Anda di halaman 1dari 15

Tugas MSDM II Rangkuman Bab 9-15

Oleh :
Nama : Widia Affiani Putri
NIM : 15-150-0183
Prodi/Kelas : Manajemen/E

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PGRI ADIBUANA SURABAYA
2017
Bab 9 Lingkungan Kerja dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

A. Konsep dasar Lingkungan kerja


Menurut Nitisemito (1992:25) mengartikan bahwa lingkungan kerja
merupakan sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan yang mempengaruhi dirinya
dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Kemudian menurut Sedarmayati
(2001:1) mengatakan bahwa lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan
bahan yang dihadapi lingkungan sekitarnya dimana
a. Seseorang bekerja
b. Metode kerjanya dan
c. Pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.

Definisi lingkungan kerja menurut Tyssen (2005 : 58) arti lingkungan


kerja didefinisikan oleh ruang, tata letak fisik, kebisingan, alat-alat, bahan-bahan, dan
hubungan rekan sekerja serta kualitas dari semuanya ini mempunyai dampak positif
yang penting pada kulitas kerja yang dihasilkan.

Adapun konsep lingkungan kerja menurut Bambang (1991:122) mengatakan


bahwa lingkungan kerja adalah salah satu dari faktor yang dapat mempengaruhi
sebuah kinerja dari seorang pegawai. Maksudnya adalah seorang pegawai yang
sedang bekerja pada lingkungan kerja dengan penuh dukungan kepadanya agar
bekerja dengan secara optimal akan membuahkan hasil kinerja yang memuaskan /
baik, akan tetapi sebaliknya apabila seorang pegawai yang sedang bekerja pada
lingkungan kerja yang dinilai tidak layak serta tidak penuh dukungan kepadanya agar
bekerja dengan secara optimal akan membuahkan hasil kinerja pegawai tersebut tidak
memuaskan (rendah) seperti pegawai jadi pemalas, sering tertidur dan hal buruk
lainnya.

Berdasarkan dari teori dan konsep lingkungan kerja seperti yang telah
dijelaskan diatas, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa bahwa lingkungan kerja
merupakan sesuatu yang selalu ada di sekitar wilayah pegawai/pekerja, baik itu
sifatnya termasuk lingkungan fisik, atau termasuk kedalam lingkungan non fisik serta
jaringan di dalam hubungan kerja pada suatu organisasi yang bisa mempengaruhi
semangat pegawai / pekerja didalam menyelesaikan pekerjaan yang telah ditugaskan.

B. Manfaat Lingkungan Kerja


Menurut Ishak dan Tanjung (2003) mengenai manfaat lingkungan kerja
mengartikan bahwa, manfaat lingkungan kerja adalah menciptakan gairah kerja,
sehingga produktivitas dan prestasi kerja meningkat. Kemudian manfaat yang
didapatkan karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah sebagai
berikut :
a. Pekerjaan bisa selesai dengan tepat
b. Meningkatkan prestasi kerja pegawai
C. K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

Safety berasal dari bahasa inggris, yang artinya keselamatan. Kata-kata


safety, sudah sangat popular dan dipahami oleh hampir semua kalangan, bahkan
sebagian besar perusahaan, lebih suka menggunakan kata safety, dari pada
keselematan. Misalnya, hampir semua perusahaan yang bergerak dibidang
manufaktur, memiliki departemen safety (safety departement).Kata safety, dapat pula
diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang terbebas dari kecelakaan, atau
bahaya, baik dapat menyebabkan kerugian, secara material, dan spiritual. Penerapan
safety, pada umumnya berkaitan dengan pekerjaan, sehingga safety, cenderung
diartikan dengan keselamatan kerja. Bahkan saat ini, safety sudah tidak dapat
dipisahkan dengan kesehatan(health), lingkungan (environment), atau dikenal dengan
safety health environment(SHE). Ada pula yang menyebutnya occupational health &
environment safety (OH & ES). Pada umumnya, ada tiga faktor penyebab utama
dalam kecelakaan, yaitu
a. peralatan,
b. cara kerja,
c. manusia (pekerja).

