Anda di halaman 1dari 233

LAPORAN KAJIAN SLF

SPBU PT. JATIKAWI GROUP

2024
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan Laporan Kajian Sertifikat Laik Fungsi (SLF) pada SPBU Jatikawi Group
yang berlokasi di Jalan Lingkar Selatan Desa Cimahi Kecamatan Cicantayan Kabupaten
Sukabumi. Pemeriksaan SLF ini dilakukan meliputi 4 aspek yaitu aspek keselamatan,
aspek kesehatan, aspek kenyamanan dan aspek kemudahan yang dimana akan menjadi
kadar kelaikan bangunan apakah sesuai dengan standar teknis atau tidak sesuai. Jika tidak
sesuai maka akan ada perbaikan dengan batasan waktu yang sesuai dengan kesepakatan
antara pemilik gedung, pengkaji teknis dan pemerintah.

Mudah mudahan kajian ini akan bermanfaat bagi kelancaran proses pemenuhan
standar teknis dan pegangan pemilik gedung untuk acuan dalam masa pemanfaatan.
Terima kasih.

Sukabumi, 24 Februari 2024

Tim Konsultan

i|Page
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Daftar Isi

Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Gambar
Daftar Tabel

Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Maksud dan Tujuan 2
1.2.1 Maksud 2
1.2.2 Tujuan 2
1.3 Dasar Hukum 2
1.4 Tempat Pelaksanaan 4
1.5 Sistematika Pembahasan 4

Bab 2 Tinjauan Pustaka


2.1 Tinjauan Umum Bangunan Gedung 6
2.2 Pengertian tentang hal-hal yang berkaitan dengan keandalan bangunan 8
2.3 Tinjauan Pustaka 11
2.3.1 Tahapan / Proses Pembangunan Bangunan Gedung 11
2.3.2 Persyaratan Bangunan Teknis 11
2.4 Pendekatan Studi Literatur dan Alat Kerja 17
2.4.1 Pendekatan Arsitektur dan Kinerja Bangunan 17
2.4.2 Pendekatan Struktur 25
2.4.3 Pendekatan Utilitas Bangunan 42
2.4.4 Pendekatan Aspek Lingkungan 45
2.1 Pemeliharaan Bangunan 52
ii | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

2.2 Lingkup Pemeliharaan Bangunan 53


2.3 Pedoman Pemeliharaan Bangunan Gedung 54
2.4 Perencanaan Manajemen Pemeliharaan Gedung 56

Bab 3 Metodologi
3.1 Pemeriksaan Kelaikan Bangunan 58
3.2 Penyelenggaraan Bangunan Gedung 58
3.3 Tata Cara Penerbitan Sertifikat Laik Fungsi 61
3.4 Kegiatan yang akan dilaksananakan 74
3.5 Pengolahan Data dan Penentuan Kelaikan 76
3.6 Batasan Kegiatan 77
3.7 Indikator Keluaran 78
3.7.1 Indikator Keluaran Kualitatif 78
3.7.2 Indikator Keluaran Kuantitatif 79

Bab 4 Hasil dan Pembahasan


4.1 Pemeriksaan Persyaratan Administrasi Bangunan Gedung SPBU 80
4.1.1 Pemeriksaan Data Umum 80
4.2 Pemeriksaan Site dan Lingkungan 81
4.2.1 Pengelolaan Tapak 81
4.2.2 Pemeriksaan Tata Letak Tapak 82
4.2.3 Pemeriksaan Perkerasan Pada Sistem Proteksi Kebakaran 89
4.2.4 Tata Ruang Luar – Ruang Terbuka Hijau 94
4.2.5 Sistem Drainase Kawasan 96
4.2.6 Analisis Sumur Resapan 104
4.2.7 Pemeriksaan Peil Bangunan SPBU 107
4.2.8 Pemeriksaan Lereng Kawasan 108
4.3 Kajian Teknis Bangunan Gedung SPBU Jatikawi Group 109
4.3.1 Sistem Pompa Bensin pada SPBU Jatikawi Group 113
4.3.2 Tangki Pendam 115
4.3.3 Pipa Venting Tangki Pendam 118
4.3.4 Dispenser 120

iii | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

4.3.5 Remote Pump 122


4.3.6 Sambungan Pipa Ulir (Flens) 123
4.3.7 Area Parkir Mobil Tangki untuk Pembongkaran BBM 123
4.3.8 Lantai Kerja Sekitar Dispenser 125
4.3.9 Bangunan Penunjang SPBU Jatikawi Group 126
4.3.9.1 Kanopi 126
4.3.9.2 Bangunan Kantor dan Gerai 128
4.3.9.3 Mushala 130
4.3.9.4 Parit, Bak Kontrol, Selokan dan Galian 131
4.4 Pemeriksaan Aspek Keselamatan 134
4.4.1 Sistem Manajemen Keselamatan Migas (SMKM) 134
4.4.2 Pemeriksaan Pengujian dan Commisioning Instalasi SPBU 137
4.4.3 Pemeriksaan Ketersediaan Jalur Mitigasi Darurat 143
4.4.4 Pemeriksaan Kemampuan untuk Mendukung Beban Muatan (Struktur
Bangunan Gedung) 143
4.4.4.1 Pemeriksaan visual kondisi fisik struktur bangunan 143
4.4.4.2 Pengukuran Geometri 144
4.4.4.3 Pengujian Material 146
4.4.4.4 Review Analisa Struktur 149
4.4.5 Pemeriksaan Sistem Proteksi Kebakaran pada SPBU Jatikawi Group 161
4.4.6 Pemeriksaan Sistem Proteksi Petir 166
4.4.7 Instalasi Listrik 169
4.5 Pemeriksaan Aspek Kesehatan 176
4.5.1 Pemeriksaan Sistem Penghawaan dan Ventilasi (Tata Udara) 176
4.5.2 Pemeriksaan Sistem Pencahayaan 178
4.5.3 Pemeriksaan Sistem Tata Suara 180
4.5.4 Pemeriksaan Sistem Utilitas 182
4.5.4.1 Sistem Air Bersih 182
4.5.4.2 Sistem Air Kotor 183
4.5.4.3 Sistem Persampahan 187
4.6 Pemeriksaan Aspek Kenyamanan 189
4.6.1 Jumlah Okupansi 189
4.6.2 Suhu Kawasan 190
iv | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

4.6.3 Penerangan dan Komunikasi 191


4.6.4 Sistem Keamanan (Security System) 194
4.6.5 Sistem Kontrol Otomatisasi (BAS) 198
4.7 Pemeriksaan Aspek Kemudahan 198
4.7.1 Sirkulasi Kendaraan dan Manusia 204
4.7.2 Toilet 205
4.8 Kelaikan Bangunan 206
4.8.1 Pemeriksaan Penilaian Kelaikan Tata Bangunan Gedung 206
4.8.2 Penilaian Kelaikan Aspek Keselamatan 207
4.8.3 Penilaian Kelaikan Aspek Kesehatan 209
4.8.4 Penilaian Kelaikan Aspek Kenyamanan 210
4.8.5 Penilaian Kelaikan Aspek Kemudahan 211

Bab 5 Temuan dan Rekomendasi


5.1 Temuan dan Rekomendasi 218

v|Page
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Daftar Gambar

Gambar 2.1. Kegiatan Pra Rencana


Gambar 2.2. Kegiatan Perencanaan
Gambar 2.3. (a) Distance Meter, (b) Anemometer, (c) Light Meter, dan (d) Sound Level
Meter
Gambar 2.4. Garis Besar Langkah Perencanaan
Gambar 2.5. Diagnosa Kerusakan Pada Beton (a) Korosi Tulangan, (b) Susut Elastik, (c)
Serangan Sulfat, dan (d) Reaksi
Gambar 2.6. Hammer Test
Gambar 2.7. Alat Ukur Tang Meter
Gambar 2.8. Alat Ukur Mekanikal Elektrikal
Gambar 2.9. Pengelolaan Individual
Gambar 2.10. Pengelolaan Individu Pada Lingkungan Terbatas
Gambar 2.11. Pengelolaan Komunal
Gambar 2.12. Pengelolaan Sampah
Gambar 2.13. Work Breakdown Structure Komponen Pemeliharaan Bangunan Gedung
Gambar 3.1. Bagan Penyelenggaraan Bangunan Gedung Pada Umumnya
Gambar 3.2. Bagan Penyelenggaraan Bangunan Gedung Khusus
Gambar 3.3. Bagan Tata Cara Penertiban SLF untuk Bangunan Gedung Baru
Gambar 3.3. Bagan Tata Cara Penertiban SLF Bangunan Gedung yang Sudah Ada
(Eksisting) dan Memiliki IMB
Gambar 3.5. Bagan Tata Cara Penertiban SLF Bangunan Gedung yang Sudah Ada
(Eksisting) dan Belum Memiliki IMB
Gambar 3.6. Bagan Tata Cara Perpanjang SLF Bangunan Gedung
Gambar 3.7 Bagan Tata Cara Pemeriksaan Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung Baru
berupa Rumah Tinggal Tunggal dan Rumah Tinggal deret yang Dilakukan
vi | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Oleh Tim Teknis Perangkat Daerah Penyelenggara SLF.


Gambar 3.8 Bagan Tata Cara Pemeriksaan Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung yang
Sudah Ada (Eksisting) berupa Rumah Tinggal Tunggal dan Rumah Tinggal
Deret yang Telah Memiliki IMB Untuk Penerbitan SLF.
Gambar 3.9 Bagan Tata Cara Pemeriksaan Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung yang
Sudah Ada (Eksisting) berupa Rumah Tinggal Tunggal dan Rumah Tinggal
Deret yang Belum Memiliki IMB Untuk Penerbitan SLF
Gambar 3.10 Bagan Tata Cara Pemeriksaan Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung yang
Sudah Ada (Existing) berupa Rumah Tinggal Tunggal dan Rumah Tinggal
Deret untuk Perpanjangan SLF
Gambar 3.11 Bagan Tata Cara Pemeriksaan Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung yang
Sudah Ada (Eksisting) berupa Rumah Tinggal Tunggal dan Rumah Tinggal
Deret Pasca bencana
Gambar 4.1. Peta Deliniasi dan Administrasi Wilayah Kajian
Gambar 4.2. Peta pola ruang Kecamatan
Gambar 4.3. Peta Pola Ruang Wilayah Kajian
Gambar 4.4. Letak Site SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.5. Siteplan Eksisting SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.6. Area Parkir SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.7. Lokasi Area Parkir SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.8. Kebutuhan Hard Standing (HS)
Gambar 4.9. Ukuran Standar Tinggi, Ruang dan Jarak Bebas Area Proteksi Kebakaran
Gambar 4.10. Visual Hard Standing SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.11. Tikungan hard standing akses kebakaran SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.12. Lokasi Ruang Terbuka Hijau Pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.13. Ruang Terbuka Hijau pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.14. Darinase pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.15. Kurva IDF (Intensity Duration Frequency)
Gambar 4.16. Elevasi tertinggi pada kawasan SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.17. Bidang Gelincir Metode Bishop
Gambar 4.18. Sistem dalam SPBU
Gambar 4.19. Bangunan SPBU Jatikawi Group perspektif “Bird Eye Angle”
Gambar 4.20. Visual Tampak depan Bangunan SPBU Jatikawi Group
vii | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.21. Visual Tampak samping Bangunan SPBU Jatikawi Group


Gambar 4.22. Visual Tampak Belakang Bangunan SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.23. Zoning pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.24. Mesin Pompa Bensin Keseluruhan
Gambar 4.25. Nozzle
Gambar 4.26. Lokasi dan Visual tampak atas posisi tangki pendam
Gambar 4.27. Tangki Pendam pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.28. Klasifikasi area berbahaya pada Tangki Pendam SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.29 Lokasi dan Visual Pipa Venting
Gambar 4.30. Pipa Venting pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.31. Klasifikasi area berbahaya pada Pipa Venting Tangki Pendam SPBU
Jatikawi Group
Gambar 4.32. Klasifikasi area berbahaya pada Dispenser SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.33. Lokasi dan Visual Dispenser
Gambar 4.34. Klasifikasi area berbahaya pada Remote Pump SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.35. Skema Pemipaan bahan bakar pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.36. Klasifikasi area berbahaya pada area parkir mobil tangki SPBU
Gambar 4.37. Klasifikasi area berbahaya pada area parkir mobil tangki SPBU
Gambar 4.38. Lokasi dan Visual Lantai kerja sekitar Dispenser
Gambar 4.39. Lokasi Kanopi pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.40. Visual Kanopi SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.41. Denah Kanopi SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.42. Zonasi Bangunan Kantor dan Gerai lantai 1 dan 2 SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.43. Pedestrian pada bangunan kantor dan gerai SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.44. Jendela dan Plafond bangunan kantor dan gerai SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.45. Ketinggian bangunan kantor dan gerai SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.46. Zonasi Mushala SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.47. Kusen dan jendela bangunan mushala SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.48. Oil Catcher pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.49. Selokan dan bak kontrol di tanam pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.50. Rambu-rambu pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.51. Tes Commisioning SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.52. OSS Sistem Pertamina Tes Commisioning SPBU Jatikawi Group
viii | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.53. Berita Acara Serah Terima Pekerjaan Pemasangan ATG dan Pos system
Gambar 4.54. Pintu sirkulasi dan evakuasi pada Bangunan SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.55. Koridor Jalur Evakuasi Bangunan SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.56. Jalur Evakuasi Bangunan Penunjang lantai 1 pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.57. Jalur Evakuasi Bangunan Penunjang lantai 2 pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.58. Jalur Evakuasi Bangunan Mushala pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.59. Denah Jalur Evakuasi Bangunan SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.60. Data eksisting dan pengukuran geometri struktur kanopi
Gambar 4.61. Data eksisting dan pengukuran geometri bangunan gerai
Gambar 4.63. 3D View Dimensi dan Pemodelan Struktur
Gambar 4.64. P-M Rasio
Gambar 4.65. Deformasi Struktur
Gambar 4.65. Reaksi Perletakan
Gambar 4.66. 3D View Dimensi dan Pemodelan Struktur
Gambar 4.67. P-M Rasio
Gambar 4.68. Deformasi Struktur
Gambar 4.69. Reaksi Perletakan
Gambar 4.70. Denah APAR pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.72. Visual Kondisi APAR pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.73. Kondisi Panel Alarm SPBU Jatikawi
Gambar 4.74. Berita acara pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran SPBU Jatikawi
Gambar 4.75. Radius proteksi petir pada SPBU Jatikawi
Gambar 4.76. Instalasi Penangkal Petir SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.77. Berita acara pengukuran tahanan pentanahan SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.78. Dokumentasi Pengujian Grounding SPBU DODO PT. Jatikawi Group
Gambar 4.79. Panel LVMDP dan Meter KWH pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.80. Alat pengujian elektrikal
Gambar 4.81. Lampiran Sertifikat Laik Operasi Listrik SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.82. Single Line Diagram dan Kebutuhan Daya SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.83. Penghawaan alami pada bangunan mushala dan kantor pengelola
Gambar 4.84. Jenis AC Direct Cooling
Gambar 4.85. Tata Udara Bangunan Penunjang
Gambar 4.86. Pencahayaan Pencahayaan Alami (Fasad Transparan) dan Buatan
ix | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.87. Pengecekan dan Pencahayaan Bangunan Kanopi


Gambar 4.88. Ruang penyimpanan sistem pengendali tata suara
Gambar 4.89. Turn air bersih pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.90. Pola Jaringan Distribusi Limbah Padat
Gambar 4.91. Bio Septictank pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.92. Pola Jaringan Distribusi Limbah Cair
Gambar 4.93. Pola Jaringan Distribusi Air Hujan
Gambar 4.94. Pipa tegak talang air hujan
Gambar 4.95. Biopori pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.96. Tempat sampah pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.97. Tempat sampah pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.98. Ruang Kontrol pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.99. Penerangan pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.100. Denah Penerangan pada SPBU Jatikawi Group
Gambar 4.101. Jenis CCTV
Gambar 4.101. Denah CCTV dan ATG pada SPBU Jatikawi Grup
Gambar 4.102. Visual penempatan CCTV dan ATG pada SPBU Jatikawi Grup
Gambar 4.102. Model rancangan sistem monitoring pengendalian BBM
Gambar 4.103. Kabinet SFCU
Gambar 4.104. Unit kontrol
Gambar 4.104. Server Lokal
Gambar 4.105. 3G Router
Gambar 4.106. Kabinet SFCU
Gambar 4.107. PC Lokal
Gambar 4.108. Human Machine Interface (HMI)
Gambar 4.109. Commverter dan Pump Interface
Gambar 4.110. Thermal Printer
Gambar 4.111. RFID tag & Nozzle reader
Gambar 4.112. Posisi Nozzle reader saat membaca data dari RFID tag
Gambar 4.113. Master Wireless Gateway Terminal
Gambar 4.114. Visual BAS pada SPBU Jatikawi
Gambar 4.115. Denah Aksesibilitas pada SPBU Jatikawi
Gambar 4.116. Visual Toliet SPBU Jatikawi Group
x|Page
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Daftar Tabel

Tabel 2.1. Batas-batas penerimaan (limit of acceptability)


Tabel 2.2. Indikator Pengumpulan Data
Tabel 2.3. Lingkup Pekerjaan (Waktu Pelaksanaan Berdasarkan Lingkup Pekerjaan)
Tabel 2.4. Lingkup Pekerjaan (Waktu Pelaksanaan Berdasarkan Lingkup Pekerjaan)
Tabel 2.5. Diagnosis Kerusakan yang Terjadi Pada Beton
Tabel 2.6. Diagnosis Hammer Test
Tabel 2.7. Klasifikasi Penggunaan Lift
Tabel 2.8. Batas Nilai Parimeter Yang
Tabel 2.9. Persyaratan Kualitas Air Minum (Sumber: SK Menkes No. 907 Tahun 2002)
Tabel 2.10. Standar Pemeliharaan Bangunan Gedung
Tabel 4.1 Pemeriksaan Data Umum
Tabel 4.2. Kesesuaian lahan SPBU Jatikawi Group
Tabel 4.3. Data Tenaga Kerja SPBU Jatikawi Group
Tabel 4.4. Luasan Lahan yang tersedia untuk parkir di SPBU Jatikawi Group
Tabel 4.5. Panjang Minimal Akses Proteksi Kebakaran
Tabel 4.6. Tata Guna Lahan Kawasan Daerah Pengaliran
Tabel 4.7. Curah Hujan Maksimum STA. Ciraden Kabupaten Sukabumi
Tabel 4.8. Rekapitulasi Curah Hujan Rancangan Distribusi Sebaran Curah Hujan
Tabel 4.9. Parameter Pemilihan Jenis Distribusi Sebaran Curah Hujan
Tabel 4.10. Hujan Rancangan Berbagai Periode Ulang
Tabel 4.11. Intensitas Curah Hujan
Tabel 4.18. Perhitungan Koefisien Pengaliran
Tabel 4.12. Debit Banjir
Tabel 4.13. Review dimensi saluran persegi
Tabel 4.14. Tabel harga c sebelum ada sumur resapan
xi | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 4.15. Tabel harga C sesudah ada sumur respan


Tabel 4.16. Elevasi hasil survei
Tabel 4.17. Safety Factor untuk lereng kawasan
Tabel 4.18. Lahan dan bangunan menurut IMB
Tabel 4.19. Batasan zona pada tangki pendam
Tabel 4.20 Penjelasan pada Pipa Venting Tangki Pendam SPBU Jatikawi Group
Tabel 4.21 Penjelasan pada Dispenser SPBU Jatikawi Group
Tabel 4.22 Penjelasan pada Remote Pump SPBU Jatikawi Group
Tabel 4.23 Penjelasan pada Pipa sambungan ulir atau flens diatas tanah SPBU Jatikawi
Group
Tabel 4.24 Penjelasan pada area parkir mobil tangki tanah SPBU Jatikawi Group
Tabel 4.25 Penjelasan pada lantai kerja di sekitar Dispenser SPBU Jatikawi Group
Tabel 4.26 Penjelasan pada Parit, Bak Kontrol, Selokan dan Galian SPBU Jatikawi Group
Tabel 4.27. Hasil pengamatan visual pada struktur kanopi dan Gerai SPBU Jatikawi Group
Tabel 4.28. Hasil pengamatan visual pada struktur Kanopi SPBU Jatikawi Group
Tabel 4.29. Hasil pengamatan visual pada bangunan gerai SPBU Jatikawi Group
Tabel 4.30. Hasil uji beton dengan Hammer Test pada Rigid Pavement
Tabel 4.31. Hasil uji beton dengan Hammer Test pada Kolom Bangunan Penunjang
Tabel 4.32. Rekapitulasi hasil dengan Hammer Test pada bangunan SPBU Jatikawi
Tabel 4.33. Beban Mati
Tabel 4.34. Faktor Keutamaan Gempa
Tabel 4.35. Kategori Risiko Gempa
Tabel 4.36. Reaksi Perletakan
Tabel 4.37. Reaksi Perletakan
Tabel 4.38. Hasil Pemeriksaan Infrared Thermography Bangunan SPBU Jatikawi
Tabel 4.39. Hasil Rata-Rata Pengecekan Pencahayaan Bangunan Kanopi.
Tabel 4.40. Hasil Rata-Rata Pengecekan Pencahayaan Bangunan Penunjang
Tabel 4.41. Hasil Rata-Rata Pengecekan Pencahayaan Kawasan SPBU
Tabel 4.42. Batas Okupansi
Tabel 4.43. Hasil Rata-Rata Pengecekan Suhu dan kebisingan pada area kanopi
Tabel 4.44. Hasil Rata-Rata Pengecekan Suhu dan kebisingan pada area bangunan
penunjang
Tabel 4.45. Penilaian Kesesuaian Tata Bangunan Gedung
xii | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 4.46. Penilaian Aspek Keselamatan


Tabel 4.47. Penilaian Aspek Kesehatan
Tabel 4.48. Penilaian Aspek Kenyamanan
Tabel 4.49. Penilaian Aspek Kemudahan

xiii | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Kasus kebakaran atau kecelakaan di SPBU masih sering terjadi, tercatat selama tiga
tahun terakhir (tahun 2016 s.d. 2023) ratusan kasus kejadian yang mengakibatkan kerugian
baik bagi pengusaha maupun terhadap konsumen dan masyarakat. Banyak upaya pencegahan
yang sudah dilakukan Pemerintah maupun pihak Badan Usaha. Dari analisis hasil audit dan
investigasi selama ini, berbagai kejadian di SPBU disebabkan oleh beberapa faktor seperti
aspek manusia (lack of skill, culture, competence), kelemahan rancang bangun (lack of
engineering) seperti desain peralatan, instalasi, tata letak, perpipaan dan lainnya. Disamping
itu, ditemukan juga kelemahan dalam pengelolaan keselamatan (lack of safety management
system) seperti penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Migas (SMKM) dan lainnya.
Dalam upaya untuk meningkatkan pemahaman serta untuk membantu badan usaha dan
pengelola SPBU dalam menerapkan Keselamatan Pada Permen No. 27 tahun 2018
Pemerintah mensyaratkan pemberlakuan Sertifikat Laik Fungsi Gedung (SLF) bagi setiap
bangunan SPBU yang telah selesai dibangun sebagai syarat untuk bangunan gedung tersebut
dapat dimanfaatkan. Pemberlakuaan SLF tersebut bertujuan untuk terwujudnya bangunan
gedung SPBU yang fungsional dan andal. Namun saat ini, hampir semua bangunan belum
sesuai dengan kaidah bangunan konstruksi yang benar seperti yang diatur dalam Undang –
Undang (UU) Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Dalam undang-undang
tersebut, disebutkan bahwa setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan
administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung tersebut.
Persyaratan administratif tersebut meliputi persyaratan status hak atas tanah, status
kepemilikan bangunan gedung dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis
meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. Keandalan
bangunan diperlukan untuk menjamin keselamatan pengguna bangunan, sedangkan kelaikan
bangunan akan menjamin kenyamanan pada pengguna bangunan. Bangunan yang tidak
memiliki SLF tentu dianggap sebagai bangunan yang ilegal karena belum mengantongi izin
1|Page
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

untuk beroperasi. Gedung yang tidak memiliki SLF tidak hanya dapat membahayakan
keselamatan penghuni dan lingkungannya, tetapi juga akan dibayang-bayangi dengan sanksi
administrasi yang sudah menunggu. Untuk itu dalam rangka pemenuhan standar teknis dan
administrasi dan ketaatan terhadap hukum maka SPBU Jatikawi Group Kabupaten Sukabumi
on progres dalam melakukan kajian SLF dan akan menjadi pioneer dan contoh untuk SPBU
lainnya agar pentingnya keandalan bangunan menjadi prioritas pemilik SPBU untuk
mentaatinya.

1.2 Maksud dan Tujuan


1.2.1 Maksud
Maksud dari kegiatan Pemeriksaan Kelaikan Bangunan Gedung SPBU Jatikawi
Group yaitu untuk melakukan pemeriksaan awal terhadap persyaratan administrasi maupun
teknis kelaikan bangunan gedung, untuk selanjutnya dapat ditindak lanjuti oleh Pemerintah
Kabupaten Sukabumi dan Dirjen Migas dalam melakukan Pemeriksaan kelaikan bangunan
SPBU yang lebih lengkap.

1.2.2. Tujuan
Tujuan dari kegiatan SLF ini yaitu :
1. Mewujudkan Bangunan Sesuai Fungsinya
2. Memberikan Kepastian Hukum
3. Meningkatkan Kenyamanan bagi para penghuninya
4. Terlaksananya pemeriksaan kelaikan bangunan gedung SPBU, pengamatan visual,
ditinjau dari persyaratan administrasi teknis.
5. Terindikasikannya tingkat kelaikan dan rekomendasi upaya perbaikan dalam rangka
penerbitan Sertifikat Laik Fungsi.
6. Terciptanya bangunan gedung yang layak sesuai yang diamanatkan dalam Undang-
undang Cipta Kerja No. 11 tahun 2020, UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung dan sesuai dengan peraturan pelaksanaannya PP. No. 36 Tahun 2005 di daerah.

1.3 Dasar Hukum


Dasar hukum dari kajian ini adalah:
a. Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Keselamatan Minyak dan Gas
b. Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung menyatakan bahwa
2|Page
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk :


 Mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan
gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;
 Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin kelaikan
teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan
kemudahan;
 Mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
c. UU Cipta Kerja Omni Bus Law No. 11 Tahun 2020
 Pasal 23, Pasal 24, Pasal 37 Tentang Persetujuan Gedung dan SLF
 Pasal 44 dan 45 tentang Sanksi Administrasi Pembekuan Pencabutan SLF.
 Pasal 69 tentang Sanksi tidak sesuai pemanfaatan ruang.
d. PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 Tahun
2005 tentang Bangunan Gedung, Pasal 16 ayat (1) menyatakan bahwa kelaikan
bangunan gedung adalah keadaan bangunan gedung yang memenuhi persyaratan
keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bangunan gedung sesuai dengan
kebutuhan fungsi yang telah ditetapkan.
e. PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 Tahun
2005 tentang Bangunan Gedung, Pasal 119 dengan berlakunya peraturan ini maka
dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) tahun bangunan gedung yang telah didirikan
sebelum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah ini wajib memiliki sertifikat laik fungsi.
f. Memperhatikan hal tersebut di atas serta yang diisyaratkan dalam UU No. 28 Tahun
2002 dan PP No. 36 Tahun 2005 perlu dilakukan tindak lanjut kondisi tersebut, dalam
bentuk pemeriksaan kelaikan bangunan gedung untuk mengetahui, tingkat kelaikan
sebagai dasar alat pertimbangan lebih lanjut dalam menerbitkan Sertifikat Laik Fungsi
bangunan gedung oleh Pemerintah Kota/Kabupaten.
g. PP No. 16 Tahun 2021:
 Pasal 27 tentang Ketentuan Kehandalan Bangunan Gedung
 Pasal 66 Tentang Klasifikasi Kerusakan Bangunan Gedung dan Tingkat
Kerusakannya.
 Pasal 213 Tentang Ketidaksesuaian Gambar dan Layaknya Bangunan Gedung
menjadi permohonan perubahan PBG.
 Pasal 297 Tentang Perpanjangan SLF
 Pasal 313 Tentang Pengawasan Pemantauan SLF-1

3|Page
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

h. Permen PU No. 24/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Pemeliharaan dan Perawatan


Bangunan Gedung.
i. Permen PU NO. 25/PRT/2007 Tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan
Gedung.
j. Permen PUPR No. 11/PRT/M/2018 Tentang Tim Ahli Bangunan Gedung, Pengkaji
Teknis dan Penilik Bangunan.
k. Permen PUPR No. 19/PRT/M/2018 Tentang Penyelenggaraan Izin Mendirikan
Bangunan Gedung dan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung Melalui Pelayanan
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.
l. Permen PUPR No. 22/PRT/M/2018 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
m. Keputusan Dirjen Migas No. 0289.K/18/DJM.T/2018 tentang Pedoman Teknis
Keselamatan Peralatan dan Instalasi serta Pengoperasian Instalasi SPBU.

1.4 Tempat Pelaksanaan


Kegiatan Pemeriksaan Kelaikan Gedung ini dilaksanakan di SPBU Jatikawi Group yang
beralamat di Kampung Cibolang Blok Jalur RT. 001/001 Desa Cimahi Kecamatan Cicantayan
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

1.5 Sistematika Pembahasan


Sistematika penyusunan Laporan Pemeriksaan Kelaikan Bangunan Gedung SPBU
Jatikawi Group ini disusun menjadi 5 bab yang berisikan sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab 1 ini dibahas tentang latar belakang, maksud dan tujuan, tempat pelaksanaan dan
sistematika pembahasan.

BAB 2 STUDI PUSTAKA


Pada bab 2 akan dibahas tentang dasar-dasar teori tentang keandalan dan kelaikan bangunan,
proses dan alur perencanaan bangunan, pelaksanaan pembangunan dan pemeliharaan
bangunan.

BAB 3 METODOLOGI PELAKSANAAN PEKERJAAN


Pada bab 3 akan dibahas tentang metodologi pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan kelaikan
4|Page
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

gedung, kegiatan yang akan dilakukan, indikator keluaran.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada bab 4 akan dibahas mengenai hasil pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap
bangunan gedung SPBU Jatikawi Group berdasarkan data lahan dan dokumen data umum
yang menjadi kelengkapan dan ijin-ijin perusahaan dan rekomendasi berdirinya perusahaan,
kajian berdasarkan data eksisiting, gambar-gambar dan visual, analisis perhitungan dan
kesesuaian yang akan menjadi sumber penilaian dari aspek keselamatan, kesehatan,
kemudahaan dan kenyamanan, pembahasan hasil survei dan penilaian kelaikan bangunan
berdasarkan hasil survei lapangan dan okupansi.

BAB 5 TEMUAN DAN REKOMENDASI


Pada bab 5 akan dibahas mengenai temuan dilapangan, simpulan dan rekomendasi terhadap
hasil survei dan analisa, rekomendasi dinas teknis.

5|Page
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Bab 2 Tinjauan Pustaka


2.1 Tinjauan Umum Bangunan Gedung
Pengertian bangunan dalam arti gedung menurut PP No. 36 tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang Undang No 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung adalah
wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian
atau seluruhnya berada di atas dan atau di dalam tanah atau air, yang berfungsi sebagai tempat
manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan,
kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
Klasifikasinya Gedung yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah ini adalah:
a. Klasifikasi gedung berdasarkan tingkat kompleksitas terdiri dari
1. Bangunan gedung sederhana
2. Bangunan gedung tidak sederhana
3. Bangunan gedung khusus
b. Klasifikasi gedung berdasarkan tingkat permanensi
1. Bangunan gedung permanen
2. Bangunan gedung semi permanen
3. Bangunan gedung darurat/sementara
c. Klasifikasi gedung berdasarkan tingkat resiko kebakaran
1. Bangunan gedung tingkat resiko kebakaran tinggi
2. Bangunan gedung tingkat resiko kebakaran sedang
3. Bangunan gedung tingkat resiko kebakaran rendah
d. Klasifikasi gedung berdasarkan zonasi gempa meliputi tingkat zonasi gempa yang
ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
e. Klasifikasi gedung berdasarkan lokasi
1. Bangunan gedung di lokasi padat
2. Bangunan gedung di lokasi sedang
3. Bangunan gedung di lokasi renggang
1|Page
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

f. Klasifikasi gedung berdasarkan ketinggian


1. Bangunan gedung bertingkat tinggi
2. Bangunan gedung bertingkat sedang
3. Bangunan gedung bertingkat rendah
g. Klasifikasi gedung berdasarkan kepemilikan
1. Bangunan gedung milik Negara
2. Bangunan gedung milik badan usaha
3. Bangunan gedung milik perorangan
Dalam PP ini juga dijelaskan tentang penetapan fungsi bangunan gedung yaitu:
1. Fungsi hunian
Mempunyai fungsi utama sebagai tempat tinggal manusia
2. Fungsi keagamaan
Mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan ibadah
3. Fungsi usaha
Mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan usaha, seperti
gedung perkantoran, gedung perdagangan dan lain sebagainya.
4. Fungsi sosial dan budaya
Mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan sosial dan budaya.
5. Fungsi khusus
Mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan yang mempunyai
tingkat kerahasiaan tinggi tingkat nasional atau yang penyelenggaraannya dapat
membahayakan masyarakat di sekitarnya dan atau mempunyai resiko tinggi.
Fungsi bangunan gedung menurut PERMEN PU No. 29/PRT/2006 tentang persyaratan
Teknis Bangunan Gedung adalah :
a) Fungsi hunian merupakan bangunan gedung dengan fungsi utama sebagai tempat
manusia tinggal yang berupa :
- Bangunan hunian tunggal.
- Bangunan hunian jamak.
- Bangunan hunian campuran.
- Bangunan hunian sementara.
b) Fungsi keagamaan merupakan bangunan gedung dengan fungsi utama sebagai
tempat manusia melakukan ibadah yang berupa :
- Bangunan masjid termasuk mushola.

2|Page
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

- Bangunan gereja termasuk kapel.


- Bangunan pura.
- Bangunan vihara.
- Bangunan kelenteng.

c) Fungsi usaha merupakan bangunan gedung dengan fungsi utama sebagai tempat
manusia melakukan kegiatan usaha yang terdiri dari :
- Bangunan perkantoran.
- Bangunan perdagangan.
- Bangunan perindustrian.
- Bangunan perhotelan.
- Bangunan wisata dan rekreasi.
- Bangunan terminal.
- Bangunan tempat penyimpanan.

d) Fungsi sosial budaya merupakan bangunan gedung dengan fungsi utama sebagai
tempat manusia melakukan kegiatan sosial dan budaya :
- Bangunan pelayanan pendidikan.
- Bangunan pelayanan kesehatan.
- Bangunan kebudayaan.
- Bangunan laboratorium.
- Bangunan pelayanan umum.

e) Fungsi khusus merupakan bangunan gedung dengan fungsi utama yang


mempunyai
- Tingkat kerahasiaan tinggi.
- Tingkat resiko bahaya tinggi.

2.1.2 Pengertian tentang hal-hal yang berkaitan dengan keandalan


bangunan
Bagian-bagian dari keandalan bangunan yaitu:
a. Keandalan Bangunan
Keandalan adalah tingkat kesempurnaan kondisi bangunan dan perlengkapannya, yang
menjamin keselamatan, fungsi, dan kenyamanan suatu bangunan gedung dan
lingkungannya selama masa pakai gedung tersebut.

3|Page
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Keandalan Bangunan Gedung adalah keadaan bangunan gedung yang memenuhi


persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan bangunan gedung
sesuai dengan kebutuhan fungsi yang ditetapkan.

