Bentuk lambang : Palang dilingkari roda bergerigi sebelas berwarna hijau di atas dasar putih.
BAB I .PENDAHULUAN
1. 1 LATAR BELAKANG
Derajat kesehatan dan keselamatan yang tinggi di tempat kerja merupakan hak pekerja yang
wajib dipenuhi oleh perusahaan disamping hak-hak normatif lainnya. Perusahaan hendaknya sadar
dan mengerti bahwa pekerja bukanlah sebuah sumber daya yang terus-menerus dimanfaatkan
melainkan sebagai makhluk sosial yang harus dijaga dan diperhatikan mengingat banyaknya faktor
dan resiko bahaya yang ada di tempat kerja. Selain perusahaan, pemerintah juga turut bertanggung
jawab untuk melindungi kesehatan dan keselamatan kerja.
Demikian juga dengan pekerjaan jasa konstruksi bangunan dilaksanakan dengan bertahap yaitu
mulai dari tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan dan tahapan pemeliharaan pembongkaran.
Melihat berbagai masalah keselamatan dan kesehatan kerja konstruksi dan belum optimal
pengawasan karena begitu kompleksnya pekerjaan konstruksi dan kurangnya pengawasan terhadap
K3 konstruksi. Hal ini menyebabkan proses kerja konstruksi dan kondisi tempat kerja mengandung
potensi bahaya.
Adapun upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan dengan
dikeluarkannya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang K3 yaitu UU No.1 tahun
1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Hal ini menjadi penting dalam penerapannya
di Perusahaan, sebagai bentuk dari hak tenaga kerja mendapatkan keselamatan dalam melakukan
aktifitas kerja serta terciptanya suasana kerja dan lingkungan yang sehat. Sesuai proses atau bahan
produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti terjatuh, pencemaran lingkungan dan
penyakit akibat kerja wajib menerapkan sistem manajemen K3.
Kegiatan observasi lapangan ini merupakan salah satu bagian dari kegiatan pembinaan calon Ahli
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (AK3) dalam mengobservasi bahaya-bahaya di tempat kerja.
Dapat lebih memahami penerapan dan pengawasan SMK3 di tempat kerja terutama dalam Aspek
lingkungan kerja, kesehatan kerja dan keselamatan kerja
Untuk mendapatkan hasil pengamatan yang objektif, teliti dan komprehensif, penulis memberi
batasan yang menjadi kaidah dalam melakukan dan melaporkan hasil pengamatan.
Batasan tersebut yaitu objek pengamatan meliputi konstruksi bangunan di Gedung atau Bangunan.
1.4 DASAR HUKUM K3 KONSTRUKSI DAN SARANA BANGUNAN
BAB II.
1. Pasal 22, ayat (2) huruf L, Undang- undang RI No.18 tahun 1999 menyebutkan kontrak kerja
konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup Uraian mengenai : perlindungan pekerja, yang
memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja
serta jaminan sosial.
3. Pasal 30 ayat (1) PP No.29 tahun 2000 menyebutkan bahwa untuk menjamin terwujudnya tertib
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, penyelenggara pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan
tentang :
• tempat kerja konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
• pelaksanaan pekerjaan konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko kecelakaan kerja
yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal
yang berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang
berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan
menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih.
Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah, akibatnya para pekerja bekerja
dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko tinggi. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja
berdampak ekonomis yang cukup signifikan.Dari berbagai kegiatan dalam pelaksanaan proyek
konstruksi, pekerjaan-pekerjaan yang paling berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan pada
ketinggian dan pekerjaan galian. Pada ke dua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi
cenderung serius bahkan sering kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Jatuh dari ketinggian
adalah risiko yang sangat besar dapat terjadi pada pekerja yang melaksanakan kegiatan konstruksi
pada elevasi tinggi. Biasanya kejadian ini akan mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko
tersebut kurang dihayati oleh para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan penggunaan
peralatan pelindung yang sebenarnya telah diatur dalam pedoman K3 konstruksi.
2.3.Pengendalian Risiko
Pengendalian risiko merupakan bagian dari manajemen risiko dan dilakukan berdasarkan penilaian
risiko terhadap masing-masing item pekerjaan. Dengan mempertimbangkan peralatan yang digunakan,
jumlah orang yang terlibat pada masing-masing item pekerjaan, akan dapat diprediksi peluang kejadian
dan tingkat keparahan dari risiko kecelakaan. Menurut hirarki cara berpikir dalam melakukan
pengendalian risiko adalah dengan memperhatikan besaran nilai risiko/ tahapan pengendalian
risiko,seperti berikut:
1. Mengeliminasi /menghilangkan sumber bahaya terhadap kegiatan yang mempunyai tingkat risiko
yang paling tinggi/besar.
2. Melakukan substitusi /mengganti dengan bahan atau proses yang lebih aman.
3. Engineering: Melakukan perubahan terhadap desain alat /proses /layout
4. Administrasi: Pengendalian risiko melalui penyusunan peraturan /standar untuk mengajak
melakukan cara kerja yang aman (menyangkut tentang prosedur kerja, ijin kerja, instruksi kerja,
papan peringatan/larangan, pengawasan/inspeksi,dsb).
