Anda di halaman 1dari 16

Syifahani

1807101010118
Elektif Manajemen K3

Kuliah 1: Kebijakan dan Perundang-undangan, Dasar-dasar dan Tujuan K3


(perlindungan tenaga kerja dan produktifitas perusahaan)

Dr. Nasrul Z, ST., M.Kes

Secara umum K3 merupakan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. K3 tidak hanya di Indonesia tetapi di
seluruh dunia harus memperhatikan K3, bahkan di dalam negeri saja setiap proyek pemerintah
harus ada ahli K3. Misalnya dalam pembangunan jalan, jembatan, pembangunan gedung dsb
maka salah satu persyaratannya adalah adanya manajemen K3.

Peraturan dan perundang-undangan :


1. UU No. 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 81 mengenai Pengawasan
Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan
2. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
3. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
4. UU Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonantie)
5. PP No. 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan K3
6. PP No. 11 Tahun 1979 tentang K3 pada Pemurnian dan Pengolahan Migas
Kecelakaan kerja yaitu perbuatan atau kondisi yang tidak sehat atau tidak selamat maka
untuk memahami bagaimana seseorang tersebut tidak mengalami kecelakaan kerja atau selamat
maka dibutuhkan manajemen K3.

Kuliah 2: Manajemen Bahaya di Tempat Kerja

Dr. Irwan Saputra, S.Kep., M.KM

Keselamatan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek yang amat penting karena K3
sangat berkaitan erat dengan kehidupan para pekerja baik jiwa maupun raga nya kemudian
semua area kerja tentunya memiliki potensi bahaya. Potensi bahaya inilah yang akan
mengakibatkan kecelakaan sehingga dapat mengancam jiwa pekerja. Kemudian agar pekerja
dapat bekerja dengan baik maka perlu adanya penanggulangan dan penanganan kecelakaan di
lingkungan kerja. Ada beberapa ruang lingkup; yang pertama adalah potensi bahaya dan konsep
dasar sistem manajemen kesehatan keselamatan dan kesehatan kerja atau dikenal dengan SMK3.

Ada beberapa sebab yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan yang pada akhirnya akan
mengakibatkan cedera dan kerusakan boleh jadi diawali dengan situasi kerja yang tidak
menguntungkan yang tidak kondusif ditambah lagi dengan adanya kesalahan daripada bekerja,
kemudian ada beberapa tindakan-tindakan yang tidak aman sehingga inilah yang mengakibatkan
kecelakaan kerja yang pada akhirnya akan menjadikan sebuah kerusakan atau cedera. Hai ini
dikenal degan efek domino atau teori “domino heinrich.” Bila kita ingin memperbaiki atau
mencegah terjadinya kecelakaan yang akan mengakibatkan cedera dan kerusakan maka kita
harus fokus pada situasi kerja yang nyaman kemudian meminimalisir kesalahan daripada
pekerja. Sehingga teori domino menyebutkan bahwa suatu kecelakaan bukanlah suatu peristiwa
tunggal melainkan merupakan hasil dari serangkaian penyebab yang saling berkaitan.

Organisasi Keselamatan Kerja


a) Tujuan utama dibentuknya organisasi keselamatan kerja ini untuk mengurangi tingkat
kecelakaan sakit, cacat dan kematian akibat kerja dengan lingkungan kerja yang sehat bersih
aman dan nyaman.
b) Organisasi dibentuk di tingkat pemerintah, perusahaan atau oleh kelompok atau serikat
pekerja.
c) Di Indonesia, organisasi pemerintah yang menangani masalah keselamatan kerja di tingkat
pusat dibentuk di bawah Direktorat Pembinaan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Organisasi K3 dibentuk juga di perusahaan-perusahaan dan ikatan ahli tertentu.

