Anda di halaman 1dari 16

3.1. ANALISIS KESELAMATAN KESEHATAN KERJA / K3.

3.1.1. DEFINISI.

Menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Keselamatan dan


Kesehatan Kerja Konstruksi (K3 Konstruksi) adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja pada pekerjaan konstruksi. K3 adalah Ketertiban, Kebersihan,
dan Keindahan, yang menjadi jargon pemeliharaan lingkungan tempat tinggal masyarakat. 
Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja memuat pengertian K3 dalam Pasal 1 ayat 2. Di situ
disebutkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan segala bentuk kegiatan yang
bertujuan memberikan jaminan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan tenaga kerja,
baik dari kecelakaan maupun penyakit sehubungan dengan aktivitas kerja.

Tujuan keselamatan kerja terdiri dari tiga, yaitu:

1. Melindungi keselamatan karyawan dalam melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan


hidup dan meningkatkan produktivitas nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Memelihara sumber produksi dan mengatur penggunaannya secara aman dan efisien.

Sementara tujuan kesehatan kerja terdiri dari empat, antara lain :

1. Menjaga serta meningkatkan kesehatan masyarakat pekerja di segala jenis lapangan


pekerjaan setinggi mungkin, baik dalam hal fisik maupun mental, serta kesejahteraan
sosial.
2. Mencegah terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja akibat keadaan atau
kondisi di lingkungan kerjanya, misalnya kecelakaan akibat kerja.
3. Memberikan perlindungan kepada para pekerja ketika melaksanakan pekerjaan dan
kemungkinan terjadinya bahaya karena faktor yang membahayakan kesehatan di tempat
kerja.
4. Menempatkan pekerja di suatu lingkungan pekerjaan berdasarkan kemampuan fisik dan
psikis pekerjaannya serta keterampilannya.
Penerapan K3 menurut PP No. 50 Tahun 2012 dilakukan melalui Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Penerapan Sistem Manajemen K3 bertujuan untuk:

1. Meningkatkan efektivitas kegiatan perlindungan K3, secara terstruktur, terencana, dan


terintegrasi.
2. Mengurangi dan menghindarkan risiko kecelakaan dan penyakit sehubungan dengan
aktivitas pekerjaan, dengan melibatkan seluruh unsur di tempat kerja.Menciptakan kea
3. manan dan kenyamanan lingkungan kerja, mewujudkan efisiensi, serta meningkatkan
produktivitas.

Capture PP Nomor 16 Pasal 54 Tahun 2021.


3.1.2. MANFAAT K3.

Penerapan K3 tidak hanya berlaku bagi para pekerja di internal perusahaan, tetapi juga terkait
dengan pengaruhnya terhadap lingkungan eksternal. Cakupannya pun cukup luas, meliputi
kesehatan fisik dan mental, serta sosial. Manfaat dari K3 yaitu sebagai berikut :

1. Di lingkungan internal perusahaan, karyawan dapat memahami bahaya dan risiko


pekerjaannya, mencegah terjadinya kecelakaan kerja, bertindak dalam situasi darurat,
serta melaksanakan hak dan kewajibannya berkaitan dengan peraturan K3. Tentunya,
penerapan tersebut juga akan bermanfaat secara personal. Mereka dapat tetap memiliki
penghasilan dan berkontribusi terhadap ekonomi keluarga. Selain itu, penerapan K3 juga
dapat menghindarkan dirinya dari penyakit yang mungkin terbawa dari lingkungan kerja.

2. Bagi perusahaan, penerapan K3 memungkinkan produktivitas tetap optimal dalam


berbagai keadaan. Secara finansial, K3 membantu mengurangi pengeluaran, terutama
untuk biaya kesehatan dan asuransi karyawan. Di samping itu, perusahaan juga akan
mendapatkan citra positif dari masyarakat. Dari pemerintah, karena penerapan K3
merupakan kewajiban yang telah diregulasi secara khusus. Atau dari masyarakat umum
yang akan memberikan kepercayaan lebih, bahkan penghargaan bagi perusahaan yang
menerapkan SMK3 dengan baik.

3. SMK3 juga bermanfaat luas bagi masyarakat dan negara. Perusahaan menjaga aktivitasnya,
sehingga turut memberikan keamanan dan kenyamanan bagi lingkungan sekitarnya. Para
karyawan pun dapat terus berkontribusi dengan baik di masyarakat. Perekonomian
keluarga tetap terjaga, wawasan tentang K3 pun dapat diterapkan di masyarakat.