Keandalan bangunan merupakan sebuah tolok ukur bagaimana sebuah bangunan gedung
telah teruji secara teknis memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Persyaratan teknis bangunan diatur dalam PERMEN PU No. 29 TAHUN 2006 tentang
Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung. Peraturan tersebut merupakan dasar
hukum dari persyaratan teknis yang harus dimiliki sebuah bangunan gedung.
b. Kelaikan Bangunan
Laik menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah memenuhi persyaratan yang
ditentukan atau yang harus ada. Jadi bisa dikatakan kelaikan adalah keadaan yang
memenuhi persyaratan yang ditentukan atau yang harus ada. Sedangkan kelaikan
bangunan adalah keadaan bangunan yang harus memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan dalam hal ini ditentukan oleh pemerintah.
Kelaikan bangunan adalah suatu ukuran dimana bangunan tersebut dapat digunakan
secara aman dan nyaman atau tidak. Kelaikan bangunan sangat mutlak diperlukan dalam
penyelenggaraan bangunan. Menurut PP No. 36 TAHUN 2005 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang Undang No 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung dijelaskan
bangunan haruslah laik fungsi. Yang dimaksud laik fungsi dalam PP ini adalah suatu
kondisi bangunan gedung yang memenuhi persyaratan administrative dan persyaratan
teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung yang ditetapkan.
c. Pedoman Teknis
Pedoman teknis adalah acuan teknis yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari
Peraturan Pemerintah dalam bentuk ketentuan teknis penyelenggaraan bangunan gedung.
d. Standar Teknis
Standar teknis adalah standar yang dibakukan sebagai standar tata cara, standar
spesifikasi, dan standar metode uji baik berupa Standar Nasional Indonesia maupun
standar internasional yang diberlakukan dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
e. Pemilik bangunan gedung
Pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau
perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung.

f. Pengguna bangunan gedung


Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung dan/atau bukan pemilik
4|Page
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

bangunan gedung berdasarkan kesepakatan dengan pemilik bangunan gedung, yang


menggunakan dan/atau mengelola bangunan gedung atau bagian bangunan gedung sesuai
dengan fungsi yang ditetapkan.
g. Bangunan gedung
Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan
tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan atau di dalam tanah
atau di air yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk
hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial budaya
maupun kegiatan khusus.
h. Keselamatan gedung
Keselamatan gedung adalah kondisi yang menjamin terwujudnya kondisi aman dan
tercegahnya kondisi yang dapat menimbulkan bahaya/bencana terhadap gedung dan
seluruh isinya/penghuninya beserta perlengkapan dan lingkungannya. Kondisi berbahaya
tersebut antara lain disebabkan oleh:
1. Kegagalan struktur yang dapat diikuti oleh runtuhnya sebagian atau seluruh gedung.
2. Tidak tersedia / tidak berfungsinya sistem pencegah / pemadam kebakaran.
3. Tidak tersedia / tidak berfungsinya perlengkapan dan atau system penyelamat di
dalam dan di luar gedung untuk melancarkan upaya penyelamatan orang dan barang
berharga dalam keadaan darurat.
4. Akibat bencana alam, seperti angin kencang, gempa, tanah longsor, dan sebagainya.
i. Struktur Bangunan Gedung
Struktur Bangunan Gedung adalah bagian dari bangunan yang tersusun dari komponen
struktur yang dapat bekerja sama secara satu kesatuan sehingga mampu berfungsi
menjamin kekuatan, kekakuan, stabilitas, keselamatan dan kenyamanan gedung terhadap
segala macam beban dan terhadap bahaya lain dari kondisi sekitarnya.

j. Utilitas
Utilitas adalah perlengkapan dalam bangunan gedung yang digunakan untuk menunjang
fungsi gedung dan tercapainya unsur – unsur kenyamanan, kesehatan, keselamatan,
komunikasi dan mobilitas di dalam bangunan tersebut.
k. Arsitektural
Arsitektural adalah mutu hasil perencanaan dan pengerjaan dari suatu gedung, yang
meliputi aspek-aspek:
1. Estetika bangunan dan penyelesaian (finishing).
5|Page
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

2. Bentuk dan dimensi serta kesesuaian organisasi ruang, sirkulasi dalam bangunan,
hubungan antar ruang, kondisi eksterior dan interior gedung yang dapat menjamin
fungsi gedung, kenyamanan dan kesehatan gedung sesuai dengan rencana yang
diinginkan.
3. Keserasian tata letak gedung terhadap lahan bangunan serta lingkungan sekitarnya,
sesuai dengan KDB (koefisien dasar bangunan) dan KLB (koefisien lantai
bangunan).
4. Ketepatan jumlah, kapasitas dan penempatan ruangan untuk penempatan sistem
pengamanan bangunan.
5. Ketepatan pemilihan bahan bangunan.
6. Ketepatan pengaturan tata cahaya dan ventilasi.
l. Struktural
Struktural adalah segala aspek berkenaan dengan perihal struktur bangunan gedung
secara keseluruhan yang menentukan kekuatan, kekakuan, kestabilan dan keselamatan
bangunan gedung.
m. Komponen Struktur
Komponen struktur adalah bagian atau anggota dari struktur yang terikat kuat satu sama
lain serta bekerjasama secara satu kesatuan membentuk dan berfungsi sebagai struktur
bangunan.
n. Kondisi Andal
Kondisi andal adalah kondisi dari bangunan atau bagian bangunan atau utilitas yang
menunjukkan kinerja yang prima atau berfungsi sesuai rencana atau sesuai persyaratan
teknis dan keselamatan gedung.

o. Kondisi Kurang Andal


Kondisi kurang andal adalah kondisi dari bangunan, bagian bangunan atau utilitas yang
menunjukkan penampilan atau kinerja kurang prima atau kurang berfungsi sesuai rencana
atau kurang sesuai persyaratan teknis dan persyaratan keselamatan gedung walaupun
masih dapat digunakan. Untuk mengubah menjadi kondisi prima atau berfungsi dengan
sempurna masih diperlukan upaya perawatan, perkuatan, perbaikan dan penyempurnaan.
p. Kondisi Tidak Andal
Kondisi tidak andal adalah kondisi dari bangunan, bagian bangunan atau utilitas yang
menunjukkan penampilan atau kinerja tidak prima atau tidak berfungsi sesuai rencana
atau tidak sesuai persyaratan teknis dan atau persyaratan keselamatan gedung. Untuk
6|Page
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

mengubah menjadi kondisi prima diperlukan upaya penggantian secara partial atau total.
q. Kondisi Tidak Berfungsi
Kondisi tidak berfungsi adalah suatu keadaan dimana bagian atau komponen dan atau
utilitas yang ditinjau tidak berfungsi sesuai dengan persyaratan teknis atau tidak dapat
digunakan/dimanfaatkan lagi.
r. Kenyamanan
Kenyamanan adalah kondisi yang menyediakan berbagai kemudahan yang diperlukan
sesuai dengan fungsi ruangan atau gedung dan atau lingkungan sehingga
pemakai/penghuni dapat melakukan kegiatannya dengan baik dan atau merasa betah dan
merasakan suasana tenang berada di dalamnya.
s. Keselamatan (Gedung)
Keselamatan (Gedung) adalah kondisi yang menjamin keselamatan dan tercegahnya
bencana bagi suatu gedung beserta isinya yang diakibatkan oleh kegagalan dan atau tidak
berfungsinya aspek – aspek arsitektural, struktural, dan utilitas gedung.
t. Keamanan
Keamanan adalah kondisi yang menjamin tercegahnya gedung dan isinya dari segala
macam gangguan baik orang dan gangguan cuaca dan alam di sekitarnya.

u. Bangunan Sehat
Bangunan sehat adalah gedung yang dapat menjamin tercegahnya segala gangguan yang
dapat menimbulkan penyakit atau rasa sakit bagi penghuni suatu gedung.
v. Plambing/Plumbing
Plambing adalah sistem jaringan per-pipa-an dan kelengkapannya didalam gedung yang
berfungsi untuk mengalirkan kedalam bangunan gedung zat/benda yang diperlukan
seperti air bersih, gas masak (bahan bakar gas), udara bersih. Juga yang berfungsi
mengalirkan keluar dari gedung segala zat/benda (cair,gas) yang tidak berguna atau yang
dapat mengganggu/membahayakan gedung/isinya serta kesehatan dan keselamatan
penghuninya. Termasuk didalamnya peralatan yang mendukung berfungsinya sistem
plambing seperti pompa air, bak/tangki penampungan air, tangki septic, dan sebagainya.
w. Eskalator/Escalator
Eskalator adalah alat/sistem transportasi didalam bangunan gedung untuk mengangkut
penumpang (pemakai/penghuni gedung) dari suatu tempat ke tempat lain yang bergerak
secara terus menerus baik dalam arah horizontal maupun dalam arah miring atau
diagonal.
7|Page
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

x. Kompartemenisasi
Kompartemenisasi adalah usaha untuk mencegah penjalaran kebakaran dengan cara
membatasi api dengan dinding, lantai, kolom, balok yang tahan terhadap api untuk waktu
yang sesuai dengan kelas bangunan.
y. Pintu Kebakaran
Pintu kebakaran adalah pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya
digunakan apabila terjadi kebakaran pada/ didalam gedung. Tingkat mutu bahan terhadap
api :
1. Bahan mutu tingkat 1 atau bahan tidak bisa terbakar adalah bahan memenuhi
persyaratan pengujian sifat bakar serta memenuhi pula penguncian sifat penjalaran
api pada permukaan.
2. Bahan mutu tingkat 2 atau bahan tidak mudah terbakar adalah bahan yang
sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan pada pengujian penjalaran api pada
permukaan untuk tingkat bahan sukar terbakar serta memenuhi ujian permukaan
tambahan.
3. Bahan mutu tingkat 3 atau bahan penghambat rambatan nyala api adalah lahan yang
sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan pada pengujian penjalaran api
permukaan, untuk tingkat bahan yang bersifat menghambat api.
4. Bahan mutu tingkat 4 atau bahan berkemampuan menghambat nyala api adalah
bahan yang sekurang-kurangnya memenuhi syarat pada pengujian penjalaran api
permukaan untuk tingkat agak menghambat api.
5. Bahan mutu tingkat 5 atau bahan mudah terbakar adalah bahan yang tidak
memenuhi baik persyaratan uji sifat bakar maupun persyaratan sifat penjalaran api
permukaan.
z. Tangga Kebakaran
Tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan
penghuni dari bahaya kebakaran.
aa. Bahan Lapis Penutup
Bahan lapis penutup adalah bahan bangunan yang dipakai sebagai lapisan penutup bagian
dalam bangunan.
bb. Ketahanan Terhadap Api
Ketahanan terhadap api adalah sifat dari komponen struktur untuk tetap bertahan terhadap
api tanpa kehilangan fungsinya sebagai komponen struktur dalam satuan waktu yang

8|Page
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

dinyatakan dalam jam.


cc. Alarm Kebakaran
Alarm kebakaran adalah suatu sistem penginderaan dan alarm yang dipasang pada
bangunan gedung, yang dapat memberikan peringatan atau tanda pada saat awal
terjadinya suatu kebakaran.
dd. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Alat pemadam api ringan (APAR) adalah alat pemadam api yang mudah dioperasikan
oleh satu orang digunakan untuk memadamkan api pada awal terjadinya kebakaran.
ee. Hidran Kebakaran
Hidran kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran dengan menggunakan air
bertekanan.

ff. Sprinkler
Sprinkler otomatis dalam ketentuan ini adalah suatu sistem pemancar air yang bekerja
secara otomatis bilamana suhu ruangan mencapai suhu tertentu yang menyebabkan
pecahnya tabung/tutup kepala sprinkler sehingga air memancar keluar. Deflector yang
tedapat pada kepala sprinkler menimbulkan distribusi pancaran ke semua arah.
gg. Pipa Peningkatan Air (Riser)
Pipa peningkatan air (riser) adalah pipa vertikal yang berfungsi mengalirkan air ke
jaringan pipa antara di tiap lantai dan mengalirkannya ke pipa cabang dalam bangunan.
Pipa peningkatan air dibedakan atas pipa peningkatan air kering (dry riser) yang kosong
dan pipa peningkatan air basah (wet riser) yang senantiasa berisi air.
hh. Pipa Peningkatan Air Kering
Pipa peningkatan air kering adalah pipa air yang umumnya kosong dipasang dalam
gedung atau didalam areal gedung dengan pintu air masuk (inlet) letaknya menghadap ke
jalan untuk memudahkan pemasukan air dari dinas kebakaran guna mengalirkan air ke
pipa-pipa cabang yang digunakan untuk mensuplai hidran di lantai lantai bangunan.
ii. Pipa Peningkatan Air Basah
Pipa peningkatan air basah adalah pipa air yang secara tetap berisi air dan mendapat
aliran tetap dari sumber air, dipasang dalam gedung atau di dalam area bangunan, yang
digunakan untuk mengalirkan air ke pipa-pipa cabang untuk mengisi hidran di lantai-
lantai bangunan.
jj. Sumber daya listrik darurat
Sumber daya listrik darurat adalah suatu pembangkit tenaga listrik yang digunakan untuk
9|Page
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

mengoperasikan perawatan dan perlengkapan termasuk utilitas yang ada pada bangunan,
pada kondisi darurat.
kk. Kerusakan komponen bangunan kerusakan komponen bangunan meliputi:
1. Kerusakan ringan arsitektural adalah kerusakan pada bagian bangunan yang tidak
mengganggu fungsi bangunan dari segi arsitektur seperti kerusakan kecil pada
pekerjaan finishing yang tidak menimbulkan gangguan fungsi dan estetika gedung
serta tidak menimbulkan bahaya sedikitpun kepada pemakai/penghuni bangunan
disebut kondisi andal.
2. Kerusakan sedang arsitektur adalah kerusakan pada bagian bangunan yang dapat
menganggu fungsi bangunan dari segi arsitektur (fungsi, kenyamanan dan estetika)
seperti kerusakan pada bagian dari bangunan yang dapat mengurangi segi
keindahan/estetika bangunan dan dapat mengurangi kenyamanan kepada
pemakai/penghuni banguna, disebut kurang andal.
3. Kerusakan berat arsitektur adalah kerusakan pada bagian bangunan yang sangat
mengganggu fungsi dan keindahan serta mengakibatkan hilangnya rasa nyaman dan
atau dapat menimbulkan bahaya kepada pemakai /penghuni gedung, disebut tidak
andal.
4. Kerusakan ringan struktur adalah cacad/kerusakan/kegagalan pada komponen
struktur yang tidak akan mengurangi fungsi layan (kekuatan, kekakuan dan
daktilitas) struktur secara keseluruhan, struktur dalam kondisi prima atau kondisi
andal.
5. Kerusakan sedang struktur adalah cacat/kerusakan/kegagalan pada komponen
struktur yang dapat mengurangi kekuatannya tetapi kapasitas layan (kekuatan,
kekakuan, dan daktilitas) struktur sebagian atau secara keseluruhan tetap dalam
kondisi aman tetapi dibawah kondisi primaatau disebut kurang andal.
6. Kerusakan berat struktur adalah cacad/kerusakan/kegagalan pada komponen struktur
yan dapat mengurangi kekuatannya sehingga kapasitas layan (kekuatan, kekakuan,
dan daktilitas) struktur sebagian atau secara keseluruhan tetap dalam kondisi aman
tetapi dibawah kondisi prima atau disebut kurang andal.
7. Rusak ringan utilitas adalah rusak kecil/tidak berfungsinya sub komponen utilitas
yang tidak akan menimbulkan gangguan atau mengurangi tingkat keberfungsian
komponen utilitas dalam gedung atau disebut kondisi andal.
8. Kerusakan sedang utilitas adalah kerusakan/tidak berfungsinya sub komponen utilitas

10 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

yang dapat menimbulkan gangguan atau mengurangi tingkat keberfungsian


komponen utilitas dalam gedung atau disebut kondisi kurang andal.
9. Kerusakan berat utilitas adalah kerusakantidak berfungsinya sub komponen utilitas
yang dapat menimbulkan gangguan berat atau mengakibatkan tidak berfungsinya
secara total komponen utilitas dalam gedung atau disebut kondisi tidak andal.

2.2 Tinjauan Pustaka


2.2.1 Tahapan / Proses Pembangunan Bangunan Gedung

Gambar 2.1. Kegiatan Pra Rencana

Gambar 2.2. Kegiatan Perencanaan

2.2.2 Persyaratan Bangunan Teknis


Menurut PERMEN PU No. 29 / PRT / M / 2006 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan
Gedung, kriteria keandalan bangunan gedung adalah sebagai berikut :

11 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

a. Persyaratan Keselamatan Gedung


1. Persyaratan struktur bangunan gedung.
Secara umum adalah mampu menahan beban sesuai dengan fungsinya dalam kurun
waktu umur teknis yang ditentukan. Secara detail, stabil dan kukuh sehingga pada
kondisi pembebanan diatas beban maksimum, apabila terjadi keruntuhan masih dapat
member kemudahan evakuasi pengguna. Mampu memikul semua beban dan atau
pengaruh luar yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur yang
direncanakan. Setiap bangunan pada zona gempa atau zona angin harus direncanakan
sebagai bangunan tahan gempa atau angin. Elemen struktur bangunan harus
dirancang sedemikina rupa sehingga pada kejadian kebakaran dalam bangunan tidak
terjadi. Aspek-aspeknya meliputi :
 Struktur bangunan gedung.
 Pembebanan pada bangunan gedung.
 Struktur atas bangunan gedung.
 Struktur bawah bangunan gedung.
 Keandalan bangunan gedung.
2. Persyaratan kemampuan bangunan gedung terhadap bahaya kebakaran. Secara
umum setiap bangunan kecuali rumah tinggal tunggal harus dilindungi terhadap
bahaya kebakaran dengan sistem proteksi pasif dan aktif terhadap bahaya
kebakaran. Penerapan sistem proteksi pasif atau aktif didasarkan pada fungsi /
klasifikasi, luas, ketinggian, volume, bahan bangunan terpasang, dan atau jumlah
penghuni bangunan. Setiap bangunan dengan fungsi / klasifikasi, luas, ketinggian,
volume bangunan, dan atau jumlah penghuni tertentu harus memiliki unit manajemen
pengamanan kebakaran. Aspek-aspeknya meliputi :
 Sistem proteksi pasif dan aktif.
 Persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadam kebakaran
 Persyaratan pencahayaan darurat, tanda arah keluar/exit, dan sistem
peringatan bahaya.
 Persyaratan komunikasi dalam bangunan gedung
 Persyaratan instalasi bahan bakar gas
 Manajemen penanggulangan kebakaran

3. Persyaratan kemampuan bangunan gedung terhadap bahaya petir dan bahaya


kelistrikan meliputi :
12 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

 Persyaratan instalasi proteksi petir


 Persyaratan sistem kelistrikan
b. Persyaratan Kesehatan Bangunan Gedung
1. Persyaratan sistem penghawaan.
Merupakan kebutuhan sirkulasi dan pertukaran udara yang harus disediakan pada
bangunan gedung melalui bukaan dan atau ventilasi alami dan atau ventilasi buatan.
Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan dan bangunan
pelayanan umum lainnya harus mempunyai bukaan untuk ventilasi alami. Setiap
bangunan gedung harus mempunyai ventilasi alami dan atau ventilasi mekanik /
buatan sesuai dengan fungsinya. Bangunan gedung tempat tinggal harus
mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan atau bukaan
permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami. Bangunan gedung
pelayanan kesehatan khususnya ruang perawatan harus mempunyai bukaan
permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan atau bukaan permanen yang dapat
dibuka untuk kepentingan ventilasi alami. Bangunan pendidikan khususnya ruang
kelas harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan atau
bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami. Ventilasi
alami harus memenuhi ketentuan:
 Terdiri dari bukaan permanen.
 Setiap lantai gedung parkir kecuali pelataran parker terbuka harus mempunyai
sistem ventilasi alami permanen yang memadai.
 Ventilasi alami pada suatu ruangan dapat berasal dari kisi – kisi pada pintu dan
jendela, bukaan permanen, pintu ventilasi atau sarana lainnya dari ruangan
yang bersebelahan.
 Ventilasi mekanik atau buatan harus memenuhi ketentuan:
 Harus diberikan jika ventilasi alami tidak dapat memenuhi syarat.
 Penempatan fan harus memungkinkan pelepasan udara keluar dan
masuknya udara segar, atau sebaliknya.

 Harus bekerja terus – menerus selama ruang tersebut dihuni.


 Bangunan atau ruang parkir tertutup harus dilengkapi sistem ventilasi
mekanik atau buatan untuk pertukaran udara.
 Gas buang mobil pada setiap lantai ruang parker bawah tanah tidak boleh
mencemari udara bersih pada lantai lainnya.
13 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

 Harus memperhitungkan besarnya pertukaran udara yang disarankan untuk


berbagai fungsi ruang dalam bangunan gedung.
 Mempertimbangkan prinsip – prinsip penghematan energi.
 Mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
 Persyaratan ventilasi.

2. Persyaratan sistem pencahayaan


Kebutuhan pencahayaan disediakan melalui pencahayaan alami dan atau
pencahayaan buatan. Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan,
pendidikan dan bangunan pelayanan umum lainnya harus mempunyai bukaan untuk
pencahayaan alami. Setiap bangunan gedung harus mempunyai pencahayaan yang
cukup sesuai dengan fungsinya, yang dapat dipenuhi melalui pencahayaan alami
dan atau pencahayaan buatan. Pencahayaan alami harus memenuhi ketentuan :
 Pemanfaatan pencahayaan alami harus diupayakan optimal.
 Kebutuhan pencahayaan alami disesuaikan dengan fungsi bangunan gedung
dan fungsi masing-masing ruang didalam bangunan gedung. Bangunan gedung
tempat tinggal, pelayanan kesehatan, dan pendidikan harus mempunyai dinding
dan atau atap tembus cahaya untuk kepentingan pencahayaan alami. Bukaan
tersebut dapat ditutup dengan bahan yang tembus cahaya. Silau sebagai akibat
pencahayaan alami perlu dikendalikan agar tidak mengganggu tingkat
iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan gedung.
Pencahayaan buatan harus dipilih secara fleksibel, efektif, dan sesuai dengan
tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai dengan fungsi ruang dalam
bangunan gedung, dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi
yang digunakan, dan tidak menghasilkan situasi yang kurang nyaman karena
silau atau pantulan. Semua sistem pencahayaan kecuali yang diperlukan untuk
pencahayaan darurat harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan atau
otomatis serta ditempatkan pada tempat yang mudah dicapai / dibaca oleh
pengguna ruang. Mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
Aspeknya meliputi:
 Persyaratan sistem pencahayaan pada bangunan gedung.

3. Persyaratan sanitasi
Sistem sanitasi harus disediakan di dalam dan diluar bangunan gedung untuk

14 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

memenuhi kebutuhan air bersih, pembuangan air kotor, dan atau air limbah,
kotoran, dan sampah, serta penyaluran air hujan. Sistem sanitasi pada bangunan
gedung dan lingkungannya harus dipasang sehingga mudah dalam pengoperasian
dan pemeliharaannya, tidak membahayakan serta tidak mengganggu lingkungan
sekitar. Setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan sistem plambing, yang
meliputi sistem air bersih, sistem air kotor, air kotoran dan atau air limbah, alat
plambing yang memadai serta sistem pengolahan air limbah.
Sistem plambing harus direncanakan dan dipasang sedemikian rupa sehingga
mudah dalam operasional dan pemeliharaannya, tidak mencemari lingkungan, serta
diperhitungkan sesuai fungsi bangunan gedung. Ketentuan tata cara perencanaan
dan pemasangan sistem plambing pada bangunan gedung mengikuti pedoman dan
standar teknis yang berlaku.
 Setiap bangunan gedung dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem
air hujan.
 Air hujan harus dialirkan ke sumur resapan dan dialirkan ke jaringan drainase
kota sesuai dengan ketentuan tertentu kecuali untuk daerah tertentu.
 Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab-sebab lain yang dapat
diterima, maka harus dilakukan cara-cara lain yang dibenarkan oleh instansi
yang berwenang.
 Sistem saluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan
dan penyumbatan pada saluran.
 Ketentuan tata cara perencanaan, pemasangan dan pemeliharaan sistem saluran
air hujan pada bangunan gedung mengikuti pedoman dan standar teknis yang
berlaku.
 Ketentuan tata cara perencanaan, pemasangan dan pengelolaan fasilitas
persampahan pada bangunan gedung mengikuti pedoman dan standar teknis
yang berlaku.
Aspek-aspeknya meliputi :
 Persyaratan plambing pada bangunan gedung.
 Persyaratan instalasi gas medik.
 Persyaratan penyaluran air hujan.
 Persyaratan fasilitas sanitasi dalam bangunan gedung (saluran
pembuangan air kotor, tempat sampah, penampungan sampah, dan

15 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

pengolahan sampah).
4. Persyaratan penggunaan bahan bangunan gedung
Penggunaan bahan bangunan gedung harus aman bagi kesehatan pengguna
bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Penggunaan bahan bangunan dalam pembangunan dan pemanfaatan bangunan
gedung harus:
 Menjamin kesehatan, keselamatan pengguna gedung dan tidak menimbulkan
dampak negative terhadap lingkungan.
 Menjamin keandalan bangunan gedung sesuai umur layanan teknis yang
direncanakan.
 Menjamin ketahanan bahan bangunan terhadap kerusakan yang diakibatkan
oleh cuaca, serangga perusak, dan atau jamur.
 Mewujudkan bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan
lingkungannya.
 Pemanfaatan dan penggunaan bahan bangunan lokal dianjurkan sesuai dengan
kebutuhan dan memperhatikan kelestarian lingkungan.
 Penggunaan bahan bangunan untuk fungsi dan klasifikasi bangunan gedung
tertentu termasuk bahan bangunan tahan api harus melalui ujian.
 Bahan bangunan pre-fabrikasi harus dirancang sehingga memiliki sistem
sambungan yang baik dan andal serta mampu bertahan terhadap gaya angkat
pada saat pemasangan.
 Ketentuan mengenai bahan bangunan mengikuti pedoman dan standar teknis
yang berlaku.

c. Persyaratan Kenyamanan Bangunan Gedung


1. Persyaratan kenyamanan ruang gerak dalam bangunan gedung meliputi :
 Persyaratan kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang.
2. Persyaratan kenyamanan kondisi udara dalam ruang meliputi :
 Persyaratan kenyamanan termal dalam ruang.
3. Persyaratan kenyamanan pandangan meliputi :
 Persyaratan kenyaman pandangan ( visual ).
4. Persyaratan kenyamanan terhadap tingkat getaran dan kebisingan meliputi :
 Persyaratan getaran.
 Persyaratan kebisingan.
16 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

d. Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung


1. Persyaratan hubungan ke, dari dan di dalam bangunan gedung.
 Persyaratan kemudahan hubungan horizontal dalam,bangunan gedung
 Persyaratan kemudahan hubungan vertikal dalam bangunan gedung.
 Persyaratan sarana evakuasi.
2. Persyaratan kelengkapan prasarana dan sarana pemanfaatan bangunan
gedung.

2.3 Pendekatan Studi Literatur dan Alat Kerja


2.3.1 Pendekatan Arsitektur dan Kinerja Bangunan
Perancangan sebuah bangunan gedung merupakan hasil dari proses penciptaan karya
arsitektural yangg bertujuan mewadahi manusia untuk melakukan berbagai aktifitasnya. Oleh
sebab itu hasil dari rancangan tersebut yaitu bangunan gedung yang sudah dibangunan dan
dihuni seharusnya mencitrakan kreativitas yang unik dan spesifik dalam aspek fungsi, tata
ruang, penampilan dan kinerjanya.
Melalui pendekatan ilmiah (scientific approach), wujud arsitektur sebuah bangunan gedung
dapat di evaluasi kualitasnya dengan pendekatan objektif yang mengacu pada aspek-aspek
terukur berdasarkan standar-standar yang berlaku secara nasional maupun internasional.
Berdasarkan Permen PU No. 29/PRT/M/2006, penelitian kerja bangunan merupakan
penyelidikan terhadap tingkat pemenuhan terhadap persyaratan kenyamanan dan kesehatan
bangunan gedung akan menentukan tingkat pemakaian dan produktivitas penghuni bangunan
dengan tujuan masing-masing.
Salah satu faktor yang menentukan kelancaran pekerjaan dalam bangunan adalah tata ruang
bangunan. Untuk mendapatkan tata ruang bangunan dapat dilakukan melalui beberapa
pendekatan terhadap:
a. Kebutuhan jenis ruang.
b. Sifat hubungan kelompok ruang.
c. Standar besaran ruang.
d. Jenis dan besaran ruang.
e. Penyusunan ruang.
Untuk tujuan penelitian tingkat keandalan bangunan gedung, sampling bangunan diperiksa
berdasarkan dua komponen:
a. Komponen Ruang Dalam

17 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

1. Parameter kinerja ruang dalam (interior):


 Spasial / Keruangan (spatial performance)
 Layout ruang individu: ukuran, macam perabot, tempat duduk, faktor
ergonomic.
 Layout ruang kelompok: pengelompokan ruang, sirkulasi, pencapaian,
orientasi, dan penandaan
 Pelayanan dan kesesuaian: sanitasi, alat-alat listrik,
keamanan, telekomunikasi, dan sirkulasi/transportasi.
 Fasilitas kemudahan (amenities).
 Faktor-faktor pemakaian dan control.
2. Termal (thermal performance)
 Suhu udara.
 Suhu radiant.
 Kelembaban udara.
 Kecepatan udara.
 Faktor-faktor pemakaian dan kontrol.
3. Akustik (acoustic performance)
 Sumber bising (noise source).
 Jalur rambat suara (sound path).
 Penerima suara (sound receiver).
4. Visual (visual performance)
 Latar belakang dan fokus cahaya (ambient and task levels): alami dan
buatan.
 Contrast dan brightness.
 Warna
 Informasi-informasi visual dan pemandangan
 Faktor-faktor pemakaian dan kontrol.

5. Kualitas udara dalam ruang (indoor air quality)


 Suplai udara segar (fresh air).
 Pergerakan dan distribusi udara segar.
 Material pollutant.
 Energy pollutant.
 Faktor-faktor pemakaian dan kontrol.
18 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 2.1. Batas-batas penerimaan (limit of acceptability)

Komponen bangunan yang diamati:


a. Plesteran lantai
b. Pelapis muka dinding
c. Pelapis dinding
d. Pintu / jendela
e. Pelapis muka langit-langit
b. Komponen Ruang Luar
1. Parameter kinerja komponen pelingkup bangunan (enclosure):
2. Ketahanan bangunan (building integrity)
 Antisipasi beban: beban hidup, beban mati, getaran.
 Kelembaban: hujan atau uap yang menyebabkan karat, kebocoran atau
pengembunan.
 Suhu: perbedaan panas, isolasi panas, perbedaan pemuaian dan penyusutan
akibat panas.
 Pergerakan udara: infiltrasi atau exfiltrasi, perbedaan tekanan udara.
 Radiasi dan cahaya: radiasi matahari, radiasi lingkungan, visible light
spectrum.
 Penanggulangan bahaya api. Komponen bangunan yang diamati:
a. Penutup atap
b. Pelapis muka dinding luar
c. Pelapis muka lantai luar
e. Pelapis muka langit-langit luar
19 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Beberapa aspek fisik yang sangat penting untuk diperhatikan dalam studi evaluasi
karena sangat menentukan kenyamanan bagi pemakai di dalamnya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi fisik ruang adalah:
a. Warna
Sebagai bangunan gedung yang memiliki fungsi sebagai bangunan rumah sakit,
bangunan perkantoran, bangunan olah raga maka pemilihan warna untuk ruang-ruang
dalam bangunan akan sangat berpengaruh terhadap penciptaan suasana ruang, terutama
yang berkaitan dengan psikis pemakai bangunan.
Pemilihan warna dapat berupa warna penerangan buatan yang digunakan maupun warna
yang dipakai sebagai bahan pelengkap ruangan seperti bahan penutup dinding, furniture,
bahan dekoratif ruangan dan sebagainya.
Penyelesaian warna pada masing-masing banguna, baik untuk eksterior ataupun interior
menggunakan warna-warna cerah. Kondisi ini telah sesuai dan sangat mendukung
fungsi ataupun jenis kegiatan yang berlangsung, sehingga penyelesaian warna ini perlu
ditindaklanjuti. Penerangan buatan di dalam ruang sebagaian besar menggunakan
penerangan umum yang bersifat langsung dengan menggunakan jenis lampu daylight
yang mempunyai efek perubahan warna relatif kecil.
b. Penghawaan
Suhu yang nyaman dan optimum untuk suatu ruang adalah 22-25° C dengan
kelembaban 40%-60%. Penyimpangan dari standar tersebut akan berpengaruh kepada
kelangsungan aktivitas dalam ruang, penyimpangan ini dapat menimbulkan kelelahan,
kegerahan dan sebagainya. Oleh sebab itu perlu dipikirkan mengenai pemecahan untuk
memperoleh suhu dan kelembaban yang sesuai dengan standar sehingga ruang menjadi
nyaman. Ketidaknyamanan ruang dipengaruhi oleh :
- Radiasi dinding, atap, oleh sinar matahari
- Panas karena suhu badan manusia
- Peralatan dan bahan yang dapat menimbulkan panas
Salah satu usaha yang dilakukan untuk menghindari ketidaknyamanan, adalah:
- Mengatur tata letak bangunan dan ruang sehingga dapat mengurangi pengaruh
langsung sinar matahari.
- Penggunaan peralatan/bahan yang dapat mengurangi panas.
- Mengkondisikan udara, baik dengan ventilasi alam maupun buatan (AC).

Untuk mencapai kondisi ruang yang diinginkan yaitu dengan suhu sekitar 22- 25°C dan
20 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

nilai kelembaban 40%-70% dan kebutuhan udara bersih 20- 50m3/jam per orang
maka perlu pengkondisian ruang, yaitu dengan cara pemasangan AC Pakage dan
Split. Pemilihan sistem tergantung pada kekhususan ruang dan kebutuhan ruang.
Pada kondisi bangunan eksisting secara umum luasan pelubangan Binding untuk fungsi
jendela sebagai tempat pertukaran udara berlangsung telah memenuhi persyaratan
apabila dibandingkan dengan luas ruangan di dalamnya, kondisi ini didukung dengan
sumbu akses bangunan. Penggunaan sistem AC pada bangunan eksisting tentu saja akan
sangat membantu dalam menciptakan suasana kerja yang nyaman. Sebagai
konsekuensinya biaya operation maintenance perlu ditambahkan.
c. Penerangan
Dalam usaha untuk menunjang aktivitas yang terjadi maka dibutuhkan sistem
penerangan yang tepat. Sistem penerangan ini dibedakan menjadi 2 yang disesuaikan
dengan kebutuhan, yaitu :
- Penerangan alami
Penerangan alami pada siang hari dapat dimanfaatkan untuk ruang-ruang yang
langsung berhubungan dengan luar. Penerangan alam ini memiliki jarak jangka
mencapai 6 kali tinggi bukaan sedangkan selebihnya dapat diupayakan penerangan
buatan.
- Penerangan buatan
Sebagai bangunan perkantoran, pengadaan penerangan buatan disesuaikan dengan
aktivitas dan fungsi masing-masing ruang, yaitu : Penerangan umum untuk
memberikan iluminasi yang tersebar merata ke seluruh ruangan, penerangan,
penerangan khusus untuk ruang-ruang yang membutuhkan ketelitian kerja yang
cukup tinggi, selain itu juga untuk menciptakan suasana yang diinginkan. Penerangan
buatan pada siang hari diupayakan hanya sebagai tambahan penerangan dari terang
alami atau untuk mengatasi permasalahan apabila kondisi tidak memungkinkan,
sehingga zonasi perletakan dari tata lampu yang ada perlu untuk direncanakan secara
seksama. Perletakan tata lampu dari penerangan buatan yang terdapat pada bangunan
eksisting, umumnya sebagai penerangan umum dengan jenis penerangan langsung
dan merata pada seluruh ruang. Jumlah titik lampu dan jenis penerangan yang ada
secara umum telah memenuhi persyaratan. Pada perencanan nantinya perlu
direncanakan zonasi dari tata letak lampu yang mengacu pada terang alami yang
diterima oleh ruangan.

21 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

d. Penerangan campuran (alam dan buatan)


Pemanfaatan penerangan alami dan buatan, dimana terdapat suatu aktivitas yang
mempersyaratkan digunakannya sistem penerangan tersebut. Adapun kebutuhan
penerangan untuk tiap-tiap ruangan sesuai dengan fungsinya dapat dikemukakan sebagai
berikut :
- Ruang umum yang meliputi ruang kerja pegawai membutuhkan iluminasi sebesar
300 lux, koridor membutuhkan 50 lux (sekurang-kurangnya 1/5 daripada
iluminasi ruangan kantornya) (Standar Penerangan buatan, Dirjen Cipta Karya,
tahun 1985).
- Ruang khusus yang meliputi ruang sidang dan ruang pertemuan membutuhkan
iluminasi sebesar 200 lux terutama dimanfaatkan untuk diskusi. Penerangan ini
harus dapat diredupkan atau dikurangi untuk menunjukkan slide, film, dan
sebagainya.
e. Suara / Akustik
Untuk memperoleh kenikmatan suara/akustik terutama pada ruangruang yang
memeriukan persyaratan akustik tertentu, maka perlu diketahui adanya sumber bunyi
yang dalam hal ini dapat dibedakan menjadi :
- Sumber bunyi yang berasal dari dalam bangunan seperti : suara yang ditimbulkan
oleh kegiatan manusia dan peralatan di dalamnya.
- Sumber bunyi dari luar bangunan, seperti suara yang ditimbulkan oleh lalu lintas
dari jalan sekitar bangunan.
Untuk mengatasi menjalarnya bunyi, salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan
memberhentikan suara, pemisahan suara dengan memisahkan sumber bunyi dari ruang-ruang
yang membutuhkan ketenangan, pencegahan suara dengan jalan memasang bahan penyerap
langsung pada sumber bunyi, masking dengan menutup suara atau bunyi dan memberikan
background musik lembut. Pada kondisi eksisting ruang-ruang yang membutuhkan
perencanaan akustik umumnya berupa ruang sidang dan rapat. Secara umum penyelesaian
akustik pada ruang-ruang tersebut belum memenuhi persyaratan, sehingga untuk perencanaan
nantinya perlu dilakukan pembenahan pada ruangan tersebut agar dapat difungsikan secara
maksimal. Metode pengumpulan data adalah salah satu cara yang paling tepat dalam
melakukan identifikasi dan menganalisis data. Metode pengumpulan data yang akan
dilakukan adalah dengan menggunakan beberapa indikator. Beberapa indikator yang dapat
dilakukan dalam metode pengumpulan data adalah sebagaimana tercantum dalam tabel di

22 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

bawah ini.

Tabel 2.2. Indikator Pengumpulan Data

Sedangkan instrumen sederhana yang digunakan adalah menggunakan alat yang dapat
mendeteksi beberapa parameter suhu, kelembaban suatu ruang, kandungan kadar
karbondioksida. Berikut adalah gambar beberapa alat kerja yang digunakan dalam melakukan
pengujian.

(a) (b) (c) (d)


Gambar 2.3. (a) Distance Meter, (b) Anemometer, (c) Light Meter, dan (d) Sound Level
Meter

Keterangan:
- Sound level meter LUTRON SL-4012 untuk mengukur tingkat kebisingan.
- Anemometer probe YK-200PAL-LUTRON + Intelligent Thermometer YK- 2001TM
untuk mengukur laju kecepatan udara.
- Light level meter LUTRON YK-200PLX untuk mengukur tingkat pencahayaan.
- Distance meter - DISTO untuk mengukur jarak, luas dan volume ruang.

23 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Sedangkan untuk mengumpulkan informasi yang dapat dipercaya (reliable data) dan faktual,
maka tahap awal yang penting untuk dilakukan adalah pemeriksaan lapangan.
a. Kesepakatan pemeriksaan (Inspection agreement)
- Pemahaman tujuan inspeksi (perlu ada kesepakatan tertulis antara pemeriksa dan
pemilik/pengelola bangunan gedung, Tujuan dari kesepakatan adalah untuk
menghindari perselisihan dan ketidaksepahaman yang tidak perlu).
- Identifikasi kondisi fisik.
- Tahapan pengamatan awal terhadap kondisi bangunan gedung.
- Pengamatan visual dalam kondisi pencahayaan normal atau khusus.
- Testing dengan peralatan tertentu.
- Batasan (limitation).
b. Pemeriksaan (Inspection)
- Nama pemilik/pengelola bangunan.
- Alamat lokasi bangunan yang diamati.
- Tanggal dan waktu pemeriksaan.
- Identitas dari pemeriksa yang melakukan pemeriksaan.
- Kondisi ambien pada saat dilakukan penyelidikan yang dinilai relevan dengan
tujuan penyelidikan.
- Deskripsi dan identifikasi kondisi struktur bangunan.
- Identifikasi area tertentu yang tidak bisa diselidiki (meskipun termasuk dalam
lingkup peneyelidikan) dengan alasan tertentu.
- Observasi dari hasil pemeriksaan.
c. Pelaporan (Inspection records)
- Identifikasi semua pihak yang terlibat (Nama dan alamat lembaga pemeriksa,
Identitas personil yang melakukan pemeriksaan, Identitas pemilik/pengelola
bangunan gedung).
- Detail properti (Alamat bangunan gedung yang diperiksa, Deskripsi dan identifikasi
bangunan, bagian dari bangunan atau struktur lainnya).
- Detail pemeriksaan (Tanggal pemeriksaan, Detail tentang tujuan, lingkup dan
kriteria-kriteria yang disepakati, Kondisi ambien pada saat dilakukan pemeriksaan).
- Batasan-batasan, berupa identifikasi beberapa area atau item yang tidak diperiksa
karena alasan tertentu dan jika diperlukan diberikan rekomendasi untuk
pemeriksaan lebih lanjut.

24 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

- Observasi.
- Item-item penting.
- Kesimpulan.

