Disusun Oleh :
DOSEN PENGAMPU :
Arman A, S,ST.,MT
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih
sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Di
Indonesia, setiap tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja. Hal ini tentunya sangat
perusahaan besar melalui UU Ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja dari 15.000
lebih perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan Sistem Manajemen
K3. Minimnya jumlah itu sebagian besar disebabkan oleh masih adanya anggapan
bahwa program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan. Padahal jika
sebagai akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3, yang besarnya mencapai lebih dari
190 milyar rupiah di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak selayaknya diabaikan.
Tenaga kerja di sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 7-8% dari jumlah tenaga kerja di
seluruh sektor, dan menyumbang 6.45% dari PDB di Indonesia. Sektor jasa konstruksi
adalah salah satu sektor yang paling berisiko terhadap kecelakaan kerja, disamping sektor
kecelakaan kerja di sektor kontruksi didunia pada umumnya lebih tinggi dari angka
kecelakaan di sektor lainnya seperti sektor manufaktur maupun industri. Dan angka
kecelakaan kerja kontruksi di indonesia adalah yang tertinggi. Tingginya angka
kecelakaan kontruksi bersumber dari berbagai faktor. Baik dari pekerjanya sendiri, dari
perusahaan maupun dari pemerintah yang menetapkan peraturan dan sanksi. Sehingga
belum adanya komitmen yang sama dari seluruh pihak yang berkepentingan untuk selalu
menghargai dan mengutamakan Keselamatan dan Kesehatan kerja sebagai hak asasi
pekerja.
Jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi yang mencapai sekitar 4.5 juta orang, 53%
di antaranya hanya mengenyam pendidikan sampai dengan tingkat Sekolah Dasar, bahkan
sekitar 1.5% dari tenaga kerja ini belum pernah mendapatkan pendidikan formal apapun.
Sebagai besar dari mereka juga berstatus tenaga kerja harian lepas atau borongan yang
tidak memiliki ikatan kerja yang formal dengan perusahaan. Kenyataan ini tentunya
perusahaan konstruksi.
Untuk itu diperlukan kesadaran para pengusaha kontruksi, penyedia jasa ,pengawas
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
mengenai kondisi pada proyek konstruksi serta bagaimana peranan kesehatan dan
KAJIAN TEORI
A. PENGERTIAN K3
K3 (Keselamtan dan Kesehatan Kerja) saat ini menjadi sebuah hal yang cukup familiar
dalam dunia kerja. Namun belum semua orang mengetahui pengertian K3 sebenarnya.
Berikut adalah beberapa pengertian K3 menurut ILO (International Labour Organization)
dan beberapa ahli :
2. Mangkunegara (2002)
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin
keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya,
dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan
makmur.
3. Suma’mur (2001)
Keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang
aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
4. Simanjuntak (1994)
Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan
kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin,
peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan
aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan
sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
7. Jackson (1999)
1. Physical Hazards
2. Chemical Hazards
3. Electrical Hazards
4. Mechanical Hazards
5. Physiological Hazards
6. Biological Hazards
7. Ergonomic
8. Unsur Terkait dalam Proyek Konstruk
BAB III
PEMBAHASAN
Karakteristik KegiatanKonstruksi
rendah
kondisinya.
Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki
risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja
pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek
konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan
ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak
akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko
tinggi.
King and Hudson (1985) menyatakan bahwa pada proyek konstruksi di
pekerjaan yang paling berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian
dan pekerjaan galian. Pada ke dua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi
cenderung serius bahkan sering kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Jatuh
dari ketinggian adalah risiko yang sangat besar dapat terjadi pada pekerja yang
melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi. Biasanya kejadian ini akan
mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko tersebut kurang dihayati oleh
pelindung (personal fall arrest system) yang sebenarnya telah diatur dalam pedoman
K3 konstruksi.
tenaga kerja dan tenaga mesin yang sangat besar, bahaya yang sering ditimbulkan
umumnya dikarenakan faktor fisik, yaitu : terlindas dan terbentur yang disebabkan
oleh terjatuh dari ketinggian, kejatuhan barang dari atas atau barang roboh.
berpengalaman atau mencari jalan cepat, mulai bekerja tanpa mengenakan alat
pelindung apapun atau baju pelindung, sehingga begitu terjatuh tidak ada sabuk
pemilik usaha sering tidak mencukupi, sebagai contoh bila bekerja di kerangka yang
tinggi, harus dipasang balok menyilang, disamping untuk menjaga kestabilan, selain
itu untuk memberikan topangan yang kuat bagi tenaga kerja; pada saat pekerja tidak
hati-hati terjatuh, ada satu lapisan pengaman, untuk mengurangi dampak yang terjadi.
