PENDAHULUAN
Kegagalan (risk off failures) pada setiap proses atau aktifitas pekerjaan, dan saat
kecelakaan kerja seberapapun kecilnya, akan mengakibatkan efek kerugian (loss). Secara
umum penyebab kecelakaan di tempat kerja adalah sebagai berikut:
a. Kelelahan (fatigue)
b. Kondisi kerja dan pekerjaan yang tidak aman (unsafe working condition)
c. Kurangnya penguasaan pekerja terhadap pekerjaan, ditengarai penyebab
awalnya (pre-cause) adalah kurangnya training
d. Karakteristik pekerjaan itu sendiri.
Di dunia industri, penggunaan tenaga kerja mencapai puncaknya dan terkonsentrasi di
tempat atau lokasi proyek yang relatif sempit. Ditambah sifat pekerjaan yang mudah menjadi
penyebab kecelakaan (elevasi, temperatur, arus listrik, mengangkut benda-benda berat dan
lain-lain), sudah sewajarnya bila pengelola proyek atau industri mencantumkan masalah
keselamatan kerja pada prioritas pertama. Dengan menyadari pentingnya aspek keselamatan
dan kesehatan kerja dalam penyelenggaraan proyek, terutama pada implementasi fisik, maka
perusahan/industri/proyek umumnya memiliki organisasi atau bidang dengan tugas khusus
menangani maslah keselamatan kerja. Lingkup kerjanya mulai dari menyusun program,
membuat prosedur dan mengawasi, serta membuat laporan penerapan di lapangan. Dalam
rangka Pengembangan Program Kesehatan Kerja yang efektif dan efisien, diperlukan
informasi yang akurat, dan tepat waktu untuk mendukung proses perencanaan serta
menentukan langkah kebijakan selanjutnya.
Penyusunan program, membuat prosedur, pencatatan dan mengawasi serta membuat
laporan penerapan di lapangan yang berkaitan dengan keselamatan kerja bagi para pekerja
kesemuanya merupakan kegiatan dari manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
Dalam rangka menghadapi era industrialisasi dan era globalisasi serta pasar bebas
(AFTA) kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan
dalam hubungan ekonomi antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota
termasuk Indonesia. Beberapa komitmen global baik yang berskala bilateral maupun
multilateral telah mengikat bangsa Indonesia untuk memenuhi standar. Standart acuan
terhadap berbagai hal terhadap industri seperti kualitas, manajemen kualitas, manajemen
lingkungan, serta keselamatan dan kesehatan kerja. Apabila saat ini industri pengekspor telah
dituntut untuk menerapkan Manajemen Kualitas (ISO-9000, QS-9000) serta Manajemen
Lingkungan (ISO-14000) maka bukan tidak mungkin tuntutan terhadap penerapan
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja juga menjadi tuntutan pasar internasional.
Untuk menjawab tantangan tersebut Pemerintah yang diwakili oleh Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah menetapkan sebuah peraturan perundangan mengenai
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang tertuang dalam Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomuor : PER.05/MEN/1996.
1
Tujuan dan sasaran sistem Manajemen K3 adalah terciptanya sistem K3 di tempat
kerja yang melibatkan segala pihak sehingga dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan dan
penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.
1. Bagaimana definisi umum dari Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja?
2. Bagaimana tujuan dari penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja?
3. Bagaimana aspek, factor dan prinsip penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja?
4. Bagaimana manfaat Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja?
5. Bagaimana penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja?
6. Bagaimana dasar hukum penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja?
7. Bagaimana Undang-Undang Jasa Konstruksi dan K3 Konstruksi?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi umum dari keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dapat dikaji dari beberapa aspek
sebagai berikut (PPNS ITS – Depnakertrans, 2007) :
1. Secara filosofis, K3 dapat diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rokhaniah tenaga kerja
pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju
masyarakat adil dan makmur.
2. Secara keilmuan juga dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
3. Secara praktis, K3 merupakan suatu upaya perlindungan agar tenaga kerja selalu
dalam keadaan selamat dan sehat selama melakukan pekerjaan di tempat kerja serta
bagi orang
lain yang memasuki tempat kerja maupun sumber dan proses produksi dapat secara
aman dan efisien dalam pemakaiannya.