2.3.2 Pendekatan Struktur


Pendekatan struktur yaitu
a. Konsep Perencanaan
Struktur yang didesain pada dasarnya harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai
berikut:
- Kesesuaian dengan lingkungan sekitar.
- Ekonomis.
- Kuat dan menahan beban yang direncanakan.
- Memenuhi persyaratan kemampuan layanan.
- Mudah dalam hal perawatan (durabilitas tinggi).
Ada 2 filosofi dalam merencanakan elemen struktur beton bertulang yaitu:
1. Metoda Tegangan Kerja
Unsur struktur direncanakan terhadap beban kerja sedemikian rupa sehingga
tegangan yang terjadi lebih kecil daripada tegangan yang diijinkan, dimana:

2. Metoda Kekuatan Ultimit


Dengan metoda ini, unsur struktur direncanakan terhadap beban kekuatan ultimit
yang diinginkan, yaitu:

Pada dasarnya garis besar perencanaan/ langkah-langkah perencanaan struktur


adalah seperti diagram dibawah ini:

25 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 2.4. Garis Besar Langkah Perencanaan


b. Kondisi Batas Struktur
Dalam evaluasi elemen beton bertulang ada beberapa kondisi batas yang dapat
dijadikan pedoman yaitu:
1. Kondisi batas ultimit , dapat disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
 Hilangnya keseimbangan lokal/ global
 Rupture, yaitu hilangnya ketahanan lentur dan geser elemen elemen
struktur
 Keruntuhan progresif akibat adanya keruntuhan lokal pada daerah
sekitarnya
 Pembentukan sendi plastis
 Ketidakstabilan struktur
 Fatigue

2. Kondisi batas kemampuan layanan yang menyangkut berkurangnya fungsi


struktur, yaitu dapat berupa:
 Defleksi yang berlebihan pada kondisi layan
 Lebar retak yang berlebih
 Vibrasi yang menggangu
3. Kondisi batas khusus, yang menyangkut kerusakan / keruntuhan akibat beban
abnormal, dapat berupa:
 Keruntuhan pada kondisi gempa ekstrim
 Kebakaran, ledakan atau tabrakan kendaraan
 Korosi atau jenis kerusakan lainnya akibat lingkungan

Konsep Perencanaan batas dan evaluasi kondisi batas digunakan sebagai prinsip dasar
peraturan beton Indonesia (SNI 03-2847-2019).
26 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

c. Prosedur Desain berdasarkan Peraturan Beton Indonesia


Elemen struktur harus selalu didesain untuk dapat memikul beban berlebih dengan besar
tertentu, diluar beban yang diharapkan terjadi dalam kondisi normal. Kapasitas
cadangan tersebut diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya faktor-faktor
overload dan faktor undercapacity.
Overload dapat terjadi akibat:
- Perubahan fungsi struktur
- Pengurangan perhitungan pada pengaruh beban karena penyederhanaan
perhitungan
- Urutan dan metode konstruksi
Undercapacity dapat terjadi akibat :
- Variasi kekuatan material
- Workmanship
- Tingkat pengawasan
Berdasarkan prosedur desain yang baku, kekuatan (resistance) elemen struktur harus lebih
besar Dada pengaruh beban, sehingga:
Resistance ≥ Penqaruh Beban
Untuk mengantisipasi kemungkinan lebih rendahnya resistensi (kekuatan) elemen struktur
daripada yang diperhitungkan/direncanakan dan kemungkinan lebih besarnya pengaruh beban
daripada dan yang direncanakan maka diperkenalkan faktor reduksi kekuatan, yang nilainya
<1, dan OR beban yang nilainya > 1, sehingga:

Prosedur desain yang memperhitungkan adanya faktor-faktor beban dan resistance diatas
disebut sebagai desain kekuatan ultimit. Prosedur desain ini pada dasarnya merupakan metoda
perencanaan kondisi batas dimana perhatian utama ditekankan pada kondisi batas ultimit.
Kondisi batas serviceabilitas (kemampuan layanan) kemudian dicek setelah desain awal
diperoleh. Filosofi dasar metoda perencanaan ini terdapat pada SNI 03-2847-2019 yang

27 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

bunyinya adalah:
1. Struktur dan komponen struktur harus direncanakan hingga semua penampang
mempunyai kekuatan rencana minimum same dengan kuat perlu, yang dihitung
berdasarkan kombinasi beban dan gaya terfaktor yang sesuai dengan ketentuan tata
cara ini.
Dalam butir a diatas, kuat rencana adalah identik dengan ORn; sedangkan kuat perlu
mengacu pada pengaruh beban terfaktor, yaitu a1S1 + a2S2 + ....
2. Komponen struktur juga harus memenuhi ketentuan lain yang tercantum dalam tata
cara ini untuk menjamin tercapainya perilaku struktur yang cukup baik pada tingkat
beban kerja. Butir 2 diatas mengharuskan adanya pengontrolan lendutan dan lebar
retak pada komponen struktur yang sudah didesain.
Beban Terfaktor dan Kuat Perlu

SNI 03-2847 menguraikan tentang faktor-faktor beban dan kombinasi beban terfaktor untuk
perhitungan pengaruh beban.
Kombinasi beban terfaktor tersebut adalah:
- Kombinasi beban mati dan beban hidup: U = 1,2 D + 1,6 L
- Jika pengaruh angin ikut diperhitungkan: U = 0,75 (1,2 D + 1,6 L + 1,6 W) atau U = 0,9
D + 1,3 W
- Jika pengaruh gempa harus diperhitungkan: U= 1,05 ( D + LR ± E) atau U = 0,9 (D ± E )

Kuat perlu atau pengaruh beban terfaktor (seperti momen, geser, torsi, dan gaya aksial)
dihitung berdasarkan kombinasi beban terfaktor U diatas. Kuat perlu atau pengaruhpengaruh
beban terfaktor tersebut ditulis dengan simbol- simbol M, V, T, dan u, dimana subscript u
menunjukkan bahwa nilai-nilai M, V, T dan U tersebut didapat dari beban terfaktor U.
d. Investigasi Penanganan Struktur Gedung yang Mengalami Retak Retak dan Penurunan
Penyelidikan terhadap Bangunan Gedung dilakukan untuk mengetahui Kelayakan dan
Keamanan Bangunan dan segi kekuatan strukturnya.
Penyelidikan yang akan dilakukan meliputi penyelidikan lapangan dan laboratonium. Hal
ini dilakukan untuk mengetahui Kelayakan dan Keamanan bangunan struktur eksisting.
Disamping itu, penyelidikan ini juga diharapkan dapat memberikan rekomendasi tentang
metoda perbaikan atau perkuatan bilamana diperlukan.
Sebagai tahapan pertama sebelum dilakukannya analisis faktor keamanan struktur, perlu
dilakukan terlebih dahulu evaluasi yang mendalam mengenai kondisi aktual struktur,

28 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

termasuk pengukuran geometri struktur dan karakteristik material bangunan eksisting.


Hal ini perlu dilakukan mengingat tidak tersedianya as built drawings bangungan
eksisting. Untuk tujuan ini akan dilakukan serangkaian pengujian yang sifatnya tidak
merusak dengan menggunakan alat-alat non destruktif seperti covermeter, pulse
echolgeoradar, ultrasonic dan serangkaian pengujian yang sifatnya semi-merusak seperti
core drill, breaking out dan test sondir. Dengan pengujian-pengujian tersebut akan dapat
diketahui kondisi, diameter dan jumlah tulangan terpasang, kualitas material beton dan
kondisi struktur beton serta kedalaman pondasi dan daya dukung pondasi.
Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis struktur eksisting dengan menggunakan
data material dan struktural yang telah diperoleh. Analisis struktur ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat faktor keamanan struktur eksisting.
Bilamana tingkat faktor keamanan struktur tidak memadai maka struktur perlu diperkuat.
Bentuk-bentuk perkuatan yang sesuai akan direkomendasikan untuk mengembalikan
fungsi struktur kembali seperti semula, Bentuk-bentuk perkuatan yang direkomendasikan
tersebut kemudian dituangkan dalam gambar rencana, spesifikasi teknis dan BOQ.

29 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 2.3. Lingkup Pekerjaan (Waktu Pelaksanaan Berdasarkan Lingkup Pekerjaan)

30 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

e. Penilaian Material/Struktur Beton Bertulang Eksisting


Penilaian struktur beton bertulang eksisting (struktur yang sudah berdiri)
diperlukan jika ada kekuatiran mengenai tingkat keamanan struktur atau bagian-
bagian struktur tersebut akibat adanva faktor-faktor yang sebelumnya tidak
diperhitungkan seperti:
1. Kesalahan perencanaan / pelaksanaan
Hal yang berhubungan dengan kemungkinan kesalahan perencanaan /
pelaksanaan dapat terdeteksi dari:
 Hasil pengamatan lapangan dimana terlihat adanya retak-retak
lendutan yang berlebihan pada bagian-bagian struktur.
 Sifat material yang diuji selama pelaksanaan pembangunan struktur,
yang menunjukkan hasil-hasil yang tidak memenuhi syarat baik dan
segi kekuatan maupun durabilitas (misal sifat kekedapan terhadap air
yang di syaratkan untuk bangunan seperti kolam renang).
 Hasil perhitungan (dengan memakai kekuatan material yang aktual)
yang menunjukkan adanya penurunan kapasitas kekuatan struktur atau
komponen komponen struktur.
2. Penurunan kinerja material / struktur ekisisting yang diakibatkan oleh
pengaruh internal-eksternal seperti:
 Adanya pelapukan material pada struktur karena usianya yang sudah
tua. Atau karena serangan zat-zat kimia tertentu yang merusak (seperti
jenis- jenis senyawa asam).
 Adanya kerusakan pada struktur/bagian-bagian struktur karena
bencana kebakaran, banjir atau gempa atau karena struktur mengalami
pembebanan tambahan akibat adanya leclakan di sekitar struktur
ataupun beban berlebih lainnya yang belum diantisipasi dalam
perencanaan.
3. Rencana redesain/perubahan peruntukan struktur yang menimbulkan
konsekuensi pada perubahan :
 Perubahan fungsi / penggunaan strukur.
 Penambahan tingkat (pengembangan struktur).
4. Sarat untuk proses jual-beli atau asuransi suatu struktur bangunan.
Untuk hal ini biasanya cukup dilakukan penyelidikan secara visual kecuali

31 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

jika ada tanda-tanda yang mencurigakan pada struktur. Pada umumnya,


tujuan penilaian struktur adalah untuk menentukan salah satu di bawah ini:

 Kemampuannya untuk tetap berfungsi sebagaimana yang diharapkan


berdasarkan desain awal.
 Jika kemampuannya sudah berkurang, maka perlu ditentukan
fungsi/beban yang cocok untuk kondisi struktur saat ini.
 Sisa umur layananya.
 Kemampuannya untuk menerima beban yang lebih besar atau melayani
fungsi yang lain.
 Kelayakan untuk memodifikasi struktur sehingga sesuai dengan
peraturan/code yang berlaku.
 Kondisi/tingkat kerusakan yang dialami struktur Selain itu, penilaian
struktur eksisting merupakan bagian terpenting dari tahapan
perencanaan pekerjaan perbaikan/perkuatan struktur.
f. Prosedur Penilaian Struktur Beton Eksisting
Tujuan utama penilaian struktur adalah untuk rnendapatkan gambaran yang
realistik mengenai kondisi struktur yang sedang dikaji. Halhal yang dinilai
diantaranya adalah kapasitas pembebanan struktur, kemampuan layanan dan
durabilitas.
Prosedur penilaian dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan teknis pada
pekerjaan penilaian yang sedang dilakukan, Secara umum, ada enam tahapan
utama yang harus dilalui (lihat Tabel).

32 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 2.4. Lingkup Pekerjaan (Waktu Pelaksanaan Berdasarkan Lingkup Pekerjaan)

Dari keenam tahapan tersebut, tahapan survey/pemeriksaan global dan


pemeriksaan detail merupakan tahapan-tahapan yang terpenting dalam prosedur
penilaian material/struktur beton bertulang eksisting. Bagian selanjutnya dari
makalah ini akan lebih difokuskan pada pembahasan mengenai
pemeriksaan/pengujian material/struktur beton bertulang eksisting.
g. Pemeriksaan/Pengujian Struktur Eksisting
Pemeriksaan struktur biasanya bertujuan untuk mendapatkan informasi yang
mendalam mengenal kondisi material/struktur dalam bangunan. Hal-hal yang
dilakukan dalam pemeriksaan struktur diantaranya adalah:
- Meng identifikasi semua cacat dan kerusakan.
- Mendiagnosa penyebabnya.
- Mengevaluasi kerusakan/cacat yang sudali diidentifikasi.
Beberapa bentuk metoda pengujian dapat digunakan untuk hal tersebut,
diantaranya pengujan-pengujian setempat yang bersifat tidak merusak seperti
pengujian ultrasonik, hammer dan lain-lain. Hasil pengujian tersebut (yang
merupakan parameter struktur yang aktual) kemudian dapat dimanfaatkan untuk
analisis kapasitas struktur atau komponen-komponen struktur.
Bentuk lainnya dapat berupa 'load test" (pengujian pembebanan) yang dapat
bersifat setengah merusak ataupun merusak total komponenkomponen bangunan
yang diuji. Pada kebanyakan Situasi biasanya hasil yang didapat dan "load test"
33 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

lebih meyakinkan dibanding hasil dari bentukbentuk pengujian lainnya. Namun


walaupun begitu, bentuk "load test" memerlukan waktu dan biaya yang besar dan
tidak mudah untuk di lakukan.
Informasi-informasi yang diperoleh dan pemeriksaan/pengujian struktur eksisting
tersebut dapat digunakan untuk menentukan apakah tindakan perbaikan/perkuatan
struktur yang perlu dilakukan atau layak secara ekonomis untuk dilakukan
(dibandingkan misalnya dengan biaya demolisi/penghancuran). Selain itu
berdasarkan informasi-informasi tersebut juga dapat ditentukan metoda terbaik
jika perbaikan/perkuatan tersebut memang diperlukan.
h. Tahapan Dalam Pemeriksaan / Pengujian Struktur Eksisting
Secara garis besar, pemeriksaan/pengujian struktur eksisting terdiri atas tiga
tahapan. yaitu:
1. Tahap perencanaan
 Penyelidikan visual pengamatan
Pengamatan visual diperlukan sebagai tahapan awal untuk
mendefinisikan permasalahan yang ada di lapangan. Berdasarkan
pengamatan visual ini bisa didapatkan informasi mengenai tingkat
kemampuan layanan (serviceability) komponen sruktur (seperti
lendutan), baik idaknya pengerjaan pada saat pembangunan
struktur/komponen strukur (misal ada tidaknya bagian yang keropos
dan honeycombing pada beton dan jenis kerusakan yang dialami baik
pada tingkat material (seperi pelapukan beton) maupun tingkat
struktural (seperti retak-retak akibat lenturan pada struktur beton).
Pada tahapan ini diperlukan tenaga ahli yang terlatih yang dapat
mendeteksi hal-hal tersebut. Sebagai contoh tenaga ahli tersebut harus
mampu membedakan jenis-jenis retak yang mungkin terjadi pada
struktur beton. Untuk dapat membedakan jenis-jenis retak tersebut
beserta penyebabnya, perlu diIakukan penyelidikan yang mendalam
mengenai pola retak yang terjadi. berdasarkan penyelidikan tersebut
bisa didapat dugaan-dugaan awal mengenai penyebab retak. Tabel di
bawah ini memperlihatkan bentuk-bentuk gejaIa yang dapat timbul
yang biasanya berhubungan deangan jenis-jenis kerusakan tertentu.
Pada session sebelumnya telah diberikan secara detail bentukbentuk

34 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

kerusakan yang umum pada material/struktur beton bertulang


eksisting beserta penyebabnya.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2.5. Diagnosa Kerusakan Pada Beton (a) Korosi Tulangan,


(b) Susut Elastik, (c) Serangan Sulfat, dan (d) Reaksi

Tabel 2.5. Diagnosis Kerusakan yang Terjadi Pada Beton

 Pemilihan jenis pengujian


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis metode
pengujian untuk struktur eksisting terdiri atas:
1) Tingkat kerusakan struktur eksisting yang diizinkan
2) Waktu pengerjaan
3) Biaya yang tersedia
4) Tingkat keandalan hasil pengujian
5) Jenis permasalahan yang dihadapi
6) Peralatan yang tersedia

Kemungkinan besar jenis pengujian yang tersedia tidak dapat


memenuhi semua hal diatas secara optimal, sehingga perlu adanya
suatu kompromi. Sebagai ilustrasi disampaikan disini bahwa metoda-
metoda pengujian beton yang sifatnya tidak merusak (seperti halnya
ultrasonik dan hammer test yang dapat digunakan untuk mengetahui

35 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

kuat tekan beton pada struktur) biasanya merupakan bentuk pengujian


yang sangat sederhana, cepat dan murah. Namun, tingkat kesulitan
dalam mengkalibrasi hasil pengujian, misalnya untuk proses
interpretasi nilai kuat tekan beton, adalah tergolong tinggi. Disamping
itu, jika kalibrasi ini tidak dilakukan secara baik dan benar, maka
tingkat keandalan hasil pengujian dengan menggunakan alat-alat
tersebut akan menjadi rendah.
Sementara itu jenis pengujian lain yang tersedia seperti pengambilan
sampel core can struktur beton eksisting yaitu kemudian dilanjutkan
dengan pengujian tekan dapat memberikan informasi yang lebih
akurat mengenai nilal kuat tekan beton. Jadi, tingkat keandalan hasil
pengujian core tersebut adalah tergolong tinggi. Namun, cara ini
membutuhkan biaya yang sangat tinggi dan memerlukan waktu
pengerjaan yang relatif lebih lama. Selain itu, cara ini juga
menimbulkan kerusakan pada struktur. Jadi dapat dilihat disini bawa
sebagai langkah awal dalam memilih jenis pengujian yang paling
sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada perlu disusun terlebih
dahulu tingkat prioritas hal- hal yang akan dijadikan sebagai dasar
pemilihan. Namun perlu diperhatikan bahwa biasanya tingkat akurasi
hasil pengukuran merupakan kriteria yang paling penting dalam
pemilihan jenis pengujian. Biasanya, untuk mengatasi kelemahan
pengujian-pengujian yang disebutkan pada ilustrasi diatas, dapat
dilakukan penggabungan beberapa jenis/metoda pengujian. Sebagai
contoh, karena dapat memberikan hasil yang akurat, pengujian core
dapat digabungkan dengan bentuk-bentuk pengujian yang lain seperti
pengujian ultrasonic atau hammer. Disini, pengujian core dapat
dilakukan untuk mengkalibrasi hasil pengujian ultrasonic clan
hammer. Karena sifatnya yang hanya mengkalibrasi, jumlah sample
core yang diperlukan tentu saja dapat diperkecil. Sehingga kerusakan
yang timbul pun dapat diminimumkan.
 Jumlah dan lokasi pengujian
Jumlah pengujian yang dibutuhkan, ditentukan oleh:
1) Tingkat akurasi yang diinginkan

36 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

2) Biaya yang dibutuhkan


3) Tingkat kerusakan yang ditimbulkan
Sebagai contoh, pada pengujian hammer, untuk mengetahui nilai
kuat tekan beton dengan tingkat akurasi yang tinggi biasanya
diperlukan dalam jumlah yang besar yang lokasi pengujiannya
dapat disebarkan sehingga mencakupi semua daerah komponen
struktur yang kan diuji.

2. Tahapan pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan perlu diperhatikan tingkat kesulitan dalam
mencapai lokasilokasi yang telah ditentukan sebagai lokasi pengujian.
Sistem perancah dapat digunakan, namun sistemnya harus direncanakan
dan dipersiapkan dengan baik. Penanganan peralatan pengujian harus
dilakukan dengan baik selama pelaksanaan. Selain itu, keselamatan
tenaga pelaksana harus benar-benar diperhatikan (tenaga pekerja perlu
dilengkapi dengan peralatan keselamatan seperti topi pengaman ("hard
hat"), tali pengikat dan lain-lain). Pada saat pelaksanaan, perlu
diperhatikan pengaruh gangguan yang mungkin timbul dari pengujian
tersebut terhadap lingkungan (baik terhadap orang maupun terhadap
gedung-gedung struktur-struktur disekitar lokasi struktur yang sedang
diuji).
3. Tahapan interpretasi
Tahap interpretasi dapat dibagi menjadi tiga tahapan yang berbeda.
 Kalibrasi
 Peninjauan variasi hasil pengukuran
 Analisis Perhitungan
i. Metoda Pengujian
Metoda pengujian untuk mengevaluasi kerusakan beton pads umumnya dapat
dibagi menjadi dua yaitu :
- Metoda langsung
Sebagai contoh : pengamatan visual, analisis dan pengujian bahan.
- Metoda tidak langsung
Pada metoda ini, dilakukan pengukuran parameter-parameter yang dapat
dikorelasikan dengan kekuatan, perilaku elastik atau kondisi kerusakan bahan.

37 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Selain itu metoda pengujian dapat juga dikelompokkan atas dasar tingkat
kerusakan yang ditimbulkan pads struktur, yaitu pengujian Non-Destructive,
pengujian Semi-Destructive, dan pengujian Destructive.
Metoda pengujian non-destructive adalah metode pengujian yang tidak merusak
struktur/komponen struktur yang ditinjau. Yang tergolong dalam jenis pengujian
ini diantaranya adalah pengujian hammer, ultrasonic, dan kain-lain. Metoda
pengujian semi-destruktive adalah pengujian yang menimbulkan kerusakan
minor sampai sedang pads struktur/komponen struktur yang diuji. Contoh dari
pengujian ini diantaranya adalah pengujian pull-out, pengujian core, pengujian
beban batas (ultimatelcollapase load test) pada komponen-komponen struktur.

1. Metoda Pengujian Kekerasan Permukaan (Schmidt Hammer)


Metoda pengujian ini dilakukan deangan memberikan beban impact
(tumbukan) pada permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang
diaktifkan dengan memberikan energi yang besarnya tertentu. Jarak
pantulan yang timbul dari massa tersebut pada saat terjadi tumbukan dengan
permukaan beton benda uji dapat memberi indikasi kekerasan dan juga, juga
setelah kalibrasi, dapat memberikan indikasi nilai kuat tekan beton benda
uji. Jenis hammer yang umum dipakai untuk pengujian ini adalah "Schmidt
rebound hammer". Alat ini sangat berguna untuk mengetahui keseragaman
material beton pada struktur. Karena kesederhanaannya, pengujian deangan
menggunakan alat ini dapat dilakukan dengan cepat, sehinggadapat
mencakup area pengujian yang luas dalam waktu yang singkat. Alat ini
sangat peka terhadap variasi yang ada pada permukaan beton, misalkan
keberadaan partikal batu pada bagian-bagian tertentu dekat permukaan.

Gambar 2.6. Hammer Test

Oleh karena itu, diperlukan pengambilan beberapa kali pengukuran di


38 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

sekitar setiap lokasi pengukuran, yang hasilnya kemudian dirata-ratakan.


British Standarts (BS) mengisyaratkan pengambilan antara 9 sampai 25
kali pengukuran untuk setiap daerah pengujian seluas maksimum 300 mm2
(jarak antara 2 lokasi pengukuran tidak boleh dari pada 20 mm).

Secara umum alat yang digunakan untuk :


- Memeriksa keseragaman kualitas beton pada struktur
- Mendapatkan perkiraan nilai kuat tekan beton
- Mendapatkan informasi mengenai ketahanan beton terhadap abrasi
Spesifikasi mengenai penggunaan alat ini bisa dilihat pada BS4408 pt.
4 atau ASTM C805-89.
Seperti yang disebutkan sebelumnya. banyak sekali variabel yang
berpengaruh terhadap basil pengukuran dengan menggunakan "Schmidt
Rebound Hammer". Oleb karena itu sangat sulit untuk mendapakan
diagram kalibrasi yang bersifat umum yang dapat menghubungkan
parameter tegangan heton sebagai fungsi nilai Skala pemantulan "rebound
hammer" dan dapat diaplikasikan untuk sembarang beton. Jadi dengan kata
lain diagram kalibrasi sebaiknya berbeda untuk setiap jenis campuran
beton yang berbeda. Oleh karena itu untuk setiap jenis beton yang
berbeda, perlu diperoleh diagram kalibrasi tersendiri. Untuk mendapatkan
diagram kalibrasi tersebut perlu dilakukan pengujian tekan sample hasil
Coring untuk setiap jenis beton yang berbeda pada struktur yang sedang
ditinjau. Hasil uji coring tersebut kemudian dijadikan sebagai konstanta
untuk mengkalibrasi bacaan yang didapat dari peralatan hammer tersebut.
Perlu diberi catatan disini bahwa penggunaan diagram kalibrasi yang
dibuat oleh produsen alat uji hammer sebaiknya dihindarkan. karena
diagram kalibrasi tersebut diturunkan atas dasar pengujian beton dengan
jenis dan ukuran agregat tertentu. bentuk benda uji yang tertentu dan
kondisi tes tertentu
Tabel 2.6. Diagnosis Hammer Test

39 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

2. Uji Pembebanan (load test)


Uji pembebanan (load test) perlu dilakukan jika ternyata hasil pengujian
material, baik non-destructive maupun semi-destructive yang kemudian
diikuti dengan perhitungan analitis dengan menggunalan dimensi dan sifat-
sifat bahan yang sebenarnya, belum memuaskan pihak-pihak terkait.
Tujuan load test pada dasarnya adalah untuk membuktikan bahwa tingkat
keamanan suatu struktur atau bagian struktur sudah memenuhi persyaratan
peraturan bangunan yang ada, yang tujuannya untuk menjamin
keselamatan umum. Oleh karena itu biasanya load test hanya dipusatkan
pada bagian-bagian struktur yang dicurigai tidak memenuhi persyaratan
tingkat keamanan berdasarkan data-data hasil pengujian material dan
pengamatan.
Uji pembebanan biasanya perlu dilakukan untuk kondisi-kondisi berikut
ini:
- Perhitungan analitis tidak memungkinkan untuk dilakukan karena
keterbatasan informasi mengenai detail dan geometri struktur.
- Kenerja struktur yang sudah menurun karena adanya penurunan
kualitas bahan, akibat serangan zat kimia, ataupun karena adanya
kerusakan fisik yang dialami bagian-bagianstruktur, akibat kebakaran,
gempa, pembebanan yang berlebihan, dan lain-lain.
- Tingkat keamanan struktur yang sangat rendah akibat jeleknya
kualitas pelaksanaan ataupun akibat adanya kesalahan pada
perencanaan yang sebelumnya tidak terdeteksi.
- Struktur direncanakan dengan metoda-metoda yang non standart,
sehingga menimbulkan kekuatiran mengenaitingkat keamanan struktur
tersebut.
- Perubahan fungsi struktur, sehingga menimbulkan pembebanan
tambahan yang belum diperhitungkan saat perencanaan.
- Diperlukannya pembuktian mengenai kinerja suatu struktur yang barn
saja direnivasi/diperkuat.
3. Jenis-jenis Uji pembebanan (load test)
Uji pembebanan dikategorikan dalam 2 kelompok, yaitu :
 Pengujian di tempat (in-situ) yang biasanya bersifat non-destructive
Pengujian bagian-bagian struktur yang diambil dari struktur
40 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

utamanya. Pengujian biasanya dilakukan di laboratorium yang


bersifat merusak.

Pemilihan jenis uji pembebanan ini bergantung pada situasi dan


kondisi. Tetapi biasanya cara kedua dipilih jikacara pertama tidak
praktis (tidak mungkin) untuk dilaksanakan.
Selain itu pemilihan jenis pengujian pembebanan ini bergantung
pada tujuan diadakannya load test. Apabila tujuannya hanya ingin
mengetahui tingkat layanan struktur, maka pillhan pertama tentunya
paling baik. Tetapi jika ingin mengetahui kekuatan batas dari suatu
bagian struktur, yang nantinya akan digunakan sebagai kalibrasi
untuk bagian-bagian struktur lainnya yang mempunyai kondisi yang
sama, maka cara kedualah yang dipilih.
 Pengujian pembebanan di tempat (in-situ load test)
Ujian utama dan pengujian ini adalah untuk memperlihatkan apakah
perilaku suatu struktur pada saat diberi beban kerja (working load)
memenuhi persyaratan bangunan yang ada yang pada dasarnya
dibuat agar keamanan masyarakat umum terjamin. Perilaku struktur
tersebut dinilai berdasarkan pengukuran lendutan yang terjadi. Selain
itu penampakan struktur pada saat dibebani juga diukur/di evaluasi.
Sebagai contoh, apakah retak-retak yang terjadi selama pengujian
masih dalam batas-batas yang wajar. Beberapa hal yang patut men
jadi perhatian dalam pelaksanaan loading test akan diberikan dalam
uraian berikut ini.
4. Uji beban merusak (beban batas)
Uji merusak biasanya ditempuh jika pengujian di tempat (in-situ) tidak
mungkin di lakukan atau jika tujuan utama pengujian adalah mengetahui
kapasitas suatu bagian struktur yang nantinya akan dijadikan sebagai acuan
dalam menilai bagianbagian struktur lainnya yang identik dengan bagian
yang diuji. Pengujian jenis ini biasanya memakan waktu dan biaya yang
besar, terutama untuk pemindahan dan penggantian bagian struktur yang
akan diuji dilaboratorium. Namun, walaupun begitu hasil yang bias
diharapkan dari pengujian jenis ini tergolong sangat akurat dan informatif.

41 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

2.3.3 Pendekatan Utilitas Bangunan


Utilitas bangunan suatu gedung terdiri dari beberapa komponen, dimana setiap
komponen saling mendukung fungsi gedung serta kenyamanan dan keselamatan
orang-orang yang menggunakan gedung tersebut. Komponen- komponen utilitas bangunan
tersebut antara lain adalah sistem instalasi pencegahan kebakaran, sistem transportasi vertikal
, system plumbing, sistem instalasi listrik, sistem sirkulasi udara, sistem instalasi penangkal
petir dan sistem instalasi komunikasi.
a. Komponen Utilitas Bangunan
Untuk tujuan penelitian tingkat keandalan utilitas bangunan gedung, sampling bangunan
diperiksa berdasarkan tujuh komponennya, yaitu :
1. Utilitas pencegahan kebakaran
 Sistem deteksi alarm kebakaran : alat-alat deteksi, titik panggil manual, panel
kontrol kebakaran, catu daya, alarm kebakaran, kabel instalasi.
 Sprinkler otomatis : pompa air, kepala sprinkler, kran uji, pipa instalasi.
 Gas pemadam api : kumpulan tabung gas, alarm kebakaran, stater otomais, catu
daya panel kontrol, kotak operasi manual, alat-ala deteksi, nosel gas, kran pilih
otomatis.
 Hidran : pompa air, pipa instalasi, tangki penekan, hidran koak, hidran pilar,
simber air, tangki penampungan air.
 Tabung pemadam api ringan : tabung gas tersegel, selang.
2. Utilitas transportasi vertikal
 Lift : motor penggerak, sangkar dan alat kontrol, motor dan penggerak pintu,
kabel dan panel listrik, rel, alat penyeimbang, peredam sangkar. Berdasarkan
peraturan nasional: garis tengah kabel-kabel harus sekurang- kurangnya 12 mm,
banyaknya kabel minimal 3 buah, dan plat lantai pemikul lift terbuat dari
beton. Untuk keamanan, kabin lift harus tahan api dan tertutup. Namun
demikian harus ada lubang yang dapat digunakan untuk menolong penumpang
dalam keadaan darurat.

42 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 2.7. Klasifikasi Penggunaan Lift

 Eskalator : motor penggerak, alat kontrol, kabel dan panellisrik, rantai penarik,
roda gigi penarik, badan eskalator, anak tangga.

3. Utilitas plumbing
 Air bersih : sumber air, tangki penampungan atas, pompa penampungan dan
alat kontrol, pompa distribusi, listrik untuk panel pompa, pompa instalasi, kran.
 Air kotor : kloset, saluran ke tangki septictank, kran air gelontor, tangki septic,
bak cuci, saluran dari bak cuci kesaluran terbuka, lubang pengurasan, pipa air
hujan.
4. Utilitas instalasi listrik
 Sumber daya PLN : panel tegangan menengah, trafo, panel distribusi, lampu
amature, kabel instalasi.
 Sumber daya genset : motor penggerak, alternator, alat pengisian aki, radiator,
kabel instalasi, AMF, daily tank panel.

Gambar 2.7. Alat Ukur Tang Meter

 Sistem tata udara sentral: sistem pendinginan langsung (media air), sistem
pendinginan tidak langsung (media udara).
 Sistem tata udara non sentral: sistem AC windows, sistem AC split.
43 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

5. Utilitas instalasi penangkal petir


 Instalasi proteksi petir external: kepala penangkal petir, hantaran
pembumian, elektroda pembumian.
 Instalasi proteksi petir internal: arester tegangan lebih, pengikat
ekuipotensial, hantaran pembumian, elektroda pembumian.
6. Utilitas Instalasi Komunikasi
 Instalasi telepon: pesawat telepon, PABX, kabel instalasi.
 Instalasi tata suara: mikropon, panel sistem tata suara, speaker, kabel
instalasi.

b. Pengumpulan Data Utilitas Bangunan


1. Observasi
Obeservasi adalah pengamatan visual yang dilakukan dengan survey lapangan pada
objek yang diteliti. Observasi ini diperlukan untuk mendapatkan gambaran secara
langsung objek yang dan untuk mendapatkan informasi dari pengguna bangunan
terhadap komponen utilitas yang terdapat pada gedung tersebut. Berdasarkan
pengamatan visual ini akan diperoleh data-data mengenai kualitas, kuantitas Berta
kelengkapan dari komponen-komponen utilitas bangunan.
2. Pengukuran dan pengujian
Pengukuran dan pengujian dilakukan untuk mendukung data-data yang diperoleh
dari pengamatan visual. Pengukuran dan pengujian dilakukan terhadap komponen
utilitas instalalsi listrik dan instalasi penangkal petir. Peralatan-peralatan pengukuran
yang digunakan adalah :

44 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 2.8. Alat Ukur Mekanikal Elektrikal

Tabel 2.8. Batas Nilai Parimeter Yang Diinginkan

2.3.4 Pendekatan Aspek Lingkungan


Sarana dari bangunan umum merupakan tempat dan atau alat yang dipergunakan oleh
masyarakat umum untuk melakukan kegiatannya, untuk itu perlu dikelola demi kelangsungan
kehidupan dan penghidupannya untuk mencapai keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan
sosial, yang memungkinkan penggunanya hidup dan bekerja dengan produktif secara sosial
ekonomis. Untuk itu sarana dan bangunan umum tersebut harus memenuhi persyaratan
kesehatan. Hal ini telah diamanatkan pada Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan. Sarana dan bangunan umum dinyatakan memenuhi syarat kesehatan lingkungan
apabila memenuhi kebutuhan fisiologi, psikologis dan dapat mencegah penularan penyakit
45 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

antar pengguna, penghuni dan masyarakat sekitarnya, selain itu harus memenuhi persyaratan
dalam pencegahan terjadinya Kecelakaan.
Dalam rangka melindungi, memelihara dan mewujudkan lingkungan yang sehat pada sarana
dan :angunan umum perlu dilakukan berbagai upaya pengendalian faktor risiko penyebab
timbulnya penyakit sebagai bagian dari kegiatan surveilans epidemiologi.
a. Komponen Lingkungan
Indikator penilaian Sarana Sanitasi bangunan meliputi beberapa parameter sebagai
berikut
- Sarana air bersih
- Drainase gedung
- Sarana pembuangan air limbah
- Sarana pembuangan sampah.
1. Sarana air bersih
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari baik domestik
(rumah tangga) maupun non domestik (perkantoran, industri, komersial dan fasilitas
umum lainnya) yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dapat diminum apabila
telah dimasak. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan
dan dapat langsung diminum.
Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber yang
bersih dan aman, karena pencemaran air minum/air bersih dapat terjadi mulai dari
sumber air, selama proses pengolahan maupun selama pengaliran di dalam pipa
distribusi. Beberapa sarana air bersih yang umum digunakan untuk keperluan
domestik ataupun non domestik diantaranya: sumur dangkal (sumur gali, sumur
pompa tangan dangkal), sumur dalam (sumur artesis), terminal air, PDAM.
Demikian pula dalam suatu bangunan, pencemaran dalam sumber air bersihnya pun
dapat terjadi, oleh karena itu, sumber/sarana air bersih dalam suatu bangunan perlu
direncanakan. Misalnya jika menggunakan sarana air bersih dari sumur, maka
persyaratan konstruksi bangunan sumur harus aman terhadap polusi yang disebabkan
pengaruh luar, sehingga harus dilengkapi dengan pagar keliling, selain itu bangunan
pengambilan harus dapat dikonstruksikan secara mudah dan ekonomis serta dimensi
sumur harus memperhatikan kebutuhan maksimum harian.
Persyaratan kualitatif menggambarkan mutu atau kualitas dari air bersih. Persyaratan
ini meliputi persyaratan fisik, kimia, biologi dan radiologi. Syarat kualitas air ini

46 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

menunjukkan bahwa kandungan unsur fisik, kimia,biologi dan radiologi harus berada
dibawah ambang batas yang diatur menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.907/Menkes/SK/VII/2002, sehingga tidak membahayakan tingkat kesehatan
manusia.
Batasan-batasan air yang bersih dan aman antara lain
- Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit.
- Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun.
- Tidak berasa dan tidak berbau.
- Dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah tangga.
- Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen
Kesehatan RI. Adapun syarat-syarat kualitas air minum diantaranya seperti
terlihat pada tabel berikut.

Tabel 2.9. Persyaratan Kualitas Air Minum (Sumber: SK Menkes No. 907 Tahun 2002)

2. Drainase Gedung
Bangunan yang dilengkapi dengan sistem plambing harus dilengkapi dengan sistem
drainase untuk pembuangan air hujan yang berasa) dari atap maupun jalur terbuka
yang mengalirkan air. Air hujan yang dibawa dalam sistem plambing ini harus
disalurkan ke dalam lokasi pembuangan untuk air hujan. Hal ini karena tidak boleh
air hujan disalurkan ke dalam sistem plambing air buangan yang hanya bertujuan
untuk menyalurkan air buangan saja atau disalurkan ke suatu tempat sehingga air
hujan tersebut akin mengalir ke jalan umum, menyebabkan erosi atau genangan

47 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

air. Bila terdapat sistem plambing air buangan dan air hujan dalam satu gedung
maka tidak dianjurkan untuk digabungkan kecuali hanya pada lantai paling bawah
saja. Sistem plambing air hujan yang digabung dengan air buangan pada lantai
terbawah harus dilengkapi dengan perangkap untuk mencegah keluarnya gas dan bau
tidak enak dari sistem tersebut. Setiap gedung yang direncanakan/dibangun harus
mempunyai perlengkapan drainase untuk menyalurkan air hujan dari atap dan
halaman (dengan pengerasan) di dalam persil ke saluran pembuangan campuran kota.
Adapun sistem pengaliran air hujan dapat dilakukan dengan 2 cara:
- Sistem Gravitasi : yaitu melalui pipa dari atap dan balkon menuju lantai dasar
dan dialirkan langsung ke saluran kota
- Sistem Bertekanan (Storm Water) : yaitu air hujan yang masuk ke lantai
basement melalui ramp dan air buangan lain yang berasal dari cuci mobil dan
sebagainya dalam bak penampungan sementara (sump pit) di lantai basement
terendah untuk kemudian dipompakan keluar menuju saluran kota.
Gutter (talang atap) dan leader (talang tegak) air hujan digunakan untuk
menangkap air hujan yang jatuh ke atas atap atau bidang tangkap lainnya di atas
tanah. Dari leader kemudian dihubungkan ke titik-titik pengeluaran, umumnya
ke permukaan tanah atau sistem drainase bawah tanah (underground drain).
Tidak diperkenankan menghubungkannya dengan sistem saluran saniter. Talang
tegak dapat ditempatkan di dalam ruangan (conductor) maupun di luar bangunan
(leader).
Berdasarkan rekomendasi dari Copper & Brass Research Association beberapa
prinsip berkenaan dengan penentuan ukuran gutter & leader adalah:
- Ukuran leader dibuat sama dengan outletnya, untuk menghindari kemacetan
aliran yang ditimbulkan oleh daun dan kotoran lainnya.
- Jarak maksimum antar leader adalah 75 ft (22,86 m). Aturan yang paling
aman adalah untuk 150 ft2 (13,94 m2) luas atap dibutuhkan I inci luas
leader. Angka-angka tersebut dapat berubah akibat kondisi-kondisi lokal.
- Ukuran outlet tergantung pada jumlah & jarak antar outlet, kemiringan atap
dan bentuk gutter.