Lambang Keselamatan Kerja


 Palang bermakna bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja atau PHK
 Roda gigi bermakna bekerja dengan kesegaran jasmani maupun rohani
 Warna putih yang berada melingkar itu bermakna bersih dan suci
 Warna hijau bermakna selamat, sehat dan sejahtera.
Identifikasi Bahaya dan Job Safety Analysis (JSA)
a) Identifikasi potensi bahaya dari suatu lingkungan atau suatu kegiatan kerja merupakan inti di
seluruh kegiatan pencegahan kecelakaan.
b) Bahaya dapat dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan sumbernya yaitu:
- Fisik, contohnya adalah kebisingan, ergonomic, radiasi dan pengangkatan manual
- Mekanik, contohnya adalah part yang berotasi
- Elektrikal, contohnya adalah voltase dan area magnetic
- Kimia, contohnya adalah substansi yang mudah terbakar, beracun dan korosif
- Biologis, contohnya adalah virus dan bakteri

Teknik Identifikasi
Teknik identifikasi amat penting di dalam hal pencegahan terhadap kerusakan kecelakaan
kerja.
1. Survei keselamatan kerja. bersifat umum, menyeluruh namun kelemahannya tidak terinci.
2. Patroli keselamatan kerja. dilakukan pada area yang sudah disepakati yang menjadi area
yang akan dipantau kemudian perlu merencanakan rute berikutnya untuk memastikan
cakupan menyeluruh atas area kerja.
3. Pengambilan sampel keselamatan kerja, melihat pada satu aspek kesehatan dan keselamatan
kerja saja karena tidak menyeluruh.
4. Audit keselamatan kerja, merupakan inspeksi tempat kerja dengan teliti kemudian dilakukan
dengan pencarian untuk mengidentifikasi semua jenis bahaya lalu dapat dikembangkan
menjadi sistem peringkat untuk mengukur derajat kesehatan dan keselamatan kerja di
perusahaan kemudian audit ulang perlu dilakukan untuk menilai perbaikan-perbaikan apa
saja yang telah dilakukan.
5. Pemeriksaan lingkungan, adalah lekukan berdasarkan pengukuran konsentrasi dan zat kimia
di atmosfer kemudian dia juga bersifat mengidentifikasi kemungkinan bahaya terhadap
kesehatan di tempat kerja.
6. Laporan kecelakaan, adalah laporan yang dilakukan atau dilaksanakan pasca terjadi
kecelakaan.
7. Laporan kecelakaan yang nyaris terjadi, laporan-laporan insiden dalam keadaan sedikit
berbeda akan menyebabkan kecelakaan.
8. Saran maupun kritik daripada karyawan.

Jenis-jenis Bahaya di Tempat Kerja


 Bahaya getaran
 Bahaya kimia
 Bahaya radiasi
 Bahaya pencahayaan
 Kebisingan

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Sistem manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang
meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan
sumber daya yang dibutuhkan dalam rangka pengendalian risiko guna menciptakan tempat kerja
yang aman, efisien dan produktif. SMK3 ini adalah sebuah sistem manajemen yang terintegrasi
dengan sistem manajemen perusahaan lainnya seperti sistem manajemen mutu dan lingkungan.

Manfaat daripada penerapan sistem manajemen K3 ini adalah mengurangi jam kerja yang
hilang akibat kecelakaan kerja, menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja,
menciptakan tempat kerja yang efisien produktif karena tenaga kerja merasa aman dalam
bekerja, meningkatkan image market terhadap perusahaan, menciptakan hubungan yang
harmonis bagi pekerja dan perusahaan, perawatan terhadap mesin dan peralatan sehingga alat
tersebut semakin lama dan tahan lama.

Prinsip Penerapan SMK3

1. Komitmen dan kebijakan mengenai SMK3 baik secara internal perusahaan maupun di
eksternal perusahaan seperti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai SMK3.
2. Perencanaan SMK3 meliputi daripada hasil analisis resiko, persyaratan hukum, rekaman
kecelakaan, hasil audit persyaratan internal perusahaan dan hasil investigasi.
3. Penerapan SMK3 di perusahaan.
4. Pengukuran secara objektif dari kinerja SMK3 yang telah berjalan melalui indikator K3.
5. Evaluasi SMK3 yang telah berjalan akan dicocokkan dengan perencanaan awal. Tindak lanjut
dari pada hasil evaluasi akan dilakukan untuk peninjauan ulang kembali dan peningkatan oleh
manajemen untuk selanjutnya dilaksanakan peningkatan secara berkelanjutan.