Dari ketiga uraian tersebut, maka secara umum K3 dapat didefinisikan sebagai suatu
pemikiran yang mendasari pengembangan ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam upaya
mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja untuk menjamin keselamatan dan
kesehatan pekerja dan lingkungan kerjanya.
Sementara itu, berdasarkan Kepmen Kimpraswil tahun 2004 tentang Pedoman Sistem
Manajemen K3 Konstruksi, Keselamatan Kerja adalah suatu keadaan atau faktor yang
menjamin atas keamanan bekerja baik bagi pekerja, pengunjung, ataupun siapa saja yang
berada ditempat kerja, termasuk yang berada di lingkungan di sekitar tempat kerja terhadap
bahaya insiden ataupun kecelakaan yang diprediksi akan terjadi. Sedangkan kesehatan kerja
adalah suatu keadaan bagi manusia dan lingkungannya yang bertujuan menjamin dalam
mencapai derajat kesehatan bekerja setinggi-tingginya, baik fisik, mental, maupun sosial,
dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, bagi pekerja, pengunjung, ataupun siapa saja yang
berada di tempat kerja dan sekitarnya terhadap penyakit-penyakit / gangguan-gangguan
kesehatan ataupun bahaya adanya faktor penyakit-penyakit yang bersifat umum sebagai akibat
keadaan kerja di tempat kegiatan kerja yang diprediksi akan terjadi
3
Pengertian Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) menurut
OHSAS 18001:2007 adalah Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
adalah semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja tenaga kerja maupun orang lain di tempat kerja.. Sistem manajemen K3
adalah pengelolaan K3 dengan menerapkan sistem manajemen untuk mencapai hasil yang
efektif dalam mencegah kecelakaan dan efek lain yang merugikan. Berdasarkan definisi
tersebut maka Sistem Manajemen K3 juga terjadi atas komponen-komponen yang saling
terkait dan terintegrasi satu dengan lainnya. Komponen-komponen ini sering disebut elemen
sistem manajemen K3 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) :
Merupakan suatu rangkaian proses kegiatan K3 yang memiliki siklus dimulai dari
kegiatan PERENCANAAN , IMPLEMENTASI, PEMANTAUAN dan PENINJAUAN
KEMBALI.
DO :
Menerapkan proses proses tsb.
CHECK :
Memantau dan mengukur proses dan produk terhadap kebijakan,sasaran,persyaratan
produk dan melaporkan hasilnya.
ACTION :
Mengambil tindakan untuk meningkatkan kinerja proses secara bekesinambungan.
Rangkaian merupakan rangkaian tertutup yang mengandung spirit PERBAIKAN
BERKESINAMBUNGAN.
4
Gambar 1.1. Prinsip Dasar SMK3 Versi
OHSAS 18001 : 1999
Dilihat dari kondisi kerja pada industri konstruksi dan definisi umum diatas, maka tujuan
penerapan SMK3 adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengenali dan memahami berbagai sumber kecelakaan dan penyakit akibat
pekerjaan di lingkungan proyek konstruksi
2. Agar dapat menganalisis tingkat resiko kecelakaan dan penyakit yang ada
5
3. Sebagai upaya untuk menekan dan atau mengendalikan sumber kecelakaan dan
penyakit
4. Sebagai upaya untuk menciptakan kondisi kerja yang mampu menjamin keselamatan,
kesehatan dan kenyamanan pekerja
5. Secara komprehensif, tujuan penerapan SMK3 adalah untuk melindungi keselamatan
dan kesehatan pekerja guna mewujudkan produktivitas yang optimal yang bermuara
pada peningkatan kualitas hidup baik bagti pekerja maupun bagi perusahaan.
1) Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat
kerja.
2) Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
3) Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.
Menurut Suma’mur (1992), tujuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah sebagai
berikut:
1) Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya dalam melakukan pekerjaannya
untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan kinerja.
2) Menjamin keselamatan orang lain yang berada di tempat kerja.
3) Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Sedangkan menurut Mangkunegara (2004), tujuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
adalah:
1) Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara
fisik, sosial, dan psikologis.
2) Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif
mungkin.
3) Agar semua hasil produksi di pelihara keamanannya.
4) Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
5) Agar meningkatnya kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6) Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atas kondisi
kerja.
7) Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
Usaha keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mempunyai tujuan umum dan tujuan
khusus.
6
1. Tujuan umum yaitu :
a. Perlindungan terhadap tenaga kerja yang berada ditempat kerja agar selalu
terjamin keselamatan dan kesehatannya sehingga dapat diwujudkan
peningkatkan produksi dan produktivitas kerja.
b. Perlindungan setiap orang lainnya yang berada ditempat kerja agar selalu
dalam keadaan selamat dan sehat.
c. Perlindungan terhadap bahan dan peralatan produksi agar dapat dipakai dan
digunakan secara aman dan efisien.
2.3. Aspek, Faktor dan Prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
2.3.1. Aspek-aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang harus diperhatikan
oleh perusahaan antara lain adalah sebagai berikut (Anoraga, 2005):
a. Lingkungan kerja
Alat kerja dan bahan merupakan suatu hal yang pokok dibutuhkan oleh
perusahaan untuk memproduksi barang. Dalam memproduksi barang, alat-alat kerja
sangatlah vital yang digunakan oleh para pekerja dalam melakukan kegiatan proses
produksi dan di samping itu adalah bahan-bahan utama yang akan dijadikan barang.
7
peralatan yang sudah tersedia dan pelindung diri secara tepat dan mematuhi peraturan
penggunaan peralatan tersebut dan memahami cara mengoperasionalkan mesin.
2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah
sebagai berikut (Budiono dkk, 2003):
a. Beban kerja. Beban kerja berupa beban fisik, mental dan sosial, sehingga upaya
penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.
b. Kapasitas kerja. Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada pendidikan,
keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
c. Lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang berupa faktor fisik, kimia, biologik,
ergonomik, maupun psikososial.
Karena SMK3 bukan hanya tanggung jawab pemerintah, masyarakat, pasar, atau dunia
internasional saja tetapi juga tanggung jawab pengusaha untuk menyediakan tempat kerja
yang aman bagi pekerjanya. Selain itu penerapan SMK3 juga mempunyai banyak
manfaat bagi industri kita antara lain :
8
6. Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat
umur alat semakin lama.
Dalam penerapan sistem manajemen keselamatan ditemukan ada dua model yaitu
rational organisation theory dan socio-technical system theory. Rational organisation
theory menekankan pada pendekatan top-down,penerapan sistem manajemen
keselamatan didasarkan pada kebijakan atau instruksi dari top level manajemen dan
diteruskan sampai pada level yang paling bawah. Sementara socio-technical system
theory melakukan pendekatan dengan intervensi organisasi yang didasarkan pada analisa
hubungan antara teknologi,orientasi dari pekerja dan struktur organisasi
(Gallagher,2001).
Gallagher juga mengklasifikasikan sistem manjemen keselamatan ke dalam 4 tipe,
yaitu:
Dalam upaya untuk menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja, maka dengan
mengacu pada Undang-undang Dasar 1945 khususnya pasal 27 ayat 2 yang menyatakan
bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan, pemerintah telah mengeluarkan berbagai produk hukum yang terkait dengan
bidang K3 dengan hierarkinya mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah sampai
9
dengan peraturan menteri. Di antara produk hukum tersebut yang terkait langsung dengan
pelaksasanaan K3 untuk industri konstruksi adalah sebagai berikut:
a. Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
h. Surat keputusan bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum No.
174/MEN/1986 dan 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Tempat Kegiatan Konstruksi.
Menurut Peraturan Menteri PU No. 9 Tahun 2008, Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang
meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang
selamat, aman, efisien dan produktif. SMK3 konstruksi bidang pekerjaan umum adalah SMK3
pada sektor jasa konstruksi yang berhubungan dengan kepentingan umum (masyarakat) antara
lain pekerjaan konstruksi: jalan, jembatan, bangunan gedung fasilitas umum, sistem
10
penyediaan air minum dan perpipaannya, sistem pengolahan air limbah dan perpipaannya,
drainase, pengolahan sampah, pengaman pantai, irigasi, bendungan, bending, waduk, dan
lainnya. Pada Bab 3 peraturan menteri PU nomor 9 tahun 2008 pasal 4 dijelaskan tentang
ketentuan penyelenggaraan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di bidang
konstruksi, adapun ketentuannya sebagai berikut:
1. Kegiatan jasa konstruksi yang dilaksanakan oleh pengguna jasa/penyedia jasa terdiri
dari jasa pemborongan, jasa konsultasi dan kegiatan swakelola yang aktifitasnya
melibatkan tenaga kerja dan peralatan kerja untuk keperluan pelaksanaan pekerjaan
fisik di lapangan wajib menyelenggarakan SMK 3 konstruksi bidang pekerjaan umum.
2. Penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum wajib menggunakan
pedoman ini beserta lampirannya
3. Penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum dikelompokkan menjadi
3 (tiga) kategori, yaitu:
a) Risiko Tinggi, adalah mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya
berisiko sangat membahayakan keselamatan umum, harta benda, jiwa manusia
dan lingkungan serta terganggunya kegiatan konstruksi
b) Risiko Sedang, adalah mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya
dapat berisiko membahayakan keselamatan umum, harta benda dan jiwa
manusia serta terganggunya kegiatan konstruksi
c) Risiko Kecil, adalah mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya
tidak membahayakan keselamatan umum dan harta benda serta terganggunya
kegiatan konstruksi
4. Kinerja penerapan penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum
dibagi mencapai 3 (tiga), yaitu:
a) Baik, bila mencapai hasil penilaian >85%;
b) Sedang, bila mencapai hasil penilaian 60% - 85%;
c) Kurang, bila mencapai hasil penilaian <60%.
5. Dalam rangka penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum harus
dibuat Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kontrak (RK3K) oleh penyedia jasa
dan disetujui oleh pengguna jasa.
11
6. Di tempat kerja harus selalu terdapat pekerja yang sudah terlatih dan/atau bertanggung
jawab dalam Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
7. Untuk kegiatan swakelola, perlu ada penentuan tentang:
a) Pihak yang berperan sebagai penyelenggara langsung
b) Pihak yang berperan sebagai pengendali.
Menurut PP No. 50 Tahun 2012 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara
keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Mengapa perlu adanya Sistem
Manajemen K3? Sistem manajemen diperlukan untuk meningkatkan upaya K3 yang
dijalankan dalam perusahaan agar berjalan secara efisien dan efektif.
Menurut PP No. 50/2012, penerapan SMK3 bertujuan untuk:
1. Meningkatkan efektivitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang
terencana,terukur, terstruktur, dan terintegrasi
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan
melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh
3. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, adan efisien untuk mendorong
produktivitas.
4. Pengelolaan K3 dapat lebih komprehensif karena mengikuti kaidah manajemen yang
baik, yaitu dimulai dengan proses perencanaan, kemudian penerapan yang didukung
oleh sistem pengukuran dan pemantauan dan terakhir dilakukan tinjau ulang secara
berkala untuk memperbaiki proses secara berkesinambungan.
12
kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. mewujudkan peningkatan partisipasi masyarakat di bidang Jasa Konstruksi;
d. menata sistem Jasa Konstruksi yang mampu mewujudkan keselamatan publik dan
menciptakan kenyamanan lingkungan terbangun;
e. menjamin tata kelola penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang baik; dan
f. menciptakan integrasi nilai tambah dari seluruh tahapan penyelenggaraan Jasa
Konstruksi.
Kaitan Undang-Undang Jasa Konstruksi No. 2 Tahun 2017, bahwa dalam undang-undang
tersebut diatur mengenai:
Pasal 26
(1) Setiap usaha orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 yang akan
memberikan layanan Jasa Konstruksi wajib memiliki Tanda Daftar Usaha Perseorangan.
(2) Setiap badan usaha Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 yang akan
memberikan layanan Jasa Konstruksi wajib memiliki Izin Usaha.
Paragraf 2
Tanda Daftar Usaha Perseorangan dan Izin Usaha
Pasal 27
Tanda Daftar Usaha Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) diberikan
oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada usaha orang perseorangan yang berdomisili di
wilayahnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
13
Pasal 28
Izin Usaha sebagaimana dimasud dalam Pasal 26 ayat (2) diberikan oleh Pemerintah Daerah
kabupaten/kota kepada badan usaha yang berdomisili di wilayahnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 29
(1) Izin Usaha dan Tanda Daftar Usaha Perseorangan berlaku untuk melaksanakan kegiatan
usaha Jasa Konstruksi di seluruh wilayah Republik Indonesia.