- Jenis gutter terbaik adalah jika punya kedalaman minimal sama dengan
setengah kali lebarnya dan tidak lebih dari 3/4 lebarnya.
Gutter berbentuk setengah lingkaran merupakan bentuk yang paling

48 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

ekonomis dalam kebutuhan materialnya dan menjamin adanya proporsi


yang tepat antara kedalaman dan lebar gutter. ukuran gutter tidak boleh
lebih kecil dari leader-nya dan tidak boleh lebih kecil dari 4 inci.
3. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah
tangga, industri, maupun tempat - tempat umum lainnya. Jenis dan macam air limbah
dikelompokkan berdasarkan sumber penghasil, yang terdiri dari:
 Air limbah domestik : berasal dari kegiatan penghunian, seperti rumah tinggal,
hotel, sekolah, perkantoran, pertokoan, pasar dan fasilitas pelayanan umum.
Air limbah domestik dapat dikelompokkan menjadi: air buangan kamar mandi,
air buangan WC : air kotor/tinja, dan air buangan dapur dan cucian
 Air limbah Industri : berasal dari kegiatan industri, seperti pabrik tekstil, pabrik
pangan, industri kimia, dll.
 Air limbah limpasan hujan : berasal dari air hujan yang melimpas di atas
permukaan tanah dan meresap ke dalam tanah.
Pada umumnya air limbah menganclung bahan-bahan atau zat – zat yang dapat
membahayakan kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup
Meskipun merupakan sisa air , namun volumenya besar, karena lebih kurang
80 % dari air yang digunakan kegiatan manusia sehari - hari dibuang dalam
bentuk yang sudah kotor (tercemar). Untuk kemudian air limbah ini akan
mengalir ke sungai dan laut dimana air ini digunakan manusia kembali. Oleh
sebab itu air buangan ini harus dikelola dan atau diolah secara baik.
Buruknya kualitas sanitasi juga tercermin dari rendahnya persentase penduduk
yang terkoneksi dengan sistem pembuangan air limbah (sewerage system).
Sistem pengolahan air limbah dapat dilakukan melalui proses pengolahan.
 Pengolahan individual : pengolahan yang dilakukan sendiri-sendiri oleh
masing-masing rumah terhadap limbah domestik yang dihasilkan. Secara
diagramatis penanganan air limbah secara individual ditunjukkan dalam
gambar berikut:

49 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 2.9. Pengelolaan Individual

Pengolahan individual pada lingkungan terbatas : dilakukan secara terpadu


dalam wilayah yang kecil, seperti hotel, rumah sakit, bandara dan fasilitas
umum. Secara diagramatis penanganan air limbah secara individual pada
lingkungan terbatas ditunjukkan dalam gambar berikut:

Gambar 2.10. Pengelolaan Individu Pada Lingkungan Terbatas

 Pengolahan komunal : dilakukan pada suatu kawasan pemukiman,


industri, perdagangan, yang pada umumnya dibuang melalui jaringan
riool kota untuk kemudian dialirkan ke suatu Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL). Secara diagramatis penanganan air limbah secara
komunal ditunjukkan dalam gambar berikut:

Gambar 2.11. Pengelolaan Komunal

50 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

4. Sarana pembuangan sampah


Sampah merupakan sisa hasil kegiatan manusia, yang keberadaannya banyak
menimbulkan masalah apabila tidak dikelola dengan baik. Apabila dibuang dengan
cara ditumpuk saja maka akan menimbulkan bau dan gas yang berbahaya bagi
kesehatan manusia. Apabila dibakar akan menimbulkan pengotoran udara.
Kebiasaan membuang sampah disungai dapat mengakibatkan pendangkalan
sehingga menimbulkan banjir. Dengan demikian sampah yang tidak dikelola
dengan baik dapat menjadi sumber pencemar pada tanah, badan air dan udara.
Selain itu juga sudah harus dimulai penerapan prinsip-prinsip pengurangan volume
sampah dengan menerapkan prinsip 4 R yaitu (Reduce, Reuse, Recycle dan
Replace).
Secara umum system pengelolaan sampah ditinjau dari aspek teknis operasional
dapat ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 2.12 Pengelolaan Sampah


Berdasarkan gambar tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sistem pengelolaan
sampah dapat dilakukan dengan berbagai jalur, misalnya timbulan wampah masuk
ke pewadahan kemudian di bawa oleh kendaraan pengumpul langsung dibuang ke
tempat pembuangan akhir, atau jalur lain, misalnya setelah melalui bagian
pengumpulan kemudian dibawa ke bagian pemilahan dan pengolahan, setelah itu
dibuang ke tempat pembuangan akhir.
b. Pengumpulan Data, Peralatan dan Analisis Data
1. Pengumpulan data
Data yang terkait dengan aspek lingkungan terdiri dari data sekunder
maupun data primer. Data sekunder yang akan dipergunakan dikumpulkan

51 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

dari berbagai sumber yang representative dan mewakili, terutama


dokumen yang berkaitan dengan upaya pengelolaan lingkungan yang telah
dilakukan dari masing-masing pemilik bangunan. Data primer
dikumpulkan dari hasil observasi lapangan dan pengambilan sampel serta
pengukuran di lokasi yang telah ditetapkan. Untuk sarana air bersih,
drainase dan air limbah, sampel air diamati dan diambil sampelnya di titik-
titik antara lain pads sumber air, saluran air/drainase dan outlet Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL). Sarana pembuangan sampah diamati
terutama mengenai sistem pengelolaan sampah secara umum yang
meliputi: pewadahan/penyimpanan, pengangkutan, pengolahan dan
pembuangan akhir.
2. Peralatan
Untuk menunjang kegiatan monitoring penyehatan sarana dan bangunan
umum diperlukan instrumen berupa formulir pengamatan dan peralatan
yaitu:
 Formulir Pengamatan
 Formulir pemeriksaan
 Formulir Inspeksi Sanitasi
 Peralatan pengukuran kualitas lingkungan antara lain
 Pengukur kualitas air
 Sanitarian Kit
 Peralatan lain yang dipergunakan untuk mengukur kualitas
lingkungan pada penyehatan sarana dan bangunan umum.
3. Analisis data
Metode analisis yang digunakan untuk sampel air mengacu pada Peraturan
Menteri Kesehatan No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan
Kualitas Air Minum di Provinsi Jawa Barat. Analisis aspek sanitasi
mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-112 Tahun
2003 tentang Baku Mutu Limbah Air dan Limbah Domestik.

2.4 Pemeliharaan Bangunan Gedung


Menurut Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2008 tentang pedoman pemeliharaan
bangunan gedung, pemeliharaan bangunan gedung adalah kegiatan menjaga keandalan
bangunan gedung beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi.
52 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Beberapa jenis pemeliharaan berdasarkan British Standard Institute (1984) BS 3811 : 1984
Glossary of Maintenance Management Terms in Terotechnology :
1. Pemeliharaan terencana (planned maintenance): pemeliharaan yang terorganisir dan
terencana. Adanya pengendalian dan pencatatan rencana pemeliharaan.
2. Pemeliharaan preventif (preventive maintenance): pemeliharaan dengan interval yang
telah ditetapkan sebelumnya, atau berdasarkan kriteria tertentu. Bertujuan untuk
mengurangi kemungkinan kegagalan atau degradasi performa suatu benda.
3. Pemeliharaan korektif (corrective maintenance): pemeliharaan yang dilakukan setelah
kerusakan atau kegagalan terjadi, lalu mengembalikan atau mengganti benda tersebut ke
kondisi yang diisyaratkan sesuai fungsinya.
4. Pemeliharaan darurat (emergency maintenance): pemeliharaan yang dilakukan dengan
segera untuk menghindari risiko yang serius. Pemeliharaan bangunan gedung harus
sering dilakukan selama masa penggunaan bangunan tersebut sehingga biaya perbaikan
yang digunakan dapat ditekan sekecil-kecilnya.

2.5 Lingkup Pemeliharaan Bangunan Gedung


Pekerjaan pemeliharaan meliputi jenis pembersihan, perapihan, pemeriksaan,
pengujian, perbaikan dan/atau penggantian bahan atau perlengkapan bangunan gedung, dan
kegiatan sejenis lainnya berdasarkan pedoman pengoperasian dan pemeliharaan bangunan
gedung. (Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 24/PRT/M/2008 tentang
Pedoman Pemeliharaan dan perawatan Bangunan Gedung). Pemeliharaan bangunan gedung
meliputi pemeliharaan dan perbaikan kecil untuk seluruh bangunan gedung meliputi :
1. Arsitektur bangunan
Arsitektur bangunan, meliputi lantai dan tangga, dinding, pintu, jendela, plafon dan atap.
2. Struktural
Struktural bangunan gedung meliputi balok, kolom dan dinding.
3. Utilitas
Utilitas bangunan meliputi listrik, tata udara (AC), plumbing, lift, pemadam
kebakaran, dan instalasi pengolahan air.
4. Tata Ruang luar
Tata ruang luar gedung meliputi lapangan parkir, pagar, tempat sampah, dan saluran
air.
5. Tata Grha (House Keeping)
Tata grha terdiri dari pemeliharaan kebersihan, pemeliharaan hygiene service,
53 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

pemeliharaan pest control, program general cleaning.

Komponen
Pemeliharaan

Struktur Elektrikal Tata Ruang Lain-lain


Luar

 Balok  Instalasi  Landscape  Sarana Parkir


 Kolom AC  Hardscape  Interior
 Dinding  Instalasi  Saluran
Pembuangan
 Pagar
 Pos/gardu

Arsitektur Mekanikal Tata Grha

 Atap  Instalasi Air  Cleaning Service


 Pelapis Lantai  Alat-alat  Hygiene Service
 Kusen, Pintu dan  Pest Control
Jendela  General Cleaning
 Penurup langit-
langit

Gambar 2.13. Work Breakdown Structure Komponen Pemeliharaan Bangunan Gedung

2.6 Tujuan Pemeliharaan Bangunan Gedung


Dalam penelitian yang dilakukan oleh Supriyatna (2011) menjelaskan bahwa tujuan
utama dari proses pemeliharaan adalah :
1. Untuk memperpanjang usia bangunan.
2. Untuk menjamin ketersediaan perlengkapan yang ada dan juga mendapatkan
keuntungan dari investasi yang maksimal.
3. Untuk menjamin keselamatan manusia yang menggunakan bangunan tersebut.
4. Operasional dari setiap peralatan atau perlengkapan dalam menghadapi situasi darurat
seperti kebakaran.

2.7 Pedoman Pemeliharaan Bangunan Gedung


Penelitian ini mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:
24/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung. Lingkup
pemeliharaan yang diamati yaitu lingkup arsitektural, 19 mekanikal, dan tata ruang luar.

54 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Namun, tidak semua komponen gedung diamati pemeliharaannya karena waktu penelitian
yang terbatas. Standar pelaksanaan pemeliharaan komponen- komponen gedung mengacu
pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 24/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung disajikan dalam Tabel di bawah ini:

Tabel 2.10. Standar Pemeliharaan Bangunan Gedung

No. Kegiatan Pemeliharaan Standar


1 Pembersihan dinding keramik kamar mandi/WC 2 kali

2 Pembersihan plafon tripleks 3 bukan

3 Pemulasan kunci, engsel, Grendel 2 bulan

4 Pembersihan pintu lipat 2 bulan

5 Pembersihan kusen Setiap hari

6 Pengecetan kembali kusen besi 1 tahun

7 Perawatan dinding kaca 1 tahun

8 Pembersihan kaca jendela serta pembatas (partisi ruangan) 1 minggu

9 Pembesihan saluran terbuka air kotor 1 bulan

10 Pembersihan sanitary fixtures (wastafel, toilet duduk, toilet Setiap hari


jongkok, urinoir)
11 Talang air datar pada atap bangunan 1 tahun

12 Pengecetan kembali talang tegak dari pipa besi atau PVC 4 tahun

13 Pengecetan luar bangunan 3 tahun

14 Pemeliharan atap bangunan 1 bulan

15 Pemeliharaan listplank kayu 6 bulan

16 Pemeriksaan dan pemebrsihan floor drain Setiap hari

55 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

17 Pengunaan disinfektan untuk membersihkan lantai dan 2 bulan


dinding kamar mandi
18 Pembersihan lantai keramik Setiap hari

19 Pembersihan lantai keramik dengan penghisap debu Setiap hari

20 Pembersihan tirai/gordyn 2 bulan

(Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 24/PRT/M/2008

2.8 Perencanaan Manajemen Pemeliharaan Bangunan Gedung


Dalam penelitian Ervianto (2007) dan Lateef (2009), masing-masing mengusulkan
konsep manajemen pemeliharaan gedung. Menurut Ervianto (2007), proses perencanaan
manajemen pemeliharaan harus berasal dari keinginan pemilik bangunan untuk memelihara
bangunannya agar tercipta rasa nyaman dan aman bagi pengguna gedung. Pemilik gedung
harus berkomitmen tinggi dalam merencanakan dan melaksanakan pemeliharaan gedung.
Tahap selanjutnya adalah menyusun kerangka pikir tentang program pemeliharaan, rancangan
program pemeliharaan dan rancangan program pemeliharaan. Pada tahap ini terjadi pemilihan
konsentrasi pemeliharaan yang akan dilaksanakan, tentunya disesuaikan dengan fokus
peruntukan bangunan. Selanjutnya adalah menerapkan program yang telah disepakati.
Melakukan evaluasi dan monitoring terhadap program pemeliharaan dilakukan guna
mendapatkan tingkat efektifitas dan efisiensi, dilanjutkan dengan pembuatan laporan
mengenai performa bangunan dan fasilitasnya setiap periode waktu tertentu. Data mengenai
fasilitas yang berada pada bangunan juga harus ada catatannya, sehingga umur komponen
dapat diprediksi dengan baik. Data ini dapat digunakan untuk prediksi biaya yang dibutuhkan
di tahun-tahun yang akan datang. Menurut Lateef (2009), manajemen pemeliharaan bangunan
gedung seharusnya menempatkan pengguna gedung sebagai dasar dan pusat pemikiran
perencanaan pemeliharaan. Pemeliharaan harus berfokus pada pengguna, tidak sekedar
memelihara aset/ fasilitas. Jika keinginan pengguna gedung bisa terpenuhi dengan biaya yang
minimal, hal tersebut tentu menambah nilai bangunan bagi 21 pengguna. Untuk tetap menjaga
kepuasan pengguna perlu ada perencanaan untuk pemeliharaan jangka panjang beserta dana
yang dikhususkan untuk pemeliharaan. Rencana jadwal pemeliharaan juga harus dibuat, lalu
pengelola bangunan juga harus mempunyai data catatan pemeliharaan dan informasi
mengenai kondisi dan performa bangunan. Rencana jadwal pemeliharaan juga harus
disesuaikan dengan aktivitas pengguna bangunan. Pelaksanaan pemeliharaan sebaiknya
56 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

dilakukan saat gedung sepi dari aktivitas, misalnya di akhir pekan.

57 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Bab 3 Metodologi
3.1 Pemeriksaan Kelaikan Bangunan
Secara umum pemeriksaan kelaikan bangunan gedung dilakukan dengan Cara
pengamatan visual kondisi fisik bangunan terhadap komponen Arsitektur, Struktur,
Utilitas, Kebakaran dan pemenuhan fasilitas aksesibilitas bagi penyandang cacat. Untuk
pemeriksaan struktur beton pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan Hammer test.
Untuk pemeriksaan instalasi bangunan pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan
alat pemantau suhu ruangan dan alat lainnya yang diperlukan. Setiap komponen
pemeriksaan wajib disiapkan gambar rencana atau as build drawings untuk kebutuhan
pemeriksaan dilapangan. Bila gambar yang dimaksud tidak tersedia, konsultan wajib
membuat gambar sesuai dengan kebutuhan (Conditional Drawings).

3.2 Penyelenggaraan Bangunan Gedung


Proses penyelenggaraan bangunan gedung secara garis besar dibagi menjadi dua
bagian yaitu bangunan gedung pada umunnya dan bangunan gedung tertentu.
Adapun lebih jelasnya proses penyelenggaraan bangunan gedung dapat dilihat pada
diagram alir Gambar 3.1 dan dan Gambar 3.2. berikut ini :

58 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 3.1 Bagan Penyelenggaraan Bangunan Gedung Pada Umumnya

59 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 3.2 Bagan Penyelenggaraan Bangunan Gedung Khusus

60 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

3.3 Tata Cara Penerbitan Sertifikat laik Fungsi


Sertifikat Laik Fungsi bangunan gedung yang diberikan oleh pemerintah
Kota/Kabupaten untuk bangunan gedung fungsi khusus, kepada pemilik/pengguna
bangunan gedung meliputi:
- Penerbitan SLF untuk pertama kali; dan
- Perpanjangan SLF selanjutnya.
Dalam proses pemberian SLF bangunan gedung pemerintah kota, pemerintah daerah dan
pemerintah provinsi untuk bangunan gedung fungsi khusus, harus melaksanakan dengan
prinsip pelayanan prima, serta tidak ada pungutan biaya.
1. Penyelenggaraan Bangunan Gedung
a. Lingkup penyelenggaraan bangunan gedung penyelenggaraan bangunan
gedung sebagai satu kesatuan sistem dalam pelaksanaan urusan wajib
pemerintahan di bidang bangunan gedung meliputi: pembangunan,
pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran bangunan gedung.
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung pengendalian
penyelenggaraan bangunan gedung dilakukan dengan:
 Penerbitan IMB;
 Penerbitan SLF bangunan gedung, perpanjangan SLF bangunan gedung;
dan
 Persetujuan Rencana Teknis Pembongkaran (RTB) bangunan gedung.
c. Sertifkat Laik Fungsi Bangunan Gedung SLF bangunan gedung diberikan
untuk bangunan gedung yang telah selesai dibangun dan telah memenuhi
persyaratan kelaikan fungsi bangunan gedung sebagai syarat untuk dapat
dimanfaatkan.
2. Prinsip-prinsip Pemberian SLF Bangunan Gedung
Pemberian SLF bangunan gedung sebagai satu kesatuan sistem dengan penerbitan
IMB harus mengikuti prinsip-prinsip:
a. Pelayanan Prima
Proses pemeriksaan kelaikan fungsi, persetujuan, penerbitan SLF bangunan
gedung, dan perpanjangan SLF bangunan gedung dilaksanakan dengan waktu
proses yang singkat sesuai dengan kompleksitas teknis bangunan gedung; dan
b. Tanpa Pungutan Biaya
61 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

SLF bangunan gedung sebagai keterangan yang menyatakan bahwa pelaksanaan


pembangunan bangunan gedung telah memenuhi persyaratan dan ketentuan
dalam IMB untuk dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya, sehingga tidak
dikenakan biaya lagi.
3. Persyaratan Penerbitan SLF Bangunan Gedung
SLF bangunan gedung diberikan dengan persyaratan meliputi:
a. Pemenuhan Persyaratan Administratif
1. Pemeriksaan pada proses penerbitan SLF bangunan gedung untuk menilai
pemenuhan persyaratan administratif meliputi:
a) Kesesuaian data aktual (terakhir) dengan data dalam dokumen status hak
atas tanah;
b) Kesesuaian data aktual (terakhir) dengan data dalam IMB, dan/atau
dokumen status kepemilikan bangunan gedung yang semula telah
ada/dimiliki; dan
c) Kepemilikan dokumen IMB.
2. Pemeriksaan Pada Proses Perpanjangan SLF Bangunan Gedung Untuk Menilai
Pemenuhan Persyaratan Administratif Meliputi:
a) Kesesuaian data aktual dan/atau adanya perubahan dalam dokumen status
kepemilikan bangunan gedung berdasarkan pada perubahan kepemilikan;
b) Kesesuaian data aktual (terakhir) dan/atau adanya perubahan dalam
dokumen status kepemilikan tanah; dan
c) Kesesuaian data aktual (terakhir) dan/atau adanya perubahan data dalam
dokumen IMB berdasarkan antara lain adanya pemecahan IMB atas
permohonan pemilik.
b. Pemenuhan Persyaratan Teknis
1. Pemeriksaan dan Pengujian Pada Proses Penerbitan SLF Bangunan Gedung
Untuk Menilai Pemenuhan Persyaratan Teknis Meliputi:
a) Kesesuaian data aktual (terakhir) dengan data dalam dokumen pelaksanaan
konstruksi bangunan gedung termasuk As build drawings, pedoman
pengoperasian dan pemeliharaan/perawatan bangunan gedung, peralatan
serta perlengkapan mekanikal dan elektrikal bangunan manual dokumen
ikatan kerja;
62 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

b) Pengujian/test di lapangan (on-site) dan/atau di laboratorium untuk aspek


keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan, pada struktur,
peralatan, dan perlengkapan bangunan gedung, serta prasarana bangunan
gedung pada komponen konstruksi atau peralatan yang memerlukan data
teknis yang akurat; dan
c) Pengujian/test sebagaimana dimaksud pada butir b.1) b) dan b.1) c)
dilakukan sesuai dengan pedoman teknis dan tata cara pemeriksaan
kelaikan fungsi bangunan gedung.
2. Pemeriksaan Dan Pengujian Pada Proses Perpanjangan SLF Bangunan Gedung
Untuk Menilai Pemenuhan Persyaratan Teknis Meliputi:
a. Kesesuaian data aktual (terakhir) dengan data dalam dokumen laporan
hasil pemeriksaan berkala, laporan pengujian struktur, peralatan, dan
perlengkapan bangunan gedung, serta prasarana bangunan gedung, laporan
hasil perbaikan dan/atau penggantian pada kegiatan perawatan, termasuk
adanya perubahan fungsi bangunan gedung, intensitas, arsitektur bangunan
gedung, dan dampak lingkungan yang ditimbulkan;
b. Pengujian/test di lapangan (on-site) dan/atau di laboratorium untuk aspek
keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan, pada struktur,
peralatan dan perlengkapan bangunan gedung, prasarana bangunan gedung
pada struktur, komponen konstruksi bangunan gedung dan peralatan yang
memerlukan data yang akurat, termasuk adanya perubahan fungsi bangunan
gedung, peruntukan dan intensitas, arsitektur bangunan gedung, serta
dampak lingkungan yang ditimbulkan; dan
c. Pengujian/test) dilakukan sesuai dengan pedoman teknis dan tata cara
pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung.
d. Lingkup dan metode pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung
a) Pemeriksaan Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung Meliputi:
1. Pemeriksaan pemenuhan persyaratan administratif. Pemeriksaan
kelengkapan, keabsahan, dan kebenaran/kesesuaian data dalam
dokumen.
2. Pemeriksaan pemenuhan persyaratan teknis. Pemeriksaan meliputi
pemenuhan persyaratan tata bangunan, dan persyaratan keandalan
63 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

bangunan gedung. Tata cara pemeriksaan pemenuhanpersyaratan tata


bangunan, dan persyaratan keandalan bangunan gedung meliputi
persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan,
lebih rinci diatur dalam pedoman teknis kelaikan

64 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 3.3 Bagan Tata Cara Penertiban SLF untuk Bangunan Gedung Baru

65 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 3.4 Bagan Tata Cara Penertiban SLF Bangunan Gedung yang Sudah Ada (Eksisting) dan Memiliki IMB

66 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 3.5 Bagan Tata Cara Penertiban SLF Bangunan Gedung yang Sudah Ada (Eksisting) dan Belum Memiliki IMB

67 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 3.6 Bagan Tata Cara Perpanjang SLF Bangunan Gedung


68 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 3.7 Bagan Tata Cara Pemeriksaan Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung Baru berupa Rumah Tinggal Tunggal dan Rumah
Tinggal deret yang Dilakukan Oleh Tim Teknis Perangkat Daerah Penyelenggara SLF.

69 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 3.8 Bagan Tata Cara Pemeriksaan Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung yang Sudah Ada (Eksisting) berupa Rumah Tinggal
Tunggal dan Rumah Tinggal Deret yang Telah Memiliki IMB Untuk Penerbitan SLF.

70 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 3.9 Bagan Tata Cara Pemeriksaan Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung yang Sudah Ada (Eksisting) berupa Rumah Tinggal
Tunggal dan Rumah Tinggal Deret yang Belum Memiliki IMB Untuk Penerbitan SLF

71 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 3.10 Bagan Tata Cara Pemeriksaan Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung yang Sudah Ada (Existing) berupa Rumah Tinggal
Tunggal dan Rumah Tinggal Deret untuk Perpanjangan SLF
72 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 3.11 Bagan Tata Cara Pemeriksaan Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung yang Sudah Ada (Eksisting) berupa Rumah Tinggal
Tunggal dan Rumah Tinggal Deret Pasca bencana

73 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

3.4 Kegiatan yang akan dilaksanakan


Kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu:
a) Mempelajari dan menggunakan Model Teknis Pemeriksaan Kelaikan Bangunan
Gedung, dan melakukan penyesuaian terhadap aspek teknis seperti yang
diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Republik Indonesia Nomor 22/PRT/M/2018 Tentang Pembangunan Bangunan
Gedung Negara.
b) Penyedia jasa agar membuat formulir untuk pengecekan komponen bangunan,
sekurang-kurangnya berisi :
1. Data Umum
 Nama Bangunan
 Lokasi/Alamat
 Fungsi
 Luas/Jumlah Lantai
 Pemilik
2. Data Penunjang
 Tahun Pembangunan
 Sejarah kepemilikan, kerusakan, dan fungsi bangunan gedung
 Perencana
 Kontraktor
 Pengawas
 Gambar Bangunan
 Nomor IMB
 Data Arsitektur
- Permen PU 26/PRT/2008 (Perencana Arsitektur & Elektrikal)
- Standar penyandang cacat Permen PU Nomor 30/PRT/2006
(Perencana Arsitektur).
- Permen PU Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas
dan Aksesibditas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
 Data Struktur
- SNI 1727-2020 Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung
dan struktur lain.
74 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

- SNI 2847-2019 untuk Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus


(SRPMK).
- Penulangan Shear wall harus mengikuti ketentuan SNI 03-2847-2019.
- Tata Cara Pelaksanaan Mendirikan Bangunan Gedung, SNI- 1728 -
1989.
- Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal, SNI-2834 –
2000.
- Tata Cara Perencanaan Akses Bangunan dan Akses Lingkungan untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung, SNI-1735 –
2000.
- Tata Cara Pemasangan Sistem Hidran untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung, SNI-1745 – 2000.
- Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI
2847 – 2019.
- Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung
SNI 1726 – 2019.
- Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja Struktural, SNI- 1729 –
2020.
- Spesifikasi Desain Untuk Konstruksi Kayu SNI 7973 - 2013
 Data Instalasi
- Permen PU 26/PRT/2008 (Perencana Arsitektur & Elektrikal)
- Permen PU no 26/PRT/M/2008 Tentang persyaratan Teknis Sistem
Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
- Undang-Undang RI No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Secara umum pemeriksaan kelaikan bangunan gedung dilakukan dengan cara


pengamatan visual kondisi fisik bangunan terhadap komponen Arsitektur, Struktur,
Instalasi dan pemenuhan fasilitas Aksesibilitas bagi penyandang cacat. Untuk
pemeriksaan struktur beton pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan Hammer test.
Untuk pemeriksaan instalasi bangunan pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan
Infrared thermographic thermal imaging radiometers. Setiap komponen pemeriksaan
wajib disiapkan gambar rencana atau As build drawings untuk kebutuhan pemeriksaan
75 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

dilapangan. Bila gambar yang dimaksud tidak tersedia, Konsultan wajib membuat
gambar sesuai dengan kebutuhan.
1. Arsitektur
a) Menyiapkan gambar-gambar arsitektur yang diperlukan.
b) Menyiapkan formulir isian data lapangan.
c) Periksa dan cara kondisi fisik komponen arsitektur, sesuai formulir
yang telah dibuat.
2. Struktur
a) Menyiapkan gambar-gambar struktur yang diperlukan.
b) Menyiapkan formulir isian data lapangan.
c) Periksa dan catat kondisi fisik komponen struktur.
3. Utilitas
a) Menyiapkan gambar-gambar utilitas gedung, seperti: instalasi plumbing,
sistem penghawaan buatan, penerangan buatan, transportasi verlikal (lift,
eskalator), jaringan listrik, jaringan komunikasi, sanitasi, dan peralatan lain
yang menunjang fungsi bangunan gedung.
b) Menyiapkan formulir isian data lapangan.
c) Periksa dan catat komponen utilitas yang ada baik di dalam maupun di luar.
d) Menyiapkan (gambar-gambar prasarana dan sarana kebakaran pada
bangunan gedung seperti: hidran, sprinkler, tangga darurat, dll, sesuai
dengan Permen PU No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem
Prototipe Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
e) Menyiapkan formulir Isian data Lapangan.
f) Perangkat dan cara komponen prasarana dan sarana kebakaran.
g) Menyiapkan gambar-gambar aksesibilitas penyandang cacat pada bangunan
gedung sesuai dengan Permen PU Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman
Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
h) Menyiapkan rekomendasi elemen aksesibilitas yang dipersyaratkan untuk
bangunan gedung.

3.5 Pengolahan Data dan Penentuan Kelaikan


Kondisi fisik yang dicatat dalam formulir untuk masing-masing komponen

76 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

digunakan untuk proses pengolahan dan penentuan nilai kelaikan dari segi arsitektur,
struktur, utilitas, kebakaran dan aksesibilitas, dengan langkah- langkah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan dan kesesuaian dan penyimpangan hasil pemeriksaan kondisi fisik
terhadap gambar desain arsitektur yang terkait.
2. Menentukan nilai kelaikan arsitektur berdasarkan hasil pemeriksaan.
3. Menyusun Rekomendasi.
4. Langkah penanganan bangunan gedung Selanjutnya, yaitu apakah bangunan
gedung tersebut perlu dilakukan penelitian detail lebih lanjut, perawatan,
perbaikan, perkuatan dan sebagainya untuk mencapai kondisi prima atau laik yang
wajib dilakukan oleh pemilik / pengguna bangunan gedung.

3.6 Batasan Kegiatan


Batasan kegiatan yaitu:
1. Pemeriksaan di utamakan pada :
 Bangunan Gedung Negara/Kantor Pemerintahan.
 Bangunan Gedung pelayanan umum.
 (Contoh: rumah sakit, hotel, pusat perbelanjaan, terminal, stasiun,bandara).
2. Pemeriksaannya dilakukan dengan Cara pengamatan visual terhadap komponen
Arsitekitur, Struktur, dan Instalasi.
3. Untuk pemeriksaan struktur beton, pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan Hammer test.
4. Luas total seluruh area bangunan gedung yang diperiksa
5. Pemeriksaan kelayakan bangunan dilakukan pada komponen :
a) Arsitektur
 Pemeriksaan Arsitektur dilaksanakan pada finishing bangunan baik yang
berada pada bagian dalam bangunan gedung, maupun yang berada pada
bagian luar bangunan gedung, mencakup :
 Fungsi bangunan gedung terhadap kesesuaian peruntukan lahan.
 Interior, antara lain: finishing Lantai/selubung bangunan, dinding,
pintu, plafond, jendela, kaca dan mebeul terpasang.
 Eksterior, antara lain: finishing Binding, lantai, pagar, dan
lingkungan pendukung.

77 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

b) Struktur
 Evaluasi dilakukan terhadap sistem struktur, pondasi, kolom, balok,
dinding, core, shear-wall, plafond dan atap.
c) Utilitas/Mekanikal dan Elektrikal
 Evaluasi dilakukan terhadap sistem transportasi vertikal (STV), sistem
transportasi vertical eskalator, sistem instalasi plumbing (air bersih, air
kotor dan limbah, dan air hujan), sistem instalasi listrik sistem Instalasi
tata udara, sistem instalasi penangkal petir, sistem instalasi komunikasi
dan tata suara, sistem pembuangan sampah, dan sistem BAS (Building
Automatic System).
 Persyaratan Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran, Evaluasi
dilakukan pada sistem proteksi pasif dan aktif yang terdapat pada obyek
bangunan gedung, termasuk pemeriksaan terhadap peralatan pemadam
kebakaran, material insulator kebakaran.
 Aksesibilitas penyandang cacat, Evaluasi dilakukan terhadap elemen
aksesiblitas yang terdapat pada bangunan gedung, sesuai dengan
ketentuan pada Permen PU No. 30/ PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis
Fasilitas dan Aksesiblitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik


Indonesia Nomor 11/PRT/M/2018 Tentang Tim Ahli Bangunan Gedung, Pengkaji
Teknis dan Penilik Bangunan serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan
Rakyat Republik Indonesia Nomor 19/PRT/M/2018 Tentang Penyelengaraan Izin
Mendirikan Bangunan Gedung Dan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung Melalui
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.

3.7 Indikator Keluaran


3.7.1 Indikator Keluaran Kualitatif
Indikator keluaran kualitatif meliputi:
1. Pemilihan bangunan gedung diprioritaskan kepada bangunan gedung yang sudah
memiliki IMB dan memiliki kelengkapan gambar rencana atau As Build Drawings
(gambar dapat diperoleh dari pemilik bangunan gedung maupun instansi
78 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

pemerintah terkait).
2. Meningkatnya kinerja pembinaan teknis bangunan gedung di daerah;
Meningkatkan kelaikan bangunan gedung dan perlengkapannya dalam menunjang
fungsi bangunan gedung dan tercapainya unsur-unsur keselamatan, kenyamanan,
kesehatan, komunikasi dan mobilisasi di dalam bangunan gedung tersebut.
3. Mengurangi kegagalan struktur yang diikuti oleh runtuhnya sebagian atau seluruh
gedung dan mengurangi dampak yang di timbulkan akibat bencana alam seperti
angin kencang, gempa, tanah longsor, perubahan fungsi dan sebagainya.
4. Terbinanya aparat Pemerintah Daerah dalam persiapan menyongsong
pemberlakuan SLF.

3.7.2 Indikator Keluaran Kuantitatif


Laporan hasil pelaksanaan pemeriksaan audit kelaikan bangunan gedung SPBU
Jatikawi Group Kabupaten Sukabumi berupa laporan pemeriksaan kelaikan bangunan
gedung (SLF) SPBU Jatikawi Group.

79 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Bab 4 Hasil dan Pembahasan


4.1 Pemeriksaan Persyaratan Administrasi Bangunan Gedung SPBU
Persyaratan administrasi yang harus dilengkapi untuk memenuhi persyaratan
kelaikan fungsi bangunan gedung adalah sebagai berikut:

4.1.1 Pemeriksaan Data Umum


SPBU Jatikawi Group harus diperiksa kelengkapan data pendukung, data-data
tersebut menjadi pendukung ijin pembangunan, pemanfaatan dan keberlangsungan
bangunan ini. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini.

Tabel 4.1 Pemeriksaan Data Umum

No Item No. Surat Administrasi Status Keterangan


DPMPTSP
Ijin Mendirikan 503.3/647/395/PMB-
1 28/01/2021 Kabupaten
Bangunan (IMB) DPMPTSP/2021
Sukabumi
Sertifikat lahan BPN Kabupaten
2 10.11.33.05.1.02521 22/04/2020
1056 m2 Sukabumi
Sertifikat lahan BPN Kabupaten
3 10.11.33.05.1.02522 28/04/2020
1410 m2 Sukabumi
DPMPTSP
Surat Ijin
4 503/393-DPMPTSP/2021 28/01/2021 Kabupaten
Lingkungan
Sukabumi
Dinas Pertanahan
dan Tata Ruang
5 SK-IKR 503/1350-Bid.TR 22/09/2020
Kabupaten
Sukabumi
DPMPTSP
503.2/394/IPPT-
6 IPPT 28/01/2021 Kabupaten
DPMPTSP/2021
Sukabumi

80 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Dinas Catatan
7 KTP Pemilik 3202102812500002 - Sipil Kabupaten
Sukabumi
Direktorat
8 NPWP Pemilik 06.871.781.8-405.000 -
Jenderal Pajak

9 NIB Perusahaan 9120102542295 29/05/2021 OSS - BKPM

SPT/PPH
Direktorat
10 PT. Jatikawi 65650406503231230330 30/04/2023
Jenderal Pajak
Group
Rekomendasi
Direktorat
11 UKL-UPL PT. 65650406503231230330 30/04/2023
Jenderal Pajak
Jatikawi Group
Dinas
Persetujuan Perhubungan
12 33/Hub.02.03.01/T.2021 06/01/2021
Andalalin Provinsi Jawa
Barat
As Build Drawing
PT. Farna
13 SPBU Jatikawi - 27/05/2021
Engineering
Group
PT. Farna
14 NIDI I.02.2024.PC07 08/02/2024
Engineering
Berita Acara PT. Gasindo Cipta
15 27/03/2023
Grounding Jaya
Berkas Tes
16 02/02/2024 PT. Pertamina
Commisionning
Sumber: PT. Jatikawi Group

4.2 Pemeriksaan Site dan Lingkungan


Kajian tata bangunan ini untuk melakukan pengecekan fungsi utama dan
penunjang gedung SPBU meliputi keberadaan bangunan dan lingkungan.

4.2.1 Pengelolaan Tapak


Tapak adalah lahan atau tempat dimana bangunan yang direncanakan akan
didirikan. Untuk meletakan bangunan atau kelompok bangunan pada tapak yang
ditentukan dengan tepat, maka perlu dilakukan analisis terhadap kondisi ekisting tapak,
kelebihan dan kelemahannya. Setelah melakukan analisis terhadap tapak maka dapat di
identifikasi respons ataupun tanggapan pengkaji teknis untuk dapat memeriksa

81 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

bangunan.
 Lokasi SPBU harus cukup luas dan aman dari bahan berbahaya yang mudah
terbakar dan berpotensi menimbulkan kecelakaan terhadap manusia dan/atau
lingkungan.
 Lokasi SPBU harus mempertimbangkan tata letak yang aman untuk semua tangki,
tempat pengisian, pipa venting, dispenser dan fasilitas pelayanan lainnya terhadap
bahaya kebakaran atau ledakan serta tersedianya jalur keadaan darurat dan
evakuasi.
 Lokasi SPBU harus bebas banjir dan di atasnya tidak dilalui jaringan kabel listrik
tegangan tinggi (SUTET) atau dekat transformer listrik.
 Lokasi SPBU harus mempertimbangkan kondisi lalu lintas, jalan keluar masuk
agar tidak mengganggu lalu lintas umum.

a. Lokasi Tapak
SPBU Jatikawi Group berada di Kp. Cibolang RT/RW.001/001 Desa Cimahi
Kecamatan Cicantayan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Gedung SPBU
sendiri berada di kawasan perumahan warga dengan lahan terdiri dari bangunan dan
open space (lahan terbuka). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan
Tabel 4.1 berikut ini.

Gambar 4.1 Peta Deliniasi dan Administrasi Wilayah Kajian

82 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

SPBU Jatikawi Group berada di antara batas Desa Cimahi, Kecamatan Cicantayan
dan Desa Cibatu, Kecamatan Cisaat.