Pemilik usaha tidak seharusnya mengabaikan hidup para pekerjanya demi untuk
mengejar keuntungan.
seperti pada saat mengoperasikan mesin penderek, mesin penggali lubang atau mesin
masuknya pekerja, apabila tetap diperlukan pekerja lain untuk memberikan bantuan
komando dan pengawasan; selain pagar pembatas pekerja di area tersebut harus
memakai secara benar perlengkapan pelindung seperti helm, sarung tangan dan sepatu
pengaman dan lain-lain. Selain itu pada saat memindahkan barang berat, sebaiknya
3. Tertimpa barang yang roboh biasanya terjadi karena tidak adanya pagar
pembatas di area yang mudah runtuh, karena keruntuhan itu biasanya terjadi dalam
waktu sekejap tanpa peringatan terlebih dahulu, oleh karena itu dibuatkan demi
penggerak dan kendaraan yang digunakan berukuran sangat besar, pandangan petugas
operator tidak mudah mencapai luasnya batas area kerjanya sehingga terjadi benturan.
tanah, tersengat aliran listrik bawah tanah, terhirup gas beracun, dan lain-lain. Bahaya
tertimbun adalah risiko yang sangat tinggi, pekerja yang tertimbun tanah sampai
sebatas dada saja dapat berakibat kematian. Di samping itu, bahaya longsor dinding
galian dapat berlangsung sangat tiba-tiba, terutama apabila hujan terjadi pada malam
sebelum pekerjaan yang akan dilakukan pada pagi keesokan harinya. Data kecelakaan
perbandingan, Hinze dan Bren (1997) mengestimasi jumlah kasus di Amerika Serikat
yang mencapai 100 kematian dan 7000 cacat tetap per tahun akibat tertimbun longsor
pengobatan, kompensasi yang harus diberikan kepada pekerja, premi asuransi, dan
perbaikan fasilitas kerja. Terdapat biaya-biaya tidak langsung yang merupakan akibat
dari suatu kecelakaan kerja yaitu mencakup kerugian waktu kerja (pemberhentian
psikologis yang negatif pada pekerja, memburuknya reputasi perusahaan, denda dari
pelanggan pengguna jasa). Biaya-biaya tidak langsung ini sebenarnya jauh lebih besar
2. Pedoman K3 Konstruksi
kerja, yaitu melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Sesuai
13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang undang ini mencakup berbagai hal dalam
perlindungan pekerja yaitu upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga kerja, dan
umum maupun pada tiap bagian konstruksi bangunan. Peraturan ini lebih ditujukan
untuk konstruksi bangunan, sedangkan untuk jenis konstruksi lainnya masih banyak
aspek yang belum tersentuh. Di samping itu, besarnya sanksi untuk pelanggaran
terhadap peraturan ini sangat minim yaitu senilai seratus ribu rupiah.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman yang
perbedaan pendapat dan perselisihan di antara pihak pelaksana dan pihak pengawas
konstruksi.
pedoman yang berlaku. Baru pada tahun 2004, Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah, yang kini dikenal sebagai Departemen Pekerjaan Umum, mulai
baru ini khusus ditujukan untuk proyek konstruksi bendungan, sedangkan untuk jenis-
jenis proyek konstruksi lainnya seperti jalan, jembatan, dan bagunan gedung, belum
dibuat pedoman yang lebih baru. Namun, apabila dilihat dari cakupan isinya,
Serikat misalnya, (OSHA, 29 CFR Part 1926), Occupational Safety and Health
peraturan K3-nya secara berkala (setiap tahun). Peraturan atau pedoman teknis
tersebut juga sangat komprehensif dan mendetil. Hal lain yang dapat dicontoh adalah
kesehatan kerja, bukan hanya sekedar sebagai aturan, selayaknya secara terus menerus
kompetensi dan independensi. Pegawai pengawas perlu merasa bebas dari pengaruh
berbagai pihak dalam mengambil keputusan. Di samping itu, unit kerja pengawasan
ketenagakerjaan baik pada pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota
merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan dan tidak
Departemen Tenaga Kerja pada tahun 2002 berjumlah 1.299 orang secara nasional,
yang terdiri dari 389 orang tenaga pengawas struktural dan 910 orang tenaga
pengawas fungsional. Para tenaga pengawas ini jumlahnya sangat minim bila
baik, yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau
”SMK3.” SMK3 ini merupakan tindakan nyata yang berkaitan dengan usaha yang
dilakukan oleh seluruh tingkat manajemen dalam suatu organisasi dan dalam
pelaksanaan pekerjaan, agar seluruh pekerja dapat terlatih dan termotivasi untuk
100 pekerja, atau kurang dari 100 pekerja tetapi dengan tempat kerja yang berisiko
perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang
resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
Para tenaga pengawas perlu melalukan audit paling tidak satu kali dalam tiga tahun.