4. Kesehatan dan keamanan lingkungan berdampak positif keberlangsungan hidup


masyarakat suatu negara. Perusahaan-perusahaan yang menerapkan SMK3 dengan baik
dapat berkontribusi dalam peningkatan perekonomian nasional. Tentu itu akan berdampak
besar bagi kemajuan, serta citra positif  negara di mata internasional.
3.1.3. SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) KONSTRUKSI.

Dalam rangka mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan kontruksi, maka penyelenggara


pekerjaan konstruksi wajib memenuhi syarat-syarat tentang keamanan, keselamatan, dan
kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi (K3 Konstruksi) adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada pekerjaan konstruksi.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum
(SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum) adalah bagian dari sistem manajemen organisasi
pelaksanaan pekerjaan konstruksi dalam rangka pengendalian risiko K3 pada setiap pekerjaan
konstruksi bidang Pekerjaan Umum.

Tujuan SMK3 konstruksi Bidang Pekerjaan Umum dapat diterapkan secara konsisten untuk:

1. Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana,


terukur, terstruktur dan terintegrasi.
2. Untuk dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
3. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman dan efisien, untuk mendorong
produktifitas.

SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum, meliputi:

1. Kebijakan K3.

Kebijakan yang ditetapkan harus mememenuhi ketentuan:

- Mencakup komitmen untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta
peningkatan berkelanjutan SMK3.
- Mencakup komitmen untuk mematuhi peraturan perundangundangan dan persyaratan
lain yang terkait dengan K3.
- Sebagai kerangka untuk menyusun sasaran K3.
- Kebijakan harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja, tamu dan semua
pihak yang terlibat dalam kegiatan konstruksi. Kebijakan K3 harus ditinjau ulang secara
berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut masih sesuai dengan perubahan
yang terjadi.
- Organisasi K3 dibentuk dengan Penanggungjawab K3 membawahi bidang-bidang yang
terintegrasi dengan struktur organisasi Perusahaan.

2. Perencanaan K3.

Penyusunan Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, Skala Prioritas, Pengendalian Risiko K3


dan Penanggung Jawab terhadap kegiatan-kegiatan konstruksi yang dilakukan. Pemenuhan
Perundang-undangan dan Persyaratan lainnya yang dipergunakan sebagai acuan dalam
pelaksanaan SMK3.

Sasaran umum adalah pencapaian Nihil Kecelakaan Kerja yang Fatal (Zero Fatal Accidents)
pada pekerjaan Konstruksi. Sasaran khusus yang disusun secara rinci guna terciptanya
sasaran umum dengan pelaksanaan Program-program.

Program K3 yang disusun harus mencantumkan sumber daya yang dipergunakan, jangka
waktu, indikator pencapaian, monitoring dan penanggungjawab serta biaya yang
dianggarkan.

3. Pengendalian Operasional.

Pengendalian operasional berupa prosedur kerja/petunjuk kerja, yang harus mencakup


seluruh upaya pengendalian, antara lain:

- Menunjuk Penanggung Jawab Kegiatan SMK3 yang dituangkan dalam Struktur


Organisasi K3 beserta Uraian Tugas.
- Upaya pengendalian berdasarkan lingkup pekerjaan.
- Prediksi dan rencana penanganan kondisi keadaan darurat tempat kerja.
- Program-program detail pelatihan sesuai pengendalian risiko.
- Sistem pertolongan pertama pada kecelakaan.
- Penyesuaian kebutuhan tingkat pengendalian risiko K3.

 
4. Pemeriksaan dan Evaluasi Kinerja K3.
Kegiatan pemeriksaan dan evaluasi kinerja K3 dilakukan mengacu pada kegiatan yang
dilaksanakan pada Pengendalian Operasional.

5. Tinjauan Ulang Kinerja K3.

Hasil pemeriksaan dan evaluasi kinerja K3 selanjutnya diklasifikasikan dengan kategori


sesuai dan tidak sesuai tolok ukur Sasaran dan Program K3. Hal-hal yang tidak sesuai,
termasuk bilamana terjadi kecelakaan kerja dilakukan peninjauan ulang untuk diambil
tindakan perbaikan.
3.1.4.PENERAPAN K3 PADA BANGUNAN GEDUNG.