Menurut Heinrich pada tahun 1931 atau lebih dikenal dengan teori domino,
suatu kecelakaan dapat diakibatkan oleh lima faktor yang berdampak secara berurutan
seperti, lima batu domino yang dideret berdiri sejajar, apabila batu yang didepannya
jatuh, akan mengakibatkan jatuhnya batu-batu yang ada dibelakangnya secara
berantai. Kelima faktor itu adalah
a. kebiasaan,
b. kesalahan seseorang,
c. perbuatan,
d. kondisi tidak aman, dan
e. kecelakaan.

Menurut teori domino ini, apabila rantai penyebab tersebut diputus atau salah satu
batu domino tersebut dihilangkan maka kecelakaan dapat dihilangkan. Sedangkan
menurut Birds pada tahun 1967 hampir sama karena Birds hanya memperbaiki teori
yang pertama yaitu manajemen, sumber penyebab dasar, gejala, kontak, dan kerugian.
Maksudnya manajemen memegang peran penting dalam mengurangi, atau
menghindari terjadinya kecelakaan. Bahkan birds, menyatakan bahwa, kesalahan
manajemen merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan, sementara tindakan
tidak aman, dan kondisi tidak aman, merupakan penyebab langsung suatu kecelakaan.
Secara garis besar program k3 meliputi hal-hal berikut :
Kepemimpinan, dan adminitrasinya.
Manajemen k3 yang terpadu.
Pengawasan, dan kontrol.
Analisis pekerjaan, dan prosedural.
Penelitian, dan analisis pekerja.
Training bagi pekerja baru.
Pelanyanan kesehatan bagi pekerja.
Penyediaan alat pelindung diri.
Meningkatkan kesadaran pekerja terhadap k3.
Sistem audit.
Laporan, dan pendapatan

Dalam konteks penyebab terjadinya kecelakaan, akibat kerja dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, berikut dibawah ini :
Faktor fisik, yang meliputi, penerangan, suhu udara, kebisingan, dan lain
sebagainya.
Faktor kimia, yang meliputi, gas, cairan, uap, dan lain sebagainya.
Faktor biologi, yang meliputi, micro organisme, dan lain sebagainya.
Faktor fisiologi, yang meliputi, kontruksi mesin, sikap, dan cara bekerja.
Faktor mental fisiologis, susunan kerja, hubungan diantara pekerja, atau dengan
pengusaha, pemeliharaan kerja, dan lain sebagainya.

Semua faktor diatas, dapat mempengarui, mengganggu aktivitas kerja seseorang, dan
terjadi kecelakaan kerja.
Pengukuran kinerja K3 dapat berupa pengukuran kualitatif maupun pengukuran
kuantitatif kinerja K3 di tempat kerja. Pengukuran dan Pemantauan bertujuan antara
lain untuk :
Melacak perkembangan dari pertemuan-pertemuan K3, pemenuhan Tujuan K3
dan peningkatan berkelanjutan.
Memantau pemenuhan peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya
berkaitan dengan penerapan K3 di tempat kerja.
Memantau kejadian-kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).
Menyediakan data untuk evaluasi keefektivan pengendalian operasi K3 atau
untuk mengevaluasi perlunya modifikasi pengendalian ataupun pengenalan
pilihan pengendalian baru.
Menyediakan data untuk mengukur kinerja K3 Perusahaan baik secara proaktif
maupun secara reaktif.
Menyediakan data untuk mengevaluasi penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan kerja Perusahaan
Menyediakan data untuk menilai kompetensi personil K3.

Pengukuran kinerja K3 menggunakan metode pengukuran proaktif dan metode


pengukuran reaktif di tempat kerja. Prioritas pengukuran kinerja K3 menggunakan
metode pengukuran proaktif dengan tujuan untuk mendorong peningkatan kinerja
K3 dan mengurangi kejadian kecelakaan kerja di tempat kerja. Termasuk dalam
pengukuran proaktif kinerja K3 antara lain :
1. Penilaian kesesuaian dengan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang
berkaitan dengan penerapan K3 di tempat kerja.
2. Keefektivan hasil inspeksi dan pemantauan kondisi bahaya di tempat kerja.
3. Penilaian keefektivan pelatihan K3.
4. Pemantauan Budaya K3 seluruh personil di bawah kendali Perusahaan.
5. Survey tingkat kepuasan tenaga kerja terhadap penerapan K3 di tempat kerja.
6. Keefektivan hasil audit internal dan audit eksternal Sistem Manajemen K3.
7. Jadwal penyelesaian rekomendasi-rekomendasi penerapan K3 di tempat kerja.
8. Penerapan program-program K3.
9. Tingkat keefektivan partisipasi tenaga kerja terhadap penerapan K3 di tempat
kerja.
10. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja di tempat kerja.
11. Penilaian aktivitas kerja yang berkaitan dengan resiko k3 Perusahaan.

