Objektif :
Setelah selesai pembahasan Bab I, mahasiswa diharapkan mengetahui dan memahami
secara umum apa yang dimaksud dengan SMK3, mengapa perlu penerapan SMK3 dan
apa manfaat penerapan SMK3 baik bagi pekerja maupun perusahaan di bidang
konstruksi.
Objektif :
Setelah selesai pembahasan Bab II, mahasiswa mengetahui, memahami dan mampu
mengenali sumber kecelakaan kerja pada industri konstruksi.
2.1. Definisi Umum
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dimana akan berakibat cidera,
sakit / penyakit akibat kerja sampai kepada kematian dan / atau mengakibatkan kerusakan
ataupun kerugian.Sedangkan Penyakit Akibat Kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan
oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Untuk dapat mencegah atau menekan terjadinya
kecelakaan atau sakit / penyakit akibat kerja. ,aka perlu dikeatui dan dipahami sumber
kecelakaan dan sakit / penyakit akibat kerja tersebut.
Kecelakaan kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998
tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan
kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat
menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Secara umum, sumber kecelakaan dan sakit
/ penyakit akibat kerja dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu kondisi/lingkungan kerja,
manajemen/organisasi kerja, dan perilaku kerja yang tidak aman seperti yang diilustrasikan
pada Gambar 2.1 (Anonim, 2003).
The
The Three
Three BasicofCauses
Basic Causes Occupational
of OccupationalAccident Accident
Poor Management Safety Policy & Decisions
Personal Factors Basic Causes
Environmental Factors
Unsafe
Unsafe Act Indirect Causes Condition
ACCIDENT
Personal Injury
Unplanned release of
Property Damage
Energy and/or
Hazardous material
2.3. Manajemen atau Organisasi Kerja Yang Kurang Proporsional (poor management)
Timbulnya kecelakaan dan sakit/penyakit akibat kerja juga sering terjadi akibat
manajemen atau organisasi kerja yang kurang proporsional. Penempatan tenaga kerja pada posisi
yang kurang sesuai dengan kemampuan, kapasitas dan keterbatasan pekerja,penjadwalan waktu
kerja dan istirahat yang kurang berimbang, gizi kerja yang kurang memadai, kondisi informasi
yang minimdapat menyebabkan adanya kondisi kerja yang tidak aman dan secara akumulatif
dapat mendorong timbulnya perilaku kerja yang tidak aman yang bermuara pada terjadinya
kecelakaan dan sakit akibat kerja.
Kondisi kerja yang tidak aman, manajemen/organisasi kerja yang kurang proporsional
dan perilaku kerja yang tidak aman secara akumulatif akan akan menambah beban kerja,
menimbulkan berbagai keluhan fisik, kelelahan, menurunnya tingkat ketelitian dan kewasdaan,
risiko kecelakaan dan sakit akibat kerja meningkat, efisiensi dan produktivitas rendah, dan pada
akhirnya akan mengurangi keuntungan perusahaan atau bahkan merugi yang pada akhirnya
bermuara pada rendahnya tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup baik bagi pekerja maupun
perusahaan.
BAB III
KECELAKAAN KERJA
PADA INDUSTRI KONSTRUKSI
Objektif :
Setelah selesai pembahasan Bab II, mahasiswa mengetahui, memahami dan mampu
menjelaskan jenis-jenis dan pencegah kecelakaan kerja pada industri konstruksi.
3. Kecelakaan Terpukul
a. Kecelakaan terpukul kawat, sewaktu mengangkat sesuatu alat, tanpa memperhitungkan daya
tahan kawat putus dan memukul yang dekat atau yang sekitarnya, dan untuk ini selalu
memperhitungkan daya tahan kawat.
b. Dan lain – lain peregangan otot yang berlebihan
4. Kecelakaan Tergelincir.
Kecelakaan ini sering terjadi di tempat berminyak seperti di sentral-sentral listrik, di bengkel, di
tangga-tangga dan lain-lain karena kurang bersih, selalu dibiarkan berminyak dan untuk ini
selalu disarankan untuk menjaga kebersihan.