a) Tahap Persiapan, meliputi:


- Komitmen manajemen puncak
- Menentukan ruang lingkup
- Menetapkan cara penerapan
- Membentuk kelompok penerapan
- Menetapkan sumber daya yang diperlukan

b) Tahap Pengembangan dan Penerapan


- Menyatakan komitmen
- Menetapkan cara penetapan
- Membentuk kelompok kerja
- Menetapkan sumber daya yang diperlukan
- Kegiatan penyuluhan
- Peninjauan sistem
- Menyusun jadwal kegiatan
- Pengembangan sistem manajemen K3
- Penerapan sistem
- Proses sertifikasi

Kebijakan SMK3
1. Pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh pengusaha atau pengurus yang memuat
seluruh visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3.
2. Kebijakan K3 dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja
yang kemudian harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada semua tenaga kerja pemasok
dan pelanggan.
Bentuk komitmen:
 Mewujudkan organisasi K3
 Menyediakan anggaran
 Menyediakan tenaga kerja dibidang K3
 Melakukan koordinasi terhadap perencanaan K3
 Melakukan penilaian kerja dan melakukan tindak lanjut pelaksanaan K3

Pengelolaan Komunikasi
 Tujuan pengelolaan komunikasi adalah agar semua prosedur perusahaan memahami dan
mendukung sistem ini bagaimana mereka bisa mendukung jika mereka tidak paham
sehingga persepsi mereka berbeda-beda oleh karena itu perlu adanya pengelolaan
komunikasi yang tepat.
 Pertimbangan pengelolaan komunikasi:
- Kebijakan dan sasaran K3
- Dokumentasi SMK3 yang relevan
- Prosedur identifikasi bahaya penilaian dan pengendalian resiko
- Uraian jabatan
- Hasil tinjauan pekerja terkait dengan K3 dan juga kemudian program pelatihan.

Pengelolaan Operasi dan Evaluasi SMK3


Peraturan Menteri Tenaga Kerja tahun 1996:
1. Perancangan dan rekayasa
2. Tinjauan ulang kontrak
Pembelian artinya bahwa untuk investasi apapun itu harus terintegrasi dengan sistem penanganan
pencegahan resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Kuliah 3: Penyakit Akibat Kerja

Dr. H. Said Usman, S.Pd., M.Kes

Dasar hukum terkait dengan akibat kerja yaitu:

1. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


2. UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
3. UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
4. PP No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan
Jaminan Kematian
5. PERPRES RI No. 7 Tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja
6. Menteri Tenaga Kerja No. 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat
Kerja
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi No. 3 Tahun 1982 tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi No. 25 Tahun 2008 tentang Pedoman
Diagnosis dan Penilaian Cacat karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja
9. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 333 Tahun 1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan
Penyakit Akibat Kerja

Berdasarkan PERPRES No. 7 Tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit
yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja sedangkan penyakit terkait kerja yaitu
penyakit yang disebabkan oleh beberapa faktor penyebab dimana faktor pekerjaan dan atau
lingkungan kerja memberikan peranan bersama faktor lain dari luar tempat kerja dalam hal ini
faktor gabungan tersebut saling berpengaruh untuk mempermudah kejadian, kekambuhan dan
atau memperberat atau memperparah gangguan kesehatan ataupun kepada pekerja. Penyebabnya
sering terdiri dari beberapa faktor atau multifaktor.

Penyakit Akibat Kerja


 Ada causa di tempat kerja
 Disebabkan oleh pekerjaan dan atau lingkungan kerja
 Mendapatkan kompensasi BPJS tenaga kerja atau kompresibel contohnya tuli akibat
bising, pneumokoniosis, leukemia akibat benzen