Gambar 4.2 Peta pola ruang Kecamatan

Gambar 4.3 Peta Pola Ruang Wilayah Kajian

Berdasarkan Gambar 4.3 peta diatas maka lokasi kajian berada di kawasan
permukiman perumahan yang cukup padat. (Sumber: Drone dan RTRW Kabupaten
Sukabumi).

83 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

30˚

Sumber: Google Earth 2024

Gambar 4.4 Letak Site SPBU Jatikawi Group

b. Lingkungan Sekitar Tapak


Tapak terletak di lokasi yang strategis berada di kawasan rencana gate Cibolang tol
Bocimi dan berada pada akses jalan Lingkar Selatan.

Gambar 4.5. Siteplan Eksisting SPBU Jatikawi Group


84 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Kabupaten Sukabumi memiliki peraturan yang hampir sama untuk


perdagangan dan jasa adalah GSB = >22,5 meter, KDB = 20 - 100% , KLB = 1,8 –
2, TLB = 1 - 3 lantai dan RTH 30% (RTH Privat adalah sebesar 10%).

c. Perhitungan Tapak
- Luas lahan minimum:
Luas bangunan = 1.152,2 m2 / 0,8
= 1.440,25 m2 < 2.466 m2 ( Memenuhi)
- Luas lantai dasar:
KDB x Luas lahan minimum = 60% x 1.440,25 m
= 864,15 m2
- Dengan KDB 60%, maka luas lahan yang optimal untuk dibangun
adalah 60% x 2.466 m2 = 1.479,6 m2

Berkaitan dengan analisis tersebut di atas, maka hasil kajian lahan sudah sesuai
Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Sukabumi Tahun 2012-2032. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 4.1 dibawah ini:

Tabel 4.2. Kesesuaian lahan SPBU Jatikawi Group


No Uraian Jumlah Kesesuaian Acuan
As Build Drawing dan
1 Luas Tapak 1.152,2 m2 Kondisi Eksisting
pengukuran site
2 KDB 60 % (20 – 100%) RTRW Kabupaten Sukabumi
3 KLB 2 (1,8 – 2) RTRW Kabupaten Sukabumi
4 GSB 25,8 m >15 SK-IRK
5 GSP 17 m >2,5 SK-IRK
6 RTH 15,55 % Min. 10% RTRW Kabupaten Sukabumi
Sumber : Analisa konsultan dan SPBU Jatikawi Group, 2024

85 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

4.2.2 Pemeriksaan Tata Letak Parkir


Data karakteristik parkir akan sangat diperlukan untuk melakukan analisis
kondisi operasional dan perancangan pengembangan lahan parkir pada SPBU Jatikawi
Group meliputi:

a. Analisis Kebutuhan Parkir


Analisis kebutuhan ruang parkir yang dilakukan, diperuntukkan bagi dua jenis
kendaraan yang akan diparkir yaitu kendaraan roda dua (sepeda motor) dan kendaraan
roda empat (mobil penumpang dan mobil operasional) dan Truk pengisian BBM,
analisis meliputi jenis kendaraan karakteristik parkir serta satuan ruang parkir. Analisis
karakteristik parkir kendaraan dilakukan guna mendapatkan nilai durasi parkir, indeks
parkir dan kebutuhan ruang parkir. Dalam analisis ini digunakan data luasan areal yang
tersedia untuk parkir kendaraan dan jumlah kendaraan yang keluar masuk areal
perparkiran, serta satuan ruang parkir (SRP) yang akan digunakan untuk menghitung
kebutuhan lahan parkir setiap jenis kendaraan yang akan diparkir di areal SPBU
Jatikawi Group.

b. Luasan Lahan Parkir


Luasan lahan yang dipergunakan untuk areal parkir saat ini cukup memungkinkan
untuk dilakukan penataan karena lahan relatif masih kosong, dengan adanya program
Sertifikasi Laik Fungsi (SLF), maka akan meninjau ulang lahan untuk parkir yang telah
direncanakan sebelumnya sehingga perlu dilakukan penataan/pengaturan berdasarkan
kebutuhan. Area parkir bangunan SPBU Jatikawi Group terbagi menjadi 3 area yaitu
area parkir kendaraan roda 2, area parkir kendaraan roda 4 (mobil pribadi) dan
kendaraan operasional SPBU (Tangki BBM).
- Area Parkir Motor
Area parkir Motor Pegawai terletak di bagian area depan mushola dengan dimensi
ruang parkir 100 m2, Penataan Kendaraan Parkir secara visual terlihat rapih.
Dengan kondisi lahan tersebut bisa menampung motor karyawan dan tamu sesuai
dengan peraturan parkir yang sudah diatur yaitu parkir tidak boleh menghalangi
jalan akses masuk di dalam SPBU.

86 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

- Area Parkir Mobil


Area parkir kendaraan mobil pribadi di kawasan SPBU Jatikawi Group berada di
dalam kawasan tepatnya di samping gedung tenant seluas 140 m2, terdapat untuk 5
unit kendaraan dengan penataan kendaraan parkir secara visual terlihat cukup
rapih, baik dan dimensi memenuhi standar yakni 2,5 x 5,0 untuk 1 unit mobil
Pribadi golongan II. Lahan parkir ini diperuntukan untuk Direksi dan Karyawan
serta tamu yang berkunjung ke SPBU Jatikawi Group.
- Area Parkir Truk
Area parkir Kendaraan Operasional SPBU ( Truk tangki ) Pada Kawasan SPBU
Jatikawi Group berada di depan, area 50 m2 tersebut cukup untuk area parkir dan
manuver kendaraan besar, seperti truk pengisian BBM dan mobil Operasional
lainnya. Penataan Kendaraan Parkir secara visual terlihat cukup baik dan dimensi
memenuhi standar yakni 3,4 x 12,5 m2 untuk 1 unit mobil truk, maka luasan
tersebut bisa menampung 1 unit truk.

Area Parkir roda 2

Area Parkir roda 4


Area Mobil Tangki BBM

Gambar 4.6. Area Parkir SPBU Jatikawi Group


87 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Visual perkerasan hard standing pada SPBU Jatikawi Group seperti pada gambar
dibawah ini.

Gambar 4.7. Lokasi Area Parkir SPBU Jatikawi Group

Jumlah orang pada masing-masing ruang akan ditampilkan pada Tabel 4.4 di bawah ini.

Tabel 4.3. Data Tenaga Kerja SPBU Jatikawi Group


No Uraian Jumlah Tenaga Kerja
(orang)
1. Operator 16
2. Office Boy 2
3. Satpam 2
4. Admin 1
5. Supervisor 1
Sumber : SPBU Jatikawi Group

Maka jumlah luasan masing-masing area sperti pada Tabel 4.5.

88 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 4.4. Luasan Lahan yang tersedia untuk parkir di SPBU Jatikawi Group

No Uraian Luas ( m²) Peruntukan


1. Samping dan depan mushala 100 Parkir roda 2 Staff dan
Karyawan
2. Samping gedung gerai 140 Parkir roda 2 dan roda 4 untuk
pengunjung
3. Depan tanki pendam 50 Bongkar muat truk pengisian
BBM
Jumlah 290
Sumber: Kajian Konsultan 2024

a. Volume Parkir.
- Analisis Kebutuhan Ruang Parkir Sepeda Motor
Dengan memperhitungkan Satuan Ruang Parkir (SRP) kendaraan roda dua =
0,75 x 2,00 = 1,5 m2, Jumlah kendaraan hasil forecasting adalah 50 kendaraan,
dan luas lahan yang tersedia 100 m2 yang berada di samping dan depan
mushala, Sehingga dibutuhkan 50 x (0,75 x 2,00 ) = 75 m² < 100 m2, Sehingga
luasan lahan yang tersedia mencukupi.

- Analisis Kebutuhan Ruang Parkir Mobil dan Truk


Data kendaraan roda empat yang di analisis adalah data forecasting
berdasarkan jumlah karyawan dan jumlah pengunjung, dimana pada jumlah
kendaraan yang parkir di area parkir SPBU Jatikawi Group mempunyai
volume yang maksimum. Dengan memperhitungkan Satuan Ruang Parkir
(SRP) kendaraan roda empat = 2.50 x 5,00 = 15 m2, dan truk = 3,40 x 12,5 =
42,5 m2, Jumlah kendaraan hasil survey dan data adalah 5 kendaraan mobil
pribadi dan 1 mobil truk, terhadap luas lahan yang tersedia di antaranya luas
lahan parkir pribadi dan tamu sebesar 140 m2 , dan luas lahan parkir truk
sebesar 50 m2, sehingga dibutuhkan luasan lahan untuk parkir mobil pribadi 15
x (7) = 105 m2 < 140 m², dan untuk mobil truk 1 x (42,5) = 42,5 m2 < 50 m2,
maka luasan lahan yang tersedia mencukupi.

4.2.3 Pemeriksaan Perkerasan pada Sistem Proteksi Kebakaran


Jalan lingkungan yang berlaku untuk bangunan SPBU Jatikawi Group yaitu
89 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

berdasarkan PP. No. 16 Tahun 2021 dan Permen PU No. 26 Tahun 2008 Tentang
Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan, yaitu volume bangunan diantaranya akses mobil pemadam kebakaran
dengan kriteria jalan lingkungan tinggi bebas pada jalur mobil masuk pemadam
kebakaran tidak boleh kurang dari 4.50 meter, lebar jalan akses kebakaran minimum
4.00 meter, dan radius putar akses pemadam kebakaran minimum 10,50 meter.
Ketinggian bangunan > 10 meter, dipersyaratkan adanya Lapis Perkerasan (hard
standing) dengan ukuran lapis perkerasan minimum 6.00 m x 15.00 m, posisi lapis
perkerasan 2 < x > 10 meter dari pusat posisi akses pemadam kebakaran, lapis perkerasan
pada bangunan lebih tinggi dari 24 meter, harus mampu menopang beban sebesar 44 ton,
dengan beban plat kaki (Jack), kemiringan Lapis Perkerasan 1 : 8.3, dan panjang lapis
perkerasan lebih dari 46 meter, harus disiapkan fasilitas belokan (memutar
kendaraan/manuver). Ketinggian < 10 meter, harus ada area operasi lebar 4 meter pada
bukaan akses, dengan jarak 45 meter dari jalur akses mobil pemadam kebakaran.

Gambar 4.8. Kebutuhan Hard Standing (HS)

90 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.9. Ukuran Standar Tinggi, Ruang dan Jarak Bebas Area Proteksi Kebakaran

Bangunan gedung SBPU Cicantayan memiliki lebar jalan paling kecil 6 m dan
paling lebar 8 m, tempat titik kumpul berada di depan kiri gedung SPBU dan untuk
evakuasi kebakaran dengan radius belokan minimum 10 m.

Tabel 4.5. Panjang Minimal Akses Proteksi Kebakaran

Sumber: Suryabrata, 2021

Panjang minimal akses proteksi kebakaran tergantung dari besarnya volume bangunan
dalam (m3). Area hard standing dapat dilihat pada Gambar 4.13. dibawah ini.

Gambar 4.10. Visual Hard Standing SPBU Jatikawi Group

91 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

- Data Lalu Lintas hasil survei kajian:


1 Sepeda Motor GOL 1 4.505
2 Sedan dan Jeep GOL 2 15.446
3 Oplet, pick up GOL 3 420
4 Micro truck GOL 4 44
5 Bus Kecil GOL 5a 55
6 Bus Besar GOL 5b 1.234
7 Truck 2 sumbu ringan GOL 6a 1.420
8 Truck 2 sumbu berat GOL 6b 325
9 Truck 3 sumbu GOL 7a 97
10 Truck gandeng GOL 7b 0
11 Truck semi trailer GOL 7c 0
12 Kendaraan tidak bermotor GOL 8 59

- Data Parameter Pemeriksaan


a. Data Lalu lintas
- Mobil Penumpang = 15.910 kendaraan / hari
- Bus = 1.289 kendaraan / hari
- Truk 2 As Kecil = 1.420 kendaraan / hari
- Truk 2 As Besar = 325 kendaraan / hari
- Truk 3 As = 97 kendaraan / hari
- Truk Gandeng = 0 kendaraan / hari
b. Pertumbuhan Lalu lintas = 6 % per tahun
c. Umur Rencana = 20 tahun

- Dikontrol terhadap jarak teoritis antar retakan (Lcr):


Lcr = 2.947,06 cm > Lcr maks ( 250 cm ) ----- > ok
- Lcr = 11.788,25 cm < Lcr maks ( 250 cm ) ----- > ok
- Jadi untuk tulangan memanjang digunakan diameter 10 mm jarak 300 mm (ok)

Pada rigid pavement SPBU Jatikawi Group dimensi yang ada yaitu tebal 20 cm,
lantai dasar 5 cm dan pasir 5 cm sudah sesuai dan cukup kuat menampung jumlah beban
.

92 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.11. Tikungan hard standing akses kebakaran SPBU Jatikawi Group
98 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Pemeriksaan pada perkerasan Hard Standing sebagai akses kebakaran


sudah memenuhi standar Permen PU No. 26/2008 tentang Persyaratan Teknis
Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.

4.2.4 Tata Ruang Luar - Ruang Terbuka Hijau


Berdasarkan dalam peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Undang-Undang
Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007. Tentang penyediaan dan pemanfaatan ruang
terbuka hijau (RTH) sebagian besar lahan kota merupakan ruang terbuka hijau yang
memiliki 30% dari luas keseluruhan wilayah yang terdiri dari ruang terbuka publik dan
Privat. Proporsi yang dimiliki harus terdapat Ruang Terbuka Hijau yang dimana 30%
meliputi (10% RTH Privat dan 20% RTH Publik) dengan jenis klasifikasinya ada
empat yaitu RTH pekarangan, RTH Taman dan Hutan Kota, RTH Jalur Hijau Jalan,
dan RTH fungsi tertentu, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada visual dibawah ini.

Gambar 4.12. Lokasi Ruang Terbuka Hijau Pada SPBU Jatikawi Group

99 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.13. Ruang Terbuka Hijau pada SPBU Jatikawi Group

100 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Dari hasil pengamatan lahan yang diduduki oleh SPBU Jatikawi Group memiliki
RTH dengan luasan 383,5 m² yang berada disekitar pagar pembatas. Dengan adanya RTH
dibeberapa area site dan jalur pedestrian pada jalan lingkungan SPBU ini dapat
mempengaruhi iklim lokal yang baik. Sehingga tingkat kualitas udara dilokasi site akan
semakin baik dengan memperhatikan pengelolaan dan pemeliharaan RTH di area site.
Dengan ini SPBU Jatikawi Group telah memenuhi syarat RTH (Ruang Terbuka Hijau)
menurut Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Sukabumi hingga elemen-elemen pendukungnya. Kualitas RTH
(Ruang Terbuka Hijau) dan dari segi kapasitas RTH (Ruang Terbuka Hijau)
pada SPBU Jatikawi Group memiliki luasan yakni 383,5 m² setara dengan 15,55
% > 10% (RTH Privat) dari total luas lahan yaitu 2.466 m² sehingga memenuhi
ketentuan yang berlaku.

4.2.5 Sistem Drainase Kawasan


Bangunan SPBU Jatikawi Group sudah dilengkapi dengan sistem sanitasi dan
drainase yang baik, dimana difungsikan untuk menangkap/menampung air hujan yang
jatuh ke atas atap dan balkon atau bidang tangkap lainnya di atas tanah. Penyaluran air
hujan/ sistem pembuangan air hujan dari keseluruhan bangunan gedung menggunakan
sistem gravitasi melalui pipa talang tegak (leader), talang datar dan saluran persil,
talang tegak ada yang diletakkan di dalam bangunan ataupun di luar bangunan. Sistem
penyaluran air hujan dilakukan dengan cara gravitasi melalui pipa air hujan dari atap menuju
lantai dasar (floor drain) kemudian dihubungkan ke titik-titik pengeluaran, diluar gedung, di
halaman mulai 1 (satu) meter dari dinding paling luar gedung sampai ke riol kota/umum.

a) Kondisi kawasan pengaliran


Data kondisi kawasan daerah pengaliran yang diperoleh dari lapangan yang diambil
menggunakan GPS Waypoints dan Elevasi diambil menggunakan aplikasi Altimeter adalah
sebagai berikut :
Luas kawasan (A) = 0,002466 km2
Panjang drainase = 200 m = 0,200 km
Elevasi hulu = 577 mdpl
Elevasi hilir = 576 mdpl

101 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Kelandaian / kemiringan (S):


S = Elevasi hulu – Elevasi hilir/Panjang drainase
= (577 -576)/200
= 0,005
Kondisi tata guna lahan di kawasan daerah pengaliran terdiri dari bangunan, jalan dan
open space berupa lahan bebas dan RTH. Berdasarkan peta tata guna lahan yang ada,
kawasan daerah pengaliran dapat dikelompokkan ke dalam beberapa penggunaan lahan
yang luas masing-masing lahan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6. Tata Guna Lahan Kawasan Daerah Pengaliran


Luas Luas
Jenis Penutup
No c
Lahan (m2) (Km2)
1 Bangunan 1152,2 0,001152 0,600
Jalan Utama dan
2 930,3 0,000930 0,950
Parkir Area
3 Open space 383,5 0,000384 0,400
Jumlah 2466 0,002466 0,701

b) Analisis Hidrologi
 Curah Hujan Maksimum Tahunan
Data curah hujan yang digunakan dalam pengecekan dimensi saluran drainase
tersebut adalah data curah hujan yang maksimum. Hal ini bertujuan agar analisa dapat
mendekati kondisi yang sebenarnya yang ada di lapangan. Data curah hujan tersebut
didapat dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika yang mewakili frekuensi
curah hujan yang jatuh dalam daerah tangkapan hujan (catchment area). Perencanaan
debit banjir rencana ini didasarkan pada besarnya curah hujan dalam periode ulang yang
direncanakan, yaitu dalam tahun pengamatan selama 7 Tahun terakhir dari 2015 sampai
dengan 2021, yang mana akan disajikan data curah hujan maksimum dari stasiun Hujan
Ciraden. Data Curah Hujan Harian Maksimum akan disajikan dalam Tabel 4.13 berikut
ini.

102 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 4.7. Curah Hujan Maksimum STA. Ciraden Kabupaten Sukabumi


Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
2015 34 35 45 56 45 35 0 18 0 14 42 40
2016 40 30 80 56 40 43 80 73 41 38 39 45
2017 45 58 68 58 25 22 25 9 22 47 53 34
2018 24 80 36 80 18 37 0 22 23 17 102 58
2019 105 38 42 113 43 6 3 0 16 55 26 82
2020 105 35 70 53 68 42 16 31 32 96 52 54
2021 30 68 60 68 38 94 32 40 78 64 89 37

Sumber: Data curah hujan STA. Ciraden

c) Analisa Frekuensi Hujan


Dalam analisis statistik data, terdapat parameter-parameter yang akan membantu
dalam menentukan jenis sebaran yang tepat dalam menghitung besarnya hujan rencana.
Analisis parameter statistik yang digunakan dalam analisis data hidrologi yaitu central
tendency (mean), simpangan baku (standar deviasi), koefisien variasi, koefisien
skewness, dan koefisien puncak (kurtosis). Dari perhitungan statistik data hujan
maksimum maka diperoleh parameter statistik sebagai berikut:

Tabel 4.8. Rekapitulasi Curah Hujan Rancangan Distribusi Sebaran Curah Hujan
Periode (th) Gumbel Tipe I Log Person Tipe III Log Normal Normal
2 85,9676 83,5433 83,5433 85,9676
5 106,3846 107,3057 107,3057 106,3846
10 119,9025 126,6482 126,6482 119,9025
20 132,8691 148,4705 148,4705 132,8691
25 136,9823 156,1497 82,4518 136,9823
50 149,6531 182,3926 182,3926 149,6531
100 162,2303 212,8017 212,8017 162,2303
Analisis Konsultan, 2024

Tabel 4.9. Parameter Pemilihan Jenis Distribusi Sebaran Curah Hujan


No Jenis Syarat Hasil Perhitungan Keterangan
Cs ~ 0 -0,3893 Tidak Mendekati
1 Distribusi Normal
Ck ~ 3 4,0512 Tidak Mendekati
Cs ~ 1,1396 -0,3893 Tidak Mendekati
2 Distribusi Gumbel Tipe I
Ck ~ 5,4002 4,0512 Tidak Mendekati
Cs ≠ 0 -0,6075 Tidak Mendekati
3 Distribusi Log Pearson Tipe III
Ck ~ 1,5Cs(In X)2 +3 = 3,25 4,6017 Tidak Mendekati
Cv ~ 0 0,0471 Mendekati
4 Distribusi Log Normal
Cs ~ 3Cv+Cv3=0,4675 -0,6075 Tidak Mendekati

Analisis Konsultan, 2024


2 2
Sesuai dengan syarat uji chi-square dimana Xh < Xh kritik yang besarnya tergantung pada
derajat kebebasan (DK) dan derajat nyata (α), metode distribusi yang paling mendekati
adalah distribusi Log Normal dengan nilai Xh2 = 6,0000 : Xh2 kritik = 7,3780, DK = 2, α =
2,5%.
103 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

d) Perhitungan Curah Hujan Rencana


Hasil perhitungan curah hujan dengan metode Distribusi Log Pearson Tipe III
dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.10. Hujan Rancangan Berbagai Periode Ulang


Periode (th) Hujan Rancangan (mm)
2 83,5433
5 107,3057
10 126,6482
20 148,4705
25 82,4518
50 182,3926
100 212,8017
Analisis Konsultan 2024

 Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi digunakan untuk menentukan lamanya air hujan mengalir dari hulu
kawasan pengaliran hingga ketempat keluaran perencanaan drainase. Waktu konsentrasi (tc)
dihitung dengan menggunakan rumus Kirpich (1940) pada Persamaan tc = (0,0195. 𝐿
0,77).(𝑆−0,00357), berikut adalah hasil perhitungan waktu konsentrasi tc =
(0,0195.200.0,77).(0,005-0,00357) = 3,00357 menit ̴ 3 menit. Hal ini berarti bahwa waktu
yang diperlukan oleh air hujan untuk mengalir dari titik terjauh (hulu) sampai ke tempat
keluaran drainase (hilir) sebesar 0,05 jam. Durasi hujan yang sering dikaitkan dengan waktu
konsentrasi sehingga sangat berpengaruh pada besarnya debit yang masuk ke saluran. Hal
ini menunjukkan bahwa durasi hujan dengan intensitas tertentu sama dengan waktu
konsentrasi dapat terpenuhi sehingga metode rasional layak digunakan.

 Intensitas Curah Hujan


Perhitungan intensitas curah hujan ini menggunakan Metode Dr. Mononobe yang
merupakan sebuah variasi dari persamaan-persamaan curah hujan jangka pendek,
persamaannya sebagai berikut :
𝑅24 24
𝐼= 𝑥 ( 𝑡 ) 2/3 ……………….(1)
24

Hasil perhitungan intensitas curah hujan disajikan pada Tabel berikut ini:

104 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 4.11. Intensitas Curah Hujan


Tr (Periode Ulang)
t (jam) t (menit) 2 5 10 25 50
83,543 107,306 126,648 156,150 182,393
0 0
0,05 3,00 217,84 279,80 330,232 407,157 475,58
0,10 6,00 136,91 175,85 207,553 255,901 298,91
0,24 14,48 75,87 97,45 115,016 141,808 165,64
Analisis Konsultan, 2024

Hasil analisis berupa intensitas hujan dengan durasi dan periode ulang tertentu
dihubungkan kedalam sebuah kurva Intensity Duration Frequency (IDF). Kurva IDF
menggambarkan hubungan antara dua parameter penting hujan yaitu durasi dan intensitas
hujan selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk menghitung debit banjir/rencana dengan
metode rasional. Hal ini sesuai dengan persyaratan Sosrodarsono dan Takeda (2003), yang
mengatakan bahwa lengkung IDF ini digunakan dalam menghitung debit banjir/rencana
dengan Metode Rasional untuk menentukan intensitas curah hujan rata-rata dari waktu
konsentrasi yang dipilih dari tabel diatas dapat dibuat kurva IDF terlihat bahwa intensitas
hujan yang tertinggi berlangsung dengan durasi pendek. Hal ini menunjukan bahwa
hujan deras pada umumnya berlangsung dalam jangka waktu singkat, namun hujan
tidak deras berlangsung dalam waktu lama. Interpretasi kurva IDF diperlukan untuk
menentukan debit banjir rencana menggunakan metode rasional. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar grafik dibawah ini:

Gambar 4.14. Darinase pada SPBU Jatikawi Group

105 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Grafik Mononobe
500,00

400,00
Intensitas (mm/jam)

300,00

200,00

100,00

0,00
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195
Waktu Konsentrasi (menit)
2 5 10 25 50

Gambar 4.15. Kurva IDF (Intensity Duration Frequency)

 Analisis Debit Banjir


- Koefisien Pengaliran
Dalam perhitungan debit banjir menggunakan metode rasional diperlukan data
koefisien pengaliran. Koefisien pengaliran ini diperoleh dengan menghitung
data luasan dari masing-masing tata guna lahan yang ada. Luas masing-masing
tata guna lahan untuk kawasan daerah pengaliran SPBU Jatikawi Group
diperoleh dari pengukuran langsung oleh pengkaji dilapangan.

Tabel 4.18. Perhitungan Koefisien Pengaliran


Luas Luas
Jenis Penutup
No c
Lahan (m2) (Km2)
1 Bangunan 1152,2 0,001152 0,600
Jalan Utama dan
2 930,3 0,000930 0,950
Parkir Area
3 Open space 383,5 0,000384 0,400
Jumlah 2466 0,002466 0,701

Dari nilai koefisien pengaliran ini dapat diketahui bahwa dari air hujan yang
akan turun akan mengalir/melimpas kepermukaan yang kemudian akan
mengalir ke daerah hilir. Nilai koefisien pengaliran dapat juga digunakan untuk
menentukan kondisi fisik kawasan daerah pengaliran (Subdas). Hal ini sesuai
106 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

dengan pernyatan Kodoatie dan Syarief (2005), yang menyatakan bahwa angka
koefisien aliran permukaan ini merupakan indikator untuk menentukan kondisi
fisik suatu kawasan pengaliran. Nilai C berkisar antara 0 - 1. Nilai C = 0
menunjukan semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi kedalam tanah,
sebaliknya untuk C = 1 menunjukkan bahwa air hujan mengalir sebagai aliran
permukaan. Perubahan tata guna lahan yang terjadi secara langsung
mempengaruhi debir banjir rencana. Untuk itu kondisi di daerah SPBU
Jatikawi Group harus ada upaya pelestarian lingkungan sehingga air hujan bisa
terintersepsi guna koefisien aliran tidak naik drastis.

- Debit Banjir
Berdasarkan data yang diperoleh di atas maka dapat dihitung debit
banjir/rencana di kawasan SPBU Jatikawi Group dengan Metode Rasional
sesuai persamaan Q = 0,278 C.I.A untuk berbagai kala ulang tertentu. Lama
hujan dengan intensitas hujan tertentu sama dengan waktu konsentrasi.
Sehingga diperoleh seperti pada tabel berikut :

Tabel 4.12. Debit Banjir

Kala Ulang Intensitas Debit Banjir


No
(Tahun) (mm/jam) 3
(m /dtk)
1 2 75,870 0,036457
2 5 97,450 0,046827
3 10 115,016 0,055268
4 25 141,808 0,068142
Analisis Konsultan 2024

 Pemeriksaan Dimensi Saluran SPBU


- Kecepatan rata-rata aliran
Kecepatan rata-rata dalam kasus ini adalah proses mengalirnya air melalui
drainase dari hulu kehilir yang ditempuh tiap satuan waktu (m/detik).
Penentuan kecepatan rata-rata juga dapat ditentukan berdasarkan dengan
kemiringan saluran, kemiringan drainase pada kawasan yaitu sebesar 0,5 %
maka berdasarkan tabel didapatlah kecepatan rata-rata yaitu 0,40 m/s. Selain

107 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

itu rumus kecepatan rata-rata pada perhitungan dimensi saluran menggunakan


rumus Manning:
V = 1/n . R 2/3 . S ½……………………..(2)
- Analisis Dimensi Saluran
Debit aliran harus dialirkan pada saluran berbentuk penampang segitiga,
penampang segi empat, penampang trapesium, dan bentuk penampang
setengah lingkaran untuk drainase muka tanah (surface drainage), dalam
dilapangan terdapat penampang segi empat , dan untuk debit banjir diambil
periode ulang 5 tahun.
Diketahui :
Debit aliran : Q = 0,047 m3/detik
Kemiringan saluran : s = 0,5 %
Perhitungan Dimensi :
n = 0,019 (Beton)
w = 0,4 m

Untuk perencanaan Dimensi, aliran saluran dianggap sebagai aliran tetap, dan
untuk itu diterapkan rumus Strickler.
A = bh
P = b+2h
V = 1/n x R2/3 x S1/2 = (1/0.014) R2/3 x (0.0268)1/2

Tabel 4.13. Review dimensi saluran persegi


V Q
No Nama Saluran h(m) b(m) A(m2) P(m) R(m) R2/3 1/n x S1/2 3 Ket
(m/dtk) (m /dtk)
1 Saluran Drainase 0,400 0,400 0,160 1,200 0,133 0,261 3,722 0,971 0,155 OK

Analisis Konsultan 2024

Dari hasil perhitungan dengan kala ulang 5 tahunan debit banjir yang
dihasilkan sebesar Q = 0,047 m3/detik mampu ditampung oleh dimensi saluran
eksisting pada SPBU Jatikawi Group yaitu sebesar 0,155 m3/detik artinya Q5 < Qs
(memenuhi). Sistem Drainase yang ada sudah sesuai dengan perhitungan dimana
dimensi saluran yang ada sudah bisa menampung jumlah limpasan air dan
jumlah buangan air domestik.

108 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

4.2.6 Analisis Sumur Resapan


Selain jalur drainase dari bangunan menuju lingkungan ada juga sumur resapan
dibeberapa titik RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang berfungsi untuk menjadi salah satu
faktor pendukung dalam mengalirkan air kedalam tanah sehingga lingkungan akan
selalu terjaga dari kondisi air ketika datang musim hujan. Sehingga air buangan yang
berada di area ruang terbuka hijau akan terserap sesuai kapasitas sumur resapan
yang berada disetiap ruang terbuka hijau untuk mengontrol volume air hujan yang
berada di area lingkungan SPBU Jatikawi Group telah memenuhi syarat dimana
drainase yang ada di kawasan ini telah direncanakan dengan baik dan pengelolaan
drainase di kawasan lingkungan SPBU Jatikawi Group berfungsi dengan baik pula,
sehingga tidak menimbulkan dampak terjadinya genangan atau banjir baik itu di
lingkungan kawasan ataupun di lingkungan sekitarnya.
- Data Teknis :
 ACUAN SNI 8456 - 2017
 Nama Kawasan : SPBU Jatikawi Group
 Luas : ± 2.466 m2
 Koefisien Permeabilitas (K) : 1,5.10-4 m/s
 Kecepatan Aliran (V) : 1 m/s
 Tc air dari atap ke sumur : 1,0 jam
 Intensitas hujan kala ulang 2 tahun : 29,27 mm/jam
 Luas kawasan/orang : 49,32 m2

Tabel 4.14. Tabel harga c sebelum ada sumur resapan


No Komposisi Presentase Luasan Presentase x Luasan C
1 Atap 46,72% 49,32 23,044 0,600
2 Jalan 37,73% 49,32 18,606 0,950
3 Open Space 15,55% 49,32 7,67 0,400
C gab = 0,701

 Panjang lintasan terjauh = 60,00 m


 Waktu konsentrasi (Tc), diambil v=1 m/dtk, Tc = 60 menit, maka nilai intensitas
hujan adalah, I = 29,27 mm/jam
 Drainase tanpa sumuran :

109 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Q = 0,00278. C. I .A = 0,00278 x 0,701 x 29,27 x (49,32/10000)


= 0,0003 m3/s

 Ukuran sumur resapan


Air dari atap masuk ke sumur resapan, tc = 60 menit, maka;
I = 29,27 mm/jam
Q maks dari atap = Q
Qatap = 0,278. Catap. I . Aatap = 0,00278 x 0,60 x 29,87x 9,6
= 0,000178143 m3/s
Jika FR = 5,5 R
Ambil diameter sumur 1 m, jari-jari sumur R = 1,0 m
F = 5,5 x 1,0
= 5,5 m

Maka kedalaman sumur optimal,

H = 0,000178/0,825. 9.10-4 x (1-exp-(5,5.9.10-4.2.3600)/3,14.0,15^2)


= 0,2396 m
H = 0,25 m

 Besarnya debit setelah adanya sumur resapan


Karena aliran dari atap seluruhnya masuk ke sumur resapan, maka Aliran yang
dibuang ke saluran drainase adalah air dari open space (15,55%) dan jalan
(37,73%), jadi debit aliran menjadi;
= 54,8 % x 2.466 m2
Q = 0,003049949 m3/s

Tabel 4.15. Tabel harga C sesudah ada sumur respan


No Komposisi Presentase Luasan Presentase x Luasan C
1 Open Space 15,55% 49,32 7,67 0,400
2 Jalan Aspal 37,73% 49,32 18,606 0,950
C gab = 0,421

110 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Q = 0,00278. C. I . A = 0,00278 x 0,421 x 29,27 x 9,864


= 0,000104 m3/s
jadi terjadi pengurangan debit sebesar 0,0003 - 0,000178 = 0,0001769 m3/s, atau
sebesar = 40% dari total limpasan, serapan air tersebut akan di simpan dalam tanah.

4.2.7 Pemeriksaan Peil Bangunan SPBU


Kondisi peil eksisting SPBU Jatikawi Group berada di hamparan yang relatif
rata dan tidak berada pada daerah bukit dan gunung. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 4.29 dan Tabel 4.23 dibawah ini:

Gambar 4.16. Elevasi tertinggi pada kawasan SPBU Jatikawi Group

Tabel 4.16. Elevasi hasil survei


Area Jalan Raya
Jalan Lingkar Selatan 575,70 Mdpl
Median Jalan Lingkar 575,75 Mdpl
Area Kawasan SPBU
SPBU Utara 577,10 Mdpl
SPBU Selatan 577,12 Mdpl
SPBU Barat 577,13 Mdpl
SPBU Timur 577,12 Mdpl
Sumber: hasil pengukuran dan Google Earth
111 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Elevasi paling tinggi berada di pagar samping dan belakang dengan elevasi
+577,10 mdpl dan elevasi terendah berada di depan gerbang dengan elevasi +575,50
mdpl. Muka air normal Saluran Jalan Lingkar Selatan yaitu sebesar + 575,63 m, dengan
intensitas curah hujan 97,45 mm per jam terjadi tinggi air naik pada saluran sekitar 20
cm dimana muka air banjir sebesar + 575,83 waktu satu jam. Dengan dimensi saluran
Raden Patah yaitu lebar ± 0,6 – 0,7 m dan tinggi ± 1 – 1,5 m masih mampu
menampung jumlah debit banjir yang ada sehingga tidak menyebabkan banjir kepada
lahan sekitarnya. Penentuan Peil Banjir ditetapkan + 577,13 m naik 1,40 cm dari
ketinggian Jalan sebesar + 575,75 m Sehingga peil kawasan SPBU Jatikawi Group
naik sekitar +1,40 m dari elevasi jalan Lingkar Selatan dan kawasan aman dari
banjir

4.2.8 Pemeriksaan Lereng Kawasan


Metode yang akan digunakan untuk menganalisis kestabilan lereng disini adalah
dengan cara Bishop, yaitu dengan cara keseimbangan batas dimana besarnya kekuatan
geser yang diperlukan untuk mempertahankan kestabilan dibandingkan dengan
kekuatan geser yang ada. Dari perbandingan itu akan dapat diketahui faktor keamanan
(SF). Oleh karena itu, cara coba-coba (trial & error) perlu dilakukan untuk
mendapatkan harga SF. Tanah pada lereng tersebut adalah lapisan tanah yang
diasumsikan homogen isotropis, maka untuk bentuk bidang gelincir yang terjadi pada
lereng adalah bentuk keruntuhan gelincir yang mendekati bentuk busur lingkaran.
Cx,Cy

Cx, Cy
R
P1x, P1y
X1,Y1

R
H

P2x, P2y

O(0,0) X2,Y2

Gambar 4.17. Bidang Gelincir Metode Bishop

112 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 4.17. Safety Factor untuk lereng kawasan


2
H= 1,5 m C = 2,2 t/m
3
L= 2,0 m ɣt = 2,0 t/m
a b MIN
TRIAL Cx Cy R X1 Y1 X2 Y2 P1x P1y P2x P2y Ma Mp SF=
NO (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) ton ton 4,633
1 2 2 4 0 2 2 0 -2 1,50 6 0 17,1 89,9 5,260
2 2 2 5 0 2 2 0 -3 1,50 7 0 28,2 146 5,186
3 2 2 6 0 2 2 0 -4 1,50 8 0 41,2 217 5,261
4 2 2 7 0 2 2 0 -5 1,50 9 0 56,7 301 5,305
5 2 2 8 0 2 2 0 -6 1,50 10 0 74,9 399 5,325
6 2 2 9 0 2 2 0 -7 1,50 11 0 95,9 511 5,329
7 2 2 10 0 2 2 0 -8 1,50 12 0 120 637 5,321
8 2 2 11 0 2 2 0 -9 1,50 13 0 145 776 5,356
9 2 3 4 0 2 2 0 -2 1,50 5,9 0 15,6 73,9 4,733
10 2 3 5 0 2 2 0 -3 1,50 6,9 0 26,2 126 4,811
11 2 3 6 0 2 2 0 -4 1,50 7,9 0 39 192 4,914
12 2 3 7 0 2 2 0 -5 1,50 8,9 0 54,1 271 5,018
13 2 3 8 0 2 2 0 -6 1,50 9,9 0 71,8 365 5,081
14 2 3 9 0 2 2 0 -7 1,50 11 0 92,3 472 5,116
15 2 3 10 0 2 2 0 -8 1,50 12 0 116 594 5,134
16 2 3 11 0 2 2 0 -9 1,50 13 0 141 729 5,178
17 2 4 4 0 2 2 0 -1 1,50 2 0 5,83 31,5 5,408
18 2 4 5 0 2 2 0 -2 1,50 6,6 0 22,6 105 4,633
19 2 4 6 0 2 2 0 -3 1,50 7,7 0 35,5 166 4,683
20 2 4 7 0 2 2 0 -5 1,50 8,7 0 50,1 241 4,813
21 2 4 8 0 2 2 0 -6 1,50 9,7 0 67,5 330 4,898
22 2 4 9 0 2 2 0 -7 1,50 11 0 87,5 433 4,952
23 2 4 10 0 2 2 0 -8 1,50 12 0 110 550 4,985
24 2 4 11 0 2 2 0 -9 1,50 13 0 135 681 5,027
25 2 4 12 0 2 2 0 -10 1,50 14 0 162 826 5,086
26 2 4 13 0 2 2 0 -11 1,50 15 0 192 984 5,136
27 2 4 14 0 2 2 0 -12 1,50 16 0 223 1156 5,179
28 2 4 15 0 2 2 0 -13 1,50 17 0 257 1342 5,217
29 2 4 16 0 2 2 0 -14 1,50 18 0 294 1542 5,249
30 2 4 17 0 2 2 0 -15 1,50 19 0 333 1756 5,278

Sumber: Analisis Konsultan 2024

Hasil analisis faktor keamanan lereng eksisting lebih besar daripada 2,0 (SF>2)
artinya lereng eksisiing aman dan memenuhi syarat stabilitas.