Termasuk dalam pengukuran reaktif kinerja K3 antara lain :


1) Pemantauan kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK)
2) Tingkat keseringan kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).
3) Tingkat hilangnya jam kerja akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
(PAK).
4) Tuntutan tindakan pemenuhan dari pemerintah.
5) Tuntutan tindakan pemenuhan dari pihak ke tiga yang berhubungan dengan
Perusahaan.

Bab 10 Semangat dan Gairah Kerja


A. Konsep dasar
Semangat kerja yang terbentuk secara positif akan bermamfaat karena setiap
anggota dalam suatu organisasi membutuhkan sumbang saran, pendapat bahkan kritik
yang bersifat membangun dari luang lingkup pekerjaannya demi kemajuan di lembaga
pemerintahaan tersebut, namun semangat kerja akan berakibat buruk jika pegawai
dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat yang berbeda hal itu dikarenakan
adanya perbedaan setiap individu dalam mengeluarkan pendapat, tenaga dan
pikirannya, karena setiap individu mempunyai kemampuan dan keahliannya sesuai
bidangnya masing-masing.

Untuk memperbaiki semangat kerja yang baik membutuhkan waktu yang


cukup lama untuk merubahnya, maka itu perlu adanya pembenahan-pembenahan yang
dimulai dari sikap dan tingkah laku pimpinan kemudian diikuti para bawahannya,
terbentuknya semangat kerja diawali tingkat kesadaran pemimpin atau pejabat yang
ditunjuk dimana besarnya hubungan antara pemimpin dengan bawahannya sehingga
akan menentukan suatu cara tersendiri apa yang dijalankan dalam perangkat satuan
kerja atau organisasi.
B. Pentingnya Semangat/Gairah Kerja

Dengan adanya semangat kerja tersebut, maka pekerjaan akan menjadi lebih
cepat diselesaikan, kerusakan akan dapat dikurangi, absensi akan dapat diperkecil,
kemungkinan perpindahan karyawan dapat diperkecil seminimal mungkin, dan
sebagainya. Hal ini semua berarti diharapkan bukan saja produktivitas kerja dapat
ditingkatkan, tetapi juga ongkos perunit akan diperkecil. Jadi apabila suatu
perusahaan mampu meningkatkan semangat kerja, maka mereka itu akan memperoleh
banyak keuntungan. Semangat kerja timbul akibat adanya motivasi atau motivasi
mendorong seseorang untuk dapat bekerja dengan giat, penuh kegairahan dan merasa
puas dalam pekerjannya. Maka dalam hal ini hubungan antara motivasi dengan
semangat kerja tidak dapat dipisahkan.

Menurut Muchdarsyah Sinungan dalam bukunya Dasar-Dasar Motivasi


menjelaskan bahwa: Motivasi adalah kejiwaan dan sikap mental manusia yang
memberikan energy, mendorong kegiatan gerakan dan mengarahkan atau
menyalurkan perilaku kearah tercapainya kebutuhan yang memberikan kepuasan atau
mengurangi ketidak seimbangan. Konsep dasar teori ini adalah orang akan bekerja
giat, bilamana ia mendapat imbalan materi yang mempunyai ikatan tugas-tugasnya.

Bab 11 Kelelahan dan Kebosanan Kerja


A. Kelelahan Kerja
Istilah kelelahan menunjukan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu,
tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisensi dan penurunan kapasitas kerja
serta ketahanan tubuh yang secara umum gejala kelelahan yang lebih dekat adalah
pada pengertian kelelahan fisik atau physical fatigue dan kelelahan mental atau
mental fatigue (Budiono dkk, 2003). Berdasarkan pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa kelelahan merupakan suatu kondisi tubuh yang mengalami
penurunan ketahanan tubuh dalam bekerja. Menurut Nurmianto (2004) kelelahan
kerja adalah kondisi seseorang mengalami penurunan performansi akibat dari
perpanjangan kerja. Sedangkan menurut Setyawati (2010).