tanda bukti. Tetapi peraturan ini kurang jelas dalam mendifinisikan sanksi bagi
masyarakat mengenai masalah K3, yaitu salah satunya dengan memberikan apresiasi
massa, seperti yang dilakukan oleh Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, Departemen Tenaga Kerja bekerja sama dengan Majalah Warta
Ekonomi dan PT Dupont Indonesia. Untuk tahun 2005 silam, pemenang penghargaan
tersebut adalah PT. Total E&P Indonesia (kategori Industri Pertambangan, Minyak,
dan Gas), PT. Nestle Indonesia (kategori Industri Consumer Goods), dan PT. Amoco
Mitsui PTA Indonesia serta PT. Wijaya Karya (kategori Industri Lainnya). Keempat
bahwa sebagian pelaku usaha yang sangat menyadari masalah K3 adalah perusahaan-
perusahaan kontraktor nasional (BUMN) yaitu PT. Wijaya Karya sudah berada pada
Memang terdapat pengaruh positif budaya K3 yang dirasakan oleh pelaku konstruksi
3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Berdasarkan UU ini, jaminan sosial
tenaga kerja (jamsostek) adalah perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk
santunan uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang
dan pelayanan sebagai akibat dari suatu peristiwa atau keadaan yang dialami oleh
tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, tua dan meninggal dunia.
konstruksi melalui pelaporan klaim asusransi setiap kecelakaan kerja terjadi. Melalui
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-196/MEN/1999, berbagai aspek
penyelenggaraan program jamsostek diatur secara khusus untuk para tenaga kerja
harian lepas, borongan, dan perjanjian kerja waktu tertentu, pada sektor jasa
konstruksi. Karena pekerja sektor jasa konstruksi sebagian besar berstatus harian
lepas dan borongan, maka KepMen ini sangat membantu nasib mereka. Para
pengguna jasa wajib mengikutsertakan pekerja-pekerja lepas ini dalam dua jenis
program jamsostek yaitu jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Apabila
mereka bekerja lebih dari 3 bulan, pekerja lepas ini berhak untuk ikut serta dalam dua
program tambahan lainnya yaitu program jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan
kesehatan.
Dalam Keppres ini, terdapat 31 jenis penyakit yang diakui untuk mungkin timbul
karena hubungan kerja. Setiap tenaga kerja yang menderita salah satu penyakit ini
berhak mendapat jaminan kecelakaan kerja baik pada saat masih dalam hubungan
kerja maupun setelah hubungan kerja berakhir (sampai maksimal 3 tahun). Pada
umumnya, penyakit-penyakit tersebut adalah sebagai akibat terkena bahan kimia yang
beracun yang berasal dari material konstruksi yang apabila terkena dalam waktu yang
cukup lama dapat mengakibatkan penyakit yang serius. Penyakit yang mungkin
serta kelainan otot, tulang dan persendian yang sering terjadi pada pekerja konstruksi
yang terlibat dalam proses pengangkutan material berbobot dan berulang, dan
sering kali tidak memadai. Sebagai contoh, biaya-biaya transportasi dan perawatan di
rumah sakit akibat kecelakaan kerja yang sudah tidak sesuai lagi dengan tingginya
bangunan, peralatan, perlengkapan, teknologi dan tenaga kerja yang secara sendiriataupun
bersama-sama dapat menjadi sumber potensial terjadinya kecelakaan. Selain itu pekerjaan
terpengaruh oleh cuaca. Macam pekerjaan dapat berlangsung dibawah tanah, dalam
genangan air, pada tempat-tempat lembab ataupun gelap yang berpotensi terhadap
kesehatan kerja. Tenaga kerja merupakan sumber daya yang sangat penting. Oleh karena
itu perlu dilindungi. Apalagi bila tenaga kerja yang telah trampil atau yang mempunyai
kontraktor untuk melaksanakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada proyek yang
lapangan perlu mengetahui pokok-pokok kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pada
Peraturan dan perundangan yang berkaitan dengan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kesehatan Tenaga Kerja. Yang sebelumnya pada tahun 1970 telah dikeluarkan
Bangunan.