4.3 Kajian Teknis Bangunan Gedung SPBU Jatikawi Group


Fungsi bangunan pada lokasi kajian adalah areal lahan yang digunakan untuk
kegiatan ekonomi berupa proses pengisian bahan bakar dan tambahan fasilitas
perdagangan. SPBU Jatikawi Group memiliki ukuran luasan sebesar 2.466 m2 terdiri
dari Area Pengisian BBM dan Bangunan Penunjang. Tata letak sebuah SPBU harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a) Lokasi SPBU harus cukup luas dan aman dari bahan berbahaya yang mudah
terbakar dan berpotensi menimbulkan kecelakaan terhadap manusia dan/atau
113 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

lingkungan.
b) Lokasi SPBU harus mempertimbangkan tata letak yang aman untuk semua tangki
tempat pengisian, pipa venting, dispenser dan fasilitas pelayanan lainnya terhadap
bahaya kebakaran atau ledakan serta tersedianya jalur keadaan darurat dan
evakuasi.
c) Lokasi SPBU harus bebas banjir dan di atasnya tidak dilalui jaringan kabel listrik
tegangan tinggi (SUTET) atau dekat transformer listrik.
d) Lokasi SPBU harus mempertimbangkan kondisi lalu lintas, jalan keluar masuk agar
tidak mengganggu lalu lintas umum.

Gambar 4.18. Sistem dalam SPBU

Gambar 4.19. Bangunan SPBU Jatikawi Group perspektif “Bird Eye Angle”
114 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.20. Visual Tampak depan Bangunan SPBU Jatikawi Group

Gambar 4.21. Visual Tampak samping Bangunan SPBU Jatikawi Group

115 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.22. Visual Tampak Belakang Bangunan SPBU Jatikawi Group

Berdasarkan data IMB dari SPBU tersebut didapatkan data luasan dari masing-
masing bangunan dalam SPBU Jatikawi Group untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 4.18.
Tabel 4.18. Lahan dan bangunan menurut IMB

Sumber: IMB SPBU Jatikawi Group

Dalam pemeriksaan SPBU harus mempertimbangkan klasifikasi area berbahaya


(hazardous area classification) untuk menentukan tata letak, jenis peralatan dan
116 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

spesifikasi teknisnya sehingga pengoperasian dan pemeliharaan SPBU dapat terjamin


keselamatannya. Penggolongan area berbahaya sangat penting untuk mencegah
kebakaran dan ledakan dalam operasi SPBU. Klasifikasi area berbahaya digolongkan
sebagai berikut:
a) Zona 0 adalah area atau lokasi dimana terdapat campuran gas dengan udara yang
mudah terbakar dan/atau meledak dan dapat terjadi secara terus-menerus atau
terjadinya untuk waktu yang lama.
b) Zona 1 adalah area atau lokasi dimana terdapat campuran gas dengan udara yang
mudah terbakar dan/atau meledak dan dapat terjadi pada kondisi operasi normal.
c) Zona 2 adalah area atau lokasi dimana terdapat campuran gas dengan udara yang
mudah terbakar dan/atau meledak dan dapat terjadi dalam operasi abnormal atau
sewaktu-waktu, dan kalaupun terjadi hanya dalam waktu yang singkat.
d) Zona aman adalah area diluar zone 0, 1, dan 2.

117 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Zona 0

Zona 1

Zona 2

Zona 3

Gambar 4.23. Zoning pada SPBU Jatikawi Group

Tipologi bangunan dan zonasi klasifikasi area berbahaya pada SPBU Jatikawi
Group dapat dilihat pada gambar dan penjelasan berikut.

4.3.1 Sistem Pompa Bensin pada SPBU Jatikawi Group


Mesin pompa BBM (Bahan Bakar Mesin) adalah wadah penyaluran cairan BBM
yang berada di tangki pendam. Ketika operator mulai menekan tombol nominal angka/
harga pembelian BBM, selenoid valve menerima perintah permintaan melalui tombol
harga, kemudian tuas dudukan nozzle naik ke atas sedang tongkat dan plat penghubung
melepaskan pegas on/ off di dalam mesin pompa, cara kerjanya mirip pedal alat musik

118 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

drum. Cairan BBM masuk melewati saringan kasar dan halus pompa lalu naik melalui
pipa di dalam menuju gelas pompa dan turun ke selang kemudian cairan dikeluarkan
melalui nozzle.

Gambar 4.24. Mesin Pompa Bensin Keseluruhan

Gambar 4.25. Nozzle

119 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Yang ditandai dengan angka 1 (satu), inilah mesin yang menghisap cairan BBM
dari tangki pendam. Di bawah mesin ada pipa spiral yang dihubungkan dengan pipa
dari tangki pendam. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa saat operator
mengangkat nozzle, roda mesin akan berputar (bunyi) yang dibantu oleh dinamo
pompa. Kemudian cairan bbm naik ke selenoid valve (nomor 4) untuk menerima
perintah pembelian. Lalu masuk melewati flowmeter (nomor 3). Setelah itu, cairan
BBM naik ke gelas pemantau cairan lalu turun ke selang dan dikeluarkan melalui
moncong nozzle. Saat handle nozzle dipencet, maka tongkat totalisator yang berada di
atas flowmeter bergerak bersamaan dengan angka nominal harga, totalisator
penghitung penjualan sesuai kecepatan cairan yang keluar di nozzle.

4.3.2 Tangki Pendam


Tangki pendam pada SPBU Jatikawi Group menggunakan bahan plat baja sesuai
dengan persyaratan. Tangki timbun BBM pada SPBU Jatikawi Group ditempatkan
dibawah tanah (underground) dengan jumlah 5 tangki yaitu jenis bahan bakar pertamax
turbo, Dexlite, Pertamax dan Pertalite. Struktur lubang tangki pendam dibatasi oleh
perkuatan dinding batu kali yang berfungsi menahan longsoran sekitar area tangki
timbun dan menopang beban pelat beton yang berada di atas tangki. Tangki pendam
dilengkapi dengan alat/sistem untuk menampung kebocoran agar kebocoran tidak
langsung masuk ke dalam atau mencemari lingkungan, dengan jenis tangki berdinding
ganda (double wall tank). Tangki dilapangan termasuk yang multi–compartment,
dilengkapi dengan manhole dengan ukuran sesuai persyaratan cukup kuat berupa pelat
baja dengan tebal 6 mm yang dipasang pada dasar tangki untuk melindungi dasar tangki
terhadap kemungkinan kerusakan yang terjadi akibat kegiatan pengukuran/dipping.
Setiap tangki harus diperkuat dengan beton semen slab dengan ketebalan minimum 150
mm dan dilengkapi dengan sistem penjangkaran (anchoring). Tangki dilengkapi dengan
sambungan untuk pengisian, keluaran dan venting.
Hasil pemeriksaan dilapangan jarak bebas dari pondasi bangunan dan tidak di
area bangunan atau di antara bangunan yaitu berjarak 6 meter ≥ 6 m dan jarak minimum
titik pusat dari setiap bukaan tangki atau dombak adalah 10,75 ≥ 4,5 meter dari jalan
atau fasilitas umum dan/atau dari setiap batas pagar SPBU. Jarak ini dapat dikurangi
menjadi minimum 2 meter dihitung dari dinding tangki terluar, jika ada tembok

120 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

penahan di pagar pembatas, dengan ketinggian dan panjang minimum masing-masing


2,5 meter.

Gambar 4.26. Lokasi dan Visual tampak atas posisi tangki pendam

Gambar 4.27. Tangki Pendam pada SPBU Jatikawi Group


121 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Lokasi untuk tangki atau dombak berada di area terbuka untuk menjaga ventilasi
yang cukup sehingga dapat menghindari terjadinya akumulasi gas. Lokasi tangki
terpisah dari bangunan yang dihuni dengan jarak yang mencukupi, untuk mengurangi
efek radiasi panas terhadap bangunan (12 meter dari bangunan rumah tinggal dan 6
meter dari bangunan lain yang ditempati), kecuali pintu, jendela dan penutup bukaan
lainnya dari bangunan tersebut menggunakan bahan tahan api (fire resistance) yang
mampu bertahan selama 0,5 jam. Pembagian zonasi pada tangki pendam dapat dilihat
pada Tabel 4.26 dan Gambar 4.28. dibawah ini:

Tabel 4.19. Batasan zona pada tangki pendam

R R R R R

Zona 0

Zona 1

Zona 2

Gambar 4.28. Klasifikasi area berbahaya pada Tangki Pendam SPBU Jatikawi Group
122 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

4.3.3 Pipa Venting Tangki Pendam


Pipa venting pada SPBU Jatikawi Group dirancang lebih tinggi dari maksimum
level cairan di dalam setiap mobil tangki yang akan membongkar BBM ke tangki
pendam dan minimum tingginya 5 meter di atas tanah. Keluaran/ujung vent berjarak
minimum 2 meter ke semua arah dari bagian bukaan bangunan atau bangunan yang
terbuka. Pipa venting berjarak minimum 3 meter jaraknya dari batas pagar. SPBU
Jatikawi Group dilengkapi tembok pembatas dengan ketinggian 2,5 meter, maka jarak
pipa venting dengan pagar dapat dikurangi menjadi 2 meter. Pipa venting untuk
menjaga tekanan dalam tangki memiliki diameter pipa minimum 50 mm, dan tidak
boleh memiliki belokan yang dapat menyebabkan terperangkapnya cairan BBM. Lokasi
pipa venting harus sedekat mungkin dengan tangki pendam untuk mengurangi area
berbahaya di SPBU Jatikawi Group dan pipa venting harus lebih tinggi dari ketinggian
mobil tangki atau bangunan lain di sekitarnya. Gambar 4.34 dan Tabel 4.27 berikut
ini:

123 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.29 Lokasi dan Visual Pipa Venting

Gambar 4.30. Pipa Venting pada SPBU Jatikawi Group

Pipa venting SPBU Jatikawi Group dirancang lebih tinggi dari maksimum level cairan
di dalam setiap mobil tangki yang akan membongkar BBM ke tangki pendam dan
minimum tingginya 5 meter di atas tanah. Keluaran/ujung vent berjarak minimum 2
meter ke semua arah dari bagian bukaan bangunan atau bangunan yang terbuka. Pipa
venting berjarak minimum 3 meter jaraknya dari batas pagar. SPBU ini dilengkapi
tembok pembatas dengan ketinggian minimum 2,5 meter, maka jarak pipa venting
dengan pagar dapat dikurangi menjadi 2 meter.

124 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.31. Klasifikasi area berbahaya pada Pipa Venting Tangki Pendam
SPBU Jatikawi Group

Tabel 4.20 Penjelasan pada Pipa Venting Tangki Pendam SPBU Jatikawi Group

4.3.4 Dispenser
Dispenser pada SPBU Jatikawi Group ditempatkan di ruang terbuka sehingga
memiliki ventilasi yang cukup. Titik pusat dari dispenser jaraknya minimum 4,25 meter
dari jalan umum, 9 meter dari rumah tinggal, 6 meter dari segala tipe bangunan yang di
huni/ditempati kecuali bangunan tersebut dilengkapi dengan sistem pencegahan khusus
(misalnya bangunan bertekanan/ pressurized building dan lain-lain). Penempatan
dispenser pada SPBU ini memperhatikan agar kendaraan pelanggan dapat diparkir
dengan mudah, nyaman dan aman di area dispenser, tanpa terganggu oleh pergerakan
kendaraan pelanggan yang lain. Harus dipertimbangkan agar operator tidak kesulitan
dalam mengoperasikan selang pengisian dan tidak perlu menarik secara berlebihan
karena akan merusak selang akibat kontak dengan benda-benda lain. Control Point

125 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

merupakan posisi di dalam bangunan SPBU Jatikawi Group di mana petugas dapat
melihat dan mengawasi kegiatan di dispenser SPBU serta dapat mengaktifkan dan
mematikan peralatan dalam hal terjadinya keadaan darurat .

Gambar 4.32. Klasifikasi area berbahaya pada Dispenser SPBU Jatikawi Group

Gambar 4.33. Lokasi dan Visual Dispenser

126 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 4.21 Penjelasan pada Dispenser SPBU Jatikawi Group

4.3.5 Remote Pump


Untuk memeriksa kebocoran, semua jalur pipa yang bertekanan (seperti
perpipaan antara remote pump atau pompa pendam dan dispenser) harus diuji sesuai
dengan tata cara atau prosedur yang berlaku. Ketentuan mengenai Remote Pump untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.36 dan Tabel 4.28 berikut ini:

Gambar 4.34. Klasifikasi area berbahaya pada Remote Pump SPBU Jatikawi Group

Gambar 4.35. Skema Pemipaan bahan bakar pada SPBU Jatikawi Group
127 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 4.22 Penjelasan pada Remote Pump SPBU Jatikawi Group

4.3.6 Sambungan Pipa Ulir (Flens)


Penyambungan pipa harus menggunakan sambungan las guna mengurangi
potensi kebocoran, jika menggunakan sambungan ulir atau flens harus dengan
persyaratan khusus dan perpipaan harus diberi perlindungan anti karat khususnya pada
area yang mudah terkena korosi (misalnya pada sambungan ulir) . Untuk sambungan
yang berada di atas permukaan tanah, jenis sambungan tersebut akan berdampak
terhadap klasifikasi area berbahaya. Ketentuan mengenai sambungan pipa ulir atau
flens untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.29 berikut ini:

Tabel 4.23 Penjelasan pada Pipa sambungan ulir atau flens diatas tanah SPBU
Jatikawi Group

4.3.7 Area parkir mobil tangki untuk pembongkaran BBM


Mobil Tangki yang membongkar BBM ke dalam tangki timbun harus berada di
area terbuka, jauh dari bangunan (kecuali kanopi), aktivitas pengisian dan harus
disediakan jalan keluar saat terjadi keadaan darurat dengan Area ini harus cukup luas
sehingga memungkinkan untuk memberikan ruang untuk manuver mobil tangki dengan
aman Ketentuan mengenai area parkir mobil tangki untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 4.36 dan Tabel 4.30 berikut ini:

128 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.36. Klasifikasi area berbahaya pada area parkir mobil tangki SPBU

Gambar 4.37 Klasifikasi area berbahaya pada area parkir mobil tangki SPBU

Posisi Filling Point harus aman terhadap pergerakan mobil tangki saat
unloading/bongkar BBM. Jarak filling point di SPBU Jatikawi Group 4,25 meter dari
pagar/dinding terluar.

129 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 4.24 Penjelasan pada area parkir mobil tangki tanah SPBU Jatikawi Group

4.3.8 Lantai kerja disekitar Dispenser


Permukaan area dalam radius 3,6 meter dari dispenser SPBU Jatikawi Group
dilapisi dengan bahan anti slip dengan ketebalan minimum 80 mm dan menyatu pada
lantai kerja. Permukaan area sekitar dispenser dan tempat mobil tangki SPBU ini
dirancang sehingga tumpahan atau bocoran BBM dapat mengalir ke oil catcher.
Gambar dan Ketentuan mengenai lantai kerja untuk lebih jelasnya dapat dilihat berikut
ini:

Gambar 4.38. Lokasi dan Visual Lantai kerja sekitar Dispenser

130 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 4.25 Penjelasan pada lantai kerja di sekitar Dispenser SPBU Jatikawi Group

4.3.9 Bangunan Penunjang SPBU Jatikawi Group


Bangunan pendukung SPBU Jatikawi Group antara lain kanopi/shelter
pengisian, bangunan kantor dan bangunan pendukung lainnya seperti rumah genset,
toilet, shelter APAR, gudang dan signage SPBU. Bangunan ini menggunakan material
tidak mudah terbakar dan mengacu pada regulasi dan standar yang berlaku.

4.3.9.1 Kanopi
Kanopi dibuat dari material yang tidak mudah terbakar (non-combustible) dan
harus sesuai persyaratan yang berlaku.

Gambar 4.39. Lokasi Kanopi pada SPBU Jatikawi Group

Bangunan kanopi terdiri dari sistem struktur, atap, pondasi, ceiling dan lisplang.
131 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Material bahan pembentuk struktur berupa kolom H-Beam 300, tiang penopang kanopi
yang merupakan bagian atau berdekatan dengan dispenser memenuhi standar yang
berlaku, untuk rangka atap yaitu baja IWF-300X150, pondasi menggunakan Footplate
dengan tumpuan kolom baja dengan pondasi yaitu baseplate. Lisplang dan rangka atap
menggunakan baja jenis siku dan jenis Hollow, material besi finish cat warna putih atap
sendiri mengunakan jenis material UPVC alderon warna putih.

Gambar 4.40. Visual Kanopi SPBU Jatikawi Group

Fasad dari bangunan kanopi yaitu Alucompound (ACP) yang membungkus


keseluruhan struktur dari kanopi tersebut. Ketinggian plafond kanopi tersebut yaitu 6,3
m dan kanopi tersebut menutupi sebesar 513,8 m2, untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 4.41 dibawah ini:

Gambar 4.41. Denah Kanopi SPBU Jatikawi Group

132 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

4.3.9.2 Bangunan Kantor dan Gerai


Bangunan Kantor dan Gerai terdiri dari struktur beton dengan dinding bata
memiliki ukuran luasan lantai 1 yaitu sebesar 97,2 m2 dan sebesar 97,2 m2 untuk lantai
2. Bangunan ini terdiri dari 2 lantai, lantai satu berfungsi sebagai ruang ATM, ruang
genset, ruang loker, toilet dan ruang tenant dan lantai 2 berfungsi sebagai kantor dan
ruang pertemuan. Zoning didalam gedung kantor dan gerai lantai 1 dan lantai 2 terbagi
dengan 4 zona diantarnya zona publik (kuning), zona semi publik (ungu), zona privat
(merah), zona servis (biru) serta pedestrian (hijau), untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 4.42 berikut ini:

Gambar 4.42. Zonasi Bangunan Kantor dan Gerai lantai 1 dan 2 SPBU Jatikawi
Group

133 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Pedestrian pada bangunan kantor dan gerai memiliki jenis material yaitu keramik,
dimensi lebar koridor sebesar 0,6 – 0,9 m berfungsi sebagai sirkulasi pejalan kaki yang
masuk dan keluarnya karyawan dan tamu, sedangkan didepan sepanjang koridor
menuju SPBU menggunakan perkerasan beton fungsinya untuk sirkulasi karyawan dan
pengunjung.

Gambar 4.43. Pedestrian pada bangunan kantor dan gerai SPBU Jatikawi Group

Spesifikasi bangunan tersebut adalah Pengunaan bukaan Jendela dan pintu pada
bangunan kantor dan gerai, kusen jendela tersendiri memiliki bahan dari PVC 5 mm
kaca bening tebal 9 mm. Interior bangunan ini dengan keadaan aktifitas didalam
ruangannya, yang terdiri dari beberapa peralatan meja kursi kerja, peralatan papan tulis,
sofa, meja kursi rapat, seperangkat alat kerja, rak, lemari loker, dan peralatan pelengkap
lainnya. Kondisi ruangan juga didukung dengan pencahayaan yang cukup dengan
aktifitas didalam ruangan yang dapat mengoptimalkan kegiatan aktifitas didalamnya.
Ruangan yang ada di dalam Bangunan ini memakai plafond board dan akustik.

Gambar 4.44. Jendela dan Plafond bangunan kantor dan gerai SPBU Jatikawi Group

134 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tinggi plafond pada lantai 1 yaitu 3,0 m dan lantai 2 yaitu 2,7 m, maka tinggi total
bangunan ini yaitu 6,80 m.

Gambar 4.45. Ketinggian bangunan kantor dan gerai SPBU Jatikawi Group

4.3.9.3 Mushala
Bangunan Mushala terdiri dari struktur beton dengan dinding bata memiliki ukuran
luasan 30 m2. Bangunan ini terdiri dari 1 lantai. Zoning didalam Mushala yaitu 1 zona
servis (biru) dan pedestrian (hijau), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
4.44 berikut ini:

Gambar 4.46. Zonasi Mushala SPBU Jatikawi Group

Pedestrian pada bangunan mushala memiliki jenis material yaitu keramik, dimensi
135 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

koridor dengan lebar 0,6 m berfungsi sebagai sirkulasi pengunjung yang mau
menggunakan mushala. Spesifikasi bangunan mushala yaitu kusen jendela tersendiri
memiliki bahan dari kayu kaca bening tebal 5 mm. Interior bangunan ini dengan
keadaan aktifitas didalam ruangannya, yang terdiri dari beberapa peralatan alat shalat
dan peralatan pelengkap lainnya. Kondisi ruangan juga didukung dengan pencahayaan
yang cukup dengan aktifitas didalam ruangan yang dapat mengoptimalkan kegiatan
aktifitas didalamnya. Ruangan yang ada di dalam Bangunan ini memakai plafond board
dan diluar menggunakan akustik. Tinggi plafond pada mushala yaitu 3,0 m dengan atap
berupa dak beton.

Gambar 4.47. Kusen dan jendela bangunan mushala SPBU Jatikawi Group

4.3.9.4 Parit, Bak Kontrol, Selokan dan Galian


SPBU Jatikawi Group dilengkapi dengan sistem drainase untuk menampung air
hujan dan air yang mengandung minyak (oily water) dengan konstruksi lantai kedap air
dan didesain dengan kemiringan 1º (satu derajat) agar tumpahan/ceceran BBM tidak
terakumulasi dan mengalir menuju saluran. Saluran drainase untuk air mengandung
minyak harus terpisah dengan drainase umum. Saluran dari sumber kegiatan lain seperti
yang berasal dari Gerai (mini market, bengkel dan lainnya) tidak boleh disalurkan
melalui oil catcher dan saluran keluar drainase dilengkapi dengan perangkap minyak
(Oil Catcher) agar minyak tidak menyebar ke lingkungan di luar SPBU.

136 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.48. Oil Catcher pada SPBU Jatikawi Group

137 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.49. Selokan dan bak kontrol di tanam pada SPBU Jatikawi Group

Ketentuan mengenai zona pada Parit, Bak Kontrol, Selokan dan Galian untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.33 berikut ini:

Tabel 4.26 Penjelasan pada Parit, Bak Kontrol, Selokan dan Galian SPBU
Jatikawi Group

138 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

4.4 Pemeriksaan Aspek Keselamatan


4.4.1 Sistem Manajemen Keselamatan Migas (SMKM)
Setiap Pemegang Izin Usaha niaga umum Bahan Bakar Minyak wajib memiliki
SMKM dan menerapkan pada SPBU Jatikawi Group yang terintegrasi dengan
manajemen perusahaan. SMKM sekurangnya mencakup substansi sebagai berikut:
 Kebijakan dan Komitmen Manajemen;
 Manajemen Risiko;
 Manajemen Operasional;
 Manajemen Aset dan Instalasi;
 Pelatihan, Komunikasi dan Budaya;
 Manajemen Pengamanan;
 Manajemen Krisis dan Tanggap Darurat;
 Insiden dan Jaminan Pemenuhan;
 Pemantauan, Pengukuran Kinerja; dan Audit dan Tinjau Ulang Manajemen.

a) Aspek Lingkungan:
1. SPBU wajib dilengkapi izin lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Manajemen SPBU wajib melakukan upaya dan langkah pencegahan
tumpahan BBM dan menyediakan sistem pendeteksi kebocoran dan sarana
penanggulangan tumpahan minyak.
3. Manajemen harus menjamin agar setiap kebocoran atau tumpahan tidak
keluar dari batas area SPBU.
4. Semua bahan yang digunakan untuk pembersihan tumpahan BBM harus
disimpan di tempat yang aman sebelum dibuang atau dimusnahkan ke tempat
penampungan atau pemusnahan limbah B3 yang ditentukan.
5. Bahan yang tumpah atau bocoran yang ditampung di dalam sistem
penampungan seperti oil catcher harus dibuang ke tempat yang ditentukan
sesuai persyaratan SPBU wajib dilengkapi dengan sumur pantau.
6. Jika ditemukan adanya indikasi kebocoran, maka kegiatan harus dihentikan
dan dilakukan pemeriksaan, mencari sumber bocorannya.
7. Monitoring lingkungan sesuai dengan rekomendasi dalam dokumen

139 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

lingkungan harus dilaksanakan dan hasilnya dilaporkan kepada pihak-pihak


terkait.
b) Aspek Kesehatan:
1. Manajemen SPBU harus memastikan bahwa semua pekerja yang bekerja di
SPBU dalam kondisi sehat.
2. Manajemen harus melakukan pemeriksaan dan monitoring semua potensi
bahaya kesehatan di lingkungan kerja SPBU secara rutin dan
berkesinambungan minimal setahun sekali.
3. Manajemen harus memeriksa kesehatan semua pekerjanya pada saat
penerimaan dan selama bekerja secara rutin.
4. Manajemen SPBU harus mempunyai dan menyimpan data kondisi
kesehatan semua pekerja SPBU.
5. SPBU harus mengikutsertakan pekerjanya dalam jaminan kesehatan
nasional yang berlaku.
c) Aspek Keamanan:
1. Pengusaha wajib menjamin keamanan dalam operasinya baik terhadap
personil maupun terhadap masyarakat sekitarnya.
2. SPBU harus memiliki sistem pelaporan gangguan keamanan kepada instansi
berwenang.
3. SPBU harus menyimpan data gangguan keamanan dalam kegiatan
operasinya.
d) Tanggap Darurat:
1. Organisasi
 Setiap SPBU harus mempunyai organisasi tanggap darurat yang
ditandatangani oleh pengelola SPBU.
 Organisasi tersebut sekurang-kurangnya harus terdiri dari penanggung
jawab keselamatan yang dibantu fungsi bantuan, pemadam kebakaran,
penunjang dan penyelamat.
 Setiap fungsi harus paham tentang tugas dan tanggung jawabnya.
 Organisasi ini harus disosialisasikan ke seluruh personil terkait dan
dipasang di tempat yang mudah dilihat.
2. Penanggulangan Tanggap Darurat

140 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

 Manajemen SPBU wajib menyusun dan menjalankan prosedur tanggap


darurat SPBU yang ditetapkan oleh Kepala Teknik untuk menghadapi
setiap kemungkinan darurat.
 Manajemen SPBU wajib menyediakan sarana tanggap darurat sesuai
dengan hasil identifikasi atau analisis risiko termasuk alat
penanggulangan kebakaran, sarana keselamatan, sarana penanggulangan
tumpahan minyak, sistem komunikasi.
 Manajemen SPBU wajib menyediakan jalur penyelamatan dan titik
berkumpul (Muster Point) dalam keadaan darurat yang dilengkapi
dengan rambu-rambu dan dijaga tidak terhalang.
 Manajemen SPBU wajib menyediakan dan menjaga informasi keadaan
darurat seperti kontak kepolisian, pejabat setempat, Kepala Teknik,
Kepala Inspeksi dan instansi berwenang.
 Prosedur tertulis untuk kondisi normal dan kondisi darurat harus tersedia
untuk setiap orang yang bekerja di lokasi SPBU.
 Prosedur tersebut harus jelas, menunjukkan tanggung jawab dan
tindakan yang tepat serta cepat yang harus dilakukan. Jika diperlukan
dapat dibuat prosedur secara terpisah untuk para pekerja, agar mereka
lebih mudah memahaminya.
 Seluruh prosedur operasi dan tanggap darurat harus ditinjau ulang secara
berkala minimum setiap 3 tahun atau sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan oleh Pemegang Izin Usaha pada kegiatan niaga umum Bahan
Bakar Minyak.
 Prosedur harus selalu disempurnakan jika ada perubahan dalam
perundangan, organisasi, prosedur operasi, perubahan atau modifikasi
dari instalasi atau peralatan SPBU, dan pengalaman praktis yang
diperoleh dengan kejadian yang dialami (kebocoran, tumpahan, atau
kecelakaan lainnya).
 SPBU harus memiliki sistem komunikasi keadaan darurat kepada
seluruh pelanggan dan pengunjung lainnya serta seluruh pekerja SPBU.
 Setiap SPBU harus memasang rambu-rambu peringatan atau petunjuk
untuk konsumen ditempat yang diperlukan, seperti “Awas Bahaya

141 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Kebakaran BBM”, “SANGAT MUDAH TERBAKAR”, “DILARANG


MEROKOK”, “MATIKAN MESIN” dan lainnya.
 Pemberitahuan untuk pekerja SPBU:
- Setiap SPBU harus memasang dan menempatkan rambu atau
informasi tentang keselamatan dan cara operasi SPBU untuk para
pekerja operator SPBU.
- Petunjuk keselamatan harus dipasang dilokasi yang mudah terlihat
dan sering dilewati oleh pekerja SPBU.

Gambar 4.50. Rambu-rambu pada SPBU Jatikawi Group

4.4.2 Pemeriksaan Pengujian dan Commisioning Instalasi SPBU


Sebelum SPBU Jatikawi Group dioperasikan, harus dilakukan inspeksi oleh
tenaga ahli pelaksana inspeksi yang berkualifikasi dan berkompeten untuk memastikan
kondisi aman untuk dioperasikan. Inspeksi terhadap peralatan dan instalasi SPBU
dilakukan mengacu pada standar yang digunakan dan kaidah keteknikan yang baik.
Semua data, catatan hasil inspeksi dan lainnya berkaitan dengan perencanaan,
pemasangan, pengoperasian SPBU harus disimpan dengan baik dan mudah diakses jika
diperlukan.

142 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.51. Tes Commisioning SPBU Jatikawi Group

143 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.52. OSS Sistem Pertamina Tes Commisioning SPBU Jatikawi Group

Gambar 4.53. Berita Acara Serah Terima Pekerjaan Pemasangan ATG dan Pos system

144 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Setelah dilakukan tes commisionning pada hari Jumat, 2 Februari 2024 oleh PT.
Pertamina dan tim inspeksi dan dinyatakan layak dengan beberapa perbaikan dan
penambahan yaitu pada cctv dan genset, maka dinyatakan layak apabila sudah
memperbaiki kekurangannya.

4.4.3 Pemeriksaan Ketersediaan Jalur Mitigasi Darurat


Dalam keandalan bangunan pemeriksaan persyaratan keselamatan merupakan
hal yang paling penting pada setiap bangunan gedung terutama pada bangunan dengan
tingkat aktifitas dalam ruangan yang tinggi karena berkaitan dengan jiwa manusia yang
berada didalamnya. Dalam hal ini, pengkaji teknis atau penyedia jasa SLF akan menilai
bangunan gedung mengenai ketersediaan jalur mitigasi darurat, kemampuannya untuk
mendukung beban muatan (struktur bangunan gedung) serta kemampuan bangunan
gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya seperti kebakaran, angin kencang,
maupun petir.

Gambar 4.54. Pintu sirkulasi dan evakuasi pada Bangunan SPBU Jatikawi Group

145 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Sistem sirkulasi didalam bangunan akan berpengaruh terhadap evakuasi dan


mitigasi para penghuni gedung ketika dalam keadaan darurat. Untuk jalur sirkulasi
pada bangunan SPBU Jatikawi Group, sebagian sarana jalur sirkulasi horisontal dan
tangga sebagai sarana jalur sirkulasi vertikal, selain itu untuk kebutuhan jalur evakuasi
terdapat beberapa pintu darurat yang dapat diakses dari semua sisi bangunan arahan
jalur evakuasi. Untuk sirkulasi horizontal terdapat koridor utama entrance, koridor yang
menghubungkan antara ruangan.

Gambar 4.55. Koridor Jalur Evakuasi Bangunan SPBU Jatikawi Group

Gambar 4.56. Jalur Evakuasi Bangunan Penunjang lantai 1 pada SPBU Jatikawi Group
146 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.57. Jalur Evakuasi Bangunan Penunjang lantai 2 pada SPBU Jatikawi Group

Gambar 4.58. Jalur Evakuasi Bangunan Mushala pada SPBU Jatikawi Group

Jalur mitigasi dari bangunan penunjang akan diarahkan ke titik kumpul di depan
pintu keluar SPBU, pada pemeriksaan oleh pengkaji teknis masih ditemukan rambu-
rambu penunjuk yang belum terpasang seiring dengan akan dibuka secara resmi SPBU
Jatikawi Group supaya ketersediaan itu menjadikan rasa aman bagi pengunjung maupun
karyawan itu sendiri terhadap bahaya gempa bumi dan bahaya kebakaran.

147 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.59. Denah Jalur Evakuasi Bangunan SPBU Jatikawi Group

4.4.4 Pemeriksaan Kemampuan untuk Mendukung Beban Muatan


(Struktur Bangunan Gedung)
4.4.4.1 Pemeriksaan Visual kondisi fisik struktur bangunan
Melakukan pengamatan pada setiap elemen struktur secara visual untuk
mengetahui keadaan kondisi beton dan baja yang menopang struktur. Pengamatan
dilakukan terhadap kondisi elemen-elemen struktur untuk mengetahui ada tidaknya
kerusakan fisik pada kolom pedestal, kolom baja, rafter, kolom beton, balok beton dan
pelat lantai jalan (rigid pavement). Kondisi yang diamati meliputi keadaan baja dan
beton mengalami kerusakan atau tidak, terjadinya korosi pada baja, dan baja mengalami
perubahan bentuk atau tidak atau balok beton mengalami lendutan. Setelah dilakukan
pemeriksaan pada SPBU Jatikawi Group ini tidak ditemukan kerusakan fisik pada
elemen strukturnya seperti retak beton, baja mengalami perubahan bentuk (deformasi),
148 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

baja mengalami buckling dan lainnya. Pada bangunan ini tidak terdapat penemuan
kerusakan yang berarti dan struktur bangunan dapat memikul beban dan tetap berdiri
kokoh. Akan tetapi perawatan dan pemeliharaan bangunan harus terus dilakukan untuk
menunjang keandalan dari bangunan tersebut.

Tabel 4.27. Hasil pengamatan visual pada struktur kanopi dan Gerai SPBU Jatikawi
Group
Struktur Retak Keropos Lendutan Miring
Struktur
Kanopi Finishing Struktur
Struktur Kolom - - - - -
Balok - - - - -
Pedestal - - - - -

Atap Rafter - - - - -
Regel - - - - -
Gording - - - - -
Sumber: Inspeksi lapangan, 2024

4.4.4.2 Pengukuran Geometri


Pengukuran geometri dilakukan untuk mengetahui jarak bentang struktur (jarak
antar kolom), jarak antar lantai dan dimensi elemen struktur dari baja yaitu balok,
kolom, dan pelat. Pengukuran dilakukan menggunakan alat ukur meteran manual dan
digital, untuk pengukuran elemen struktur balok dan kolom dapat dilakukan langsung
didalam bangunan Kanopi SPBU Jatikawi Group yaitu:
a. Lebar bangunan = 14 m
b. Panjang bangunan = 25,5 m
c. Jarak antar kolom = 8,5 m ke arah x dan 2,8 m ke arah y
d. Tinggi kolom baja yaitu 5,30 m
e. Tinggi total bangunan adalah 6,30 m
f. Rafter dengan bentang terpanjang 14 m

Pengukuran elemen struktur balok dan kolom juga dilakukan langsung didalam
bangunan gerai SPBU Jatikawi Group yaitu:
a. Lebar bangunan = 6,0 m
b. Panjang bangunan = 16,2 m
c. Jarak antar kolom = 4,5 m ke arah x dan 3,0 m ke arah y
149 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

d. Tinggi kolom beton yaitu 5,30 m


e. Tinggi total bangunan adalah 6,80 m

Berdasarkan pengukuran struktur yang di dapat dari lapangan diperoleh dimensi:

Tabel 4.28. Hasil pengamatan visual pada struktur Kanopi SPBU Jatikawi Group

No Elemen Struktur Dimensi

1. Kolom
- Base Plate 25x40 cm, t= 1,6 cm
- Pedestal Beton 40x40 cm

- Kolom Baja H-beam 300x300x10x15


2. Ring beam IWF 300x150x6,5x9
3. Rafter Baja 200x100x5,5x8
4. Tie Beam 250/400
Sumber: Inspeksi lapangan, 2024

Gambar 4.60. Data eksisting dan pengukuran geometri struktur kanopi

Tabel 4.29. Hasil pengamatan visual pada bangunan gerai SPBU Jatikawi Group

No Elemen Struktur Dimensi

1. Kolom 30 x 30
2. Balok 20 x 30
3. Ringbalk 20 x 30
Sumber: Inspeksi lapangan, 2024

150 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.61. Data eksisting dan pengukuran geometri bangunan gerai

4.4.4.3 Pengujian Material


Untuk dapat mengetahui kualitas pelaksanaan dalam data yang bersifat
kuantitatif, maka diperlukan uji test di lapangan langsung terhadap elemen struktur. Uji
lapangan secara langsung dapat bermacam-macam baik yang sifatnya non-destructive
maupun yang destructive test. Test langsung yang dilakukan pada bangunan ini di
lapangan yang tergolong non-destructive test adalah dilakukan pengujian terhadap kuat
tekan beton dengan alat Concrete Hammer Test Gauge.

151 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 4.30. Hasil uji beton dengan Hammer Test pada Rigid Pavement
PENGUJIAN ELEMEN STRUKTUR BETON
DENGAN METODE ALAT HAMMER TEST
Laporan : Hammer Test
Titik Yang di Uji : SPBU Jatikawi Group Cicantayan Cibolang
Bangunan SPBU
Tanggal Pengujian : 29 Januari 2024
Pemberi Tugas : SPBU Jatikawi Group Cicantayan Cibolang
Proyek : SLF SPBU Jatikawi Group

Elemen Struktur PELAT


LANTAI
Sudut Pukulan + 90⁰
Kode Bidang Uji SPBU JK-1
1 28
2 28
Nilai Beton 3 29
(R) 4 28
5 28
6 29
R Maksimum 28
R Minimum 28
R Rata-rata (Rm) 28,33
Rm = Pantulan rata-rata = 378 = 42
∑ ( R - Rm ) 10 1,33
2
Simpangan Baku =
Simpangan Baku = 0,52
69
R Terkoreksi = 9
27,82
Dokumentasi Visual TABEL PERKIRAAN KUAT TEKAN BETON
S = 2.7689

dengan demikian diperoleh kuat tekan beton:


R = Rm - K x S
R = 42.000 - 1.812 x 2.77

= 36.98
= 309.60 Kg/cm2

Perkiraan Nilai Kuat Tekan


26,0
Terkoreksi (N/mm2)

Demikian diperoleh kuat tekan beton 26,0 MPa untuk titik uji tersebut.

Catatan :
Nilai Kuat Tekan dengan menggunakan Alat Hammer Test adalah Ekivalen dengan
80% dari kekuatan tekan beton karakteristik.