Kelelahan adalah suatu keadaan ketika seseorang merasa lelah secara fisik
dan/atau mental, yang dapat disebabkan oleh :
a) Jam kerja yang panjang tanpa intervensi istirahat/periode penyembuhan
b) Aktivitas fisik yang kuat dan berkelanjutan
c) Usaha mental yang kuat dan berkelanjutan
d) Bekerja selama beberapa atau semua waktu alami untuk tidur (sebagai akibat dari
shift atau bekerja untuk waktu yang panjang)
e) Tidur dan istirahat yang kurang cukup (WSHCouncil,2010)

Kelelahan kerja adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan
ketahanan dalam bekerja, yang disebabkan oleh :
a) Kelelahan yang sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual)
b) Kelelahan fisik umum
c) Kelelahan saraf
d) Kelelahan oleh lingkungan yang monoton
e) Kelelahan oleh lingkungan yang kronis terus-menerus sebagai faktor secara
menetap (Sumamur, 2009)

Jenis-jenis kelelahan Berdasarkan proses dalam otot, kelelahan dapat dibagi


dua (Budiono dkk, 2003) :

a) Kelelahan otot, fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadi tekanan


melalui fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologis, yang
ditunjukkan tidak hanya dengan berkurangnya tekanan fisik tetapi juga makin
rendahnya gerakan.
b) Kelelahan umum, adalah suatu perasaan letih yang luar biasa.
c) Semua aktivitas menjadi terganggu dan biasanya akan menimbulkan rasa kantuk.

Menurut Workplace Safety & Health Council (WSHCouncil) (2010) tipe kelelahan
dibagi menjadi :
a) Kelelahan fisik (berkurangnya kemampuan untuk bekerja manual).
b) Kelelahan mental (penurunan tingkat konsentrasi dan kewaspadaan).

Penyebab Kelelahan Beberapa penyebab yang cukup mempengaruhi kelelahan


kerja, antara lain:
a) Pekerjaan yang berlebihan. Kekurangan sumber daya manusia yang kompeten
mengakibatkan menumpuknya pekerjaan yang seharusnya dikerjakan dengan jumlah
karyawan yang lebih banyak.
b) Kekurangan waktu. Batas waktu yang diberikan untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan terkadang tidak masuk akal.
c) Konflik peranan. Konflik peranan biasanya terjadi antar karyawan dengan jenjang
posisi yang berbeda, yang seringkali disebabkan oleh otoritas yang dimiliki oleh
peranan atau jabatan tersebut.
d) Ambigu peranan. Tidak jelasnya deskripsi tugas yang harus dikerjakan seringkali
membuat para karyawan mengerjakan sesuatu pekerjaan yang seharusnya tidak
dikerjakan oleh karyawan tersebut kalau ditilik dari sisi keahlian maupun posisi
pekerjaannya (Eraliesa, 2008).

B. Kebosanan Kerja
Dalam dunia kerja, kebosanan kerja menjadi sangat penting untuk mendapat
perhatian mengingat bahwa hal tersebut akan dapat mempengaruhi produktivitas kerja
pegawai. Kebosanan kerja bisa terjadi bukan saja pada pekerja di tingkat bawah
(Frontliner) tetapi juga bisa melanda para pekerja di tingkat atas (Managerial Level).
Oleh karena itu banyak perusahaan yang melakukan berbagai tindakan pencegahan
dengan cara melakukan rotasi kerja, melibatkan pekerja dalam pengambilan
keputusan, melaksanakan company gathering, memberikan kesempatan untuk
melakukan cuti, dan masih banyak lagi hal lainnya. Semua kegiatan tersebut
bertujuan untuk membuat para pekerja tidak merasa bosan dan jenuh dengan
kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan sehari-hari.

Banyak teori yang mencoba menjelaskan tentang penyebab munculnya


kebosanan kerja, dari beberapa teori yang ada coba dirangkumkan kedalam beberapa
alasan mengapa seseorang bisa mengalami kebosanan kerja, yaitu:
a. Pekerjaan tidak menarik
Setiap saat menemukan tugas atau tantangan baru maka otak akan berusaha untuk
menguasai tugas tersebut, dan sesudah berhasil menguasainya maka otak
membutuhkan stimulus Para pekerja yang setiap hari hanya melakukan pekerjaan
yang sama dan berulang-ulang serta berada dalam lingkungan kerja yang relatif
sama akan sangat mudah menjadi bosan setelah menjalani pekerjaan tersebut
dalam waktu tertentu.
b. Tidak memiliki otonomi
Dalam bekerja hampir setiap individu mendambakan untuk dapat bekerja dengan
otonomi yang luas, memiliki tanggung jawab, bisa fleksibel dalam mengerjakan
tugas-tugas, dan terlibat dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.
Jika hal-hal seperti ini tidak didapat oleh pekerja selama melakukan aktivitas
kerjanya maka kemungkinan untuk menjadi bosan akan sangat terbuka
c. Arti bekerja
Meski telah memiliki pekerjaan yang menantang, otonomi kerja dan dilibatkan
dalam pembuatan keputusan, seseorang akan tetap bisa menjadi bosan jika ia tidak
merasa bahwa bekerja adalah sesuatu yang berharga bagi hidupnya. Seseorang
yang tidak tahu apa alasannya sehingga dia harus bekerja atau pekerjaan yang
ditekuni ternyata tidak memiliki nilai yang sesuai dengan apa yang diyakini pasti
akan cepat menjadi bosan.
d. Tidak melakukan apa-apa
Dalam kehidupan ini banyak sekali seseorang yang justru merasa bosan karena
tidak lagi memiliki kesempatan untuk melakukan tugas-tugas tertentu karena
sudah dikerjakan oleh orang lain. Sebagai contoh banyak pimpinan suatu
perusahaan swasta yang akhirnya tidak bertahan di perusahaannya tersebut meski
menyandang jabatan sangat tinggi karena ia merasa tidak dapat berbuat apa-apa
dan bahkan tidak memiliki otonomi maupun kesempatan untuk berkembang di
perusahaan tersebut

Kebosanan kerja bukan saja memberikan dampak yang negatif bagi kinerja
seseorang dalam perusahaan atau organisasi tetapi juga dapat menyebabkan berbagai
dampak psikologis yang dapat mengganggu kesejahteraan jiwa individu tersebut.
Dampak psikologis tersebut misalnya timbulnya rasa hampa dalam diri individu
tersebut, meragukan kemampuan diri sendiri atau sebaliknya justru bersikap arogan
karena merasa semua tugas dapat dikerjakan tanpa kesulitan, hilangnya motivasi
kerja, dsb. Dampak-dampak tersebut perlu segera ditangani agar tidak sampai
menyebabkan stres atau depresi. Berikut ada beberapa cara yang bisa dilakukan
sebagai upaya untuk mengatasi kebosanan kerja, diantaranya adalah :
a. Menulis
Menulis buku, novel, artikel atau tulisan ilmiah akan sangat berguna untuk
mengalihkan perhatian sementara dari tugas-tugas sehari-hari.
b. Mengajar
Dengan mengajar maka akan memiliki kesempatan untuk menikmati kondisi atau
suasana yang berbeda antara dunia kerja (kantor) dengan dunia akademika
(kampus/sekolah).
c. Berwiraswasta
Dengan memulai usaha sendiri maka tantangan akan semakin besar dan akan
menuntut individu tersebut untuk menguasai (setidaknya mengetahui) berbagai
bidang yang berguna untuk kelangsungan usahanya.
d. Mengikuti kursus atau pelatihan
Suatu pelatihan atau pendidikan dapat bermanfaat untuk meng-update kemampuan
kita pada bidang tertentu dan mendapatkan suasana baru yang berbeda dengan
suasana kerja sehari-hari yang mungkin monoton.