Penyakit Terkait Kerja


 Ada trigger di tempat kerja
 Dicetuskan, dipermudah atau diperberat oleh pekerjaan atau lingkungan kerja
 Tidak mendapatkan kompensasi BPJS tenaga kerja atau non-kompresibel contohnya
penyakit asma dengan riwayat keluarga atau keturunan
Penyebab terjadinya penyakit akibat kerja tentunya ada faktor bahaya seperti fisika, kimia,
biologi, ergonomi, psikologi atau miss management K3 yang tidak baik sehingga bisa
menimbulkan penyakit akibat kerja.
PERPRES No. 7 Tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja. Dalam peraturan presiden ini
penyakit akibat kerja sudah dikelompokkan menjadi 4 jenis, yaitu:
a) Penyakit yang disebabkan pajanan faktor yang timbul dari aktivitas pekerjaan, meliputi
faktor fisika, faktor kimia dan faktor biologi
b) Penyakit berdasarkan sistem target, meliputi penyakit saluran pernafasan, penyakit kulit
c) Penyakit kanker akibat kerja
d) Penyakit spesifik lainnya

Kriteria umum penyakit akibat kerja antara lain adanya hubungan antara pajanan yang
spesifik dengan penyakit, ada fakta bahwa frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja
lebih tinggi daripada masyarakat umum, selanjutnya penyakit dapat dicegah dengan
melakukan tindakan preventif di tempat kerja. Penyakit akibat kerja berdasarkan keputusan
Menteri Tenaga Kerja No. 333 Tahun 1989 adalah ditemukan atau di diagnosa saat
pemeriksaan kesehatan berkala dan oleh dokter dengan dasar pemeriksaan klinis, pemeriksaan
kondisi lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja dengan pendekatan epidemiologis atau
komunitas yaitu untuk identifikasi hubungan kausa atau penyebab antara pajanan dan
penyakit diantaranya kekuatan asosiasi, konsistensi, spesifisitas, hubungan waktu dan
hubungan dosis.
Pendekatan klinis atau individu yaitu untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja antara
lain diagnosis klinis, pajanan yang dialami, hubungan pajanan, jumlah pajanan yang dialami,
peranan faktor individu, faktor lain diluar pekerjaan dan diagnosis penyakit akibat kerja atau
bukan penyakit akibat kerja. Tujuan dari diagnosis penyakit akibat kerja yaitu hak pekerja, dasar
terapi, membatasi kecacatan dan untuk melindungi pekerja lain.

Kuliah 4: Hygine dan Sanitasi Industri

Dr. Irwan Saputra, S.Kep., M.KM

Dasar hukum daripada Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964:


 Ruang lingkup sanitasi industri

- Adanya penyediaan air

- Tempat kerja

- Sanitasi makanan

- Pencegahan dan pembasmian vector

- Kelengkapan fasilitas sanitasi, pembuangan dan pengendalian limbah

 Sanitasi industri adalah upaya pencegahan penyakit melalui pengendalian faktor


lingkungan yang menjadi mata rantai dan penyakit yang berdampak pada keselamatan
dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja ataupun bagi orang lain
 Tujuan daripada sanitasi adalah agar setiap individu atau masyarakat berupaya untuk
mencegah penyakit dengan menitikberatkan kepada upaya kesehatan lingkungan
 Kata hygiene berasal dari pada bahasa Yunani artinya heathfull atau sehat yang apabila
kita menguraikan menjadi lebih panjang adalah sebuah upaya pencegahan penyakit
yang menitikberatkan kepada kesehatan individu atau subjek agar individu tetap sehat
 Tujuan daripada hygiene agar setiap individu atau masyarakat dapat berperilaku hidup
bersih dan sehat
Tuntutan Pasar

1. Aman

2. Tidak mudah terkontaminasi

3. Stabil dalam penyimpanan

4. Bernilai bergizi

5. Memenuhi standar

6. Hygienis

Lingkup Sanitasi dan Keamanan

 Perusahaan, karena perusahaan menggunakan sumber daya manusia sehingga segala


usaha yang akan dijalankan tidak boleh mengorbankan keselamatan dan kesehatan
manusia
 Keamanan

 Bangunan

 Peralatan

 Kebocoran selama proses

 Sanitasi dalam industri pangan

Intervensi yang harus dilakukan oleh perusahaan di dalam hal mencegah atau
mengurangi terpaparnya penyakit dari berbagai sisi:
 Perencanaan infrastruktur dan manajemen