152 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 4.31. Hasil uji beton dengan Hammer Test pada Kolom Bangunan Penunjang
PENGUJIAN ELEMEN STRUKTUR BETON
DENGAN METODE ALAT HAMMER TEST
Laporan : Hammer Test
Titik Yang di Uji : SPBU Jatikawi Group Cicantayan Cibolang
Bangunan SPBU
Tanggal Pengujian : 29 Januari 2024
Pemberi Tugas : SPBU Jatikawi Group Cicantayan Cibolang
Proyek : SLF SPBU Jatikawi Group

Elemen Struktur Kolom


Struktur
Sudut Pukulan 0⁰

Kode Bidang Uji SPBU JK-2


1 25
2 24
Nilai Beton 3 25
(R) 4 24
5 23
6 24
R Maksimum 25
R Minimum 23
R Rata-rata (Rm) 24,17
Rm = Pantulan rata-rata = 378 = 42
∑ ( R - Rm ) 10 2,83
2
Simpangan Baku = 0,75
Simpangan Baku =

R Terkoreksi 69 23,41
= 9
Dokumentasi Visual TABEL PERKIRAAN KUAT TEKAN BETON
S = 2.7689

dengan demikian diperoleh kuat tekan beton:


R = Rm - K x S
R= 42.000 - 1.812 x 2.77

= 36.98
= 309.60 Kg/cm2

Perkiraan Nilai Kuat Tekan


21,0
Terkoreksi (N/mm2)

Demikian diperoleh kuat tekan beton 21,0 MPa untuk titik uji tersebut.

Catatan :
Nilai Kuat Tekan dengan menggunakan Alat Hammer Test adalah Ekivalen dengan
80% dari kekuatan tekan beton karakteristik.

153 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 4.32. Rekapitulasi hasil dengan Hammer Test pada bangunan SPBU Jatikawi
REKAPITULASI KUAT TEKAN BETON PADA ELEMEN STRUKTUR
DENGAN METODE ALAT HAMMER TEST
Laporan : Hammer Test
Titik Yang di Uji : SPBU Jatikawi Group Cicantayan Cibolang
Bangunan Pabrik
Tanggal Pengujian : 29 Januari 2024
Pemberi Tugas : SPBU Jatikawi Group Cicantayan Cibolang
Proyek : SLF SPBU Jatikawi Group
Kode Bidang Jenis elemen Perkiraan Kuat Tekan Beton
2
Uji Struktur Beton Terkoreksi (N/mm )
SPBU JK-2 Struktur 21,00
SPBU JK-1 Pelat Lantai 27,82
Perkiraan Kuat Tekan Beton Minimum 21,00
Perkiraan Kuat Tekan Beton Maksimum 27,82

Perkiraan Kuat Tekan Beton Rata-Rata (Fc') 24

Dari data yang telah diambil, hasil akhir menunjukkan bahwa tegangan hasil
pengujian lebih besar dari tegangan rencana artinya memenuhi spesifikasi.

4.4.4.4 Review Analisa Struktur


Bangunan SPBU Jatikawi Group ini telah memenuhi beberapa prosedur dalam
mendirikan bangunan salah satunya adalah melakukan review perencanaan terhadap
bangunan dengan memahami perilaku beban yang terjadi pada struktur bangunan yang
ditinjau untuk memperoleh hasil perencanaan yang optimal, akurat dan tidak akan
menimbulkan kegagalan struktur. Namun perlu dianalisa kembali guna untuk
mengetahui perhitungan pada struktur tersebut. Analisa ini mengacu berdasarkan
gambar IMB dan kondisi dilapangan. Struktur eksisting dimodel dan di analisa secara
tiga dimensi menggunakan software ETABS dan SAP 2000 Hasil analisis akan
menunjukkan apakah struktur mampu atau tidak dalam memikul beban-beban yang
bekerja. Data material dan dimensi yang digunakan berdasarkan hasil pengukuran dan
pengujian dilapangan. Sedangkan asumsi pembebanan dan analisis berdasarkan
peraturan-peraturan yang berlaku. Bangunan yang akan di review yaitu struktur kanopi,
struktur bangunan penunjang 2 lantai dan struktur totem (pole).

154 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

1) Struktur Kanopi
Struktur kanopi terdiri dari:
a. Data Umum
Terdiri dari :
- Fungsi Bangunan : Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum
- Jenis Konstruksi : Struktur Kanopi
- Jenis Struktur : Portal Baja
b. Kriteria Material
Terdiri dari :
a. Baja
- Mutu Profil : ASTM – A36
- Mutu Baja : ST-37 (Fy 370 Mpa)
- Kuat Tarik/Tekan (Fy) : 240 Mpa
- Berat Jenis : 7850 kg/m3
- Poisson Ratio : 0.3
- Modulus Elastisitas : 200000 Mpa
- Baut : Baut HTB (A-325)
- Angker : ST-41
- Las : E – 70XX

c. Referensi
Acuan pada bangunan gedung ditentukan berdasarkan peraturan, standar atau data
sebagai berikut:
- SNI-2847-2019 Tentang Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung,
- SNI-1726-2019 Tentang Tata Cara Perancanaan Ketahanan Gempa Untuk Gedung
dan Non Gedung,
- SNI-1729-2020 Spesifikasi untuk Bangunan Gedung Baja Struktural,
- SNI-1727-2020 Tentang Beban Minimum Untuk Perancangan Gedung dan
Struktur lain,
- SNI-1727-1989 Pedoman Pembebanan Indonesia Untuk Rumah dan Gedung,
- SNI-2052-2017 Baja Tulangan Beton.
Selain standar yang disebutkan di atas, kami juga menggunakan referensi dari

155 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

beberapa standar lainnya, yaitu:


- Pemeriksaan Seismik Bangunan Eksisting (ASCE 41-17),
- Minimum Design Loads for Builldings and Other Structures (ASCE/SEI 7-16),
- AISC-LRFD Specification for Structural Steel Building 2005 (AISC 360-10),
- Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318-14).

d. Pembebanan
Struktur dibebani dengan beban akibat berat sendiri struktur, beban mati tambahan,
beban hidup, beban gempa dan beban angin. Beban-beban yang digunakan yaitu :
- Beban Mati (DL); Berat sendiri struktur + beban mati tambahan (SIDL)
- Beban Hidup (LL); Beban penghuni gedung
- Beban Hidup Atap (Lr); Beban hidup atap
- Beban Hujan (R); Beban hidup hujan
- Beban Gempa (E); Didesain dengan metode respon spektrum berdasarkan peta
gempa Indonesia wilayah Kabupaten Sukabumi.
- Beban Angin (W); Beban tekanan angin.
Beban-beban yang bekerja pada struktur:

 Beban Mati (DL)


Tabel 4.33. Beban Mati
No Material Berat Jenis
(kg/m3)
1. Baja 7.850
2. Beton 2.400

 Beban Hidup (LL)


Beban hidup atau beban penghuni pada struktur dapat mengacu pada SNI 1727-
2020 tentang Beban desain minimum dan kriteria terkait untuk bangunan gedung dan
struktur lain. Beban hidup pada yang bekerja pada struktur ini adalah diambil beban
hidup (LL) sebesar 60 kg/m2.

 Beban Gempa (E)


Beban gempa bangunan dikategorikan berdasarkan beberapa kategori resiko yang
dikelompokkan berdasarkan jenis pemanfaatan bangunan tersebut, seperti yang
156 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

disebutkan pada tabel diatas. Bangunan gedung dikategorikan dengan kategori risiko II
dengan nilai faktor keutamaan gempa sebesar 1.

Tabel 4.34. Faktor Keutamaan Gempa

Tabel 4.35. Kategori Risiko Gempa

Salah satu cara untuk dapat memodelkan beban gempa adalah dengan
menggunakan nilai respons spektrum. Untuk mendapatkan fungsi nilai spektrum gempa
maka diinput lokasi ke dalam Desain Spektra Indonesia yang dikeluarkan oleh Dinas
Cipta Karya Kementerian PUPR. Bangunan SPBU Jatikawi Group ini terletak di
Kabupaten Sukabumi. Dengan informasi tersebut, maka didapatkan parameter respons
spektrum sebagai berikut.

157 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.62. Respon Spektrum SPBU Jatikawi Group

 Beban Angin (W)


Beban angin diambil berdasarkan geometri bangunan. Perhitungan beban angin
terlampir.

 Kombinasi Pembebanan
Berdasarkan SNI 1726:2019 Kombinasi beban untuk metode ultimit (LRFD),
Struktur, komponen-elemen struktur dan elemen- elemen fondasi harus didesain
sedemikian hingga kuat rencananya sama atau melebihi pengaruh beban-beban terfaktor
dengan kombinasi-kombinasi sebagai di bawah. Pengaruh adanya satu atau lebih beban
yang tidak bekerja harus ditinjau. Pengaruh yang paling menentukan dari beban-beban
angin dan seismik harus ditinjau, tetapi kedua beban tersebut tidak perlu ditinjau secara
simultan.
U = 1,4D
U = 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau R)
U = 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau R) + (L atau 0,5 W)
U = 1,2D + 1,0W + L +0,5 (Lr atau R)
U = 0,9D + 1,0W
Selanjutnya untuk kombinasi pembebanan dengan pengaruh beban seismik,
Apabila suatu struktur menerima pengaruh beban seismik, maka kombinasi-kombinasi
beban berikut harus diperhitungkan bersama dengan kombinasi beban dasar di atas.
Apabila pengaruh beban seismik yang dimaksud, E = f(Ev,Eh) (pada 0) dikombinasikan
dengan pengaruh beban lainnya, maka kombinasi beban seismik yang harus digunakan
adalah

158 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

U = 1,2D + Ev + Eh + L
U = 0,9D – Ev + Eh
Bilamana sesuai, pengaruh struktural dari T harus ditinjau dalam kombinasi dengan
beban lainnya. Faktor beban pada T harus ditentukan dengan memperhitungkan
ketidaktentuan yang sepertinya terkait dengan besaran T, probabilitas dimana pengaruh
maksimum dari T akan terjadi serentak dengan beban terapan lainnya, dan konsekuensi
yang berpotensi merugikan jika pengaruh T lebih besar dari yang diasumsikan. Faktor
beban pada T tidak boleh mempunyai nilai kurang dari 1,0. Pengaruh beban gempa, E,
harus ditentukan sesuai dengan berikut ini :
a) Untuk penggunaan dalam kombinasi beban c ditentukan dengan sebagai berikut :
E = Eh + Ev
b) Untuk penggunaan dalam kombinasi beban d ditentukan dengan sebagai berikut :
E = Eh – Ev
Pengaruh beban gempa horizontal, Eh, harus ditentukan sebagai berikut :
Eh = ρ QE dan pengaruh beban gempa vertikal, Ev harus ditentukan sebagai berikut Ev
= 0,2 SDS D
Kombinasi beban gempa yang digunakan untuk desain kekuatan adalah sebagai
berikut:
U = (1,2 + 0,2 SDS) D + ρ QE + L
U = (0,9 – 0,2 SDS) D + ρ QE
dimana :
U = kuat perlu (“Required Strength”), D = beban mati
L = beban hidup
Ρ = faktor redundansi
QE = pengaruh gaya gempa horizontal
SDS = parameter percepatan respons spektral pada perioda pendek dengan redaman
5%.

 Pemodelan Struktur
Dimensi Struktur Bangunan berdasarkan As build drawings dan pengukuran
geometri.

159 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.63. 3D View Dimensi dan Pemodelan Struktur

 Kapasitas Struktur Steel Stress Ratio


Untuk melihat kemampuan struktur dalam menerima beban dapat dilakukan dengan
cara Design – Steel Frame Design – Start Design/ Check of Structures. Selanjutnya
program memperlihatkan rasio kolom dan balok. Rasio kolom dan balok harus lebih
kecil dari 1. Dan secara keseluruhan, model struktur memperlihatkan rasio lebih kecil
dari 1 dan struktur tidak ada yang berwarna merah, sehingga desain dinyatakan aman.

Gambar 4.64. P-M Rasio


Nilai deformasi struktur dibatasi sebagai batas kelayakan atau batas layanan yang
nyaman bagi pengguna bangunan gedung. Nilai ini disyaratkan dengan batasan sebesar
L/300. Atap Terjauh pada bangunan adalah sebesar 14 m, sehingga batas deformasi
160 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

struktur yang diizinkan adalah 14.000/300 sehingga didapatkan batas deformasi sebesar
46,667 mm. Dapat dilihat pada tabel, seluruh nilai deformasi baik maksimum dan
minimum dan juga pada ketiga arah sumbu memenuhi persyaratan tersebut.

Gambar 4.65. Deformasi Struktur

 Reaksi Perletakan (Joint Reaction)


Seluruh gaya luar yang diterima oleh bangunan gedung akan disalurkan elemen
struktur bangunan gedung untuk ditopang oleh pondasi. Berikut merupakan besar gaya
reaksi pada perletakan bangunan Struktur Kanopi SPBU Jatikawi Group.

Gambar 4.65. Reaksi Perletakan

161 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 4.36. Reaksi Perletakan


TABLE: Joint Reactions
Story Label Unique Name Output Case Case Type Step TypeStep Number FX FY FZ MX MY MZ
Base 1 1 Comb4 CombinationMax 4,4883 -1,0592 20,38 0 0 0
Base 1 1 Comb4 CombinationMin -4,3216 -1,0597 3,9868 0 0 0
Base 2 3 Comb4 CombinationMax 4,4883 1,0597 20,38 0 0 0
Base 2 3 Comb4 CombinationMin -4,3216 1,0592 3,9868 0 0 0
Base 3 5 Comb4 CombinationMax 7,1413 -1,0593 17,7576 0 0 0
Base 3 5 Comb4 CombinationMin -6,9318 -1,0596 8,364 0 0 0
Base 4 7 Comb4 CombinationMax 7,1413 1,0596 17,7576 0 0 0
Base 4 7 Comb4 CombinationMin -6,9318 1,0593 8,364 0 0 0
Base 5 9 Comb4 CombinationMax 5,6642 -1,0594 13,3442 0 0 0
Base 5 9 Comb4 CombinationMin -5,6642 -1,0594 13,3442 0 0 0
Base 6 11 Comb4 CombinationMax 5,6642 1,0594 13,3442 0 0 0
Base 6 11 Comb4 CombinationMin -5,6642 1,0594 13,3442 0 0 0
Base 7 13 Comb4 CombinationMax 6,9318 -1,0593 17,7576 0 0 0
Base 7 13 Comb4 CombinationMin -7,1413 -1,0596 8,364 0 0 0
Base 8 15 Comb4 CombinationMax 6,9318 1,0596 17,7576 0 0 0
Base 8 15 Comb4 CombinationMin -7,1413 1,0593 8,364 0 0 0
Base 9 17 Comb4 CombinationMax 4,3216 -1,0592 20,38 0 0 0
Base 9 17 Comb4 CombinationMin -4,4883 -1,0597 3,9868 0 0 0
Base 10 19 Comb4 CombinationMax 4,3216 1,0597 20,38 0 0 0

2) Bangunan Gerai (Tenant, Ruang ATM, Kantor Pengelola, Toilet,


Ruang Loker, Ruang Panel dan Ruang Genset)
a. Data Umum
Terdiri dari :
- Fungsi Bangunan : Gerai
- Jenis Konstruksi : Struktur Beton 2 lantai
- Jenis Struktur : Portal Beton
b. Kriteria Material
Terdiri dari :
a. Beton
- Mutu Beton : Fc’ 20,75 Mpa ( K-250)
- Kuat Tekan : 240 kg/cm2
- Berat Jenis : 2400 kg/m3
- Poison Ratio : 0.2
- Modulus Elastisitas : 21409,5189 Mpa;
b. Baja Tulangan
- Mutu Baja : Fy 400 Mpa (Tulangan Utama);
Fy 240 Mpa (Tulangan Sekunder)
- Kuat Tarik/Tekan : 400 Mpa
- Berat Jenis : 7833 kg/m3
- Poison Ratio : 0.30
162 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

- Modulus Elastisitas : 200000 Mpa

 Pemodelan Struktur
Dimensi Struktur Bangunan berdasarkan As build drawings dan pengukuran
geometri.

Gambar 4.66. 3D View Dimensi dan Pemodelan Struktur

 Kapasitas Struktur Steel Stress Ratio


Untuk melihat kemampuan struktur dalam menerima beban dapat dilakukan dengan
cara Design – Steel Frame Design – Start Design/ Check of Structures. Selanjutnya
program memperlihatkan rasio kolom dan balok. Rasio kolom dan balok harus lebih
kecil dari 1. Dan secara keseluruhan, model struktur memperlihatkan rasio lebih kecil
dari 1 dan struktur tidak ada yang berwarna merah, sehingga desain dinyatakan aman.

163 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.67. P-M Rasio

Nilai deformasi struktur dibatasi sebagai batas kelayakan atau batas layanan yang
nyaman bagi pengguna bangunan gedung. Nilai ini disyaratkan dengan batasan sebesar
L/300. Atap terjauh pada bangunan adalah sebesar 6 m, sehingga batas deformasi
struktur yang diizinkan adalah 6.000/300 sehingga didapatkan batas deformasi sebesar
20 mm. Dapat dilihat pada tabel, seluruh nilai deformasi baik maksimum dan minimum
dan juga pada ketiga arah sumbu memenuhi persyaratan tersebut.

Gambar 4.68. Deformasi Struktur

164 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

 Reaksi Perletakan (Joint Reaction)


Seluruh gaya luar yang diterima oleh bangunan gedung akan disalurkan elemen
struktur bangunan gedung untuk ditopang oleh pondasi. Berikut merupakan besar gaya
reaksi pada perletakan bangunan Struktur Kanopi SPBU Jatikawi Group.

Gambar 4.69. Reaksi Perletakan

Tabel 4.37. Reaksi Perletakan


TABLE: Joint Reactions
Story Label Unique Name Output Case Case Type Step TypeStep Number FX FY FZ MX MY MZ
Base 1 1 Pondasi Combination 1,9971 -1,3594 60,9115 0,8286 0,8766 0
Base 2 4 Pondasi Combination 2,1459 5,1182 84,0008 -2,5414 1,0558 0
Base 3 7 Pondasi Combination -2,1489 4,9862 83,7647 -2,4225 -1,0672 0
Base 4 10 Pondasi Combination 0,0661 -0,2849 174,8474 0,4101 0,053 0
Base 5 13 Pondasi Combination 2,1553 -3,0469 110,8672 3,1387 2,1227 0
Base 6 16 Pondasi Combination -2,3248 -0,0322 128,278 0,1559 -2,3141 0
Base 7 19 Pondasi Combination -2,0503 -1,3507 60,9395 0,8093 -1,0074 0
Base 8 22 Pondasi Combination -1,8371 -3,8914 104,6657 2,2708 -0,7861 0
Base 9 25 Pondasi Combination 3,0633 -0,6381 98,3333 -0,919 1,9444 0
Base 10 39 Pondasi Combination -0,0328 0,2019 97,2574 -0,0074 -0,0716 0
Base 11 40 Pondasi Combination -0,5097 -0,3715 124,1027 0,5143 -0,5343 0
Base 12 41 Pondasi Combination -1,8985 0,3233 81,2373 -0,171 -0,8496 0
Base 13 32 Pondasi Combination 2,6426 -0,1261 89,3055 0,2847 1,5222 0
Base 14 34 Pondasi Combination -0,0041 -0,1641 84,2276 0,3281 -0,0391 0
Base 15 36 Pondasi Combination -1,8496 -0,1406 97,9167 0,2918 -0,8224 0
Base 16 38 Pondasi Combination 1,7657 -0,0778 97,3675 0,2407 0,6694 0
Base 17 47 Pondasi Combination -0,0067 4,6176 121,4864 -2,0729 -0,0108 0
Base 18 50 Pondasi Combination -1,1736 -3,7633 148,9124 1,4787 -1,1808 0

 Resume
 Pengamatan Lapangan
Pengamatan secara visual menunjukkan kondisi Bangunan Struktur Kanopi dan
165 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Bangunan Gerai cukup baik dimana tidak terjadi kerusakan struktur.


 Pengukuran dan Pengujian Material
Dari hasil pengamatan lapangan yaitu pengukuran dimensi elemen struktur
kolom eksisting yang ditunjukkan dalam gambar skematik. Analisis statistik dari
hasil Hammer Test yang telah dilakukan menunjukkan nilai kuat tekan
karakteristik beton berkisar K-250 kg/cm2 atau setara fc’ 20,75 MPa.
 Hasil Analisis Struktur
Struktur Bangunan Struktur Kanopi dan Bangunan Gerai yang berupa struktur
rangka baja, analisis beban gravitasi SNI 1727:2020 dan gempa berdasarkan
SNI 1726:2019, struktur kanopi ini dengan kolom pedestal, dari hasil analisis
struktur untuk bangunan ini dinyatakan dapat menahan beban kombinasi
gravitasi, beban angin dan beban gempa.
 Visual Geoteknik
Pada Kawasan SPBU Jatikawi Group tidak di temukan indikasi penurunan
pondasi maupun penurunan tanah maupun potensi liquifaksi.

4.4.5 Pemeriksaan Sistem Proteksi Kebakaran pada SPBU Jatikawi


Group
Sarana Penanggulangan Kebakaran yaitu:
a. Di dalam SPBU harus tersedia alat pemadam kebakaran yang siap pakai dalam
jumlah yang cukup sesuai standar yang berlaku. Peralatan pemadam kebakaran
antara lain dapat berupa APAR (Alat Pemadam Api Ringan), instalasi tetap atau
otomatis.
b. Jenis dan kapasitas alat pemadam kebakaran harus sesuai dengan klasifikasi
kebakaran, dan lokasi penempatannya harus sesuai dengan standar yang berlaku.
Jenis dan kapasitas alat pemadam kebakaran antara lain sebagai berikut:
 Tepung kimia kering 80 kg, dengan jenis alat beroda
 Tepung kimia kering 9 kg
 CO 2 4,5 kg
 Fire ball ukuran 1,2 kg atau setara (EU Standard)
c. Alat pemadam kebakaran harus diperiksa setiap 6 bulan sekali. Hasil dan tanggal
pemeriksaan harus dicantumkan pada tabung pemadam tersebut.
166 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

d. SPBU harus dilengkapi dengan sistem pelaporan kebakaran seperti telepon keadaan
darurat dan/atau bentuk lainnya.
e. SPBU harus dilengkapi dengan sarana darurat:
 Tombol darurat yang terletak di dekat petugas untuk menghentikan semua
kegiatan yang sedang berlangsung dan terintegrasi antara lain dengan
dispenser, pompa, lampu dan lainnya.
 Untuk SPBU swalayan harus dilengkapi dengan sistem pengeras suara untuk
komunikasi dengan pelanggan.
f. SPBU wajib menyediakan dan memasang petunjuk dan informasi keadaan darurat:
 Telepon petunjuk yang memuat nama dan alamat SPBU dan petugas yang bisa
dihubungi jika terjadi keadaan darurat.
 Pada titik dispenser dipasang informasi dengan tampilan mengenai tindakan
yang diambil jika terjadi kebakaran atau keadaan darurat. Semua informasi ini
harus mencolok, terlihat dan mudah dipahami oleh setiap orang.
 Sarana Penanggulangan Tumpahan dan Pencemaran
a. SPBU harus dilengkapi dengan sarana penanggulangan
tumpahan minyak sekurangnya meliputi:
1) Oil Spil Kitbox (container) yang berisikan variasi sorbent
seperti sorbent powder, sorbent pad atau sorbent boom.
2) Refill dari sorbent di atas minimum 1 paket refill untuk
Penanggulangan ini juga digunakan untuk membantu pemadaman kebakaran
yang terjadi pada bangunan/ruangan. Alat penanggulangan aktif biasanya tiap bangunan
sudah ada. Apabila sewaktu-waktu terjadi kebakaran alat ini dapat digunakan tetapi
membutuhkan tenaga manusia untuk menyalakan atau menggunakan alat tersebut.
Beberapa contoh alat pemadam kebakaran secara aktif pada SPBU Jatikawi Group
yaitu:

 APAR dan APAP ( Alat Pemadam Api Portable)


Jenis ini tidak seperti biasa, digunakan terutama untuk fasilitas industri, dimana
memerlukan penggunaan dengan kemampuan yang lebih tinggi dari yang biasa. serta
memiliki keuntungan karena lebih sederhana sehingga memungkinkan pemakai untuk
cepat melaksanakan pemadaman, hingga mampu mengendalikan api dalam kurun
waktu yang cepat. Tidak seperti jenis bertekanan di dalam yang menggunakan nitrogen,
167 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

alat pemadam ini menggunakan pendorong karbon dioksida bukan nitrogen, meskipun
model cartridge nitrogen juga kadang digunakan pada temperatur rendah. Jumlah
APAR SPBU Jatikawi saat ini berjumlah 12 Unit, APAR 68 kg berjumlah 2 unit,
APAR 9 kg (DCP) berjumlah 5 unit dan APAR CO2 berjumlah 5 unit alat ini berfungsi
sebagai alat pemadam kebakaran. Kondisi dari APAR SPBU Jatikawi Group ini dalam
kondisi baik dan laik fungsi.

Gambar 4.70. Denah APAR pada SPBU Jatikawi Group

168 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.72. Visual Kondisi APAR pada SPBU Jatikawi Group

Dalam kondisi emergency alarm akan memberi tanda dengan bunyinya, pada
SPBU Jatikawi Group alarm dipasang di tempat yang mudah di jangkau dengan jumlah
sekitar 4 titik dengan kondisi masing-masing alarm berfungsi dengan baik dan laik.

Gambar 4.73. Kondisi Panel Alarm SPBU Jatikawi

169 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.74. Berita acara pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran SPBU Jatikawi

Kesimpulan, Akses Proteksi Kebakaran di lingkungan SPBU Jatikawi


Group, secara Visualisasi cukup baik dan memenuhi standar pengujian yang telah
dilakukan oleh Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kabupaten
Sukabumi dengan nomor pemeriksaan 300.2.1/82/Bid.Pencegahan/2023.

170 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

4.4.6 Pemeriksaan Sistem Proteksi Petir


Prinsip kerja penangkal petir elektrostatis mengadopsi sebagian sistem penangkal
petir radio aktif, yaitu menambah muatan pada ujung finial/ splitzer agar petir selalu
memilih ujung ini untuk disambar. Perbedaan dengan sistem radio aktif adalah jumlah
energi yang dipakai. Untuk penangkal petir radio aktif yang dihasilkan dari proses
hamburan zat berradiasi sedangkan penangkal petir elektrostatis dihasilkan dari listrik
awan yang menginduksi permukaan bumi. Spesifikasi instalasi penyalur petir yang
digunakan pada bangunan gedung SPBU Jatikawi Group dengan jenis Elektrostatis
penghantar kabel kawat NYY 70 mm2 dengan bentuk elektroda udara runcing dan jenis
elektroda bumi Copper rod 50 mm2 Tembaga. Bentuk Elektroda Runcing dengan
radius 100, jumlah control box 1 buah, jumlah hantaran 1 buah, jumlah pentanahan 1
buah, jumlah sambungan 1 buah yang ditempatkan eksternal.

Gambar 4.75. Radius proteksi petir pada SPBU Jatikawi

171 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.76. Instalasi Penangkal Petir SPBU Jatikawi Group

172 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.77. Berita acara pengukuran tahanan pentanahan SPBU Jatikawi Group

173 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.78. Dokumentasi Pengujian Grounding SPBU DODO PT. Jatikawi Group

Dari hasil pengujian hasil dari pemeriksaan / pengujian dan pengukuran bahwa
instalasi penyalur petir masih dalam kondisi baik dan laik digunakan hasil pengukuran
0,32 Ω pada Dispenser, 0,15 pada Lossing BBM dan 0,42 Ω pada penangkal petir di
bawah batas maksimal yang persyaratkan yaitu 5 Ω. Maka Instalasi penangkat petir
SPBU Jatikawi Group dinyatakan laik dan sesuai dengan K3 tentang Penyalur Petir
yaitu Permenaker No. 31 Tahun 2015.

4.4.7 Instalasi Listrik


Sistem jaringan atau tipologi jaringan kelistrikan yang digunakan pada SPBU
Jatikawi Group yaitu sistem jaringan kelistrikan menggunakan sistem Jaringan
Distribusi Primer ( Tegangan Rendah ) dimana sumber input listriknya berasal dari
Gardu PLN dengan daya 23 kVa terdiri dari 3 phase, Sumber arus listrik didistribusikan
ke beberapa panel beban melalu beberapa outgoing yang di tempatkan di utilitas dengan
masing – masing memakai pengaman arus MCCB 3200 Amp.

174 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.79. Panel LVMDP dan Meter KWH pada SPBU Jatikawi Group

Pemeriksaan instalasi listrik perlu dilakukan secara berkala untuk memastikan


kelayakan perlindungan terhadap pekerja maupun peralatan produksi. Pada Tahun 2015
Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan mengeluarkan peraturan tentang K3
Instalasi Listrik yaitu Permenaker No. 12 Tahun 2015. Selain regulasi dari pemerintah
ada beberapa standar yang sudah baku digunakan untuk menyatakan kelayakan sebuah
instalasi kelistrikan yang terpasang pada sebuah bangunan atau gedung seperti SNI,
SPLN, PUIL 2016 dan IEC untuk standar peralatan, teknis dan fungsi. PT. Bumi Nusa
Strukturindo sebagai pihak yang ditunjuk untuk audit SLF, memiliki tujuan agar dalam
proses audit kelayakan instalasi kelistrikan pada SPBU Jatikawi Group bisa melakukan
uji riksa secara mendetail sesuai dengan standar aturan yang berlaku. Beberapa langkah
yang harus dilakukan untuk ketercapaian dari audit yang dilakukan adalah, sebagai
berikut :
a. Memastikan pemasangan, Pengukuran dan kelayakan Electric Generator.
b. Memastikan pemasangan, Pengukuran dan kelayakan Transformator
c. Memastikan pemasangan dan kelayakan Panel ATS Generator
d. Memastikan pemasangan, Pengukuran dan kelayakan Panel LVMDP
e. Memastikan pemasangan, Proteksi Instalasi Tegangan Rendah dan Memastikan
pemasangan, Pengukuran dan kelayakan Instalasi Penerangan
f. Memastikan pemasangan, pengukuran dan kelayakan instalasi daya dan Tenaga.
g. Memastikan pemasangan, Pengukuran dan kelayakan Penyalur Petir
h. Memastikan pemasangan, Pengukuran dan kelayakan Pembumian
175 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

i. Memberikan rekomendasi perbaikan pada sistem kelistrikan dan perlengkapannya.

Untuk memenuhi tujuan tersebut, beberapa hal mengenai pokok pengujian dan
pemeriksaan instalasi kelistrikan pada SPBU Jatikawi telah disusun. Berikut poin-poin
yang akan dilakukan tindakan pemeriksaan dan pengujian, dimana hasilnya akan
menjadi bahan untuk menyatakan kelayakan dari kondisi instalasi kelistrikan yang
terpasang.
1. Dokumen Gambar Lengkap Instalasi Listrik Setempat
2. Pemeriksaan cara pemasangan/visual dan pengecekan material (Kabel Suplai, PHB,
Hantaran Utama, Kotak Kontak, Saklar, Fitting, Grounding).
3. Pengecekan kontinuitas, terminasi dan sambungan.
4. Pengecekan polaritas, warna, labeling (penandaan).
5. Pengukuran tahanan isolasi.
6. Pengukuran resistansi pembumian.
7. Fungsi proteksi sistem instalasi listrik.
8. Lain-lain seperti peruntukannya, alamat, gardu dan sifat instalasi.

Gambar 4.80. Alat pengujian elektrikal

Masuk pada tahap persiapan dan pelaksanaan pengujian dan pemeriksaan (Uji
Riksa), beberapa hal yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagian masuk pada tahap
persiapan dan pelaksanaan pengujian dan pemeriksaan (Uji Riksa), beberapa hal yang
dilakukan dalam tahap ini adalah sebagaian berikut ;
 Persiapan yang dilakukan, meliputi

176 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

1. Permit (Izin Kerja Pemeriksaan Listrik)


2. Perlengkapan APD
3. Perlengkapan Alat Ukur
4. Gambar teknis (Instalasi , Single line dan denah lokasi )
5. Safety Induction dan Tool box meeting
 Pemeriksaan
 Pengujian & Pengukuran
 Pencatatan Uji Riksa
 Perhitungan & Analisa

Lanjutan lampiran gambar:

177 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.81. Lampiran Sertifikat Laik Operasi Listrik SPBU Jatikawi Group

Bangunan SPBU Jatikawi Group merupakan gedung dengan multi fungsi, disana
terdapat area pengisian BBM, Mini market dan ATM. Dengan sifat gedung yang khusus
jaringan listrik yang digunakan sedang sehingga pada gedung ini memiliki LVMDP.
Pada ruang utilitas terdapat perlengkapan sistem instalasi yang lengkap seperti genset,
kompresor, sistem darurat atau emergensi dan LVMDP. Kondisi baik juga ditunjukan
dari hasil pengukuran dengan uji Cleam meter, Earth Tester dan Infrared Thermograf
yang tim Inspeksi lakukan. Hasil uji menunjukan tidak ada suhu terukur berlebih pada
kelengkapan LVMDP mulai dari saluran masuk, hingga saluran keluar menuju panel
pembagi menujukan suhu dibawah 33°C. Hasil ukur Cleam Meter menunjukan arus
kerja pada masih dibawah kapasitas maksimal, bisa dilihat pada gambar tabel data hasil
pengukuran. Uji pentanahan atau grounding juga menujukan hasil yang baik dengan
nilai 0,15-2 Ω. Ini menunjukan kondisi sistem kelistrikan utama pada gedung dalam
kondisi baik. Sumber cadangan ketika terjadi gangguan listrik dari jaringan PT. PLN,
juga disediakan sebuah pembangkit tenaga diesel atau genset untuk mensuplay daya
listrik sementara. Berdasarkan penambatan instalasi yang digunakan, sistem ini

178 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

mengunakan sistem otomatis pada jaringan khusus untuk seluruh line penerangan.
Sehingga saat terjadi gangguan sistem penerangan akan tetap berfungsi disaat darurat.
Kapasitas daya cadangan terpasang sebesar 30 kVA. Terdapat juga sistem darurat dan
pemadam kebakaran dengan instalasi alarm sensor dengan kondisi yang baik dan
terawat.

Gambar 4.82. Single Line Diagram dan Kebutuhan Daya SPBU Jatikawi Group

179 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 4.38. Hasil Pemeriksaan Infrared Thermography Bangunan SPBU Jatikawi


THERMAL IMAGE : OBJECT MCB
LABEL 1
EQUIPMENT Panel
LOCATION Kantor Pengelola
Temperture (°C)
Area 01 02 03
27,7
27,6
27,7
Prioritas
Probable Cause
Kesalahan koneksi (Longgar atau kotor)
Kelebihan beban/Beban yang tidak seimbang
Distorsi harmonik
Komponen dalam/Kegagalan dalam
Induksi elektromagnetik
Suhu operasi normal
Comment/Suggestion
Secara visual Thermograph tidak terlihat peningkatan
suhu

Client Supervisor Notes :

Sumber : Pemeriksaan lapangan 2024

Instalasi jaringan listrik di area SPBU Jatikawi Group telah dilakukan


pemeriksaan yang dilakukan oleh PT. Perintis Perlindungan Instalasi Listrik Nasional
pada tanggal 08 Februari 2024, dengan nomor Sertifikat pemeriksaan
598.O.P.3.427.3202.B24. Sehingga jaringan Instalasi jaringan listrik dan Sigle Line
Diagram di SPBU Jatikawi Group ini dinyatakan memenuhi persyaratan keselamatan
dan kesehatan kerja dan jalur instalasi telah sesuai dengan standar yang berlaku dan laik
untuk digunakan.

180 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

4.5 Pemeriksaan Aspek Kesehatan


4.5.1 Pemeriksaan Sistem Penghawaan dan Ventilasi (Tata Udara)
a. Penghawaan Alami
Proses penghawaan yang diperoleh dari udara luar yang masuk ke dalam sebuah
bangunan/ruangan sehingga terjadi pertukaran udara/ sirkulasi udara, hal ini biasa
sering disebut yaitu sebuah sistem pertukaran silang udara (cross ventilation).

Gambar 4.83. Penghawaan alami pada bangunan mushala dan kantor pengelola

b. Penghawaan Buatan
Penghawaan terhadap bangunan/ruangan sangat penting dalam menciptakan
kenyamanan thermal. Saat penghawaan alami susah untuk didapat dan tidak mendukung
kenyamanan thermal, maka penghawaan buatan ini membantu pengguna untuk
mencapai kenyamanan yang dibutuhkan. Penghawaan buatan ini dibuat menggunakan
alat yang memerlukan energi listrik sebagai sumber daya utamanya. Berikut adalah
beberapa contoh jenis alat penghawaan buatan yang berada di SPBU Jatikawi Group
yaitu :
1. AC (Air Conditioner)
Penghawaan buatan yang berfungsi untuk memberikan suhu udara yang dingin
pada ruangan. Terdapat 2 (dua) sistem AC yaitu:
 Direct Cooling
Direct Cooling adalah sebuah sistem penghawaan buatan dengan memberikan
suatu suhu dingin pada ruangan. Penghawaan ini didapat langsung pada alat

181 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

pendingin ruangan tanpa melalui ducting (saluran udara). AC yang biasa


digunakan adalah AC Window (1/2pk – 2pk), AC Split (1/2pk – 3pk), dan AC
Package unit ( s/d 10pk).

Gambar 4.84. Jenis AC Direct Cooling

Hasil pemeriksaan pada bangunan gerai diketahui untuk sistem pengkondisian udara
(penghawaan) lebih diutamakan menggunakan sistem mekanik (AC Split). Namun
demikian pada setiap ruangan yang terhubung langsung dengan ruang luar pun
dilengkapi dengan jendela hidup untuk alternatif penghawaan secara alami.

182 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.85. Tata Udara Bangunan Penunjang

4.5.2 Pemeriksaan Sistem Pencahayaan


Pengecekan terhadap pencahayaan dan suhu dengan menggunakan peralatan
yang telah disediakan dengan lux meter. Pengecekan hanya dilakukan pada ruangan
yang sering dikunjungi dalam waktu yang lama untuk beraktifitas. Hasil yang didapat
dari pengujian alat ukur dapat disimpulkan bahwa kondisi telah memenuhi persyaratan
kesehatan keandalan bangunan gedung. Dengan kondisi seperti ini para penguna
gedung dapat beraktifitas secara maksimal didalam ruangan dan di luar ruangan dengan
pekerjaannya masing-masing.

183 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.86. Pencahayaan Pencahayaan Alami (Fasad Transparan) dan Buatan

(a) Area Kanopi (b) Area bangunan penunjang

(c) Area ruang luar

Gambar 4.87. Pengecekan dan Pencahayaan Bangunan Kanopi

184 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 4.39. Hasil Rata-Rata Pengecekan Pencahayaan Bangunan Kanopi.


Pencahayaan (Lux) Suhu (˚C) Kelembaban (%) Kebisingan (dB)
1029,00 26,20
> 500 Lux 70,20 68,2

Tabel 4.40. Hasil Rata-Rata Pengecekan Pencahayaan Bangunan Penunjang


Pencahayaan (Lux) Suhu (˚C) Kelembaban (%) Kebisingan (dB)
309,00 > 30026,55
Lux 70,30 50,2

Tabel 4.41. Hasil Rata-Rata Pengecekan Pencahayaan Kawasan SPBU


Pencahayaan (Lux) Suhu (˚C) Kelembaban (%) Kebisingan (dB)
116,30 > 10025,30
Lux 65,57 73,6

Hasil pemeriksaan pencahayaan pada SPBU Jatikawi Group sudah sesuai dengan
SNI 6197:2011 tentang standar lux dan dinyatakan laik fungsi.