4. Pada tahun 1986 Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja
mantap landasan hukum untuk melaksanakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
pada pekerjaan konstruksi. Oleh karena itu menjadi kewajiban semua pihak yang
terlibat pada konstruksi antara lain pemberi kerja, pemborong, pengawas dan tenaga
pengawasan / inspeksi yaitu para Inspektor Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
- MENKIMSARWIL
- INSPEKTOR - MENAKERTRANS
- KONTRAKTOR - SK Bersama KONTRAK
- Petugas Kesehatan - INSPEKTOR
- Site - Peraturan Perundangan PROYEK
- Manager Pelaksana Lapangan - Pelaksana Lapangan
bermacam-macam. Ada kecelakaan akibat terkena benda jatuh atau yang disebabkan
karena terpukul, benda tajam, sengatan aliran listrik, tergelincir dll. Data statistik
lintas
29 % Kejatuhan benda
5 % Kebakaran
26 % Tergelincir, terpukul
digolongkan dalam dua kelompok yaitu yang disebabkan faktor manusia dan faktor
1. Faktor Manusia
Bahaya kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh manusia itu sendiri (human
error). Antara lain karena kurangnya pengertian, kurang pengetahuan, kurang disiplin,
Bahaya kecelakaan kerja yang disebabkan oleh faktor konstruksi (alat dan
roboh. Keadaan lingkungan yang kurang baik misalnya lapangan atau tempat kerja
faktor manusia dan faktor konstruksi (alat dan lingkungan). Melihat kenyataan tersebut,
maka kunci pencegahan terjadinya kecelakaan adalah mendorong adanya ketertiban dan
disiplin kerja serta menjamin agar keadaan lapangan kerja (lingkungan) tertata dengan
2. Mengadakan latihan dan demontrasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) bagi
ditempat strategis.
Keselamatan Kerja (K3) dan memberikan penghargaan bagi pekerja yang telah
8. Penelitian medis.
9. Penelitian psikologis.
Dari uraian mengenai berbagai aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
masalah dan tantangan yang timbul tersebut berakar dari rendahnya taraf kualitas hidup
sebagian besar masyarakat. Dari sekitar 4.5 juta pekerja konstruksi Indonesia, lebih dari
Sekolah Dasar. Mereka adalah tenaga kerja lepas harian yang tidak meniti karir
ketrampilan di bidang konstruksi, namun sebagian besar adalah para tenaga kerja dengan
ketrampilan seadanya dan masuk ke dunia jasa konstruksi akibat dari keterbatasan pilihan
hidup.
berkarakteristik demikian, tentunya tidak dapat ditangani dengan cara-cara yang umum
dilakukan di negara maju. Langkah pertama perlu segera diambil adalah keteladanan
pihak Pemerintah yang mempunyai fungsi sebagai pembina dan juga “the biggest owner.”
Pihak pemilik proyek lah yang memiliki peran terbesar dalam usaha perubahan
paradigma K3 konstruksi.
penilaian sistem K3 sebagai salah satu aspek yang memiliki bobot yang besar dalam
proses evaluasi pemilihan penyedia jasa. Di samping itu, hal yang terpenting adalah
aspek sosialisasi dan pembinaan yang terus menerus kepada seluruh komponen
Adrian Taufik, 2009. dkk Keselamatan Kerja Pada Pekerja Konstruksi Bangunan Di Pt.
Ultrajasa Yogyakarta
Anonim.http://vibizdaily.com/detail/nasional/2010/06/07/gapensi_kerjasama_k3_untuk_tenaga_kerj
a_konstruksi.
Materi Pelajaran Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Tenaga Kerja Asing - Bidang Konstruksi
September 2010.