yang dialami berbeda. Misalnya tentang berdebarnya jantung seseorang, jantung akan
berdebar ketika kita bertemu dengan harimau, jantung juga akan berdebar ketika kita bertemu
dengan orang yang kita kagumi. Tapi dari kedua kedaan itu emosi yang terjadi berbeda. Jadi
apakah berdebarnya jantung itu pasti memunculkan rasa takut? Pertanyaan inilah yang
memancing penolakan teori James‐Lange. Tokoh yang sangat menentang teori ini adalah W. B.
Cannon yang kemudian menyusun teori baru yang bertolak belakang dengan teori James‐Lange.
Kemudian Philip Bard ikut mendukungnya.
2. Teori “Emergency” Canon
Teori Cannon‐Bard hendak menjelaskan bahwa persepsi terhadap obyek yang dapat
menimbulkan emosi diproses secara simultan oleh dua instansi yakni sistem syaraf otonom dan
cerebal cortex. Degup jantung bulu roma berdiri, atau nafas berat terenga‐engah terjadi
bersamaan dengan emosi takut. Jadi emosi dengan perubahan fisiologis terjadi secara simultan.
Jadi menurut teori ini tidak mungkin terjadi perubahan faali yang menyebabkan munculnya
emosi sebagaimana deskripsi teori James‐Lange.
Melihat dari dua teori diatas maka kita dapat melihat bahwa kedua teori diatas adalah
bertentangan.sehingga Atkinson menanggapi tentang masalah ini: pengalaman sadar kita tentang
emosi melibatkan integrasi informasi tentang keadaan fisiologi tubuh dan informasi tentang
situasi yang membangkitkan emosi. Kedua macam informasi itu cenderung berkesinambungan
dalam waktu, dan integrasinya menentukan intensitas serta sifat keadaan emosional yang kita
rasakan. Dalam kerangka konseptual ini, perbedaan waktu yang dibuat oleh teori James‐Lange
dan Cannon‐Bard tidak terlalu berarti. Pada saat tertentu, seperti bila tiba‐tiba orang berada
dalam keadaan bahaya, tanda‐tanda awal pengalaman emosional dapat didahului oleh aktifitas
otonom (dalam hal ini, James‐Lange yang benar). Pada kesempatan lain, kesadaran akan adanya
emosi jelas‐jelas mendahului aktifitas otonom (dalam hal ini, Cannon‐ Bard yang benar). Dengan
demikian, kedua teori ini sebenarnya tidak perlu dipertentangkan karena sama‐sama bisa terjadi
dalam kehidupan manusia.
3. Teori Scahcter-Singer
Teori ini dikenal sebagai teori yang paling klasik yang berorientasi pada
rangsangan. Reaksi fisiologik dapat saja sama (hati berdebar, tekanan darah naik,
nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah dan sebagainya) namun jika
rangsangannya menyenangkan – seperti diterima di perguruan tinggi yang diminati,
emosi yang timbul dinamakan senang. Sebaliknya jika rangsangannya membahayakan
(misalnya melihat ular yang berbisa) emosi yang timbul dinamakan takut. Para ahli
psikologi melihat teori ini lebih sesuai dengan teori kognisi.
Menurut Berkowitz (1993), banyak pemikiran saat ini tentang peran ateribusi
dalam emosi mulai dengan sebuah teori kognitif yang sangat dikenal yang
dipublikasikan oleh Stanley Schachter dan Jerome Singer pada tahun 1962 . Konsepsi
Berkowitz tentang bagaimana pikiran tingkat tinggi menentukan pembentukan
suasana emosional setelah munculnya reaksi saraf, relatif primitif dan emosional dipengar
uhi oleh formula ini.
Schachter dan Singer mengemukakan bahwa emosi tertentu merupakan fungsi
dari reaksi‐reaksi tubuh tertentu. Menurutnya pula kita tidak merasa marah karena
ketegangan otot, rahang yang berderak, denyut nadi kita menjadi cepat, dan
sebagainya tetapi karena kita secara umum jengkel dan kita mempunyai beberapa kognisi
tertentu tentang sifat kejengkelan kita.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Emosi
Perkembangan emosi seseorang pada umumnya tampak jelas pada perubahan tingka
h lakunya. Kualitas atau fluktuasi gejala yang
tampak dalam tingkah laku itu sangat tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada p
adaindividu tersebut. Dalam kehidupan seharihari sering kita lihat beberapa tingkah laku
emosional, misalnya: agresif, rasa takut yang berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku
menyakitidiri seperti : melukai diri sendiri, memukulmukul kepala sendiri, dan sejenisnya.
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja yaitu sebagai
berikut :
1. Perubahan jasmani
Perubahan jasmani yang ditunjukan dengan adanya pertumbuhan yang sangat cepat dari
anggota tubuh memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan emosi. Pada taraf
permulaan, pertumbuhan ini hanya terbatas pada begianbagian tertentu saja yang
mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan tubuh ini sering
mempunyai akibat yang tidak terduga pada perkembangan emosi . Tidak setiap orang
dapat menerima perubahan kondisi tubuh seperti itu, lebihlebih jika perubahan tersebut
menyangkut perubahan kasar . Hormonhormon tertentu mulai berfungsi
sejalan dengan perkembangan alat kelaminnya sehingga dapat menyebabkan rangsangan di
dalam tubuh dan seringkali menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya
2. Perubahan Pola Interaksi dengan Oramg Tua
Pola interaksi orangtua dengan anak, termasuk remaja, sangat bervariasi. Ada yang
pola interaksinya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya sendiri saja sehingga a
da
yang bersifat mamaksakan kehendak, memanjakan anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga y
ang
dangan penuh cinta kasih. Perbedaan pola intereksi orang tua seperti ini sangat berpengar
uhterhadap perbedaan perkembangan emosi remaja. Cara memberikan hukuman, misalnya,
ketika dulu masih anakanak, orang tua bisa memukul anak jika anak berbuat nakal, tetapi
pada saat remaja cara cara semacam itu justru dapat menimbulkan ketegangan yang lebih
berat antara
remaja dengan orang tuanya. Dalam konteks ini Gardner (1992) mengibaratkan
dengan kalimat: “ To Big To Spank” yang maknanya bahwa remaja itu sudah terlalu
besar untuk terpukul.
Pemberontakan terhadap orang tua menunjukan bahwa mereka berada dalam keadaa
n konflik dan ingin melepaskan diri dari pengawasan orang tua. Mereka tidak merasa puas kalau
tidak pernah sama sekali menunjukan perlawanan terhadap orang tua karena ingin menunjukan
bahwa dirinya telah berhasil menjadi orang yang lebih dewasa. Jika mereka berhasil dala
m
perlawanan terhadap orang tua sehingga orang tuanya marah, maka merekapun belum mer
asa puas karena orang tua tidak menunjukan pengertian yang mereka inginkan. Keadaan
semacam ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi remaja.
3. Perubahan Interaksi Dengan Temanteman
Remaja seringkali membangun interaksi sesama teman sebayanya secara khas dengan
cara berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama dan membentuk semacam “gang”
.Interaksi antar anggota dalam suatu kelompok “gang’’ biasanya sangat intens serta memi
liki kohesivitas dan solidaritas yang sangat tinggi.
Pembentukan kelompok dalam bentuk gang seperti ini sebaiknya diusahakan terjadi pada
masa remaja awal saja karena biasanya bertujuan positif, yaitu untuk memenuhi minat
mereka
bersama. Usahakan dapat menghindarkan pembentukan kelompok gang itu ketika sudah
memasuki masa remaja tengah atau remaja akhir karena masa ini para anggotanya biasan
ya membutuhkan teman-
teman untuk melawan otoritas, melakukan perbuatan yang tidak baik,atau bahkan kejahatan
bersama.
Faktor yang sering mendatangkan masalah emosi pada masa remaja adalah hubungan
cinta dangan teman lawan jenis. Gejala ini sebenarnya sehat bagi remaja, tetapi juga tida
k jarang menimbulkan konflik atau gangguan emosi pada remaja jika tidak diikuti dengan
bimbingan dari orang tua atau orang yang lebih dewasa. Gangguan
emosional yang mendalam dapat terjadi ketika cinta remaja tidak terjawab, ditolak, atau
karena pemutusan hubungan cinta sepihak sehingga banyak mendatangkan kecemasan bagi
orang tua dan bagi remaja itu sendiri.
4. Perubahan Pandangan Luar
Faktor penting yang dapat mempengaruhi perkembangan emosi remaja selain
perubahan-
perubahan yang terjadi dalam diri remaja itu sendiri adalah pandangan dunia luar
dirinya. Ada sejumlah perubahan pandangan dunia luar yang dapat menyebabkan konflik
konflik emosional dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut:
 Sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten. Kadangkadang mereka dianggap
sudah dewasa, tetapi mereka tidak mendapat kebebasan penuh atau peran yang wajar
sebagaimana orang dewasa. Seringkali mereka masih dianggap anak kecil sehingga beraki
bat
timbulnya kejengkelan pada diri remaja. Kejengkelan yang mendalam dapat berubah menj
adi tingkah laku emosional.
 Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilainilai yang berbeda untuk remaja lakilaki
dan perempuan. Jika remaja lakilaki memiliki teman banyak perempuan, mereka mendapat
predikat “popular” dan mendatangkan kebanggaan. Sebaliknya, apabila remaja putri
mempunyai banyak teman lakikaki sering dianggap tidak baik atau bahkan mendapat predikat
yang kurang baik juga. Penerapan nilai yang berbeda semacam ini jika tidak disertai den
gan pemberian pengertian secara bijaksana dapat menyebabkan remaja bertingkah laku
emosional.
 Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawa
b yaitu dengan cara melibatkan remaja tersebut kedalam kegiatankegiatan yang merusak
dirinya dan melanggar nilainilai moral , seperti : penyalahgunaan obat terlarang, minum-
minuman keras, atau tindak kriminal dan kekerasan. Perlakuan dunia luar semacam ini ak
an sangat merugikan bagi perkembangan emosional remaja.
5. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Emosi
Perkembangan emosional individu sebenarnya merupakan perkembangan yang paling
sulit untuk diklasifikasikan. Ini tampak pada gejala kehidupan seharisehari bahwa tidak
jarang orang dewasa pun mengalami kesulitan untuk menyatakan perasaan. Fenomena
semacam ini menyebabkan sulitnya untuk
mencari perbedaan individual dalam perkembangan emosi. Lagi pula,
munculnya emosi seseorang sangat tergantung atau dipengaruhi lingkungan,
pengalaman, kebudayaan dan lain sebagainya, sehingga untuk mengukur emosi amat sulit
pula.
Proses kematangan perkembangan emosi mempunyai hubungan erat dengan
pertumbuhan dan perkembangan. Sejak lahir sampai kirakira umur 15 bulan, kebutuhan
utama mereka adalah mendapatkan kepercayaan dan kepastian bahwa dirinya diterima ole
h lingkungan. Penerimaan lingkungan pada fase ini sangat menentukan bagi perkembangan
hidup
selanjutnya. Kepercayaan yang diperoleh dari penerimaan lingkungan ini dapat menjadi da
sar
bagi kepercayaan terhadap diri sendiri dan kesehatan perkembangan emosionalnya. Apabil
a
kondisi orang tua saat ini dapat melakukan hubungan yang penuh cinta kasih atau secara
naluriah memberikan kepercayaan bahwa kehadiran bayi tersebut sangat diinginkan dan
dikasihi maka diharapkan akan dapat hidup dalam lingkungan kasih sayang. Sebaliknya, ji
ka
kehadiran bayi berikutnya, orang tua bersikap kurang dapat menerima, acuh tak acuh, apa
lagi
penuh kebencian, dan sebagainya, tentunya kehidupan emosionalnya terganggu. Dengan
demikian secara individual, kedua anak tersebut akan mengalami perbedaan perkembangan
emosi pada masamasa selanjutnya.
Disiplin yang tegas tetapi disertai kasih sayang akan membantu anak dalam
perkembangan emosinya. Sebaliknya jika disiplin dilakukan dengan kaku dan tanpa kasih
sayang akan menimbulkan sikap keraguraguan pada diri anak dan bahkan akan kehilangan
kepercayaan pada dirinya. Apabila ini terjadi pada dua anak dalam satu keluarga
(seayah/seibu) secara individual perkembangan emosinya akan jelas bisa dibedakan.