 Penyediaan air bersih

 Pembuangan tinja dan air limbah

 Bagaimana sanitasi pembuangan sampahnya

 Drainase

 Pengendalian vector penyakit

 Penyediaan fasilitas pencucian untuk keperluan perorangan dan domestik

Sampah dibagi menjadi 2:

1. Garbage adalah sisa-sisa pengolahan ataupun sisa makanan yang telah membusuk

2. Rubies adalah bahan-bahan sisa pengolahan yang tidak membusuk

Pengelolaan Sampah

1. Pengolahan dan pengangkutan

2. Pemusnahan dan pengelolaan sampah

3. Dibakar
4. Dijadikan pupuk

5. Daur ulang

Sanitasi Pembuangan Air Limbah

Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga industri
maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat
yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup.

Prinsip Dasar Hygiene dan Sanitasi

1. Program hygiene dan sanitasi mencakup semua aspek produksi dan pengolahan
produk pangan
2. Program hygiene para pekerja

3. Program sanitasi mencakup daripada rumah tangga atau industri umum sampai dengan
penanganan limbah dan fasilitas umum

Syarat-syarat daripada bekerja:

• Setiap pekerja yang terjangkit penyakit menular tidak diperkenankan untuk bekerja

• Pekerja yang menderita luka terbuka terbakar dan infeksi bakteri lainnya tidak
diperkenankan bekerja di ruang pengolahan
• Pekerja wajib mencuci tangan dengan air bersih setelah dari kamar mandi atau WC

• Pekerja dilarang meludah di lingkungan pengolahan pangan

• Pekerja melakukan pemeriksaan umum atau berkala atau reguler setiap enam bulan
sekali

Kuliah 5: K3 di Laboratorium

Dr. Irwan Saputra, S.Kep., M.KM

Dasar hukum terkait K3 di laboratorium:

1. UU No. 1 Tahun 1970: keselamatan kerja


2. UU No. 36 Tahun 2009: kesehatan
3. UU No. 36 Tahun 2004: tenaga kesehatan
4. UU No. 44 Tahun 2009: rumah sakit
5. PP No. 27 Tahun 2002: pengelolaan limbah radioaktif
6. Keppres No. 22 Tahun 1993: penyakit yang timbul karena hubungan kerja
7. Permenkes No. 472 Tahun 1996: pengamanan bahan berbahaya bagi kesehatan
8. Permenaker No. 4 Tahun 1990: pemasangan APAR
9. Permenkes No. 66 Tahun 2016: K3RS
Secara filosofi K3 berupaya untuk menjamin keutuhan dan keselamatan tenaga kerja dan
manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat yang adil dan sejahtera.
Tujuannya secara umum adalah terciptanya lingkungan kerja yang aman dan sehat serta
produktif bagi pekerja, sehat bagi pasien pengunjung dan lingkungan sehingga proses pelayanan
di laboratorium berjalan baik, professional dan berkualitas.

Jenis dan Sumber Bahaya di Laboratorium

1. Physical hazards: panas, dingin, getaran, radiasi non-pengion dan pencahayaan


2. Chemical hazards: formaldehid, ethylene oxide, mercury, karbol fenol, sianida
3. Biological hazards: bakteri, jamur, virus, parasit
4. Ergonomic: posisi statis yang tidak berubah dalam waktu yang lama tetapi juga cukup
berbahaya atau dalam posisi membungkuk, berdiri atau duduk
5. Psikologikal hazards bisa terjadi secara psikologi dikarenakan kerja terlalu berat, padat,
crowding kemudian pekerjaan yang menumpuk, lembur dan lain-lain
6. Mechanical hazards: tertusuk jarum, tergores pecahan kaca dan lain-lain
7. Electrical hazards terjadi ketika tersengat listrik, hubungan arus pendek, kebakaran
kemudian listrik yang statis

Area Kegiatan K3 di Laboratorium

1. Kewaspadaan kebakaran

Teriakan kode merah tiga kali, tekan tombol alarm kebakaran, kenakan helm
keamanan yang warna merah kemudian evakuasi titik api dan panggil bantuan atau
hubungi security. Penggunaan APAR yang pertama secara umumnya adalah bersiap
dengan posisi kuda-kuda sehingga posisi kuat kemudian:
• Pegang tuwas dan tarik pin