4.5.3 Pemeriksaan Sistem Tata Suara


Semua loudspeaker dan attenuator beserta perlengkapan harus dipasang dengan
cara yang telah disetujui C.M (Pengawas Lapangan). Pada tiap-tiap lantai dipasang satu
unit SSTB (Sound Sentral sistem tata suara bangunan SPBU Jatikawi Group ini terletak
pada lantai 2 di ruang pengawas. Perangkat yang terdapat pada sentral sistem tata suara
ini antara lain: Speaker selector; digunakan sebagai perangkat kendali mengatur
keluaran speaker mana saja yang akan diaktifkan melalui sentral sistem. Speaker
selector yang dipakai adalah speaker selector dengan fasilitas 24 channels milik TOA
Electronics. Power amplifier digunakan sebagai penguat daya untuk mencukupi
kebutuhan daya masing-masing speaker yang ada di setiap ruangan SPBU. Power
amplifier yang dibutuhkan sebanyak 1 buah. Digital mixer; perangkat yang menampung
seluruh input/masukan, mencakup untuk kebutuhan evakuasi saat keadaan darurat.
Berikut adalah macam masukan yang diterima oleh digital mixer sentral sistem tata
suara SPBU Jatikawi Group:
a) 1 buah pemutar CD/MP3/radio FM dengan kabel instalasi 3x stereo audio kabel 1
buah paging microphone dengan kabel instalasi 2x STP 2 core dan NYMHY 2x1.5
mm2.
b) 1 buah Fireman’s microphone untuk evakuasi dengan kabel instalasi 1x STP

185 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

CAT.5.
c) 1 buah car call microphone dengan kabel instalasi ITC 2x2x0.6 mm Signal dari
Master control panel fire alarm (MCP-FA) dengan kabel instalasi FRC 2x1.5 mm2.
d) Equalizer yang digunakan untuk melayani pengolahan input suara yang ada dari
digital mixer.
Keempat perangkat utama tersebut mendapat daya listrik dari Power Panel
Elektronik gedung yang tersambung dengan kabel power. Daya speaker yang akan
dipakai yaitu 3W untuk ceiling speaker, 10 W untuk column speaker sedangkan untuk
speaker emergency membutuhkan daya 6 W.

Gambar 4.88. Ruang penyimpanan sistem pengendali tata suara

Hasil pemeriksaan tata suara pada SPBU Jatikawi Group sudah sesuai dengan
peruntukan dan kebutuhan maka tata suara dinyatakan laik fungsi.

186 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

4.5.4 Pemeriksaan Sistem Utilitas


4.5.4.1 Sistem Air Bersih
Hasil pemeriksaan kebutuhan air bersih pada SPBU Jatikawi Group sebagai
berikut:
Untuk perhitungan kebutuhan air bersih pada SPBU Jatikawi Group adalah mengambil
rata – rata kebutuhan (liter) air yaitu ± 60 liter untuk setiap orang/ kursi perharinya dan
yang akan di hitung kebutuhan air tiap jam nya yaitu 60 liter/hari ÷ 24 (jam) = 2,5
liter/jam. Hal ini dapat di lihat dari fungsi tiap unit bangunan di SPBU secara
keseluruhan dengan jumlah orang dan jumlah kursi sebesar ± 40 orang/kursi tiap jam
nya di hitung dari jumlah kapasitas tiap masing - masing ruang.
a) Kebutuhan air bersih harian Q = n x kebutuhan air per jam
Keterangan :
Q = Kebutuhan air bersih rata – rata per jam (liter/ jam)
n = Jumlah kursi pengunjung dalam per jam nya
 Maka, Qtotal = Qjumlah pengunjung x air liter/ jam
Q = 40 x 2,5 liter/ jam
Q = 100 liter/ jam
 Untuk per harinya 100 liter/jam x 24(jam) =2.400 liter/ hari

Diasumsikan juga kebutuhan air tambahan sebesar 20% untuk mengatasi


kekurangan air dengan perhitungan sebagai berikut :

Qd = (100% + 20%) x 2.400 liter/ hari Qd = 120% x 2.400 liter/ hari


= 2.880 liter/ hari
Qd = 2,8 m³/ hari

187 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.89. Turn air bersih pada SPBU Jatikawi Group

4.5.4.2 Sistem Air Kotor


Sistem penyaluran limbah dibagi menjadi dua jenis yaitu :
a. One pipe system
Pada sistem ini, jaringan air kotor (air sabun, air kimia, air tinja dan lain-lain)
dialirkan pada sebuah pipa dengan ujung yang selalu terbuka (vent stack).
b. Two pipe system
Pada sistem ini, jaringan air kotor (air sabun, air kimia, air tinja dan lain-lain)
dialirkan dengan pipa yang berbeda berdasarkan jenis air kotornya. Jenis black
water dibuang melalui soil pipe dan selain black water/ disebut grey water dibuang
melalui water pipe.
Limbah olahan didistribusikan dengan cara beda tergantung jenis air limbahnya,
seperti :

o Jaringan Limbah Padat (Black Water)


Limbah padat ini berupa limbah bangunan dari kotoran manusia. Limbah padat
akan terurai apabila menggunakan bio septictank, kemudian di filter lagi, limbah ini
dapat digunakan untuk media penyuburan tanaman.

188 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.90. Pola Jaringan Distribusi Limbah Padat

o Jaringan Limbah Cair (Grey Water)


Limbah ini berasal bukan dari limbah air padat/ limbah dari kotoran manusia,
melainkan limbah ini berasal dari air kotor dari kegiatan seperti mandi, mencuci
dalam kebutuhan sehari-hari. Limbah ini nantinya akan dialirkan ke bak pengumpul
kemudian diolah pada bio filter dan setelah di filter nantinya air dapat digunakan
kembali atau dibuang langsung menuju ke saluran kota.

Gambar 4.91. Bio Septictank pada SPBU Jatikawi Group


189 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.92. Pola Jaringan Distribusi Limbah Cair

Kapasitas Septictank:
1. Jumlah penghuni = 40 orang
2. Asumsi tinggi rencana = 2 m
septictank
3. Tinggi muka air = 2/3 x 2 = 1,3333 m
4. Tinggi ruang udara = 2 - 1,33333 = 0,6667 m
5. Perhitungan volume air = 40 x 25 x 3 = 3000 liter
yang masuk
= 3 m3

6. Perhitungan luas alas = Volume air = 3 = 2,25 m2


septictank
Tinggi muka air 1,3333

7. Menghitung panjang dan


lebar septictank
Panjang asumsi = 5 m

190 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Lebar = Luas = 2,25 = 0,45 m


Panjang 5
Jadi, dimensinya
Panjang septictank = 5 m
(asumsi)
Lebar septictank = 0 m
Tinggi septictank = 2 m

Kapasitas yang tersedia = 5 x 0 x 2 = 4,5 m3


Kapasitas yang = 3 m3
dibutuhkan

Kapasitas Tangki Atas dan


Tangki Bawah
Diketahui :
Bangunan SPBU = 2 lantai
Jumlah total penghuni = 40 orang
Kapasitas pipa = 2/3 per jam
Penyelesaian :
1. Kebutuhan air = 100 liter/org/hari x 40 orang
= 4000 liter/hari
2. Tambahan air 20 % untuk kebocoran, pancuran air
dan taman
Qd = ( x 4000 )+ 4000
20%
= 4800 liter/hari
Dianggap pemakaian
selama 8 jam
Qh = Qd / T
= 4800 / 8 jam/hari
= 600 liter/jam

191 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Qs = 2/3 x Qh
= 400 liter/jam
o Jaringan Air Hujan
Air hujan ini dapat digunakan sebagai air penyiram tanaman atau sebagai flush
toilet. Air hujan didapat dari air yang jatuh ke atap langsung menuju ke aliran
talang lalu terkumpul ke dalam saluran dan di buang ke riol kota.

Gambar 4.93. Pola Jaringan Distribusi Air Hujan

Gambar 4.94. Pipa tegak talang air hujan

4.5.4.3 Sistem Persampahan


Dalam sistem pengolah sampah kawasan bangunan SPBU ini tidak memerlukan
sebuah shaft seperti halnya bangunan tinggi yang memerlukan sebuah shaft khusus
yaitu shaft sampah. Tetapi untuk bangunan yang tidak tinggi hanya memerlukan sebuah
tong sampah yang tersebar pada area kawasan bangunan tersebut, tong sampah perlu
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu tong sampah organik dan anorganik agar dengan
mudah dalam mengolah sampah yang nantinya akan di buang ke TPS / di daur ulang.
192 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Atau dengan membuat lubang biopori guna lubang ini adalah untuk menyimpan sampah
kedalam lubang tanah agar sampah membusuk dan menjadi sebuah media tanam pada
lingkungan sekitar.

Gambar 4.95. Biopori pada SPBU Jatikawi Group

Gambar 4.96. Tempat sampah pada SPBU Jatikawi Group

Perhitungan :
Tiap hari dengan asumsi 1 orang 3 ons (0,03 kg) maka jumlah pengunjung
250 x 0,03 kg = 7,5 kg.

Berdasarkan pemeriksaan dilapangan jumlah kapasitas penampungan air bersih,


grey water dan black water sudah sesuai dengan ketersediaan penampungnya yang
berupa Turn air kapasitas 2000 liter, Kapasitas bio septictank setelah diolah dan
penampungan air hujan dari atap melalui pipa di salurkan ke riol kota serta ketersediaan
tempat sampah pada SPBU Jatikawi Grup.

193 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.97. Tempat sampah pada SPBU Jatikawi Group

4.6 Pemeriksaan Aspek Kenyamanan


4.6.1 Jumlah Okupansi
Okupansi berkaitan erat dengan daya tampung atau kapasitas sebuah bangunan.
Jika tingkat okupansi atau occupancy rate-nya di atas daya tampung, berarti bangunan
tersebut mengalami over occupancy yang akan berdampak buruk bagi penghuninya,
baik dari segi kesehatan, kenyamanan, maupun keselamatan. Dampak buruk okupansi
melebihi kapasitas:
a. Ruang gerak terbatas karena terlalu banyak orang
b. Bangunan terancam roboh karena jumlah penghuni berlebihan
c. Sanitasi buruk karena tak cukup untuk memenuhi kebutuhan warga
d. Penularan penyakit yang lebih cepat
e. Masalah psikis karena kurangnya ruang privasi
f. Lingkungan kumuh dan berantakan

194 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Okupansi suatu tempat berdampak pada kenyamanan penghuninya. Misalnya


pemenuhan kebutuhan dasar seperti kapasitas udara yang bersih, ruang gerak yang
cukup, dan lingkungan yang bersih karena penghuni yang tak melebihi daya tampung.

Tabel 4.42. Batas Okupansi


Batas Okupansi Total Batas Okupansi Total Batas Okupansi
No Gedung Jumlah Luas Satuan
Orang per m2 (Dalam jumlah orang) (Dalam jumlah %)
1 BANGUNAN SPBU PT. JATIKAWI GROUP 2.466,00 m2 0,4 986,00 39,984
JUMLAH TOTAL 986,00

4.6.2 Suhu Kawasan


Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi tata udara gedung yang
terdiri dari ventilasi yang sudah didesain alami artinya Bangunan penunjang sudah
sangat nyaman secara termal karena bukaan udara yang hampir 10% dari dinding.
Diantara fungsi dari sistem tata udara adalah:
 Mengatur suhu udara
 Mengatur sirkulasi udara
 Mengatur kelembaban (humidity) udara
 Mengatur kebersihan udara

Tabel 4.43. Hasil Rata-Rata Pengecekan Suhu dan kebisingan pada area kanopi
Suhu (˚C) Kelembaban (%) Kebisingan (dB)
26,20 70,20 68,2

Tabel 4.44. Hasil Rata-Rata Pengecekan Suhu dan kebisingan pada area bangunan
penunjang
Suhu (˚C) Kelembaban (%) Kebisingan (dB)
26,55 70,30 50,2

Berdasarkan pemeriksaan diatas maka hasil rata-rata pengukuran masih normal


dan di bawah standar yang berlaku. Untuk didalam ruangan kenyamanan thermal di
dapatkan dari penghawaan buatan yaitu AC.

195 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

4.6.3 Penerangan dan Komunikasi


Sistem Komunikasi terdiri dari:
a) Sistem komunikasi Internal
Sistem komunikasi ini menggunakan telepon dengan sistem Automatic Branch
Exchange (PABX), sistem ini diterapkan untuk komunikasi antar ruang atau dalam satu
ruang yang dilakukan antar pegawai. Sistem komunikasi internal, komunikasi yang
terjadi di dalam bangunan. Peralatan yang digunakan adalah :
1. Speaker sound system, komunikasi umum satu arah.
2. Jaringan komputer LAN (local area network), yaitu sistem komunikasi data,
berupa pertukaran informasi dan data antar komputer dalam satu bangunan
untuk kepentingan intern pengelola SPBU.
3. Telepon paralel, digunakan untuk komunikasi antar ruang‐ruang pengelola.
b) Sistem Komunikasi Eksternal
Sistem komunikasi ini menggunakan telepon dengan sistem Automatic Branch
Exchange (PABX), sistem ini diterapkan untuk komunikasi yang terjadi dari dan keluar
bangunan menggunakan peralatan tertentu seperti:

Telepon, komunikasi pembicaraan dua arah.


1. Faksimili, komunikasi melalui jaringan telepon dalam bentuk tertulis.
2. PABX (Private Automatic Branch Exchange) sebagai pengendali hubungan
keluar masuk.
3. Jaringan komputer (internet) sebagai media informasi dan komunikasi.

Sistem telekomunikasi yang diaplikasikan menggunakan jaringan telepon dan


faksimili dari Telkom. Digunakan untuk kepentingan komunikasi pengelola.
Jaringan telepon dan faximili yang digunakan berupa PABX atau alat komunikasi yang
dirancang secara khusus agar dapat memudahkan komunikasi antar divisi atau
antar ruangan. Sementara untuk kemudahan akses internet pengunjung terutama
pada fasilitas perpustakaan multimedia,digunakan jaringan indihome dari speedy yang
juga merupakan anak perusahaan Telkom. Untuk Lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.

196 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.98. Ruang Kontrol pada SPBU Jatikawi Group

Untuk penerangan pada SPBU Jatikawi Grup ditempatkan di ruang luar maupun ruang
dalam dan di sesuaikan dengan standar dan kebutuhan.

197 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.99. Penerangan pada SPBU Jatikawi Group

198 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.100. Denah Penerangan pada SPBU Jatikawi Group

4.6.4 Sistem Keamanan (Security System)


Sistem keamanan pada bangunan terdiri dari 2 (dua) sistem yaitu :
 Sistem keamanan aktif
Keamanan ini aktif karena ada seorang yang menjaga pada sebuah kawasan SPBU yang
bertugas memantau aktivitas lapangan, menjaga keamanan kawasan secara langsung di
dalam ruangan/ luar bangunan dengan jasa seorang satpam.
 Sistem keamanan pasif
Keamanan pasif ini dilakukan dengan menggunakan sebuah teknologi merekam jejak
aktivitas sehari-hari berupa kamera tersembunyi agar orang tidak mengetahui dimana
letak kameranya yang bernama CCTV. CCTV dapat dipasang pada dalam/ luar
ruangan. Tetapi CCTV juga perlu dikendalikan oleh seorang penjaga agar dapat
dikendalikan keamanan yang lebih baik menyala secara 24 jam.

199 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.101. Jenis CCTV

Gambar 4.101. Denah CCTV dan ATG pada SPBU Jatikawi Grup

Pada SPBU Jatikawi Grup terdapat 9 titik CCTV dan 5 titik ATG, kondisi dalam
keadaan layak operasi dan tidak ada yang tidak berfungsi.

200 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.102. Visual penempatan CCTV dan ATG pada SPBU Jatikawi Grup

Pada SPBU Jatikawi Grup terdapat 9 titik CCTV dengan jenis explosion prof dan
5 titik ATG, kondisi dalam keadaan layak operasi.

201 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

4.6.5 Sistem Kontrol Otomatisasi (BAS)


Sistem Monitoring dan Pengendalian Bahan Bakar Minyak adalah suatu sistem
untuk mengawasi dan mengendalikan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU
secara online dan dapat diakses realtime. Penelitian ini menawarkan teknologi
monitoring distribusi BBM subsidi agar bisa tepat sasaran sehingga memudahkan
pemerintah untuk mengendalikan pasokan BBM baik subsidi maupun non subsidi.
Sistem yang dirancang dapat digunakan untuk mengidentifikasi pengisian bahan bakar
kendaraan di pompa bensin dengan memanfaatkan teknologi nirkabel untuk mentransfer
data-data kendaraan yang mengisi BBM dan data BBM yang digunakan. Data
kendaraan dibaca dari RFID tag yang terpasang disetiap permukaan lobang tangki BBM
kendaraan. RFID Reader dipasang disetiap nozzle pompa BBM dan membaca secara
otomatis data kendaraan yang mengisi BBM saat nozzle didekankan ke lubang tangki
BBM kendaraan, selanjutnya data tersebut dikirim ke wireless gateway terminal yang
terletak dekat pompa BBM dan kemudian dikirim ke server lokal yang berada di SPBU
tersebut.

Gambar 4.102. Model rancangan sistem monitoring pengendalian BBM

1. Perangkat Sistem Monitoring Pengendali BBM


 Smart Fuel Controller Unit (SFCU)
adalah perangkat utama dari sistem monitorning pengendalian BBM. Perangkat
ini memiliki fungsi sebagai pengendali dan sebagai pusat data dari SPBU. SFCU
mampu mengontrol kerja dispenser BBM dengan aturan tertentu. SFCU

202 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

memiliki box yang tahan cuaca dan ditempatkan pada kantor SPBU.

Gambar 4.103. Kabinet SFCU

SFCU terdiri dari beberapa perangkat penting untuk menunjang kinerja. Perangkat
tersebut adalah:
 Unit Kontrol
Unit kontrol merupakan otak dari perangkat SFCU yang mengendalikan
perangkat-perangkat lain dalam SFCU. Perangkat ini memiliki sistem operasi
sendiri dan dapat penyimpanan data konfigurasi sistem. Semua setting dari
sistem monitoring pengendalian BBM disimpan pada alat ini.

Gambar 4.104. Unit kontrol

 Server Lokal
Server lokal merupakan server kecil untuk menampung data transaksi sementara
sebelum dikirimkan ke server utama di pusat, server lokal mampu menampung
semua data transaksi SPBU selama satu tahun.

203 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Gambar 4.104. Server Lokal

 3G Router
Alat ini digunakan untuk mengirimkan data transaksi dari server lokal ke server
utama di pusat melalui jaringan internet.

Gambar 4.105. 3G Router

Selain itu 3G Router mampu memberikan notifikasi sms secara otomatis kepada
teknisi di lapangan apabila terjadi kerusakan perangkat atau gangguan sistem. Semua
perangkat di atas digabungkan pada suatu box kabinet. Berikut adalah tampilan isi
kabinet SFCU. Kabinet ini harus diletakkan pada kantor SPBU dan diberikan pendingin
tambahan.

Gambar 4.106. Kabinet SFCU

204 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

 PC Lokal
PC lokal merupakan user interface untuk melakukan setting pada SFCU. Selain itu PC
lokal dapat dimanfaatkan untuk memonitor kinerja perangkat Sistem Monitoring
Pengendalian BBM.

Gambar 4.107. PC Lokal

 Human Machine Interface (HMI)


Human Machine Interface (HMI) merupakan alat yang berfungsi sebagai penghubung
antara user (operator) dengan sistem sistem monitoring pengendalian BBM. Alat ini
juga berfungsi sebagai input data kendaraan, smartcard reader, dan pengirim perintah
agar printer mencetak kuitansi transaksi.

Gambar 4.108. Human Machine Interface (HMI)

 Commverter
Commverter merupakan perangkat yang berfungsi untuk mengubah komunikasi data
serial pada dispenser BBM menjadi komunikasi berbasis IP (TCPIP). Selain itu terdapat
205 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

antar muka pompa (pump interface) yang berfungsi sebagai penerjemah bahasa
komunikasi dari tipe-tipe dispenser yang berbeda-beda.

(a) Commverter (b) Pump Interface

Gambar 4.109. Commverter dan Pump Interface

 Printer
Perangkat printer digunakan untuk mencetak hasil transaksi sebagai bukti berupa struk
pembelian BBM. Printer ini memakai sistem thermal printer sehingga tidak
membutuhkan tinta dalam proses pencetakan kwitansi.

Gambar 4.110. Thermal Printer

 Nozzle Reader dan Radio Frequenci


Indentification (RFID) tag. Nozzle reader dan RFID tag merupakan pasangan perangkat
untuk mencatat data kendaraan dan jenis BBM yang di konsumsi kendaraan tersebut.
Nozzle reader adalah perangkat transceiver menggunakan catu daya baterai dan
dipasang pada ujung nozzle pompa BBM. Perangkat ini akan membaca data RFID tag
lalu mengirimkannya ke sistem MWGT. Nozzle reader menggunakan frekuensi 2,405
GHz s.d 2,485 GHz untuk berkomunikasi dengan MWGT dan frekuensi 100 KHz s.d
150 KHz untuk komunikasi dengan RFID tag. Daya transmisi yang dipakai adalah 3

206 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

dBm. RFID tag dilengkapi dengan chip yang bisa diprogram. Isi program dalam chip
RFID adalah data dari kendaraan. Mulai dari plat nomor, jenis kendaraan, jumlah
tanggungan pajak per tahun, dan lain-lain.
 Nozzle Reader dan Radio Frequenci
Indentification (RFID) tag. Nozzle reader dan RFID tag merupakan pasangan
perangkat untuk mencatat data kendaraan dan jenis BBM yang di konsumsi kendaraan
tersebut. Nozzle reader adalah perangkat transceiver menggunakan catu daya baterai
dan dipasang pada ujung nozzle pompa BBM. Perangkat ini akan membaca data RFID
tag lalu mengirimkannya ke sistem MWGT. Nozzle reader menggunakan frekuensi
2,405 GHz s.d 2,485 GHz untuk berkomunikasi dengan MWGT dan frekuensi 100 KHz
s.d 150 KHz untuk komunikasi dengan RFID tag. Daya transmisi yang dipakai adalah 3
dBm. RFID tag dilengkapi dengan chip yang bisa diprogram. Isi program dalam chip
RFID adalah data dari kendaraan. Mulai dari plat nomor, jenis kendaraan, jumlah
tanggungan pajak per tahun, dan lain-lain. TEDC Vol.8 No.3 September 2014: 211-216
a. RFID Tag Komponen b. Nozzle Reader

Gambar 4.111. RFID tag & Nozzle reader

Gambar 4.112. Posisi Nozzle reader saat membaca data dari RFID tag

 Master Wireless Gateway Terminal (MWGT)


merupakan suatu alat yang berkomunikasi secara wireless dengan nozzle reader. Satu
MWGT dapat berkomunikasi dengan 16 nozzle reader. Apabila dalam suatu SPBU
207 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

terdapat lebih dari 16 nozzle, maka bisa ditambahkan Wireless Gateway Terminal
(WGT) untuk nozzle lainnya. Data yang didapat dari nozzle reader akan dikirim ke
commverter menggunakan kabel LAN.

Gambar 4.113. Master Wireless Gateway Terminal

Gambar 4.114. Visual BAS pada SPBU Jatikawi

208 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

4.7 Pemeriksaan Aspek Kemudahan


4.7.1 Sirkulasi Kendaraan dan Manusia
Akses kemudahan di tentukan oleh bagaimana kemudahan di capai tanpa ada
konflik antar kendaraan maupun sirkulasi manusia. Pada SPBU Jatikawi pintu masuk
dan pintu keluar searah dan sesuai dengan posisi masing-masing kendaraan.

In / out

Sirkulasi mobil, motor dan kendaraan service dan mobil


tangki

Gambar 4.115. Denah Aksesibilitas pada SPBU Jatikawi

209 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

4.7.2 Toilet
Toilet akan menjadi hal penting dalam satu sistem bangunan gedung karena
merupakan saran kemudahan bagi setiap penghuni mau pengunjung SPBU Jatikawi
Group. Keadaan ekssiting toilet terlihat bersih dan terawat untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.116. Visual Toliet SPBU Jatikawi Group

4.8 Kelaikan Bangunan


Laik Fungsi adalah suatu kondisi Bangunan Gedung yang memenuhi persyaratan
administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi Bangunan Gedung yang
ditetapkan. Pemeriksaaan kelaikan fungsi bangunan gedung dilakukan berdasarkan lima
komponen aspek persyaratan tata bangunan, aspek keselamatan, aspek kesehatan, aspek
kenyamanan, aspek kemudahan. Kelaikan fungsi suatu bangunan gedung di nilai
berdasarkan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis bangunan gedung. Metode
dalam penilaian menggunakan Metode Skala Likert dan metode Analytic Hierarchy
Process (AHP). Pembobotan untuk 5 aspek berbeda pembobotannya yaitu untuk
pembobotan keselamatan 40%, kesehatan 30%, kenyamanan 25% dan kemudahan 5%.

210 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

4.8.1 Pemeriksaan Penilaian Kelaikan Tata Bangunan Gedung


Dalam penilaian kelaikan bangunan gedung pada persyaratan tata bangunan
gedung, terdapat 3 nilai yaitu Laik, Terdapat Catatan Perbaikan, dan Tidak Laik. Untuk
mengetahui range dari kelaikan bangunan maka selanjutnya dilakukan perhitungan
menggunakan Skala Likert. Hasil perhitungan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Laik : 66,67% - 100%
b. Laik dengan Catatan : 66,66% - 33,34%
c. Tidak laik : 33,33% - 0%

Tabel 4.45. Penilaian Kesesuaian Tata Bangunan Gedung


Hasil
No. Aspek Penilaian Skoring
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Peruntukan Bangunan Gedung
1.1 Fungsi bangunan gedung Sesuai 3
1.2 Pemanfaatan setiap ruang dalam bangunan Sesuai 3
1.3 Pemanfaatan ruang luar pada persil bangunan gedung Sesuai 3
2. Pemeriksaan Persyaratan Intensitas Bangunan
Gedung
2.1 Jumlah lantai bangunan Sesuai 3
2.2 Luas total lantai bangunan Sesuai 3
2.3 Luas lantai dasar bangunan Sesuai 3
2.4 Luas daerah hijau dalam persil Sesuai 3
2.5 Jarak sempadan jalan/sungai/pantai/danau/rel kereta Sesuai
api/jalur tegangan tinggi 3
2.6 Jarak bangunan gedung dengan persil Sesuai 2
2.7 Jarak antar bangunan Sesuai 3
3. Pemeriksaan Tampilan Bangunan Gedung 3
3.1 Bentuk bangunan gedung Sesuai 3
3.2 Bentuk denah bangunan gedung Sesuai 3
3.3 tampak bangunan gedung Sesuai 3
3.4 bentuk dan penutup atap bangunan gedung Sesuai 3
3.5 Profil, detail dan material bangunan Sesuai 3
3.6 Batas pagar pekarangan Sesuai 3
3.7 Kulit atau selubung bangunan Sesuai 3
4. Pemeriksaan Tata Ruang Bangunan Gedung
4.1 Kebutuhan Ruang Utama Sesuai 3
4.2 Bidang-bidang dinding Sesuai 3
4.3 Dinding-dinding penyekat Sesuai 2
4.4 Pintu jendela Sesuai 3

211 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

4.5 Tinggi ruang Sesuai 3


4.6 Tinggi lantai dasar Sesuai 3
4.7 Ruang rongga atap Sesuai 3
4.8 Penutup langit-langit Sesuai 3
5. Pemeriksaan Keseimbangan, Keserasian dan
Keselarasan dengan Lingkungan
5.1 Tinggi (peil) Pekarangan Sesuai 3
5.2 Ruang terbuka hijau pekarangan Sesuai 2
6. Pemanfaatan Ruang Sempadan Bangunan
6.1 Daerah hijau bangunan Sesuai 3
6.2 Tata tanaman Sesuai 3
6.3 Tata perkerasan pekarangan Sesuai 3
6.4 Jalan utama pedestrian Sesuai 3
6.5 Sirkulasi manusia dan kendaraan Sesuai 3
6.6 Perabot lansekap (Landscape furniture) Sesuai 3
6.7 Pencahayaan ruang luar bangunan gedung Sesuai 3
6.8 Pertandaan (Signage) Sesuai 2
Sumber : Hasil Analisis 2024

Berdasarkan hasil penilaian tersebut maka diperoleh persentase penilaian sebesar


91,22 %, sesuai dengan perhitungan Skala Likert yang telah dilakukan sebelumnya
maka persyaratan Tata Bangunan Gedung SPBU Jatikawi Group termasuk dalam
kategori laik.

4.8.2 Penilaian Kelaikan Aspek Keselamatan


Dalam penilaian kelaikan bangunan gedung pada aspek keselamatan, terdapat 3
nilai yaitu Laik, Terdapat Catatan Perbaikan, dan Tidak Laik. Untuk mengetahui range
dari kelaikan bangunan maka selanjutnya dilakukan perhitungan menggunakan Skala
Likert. Hasil perhitungan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Laik : 40% - 25,7%
b. Laik dengan Catatan : 25,6% - 11,4%
c. Tidak laik : 11,3% - 0%

212 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 4.46. Penilaian Aspek Keselamatan

Hasil
No. Aspek Penilaian Skoring
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan sistem struktur bangunan gedung
Tidak bisa
1.1 Pondasi diamati 1
1.2 Kolom Sesuai 3
1.3 Balok lantai Sesuai 3
1.4 Rangka atap Sesuai 3
2. Pemeriksaan Sistem Proteksi Bahaya Kebakaran
Jumlah lantai bangunan Sesuai 3
Luas total lantai bangunan Sesuai 3
Luas lantai dasar bangunan Sesuai 3
Luas daerah hijau dalam persil Sesuai 3
Sistem Proteksi Jarak sempadan
2.1
Pasif jalan/sungai/pantai/danau/rel Sesuai 3
kereta api/jalur tegangan tinggi
Jarak bangunan gedung dengan
persil Sesuai 2
Jarak antar bangunan Sesuai 3
Tidak ada
Sistem pipa tegak sistem 1
Tidak ada
Sistem sprinkler otomatik sistem 1
Tidak ada
Pompa pemadam kebakaran sistem 1
Sistem Proteksi Ketersediaan air Sesuai 3
2.2 Alat pemadam api ringan Sesuai 3
Aktif
Sistem deteksi kebakaran Sesuai 3
Sistem alarm kebakaran Sesuai 3
Sistem komunikasi darurat Sesuai 3
Ventilasi mekanik Sesuai 3
Tidak ada
Sistem pengendali asap sistem 1
Tangga kebakaran Sesuai 2
Pintu kebakaran Sesuai 2
Bukaan penyelamatan Sesuai 2
Tidak ada
Sistem Evakuasi
2.3 Lift kebakaran sistem 1
Darurat
Tinggi ruang Sesuai 3
Tinggi lantai dasar Sesuai 3
Tidak bisa
Ruang rongga atap diamati 1

213 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Penutup langit-langit Sesuai 2


Unit manajemen kemigasan Sesuai 3
Sistem Manajemen Organisasi proteksi kebakaran Sesuai 3
2.4
Keselamatan Migas Tata laksana operasional Sesuai 3
Sumber daya manusia Sesuai 3
3. Pemeriksaan Sistem Proteksi Penangkal Petir
Sistem kepala
3.1 penangkal petir Sesuai 3
Sistem Hantaran
3.2 Penangkal Petir Sesuai 3
3.3 Sistem Pembumian Sesuai 3
4. Pemeriksaan Sistem Instalasi Listrik
4.1 Sumber listrik Sesuai 3
4.2 Panel listrik Sesuai 3
4.3 Instalasi listrik Sesuai 3
4.4 Sistem Pembumian Sesuai 3
Sumber : Hasil Analisis 2024

Berdasarkan hasil penilaian tersebut maka diperoleh persentase penilaian sebesar


27,409 %, sesuai dengan perhitungan Skala Likert yang telah dilakukan sebelumnya
maka aspek keselamatan SPBU Jatikawi Group termasuk dalam kategori laik.

4.8.3 Penilaian Kelaikan Aspek Kesehatan


Dalam penilaian kelaikan bangunan gedung pada aspek kesehatan, terdapat 3 nilai
yaitu Laik, Terdapat Catatan Perbaikan, dan Tidak Laik. Untuk mengetahui range dari
kelaikan bangunan maka selanjutnya dilakukan perhitungan menggunakan Skala Likert.
Hasil perhitungan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Laik : 30% - 20,7%
b. Laik dengan Catatan : 20,6% - 10,4%
c. Tidak laik : 10,3% - 0%

Tabel 4.47. Penilaian Aspek Kesehatan

Hasil
No. Aspek Penilaian Skoring
Pemeriksaan
1. Sistem Penghawaan
1.1 Ventilasi alami Sesuai 3
1.2 Ventilasi mekanik Sesuai 3
214 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

1.3 Sistem Pengkondisian udara Sesuai 3


2. Sistem Pencahayaan
2.1 Pencahayaan alami Sesuai 3
2.2 Pencahayaan buatan/artifisial Sesuai 3
2.3 Tingkat luminasi pencahayaan alami Sesuai 3
2.4 Tingkat luminasi pencahayaan buatan Sesuai 3
3. Sistem Penyediaan Air bersih/Minum
3.1 Sumber air bersih/minum Sesuai 3
3.2 Sistem distribusi air bersih/minum Sesuai 3
3.3 Kualitas air bersih/minum Sesuai 3
3.4 Debit air bersih/minum Sesuai 3
4. Sistem Pengelolaan Air Kotor dan Air Limbah (Black Water)
4.1 Peralatan saniter Sesuai 3
4.2 Instalasi inlet/outlet Sesuai 2
4.3 Pipa jaringan pembuangan Sesuai 3
4.4 Sistem penampungan dan pengelolaan Sesuai 3
5. Sistem Pengelolaan Kotoran dan Sampah
5.1 Inlet Pembuangan Sesuai 3
5.2 Penampungan sementara dalam persil Sesuai 3
Tidak ada
5.3 Pengelolaan dalam persil
sistem 1
6. Sistem Pengelolaan Air Hujan (Grey Water)
6.1 Sistem penangkap air hujan termasuk talang Sesuai 3
Sistem penyaluran air hujan termasuk pipa tegak dan
6.2
drainase dalam persil Sesuai 3
Sistem penampungan, pengelolaan, dan peresapan
6.3
dan/atau pembuangan air hujan Sesuai 3
6.4 Debit air bersih/minum Sesuai 3
Sumber : Hasil Analisis 2024

Berdasarkan hasil penilaian tersebut maka diperoleh persentase penilaian sebesar


27,40 %, sesuai dengan perhitungan Skala Likert yang telah dilakukan sebelumnya
maka aspek kesehatan SPBU Jatikawi Group termasuk dalam kategori laik.

4.8.4 Penilaian Kelaikan Aspek Kenyamanan


Dalam penilaian kelaikan bangunan gedung pada aspek kenyamanan, terdapat 3
nilai yaitu Laik, Terdapat Catatan Perbaikan, dan Tidak Laik. Untuk mengetahui range
dari kelaikan bangunan maka selanjutnya dilakukan perhitungan menggunakan Skala
Likert. Hasil perhitungan tersebut adalah sebagai berikut:
215 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

d. Laik : 25,7% - 15,7%


e. Laik dengan Catatan : 15,6% - 6,4%
f. Tidak laik : 6,3% - 0%

Tabel 4.48. Penilaian Aspek Kenyamanan

Hasil
No. Aspek Penilaian Skoring
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Ruang Gerak dalam Bangunan
1.1 Jumlah pengguna atau batas okupansi Sesuai 3
1.2 Kapasitas dan tata letak perabot Sesuai 3
2. Pemeriksaan Kondisi Udara dalam Ruang
2.1 Temperatur Ruang Sesuai 2
2.2 Kelembaban Ruang Sesuai 3
3. Pemeriksaan Pandangan Dari dan Kedalam Bangunan Gedung
3.1 Pandangan dari dalam ruang keluar bangunan Sesuai 3
3.2 Pandangan dari luar ruangan Sesuai 3
4. Pemeriksaan Kondisi Kebisingan dalam Bangunan Gedung
4.1 Tingkat kebisingan Sesuai 3
4.2 Instalasi inlet/outlet Sesuai 3
Sumber : Hasil Analisis 2024

Berdasarkan hasil penilaian tersebut maka diperoleh persentase penilaian sebesar


22,73 %, sesuai dengan perhitungan Skala Likert yang telah dilakukan sebelumnya
maka aspek kenyamanan SPBU Jatikawi Group termasuk dalam kategori laik.

4.8.5 Penilaian Kelaikan Aspek Kemudahan


Dalam penilaian kelaikan bangunan gedung pada aspek kemudahan, terdapat 3
nilai yaitu Laik, Terdapat Catatan Perbaikan, dan Tidak Laik. Untuk mengetahui range
dari kelaikan bangunan maka selanjutnya dilakukan perhitungan menggunakan Skala
Likert. Hasil perhitungan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Laik : 5% - 3,3%
b. Laik dengan Catatan : 3,2% - 1,7%
c. Tidak laik : 1,6% - 0%

216 | P a g e
KAJIAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Tabel 4.49. Penilaian Aspek Kemudahan

Hasil
No. Aspek Penilaian Skoring
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Sarana Hubungan Horisontal
1.1 Kondisi bukaan pintu Sesuai 3
1.2 Kondisi koridor Sesuai 3
2. Pemeriksaan Sarana Hubungan Vertikal
2.1 Tangga Sesuai 2
2.2 Ram Tidak ada sistem 1
3. Pemeriksaan Kelengkapan Prasarana dan Sarana Bangunan Gedung
3.1 Toilet Sesuai 3
3.2 Fasilitas parkir Sesuai 3
3.3 Tempat Sampah Sesuai 3
3.5 Sistem komunikasi Sesuai 3
3.6 Sistem informasi Sesuai 3
Sumber : Hasil Analisis 2024

Berdasarkan hasil penilaian tersebut maka diperoleh persentase penilaian sebesar


4,22 %, sesuai dengan perhitungan Skala Likert yang telah dilakukan sebelumnya maka
aspek kemudahan SPBU Jatikawi Group termasuk dalam kategori laik.

217 | P a g e
KAJIAN SERIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

Bab 5 Temuan dan Rekomendasi


5.1 Temuan dan Rekomendasi
Berdasarkan hasil pembahasan pemeriksaan bangunan gedung SPBU Jatikawi
Group dari persyaratan administrasi dan persyaratan teknis dapat disimpulkan untuk 5
aspek (tata bangunan gedung, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan)
sebagai berikut :

No Temuan Lokasi Rekomendasi Status


1 Antisipasi  Potensi air masuk Sudah
keretakan dilatasi  Sering dilakukan diperbaiki
pengecekan

Kawasan SPBU
2 Belum terpasang  Ditambahkan Proses
semua Signage signage terutama Pemasangan
terutama pada pada area masuk
bangunan dan keluar ruangan
penunjang dan pada area
tangga
Mini market

218 | P a g e
KAJIAN SERIFIKAT LAIK FUNGSI (SLF) SPBU PT. JATIKAWI GROUP KABUPATEN SUKABUMI

3 Kabel yang belum  Perlu perapihan Proses


tersambung Pemasangan

4 CCTV instalasi Harus terpasang Sudah


sudah ada, unit dilakukan
belum terpasang pemasangan

219 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai