I.
JUDUL
Agresivitas pada Remaja di Berbagai Setting.
II.
LATAR BELAKANG
Dewasa ini, hampir setiap hari kita disuguhi pemberitaan tentang
perilaku agresi di berbagai macam media. Perilaku agresi yang
ditunjukkan terlihat dalam bentuk agresi fisik maupun verbal.
Pelakunyapun tidak hanya orang dewasa, namun juga berpotensi di
segala tingkat usia. Seperti dilansir dalam metrotvnews.com,
diberitakan seorang remaja tega membunuh dan memperkosa ibu
kandungnya. Dalam kasus lain, bersumber dari detik.com seorang
remaja menusuk kepala temannya karena ia sering di-bully. Dari
contoh kasus di atas menunjukkan luasnya potensi terjadinya perilaku
agresi di masyarakat. Pada kehidupan sehari-hari dapat kita temukan
banyak contoh perilaku agresi, seperti tawuran, penyerobotan dalam
antrian, perkelahian, saling mengumpat atau sekedar saling dorong
dalam konser.
Untuk remaja, perilaku agresif bukanlah hal yang asing. Hal ini
disinyalir disebabkan oleh banyaknya model yang kurang baik di
lingkungannya, kurangnya pendidikan moral maupun pembinaan
mental remaja serta berbagai situasi kekerasan yang marak terjadi di
masyarakat sangat besar pengaruhnya terhadap munculnya perilaku
agresif. Hurlock (1980) mendefinisikan ciri-ciri masa remaja sebagai
periode yang penting, masa remaja sebagai peralihan, periode
perubahan, masa remaja sebagai usia yang bermasalah, masa remaja
sebagai masa mencari identitas, masa yang tidak realistik dan sebagai
ambang masa dewasa. Oleh karenanya, wajar bila ditemukan banyak
perilaku agresi pada masa ini.
III.
TUJUAN
TINJAUAN TEORI
Myers dalam bukunya Social Psychology mendefinisikan agresi
sebagai segala tindakan fisik dan verbal yang bertujuan untuk
menyakiti orang lain. Perilaku ini tidak termasuk kejadian yang terjadi
secara tidak disengaja. Contohnya adalah kecelakaan kendaraan. Akan
tetapi termasuk didalamnya adalah perkataan yang menyindir dan
gossip. Ada dua tipe agresi yaitu hostile dan instrumental. Agresi
hostile adalah agresi yang berasal dari rasa marah, sehingga betul-betul
bertujuan untuk menyakiti orang lain. Sedang agresi instrumental
adalah agresi yang dilakukan karena memiliki tujuan lain yang ingin
dicapai (Myers, 2010).
Ada beberapa teori yang menjelaskan penyebab terjadinya
perilaku agresi. Pertama adalah teori biologis yang termasuk
didalamnya teori insting dan psikologi evolusioner. Teori ini
menjelaskan bahwa agresi merupakan pola perilaku yang berasal dari
dalam dan tidak dipelajari yang muncul pada semua anggota spesies
(Myers, 2010).
Freud berspekulasi bahwa agresi manusia berasal dari dorongan
untuk menghancurkan diri yang mengacu pada energi yang berasal dari
dorongan untuk mati (death instinct). Freud dan juga Lorenz setuju
bahwa energi agresif bersifat naluriah (tidak dipelajari dan universal).
Jika tidak disalurkan, energi agresif akan meluap dan menyebabkan
meledaknya amarah atau sampai ada stimulus yang tepat untuk
melepaskannya (Myers, 2010).
Faktor-faktor biologis yang berpengaruh terhadap agresi
antara lain:
a.
Faktor neural
Agresi adalah perilaku kompleks, oleh karena itu, tidak
ada satu bagian khusus di otak yang mengendalikannya.
c.
melakukan agresi.