5. Penggunaan alat pelindung diri (APD).
Kebijakan Departemen PU dalam penerapan SMK3, dalam rangka mewujudkan tertib penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi serta upaya untuk mewujudkan keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja
pada tempat kegiatan konstruksi bidang pekerjaan umum. Departemen Pekerjaan Umum telah
menerbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.09/PRT/M/2008 Pedoman Sistem tentang
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum. Sesuai
dengan maksud dan tujuan diterbitkannya peraturan menteri tersebut adalah untuk memberikan
acuan bagi pengguna dan penyedia jasa dalam penyelenggaraaan SMK3 konstruksi bidang pekerjaan
umum, yang dilaksanakan secara sistematis, terencana, terpadu dan terkoordinasi serta semua
pemangku kepentingan agar mengetahui dan memahami tugas dan kewajibannya dalam penerapan
SMK3. Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 09/PER/M/2008, tentang Pedoman Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum yang merupakan acuan
bagi Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan SMK3 konstruksi bidang pekerjaan
umum, UU.No. 18 Tahun 1999 tentang jasa Konstruksi,dimana mensyaratkan Ahli K3 pada setiap
proyek / kegiatan terutama pada kegiatan yang memiliki resiko tinggi.
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA (SMK3) ADALAH.
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut SMK3 adalah bagian
dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab,
pelaksanaan prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian,
pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko
yang berkaitan dengan kegiatan kerja, guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
(Sumber: peraturan menteri tentang sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, bab I, pasal)
(Sumber: PP Republik Indonesia No.50 tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, Bab I, pasal)
Konsep diatas tercermin dalam sistem manajemen mutu yang mencakup 6 (enam) unsur yaitu :
Dari elemen mutu di atas, terlihat bahwa tanpa upaya Sistem Manajemen K3 yang baik maka proses
pencapaian mutu tidak akan tercapai. Keselamatan dan kesehatan kerja berperan menjamin keamanan proses
produksi sehingga produktivitas bisa tercapai.
(Sumber: Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS 18001, Soehatman Ramli, 2010)
Kecelakaan Kerja
Kecelakaan akibat kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga, tidak dikehendaki dan dapat
menyebabkan kerugian baik jiwa maupun harta benda. (Sumber: Rachman,1990)
Kerugian tidak langsung adalah kerugian yang tidak terlihat sehingga sering disebut juga sebagai
kerugian tersembunyi (hidden cost), misalnya kerugian akibat terhentinya proses produksi, penurunan produksi,
klaim atau ganti rugi, dampak sosial, citra dan kepercayaan konsumen.
Sistem Manajemen K3 (SMK3)
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian
dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
(Sumber: PP Republik Indonesia No.50 tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, Bab I, pasal 1)
a) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang
terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
b) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Fungsi dan tujuan utama penerapan SMK3 adalah untuk mengurangi atau mencegah kecelakaan yang
mengakibatkan cedera atau kerugian materi.
(Sumber: Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS 18001, Soehatman Ramli, 2010)
(Sumber: PP Republik Indonesia No.50 tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, Bab I, pasal 2)
(Sumber: Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja, Rudi Suardi, 2007)
Proses SMK3
Menurut OHSAS 18001, sistem manajemen merupakan satu kesatuan untuk menetapkan kebijakan dan
sasaran serta untuk mendapat objektif tersebut. Sistem manajemen K3 tediri atas 2 (dua) unsur pokok yaitu
proses manajemen dan implementasinya. Proses SMK3 menjelaskan bagaimana sistem manajemen tersebut
dijalankan atau digerakkan. Sedangkan elemen merupakan komponen-komponen kunci yang terintegrasi satu
dengan lainnya membentuk satu kesatuan sistem manajemen. Elemen-elemen ini mencakup antara lain
tanggung jawab, wewenang, hubungan antar fungsi, aktivitas, proses, praktis, prosedur, dan sumber daya.
Elemen ini dipakai untuk menetapkan kebijakan K3, perencanaan, objektif, dan program K3.
Proses sistem manajemen K3 menggunakan pendekatan PDCA (plan-do-check-action) yaitu mulai dari
perencanaan, penerapan, pemeriksaan dan tindakan perbaikan. Dengan demikian, sistem manajemen K3 akan
berjalan terus menerus secara berkelanjutan selama aktivitas organisasi masih berlangsung. Sistem Manajemen
K3 dimulai dengan penetapan kebijakan K3 oleh manajemen puncak sebagai perwujudan komitmen manajemen
dalam mendukung penerapan K3. Kebijakan K3 selanjutnya dikembangkan dalam perencanaan. Tanpa
perencanaan yang baik, proses K3 akan berjalan tanpa arah (misguided), tidak efisien, dan tidak efektif.
(Sumber: Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS 18001, Soehatman Ramli, 2010)
Pengertian, Dasar Hukum dan Ruang Lingkup Kesehatan Kerja
Pengertian Kesehatan Kerja menurut joint ILO/WHO Committee 1995 ialah penyelenggaraan dan
pemeliharaan derajat setinggi-tingginya dari kesehatan fisik, mental dan sosial tenaga kerja di semua
pekerjaan, pencegahan gangguan kesehatan tenaga kerja yang disebabkan kondisi kerjanya, perlindungan
tenaga kerja terhadap resiko faktor-faktor yang mengganggu kesehatan, penempatan dan pemeliharaan tenaga
kerja di lingkungan kerja sesuai kemampuan fisik dan psikologisnya, dan sebagai kesimpulan ialah
penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan manusia kepada pekerjaannya.