Dalam penerapan K3 di sebuah proyek konstruksi diperlukan untuk memperhatikan beberapa


faktor dalam proses kinerja konstruksi. Bahkan saat pelaksanaannya harus diketahui dan
menerapkan beberapa prinsip kerja yang sesuai dengan K3. Dasar Ketentuan menurut
Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Permenaker No 5 Tahun 1996
tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Permenaker No 4 Tahun
1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). Inilah beberapa
faktor dan prinsip kerja yang wajib untuk diterapkan, antara lain :

1. Kelengkapan Administrasi.

Pada setiap pelaksanaan konstruksi, tentunya wajib untuk memiliki administrasi dan
bahkan harus sudah melengkapi surat-menyuratnya. Mulai dari pendaftaran proyek pada
departemen kerja setempat. Melakukan pendaftaran dan pembayaran untuk asuransi
tenaga kerja dan asuransi lainnya.  Kemudian memiliki surat izin dengan adanya
penggunaan jalan atau fasilitas umum lainnya. Selain itu, memiliki surat keterangan dalam
penggunaan alat berat. Dan bahkan wajib untuk memberitahukan kepada pemerintah dan
instansi setempat dengan adanya proses konstruksi. 
2. Menyusun Safety Plan.

Prinsip selanjutnya yang wajib Anda perhatikan adalah safety plan. Rencana tersebut
merupakan salah satu rencana dalam pelaksanaan K3. Yang mana bertujuan agar nantinya
sebuah proyek konstruksi tersebut dalam berjalan dengan lancar. Dan diharapkan dapat
aman dan tercegah dari adanya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.  Dengan
memperhatikan faktor tersebut dapat menciptakan sebuah produktivitas kinerja yang
sangat tinggi. Umumnya, safety plan ini meliputi pembukaan tentang gambaran proyek dan
pokok perhatian dalam K3. Kemudian ada risiko kecelakaan dan pencegahannya. Adanya
tata cara pengoperasian peralatan dengan baik dan yang terakhir adalah alamat instansi
terkait. 

3. Pelaksanaan dan Pelatihan K3.

Dasar Hukum menurut ketentuan  Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan


Kerja, Permenaker No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja dan Permenaker No 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (P2K3).

Untuk kegiatan K3 ini meliputi safety plan yang mana kerjasama akan terjalin dengan
instansi terkait. Selanjutnya untuk pengawasan K3 ini meliputi safety patrol, safety
supervisor, dan safety meeting. Yang mana setiap unsur tersebut mempunyai peranan dan
tugasnya masing-masing. 

Mulai dari mengawasi kegiatan dan pelaksanaan dalam proses konstruksi. Kemudian
mengendalikan proses berjalannya K3 dengan benar dan sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan. Dan yang terakhir adalah untuk membahas berbagai hasil laporan dari safety
patroli dan safety supervisor. 
4. Pemeriksaan di Lapangan.
- Tanda Rambu / Marka (Lintasan, Sirkulasi, Parkir, Kendaraan, Zona Hijau, dll).

Tidak ada rambu pemisah jalur.

Tidak ada rambu peruntukan kendaraan berat/sedang.

Tidak ada rambu pemisah parkir/lintasan.

Tidak ada rambu alur pejalan kaki/kendaraan.


Tidak ada rambu khusus parkir DAMKAR dekat Hydrant.

Tidak ada rambu pemisah sirkulasi pejalan kaki.

Tidak ada rambu pemisah parkir dan pejalan kaki.

Tidak ada rambu pemisah pejalan kaki/kendaraan berat.


Letak Hydrant terhalang parkir motor.

Tidak ada rambu pejalan kaki dan lintasan alat berat.

Tidak ada rambu lintasan dan tinggi railing rendah.

Tidak ada rambu dan penumpukan barang.


Sirkulasi jalan terhalang barang dan tidak ada rambu.

Letak rambu Titik kumpul yang kurang terlihat.

Extra Fan yang tidak berfungsi.

Rambu yang mulai pudar.


Tidak ada rambu arah pejalan kaki.

Jalur pejalan kaki terhalang distribusi barang.

Penumpukan motor yang tidak teratur.

Penumpukan barang&motor yang menghalangi


sirkulasi.
Kabel listrik melintas dekat dengan kepala manusia.

Hydrant yang terhalang aktifitas.

Kabel yang terbuka dan tidak rapih.

Railing tidak seluruhnya terpasang di pinggir tebing.

Tidak ada marka/rambu lintasan Forklift.


- Jumlah APAR menurut Ratio dan Maintenance.
Regulasi menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi PER-04-MEN-1980,
tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan. Dalam
kedua regulasi tersebut, Tabung Alat Pemadam Api Ringan sebaiknya diletakkan di tiap-
tiap area yang disekitarnya terdapat barang-barang yang bernilai dan yang terpenting
pada area tersebut memiliki potensi tingkat resiko kebakaran. Tetapi walaupun begitu,
sesuai dengan aturan dari kedua regulasi tersebut, peletakan tiap-tiap tabung Alat
Pemadam Api Ringan disesuaikan pada luasan area ataupun ruangan yang akan
diproteksi.

Untuk Ruang Elektrikal/Genset/Panel Listrik yang memiliki berskala kecil, cukup


menyediakan 1 unit tabung Alat Pemadam Api Ringan [APAR] berkapasitas 5 Kg atau 6,8
Kg jenis Clean Agent atau CO2 [Carbon Dioxide].
Untuk area Industri/Area Produksi/Gardu Listrik sangat berpotensi besar untuk
terjadinya kebakaran. Jika dilihat dari sisi pengoperasiannya, aktifitas arus listrik dan
panas yang terus menerus, sangat berpotensi besar untuk memicu terjadinya
kebakaran. Mengantisipasi hal tersebut, memang sudah seharusnya untuk menyediakan
sarana pencegahan dini dari bahaya kebakaran.

Untuk area Perkantoran/Koridor/Aula misalnya seperti untuk setiap luas ruangan


sekitar 200m2, harus disediakan 1 unit tabung Alat Pemadam Api Ringan [APAR]
berkapasitas 6 Kg jenis Clean Agent atau ABC Dry Chemical Powder. Dengan
jarak sekitar 15 meter. Ini berlaku untuk ruangan terbuka/ruangan terusan, seperti
koridor atau aula.

- Pengujian Sirine dan Fire Hydrant secara berkala.


Pengujian fire hydrant meliputi tekanan statis air yang sebenarnya, tekanan residual,
dan laju alir air dari fire hydrant. Selain itu, pengujian juga dilakukan untuk merancang
sistem fire sprinkler.

- Pemeriksaan dan Pengujian Hydrant Menurut NFPA.


Dalam melakukan pemeriksaan maupun uji hydrant, harus mengikuti NFPA 25, yang
mengatur tentang Standart Inspeksi, Testing dan Maintenance Fire Protection System
berbasis Air. Dalam penjabarannya untuk melakukan pemeriksaan dan uji fire hydrant
seperti langkah-langkah yang ada di bawah ini:

1. Koordinasikan dengan operator gedung atau tim K3 tempat fire hydrant berada saat
hendak mengaktifkan fire hydrant.
2. Selanjutnya, cek visual keadaan sekitar area.
3. Cek semua katup atau hydrant valve, pada umunya cek semua sambungan dan
sistem perpipaan. Buka tiap valve, lalu perhatikan kinerjanya. Jika ada gangguan
dalam kinerja valve, maka harus segera diganti dengan komponen baru. Cek juga
kondisi tutup valve dan juga lubrikasinya.
4. Selanjutnya pasang semua hydrant equipment seperti nozzle, hose dan yang lainnya
dan kondisikan untuk siap digunakan.
5. Setelah itu, aktifkan pompa hydrant dan alirkan air secara perlahan sampai ke posisi
buka penuh.
6. Periksa jika ada kebocoran pada instalasi fire hydrant saat air dialirkan dari pompa.
Jika ada kebocoran harus segera diperbaiki.
7. Cek juga kejernihan air yang keluar dari instalasi fire hydrant.
8. Selanjutnya, lakukan flushing untuk menghilangkan endapan pada instalasi fire
hydrant. Endapan harus dihilangkan karena dapat menahan laju pasokan air untuk
hydrant. Lalu tutup keran air secara perlahan agar tidak terjadi water hammer.
9. Setelah pemeriksaan dan pengujian hydrant selesai, segera dokumentasikan.

Anda mungkin juga menyukai