C. Pengukur
Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara
langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya hanya
berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean
(1993) dalam Tarwaka et al (2004) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan
dalam beberapa kelompok, yaitu:
Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan
Uji psikomotor
Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)
Perasaan kelelahan secara subjektif
Uji mental

Bab 12 SIM SDM


A. Konsep dasar
Menurut Rivai (2008:524) adalah prosedur sistematis untuk mengumpulkan,
menyimpan, menarik, dan memvalidasi data yang dibutuhkan oleh sebuah organisasi
tentang sumber daya manusia, aktivitas-aktivitaspersonalia dan karakteristik-
karakteristik organisasinya guna meningkatkan keputusan sumber daya manusia.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka dengan adanya Sistem Informasi Kepegawaian/
Sumber Daya Manusia yang tertata dengan baik, organisasi bisa mendapatkan
informasi apa saja yang berkaitan dengan pegawai.

Hal ini bermanfaat bagi pengelolaan manajemen SDM yaitu semua program
mulai dari perencanaan Sumber Daya Manusia, rekrutmen, pengembangan pegawai,
pengembangan karir sampai dengan program pensiun dapat dilaksanakan dengan
optimal dan tepat sasaran. Sistem Informasi Sumber Daya Manusia haruslah
dirancang untuk menyediakan informasi. Informasi yang dikehendaki pada umumnya
meliputi tepat waktu, akurat, ringkas, relevan, lengkap. Sistem Informasi
Kepegawaian efektif sangat membantu pengambilan keputusan bagi
manajer/pimpinan organisasi

Pengambilan keputusan perencanaan sumber daya manusia merupakan proses


penentuan untuk menetapkan strategi memperoleh, memanfaatkan, mengembangkan
dan mempertahankan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan sekarang dan
pengembangannya di masa mendatang (Nawawi, H :2008). Keputusan-keputusan
Sumber Daya Manusia yang sehat salah satunya adalah didasari pada tersedianya
informasi Sumber Daya Manusia yang baik dan berkualitas. Sistem Informasi Sumber
Daya Manusia patut disediakan bagi manajer Sumber Daya Manusia dan manajer-
manajer lini lain dalam perusahaan, sehingga dengan demikian akan memfasilitasi
pengambilan keputusan.

Bab 13 Kepuasan Kerja


A. Konsep dasar dan teori
Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian
orang lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada beberapa lainnya. Teori ini juga
mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Ada
beberapa teori tentang kepuasan kerja yaitu :
1. Two Factor Theory. Teori ini menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan
merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda yaitu motivators dan
hygiene factors.
2. Value Theory. Teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil
pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima
hasil, akan semakin puas dan sebaliknya.
3. Teori Pertentangan (Discrepancy Theory). Menurut Locke seseorang individu
akan merasa puas atau tidak puas merupakan sesuatu yang pribadi, tergantung
bagaimana ia mempersiapkan adanya kesesuaian atau pertentangan antara
keinginan dan hasil keluarnya.
4. Model dari Kepuasan Bidang/ Bagian. Jumlah dari bidang yang dipersepsikan
orang sebagai sesuai tergantung dari bagaimana orang mempersepsikan masukan
pekerjaan
5. Teori Proses-Bertentangan (Opponent-Proses Theory). Teori ini menekankan
bahwa orang ingin mempertahankan suatu keseimbangan emosional (emotional
equilibrium), berdasarkan asumsi bahwa kepuasan kerja yang bervariasi secara
mendasar dari waktu ke waktu akibatnya ialah bahwa pengukuran kepuasan kerja
perlu dilakukan secara periodik dengan interval waktu yang sesuai.
6. Teori Keadilan (Equity Theory)
Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan
adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas
suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan
orang lain yang sekelas, sekantor, maupunditempat lain.

B. Aspek kepuasan kerja


Lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu
1. Pekerjaan itu sendiri (Work It self)
Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidang nya
masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa
keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan
atau mengurangi kepuasan kerja.
2. Atasan (Supervisior)
Atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan,
atasan bisa dianggap sebagai figur ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya.
3. Teman sekerja (Workers)
Merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan
atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis
pekerjaannya.
4. Promosi (Promotion)
Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk
memperoleh peningkatan karir selama bekerja.
5. Gaji/Upah (Pay)
Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau
tidak.
6. Kerja yang secara mental menantang
Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu
kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang
menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang,
kebanyakan karyawan akan mengalamai kesenangan dan kepuasan.
7. Ganjaran yang pantas
Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam
lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau
mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan
jam-jam kerja. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa
keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar
akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka.
8. Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun
untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa
karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau
merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain
seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).
9. Rekan kerja yang mendukung
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang
berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi
kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila mempunyai rekan sekerja yang ramah
dan menyenagkan dapat menciptakan kepuasan kerja yang meningkat. Tetapi
Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan.
10. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan
Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun)
dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka
mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari
pekerjaan mereka dan karena sukses ini, mempunyai persentase yang lebih besar
untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam kerja mereka.

C. Pengukuran kepuasan kerja


Greenberg dan Baron menunjukkan tiga cara untuk melakukan pengukuran
kepuasan kerja yaitu :
1. Rating Scale dan Kuesioner
Dengan metode ini orang menjawab pertanyaan dari kuesioner yang menggunakan
rating scales sehingga mereka melaporkan reaksi mereka pada pekerjaan mereka.
2. Critical incidents
Individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang dirasaka
terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk
mengungkap tema yang mendasari. Sebagai contoh misalnya apabila banyak pekerja
yang menyebutkan situasi pekerjaan dimana mereka mendapatkan perlakuan kurang
baik oleh supervisor atau sebaliknya.
3. Interviews
Dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja dapat diketahui sikap
mereka secara langsung dan dapat mengembangkan lebih dalam dengan
menggunakan kuesioner yang terstruktur.\

Bab 14 Pemberhentian Pegawai


A. Konsep/Teori
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 : Pemberhentian atau Pemutusan
hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja dan pengusaha. Menurut
Siagian (2009:145) menyebutkan bahwa, yang dimaksud dengan pemutusan
hubungan kerja ialah apabila ikatan formal antara organisasi selaku pemakai tenaga
kerja dan karyawannya terputus.

Pada dasarnya pemutusan hubungan kerja mengambil dua bentuk utama, yaitu
berhenti dan diberhentikan. Menurut Tulus (1993:167) pemutusan hubungan kerja
adalah mengembalikan karyawan ke masyarakat. Hal ini disebabkan karyawan pada
umumnya belum meninggal dunia sampai habis masa kerjanya. Oleh karena itu
perusahaan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu yang
timbul akibat dilakukannya tindakan pemutusan hubungan kerja.

Di samping itu juga harus menjamin agar karyawan yang dikembalikan ke


masyarakat harus berada dalam kondisi sebaik mungkin. Pemberhentian karyawan
hendaknya berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang ada agar tidak
menimbulkan masalah. Setidaknya pemberhentian dilakukan dengan cara yang
sebaik-baiknya, sebagaimana pada saat mereka diterima menjadi karyawan. Dengan
demikian, tetap terjalin hubungan informal yang baik antara perusahaan dengan
mantan karyawan.

Hal diatas pada dasarnya menjadi keinginan dua belah pihak. Akan tetapi, tidak
dapat diingkari sering terjadi pemberhentian dengan pemecatan, karena konflik yang
tidak dapat diatasi lagi. Pemecatan karyawan harus didasarkan kepada peraturan dan
perundang-undangan karena setiap karyawan mendapat perlindungan hukum sesuai
dengan statusnya.

Bab 15 Audit
A. Konsep dasar atau Teori
Audit adalah kegiatan mengumpulkan informasi aktual (bukti-bukti) dan
signifikan melalui interaksi (pemeriksaan, pengukuran dan penilaian serta penarikan
kesimpulan) secara sistematis, obyektif dan terdokumentasi yang berorientasi pada
azas nilai manfaat. Audit juga merupakan proses sistematik dalam pengumpulan dan
penilaian secara objektif atas bukti-bukti yang berkenaan dengan pernyataan tentang
tindakan-tindakan dan peristiwa-peristiwa untuk menentukan tingkat kesesuaian
antara pernyataan tersebut dengan kriteria-kriteria standar, serta mengkomunikasikan
hasil-hasilnya kepada pihak-pihak pengguna yang berkepentingan.

Audit dapat dibagi dua berdasarkan siapa pelakunya yaitu:


a. audit internal dan
b. audit eksternal.

Audit internal adalah audit yang dilaksanakan di dalam suatu organisasi dalam
hal ini Badan Pengawasan Internal oleh auditor internal yang juga karyawan sendiri.
Auditor internal tidak memiliki tanggung jawab hukum kepada publik atas apa yang
dilakukannya dan dilaporkannya sebagai temuan. Hasil kerja auditor internal bukan
untuk masyarakat umum, melainkan untuk kepentingan internal organisasi sendiri.

Audit eksternal adalah audit yang dilaksanakan oleh auditor eksternal dari
pihak eksternal atau dari institusi independen. Audit dilaksanakan berdasarkan azas-
azas formal/standar kriteria tertentu yang digunakan sebagai acuan untuk menilai.
Hasil penilaian dikeluarkan oleh institusi independen tersebut berdasarkan data dan
informasi yang diperoleh dari proses audit. Contoh lembaga audit eksternal adalah
akuntan publik. Audit eksternal juga bisa dilakukan oleh konsultan yang diminta
Dewan Audit untuk melakukan audit sesuai lingkup permasalahan tertentu.

Audit SDM merupakan penilaian dan analisis yang konfrehensif terhadap


program-progam SDM. Audit SDM menekankan penilaian (evaluasi) terhadap
berbagai aktivitas SDM yang terjadi dalam perusahaan dalam rangka memastikan
apakah aktivitas akivitas tersebut telah berjalan secara ekonomis, efisien dan efektif
dalam mencapai tujuannya dan memberikan rekomendasi perbaikan atas berbagai
kekurangan yang terjadi pada aktiviatas SDM yang diaudit untuk meningkatkan
kinerja dari program/aktvitas tersebut. Dari hasila audit dapat diketahui apakah
kebutuhan potensial SDM perusahaan telah terpenuhi atau tidak dan berbagai hal
dalam aktivitas SDM yan masih bisa ditingkatkan kinerjanya.

B. Pengukuran Audit
Pengukuran Audit diukur dengan tim pemeriksaan atau Auditor yang
berkaitan :

Kualifikasi keahlian (kompetensi) merupakan kemampuan auditor yang


diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman dalam lading auditing
Ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan, menunjukan kemampuan auditor
dalam menyelesaikan audit sesuai dengan waktu yang diinginkan klien.
Kecukupan bukti pemeriksaan yang digunakan untuk mendukung pendapat
akuntan, untuk memberikan opini yang semestinya tanpa kekeliruan.
Independensi, yang artinya seorang auditor tidak mudah dipengaruhi, karena
pekerjaannya untuk kepentingan umum. Kepercayaan masyarakat umum atas
independensi sikap auditor independen sangat penting bagi perkembangan
profesi akuntan publik. Untuk menjadi independen, seorang auditor harus secara
intelektual jujur.

Mengukur kualitas Audit merupakan hal yang cukup sulit, karena harus melihat dari
hasil kerjanya, sebab auditor yang bekualitas akan mencegah kekeliruhan dalam
perusahaan yang di auditnya.
Daftar Pustaka
http://abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/R0212005_bab2.pdf

http://andywasono.blogspot.co.id/2015/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html

http://digilib.unila.ac.id/2288/10/BAB%20II.pdf
https://hiukencana.wordpress.com/2010/03/31/kelelahan-kerja-occupational-fatigue/
https://achmadaryarozi.wordpress.com/2010/07/12/semangat-kerja/
http://www.materibelajar.id/2016/04/teori-konsep-lingkungan-kerja.html

http://www.grahalogam.co.id/konsep-dasar-keselamatan-kerja/

https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.co.id/2013/10/pengukuran-dan-
pemantauan-k3.html

http://indarto45e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/2014/01/29/penerapan-sistem-informasi-sdm-
sim-sdm-dalam-manajemen-sumber-daya-manusia-di-pt-aplikanusa-lintasarta/

https://chanatha.wordpress.com/2010/01/04/kepuasan-kerja/

http://herususilofia.lecture.ub.ac.id/files/2016/02/Makalah-Pemberhentian-Pegawai.pdf

http://maidastp.blogspot.co.id/2014/04/audit-sumber-daya-manusia.html

http://yuliakurnia.blogspot.co.id/2011/07/materi-kuliah.html

http://akuntansi07-unp.blogspot.co.id/2012/10/pengukuran-kualitas-audit.html

Anda mungkin juga menyukai