5. Kecelakaan Percikan
Contoh :
a. Kecelakaan percikan batu gerinda kena mata atau muka, dan untuk ini disarankan selalu
mamakai kaca mata pengaman atau penutup muka sewaktu menggerinda.
b. Kecelakaan percikan las kena mata atau badan, untuk inilah selalu disarankan mamakai alat
pengaman kaca mata, baju dan sarung tangan las.
c. Dan lain-lain
8. Kecelakaan Kebakaran
Contoh :
Kecelakaan kebakaran karena kurang hati-hati membuang rokok yang masih menyala ke tempat
yang ada kertas, bekas minyak dan lain-lain, atan alat pemasak yang tidak sempurna
mengakibatkan peledakan terbakar, kawat listrik terbakar karena sekring palsu yang
mengakibatkan alat lain turut terbakar dan untuk itu selalu hati-hati mempergunakan alat
pengaman yang baik (sekring asli)
9. Kecelakaan Terbelit.
Contoh :
Kecelakaan terbelit di poros mesin yang berputar. Dan biasanya terjadi kecelakaan terbelit di
poros mesin yang berputar ini apabila tutup pengaman poros berputar tidak dipasang atau lupa
memasang. Untuk ini selalu disarankan supaya memasang tutup pengaman atau pagar pengainan
di setiap alat berputar sebab kecelakaan seperti ini akibatnya fatal, baik pada diri sendiri ataupun
pada orang lain.
b. Alat Berat.
Yang perlu diperhatikan dalam mengoperasikan alat berat antara lain :
1) Mempelajari medan kerja. Pekerjaan akan tidak lancar apabila kita kurang mengenal medan
tempat kerja.
2) Sebelum menggunakan alat-alat berat, bacalah lebih dahulu buku pedoman untuk
mengoperasikan peralatan tersebut.
3) Berpikirlah selalu sebelim mulai bekerja, untuk menghindari kecelakaan yang mungkin
terjadi.
4) Persiapan sebelum menghidupkan mesin dengan pemeriksaan menyeluruh sebelum
menghidupkan mesin.
5) Bekerja dengan aman. Naiklah ke atas peralatan dengan baik, penuh keyakinan diri.
6) Matikan mesin pada waktu istirahat
7) Parkirlah kendaraan di tempat yang aman, jangan parkir di tempat jalan umum.
8) Jangan mengoperasikan peralatan dekat dengan tebing.
9) Pada alat angkut/lift, berikan tulisan kapasitas muatan maksimalnya dan lengkapi dengan
pintu penutup.
10) Crane harus berdiri di tempat yang stabil.
11) Jangkar dan beban lawan (counter weight) pada crane harus mendapat perhatian untuk
pekerjaan tertentu.
12) Berat beban/benda yang diangkat tidak boleh lebih dari pada kapasitas angkat crans, segala
gerakan mengangkat dan memutar harus dilakukan berhati-hati dan perlahan-lahan,
13) Harus ada petugas di bawah yang memberi petunjuk pada operator crane yang bekerja di
atas.
14) Perhatikan keselamatan orang lain yang ada di sekeliling tempat bekerja crane.
15) Ekstra makanan serta pemeriksaan kesehatan operator perlu diperhatikan.
b. Tiang Pancang
1. Memeriksa kabel kawat yang digunakan untuk mengangkat tiang pancang sebelum
digunakan.
2. Mengangkat tiang pancang dilakukan perlahan-lahan, hati-hati dan cara yang benar.
3. Para pekerja dilengkapi dengan perlengkapan pakaian seperti sarung tangan, sepatu dan topi
keras.
7. Pekerjaan Las
Pekerjaan las dapat dilaksanakan di bawah yaitu sebelum dilakukan pemasangan (install) atau
pada saat pemasangan misalkan bangunan konstruksi rangka baja. Sebelum pekerjaan las
dimulai, lokasi sekitar tempat kerja harus diperiksa terlebih dahulu dari bahan-bahan yang
mudah terbakar seperti bensin, bahan-bahan kimia dan sebagainya.
Untuk menjaga agar pekerjaan las dapat berjalan dengan aman maka perlu diperhatikan atziran
yang ditaati pada saat tenaga kerja melaksanakan pengelasari antara lain:
a. Tenaga kerja memakai perlengkapan pakaian kerja seperti sarung tangan, kacamata
pelindung yang dipakai pada saat melaksanakan pengelasan.
b. Tenaga kerja yang memakai pakaian yang penuh bekas minyak, lemak dan bahan lain yang
mudah terbakar.
c. Pada saat melaksanakan pengelasan, usahakan agar orang yang lewat tidak terkena percikan
api.
d. Pelaksanaan pengelasan tidak diperkenankan dekat dengan bahan-bahan yang mudah
terbakar, misalnya tumpukan kayu kering, tekstil, kertas, bahan cat dan sebagainya.
e. Sebelum mulai pelaksanaan pengelasan agar dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu
mengenai peralatan las, listrik dan kabelnya untuk menghindari korsluting.
f. Sebelum menyalakan api, agar diperiksa selang karetnya. Bila selang karet bocor harus
diganti dan berhati-hati pada saat menyalakan api.
g. Simpanlah tabung gas di tempat yang aman, terhindar dari panas api atau sinar matahari.
h. Pengelasan ditempat tertutup, harus dilaksanakan dengan hati-hati
i. Hindari gas beracun yang timbul.
10. Pembongkaran
Pembongkaran bangunan seperti antara lain gedung bertingkat, pabrik, cerobong asap perlu
dilakukan survey terlebih dahulu untuk mendapatkan cara pembongkaran yang tepat dan tidak
membahayakan. Beberapa cara pembongkaran dapat dilakukan dengan menggunakan bahan
peledak, bulldozer, bola besi, tenaga manusia dan lain sebagainya. Dalam pelaksanaan
pembongkaran ini, beberapa hal perlu mendapatkan perhatian agar tidak membahayakan pekerja
dan lingkungan sebagai berikut:
a. Sebelum pembongkaran dimulai, harus diadakan pemeriksaan untuk mencegah kemungkinan
bahaya yang dapat terjadi.
b. Periksalah terlebih dahulu, kabel listrik, pipa gas, pipa air panas dan sebagainya pada bagian
bangunan yang akan dibongkar. Matikan aliran instalasi tersebut sebelum pembongkaran
dimulai.
c. Pembongkar bangunan dimulai dari atas ke bawah secara sistimatis.
d. Waspadalah terhadap paku dan tajam yang lainnya yang dapat menjadi penyebab luka.
e. Buanglah bekas bongkaran dengan hati-hati, kalau perlu buatlah cerobong pembuang
kebawah yang tertutup.
f. Bila perlu, perkuatan sementara dibuat untuk pengaman sisa bongkaran.
g. Hindari jangan terlalu banyak tenaga kerja untnk pekerjaan pembongkaran dan selalu
waspada terhadap keadaan sekeliling.
13. Pengecatan.
Dalam pelaksanaan pekerjaan pengecatan agar diperhatikan:
a. Penyimpanan bahan cat, vernis dan bahan pengecatan lain harus disimpan dalam kaleng yang
tertutup dan jauhkan dari percikan api, sumber panas dan sinar matahari.
b. Siapkan alat pemadam kebakaran didekat tempat penyimpanan bahan cat.
c. Cat semprot mudah, bersih dan cepat dalam pelaksanaan, tetapi pada umumnya sangat
mudah terbakar dan menimbulkan gas racun.
d. Jauhkan terjadinya banyak uap/gas dengan mengurangi tekanan udara dari kompresor.
e. Pakailah masker untuk melindungi pernafasan terutama apabila mengecat semprot diruang
tertutup.
f. Hati-hatilah dengan menggunakan bahan cat yang mengandung timah hitam. Pakailah
perlindungan muka dan yakini bahwa tubuh saudara terlndung dengan baju atau penutup lain,
hati-hatilah agar bahan cat tidak masuk kemulut, karena racun yang terkandung.
g. Lap kotor dan sisa cat adalah penyebab kebakaran, bersihkan tempat kerja saudara dari
barang ini.
Obyektif :
Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa mampu mengklasifikasikan penyakit akibat
kerja, menyebutkan macam-rnacam penyakit akibat kerja serta dapat menjelaskan cara-
cara pencegahannya.
4. Golongan Faal
a. Sikap badan yang kurang baik maupun beban berat dapat menyebabkan keluhan-keluhan
dipinggang.
b. Kesalahan-kesalahan konstruksi mesin/peralatan menimbulkan kelelahan fisik, balikan
dapat terjadi perubahan fisik tubuh.
5. Tukang Batu
Pemasangan batu bata, pencampuran semen dan lain-lain, hal ini dapat menyebabkan penyakit:
a. Semen dermatitis, yaitu peradangan kulit akibat kontak dengan semen.
b. Kelelahan pinggang terutama adanya rasa nyeri di daerah lumbal di bagian bawah.
6. Tukang Las.
Terutama pada pekerja yang tidak memakai kacamata pengaman. Penyakit yang dapat terjadi
adalah :
a. Conjuctivities, yaitu radang pada conjuctive (selaput putih)
b. Rentinitis sampai terjadi luka di retina.
c. Heat Cataract, akibat radiasi dan panas yang terus menerus sehingga lensa mata
mengeruh.
d. Gangguan pernafasan, dari uap/gas yang timbul pada pengelasan.
e. Kelainan kulit akibat panas terbakar.
9. Petugas Survey, terutama yang bekerja pada jaringan Irigasi di Rawa, Sungai
a. Heart stroke.
b. Athlete’s foot, akibat kondisi yang basah dan lembab sehingga mudah terserang jamur.
c. Malaria, kasus penyakit ini ternyata cukup banyak pada dewasa ini terutama petugas
lapangan.
d. Gangguan percemaan, mual muntah sampai terjadi peradangan (grasitis akut)
e. Penyakit kulit akibat serangan serangga kupu-kupu, kumbang.
Obyektif :
Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa mampu menjelaskan pengelolaan K3 dan
strategi penerapan K3 pada proyek konstruksi.
Obyektif :
Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa mampu menjelaskan penerapan aspek
ergonomi pada K3 industri konstruksi.
Berdasarkan kajian ergonomi, maka sumber kecelakaan dan sakit / penyakit akibat kerja
dapat dikaji 3 (tiga) aspek pokok, yaitu : (1) karakteristik pekerjaan; (2) lingkungan kerja; dan
(3) organisasi kerja (Manuaba, 2000). Di samping ketiga sumber utama tersebut, maka yang
perlu dicermati adalah perilaku atau budaya kerja.
Di samping kecukupan gizi kerja dan jenis pekerjaannya, kelelahan otot juga dapat
timbul karena sikap kerja yang membutuhkan pengerahan tenaga otot yang melampaui batas-
batas kemampuan baik gerakan maupun kekuatan otot. Oleh karena itu, di dalam mendesain
stasiun kerja, hendaknya selalu diupayakan agar tidak menyebabkan timbulnya sikap kerja
paksa.
Gambar 6.1. Sikap Kerja dalam Gambar 6.2. Sikap Kerja dalam
Proses Pemotongan Kayu dengan Pembuatan Lubang dengan Mesin
Mesin Gergaji Potong Bor
Pada mesin potong, mahasiswa harus menjangkau pegangan pisau yang berada 30,5
cm di luar batas jangkauan lengan (untuk persentil-5). Sedangkan pada mesin bor, posisi
awal engkel berada 36,5 cm di atas batas jangkauan lengan mahasiswa (untuk persentil-5)
Permasalahan interaksi manusia-mesin yang kurang proporsional juga dijumpai pada
proses perakitan benda kerja. Hal ini terjadi karena tidak tersedianya meja perakitan sehingga
memaksa mahasiswa untuk melakukan perakitan benda kerja dalam sikap jongkok seperti
yang terlihat pada Gambar 6.3
Gambar 2.6
Kondisi interaksi manusia-mesin yang kurang harmonis seperti yang terlihat pada
Gambar 6.1 – 6.5 menyebabkan timbulnya sikap kerja paksa, keluhan otot skeletal dan
pengerahan tenaga otot yang berlebihan dan pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya
kelelahan dini (Grandjean, 1993; Pulat, 1992; Sanders & McCormick, 1987). Oleh karena itu
diperlukan langkah perbaikan, di antaranya dengan melakukan redesain meja kerja yang
sesuai dengan jenis pekerjaan, kapasitas jangkauan lengan dan tidak menimbulkan sikap
kerja paksa.
3) kekuatan (strength)
Beban angkat harus disesuaikan dengan kekuatan pekerja. Dimensi dan panjang kayu
menentukan berat-ringannya beban yang diangkat oleh pekerja. Pekerja perlu memahami
batas kemampuan angkat masing-masing sehingga dapat menentukan kapan suatu beban
mampu diangkat sendiri atau harus berdua dengan rekan kerjanya. Pada bengkel kayu, beban
yang diangkat oleh pekerja yang dominan adalah bahan kayu seberat kurang lebih 30 kg dan
benda jadi seberat kurang lebih 45 kg. Menurut Grandjean (1993), beban angkat maksimum
untuk laki-laki muda dengan frekuensi angkat tidak lebih dari 1 kali per menit adalah seperti
disajikan pada Tabel 6.1.
Catatan : Untuk frekuensi > 1 kali per menit, maka beban angkat maksimum diturunkan
sebesar 30 %
Sumber : Grandjean, 1993. Halaman 113.
Sebagai contoh, hasil pengamatan pada bengkel kayu Jurusan Teknik Sipil PNB
menunjukkan bahwa sikap kerja pada saat mengangkat beban adalah berdiri, mengangkat dengan
dua tangan, jarak jangkauan kurang lebih ½ lengan, frekuensi ≤ 1 kali per menit, dan posisi
beban angkat di depan tubuh seperti terlihat pada Gambar 6.5.
Dengan demikian, maka beban angkat maksimum adalah 25 kg. Oleh karena itu, untuk
pengangkatan beban yang diperkirakan > 25 kg, maka sebaiknya dilakukan oleh dua orang.
Berdasarkan paparan tersebut, apabila penerapan antropometri benar-benar dilakukan
dalam perancangan stasiun kerja dan pengaturan alat kerja, maka keharmonisan interaksi
manusia-mesin dapat terwujud, sikap kerja paksa dapat dihindari dan pengerahan tenaga otot
berkurang. Sebagai contoh, hasil redesain alat bantu kerja pada proses pengadukan spesi beton
dapat meningkatkan produktivitas hingga 64,18 % serta menurunkan tingkat kelelahan sebesar
20,86 % (Lilik, 2002).
A. Mikroklimat
Pekerja Indonesia pada umumnya beraklimatisasi dengan iklim tropis dengan suhu kering
antara 26 – 28 oC dan kelembaban relatif udara antara 70 - 80% (Manuaba, 1998a). Suhu udara
panas dapat menurunkan prestasi kerja dan derajat kesehatan seseorang karena sengatan panas
(heat stroke) yang dapat berakhir dengan kematian (Grandjean, 1993; Mutchler, 1991;
Gambar 6.7
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi mikroklimat pada bengkel kayu
masih perlu dicermati. Sebenarnya kondisi ventilasi dalam ruang cukup memadai. Hampir
sepanjang dinding bagian luar dipasang jendela-jendala kaca yang luas, namun hampir semuanya
selalu dalam kondisi tertutup karena kait angin atau engsel jendela yang rusak. Di samping itu,
apabila jendela dibuka, maka debu kayu akan beterbangan akibat pengaruh aliran angin.
B. Kebisingan
Kebisingan di tempat kerja dapat mengurangi kenyamanan dan ketenangan kerja. Selain
gangguan pendengaran, kebisingan juga menimbulkan akibat lain seperti tekanan darah
meningkat, denyut jantung dipercepat, kontraksi pembuluh darah kulit, meningkatnya
metabolisme, menurunnya aktivitas alat pencernaan, tensi otot bertambah sehingga mempercepat
timbulnya kelelahan yang pada akhirnya menurunkan produktivitas kerja (Suma’mur, 1982; Vce,
1991; Grandjean, 1993). Di Indonesia, berdasarkan SE Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan
Koperasi no. : SE 01/Men/1978, nilai ambang batas (NAB) pendengaran apabila dikaitkan
dengan waktu papar yang direkomendasikan adalah seperti yang disajikan pada Tabel 6.3.
Tabel 6.3 menunjukkan bahwa untuk tingkat kebisingan ≥ 100 dB (A), waktu papar
maksimum adalah 15 menit (Labour Occupational Health Program U.C. Berkeley &
Maquiladora and Safety Support Network, 2000). Menurut Vce (1991), nilai intensitas
kebisingan di antara 70-80 dB (A) termasuk kategori mengganggu dan tidak nyaman untuk
melakukan percakapan, sementara intensitas kebisingan > 85 dB (A) dapat membahayakan
kesehatan, khususnya gangguan pendengaran. Untuk waktu papar 4 jam, maka NAB kebisingan
adalah ≤ 88 dB (A). Hasil studi pendahuluan pada bengkel kayu Jurusan Teknik Sipil PNB
menunjukkan bahwa intensitas kebisingan di empat sudut dan di tengah ruang berkisar antara 89
– 113 dB (A), dengan waktu papar terpanjang adalah 3 jam. Ini berarti bahwa intensitas
kebisingan yang ada dalam kategori yang sangat membahayakan kesehatan pekerja dan perlu
dilakukan tindakan korektif dengan segera.
C. Getaran
Reaksi setiap bagian tubuh terhadap getaran berbeda-beda dan yang paling peka adalah
mata. Getaran dengan akselerasi > 4 Hz akan menyebabkan gangguan kesehatan (Grandjean,
Jumlah Waktu Paparan per Hari Nilai Percepatan Pada Sumbu Yang Dominan
Kerja Meter/detik kuadrat Gravitasi
(m/dt2) (m/dt2)
2 jam dan kurang dari 4 jam 6 0,61
1 jam kurang dari 2 jam 8 0,81
Kurang dari 1 jam 12 1,22
Catatan : 1 gravitasi = 9,81 (m/dt 2)
Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2004.
Kombinasi antara kebisingan dan getaran juga dapat menimbulkan gangguan
pendengaran dan keseimbangan fungsi pendengaran (Bashiruddin, 2002).
D. Debu
Udara dengan kandungan debu, gas dan bahan kimia juga dapat meningkatkan risiko
timbulnya penyakit bagi pekerja yang terpapar. Penimbunan debu dalam paru dapat
mengakibatkan pneumokoniosis dan menyebabkan gangguan fungsi paru. Di samping ukuran
partikel debu, jenis kandungan zat dalam debu yang dihirup pada saat pernapasan juga dapat
mempengaruhi tingkat gangguan fungsi paru. Apabila kandungan debu, gas, dan bahan-bahan
kimia melampuai Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan, maka jelas merupakan salah
satu sumber penyakit bagi pekerja yang terkena paparan (Wright, 1991; Heryuni, 1991;
Debu di sekitar
tempat kerja
Gambar 6.8
Proses Produksi
Gambar 6.8 menunjukkan ruangan kerja yang penuh dengan serpihan dan debu kayu
yang sangat membahayakan kesehatan mahasiswa dan lingkungan sekitarnya. Untuk
mengendalikan efek paparan debu kayu tersebut, masing-masing mahasiswa sudah mendapatkan
masker untuk digunakan pada saat praktek, namun sebagian besar mahasiswa tidak
menggunakannya secara proporsional. Dari hasil wawancara diperoleh keterangan bahwa
mahasiswa merasa sulit bernafas apabila menggunakan masker. Hal ini terjadi kemungkinan
karena cara penggunaan yang tidak tepat atau kualitas bahan masker yang kurang memadai.
E. Penerangan
Kondisi penerangan di tempat kerja khususnya untuk pekerjaan yang dilakukan di
dalam ruang sangat penting untuk dicermati. Tingkat penerangan sangat berpengaruh
terhadap hasil kerja. Penerangan yang baik memungkinkan pekerja untuk dapat melihat
objek atau benda kerja secara jelas, cepat dan tanpa upaya tambahan yang tidak perlu
(Suma’mur, 1982). Penerangan yang baik juga akan meningkatka n kenyamanan serta
dapat meningkatkan produktivitas kerja. Hasil penelitian terhadap 15 perusahaan yang
dikutip oleh Sanders & McCormick (1987) menunjukkan bahwa dengan pengaturan
penerangan di tempat kerja yang memadai, mampu meningkatkan hasil kerja anta ra 4 –
35%. Sebaliknya penerangan yang kurang dapat menyebabkan gangguan pada fungsi
A
120 o B
100 u C
80 t
60 p
40 u
20 t
Jam Kerja
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 per hari
Gambar 6.9.
Antara Jatim. Menakertrans: Angka Kecelakaan Kerja Masih Tinggi Selasa, 15 Januari 2013
12:32 WIB. http://www.antarajatim.com/lihat/berita/102666/menakertrans-angka-
kecelakaan-kerja-masih-tinggi
Chong, Heap Yih dan Low, Thuan Siang. 2014. Accidents in Malaysian Construction Industry:
Statistical Data and Court Cases. International Journal of Occupational Safety and
Ergonomics (JOSE) 2014, Vol. 20, No. 3, 503–513
Copyright © International Labour Organization (ILO) and International Finance Corporation
(IFC) (2012) First published (2012). INDONESIA Baseline Report: Worker Perspectives
from the Factory and Beyond.
Dias, Luis Alves. 2009. Inspecting Occupational Safety and Health in the Construction Industry.
International Training Centre – International Labor Organization.
Kurkarni, G.K. 2007. Construction Industry: More needs to be done. Indian journal of
Occupational and Environmental Medicine. April 2007, Volume 11, Issue 1.
Manuaba, A. 1998. Safety Design to Prevent Accident and Injury – an Ergonomics Approach.
Bunga Rampai Ergonomi, Vol II. Denpasar : Program Studi Ergonomi – Fisiologi Kerja
Universitas Udayana.
Manuaba, A. 2000. Ergonomi, kesehatan dan keselamatan kerja. In : Sritomo Wingnyosoebroto
dan Stefanus Eko Wiranto. 2000. Proceeding Seminar Nasional Ergonomi 2000.
Surabaya : Guna Wijaya : 1- 4
Manuaba, A. 2003a. Total Ergonomics Approach to Enhance and Harmonize the Development
of Agriculture, Tourism and Small Scale Industry, with Special Reference to Bali.
Yogyakarta : National Congress and Seminar of the Indonesian Ergonomics Association
(PEI), 13 September 2003.
Manuaba, A. 2003c. Organisasi kerja, Ergonomi dan Produktivitas. Seminar Nasional
Ergonomi. Hotel Peninsula, Jakarta. 9 – 10 April 2003.
Philippines Statistic Authority. 2015. SAFETY AND HEALTH IN THE WORKPLACE.
LABSTAT Updates (Vol. 19 No. 14). September 2015.
Ramli, Soehatman. 2013. Smart Safety Panduan Penerapan SMK3 yang efektif. Dian
Rakyat:Jakarta