• Arahkan nozzle ketika api dengan jarak lebih kurang dua sampai dengan tiga meter
jangan terlalu jauh juga jangan terlalu dekat
• Satukan tuwas

• Sapukan kanan dan kiri ke area titik api mengikuti arah angin

2. Keamanan lingkungan kerja

Pemeriksaan kesehatan bagi petugas medical control:

• Pemeriksaan awal

• Pemeriksan berkala

• Pemeriksaan khusus

3. Penanganan B3 bahan yang berbahaya

B3 adalah suatu zat yang atau bahan-bahan lain yang dapat membahayakan kesehatan atau
kelangsungan hidup manusia makhluk lain dan atau lingkungan hidup pada umumnya.
Alat penanganan tumpahan B3 atau spill kit adalah seperangkat alat yang digunakan untuk
menangani jika terjadi tumpahan baik berupa cairan tubuh pasien seperti darah, muntah,
urine, dahak atau bahan kimia lainnya agar tidak membahayakan pekerja dan lingkungan
sekitar. Tujuannya adalah sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk mencegah
infeksi pada layanan kesehatan dan mencegah dampak akibat tumpahan bahan kimia.

4. Penggunaan APD

Alat pelindung diri adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk
melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya
atau kecelakaan kerja yang paling sedikit digunakan melindungi tenaga kerja dan
merupakan cara terakhir untuk melindungi kemudian bisa merupakan satu-satunya pilihan
misalnya pada tempat-tempat yang memang mempunyai hingga infeksi tinggi seperti
laboratorium TB, laboratorium flu burung atau sekarang mungkin laboratorium covid.
• Syarat-syarat APD:

• Enak dan nyaman dipakai

• Tidak mengganggu aktivitas kerja

• Memberikan perlindungan efektif sesuai dengan jenis bahaya di tempat kerja

Dasar hukum UU No. 1 Tahun 1970

 Pasal 3 ayat 1 butir F: memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
 Pasal 9 ayat 1 butir C: pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap
tenaga kerja baru tentang APD bagi TK yang bersangkutan
 Pasal 12 butir B: dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga
kerja untuk memakai APD yang diwajibkan
 Pasal 14 butir C: pengurus diwajibkan menyediakan secara Cuma-Cuma APD yang
diwajibkan pada pekerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja
APD di laboratorium:

1. Masker
2. Gloves/handschoon
3. Jas kerja/jas lab
4. Sepatu tertutup

Identifikasi resiko dan pencegahannya


Pada umumnya kecelakaan di laboratorium dapat di bagi dalam 2 kelompok:
Kondisi bahaya (unsafe condition) Perbuatan berbahaya (unact condition)
 Mesin, peralatan  Kurang pengetahuan/keterampilan
 Lingkungan kerja  Cacat tubuh yang tidak terlihat
 Proses kerja  Kelelahan atau kelemahan daya tahan
 Sifat pekerjaan tubuh
 Cara kerja  Sikap atau perilaku kerja yang tidak baik
Beberapa contoh kecelakaan dan pengendaliannya
Kecelakaan Akibat Pengendalian
Tertusuk jarum Tertular virus hepatitis B, AIDS  Gunakan spuit sekali
pakai
 Melakukan recapping
sesuai SOP atau
gunakan destruction
clip
 Bekerja dibawah
pencahayaan yang
cukup
Terpapar bahan infeksius Tertular penyakit akibat virus,  Pengelolaan limbah
kuman patogen infeksius yang benar
 Melakukan pekerjaan
laboratorium sesuai
SOP
 Sterilisasi dan
desinfeksi tempat kerja,
peralatan dan sisa
bahan/spesimen dengan
benar
Terpapar bahan kimia Pusing, mual, muntah, sesak  Pengetahuan tentang
nafas MSDS
 Menggunakan APD
standard
 Hindari penggunaan
lensa kontak
Ergonomi Nyeri pinggang, leher  Gunakan sarana sesuai
anatomi tubuh
 Atur jarak pandang dan
sesuaikan dengan
ketinggiannya
 Hindari peralatan yang
tidak sesuai standard

Anda mungkin juga menyukai