C. Upaya Pengembangan Aspek Emosi


Intervensi pendidikan untuk mengembangkan emosi agar dapat berkembang
kearah memiliki kecerdasan emosional, salah satu diantaranya menggunakan intervensi yan
g dikemukakan oleh W.T.Grant Consortium tentang Unsur-
unsur Aktif Program Pencegahan, yaitu sebagai berikut :
1. Pengembangan Keterampilan Emosional
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan emosional
individu adalah :
 Mengidentifikasikan dan memberi namanama atau label perasaan.
 Mengungkapkan perasaan
 Menilai Intensitas perasaan
 Mengelola perasaan
 Menunda pemuasan
 Mengendalikan dorongan hati
 Mengurangi stress
 Memahami perbedaan antara perasaan dan tindakan
2. Pengembangan Keterampilan Kognitif
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan kognitif individu
adalah:
 Belajarlah melakukan dialog batin sebagai cara untuk menghadapi dan mengatasi suatu
masalah atau memperkuat perilaku diri sendiri.
 Belajarlah membaca dan menafsirkan isyaratisyarat sosial; misalnya: menganali
pengaruh sosial terhadap perilaku dan melihat diri sendiri dalam perspektif masyarakat
yang lebih luas.
 Belajarlah menggunakan langkahlangkah penyelesaian masalah dan pengambilan
keputusan; misalnya: mengendalikan dorongan hati, menentukan sasaran,
mengidentifikasi tindakantindakan alternatif, dan memperhitungkan akibatakibat yang
mungkin timbul.
 Belajarlah memahami sudut pandang orang lain ( empati ).
 Belajarlah memahami sopan santun, yakni perilaku mana yang dapat diterima dan mana
yang tidak.
 Belajarlah bersiakp positif terhadap kehidupan.
 Belajarlah mengembangkan kesadaran diri; misalnya mengembangkan harapan harapan
yang realistis terhadap diri sendiri
3. Pengembangan Keterampilan Perilaku
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kerterampilan perilaku individu
adalah;
 Belajar keterampilan komunikasi nonverbal, misalnya: berkomunikasi melalui
hubungan pandangan mata, ekspresi wajah, gerakgerik, posisi tubuh, dan sejenisnya.
 Belajarlah keterampilan komunikasi verbal, misalnya: mengajukan permintaan
permintaan dengan jelas, menanggapi kritik secara efektif, menolak pengaruh
negatif, mendengarkan orang lain, ikut serta dalam kelompokkelompok kegiatan positif
yang banyak menggunakan komunikasi verbal, dan sejenisnya.
Cara lain yang dapat digunakan sebagai intervensi edukatif untuk mengembangkan
emosi remaja agar dapat berkembang ke arah memiliki kecerdasan emosional
adalah dengan mengembangkan kegiatan yang didalamnya mengundang materi
yang dikembangkan oleh Daniel Golemen (1995) yang kemudian diberi nama “SelfScience
Curriculum”, yaitu sebagaimana dipaparkan berikut ini:
a. Belajarlah mengembangkan kesadaran diri: caranya adalah dengan mengamati diri Anda
dan mengenali perasaanperasaan anda; menghimpun kosa kata untuk
mengungkapkan perasaan; memahami hubungan antara pikiran, perasaan, dan reaksi
emosional.
b. Belajarlah mengambil keputusan pribadi: caranya adalah mencermati tindakan
tindakan dan akibatakibatnya; memahami apa yang menguasai suatu
keputusan, atau perasaan; menerapakan pemahaman ini ke masalahmasalah yang cukup
berat,seperti masalah seks dan obat terlarang.
c. Belajarlah mengelola perasaan: caranya adalah memantau pembicaraan sendiri untuk
menangkap pesanpesan negatif yang terkandung didalamnya( misalnya : Sakit hati yang
mendorong amarah ).
d. Belajarlah menangani stress: caranya adalah mempelajari pentingnya berolrahraga.
Perenungan yang terarah, dan metode relaksasi.
e. Belajar berempati: caranya adalah memahami perasaan dan masalah orang lain dan berpikir
dengan sudut pandang orang lain.
f. Belajarlah berkomonikasi
g. Belajarlah membuka diri
h. Belajarlah mengembangkan pemahaman
i. Belajarlah menerima diri sendiri
j. Belajarlah mengembangkan tanggungjawab pribadi
k. Belajarlah mengembangkan ketegasan
l. Belajar dinamikadinamika kelompok,dan
m. Belajarlah menyelesaikan konflik
Mendidik anak menjadi orang yang kreatif adalah upaya menyukseskan masa depa
n mereka. Banyak anak yang menjadi korban akibat dari salah didik yang berorientasi ke
mata pelajaran yang menempa aspek kognitif semata atau menggembirakan hati yang
sesaat. Dengan alasan mencoba meningkatkan harga diri anak melalui pujian dan
penghargaan, kita manjadi permissif (membiarkan) dalam hal disiplin dan menuntut
terlalu sedikit. Dalam upaya memberi mereka dunia yang serba menyenangkan seperti
dialam mimpi, kita lupa bahwa stress dan ketidak nyamanan adalah bagian yang sama
penting dalam pengalaman manusia seperti cinta dan kasih sayang, dan ketika kita
membebaskan mereka dari kesempatan belajar tentang keterampilan mengatasi
masalah yang penting dalam menghadapi rintanagan dan kekecewaan yang tak
terhindarkan dalam dunia mereka kelak.
Banyak anak yang kelihatannya sukses dalam menerima pelajaran tapi ketika
dihadapkan kepada kemampuan untuk memecahkan masalah dengan cara baru tidak
memperoleh kemampuan sama sekali. Padahal ketika menjalani kehidupan jusru persoalan
kreatif menjadi lebih penting lebihlebih dalam era yang serba tidak menentu.
D. Teori Perkembangan Kepribadian
Ada beberapa teori yang membahas mengenai perkembangan
kepribadian dalam proses sosialisasi. Teori-teori tersebut antara lain Teori
Tabula Rasa, Teori Cermin Diri, Teori Diri Antisosial, Teori Ralph Conton, dan Toeri
Subkultural Soerjono Soekanto.
a. Teori Tabula Rasa
Pada tahun 1690 John Locke mengemukakan Teori Tabula Rasa dalam
bukunya yang berjudul “An Essay Concerning Human Understanding.”
Menurut teori ini, manusia yang baru lahir seperti batu tulis yang bersih
dan akan menjadi seperti apa kepribadian seseorang ditentukan oleh pengalaman yang
didapatkannya. Teori ini mengandaikan bahwa semua
individu pada waktu lahir mempunyai potensi kepribadian yang sama.
Kepribadian seseorang setelah itu semata-mata hasil pengalaman sesudah lahir (Haviland,
1989:398).
Perbedaan pengalaman yang dialami seseorang itulah yang
menyebabkan adanya bermacam-macam kepribadian dan adanya
perbedaan kepribadian antar inividu yang satu dengan individu yang lain.
Teori tersebut tidak dapat diterima seluruhnya. Kita tahu bahwa setiap
orang memiliki kecenderungan khas sebagai warisan yang dibawanya
sejak lahir yang akan memengaruhi kepribadiannya pada waktu
dewasa. Akan tetapi juga harus diingat bahwa warisan genetik hanya
menentukan potensi kepribadian setiap orang. Tumbuh dan
berkembangnya potensi itu tidak seperti garis lurus, namun ada
kemungkinan terjadi penyimpangan. Kepribadian seseorang tidak selalu berkembang sesuai
dengan potensi yang diwarisinya.
Warisan genetik itu memang memengaruhi kepribadian, tetapi tidak
mutlak menentukan sifat kepribadian seseorang. Pengalaman hidup, khususnya pengalaman-
pengalaman yang diperoleh pada usia dini, sangat menetukan kepribadian individu.
b. Teori Cermin Diri
Teori Cermin Diri (The Looking Glass Self ) ini dikemukakan oleh Charles H.Cooley
. Teori ini merupakan gambaran bahwa seseorang hanya bisa berkembang dengan bantuan
orang lain. Ada tiga langkah dalam proses pembentukan cermin diri.
 Imajinasi tentang pandangan orang lain terhadap diri seseorang, seperti bagaimana tingkah
lakunya di mata orang lain.
 Imajinasi terhadap penilaian orang lain tentang apa yang terdapat pada diri masing-masing
orang. Misalnya, pakaian yang dipakai.
 Perasaan seseorang tentang penilaian-penilaian itu, seperti bangga, kecewa, gembira, atau
rendah hati.
c. Teori Diri Antisosial
Teori ini dikemukakan oleh Sigmund Freud. Dia berpendapat bahwa diri manusia
mempunyai tiga bagian, yaitu id, superego, dan ego.
 Id adalah pusat nafsu serta dorongan yang bersifat naluriah, tidak social, rakus, dan
antisosial.
 Ego adalah bagian yang bersifat sadar dan rasional yang mengatur
pengendalian superego terhadap id. Ego secara kasar dapat disebut sebagai akal pikiran.
 Superego adalah kompleks dari cita-cita dan nilai-nilai sosial yang
dihayati seseorang serta membentuk hati nurani atau disebut sebagai kesadaran sosial.
d. Teori Ralph dan Conton
Teori ini mengatakan bahwa setiap kebudayaan menekankan serangkaian pengaruh umum
terhadap individu yang tumbuh di bawah kebudayaan itu.
e. Teori Subkultural Soerjono Soekanto
Teori ini mencoba melihat kaitan antara kebudayaan dan kepribadian
dalam ruang lingkup yang lebih sempit, yaitu kebudayaan khusus
(subcultural). Dia menyebutkan ada beberapa tipe kebudayaan khusus yang memengaruhi
kepribadian, yaitu sebgai berikut.
 Kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan.
 Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda.
 Kebudayaan khusus kelas sosial.
 Kebudayaan khusus atas dasar agama.
 Kebudayaan khusus atas dasar pekerjaan atau keahlian.
E. Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian
1. Faktor Biologis
Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani, atau seri
ngkali pula disebut faktor fisiologis seperti keadaan genetik, pencernaan, pernafasaan, pere
daran darah, kelenjar-kelenjar, saraf, tinggi badan, berat badan, dan sebagainya. Kita
mengetahui bahwa keadaan
jasmani setiap orang sejak dilahirkan telah menunjukkan adanya perbedaan-
perbedaan. Hal ini dapat kita lihat pada setiap bayi yang baru lahir. Ini menunjukkan bahwa
sifat-sifat jasmani yang ada pada setiap orang ada yang diperoleh dari keturunan, dan ada pula
yang merupakan pembawaan anak/orang itu masing-
masing. Keadaan fisik tersebut memainkan peranan yang penting pada kepribadian
seseorang.
2. Faktor Sosial
Faktor sosial yang dimaksud di sini adalah masyarakat yakni manusia-manusia lain
disekitar individu yang bersangkutan. Termasuk juga kedalam faktor sosial adalah tradisi-
tradisi, adat istiadat, peraturan-peraturan, bahasa, dan sebagainya yang berlaku dimasyarakat
itu.
Sejak dilahirkan, anak telah mulai bergaul dengan orangorang disekitarnya. Dengan lin
gkungan yang pertama adalah
keluarga. Dalam perkembangan anak, peranan keluarga sangat penting dan menentukan ba
gi pembentukan kepribadian selanjutnya. Keadaan dan suasana keluarga yang berlainan
memberikan pengaruh yang bermacam-macam pula terhadap perkembangan kepribadian
anak.
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan
anak sejak kecil adalah sangat mendalam dan menentukan
perkembangan pribadi anak selanjutnya. Hal ini disebabkan
karena pengaruh itu merupakan pengalaman yang pertama, pengaruh yang diterima anak
masih terbatas jumlah dan luasnya,
intensitas pengaruh itu sangat tinggi karena berlangsung terus
menerus, serta umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana bernada emosional.
Kemudian semakin besar seorang anak maka
pengaruh yang diterima dari lingkungan sosial makin besar dan
meluas. Ini dapat diartikan bahwa faktor sosial mempunyai pengaruh terhadap
perkembangan dan pembentukan kepribadian.
3. Faktor Kebudayaan
Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masing-
masing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan
masyarakat di mana seseorang itu dibesarkan. Beberapa aspek
kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kepribadian antara
lain:

 Nilai-nilai (Values)
Di dalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai hidup yang
dijunjung tinggi oleh manusia-manusia yang hidup dalam
kebudayaan itu. Untuk dapat diterima sebagai anggota suatu masyarakat, kita harus memiliki
kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku di masyarakat itu.
 Adat dan Tradisi.
Adat dan tradisi yang berlaku disuatu daerah, di samping menentukan nilai-
nilai yang harus ditaati oleh anggota-anggotanya, juga menentukan pula cara-
cara bertindak dan bertingkah laku yang akan berdampak pada kepribadian seseorang
 Pengetahuan dan Keterampilan.
Tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang atau
suatu masyarakat mencerminkan pula tinggi rendahnya
kebudayaan masyarakat itu. Makin tinggi kebudayaan suatu
masyarakat makin berkembang pula sikap hidup dan cara-cara kehidupannya.
 Bahasa
Di samping faktor-faktor kebudayaan yang telah diuraikan di atas, bahasa merupakan salah
satu faktor yang turut menentukan cirri-
ciri khas dari suatu kebudayaan. Betapa erat hubungan bahasa
dengan kepribadian manusia yang memiliki bahasa itu. Karena
bahasa merupakan alat komunikasi dan alat berpikir yang dapat
menunukkan bagaimana seseorang itu bersikap, bertindak dan bereaksi serta bergaul dengan
orang lain.
 Milik Kebendaan (material possessions)
Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin maju dan modern pula alat-
alat yang dipergunakan bagi keperluan
hidupnya. Hal itu semua sangat mempengaruhi kepribadian manusia yang memiliki
kebudayaan itu.

F. Upaya Pengembangan Aspek Kepribadian


Secara umum, kepribadian itu pada dasarnya dibentuk oleh pendidikan, karena
pendidikan menanamkan tingkah laku yang kontinyu dan berulang-ulang sehingga
menjadi kebiasaan, ketika ia dijadikan norma, kebiasaan itu berubah menjadi adat,
membentuk sifat, sifat-sifat seseorang merupakan tabi’at atau watak, tabi’at
rohaniah dan sifat lahir membentuk kepribadian. Hal ini, sesuai dengan definisi
pendidikan, yaitu usaha sadar, teratur, dan sistematik yang dilakukan oleh orangorang yan
g diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai
sifat dan tabi'at sesuai dengan cita-cita pendidikan. Amir Daien Indrakusuma
(1973:108), menegaskkan bahwa kepribadian itu dapat dibentuk oleh pendidikan, dan
pendidikan itu sendiri bersumber pada tiga pusat pendidikan, yaitu lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat.
Terbentuknya kepribadian pada diri seseorang, itu berlangsung melalui
perkembangan yang terus menerus. Seluruh perkembangan itu, tampak bahwa
tiap perkembangan maju muncul dalam cara-cara yang kompleks dan tiap
perkembangan didahului oleh perkembangan sebelumnya. Ini berarti, bahwa perkembangan
itu tidak hanya kontiyu, tapi juga perkembangan fase yang satu diikuti dan
menghasilkan perkembangan pada fase berikutnya.
Menurut Ahmad D.Marimba (1989: 88) pembentukan kepribadian merupakan suatu proses
yang terdiri atas tiga taraf, yaitu:
1. Pembiasaan
Pembiasaan ialah latihan-latihan tentang sesuatu supaya menjadi biasa.
Pembiasaan hendaknya ditanamkan kepada anak-anak sejak kecil, sebab pada
masa itu merupakan masa yang paling peka bagi pembentukan kebiasaan.Pembiasaan yang
ditanamkan kepada anak-anak, itu harus disesuaikan dengan perkembangan jiwanya.
Pendidikan yang diberikan kepada anak sejak kecil, merupakan upaya dalam
rangka pembentukan kepribadian yang baik. Hal ini, sebagaimana dikemukakan
oleh M. Athiyah al-Abrasy (1990:105-107) bahwa para filosof Islam merasakan
betapa pentingnya periode kanak-kanak dalam pendidikan budi pekerti, dan
membiasakan anak-anak kepada tingkah laku yang baik sejak kecilnya. Mereka
ini semua berpendapat bahwa pendidikan anak-anak sejak dari kecilnya harus mendapat
perhatian penuh.
Ibnu Qoyyim Al-Jauzi, sebagaimana dikutip oleh M. Athiyah al-Abrasy (1990:107)
mengemukakan, bahwa pembentukan yang utama ialah waktu kecil, maka
apabila seorang anak dibiarkan melakukan sesuatu (yang kurang baik) dan
kemudian telah menjadi kebiasaannya, maka akan sukarlah meluruskannya.
Tujuan utama dari kebiasaan ini, adalah penanaman kecakapan-kecakapan
berbuat dan mengucapkan sesuatu agar cara-cara yang tepat dapat dikuasai oleh siterdidik
yang terimplikasi mendalam bagi pembentukan selanjutnya. Kebiasaan Baik dapat membentuk
kepribadian anak atau kepribadian siswa
2. Pembentukan minat dan sikap
Dalam taraf kedua ini, pembentukan lebih dititik beratkan pada perkembangan akal
(pikiran, minat, dan sikap atau pendirian). Menurut Ahmad D. Marimba (1989:88) bahwa
pembentukan pada taraf ini terbagi dalam tiga bagian, yaitu:
a. Formil
Pembentukan secara formil, dilaksanakan dengan latihan secara berpikir,
penanaman minat yang kuat, dan sikap (pendirian) yang tepat. Tujuan dari pembentukan
formil ini adalah:
 Terbentuknya cara-cara berpikir yang baik, dapat menggunakan metode berpikir yang tepat,
serta mengambil kesimpulan yang logis.
 Terbentuknya minat yang kuat, yang sejajar dengan terbentuknya pengertian.
Minat merupakan kecenderungan jiwa ke arah sesuatu karena sesuatu itu mempunyai arti
bukan karena terpaksa.
 Terbentuknya sikap (pendirian) yang tepat. Sikap terbentuk bersama-sama
dengan minat. Sikap yang tepat, ialah bagaimana seharusnya seseorang itu
bersikap terhadap agamanya, nilai-nilai yang ada di dalamnya, terhadap nilainilai kesulitan,
dan terhadap orang lain yang berpendapat lain.
b. Materil
Pembentukan materil sebenarnya telah dimulai sejak masa kanak-kanak, jadi sejak
pembentukan taraf pertama, namun barulah pada taraf kedua ini (masa intelek
dan masa sosial). Anak-anak yang telah cukup besar dan mampu menepis mana yang
berguna dan mana yang tidak, harusnya dilatih berpikir kritis.
c. Intensil
Pembentukan intensil yaitu pengarahan, pemberian arah, dan tujuan yang jelas
bagi pendidikan Islam, yaitu terbentuknya kepribadian muslim. Untuk
membentuk ke arah mana kepribadian itu akan dibawa, maka di samping
pemberian pengetahuan juga tentang nilai-nilai. Jadi, bukan hanya merupakan
pemberian perlengkapan, tetapi juga pemberian tujuan ke arah mana
perlengkapan itu akan dibawa. Pada segi lain, pembentukan intensil ini lebih
progresif lagi, yaitu nilai-nilai yang mengarahkan sudah harus dilaksanakan
dalam kehidupan. Mungkin masih dengan pengawasan orang tua, tetapi lebih baik lagi jika
atas keinsyafan sendiri.
3. Pembentukan kerohanian yang luhur
Pada taraf ini, pembentukan dititik beratkan pada aspek kerohanian untuk mencapai
kedewasaan rohaniah, yaitu dapat memilih, memutuskan, dan berbuat atas dasar kesadaran
sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab, kecenderungan ke
arah berdiri sendiri yang diusahakan pada taraf yang lalu, misalnya peralihan
dari disiplin luar ke arah disiplin sendiri, dari menerima teladan ke arah mencari teladan,
pada taraf ini diintensifkan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang diberikan oleh orang
tua dalam keluarga, baik dalam bentuk bimbingan, pendidikan, maupun perhatian
merupakan salah satu upaya yang dapat membentuk kepribadian anak atau
kepribadian siswa. Selain itu, terdapat pula cara lain yang dapat dipergunakan
dalam membentuk kepribadian, yaitu pembiasaan, yang bertujuan untuk menanamkan
kecakapan-kecakapan berbuat, mengucapkan sesuatu dengan tepat,
dan dapat dikuasai oleh si anak serta mempunyai implikasi yang mendalam bagi
pembentukan kepribadian pada tahap selanjutnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kami tarik pada makalah ini, yaitu :
1. Teori perkembangan emosi, diantaranya :
 Teori James-Lange
 Teori “Emergency” Canon
 Teori Scahcter – Singer
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi emosi, diantaranya:
 Perubahan jasmani
 Perubahan pola interaksi denga orang tua
 Perubahan interaksi dengan teman-teman
 Perubahan pandangan luar
3. Upaya pengembangan aspek emos, diantaranya:
 Pengembangan keterampilan emosional
 Pengembangan keterampilan kognitif
 Pengembangan keterampilan perilaku
4. Teori perkembangan kepribadian, diantaranya:
 Teori tabula rasa
 Teori cermin diri
 Teori antisocial
 Teori Ralph dan Conton
 Teori subkultural Soerjono Soekanto
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian, diantaranya:
 Faktor biologis
 Faktor social
 Faktor kebudayaan
6. Upaya pengembangan aspek kepribadian, diantaranya :
 Pembiasaan
 Pembentukan minat dan sikap
 Pembentukan kerohanian yang luhur
B. Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan pada makalah ini, yaitu :
1. Manajemen emosi anda dengan baik. Karena keberhasilan sesorang tidak hanya ditentukan
kecerdasannya semata tetapi emosi juga berpengaruh besar terhadap kesuksesan anda.
2. Gunakan manajemen emosi ini untuk membimbing peserta didik agar dapat optimal dalam
mengolah emosinya.
DAFTAR PUSTAKA
M, Asrori. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Untan Press : Pontianak
U, Husna Asmara. 2004. Penulisan Karya Ilmiah. Fahruna Bahagia : Pontianak
Fatimah, Enung. 2008. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik).Bandung: CV.
Pustaka Setia
Agus, Sujanto.1986. Psikologi Kepribadian, Jakarta: Aksara Baru.
Defabj.blogspot.co.id/2013/03/makalahteoriperkembanganemosi.html
Tiarprasetia.blogspot.co.id/2013/05/perkembanganemosiremaja.html

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. TEORI PERKEMBANGAN EMOSI

Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah di alami lanjut usia pada saat
muda hingga dewasa, dengan demikian perlu di pahami teori Erikson. Erikson (1950,1968)
mengatakan bahwa kita berkembang dalam tahap psikososial,dari pada dalam tahap
psikoseksuaL.

2.2 Pengertian Emosi

Perkembangan Emosi : emosi itu sendiri adalah situasi stimulus yang melibatkan
perubahan pada tubuh dan wajah, aktivitas pada otak, penilian kognitif, perasaan subjektif, dan
kecenderungan melakukan suatu tindakan, yang dibentuk seluruhnya oleh peraturan – peraturan
yang terdapat di suatu kebudayaan. Emosi primer emosi – emosi yang dianggap sebagai emosi
yang berlaku secara umum, dan memiliki dasar biologis; umumnya meliputi rasa takut, marah,
sedih,senang,terkejut,jijik dan rasa tida suka. Emosi sekunder emosi – emosi yang berkembang
sejalan dengan pertambahan kedewasaan kognitif seseorang dan berbeda – beda untuk tiap
individu dan kebudayaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu
respons terhadap suatu perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan
yang kuat mengandung keinginan yang meledak-ledak.
Drever (1968) mengartikan emosi sebagai suatu keadaan yang kompleks dari organisme yang
menyangkut perubahan jasmani yang luas sifatnya (dalam pernafasan, denyut, sekresi
kelenjar,dsb) dan pada sisi kejiwaan.

2.3 Perkembangan Emosi berdasarkan periode perkembangan

Infant (masa bayi 0-2 tahun)

Perkembangan emosi yang terlihat sederhana dan reaksi emosionalnya dapat di timbulkan
dengan berbagai macam rangsangan. Emosional pada bayi ialah : rasa takut, gembira,sedih, rasa
ingin tahu.

Masa kanak-kanak awal

Emosi yang terjadi sangat kuat. Pada masa ini pula anak sangat perlu dibimbingan diarahkan
karena emosinya yang tidak terarah. Emosi pada kanak-kanak masa awal : takut, cemburu,iri
hati,ingin tahu,senang,sedih,marah,kasih sayang.

Masa kanak-kanak akhir

Poal perkemban gan yang terjadi pada masa kanak-kanak akhir tidak jauh berbeda dengan masa
kanak-kanak awal. Ungkapan rasa senang, amarah, emosi yang berapi-api.

Masa Remaja Awal


Masa ini terkadang membuat remaja menjalani masa tekanan. Walaupun tidak semua reamaja
mengalami ketidakstabilan sebagai konsekuensi penyesuaian diri terhadap pola perilaku baru dan
sosial baru.

Remaja akhir

Emosinya yang cenderung pemberontak. Karena sang anak akan memasuki masa-masa dimana
terjadinya perubahan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa. Sehingga hal ini membuat mereka
memikirkan masa depan.

Dewasa Awal

Perkembangan yang terjadi pada masa dewasa awal emosinya mengikuti faktor hormonal, dan
masa ini pula mereka sudah dapat mengendalikan emosi.

Dewasa Madya

Pada masa dewasa madya pola emosi antara laki-laki dan perempuan berbeda.

Laki – laki : Karir (waktunya habis dalam pekerjaan/pensiun) akan mengalami frustasi atau
beban kerja sehingga berpengaruh kepada emosinya. Pada perempuan : cenderung lebih stabil,
namun lebih sering cepat mengalami masa manepous.

Masa Usia Lanjut

Salah satu contohnya adalah perubahan fisik pada lanjut usia mengakibatkan dirinya merasa
tidak dapat mengerjakan berbagai aktivitas sebaik pada saat muda dulu. Hal ini menyebabkan
lanjut usia kemudian menjadi menarik diri dari lingkungan sosial.

Munculnya rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan baru seperti
penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan, merupakan sebagian kecil dari
keseluruhan perasaan yang tidak enak yang harus dihadapi lanjut usia.

2.4 Perbedaan Kelompok dalam Emosi

Emosi dan Gender

Pria dan wanita memiliki kemampuan yang sama untuk merasakan semua emosi, mulai dari
cinta, duka, hingga kemarahan. Kebanyakan pria lebih reaktif secara psikologis terhadap konflik
dibandingkan wanita, namun kedua gender terkadang memiliki perbedaan persepsi dan atribusi
yang menghasilakn emosi dan intensitas manusia.

Pria : lebih menunjukan rasa marah. Laki-laki cenderung menyukai pertemanan berdampingan,
yang didasarkan perilaku aktivitas bersama sepaertiolah raga. Cinta, marah, dan duka adalah
kemampuan yang dimiliki pria maupun wanita

Perempuan : rasa sedih, takut, dan rasa bersalah pada usia sekolah. Lebih menyukai pertemanan
tatap muka yang didasarkan perasaan. Cinta, marah, dan duka adalah kemampuan yang dimiliki
pria maupun wanita

Budaya dan Ekspresi Emosional

Aturan Tampilan Emosi (Display rule). Contohnya pada beberapa budaya misalnya, orang
Jepang lebih sering tersenyum dibandingkan orang Amerika, untuk menyembunyikan rasa malu,
marah, atau emosi negative lainnya, sebab perasaan-perasaan tersebut dianggap tidak sopan dan
tidak baik apabila ditunjukan kepada orang lain. Begitupun dengan seorang anak yang hidup
dengan keadaan orang tuanya bercerai, hal ini bisa membuat sang anak menjadi kurang percaya
diri, takut tidak diterima dilingkungan, pendiam, bahkan emosinya meledak-ledak.

Sosial Ekonomi

Seseorang yang terlahir dikehidupan serba berkecukupan akan memperaruhi kepada sikap,
tingkah laku anak. Anak akan merasa lebih percaya diri, pemberani, senang. Disini
lingkunganlah yang mempengaruhi pada perkembangan sang anak.

2.5 Perkembangan Karakter

Tahap perkembangan karakter dilihat dari segi umur. Dalam diri manusia tersimpan karakter-
karakter yang terbangun akibat dari kehidupannya. Karakter – karakter tersebut, baik sadar
maupun tidak, terbentuk dari hasil interaksi dengan dunia luar. Karakter – karakter ini pada
akhirnya akan mempengaruhi pola kehidupan manusia.

5
Rasulullah saw. berkata kepada para sahabat dan umatnya, bahwa orang yang bergaul dengan
tukang minyak wangi, akan ikut wangi. Begitu pula ketika orang tersebut bergaul dengan
seorang pandai besi, maka setidaknya ia akan hitam terkena asapnya.

Perkembangan Emosi dan karakter seseorang mulai terbangun sejak masih berada di dalam
kandungan. Karena itu, pembentukan karakter harus dibangun sejak janin, karena di dalam
kandungan sebenarnya manusia sudah bernyawa.

Oleh karena itu ada tiga tahapan umur yang mempengaruhi karakter seseorang. Ketiga
tahapan tersebut adalah :

a. Tahap I : 0-10 tahun perilaku lahiriah

Tahap pertama adalah tahapan membangun lahiriah. Perilaku yang terbangun dari seorang anak
yang sedang berkembang adalah perilaku formal yang sifatnya tidak mengakar pada
kehidupannya. Hal ini menyebabkan perilaku anak menjadi mudah berubah-ubah.

Selain itu perilaku seorang anak berusia di bawah 10 tahun, memiliki kecenderungan untuk
dipengaruh oleh lebih banyak faktor eksternal. Lingkungan sekitar mereka akan sangat
mempengaruhi perilaku. Oleh karena itu, betapa baiknya jika orang tua memberikan lingkungan
yang positif untuk anaknya yang berusia sepuluh tahun kebawah.

Daya tangkap anak lebih cepat pada usi-usia ini. Karena pada masa ini anak akan selalu
menemukan hal-hal baru yang akan menarik hatinya. Untuk membentuk karakter anak, baiknya
jika orang tua mengenalkan hal-hal yang positif kepada anak-anak.

Penilaian baik buruk dan buruk yang dilakukan oleh anak bersifat egosentris, cenderung
memiliki ego yang lebih kuat dibandingkan dengan akalnya.

b. Tahap II : 11-15 tahun perilaku kesadaran

Usia sebelas hingga lima belas tahun merupakan masa dimulainya perkembangan kesadaran
mengenal nilai-nilai kebenaran. Rasionalitas mulai terbuka, mulai membangun sebuah perilaku,
kesadaran rasionalitas akan mudah terikat dibangdingakn dengan usia dibawahnya, anak mampu
menilai sesuatu baik dan buruk. Anak-anak ini juga biasanya lebih mampu melibatkan
keluwesannya dalam berintraksi dengan orang lain.

6
c. Tahap III : 15 tahun ke atas control internal atas perilaku

Pada tahapan umur lima belas tahun ke atas, perilaku-perilaku dan kesadaran-kesadaran telah
terbentuk dengan kuat. Keasadaran menguat karena tertanamnya nilai-nilai kebenaran, kebaikan,
dan keindahan. Nilai-nilai individu dan sosial mulai terbangun dan terintegrasi.

Adapun Contoh Mengenai Karakter dan Pembentukan Karakter yang berpengaruh


kepada perkembangan emosi.

 Melankolis

Seorang yang melankolis mempunyai pikiran yang mendalam. Orang melankolis selalu
menganalisis segala sesuatu. Ia senang dengan hal yang serius dan akan menekuni bidang apa
pun yang ia sukai.

Perkembangan emosinya ia cenderung berfikir negative, pesimis, mudah putus asa,rendah diri,
egois.

 Sanguinis

Seorang yang sanguinis adalah orang selalu ceria, antusias, ekspresif, dan selalu gembira
dimanapun ia berada.

Perkembangan emosinya egois, mudah marah, mudah mengeluh.

 Plegmatis

Seorang mempunyai kepribadian plegmatis adalah orang mempunyai rasa kedamaian. Ia sangat
menyukan perdebatan, rendah hati, sabar, dan seimbang.

Perkembangan emosinya sering merasa khawatir akan suatu persoalan,


penakut,egois,pemalu,pendiam.

 Koleris

Seorang koleris adalah orang yang mempunyai kekuatan,dinamis,mempunyai kemauan yang


keras.

Dari segi emosinya tidak sabaran,mudah marah,ceroboh,kaku.


7

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari sini pemakalah dapat menyimpulkan bahwa lingkunganlah yang mempengaruhi


perkembangan karakter yang ada pada diri seseorang. Lingkungan keluarga adalah awal
pembentukan sebuah karakter pada setiap diri individu, setelah itu lingkungan yang terdekat,
kemudian meluas ketingkat yang leih luas lagi. Begitulah kurang lebih perekembangan emosi
maupun pembentukan karekter dalam diri seseorang. Perkembangan emosi pada diri seseorang
berkaitan dengan karakter yang ada dalam individu. Setiap manusia mempunyai ciri khas dan
watak yang berbeda-beda. Perkembangan emosi juga dapat diberistimulasi pada saat ibu
mengandung dengan cara dengan cara sang ibu melakukan hal – hal yang bermanfaat misalnya ;
ibu beshalawat nabi, membaca, berolah raga,dll. Membangun sebuah karakter baik buruknya
semua itu tergantung dari pondasinya seperti apa didalam keluarga. Faktor Internal dan
Eksternallah yang cenderung dapat mempengaruhi diri seseorang. Karakter memang sesuatu
yang dapat diubah, yang buruk bisa menjadi baik begitupun sebaliknya. Tetapi ada juga karakter
yang menjadi ciri khas setiap individu yaitu kepribadian. Dan hal ini sangat berpengaruh pada
proses perkembangan emosi anak ataupun setiap orang.

3.2 Saran

 Melakukan hal – hal positive lebih bermanfaat dalam membentuk sebuah perkembangan emosi
yang baik. Karena itu bangunlah sebuah pondasi yang baik terutama dilingkungan internal agar
kelak anak mempunyai jiwa yang kuat, percaya diri tinggi dengan kemampuan yang ia miliki.

 Sebagai orang tua perlulah kita memperhatikan dan memilah-milah lingkungan yang sekiranya
kurang baik untuk dihindari dan sang anak diberi pengertian dan diberi tahu sebab akibat jika
bergaul dengan hal yang kurang baik.
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Seorang anak dalam perkembangannya memiliki banyak keunikan yang terkadang
mengejutkan. Keunikan dalam perkembngan tersebut sulit dimengerti oleh orang dewasa.
Sehingga banyak kejadian orang tua bersikap kasar kepada anaknya ketika anak memunculkan
beberapa sifat khasnya. Hal yang sama tidak jarang hal itu terjadi pada dewan pendidik di
sekolah.
Perkembangan anak terdiri dari beberapa aspek. Salah satu aspek perkembangan yang
sering sekali menjadi masalah adalah perkembangan emosi anak. Hal yang sangat sering di
permasalahkan orang tua pada umumnya adalah anak bergitu nakal. Mungkin saja hal itu bersifat
normal tetapi ada kemungkinan merupakan gangguan yang terjadi dari perkembangan emosi.
Banyaknya fenomena yang sering ditemui kemungkinan besar karena baik orang tua
maupun guru hanya belum mengerti tahap-tahap perkembangan anak tersebut. Untuk mencegah
terjadinya hal-hal yang akan merugikan anak, penulis akan memaparkan tentang perkembangan
emosi anak.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang tentang isi makalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut.
1. Apakah yang dimaksud emosi?
2. Bagaimanakah perkembangan emosi pada anak?
3. Apa sajaka macam ekspresi emosi pada anak?
4. Apakah ciri khas emosi pada anak?
5. Bagaimanakah tingkatan perkembangan emosi?
6. Apa sajakah factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi pada anak?
7. Apa dampak kekerasan pada anak yang biasa dilakukan oleh orang tua?
8. Bagaimana cara mengembangkan kecerdasan emosi anak?

C. TUJUAN
Penyusunan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut.
1. Kepada orang tua. Semoga dapat dijadikan pedoman untuk memahami perkembangan anak.
Setelah membaca makalah ini diharapkan agar tidak terjadi kekerasan yang dilakukan orang tua
terhadap anak.
2. Kepada guru. Semoga dapat dijadikan bekal untuk mendidik anak yang perkembangan masih
labil. Agar hak-hak anak dalam pendidikan dapat terpenuhi.
3. Kepada penulis. Semoga dapat dijaikan pelajaran dan dapat dijadikan bekal untuk menjalani
profesi nantinya. Selain itu, semoga dapat dijadikan batu loncatan untuk menyusun makalah
yang lebih baik lagi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN EMOSI

Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti
kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.
Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang
khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi
terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira
mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi
sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.
Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan
salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator
perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia.
(Prawitasari,1995).
Dalam kehidupan sehari-hari, emosi sering diistilahkan juga dengan perasaan. Misalnya,
seorang siswa hari ini ia merasa senang karena dapat mengerjakan semua pekerjaan rumah (PR)
dengan baik. Siswa lain mengatakan bahwa ia takut menghadapi ujian. Senang dan takut
berkenaan dengan perasaan, kendati dengan makna yang berbeda. Senang termasuk perasaan,
sedangkan takut termasuk emosi.
Perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih tenang dan tertutup karena tidak banyak
melibatkan aspek fisik, sedangkan emosi menggambarkan suasana batin yang dinamis dan
terbuka karena melibatkan ekspresi fisik. Perasaan (feeling) seperti halnya emosi merupakan
suasana batin atau suasana hati yang membentuk suatu kontinum atau garis yang merentang dari
perasaan sangat senang/sangat suka sampai tidak senang/tidak suka. Perasaan timbul karena
adanya rangsangan dari luar, bersifat subjektif dan temporer. Misalnya, sesuatu yang dirasakan
indah oleh seseorang pada waktu melihat suatu lukisan, mungkin tidak indah baginya beberapa
tahun yang lalu, dan tidak indah bagi orang lain. Ada juga perasaan bersifat menetap menjadi
suatu kebiasaan dan membentuk adat-istiadat. Misalnya, orang Padang senang makan pedas,
orang Sunda senang makan sayur/lalap sambal.
Simpati dan empati merupakan bentuk perasaan yang cukup penting dalam kehidupan
bersosialisai dengan orang lain. Simpati adalah suatu kecenderungan untuk senang atau tertarik
kepada orang lain. Empati adalah suatu kondisi perasaan jika seseorang berada dalam situasi
orang lain. Biasanya kita rasakan saat melihat film atau sinetron dramatis.
Emosi merupakan perpaduan dari beberapa perasaan yang mempunyai intensitas relatif
tinggi dan menimbulkan suatu gejolak suasana batin. Seperti halnya perasaan, emosi juga
membentuk suatu kontinum atau garis yang bergerak dari emosi positif sampai negatif.
Minimal ada empat ciri emosi, yaitu :
1. Pengalaman emosional bersifat pribadi/subjektif, ada perbedaan pengalaman antara individu
yang satu dengan lainnya;
2. Ada perubahan secara fisik (kalau marah jantung berdetak lebih cepat);
3. Diekspresikan dalam perilaku seperti takut, marah, sedih, dan bahagia;
4. Sebagai motif, yaitu tenaga yang mendorong seseorang melakukan kegiatan, misalnya orang
yang sedang marah mempunyai tenaga dan dorongan untuk memukul atau merusak barang.
(Kurnia, 2008 : 2.23)
Emosi adalah sebagai sesuatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran
jiwa (a strid up state) yang menyertai atau munculnya sebelum dan sesudah terjadinya perilaku.
(Syamsudin, 2005:114). Sedangkan menurut Crow & crow (1958) (dalam Sunarto, 2002:149)
emosi adalah “An emotion, is an affective experience that accompanies generalized inner
adjustment and mental physiological stirred up states in the individual, and that shows it self in
his overt behavior.” Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam
diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
Menurut James & Lange, bahwa emosi itu timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah
atau kegiatan individu. Misalnya menangis itu karena sedih, tertawa itu karena gembira.
Sedangkan menurut Lindsley bahwa emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari
susunan syaraf terutama otak, misalnya apabila individu mengalami frustasi, susunan syaraf
bekerja sangat keras yang menimbulkan sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat
mempertinggi pekerjaan otak, maka hal itu menimbulkan emosi.

B. PERKEMBANGAN EMOSI ANAK


Tahun-tahun awal kehidupan seorang anak ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang
bersifat fisik, misalnya kehausan dan kelaparan serta peristiwa-peristiwa yang bersifat
interpersonal, seperti ditinggalkan di rumah dengan pengasuh atau babysitter, yang dapat
menyebabkan timbulnya emosi negatif. Kemampuan dalam mengelola emosi negatif ini sangat
penting bagi pencapaian tugas-tugas perkembangan dan berkaitan dengan kemampuan kognitif
dan kompetensi sosial (Garner dan Landry, 1994; Lewis, Alessandri dan Sullivan, 1994 dalam
Pamela W., 1995:417). Perilaku awal emosi dapat digunakan untuk memprediksi perkembangan
kemampuan afektif (Cicchetti, Ganiban dan Barnet, 1991 dalam Pamela W., 1995:417).
Keluarga dengan orang tua yang memiliki emosi positif cenderung memiliki anak dengan
perkembangan emosi yang juga positif, demikian pula sebaliknya (Pamela W., 1995:422).
Emosi memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak, baik pada usia
prasekolah maupun pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya, karena memiliki pengaruh
terhadap perilaku anak.
Woolfson, 2005:8 menyebutkan bahwa anak memiliki kebutuhan emosional, yaitu :
1. Dicintai,
2. Dihargai,
3. Merasa aman,
4. Merasa kompeten,
5. Mengoptimalkan kompetensi
Apabila kebutuhan emosi ini dapat dipenuhi akan meningkatkan kemampuan anak dalam
mengelola emosi, terutama yang bersifat negatif.
Hurlock, 1978:211 menyebutkan bahwa emosi mempengaruhi penyesuaian pribadi sosial
dan anak. Pengaruh tersebut antara lain tampak dari peranan emosi sebagai berikut.
1. Emosi menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari. Salah satu bentuk emosi adalah
luapan perasaan, misalnya kegembiraan, ketakutan ataupun kecemasan. Luapan ini menimbulkan
kenikmatan tersendiri dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan memberikan pengalaman
tersendiri bagi anak yang cukup bervariasi untuk memperluas wawasannya.
2. Emosi menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan. Emosi dapat mempengaruhi keseimbangan
dalam tubuh, terutama emosi yang muncul sangat kuat, sebagai contoh kemarahan yang cukup
besar. Hal ini memunculkan aktivitas persiapan bagi tubuh untuk bertindak, yaitu hal-hal yang
akan dilakukan ketika tibul amarah. Apabila persiapan ini ternyata tidak berguna, akan dapat
menyebabkan timbulnya rasa gelisah, tidak nyaman, atau amarah yang justru terpendam dalam
diri anak.
3. Ketegangan emosi mengganggu keterampilan motorik. Emosi yang memuncak mengganggu
kemampuan motorik anak. Anak yang terlalu tegang akan memiliki gerakan yang kurang terarah,
dan apabila ini berlangsung lama dapat mengganggu keterampilan motorik anak.
4. Emosi merupakan bentuk komunikasi. Perubahan mimik wajah, bahasa tubuh, suara, dan
sebagainya merupakan alat komunikasi yang dapat digunakan untuk menyatakan perasaan dan
pikiran (komunikasi non verbal).
5. Emosi mengganggu aktivitas mental. Kegiatan mental, seperti berpikir, berkonsentrasi, belajar,
sangat dipengaruhi oleh kestabilan emosi. Oleh karena itu, pada anak-anak yang mengalami
gangguan dalam perkembangan emosi dapat mengganggu aktivitas mentalnya.
6. Emosi merupakan sumber penilaian diri dan sosial. Pengelolaan emosi oleh anak sangat
mempengaruhi perlakuan orang dewasa terhadap anak, dan ini menjadi dasar bagi anak dalam
menilai dirinya sendiri.
7. Emosi mewarnai pandangan anak terhadap kehidupan. Peran-peran anak dalam aktivitas sosial,
seperti keluarga, sekolah, masyarakat, sangat dipengaruhi oleh perkembangan emosi mereka,
seperti rasa percaya diri, rasa aman, atau rasa takut.
8. Emosi mempengaruhi interaksi sosial. Kematangan emosi anak mempengaruhi cara anak
berinteraksi dengan lingkungannya. Di lain pihak, emosi juga mengajarkan kepada anak cara
berperilaku sehingga sesuai dengan ukuran dan tuntutan lingkungan sosial.
9. Emosi memperlihatkan kesannya pada ekspresi wajah. Perubahan emosi anak biasanya
ditampilkan pada ekspresi wajahnya, misalnya tersenyum, murung atau cemberut. Ekspresi
wajah ini akan mempengaruhi penerimaan sosial terhadap anak.
10. Emosi mempengaruhi suasana psikologis. Emosi mempengaruhi perilaku anak yang ditunjukkan
kepada lingkungan (covert behavior). Perilaku ini mendorong lingkungan untuk memberikan
umpan balik. Apabila anak menunjukkan perilaku yang kurang menyenangkan, dia akan
menerima respon yang kurang menyenangkan pula, sehingga anak akan merasa tidak dicintai
atau diabaikan.
11. Reaksi emosional apabila diulang-ulang akan berkembang menjadi kebiasaan. Setiap ekspresi
emosi yang diulang-ulang akan menjadi kebiasaan, dan pada suatu titik tertentu akan sangat sulit
diubah. Dengan demikian, anak perlu dibiasakan dengan mengulang-ulang perilaku yang bersifat
positif, sehingga akan menjadi kebiasaan yang positif pula.
Anak mengkomunikasikan emosi melalui verbal, gerakan dan bahasa tubuh. Bahasa tubuh
ini perlu kita cermati karena bersifat spontan dan seringkali dilakukan tanpa sadar. Dengan
memahami bahasa tubuh inilah kita dapat memahami pikiran, ide, tingkah laku serta perasaan
anak. Bahasa tubuh yang dapat diamati antara lain : ekspresi wajah, napas, ruang gerak, dan
pergerakan tangan dan lengan.
Pada usia prasekolah anak-anak belajar menguasai dan mengekspresikan emosi (Saarni,
Mumme, dan Campos, 1998 dalam De Hart, 1992:348). Pada usia 6 tahun anak-anak memahami
konsep emosi yang lebih kompleks, seperti kecemburuan, kebanggaan, kesedihan dan kehilangan
(De Hart, 1992:348), tetapi anak-anak masih memiliki kesulitan di dalam menafsirkan emosi
orang lain (Friend and Davis, 1993). Pada tahapan ini anak memerlukan pengalaman pengaturan
emosi, yang mencakup :
1. Kapasitas untuk mengontrol dan mengarahkan ekspresi emosional.
2. Menjaga perilaku yang terorganisir ketika munculnya emosi-emosi yang kuat dan untuk
dibimbing oleh pengalaman emosional.
Perkembangan emosi pada anak melalui beberapa fase yaitu :
1. Pada bayi hingga 18 bulan
a. Pada fase ini, bayi butuh belajar dan mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya aman dan
familier. Perlakuan yang diterima pada fase ini berperan dalam membentuk rasa percaya diri,
cara pandangnya terhadap orang lain serta interaksi dengan orang lain. Contoh ibu yang
memberikan ASI secara teratur memberikan rasa aman pada bayi.
b. Pada minggu ketiga atau keempat bayi mulai tersenyum jika ia merasa nyaman dan tenang.
Minggu ke delapan ia mulai tersenyum jika melihat wajah dan suara orang di sekitarnya.
c. Pada bulan keempat sampai kedelapan bayi mulai belajar mengekspresikan emosi seperti
gembira, terkejut, marah dan takut.
d. Pada bulan ke-12 sampai 15, ketergantungan bayi pada orang yang merawatnya akan semakin
besar. Ia akan gelisah jika ia dihampiri orang asing yang belum dikenalnya. Pada umur 18 bulan
bayi mulai mengamati dan meniru reaksi emosi yang di tunjukan orangorang yang berada di
sekitar dalam merespon kejadian tertentu.
2. Usia 18 bulan sampai 3 tahun
a. Pada fase ini, anak mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di lingkungannya. Ia
mulai melihat akibat perilaku dan perbuatannya yang akan banyak mempengaruhi perasaan
dalam menyikapi posisinya di lingkungan. Fase ini anak belajar membedakan cara benar dan
salah dalam mewujudkan keinginannya.
b. Pada anak usia dua tahun belum mampu menggunakan banyak kata untuk mengekspresikan
emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan ekspresi wajah dengan emosi dan perasaan.
Pada fase ini orang tua dapat membantu anak mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal.
Caranya orang tua menerjemahkan mimik dan ekspresi wajah dengan bahasa verbal.
c. Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan emosinya dengan bahasa
verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai mengendalikan prilaku dan
menguasai diri.
3. Usia antara 3 sampai 5 tahun
a. Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif sendiri. Anak mulai
belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan anak lain, bergurau dan melucu
serta mulai mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
b. Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa satu peristiwa bisa
menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada beberapa orang. Misalnya suatu pertandingan
akan membuat pemenang merasa senang, sementara yang kalah akan sedih.
4. Usia antara 5 sampai 12 tahun
a. Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak mempelajari konsep
keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini adalah keterampilan yang
menuntut kemampuan untuk menyembunyikan informasiinformasi secara.
b. Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah menginternalisasikan rasa
malu dan bangga. Anak dapat menverbalsasikan konflik emosi yang dialaminya. Semakin
bertambah usia anak, anak semakin menyadari perasaan diri dan orang lain.
c. Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan dapat
berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu dapat mengontrol
emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya sedih, marah atau
takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006).
d. Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma aturan
serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak
sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk
atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku
tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.

Fungsi dan peranan emosi pada perkembangan anak yang


dimaksud adalah :
a. Merupakan bentuk komunikasi.
b. Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan
sosialnya.
c. Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan.
d. Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan.
e. Ketegangan emosi yang di miliki anak dapat menghambat aktivitas motorik dan mental anak
(Resa, 2010).

C. MACAM EKSPRESI EMOSI ANAK

Emosi dan perasaan yang umum pada peserta didik usia SD/MI adalah rasa takut,
khawatir/cemas, marah, cemburu, merasa bersalah dan sedih, ingin tahu, gembira/senang, cinta
dan kasih sayang.
Pola Emosi pada Anak menurut Syamsu (2008)
1. Rasa takut
Takut yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang membahayakan. Rasa takut terhadap
sesuatu berlangsung melalui tahapan.
a. Mula-mula tidak takut, karena anak belum sanggup melihat kemungkinan yang terdapat pada
objek.
b. Timbulnya rasa takut setelah mengenal bahaya.
c. Rasa takut bias hilang kembali setelah mengetahui cara-cara menghindari bahaya.
2. Rasa malu
Rasa malu merupakan bentuk ketakutan yang ditandai oleh penarikan diri dari hubungan dengan
orang lain yang tidak dikenal atau tidak sering berjumpa.
3. Rasa canggung
Seperti halnya rasa malu, rasa canggung adalah reaksi takut terhadap manusia, bukan ada obyek
atau situasi. Rasa canggung berbeda dengan rasa malu daam hal bahwa kecanggungan tidak
disebabkan oleh adanya orang yang tidak dikenal atau orang yang sudah dikenal yang memakaai
pakaian tidak seperti biasanya, tetapi lebih disebabkan oleh keraguan-raguan tentang penilaian
orang lain terhadap prilaku atau diri seseorang. Oleh karena itu, rasa canggung merupakan
keadaan khawatir yang menyangkut kesadaran-diri (selfconscious distress).
4. Rasa khawatir
Rasa khawatir biasanya dijelaskan sebagai khayalan ketakutan atau gelisah tanpa alasan. Tidak
seperti ketakutan yang nyata, rasa khawatir tidak langsung ditimbulkan oleh rangsangan dalam
lingkungan tetapi merupakan produk pikiran anak itu sendiri. Rasa khawatir timbul karena
karena membayangkan situasi berbahaya yang mungkin akan meningkat. Kekhawatiran adalah
normal pada masa kanak-kanak, bahkan pada anak-anak yang penyesuaiannya paling baik
sekalipun.
5. Rasa cemas
Rasa cemas ialah keadaan mental yang tidak enak berkenaan dengan sakit yang mengancam atau
yang dibayangkan. Rasa cemas ditandai oleh kekhwatiran, ketidakenakan, dan merasa yang tidak
baik yang tidak dapat dihindari oleh seseorang; disertai dengan perasaan tidak berdaya karena
merasa menemui jalan buntu; dan di sertai pula dengan ketidakmampuan menemukan
pemecahan masalah yang dicapai.
6. Rasa marah
Rasa marah adalah ekspresi yang lebih sering diungkapkan pada masa kanak-kanak jika
dibandingkan dengan rasa takut. Alasannya ialah karena rangsangan yang menimbulkan rasa
marah lebih banyak, dan pada usia yang dini anak-anak mengetahui bahwa kemarahan
merupakan cara yang efektif untuk memperoleh perhatian atau memenuhi keinginan mereka.
7. Rasa cemburu
Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyata, dibayangkan,
atau ancaman kehilangan kasih sayang.
8. Duka cita
Duka cita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan emosional yang disebabkan oleh hilangnya
sesuatu yang dicintai.
9. Keingintahuan
Rangsangan yang menimbulkan keingintahuan anak-anak sangat banyak. Anak-anak menaruh
minat terhadap segala sesuatu di lingkungan mereka, termasuk diri sendiri.
10. Kegembiraan
Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan yang juga dikenal dengan keriangan,
kesenangan, atau kebahagian. Setiap anak berbeda-beda intensitas kegembiraan dan jumlah
kegembiraannya serta cara mengepresikannya sampai batas-batas tertentu dapat diramalkan.
Sebagai contoh ada kecenderungan umur yang dapat diramalkan, yaitu anak-anak yang lebih
muda merasa gembira dalam bentuk yang lebih menyolok dari pada anak-anak yang lebih tua.
Takut, khawatir atau cemas berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu. Rasa
takut muncul karena adanya ancaman oleh sesuatu yang jelas penyebabnya, sedangkan khawatir
atau cemas karena adanya ancaman oleh sesuatu yang tidak terlalu jelas penyebabnya.
Ketakutan, kekhawatiran atau kecemasan memiliki nilai positif asalkan intensitasnya tidak begitu
kuat karena mengakibatkan seseorang tetap waspada dan berharap agar situasi menjadi lebih
baik. Biasanya anak takut akan kegelapan, ditinggal sendirian, terhadap binatang tertentu, serta
tidak disayang dan diterima oleh keluarga dan teman sebaya.
Terjadi variasi rasa takut pada anak yang dipengaruhi oleh tingkat intelegensi, jenis
kelamin, status sosial ekonomi, kondisi fisik, hubungan sosial, urutan kelahiran, dan kepribadian
anak (introvert atau ekstrovert). Rasa takut pada anak biasanya berkaitan dengan rasa malu yang
merupakan bentuk penarikan diri anak dari hubungan dengan orang lain, juga dengan rasa
canggung dan ragu apabila ada orang yang tidak dikenal atau orang yang dikenal dengan
penampilan tidak seperti biasanya.
Rasa khawatir dan cemas biasanya timbul tanpa alasan yang jelas, tetapi lebih disebabkan
karena membayangkan situasi bahaya atau kesakitan yang mungkin terjadi. Biasanya
terekspresikan dalam bentuk perilaku yang murung, gugup, mudah tersinggung, tidur tidak
nyenyak, dan cepat marah. Dapat juga sebaliknya. Anak menyelubungi rasa takut, khawatir, dan
cemas dengan berperilaku tidak sebagaimana biasanya, seperti makan berlebihan, menonton
televisi berlebihan, dan menyalahkan orang lain. Tingkat kekhawatiran dan kecemasan
tergantung pada kemampuan anak dalam mengelola ancaman yang dibayangkan akan terjadi.
Rasa marah merupakan suatu perasaan yang yang dihayati oleh anak yang cenderung
bersifat menyerang. Cukup banyak diekspresikan oleh anak karena rangsangan yang
menimbulkan rasa marah lebih banyak dibandingkan dengan rangsangan yang menimbulkan rasa
takut. Sebagaimana halnya variasi rasa takut, rasa marah pada setiap anak juga berbeda-beda.
Ada anak yang dapat menghadapi dan mengatasi rasa marah lebi baik dibandingkan anak
lainnya. Rangsangan yang biasa menimbulkan kemarahan anak adalah rintangan (dari orang lain
ataupun ketidakmampuan dirinya) terhadap gerak yang diinginkan anak, juga rintangan terhadap
keinginan, rencana, dan niat yang ingin dilakukan anak, serta sejumlah kejengkelan yang
bertumpuk.
Reaksi anak terhadap kemarahan dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu :
1. Reaksi impulsif biasa disebut juga agresi, berupa rekasi fisik maupun kata-kata yang ditujukan
kepada orang lain, binatang, maupun benda. Ledakan kemarahan pada anak kecil disebut
“temper tantrum” dengan cara memukul, menggigit, meludah, dan menyepak;
2. Kemarahan yang ditekan dengan cara menyalahkan diri sendiri, mengasihani diri, atau
mengancam untuk melarikan diri, juga bersikap apatis/masa bodoh.
Rasa bersalah dan sedih berkenaan dengan kegagalan atau kesalahan dalam melakukan
sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan norma yang berlaku. Rasa sedih juga dapat
diisebabkan oleh hilangnya sesuatu yang sangat dicintai atau disayang atau kehilangan
seseorang, dan binatang atau benda permainan kesayangan. Perasaan ini merupakan salah satu
emosi yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu, orang dewasa berusaha agar anak-anak
terhindar atau sedikit mungkin mengalami kesedihan karena dianggap dapat merusak
kebahagiaan anak. Anak, terutama apabila masih kecil, mempunyai ingatan yang tidak bertahan
lama dan mudah dialihkan rasa sedihnya kepada mainan atau orang yang disayangi. Ekspresi
rasa sedih pada anak umumnya tampak dengan menangis. Tangisan anak ada yang memilukan
dan berlarut-larut bahkan sampai ada yang mendekati histeris. Akan tetapi, ada juga anak yang
menekan rasa sedih, ditandai oleh hilangnya minat terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya,
hilang selera makan, sukar tidur, mimpi menakutkan, dan menolak untuk bermain. Rasa sedih
yang berlarut-larut dapat mengakibatkan perasaan tidak menyenangkan dan meng-ganggu
kebahagiaan anak.
Kegembiraan, keriangan, dan kesenangan merupakan emosi yang menyenangkan. Setiap
anak berbeda variasi kegembiraannya. Hal itu dipengaruhi oleh perbedaan usia anak. Pada
peserta didik usia SD/MI, kegembiraan antara lain disebabkan oleh kondsi fisik yang sehat
sehingga dapat melakukan berbagai aktivitas dan permaainan, keberhasilan mengatasi rintangan
sehingga mencapai tujuan seperti yang telah mereka tetapkan, dan dapat memenuhi harapan dari
orang-orang yang dikasihinya. Reaksi kegembiraan anak diekspresikan dari sekedar senyum
sampai tertawa gembira sambil menggerakkan tubuh, dan bertepuk tangan. Tuntutan sosial
memaksa anak yang semakin besar untuk semakin dapat mengendalikan ekspresi
kegembiraannya.
Cemburu dan kasih sayang merupakan bentuk emosi yang umum terjadi pada peserta didik
usia SD/MI. Cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyaata dan
adanya ancaman kehilangan kasih sayang. Cemburu sering berasal dari rasa takut yang
dikombinasikan dengan kejengkelan ataupun kemarahan karena orang tua atau guru bersikap
pilih kasih, dan anak merasa ditelantarkan terhadap kepemilikan barang permainan. Rasa
cemburu biasanya hilang apabila anak dapat menyesuaikan diri dengan baik di sekolah, dan
dapat muncul kembali apabila guru membandingkannya dengan anak atau teman lain. Reaksi
langsung rasa cemburu diekspresikan dengan perilaku perlawanan agresif seperti memukul,
mendorong, dan berusaha mencelakaiorang yang dianggap saingannya. Reaksi tidak langsung
terhadap cemburu ditunjukkan dengan bersikap kekanakan atau infantil, seperti mengisap
jempol, ngompol, dan ngambek, untuk mendapat perhatian dari orang tua atau guru. Perasaan
dikasihi atau disayangi sangat penting bagi anak. Adanya rasa dikasihi menyebabkan anak
merasa aman dan nyaman. Kasih sayang melibatkan empati dan berusaha membuat orang yang
dikasihi menjadi bahagia atau senang.
Rasa ingin tahu merupakan reaksi emosi terhadap hal-hal yang baru, aneh, dan misterius
yang terjadi di lingkungannya. Anak usia SD/MI akan bergerak ke sumbernya dan mempunyai
minat terhadap segala sesuatu di lingkungannya, termasuk dirinya sendiri. Semakin luas
lingkungan gerak atau area penjelajahan anak, semakin besar dan luas pula rasa ingin tahunya.
Anak bertanya atau menanyakan segala macam yang mereka amati di sekitarnya. Semakin anak
besar, aktivitas bertanyanya digantikan dengan membaca, dan melakukan eksperimen untuk
memuaskan rasa ingin tahunya. Peringatan dan hukuman dapat mengendalikan anak melakukan
penjelajahan untuk memuaskan rasa ingin tahunya.

D. CIRI KHAS EMOSI ANAK

Ciri khas emosi pada anak antara lain :


1. Emosi yang kuat
Anak kecil bereaksi dengan intensitas yang sama, baik terhadap situasi yang remeh maupun yang
serius. Anak pra remaja bahkan bereaksi dengan emosi yang kuat terhadap hal-hal yang
tampaknya bagi orang dewasa merupakan soal sepele.
2. Emosi seringkali tampak
Anak-anak seringkali memperlihatkan emosi yang meningkat dan mereka menjumpai bahwa
ledakan emosional seringkali mengakibatkan hukuman, sehingga mereka belajar untuk
menyesuaikan diri dengan situasi yang membangkitkan emosi. Kemudian mereka akan berusaha
mengekang ledakan emosi mereka atau bereaksi dengan cara yang lebih dapat diterima.
3. Emosi bersifat sementara
Peralihan yang cepat pada anak-anak kecil dari tertawa kemudian menangis, atau dari marah ke
tersenyum, atau dari cemburu ke rasa sayang merupakan akibat dari 3 faktor, yaitu :
a. Membersihkan sistem emosi yang terpendam dengan ekspresi terus terang.
b. Kekurangsempurnaan pemahaman terhadap situasi karena ketidakmatangan intelektual dan
pengalaman yang terbatas.
c. Rentang perhatian yang pendek sehingga perhatian itu mudah dialihkan. Dengan meningkatnya
usia anak, maka emosi mereka menjadi lebih menetap.
4. Reaksi mencerminkan individualitas
Semua bayi yang baru lahir mempunyai pola reaksi yang sama. Secara bertahap dengan adanya
pengaruh faktor belajar dan lingkungan, perilaku yang menyertai berbagai macam emosi
semakin diindividualisasikan. Seorang anak akan berlari keluar dari ruangan jika mereka
ketakutan, sedangkan anak lainnya mungkin akan menangis dan anak lainnya lagi mungkin akan
bersembunyi di belakang kursi atau di balik punggung seseorang.
5. Emosi berubah kekuatannya
Dengan meningkatnya usia anak, pada usia tertentu emosi yang sangat kuat berkurang
kekuatannya, sedangkan emosi lainnya yang tadinya lemah berubah menjadi kuat. Variasi ini
sebagian disebabkan oleh perubahan dorongan, sebagian oleh perkembangan intelektual, dan
sebagian lagi oleh perubahan minat dan nilai.
6. Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku
Anak-anak mungkin tidak memperlihatkan reaksi emosional mereka secara langsung, tetapi
mereka memperlihatkannya secara tidak langsung melalui kegelisahan, melamun, menangis,
kesukaran berbicara, dan tingkah yang gugup, seperti menggigit kuku dan mengisap jempol.

E. TINGKAT PERKEMBANGAN EMOSI

Tiga reaksi emosi yang paling kuat adalah rasa marah, kaku, dan takut, yang terjadi akibat
dari peristiwa – peristiwa eksternal maupun proses tak langsung. Reaksi tersebut dapat tercermin
dalam individu yang meningkatkan aktivitas kelenjar tertentu dan mengubah temperature tubuh.
Reaksi umumnya berkurang sesuai proporsi kematangan individu. Hal ini disebabkan oleh
pebedaan jenis reaksi emosi, misalnya dengan penyebab ketakutan pada diri seseorang anak
mungkin disebabkan oleh jenis emosi yang berbeda sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Tingkat perkembangan emosi tidak terlepas dari tingkat kestabilan emosi seseorang yang
meliputi :
1. Emosi stabil
Pada seseorang yang mempunyai emosi stabil mempunyai kecenderungan percaya diri, cermat,
kukuh. Mereka selaulu menjaga pikiran walaupun dalam keadaan kritis, sedangkan orang-orang
di sekitarnya kehilangan kendali.
2. Emosi stabil rata-rata
Seseorang yang mempunyai derajat rata-rata tingkat emosional mempunyai kecenderungan
emosi keseimbangan yang baik, sabar, tak memihak, berkepala dingin. Mereka tidak kebal atas
rasa khawatir dan terkadang menunjukkan emosi yang aneh, namun ini adalah pengecualian
daripada kebiasaan.
3. Emosi labil
Seseorang yang mempunyai emosi yang labil, tergesa-gesa, bernafsu, sentimental, mudah
tergugah, khawatir dan bimbang. Mereka mungkin agaknya tertekan oleh kehidupan, hal ini
membuat mereka mudah terkena hal-hal negatif dan positif, sekaligus kerap dipengaruhi oleh
tragedi dan kesenangan serta tiak ada upaya untuk bereaksi mengatasi peristiwa-peristiwa
tersebut dalam hidup (Wijaya, 2004).
F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERKEMBANGAN EMOSI

Berberapa faktor yang dapat memengaruhi perkembangan emosi anak adlah sebagai
berikut.
1. Keadaan anak
Keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh ataupun kekurangan pada diri anak akan
sangat mempengaruhi perkembangan emosional, bahkan akan berdampak lebih jauh pada
kepribadian anak. Misalnya: rendah diri, mudah tersinggung, atau menarik diri dari
lingkunganya.
2. Faktor belajar
Pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial mana yang mereka gunakan untuk
marah. Pengalaman belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain:
a. Belajar dengan coba-coba
Anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk perilaku yang
memberi pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberi kepuasan.
b. Belajar dengan meniru
Dengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak
bereaksi dengan emosi dan metode yang sama dengan orang-orang yang diamati.
c. Belajar dengan mempersamakan diri
Anak meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama dengan
rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru. Disini anak hanya meniru orang
yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya.
d. Belajar melalui pengondisian
Dengan metode ini objek, situasi yang mulanya gagal memancing reaksi emosional kemudian
berhasil dengan cara asosiasi. Pengondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada awal
kehidupan karena anak kecil kurang menalar, mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.
e. Belajar dengan bimbingan dan pengawasan
Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang. Dengan pelatihan,
anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi
yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang
membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan (Fatimah, 2006).
3. Konflik – konflik dalam proses perkembangan
Setiap anak melalui berbagai konflik dalam menjalani fase-fase perkembangan yang pada
umumnya dapat dilalui dengan sukses. Namun jika anak tidak dapat mengamati konflik-konflik
tersebut, biasanya mengalami gangguan-gangguan emosi.
4. Lingkungan keluarga
Salah satu fungsi keluarga adalah sosialisasi nilai keluarga mengenai bagaimana anak bersikap
dan berperilaku. Keluarga adalah lembaga yang pertama kali mengajarkan individu (melalui
contoh yang diberikan orang tua) bagaimana individu mengeksplorasi emosinya. Keluarga
merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Keluarga sangat berfungsi
dalam menanamkan dasar-dasar pengalaman emosi, karena disanalah pengalaman pertama
didapatkan oleh anak. Keluarga merupakan lembaga pertumbuhan dan belajar awal (learning
and growing) yang dapat mengantarkan anak menuju pertumbuhan dan belajar selanjutnya.
Gaya pengasuhan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak.
Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang emosinya positif, maka
perkembangan emosi anak akan menjadi positif. Akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam
mengekspresikan emosinya negatif seperti, melampiaskan kemarahan dengan sikap agresif,
mudah marah, kecewa dan pesimis dalam menghadapi masalah, maka perkembangan emosi anak
akan menjadi negatif (Syamsu, 2008).

G. KEKERASAN ORANG TUA PADA ANAK

1. Pengertian Kekerasan pada Anak


Anita lie dalam Suyanto (2002) menyatakan bahwa kekerasan adalah suatu perilaku yang
disengaja oleh seorang individu pada individu lain dan memungkinkan menyebabkan kerugian
fisik dan psikologi. Pengertian kekerasan terhadap anak-anak atau child abuse pada mulanya
berasal dari dunia kedokteran sekitar tahun 1946. Sekarang istilah tersebut lebih dikenal dengan
Child Abuse (kekerasan anak) The National Commiaaion Of Inquiry (Andri, 2006), kekerasan
pada anak adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh individu, institusi atau suatu proses yang
secara langsung depan keselamatan dan kesehatan mereka kearah perkembangan kedewasaan.
Yetty Zem (2005) mendefinisikan kekerasan oleh orang tua sebagai setiap tindakan yang
bersifat menyakiti fisik maupun fisik dan psikis yang bersifat traumatik yang dilakukan orang tua
terhadap anaknya baik yang dapat dilihat dengan mata telanjang atau dilihat dari akibat bagi
kesejahteraan fisik maupun mental anak. Menurut teori PAR, kekerasan terhadap anak
merupakan segala tindakan agresif orang tua, baik verbal maupun fisik yang dapat menimbulkan
penderitaan bagi anak fisik maupun psikis.
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa kekerasan
orang tua terhadap anak adalah peristiwa perlukaan fisik, mental, dan seksual yang sengaja yang
dilakukan oleh orang tua yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejateraan anak dan
memungkinkan menyebabkan kerusakan fisik dan psikologis yang mana itu semua diindikasikan
dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak-anaknya.

2. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan pada Anak


Faktor-faktor yang menyebabkan kekerasan pada anak yaitu:
a. Kondisi anak
Anak yang mengalami cacat baik mental maupun fisik anak yang sulit diatur sikapnya,
anak yang meminta permintaan khusus, ataupun berposisi sebagai anak tiri, anak angkat.
b. Sosial kultural
Nilai / norma yang ada dimasyarakat yang kurang menguntungkan terhadap anak, misalnya
dalam praktek pengasuhan anak, pembiasaan bekerja sejak kecil kepada anak yang berlindung
atas nama adat budaya, misalnya dalam pola pengasuhan anak yang menekankan dan
menjunjung tinggi nilai kepatuhan yang acap kali masyarakat membiarkan dan mentolerir hukum
fisik (cambuk, pukul, tending dan tempeleng), verbal (berkata-kata kotor, mengumpat, damprat
atau cemooh) maupun kekerasan dalam pengisolasian social.
c. Persepsi masyarakat
Masyarakat menilai bahwa persoalan kekerasan terhadap anak yang dilakukan keluarganya
sendiri (orang tua) adalah urusan intern mereka sendiri. Mereka melakukan itu dalam rangka
mendidik anakanaknya yang bandel dan membangkang orang tua dan adanya anggapan bahwa
anak adalah milik orang tuanya sendiri.
d. Kondisi orang tua
Orang tua yang mengunakan alkohol, orang tua yang mengalami depresi atau gangguan
mental, dan orang tua yang dulu dibesarkan dengan kekerasan cenderung meneruskan
pendidikan tersebut kepada anaknya.
e. Faktor keluarga
Keluarga yang cenderung berada dalam keadaan yang kacau secara ekonomi dan
lingkungan seperti, perceraian, pengangguran dankeadaan ekonomi kacau. Karena adanya
tekanan ekonomi bagi orang tua yang tidak kuat untuk menghadapi akan menjadikannya semakin
sensitif sehingga menjadi mudah marah, anak sebagai pihak yang terlemah dalam keluarga
menjadi sasaran kemarahan.
f. Persepsi orang tua
Munculnya anggapan yang salah terhadap anak (wrong perception). Orang tua
menganggap kehadiran anak sebagai hak paten yang dapat digunakan sesukanya sehingga pada
akhirnya orang tua akan merasa bebas dalam memperlakukan anaknya sesuai dengan
keinginannya, apapun yang dilakukan orang tua terhadap anak adalah hak orang tua.

3. Bentuk Kekerasan terhadap Anak


Menurut Terry E, Lawson (2006), Psikiater Internasional kekerasan pada anak di bagi
menjadi 4 yaitu:
a. Kekerasan emosional (Emotional Abuse)
Terjadi bila seseorang pengasuh atau orang tua mengabaikan anak, permintaan perhatian
orang tuanya. Hal ini bila terjadi terus menerus akan berakibat anak akan melakukan hal yang
sama kelak di masa depannya.
b. Kekerasan verbal
Terjadi saat seseorang anak yang meminta perhatian orang tuanya, orang tua malah
menyuruhnya diam, meliputi: membentak, menghardik.
c. Kekerasan fisik (Phisik Abuse)
Terjadi saat orang tua melakukan pemukulan fisik, misalnya: memukul anak dengan
menggunakan rotan, menghukum anak dengan menggunakan setrika agar anak jera.
d. Kekerasan seksual (Sexual Abuse)
Terjadi saat orang tua atau orang yang dikenal anak melakukan rabaan atau sentuhan
dengan tujuan meliputi: perkosaan oleh saudara kandung, sodomi pada anak laki – laki.

4. Dampak Kekerasan terhadap Anak


a. Akibat pada fisik anak
1). Lecet, hematum, luka bekas gigitan, patah tulang, dan adanya kerusakan organ dalam.
2). Sekuelec / cacat sebagai akibat trauma misalnya: jaringan paruh, gangguan pendengaran ,
kerusakan mata, dan cacat lainya.
3) Kematian
b. Akibat pada tumbuh kembang anak.
Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami
perlakuan salah pada umumnya lambat dari anak yang normal. Yaitu:
1). Pertumbuhan fisik lebih lebih lambat dari anak normal yang sebayanya.
2). Perkembangan kejiwaan yang mengalami gangguan yaitu: emosi, konsep diri, agresif, hubungan
sosial.
H. KECERDASAN EMOSIONAL

Menurut Harmoko (2005), kecerdasan emosi dapat diartikan kemampuan untuk mengenali,
mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain. Jelas bila seorang
individu mempunyai kecerdasan emosi tinggi, dapat hidup lebih bahagia dan sukses karena
percaya diri serta mampu menguasai emosi atau mempunyai kesehatan mental yang baik.
Faktor kematangan dan pengalaman belajar, juga kondisi lainnya mempengaruhi
perkembangan emosi seseorang. Pada perkembangan emosi peserta didik, pengaruh faktor
belajar lebih penting karena belajar merupakan faktor yang lebih dapat dikendalikan. Terdapat
berbagai cara untuk mengendalikan lingkungan dan pengalaman belajar emosi, baik untuk
memperkuat pola reaksi emosi yang diinginkan, atau menghilangkan pola reaksi yang tidak
diinginkan.
Perkembangan emosi dapat dipelajari antara lain dengan cara atau metode berikut. (Kurnia,
2008 : 2.29)
1. Belajar emosi dengan cara coba dan ralat (trial and error), terutama melibatkan aspek reaksi.
Anak mencoba-coba dalam mengekspresikan emosinya dalam bentuk perilaku yang dapat
diterima.
2. Belajar dengan cara meniru (imitasi) dilakukan melalui pengamatan yang membangkitkan emosi
tertentu pada orang lain. Anak belajar bereaksi dengan cara yang sama dengan ekspresi dari
orang yang diamati dan ditiru perilakunya.
3. Belajar dengan cara mempersamakan diri (identifikasi) dengan orang lain yang dikagumi atau
mempunyai ikatan emosional dengan anak lebih kuat dibandingkan dengan motivasi untuk
meniru sembarang orang.
4. Belajar melalui pengkondisian berarti belajar perkembangan emosi dengan cara asoiasi atau
menghubungkan antara stimulus (rangsangan) dengan respon (reaksi). Pengkondisian lebih cepat
terjadi pada anak kecilyang mempelajari perkembangan perilaku karrena anak kurang mampu
menalar, dan kurang pengalaman.
5. Belajar melalui pelatihan (training) dibawah bimbingan dan pengawasan guru atau orang tua.
Dengan pelatihan, anak dirangsang untuk bereaksi terhadap hal-hal tertentu dan belajar
mengendalikan lingkungan atau emosi dirinya.
Pada diri setiap individu, termasuk peserta didik usia SD/MI, ada emosi dominan yaitu satu
atau beberapa emosi yang menimbulkan pengaruh terkuat terhadap perilaku seseorang dan
mempengaruhi kepribadian anak, khususnya dalam penyesuaian pribadi dan sosial. Emosi
dominan ini biasanya terbentuk dan bergantung pada lingkungan tempat anak hidupa dan
menjalin hubungan dengan orang-orang yang berarti atau berpengaruh dalam kehidupannya,
seperti kondisi kesehatan, suasana rumah, hubungan dengan anggota keluarga, hubungan dengan
teman sebaya, perlindungan aspirasi orang tua, serta cara mendidik dan bimbingan orang tua.
Emosi dominan ini akan mewarnai temperamen anak dan bersifat menetap. Anak yang
bertemperamen periang akan memandang ringan rintangan yang menghalangi langkahnya.
Demikian juga, besarnya pengaruh emosi yang menyenangkan seperti kasih sayang dan
kebahagiaan menyebabkan timbulnya perasaan aman yang akan membantu anak dalam
menghadapi masalah dengan penuh ketenangan, kepercayaan dan keyakinan dapat
mengatasinya, bereaksi terhadap rintangan denga ketegangan emosi yang minimal, dan dapat
mempertahankan keseimbangan emosi.
Kesimbangan emosi dapat diperoleh melalui cara : (1) pengendalian lingkungan dengan
tujuan agar emosi yang tidak/kurang menyenangkan dapat cepat diimbangi dengan emosi yang
menyenangkan; dan (2) mengembangkan toleransi terhadap emosi yaitu kemampuan untuk
menghambat pengaruh emosi yang tidak menyenangkan (marah, kecemasan, dan frustrasi) dan
belajar menerima kegembiraan dan kasih sayang. Terjadinya ketidakseimbangan antara emosi
yang menyenangkan dan tidak menyenagkan akan membuat anak menjadi murung, cepat marah,
dan watak negatif lainnya. Untuk itu diperlukan “katarsis emosi” yaitu keluarnya energi
emosional yang dapat mengakngkat sebab terpendam, dan sekaligus membersihkan tubuh dan
jiwa dari gangguan emosional. Kondisi emosi yang meninggi antara lain disebabkan oleh kondisi
fisik (kesehatan buruk, gangguan kronis, perubahan dalam tubuh), kondisi psikologis
(kecerdasan rendah, kecemasan, kegagalan mencapai aspirasi), dan kondisi lingkungan
(ketegangan karena pertengkaran, sikap orang tua/guru yang otoriter, dll).
Memasuki abad ke-21, para ahli psikologi mulai melakukan pelattihan-pelatihan untuk
mengembangkan emosi, yang dikenal dengan kecerdasan emosional. Menurut Goleman (Kurnia,
2008 : 2.30), orang yang memiliki keceradasan emosional yang tinggi adalah orang yang mampu
mengendalikan diri dan gejolak emosi, memelihara dan memacu motivasi untuk terus berupaya
dan tidak mudah menyerah atau putus asa, mampu mengendalikan dan mengatasi stres, mampu
menerima kenyataan, dan dapat merasakan kesenangan meskipun dalam keadaan sulit.
Pelatihan kecerdasan emosional dimulai dengan cara mengenali diri (kekuatan,kelemahan,
cita-cita, dan harapan) serta perasaan-perasaan yang ada pada diri seseorang, termasuk
mengekspresikan dan mengkomunikasikan emosi dengan perilaku yang dapat diterima. Belajar
mengendalikan perasaan atau emosi berarti mengarahkan energi emosi ke saluran emosi yang
bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Untuk mencapai pengendalian emosi, seseorang
perlu memberikan perhatian pada aspek mental emosi sebanyak perhatiannya pada aspek fisik.
Jadi, selain belajar cara menangani rangsangan yang membangkitkan emosi, anak juga harus
belajar cara mengatasi reaksi yang biasa menyertai emosi tersebut. Anak harus mampu menilai
rangsangan dan menentukan reaksi emosinya secara benar. Tercapainya pengendalian emosi
penting bagi perkembangan anak secara keseluruhan. Semua kelompok sosial mengharap bahwa
semua anak belajar mengendalikan emosinya. Semakin dini anak belajar mengendalikan
emosinya, semakin lebih mudah pula mengendalikan dirinya.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian pembahasan tentang perkembangan emosi anak, dapat disimpulkan bahwa
anak memiliki tahap-tahap perkembangan emosi dan setiap tahapnya memiliki keunikan
tersendiri.
Setiap tahap perkembangan emosi, orang tua dan guru harus mengetahui. Agar tidak ada
penyimpangan seperti kekerasan pada anak. Hak-hak anak dalam perkembangannya harus
dipenuhi untuk memaksimalkan kecerdasan emosinya. Orang tua agar mengetahui factor-faktor
yang dapat memengaruhi perkembangan emosi pada anak.

B. SARAN

Dari uraian tentang perkembangan emosi anak di atas penulis memberikan beberapa saran
sebagai berikut.
1. Kepada orang tua. Agar dapat memaksimalkan potensi anak khususnya dalam perkembangan
emosi anak.
2. Kepada guru. Agar dapat memahami setiap tahap-tahap perkembangan emosi anak. Sehingga
hak-hak anak dapat dipenuhi secara maksimal.
3. Kepada penulis. Agar dapat menambah pengetahuannya tentang perkembangan emosi anak.

DAFTAR PUSTAKA

Kurnia, Ingridwati. dkk. 2008. Perkembangan Belajar Peserta Didik. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Puspita, Widaya Ayu. 2008. Perkembangan Emosi Anak. http://www.bppnfi-
reg4.net/index.php/perkembangan-emosi-anak.html. Diakses pada tgl 25 Maret 2012.
Reza, Muhammad. 2010. Memahami Ekspresi Emosi. http://muhammad-
reza.blogspot.com/2010/01/memahami-ekspresi-emosi.html. Diakses pada tgl 20 Maret 2012.
Sunarto & Agung, Hartono. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Tim penyusun edukasi kompas. 2011. Sosio Emosional Aspek yang Melekat pada Anak.
http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/04/sosio-emosional-aspek-yang-melekat-pada-anak/.
diakses pada tanggal 20 Maret 2012.

Cole, L., 1963, Psychology of Adolance, New York : Hort, Rienhart and Winston inc.

Asmiyati, 2001, Hubungan antara Kematangan emosi dengan Perilaku Asertif Pada Mahasiswa
Psikologi Untag Surabaya, Skripsi (Tidak Diterbitkan), Fakultas Psikologi Universitas 17
Agustus 1945 Surabaya.
bagaimana suatu budaya melakukan “seni”
buang-ambil untuk eksistensi budayanya. Hari ini, emosi perlu ditafsir dengan segala ciri lokalitasnya,
keunikannya, dalam tidak-terengkuhnya oleh teori-teori umum. Pada titik ini, psikologi lintas-
budaya mempunyai andil penting dalam merangkul berjuta-juta emosi dalam satu rangkulan
persaudaraan, kemanusiaan. Karena perbedaan merupakan tanda-tanda dari Sang Pencipta untuk
dihayati dan dihidupi maknanya bagi masa depan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
 Ekman, P. (1992). “An argument for Basic Emotions”.Cognition & Emotion , 6(3– 4),
169 – 200. Darwin, C. (1872). The Expression of Emotion in Man and Animals . New York:
Oxford University Press.
 Berry, J.W., et.al. (2002). Cross-Cultural Psychology. Research and Aplication. Second Edition.
 New York: Cambridge University Press.
 Heider, K.G. (1991). Landscape of Emotion. Mapping Three Cultures of Emotion in
Indonesia. New York: Cambridge University Press
 Keith, K.D (ed.). (2011). Cross-Cultural Psychology. Contemporary Themes and Perspectives.
Chicester: John Wiley & Sons.
 Matsumoto, D dan Juang, L. (2013). Culture & Psychology. 5 th Edition. Belmont:
Wadsworth.

Anda mungkin juga menyukai