(2) Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28
membentuk peraturan di daerah mengenai Izin Usaha dan Tanda Daftar Usaha Perseorangan.
Paragraf 3
Sertifikat Badan Usaha
Pasal 30
(1) Setiap badan usaha yang mengerjakan Jasa Konstruksi wajib memiliki Sertifikat Badan
Usaha.
(2) Sertifikat Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
1. diterbitkan melalui suatu proses sertifikasi dan registrasi oleh Menteri.
(3) Sertifikat Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
1. paling sedikit memuat:
a. jenis usaha;
b. sifat usaha;
c. klasifikasi usaha; dan
d. kualifikasi usaha.
(4) Untuk mendapatkan Sertifikat Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan
usaha Jasa Konstruksi mengajukan permohonan kepada Menteri melalui lembaga Sertifikasi
Badan Usaha yang dibentuk oleh asosiasi badan usaha terakreditasi.
(5) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan oleh Menteri kepada asosiasi
badan usaha yang memenuhi persyaratan:
a. jumlah dan sebaran anggota;
b. pemberdayaan kepada anggota;
c. pemilihan pengurus secara demokratis;
d. sarana dan prasarana di tingkat pusat dan daerah; dan
e. pelaksanaan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
(6) Setiap asosiasi badan usaha yang mendapatkan akreditasi wajib menjalankan kewajiban
yang diatur dalam Peraturan Menteri.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan registrasi badan usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan akreditasi asosiasi badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) diatur dalam Peraturan Menteri.
14
b. denda administratif; dan/atau
c. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi.
(2) Setiap badan usaha dan badan usaha asing yang tidak memenuhi kewajiban memiliki Izin
Usaha yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34 ayat
(3), dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif; dan/atau
c. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi.
1. Barang siapa yang lalai dalam perencanaan konstruksi dan mengakibatkan kegagalan
bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda
paling banyak 10% (sepuluh persen) dari Nilai Kontrak
2. Barang siapa yang lalai dalam pelaksanaan konstruksi dan mengakibatkan kegagalan
bangunan dikenai pidana paling lam 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda
paling banyak 5% (lima persen) dari Nilai Kontrak
3. Barang siapa yang lalai dalam pengawasaan konstruksi dan mengakibatkan kegagalan
bangunan dikenai pidana paling lam 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda
paling banyak 10% (sepuluh persen) dari Nilai Kontrak.
15
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah sistem
manajemen yang terintergrasi untuk menjalankan dan mengembangkan kebijakan K3
yang telah ditetapkan perusahaan serta menanggulangi resiko bahaya yang mungkin
terjadi di perusahaan. System manajemen K3 mempunyai tujuan umum dan tujuan
khusus. Apabila tujuan-tujuan tersebut telah tercapai, dapat membawa manfaat bagi
perusahaan atau industri,lingkungan, dan juga bagi pekerja yang bersangkutan, dimana
manfaat tersebut dapat berupa manfaat secara langsung maupun tidak langsung.
Sistem Manajemen K3 ini diatur oleh UU yang telah ditetapkan oleh Negara.
3.2. Saran
Untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja diperlukan adanya
manajemen K3. Agar kebijakan-kebijakan yang disusun oleh manajemen K3 dapat
terlaksana dengan baik maka diperlukan sosialisasi secara terus-menerus oleh oknum-
oknum yang bersangkutan dengan bidang tersebut, sosialisasi tersebut dapat berupa
Promosi Keselamatan Kerja pada setiap Dunia Kerja agar semua orang mementingkan
Keselamtan kerja itu sendiri.
16
DAFTAR PUSTAKA
Riadi, Muchlisin. “Pengertian Tujuan dan Prinsip Keselamatan Kesehatan Kerja”. 25 Oktober
2018 pukul 22.54 WITA. https://www.kajianpustaka.com/2017/12/pengertian-tujuan-dan-
prinsip-keselamatan-kesehatan-kerja-k3.html.
17