Faktor biokimia
Zat-zat kimia yang terkandung di dalam darah juga
memengaruhi sensitivitas sistem syaraf terhadap stimulus
agresi. Beberapa zat yang berpengaru adalah alkool,
testosteron, dan serotonin rendah. Selain itu, interaksi antara
Faktor biologis dan perilaku juga memengaruhi kemunculan
perilaku agresi (Myers, 2010).
Agresi juga dapat berupa respon terhadap rasa frustasi. Hal ini
disebut dengan teori frustasi-agresi. Teori frustasi-agresi menyebutkan
bahwa frustasi selalu mengarahkan seseorang kepada berbagai bentuk
dari perilaku agresi. Frustasi ini terjadi ketika seseorang merasa bahwa
jalan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan telah tertutup
(Myers, 2010).
Akan tetapi, teori frustrasi-agresi telah mengalami pembaharuan.
Pemikiran mengenai teori frustasi-agresi yang terbaru mengatakan
bahwa terkadang frustasi meningkatkan agresivitas, tetapi terkadang
tidak (Myers, 2010).
Berbeda dengan pemikiran Freud, adalah teori yang mengatakan
bahwa agresi sebagai perilaku yang dipelajari dari lingkungan sosial.
Hal ini dapat dilihat dari keuntungan/reward yang bisa didapatkan dari
perilaku agresi. Kita dapat belajar dari pengamatan dan pengalaman
bahwa terkadang agresi adalah parilaku yang dapat memberikan
keuntungan. Seorang anak yang agresif dapat membuat anak lain
menjadi tidak agresif terhadapnya. Pemain hoki yang agresif juga akan
mencetak skor lebih banyak karena pemain lain segan terhadapnya
(Myers, 2010).
perkelahian,
menantang,
termasuk
penolakan
untuk
SUBJEK PENELITIAN
A. Identitas Subjek Observasi 1
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Ciri-ciri subyek
:B
: sekitar 21-24 tahun
: laki-laki
: mahasiswa
: Subjek memiliki tinggi badan antara 160-170 cm
dan berat badannya sekitar 60-70 kg. Subjek
berambut
hitam
dan
lurus.
Rambut
subjek
: NN
Usia
: 20 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
Pekerjaan
: mahasiswa
:AB
Usia
: 20 tahun
Jenis Kelamin
: laki - laki
Pekerjaan
: mahasiswa
: RIP
Usia
: 20 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Mahasiswa
agak
ikal.
Pada
saat
observasi
: XY
Jenis Kelamin
: Laki-laki
SETTING PENELITIAN
A. Setting Observasi 1
Hari/tanggal
Lokasi
Waktu
: 16.00-16.10 WIB
B. Setting Observasi 2
Hari/tanggal
Lokasi
Waktu
: 19.15-19.45
C. Setting Observasi 3
Hari/tanggal
Lokasi
Waktu
D. Setting Observasi 4
Hari/tanggal
Lokasi
Waktu
: 13.15-13.30 WIB
E. Setting Observasi 5
VII.
Hari/tanggal
: 27 Desember 2014
Lokasi
: 2nd gamenet
Waktu
: 20.03-20.30
RANCANGAN OBSERVASI
Rancangan observasi penelitian ini bersifat kualitatif, dimana
hasil data observasi dapat menyimpulkan macam agresivitas yang
dilakukan oleh remaja dalam berbagai setting. Observer dalam proses
observasi bersifat non partisipan yaitu tidak terlibat dalam kegiatan
subjek. Subjek tidak mengetahui bahwa sedang diobservasi agar tidak
terjadi bias atau modifikasi perilaku.
A. Perilaku Target
a. Perilaku Molar
Perilaku agresif yang ditunjukkan oleh subjek
b. Perilaku Molekular
1. Aspek I : Agresivitas Fisik
a) Indikator: Perilaku
1) Tantrum
2) Meludah
3) Memukul
4) Mencubit
5) Menjambak
6) Menendang
7) Menampar
8) Menarik
9) Mendorong
10) Mentoyor
11) Menjegal
12) Melempar
13) Meninju
14) Mencekik
15) Menggigit
16) Mencengkeram
b) Indikator: Gestur
17) Tangan menggenggam
18) Menunjuk orang
19) Menunjukkan jari tengah
20) Menggertakkan gigi
c) Indikator: Ekspresi Wajah
21) wajah memerah
22) Rahang mengatup
23) Lubang hidung mengembang
24) Alis, dahi, dan hidung mengerut.
2. Aspek 2: Agresivitas Verbal
a) Indikator: Pernyataan
1) Mengejek
2) Mengumpat
3) Menyindir
4) Merendahkan
5) Menjelekkan
6) Menghina
7) Mengancam
b) Indikator: Suara
8) Nada tinggi
9) Volume keras
B. Metode Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan untuk penelitian ini menggunakan
metode observasi event sampling dengan mengamati perilaku yang
muncul dalam situasi tertentu. Observer tidak berperan dalam kegiatan
subjek yang di observasi sehingga observasi merupakan observasi nonpartisipan. Metode pengamatan yang digunakan adalah metode
observasi tidak terstruktur. Observasi dilakukan dalam lingkungan
yang alamiah dengan tujuan untuk mengamati terjadinya agresivitas
pada remaja di tempat makan. Sehingga, subjek tidak mengetahui
bahwa subjek sedang diobservasi.
C. Metode Pencatatan
Data observasi dicatat menggunakan metode narrative anecdotal
record.
Metode
pencatatan
ini
merincikan
urutan
peristiwa
Meludah
Perilaku meludah tidak ditunjukkan subjek pada
kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja
yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,
remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja
ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di
tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.
3)
Memukul
Pada setting remaja ketika berinteraksi dengan
teman sebaya, subjek menunjukkan agresivitas dalam
bentuk memukul. Pada setting ini, objek yang dipukul
oleh subjek adalah teman sebayanya. Hal ini sesai
dengan hasil observasi yaitu,
Setelah berhenti berlari, NN memukuli UN dengan
tekanan ringan (O.2.S.NN.24-25)
Sementara itu, pada setting remaja yang sedang
nonbar sepak bola di kafe, subjek menunjukkan perilaku
memukul yang ditujukan kepada objek dalam bentuk
benda, bukan kepada seseorang. Hal ini senada dengan
hasil observasi bahwa,
10
kemudian
menggebrak
sebuah
benda
observee
ke benda berbahan
11
yang
(O.5.S.XY.10-16).
4)
Mencubit
Perilaku mencubit tidak ditunjukkan subjek pada
kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja
yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,
remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja
ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di
tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.
5)
Menjambak
Perilaku menjambak tidak ditunjukkan subjek pada
kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja
yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,
remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja
ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di
tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.
6)
Menendang
Perilaku menendang ditunjukkan subjek dalam
setting bermain game online. Subjek mengarahkan
tendangannya pada dinding. Hal ini sesuai dengan hasil
observasi yaitu,
kemudian bangkit dan menggerakkan kakinya
dengan
tekanan
keras
ke
arah
dinding
(O.5.S.XY.19-20).
7)
Menampar
Perilaku menampar hanya ditunjukkan subjek pada
setting remaja di tempat makan. Perilaku menampar ini
ditujukan
kepada
mulut
temannya
dan
dengan
12
subjek
menampar
mulut
temannya
Menarik
Perilaku menarik tidak ditunjukkan subjek pada
kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja
yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,
remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja
ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di
tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.
9)
Mendorong
Ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja
pun melakukan perilaku agresi. Hal ini ditunjukkan
dalam bentuk mendorong teman sebayanya. Hal ini
dibuktikan dengan hasil observasi yaitu,
mengobrol dan diselingi tertawa bersama dan
saling mendorong pelan (O.2.S.NN.16-17).
diikuti dorongan di bahu UN (O.2.S.NN.19-20).
10) Mentoyor
Perilaku mentoyor tidak ditunjukkan subjek pada
kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja
yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,
remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja
ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika berada di
tempat makan, dan remaja ketika bermain game online.
11) Menjegal
Perilaku menjegal tidak ditunjukkan subjek pada
kelima setting. Kelima setting tersebut adalah remaja
yang menjadi tim sukses ketika perhitungan suara,
remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya, remaja
13
14
16) Mencengkeram
Perilaku mencengkeram tidak ditunjukkan subjek
pada kelima setting. Kelima setting tersebut adalah
remaja yang menjadi tim sukses ketika perhitungan
suara, remaja ketika berinteraksi dengan teman sebaya,
remaja ketika nonbar sepak bola di kafe, remaja ketika
berada di tempat makan, dan remaja ketika bermain
game online.
2.
Indikator: Gestur
17) Tangan menggenggam
Subjek
dalam
menunjukkan
setting
agresivitas
perhitungan
dengan
suara
menggenggam
15
remaja
yang
menjadi
tim
sukses
ketika
mengembang
tidak
16
suara,
subjek
menunjukkan
ekspresi
asu
pudgene
fuck
lah
(O.5.S.XY.7).
3) Menyindir
Perilaku menyindir hanya tampak pada setting
remaja yang sedang nonbar sepak bola di kafe. Subjek
menyindir volume suara pertandingan yang terlalu kecil.
Penjaga
kafe
yang
merasa
disindir
kemudian
17
merendahkan
sebanyak
dua
kali.
Subjek
18
sambil
berkata
Jancuk
wasite
(O.3.S.AB.16-17).
Pada
setting
yang
sama,
subjek
kembali
19
Indikator: Suara
8) Nada tinggi
Pada setting remaja yang menjadi tim sukses ketika
pehitungan suara, subjek beberapa kali berbicara dengan
nada tinggi. Suara subjek yang bernada tinggi ditujukan
kepada petugas perhitungan suara. Pada setting ini,
perilaku berbicara dengan suara bernada tinggi dan
bervolume keras. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi
yang menunjukkan bahwa,
Suara subjek memiliki nada yang lebih tinggi dan
lebih keras dari pada sebelumnya (O.1.S.B.80-83).
Subjek menjawab dengan suara keras dan bernada
tinggi (O.1.S.B.88-90).
subjek langsung menjawab kembali dengan suara
keras dan bernada tinggi (O.1.S.B.96-98).
Setelah dijawab, subjek mengatakan saya tidak
mau tahu, pokoknya harus sesuai dengan nada
tinggi dan suara keras (O.1.S.B.110-113).
Masih pada setting remaja yang menjadi tim sukses
ketika perhitungan suara, tidak selalu subjek berbicara
dengan nada tinggi sekaligus volume keras. Subjek juga
mengucapkan kalimat dengan nada tinggi tanpa volume
keras. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yaitu,
dan di akhir bicara mengatakan kenapa bisa
begini dengan nada tinggi (O.1.S.B.106-107).
20
Perilaku
berbicara
dengan
nada
tinggi
juga
dengan
keras,
dan
bernada
tinggi
(O.2.S.NN.17-19).
Di setting lainnya, yaitu remaja ketika di tempat
makan, perilaku agresi verbal dalam bentuk berbicara
dengan nada tinggi juga ditemukan. Subjek berbicara
dengan nada tinggi kepada teman yang membersamainya
di tempat makan tersebut. Berbeda dengan perilaku
berbicara dengan nada tinggi pada setting remaja yang
menjadi tim sukses ketika sedang perhitungan suara dan
remaja ketika berinteraksi dengan temannya, pada setting
remaja ketika di tempat makan, subjek berbicara dengan
nada tinggi tanpa menggunakan suara bervolume keras.
Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yaitu,
sambil berbicara apaan sih lu diem aja dengan
nada tinggi (O.4.S.RIP.30-31).
Lah ini ada, tadi katanya gaada, gimana sih lo?
subjek berbicara kepada teman subjek dengan nada
tinggi (O.4.S.RIP.45-47).
9) Volume keras
Pada setting remaja yang menjadi tim sukses ketika
pehitungan suara, subjek beberapa kali berbicara dengan
volume suara yang keras. Suara subjek yang bervolume
keras ditujukan kepada petugas perhitungan suara. Pada
setting ini, perilaku berbicara dengan volume keras selalu
21
dengan
keras,
dan
bernada
tinggi
(O.2.S.NN.17-19).
Perilaku berbicara dengan suara yang bervolume
keras juga terlihat pada setting remaja ketika nonbar sepak
bola di kafe. Berbeda dengan setting remaja yang menjadi
tim sukses dalam perhitungan suara dan remaja ketika
beinteraksi dengan temannya, pada setting ini, suara
subjek yang keras tidak bernada tinggi. Hal ini terbukti
dari hasil observasi yang menyatakan bahwa,
AB berteriak sambil mengepalkan tangannya dan
menggoyangkannya (O.3.S.AB.21-22).
IX.
22
23
24
Subjek saling
mendorong dengan temannya berulang kali sambil berbincangbincang. Subjek menunjukkan perilaku menekik leher temannya
sebanyak satu kali.
Gestur yang dapat menunjukkan agresivitas adalah tangan
menggenggam, menunjuk orang, dan menunjukkan jari tengah.
Perilaku tangan menggenggam muncul pada setting remaja yang
menjadi tim sukses ketika perhitungan suara. Perilaku tersebut
ditunjukkan pula oleh remaja di setting lain yakni setting nonbar
sepak bola di kafe.
Indikator perilaku agresi yang lain adalah menunjuk orang.
Menunjuk orang hanya dapat ditemukan pada setting perhitungan
suara. Subjek menunjuk ke arah lawan bicaranya, yaitu petugas
perhitungan suara.
Selain tangan menggenggam dan jari telunjuk teracung ke arah
orang lain, gestur menunjukkan jari tengah juga merupakan indikator
agresivitas. Perilaku ini hanya ditemukan pada setting remaja ketika
bermain game online. Subjek menunjukkan jari tengah dengan kedua
tangannya, kemudian disilangkan ke arah layar.
Tidak hanya perilaku dan gestur, ekspresi wajah juga merupakan
salah satu indikator pada perilaku agresi. Ekspresi wajah dapat dilihat
dari rahang yang mengatup dan mengerutnya alis, dahi, serta hidung.
Indikator ini hanya dapat ditemukan pada setting perhitungan suara
saja. Hasil observasi menunjukkan bahwa rahang subjek mengatup
dan alis serta dahi subjek mengerut.
Perilaku agresi tidak hanya ditunjukkan dalam aspek fisik, tetapi
juga aspek verbal. Aspek verbal mencakup pernyataan dan suara.
Pernyataan yang dimunculkan subjek dan termasuk dalam perilaku
25
Ketika
pertandingan
hampir
selesai,
subjek
kembali
26
KESIMPULAN
Dari hasil observasi yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
subjek dari kelima setting menunjukkan perilaku agresi. Hal itu dapat
dilihat dari perilaku yang dimunculkan subjek pada berbagai setting
yang berbeda-beda yang sesuai dengan definisi, aspek dan indikator
perilaku agresi dari teori yang dikemukakan oleh beberapa tokoh.
Agresivitas remaja memiliki bentuk yang berbeda dalam setting
yang berbeda. Pada setting remaja yang menjadi tim sukses ketika
perhitungan suara, indikator perilaku agresi fisik tidak muncul.
Namun pada setting ini perilaku agresi verbal dimunculkan lebih
banyak daripada setting yang lainnya. Sedangkan agresivitas fisik
27