Anda di halaman 1dari 11

ASIA International Multidisciplinary Conference 2017

STRATEGIS IMPLEMENTASI KESEHATAN DAN KESELAMATAN


UNTUK MENINGKATKAN SISTEM MANAJEMEN KONSTRUKSI
KINERJA (KASUS DALAM PROYEK ARKAMANIK, INDONESIA)

Achmad H Sutawijayaa, Lenny C NawangsaribaPascasarjana,


Universitas Mercu Buana, Jakarta dan Indonesia
b
Magister Management, University Mercu Buana, Indonesia.
ahsuta69@gmail.com

Abstrak Pendahuluan dan penelitian masalah


Penerapan sistem manajemen kesehatan, keselamatan, dan lingkungan (K3L) di Indonesia masih belum diterapkan
secara optimal, hal ini karena budaya keselamatan belum mengakar di masyarakat. Kecelakaan yang terjadi pada
kegiatan konstruksi akan berdampak langsung pada keselamatan waktu konstruksi, kerugian produktivitas dan setiap
individu yang terlibat dalam pekerjaan tersebut. Kekhawatiran ini adalah tanggung jawab perusahaan yang harus
ditangani dengan penyampaian strategi manajemen mutu, kesehatan dan keselamatan dan lingkungan yang terintegrasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model implementasi strategis di bidang keselamatan dan kesehatan kerja
untuk meningkatkan kinerja khususnya pada kegiatan konstruksi. Pendekatan kualitatif dan filosofis merupakan metode
yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini berlokasi di area pembangunan SPOrT Jabar Arcamanik Indonesia
dengan melibatkan 10 (sepuluh) subjek penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kinerja
dalam manajemen konstruksi, sistem harus diintegrasikan dengan strategi manajemen keselamatan yang dikategorikan
dalam tiga sub bidang: struktur organisasi kebijakan, prosedur dan implementasi. Penerapan integrasi ini diharapkan
dapat membentuk budaya keselamatan dalam konteks perilaku dan lingkungan. Kesimpulannya, pelaksanaan proyek ini
akan meningkatkan kinerja dalam kegiatan konstruksi.

Kata kunci: implementasi strategis kesehatan dan keselamatan kerja, budaya keselamatan dan kinerja konstruksi

Pendahuluan
Saat ini, salah satu perhatian yang paling mendesak untuk industri konstruksi ini adalah keselamatan & kesehatan kerja
yang merupakan peningkatan masalah kecelakaan dan kesehatan (Pengacara, 2010). Industri konstruksi adalah bagian
atau keseluruhan rangkaian kegiatan yang menunjang kegiatan konstruksi mulai dari penyediaan barang yang
dibutuhkan untuk kegiatan konstruksi, penyerahan barang, sampai dengan pelaksanaan kegiatan konstruksi yang
meliputi beberapa kegiatan antara lain: sipil, arsitektural, mekanikal, elektrikal, dan tata kota. Kegiatan konstruksi
sendiri merupakan rangkaian kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang meliputi pekerjaan arsitektural,
sipil, mekanik, elektrikal dan tata kota beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik
lainnya.

Berikut adalah beberapa elemen yang terlibat dalam pelaksanaan proyek konstruksi:

Gambar 1. Pelaksanaan Proyek

Konstruksi Kegiatan konstruksi merupakan elemen penting dalam suatu pembangunan suatu konstruksi, namun elemen
ini memiliki tingkat kecelakaan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas lainnya. Kegiatan konstruksi
dapat menimbulkan beberapa dampak yang tidak diinginkan, terutama terhadap keselamatan kerja dan lingkungan.

Oleh karena itu, penerapan Health, Safety and Environment (HSE) yang baik dalam proyek konstruksi diperlukan dalam
kegiatan konstruksi untuk meminimalkan risiko yang timbul dari kegiatan konstruksi. Banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya kecelakaan kerja pada proyek konstruksi. Berdasarkan data, faktor-faktor tersebut adalah buruknya
implementasi HSE dalam manajemen, masalah anggaran pada implementasi HSE, pengorganisasian HSE yang tidak
efektif, tidak adanya reward atas implementasi HSE, dan minimnya
ASIA International Multidisciplinary Conference 2017

pengetahuan pekerjatentang HSE. Berdasarkan laporan yang dihasilkan oleh PT Jamsostek dari tahun 2000 hingga 2015,
kecelakaan kerja berfluktuasi setiap tahunnya. Misalnya, untuk tahun 2000 sampai 2007, jumlahnya berfluktuasi sekitar
98.000 sampai 105.000 kasus setiap tahun hingga menunjukkan penurunan yang cukup signifikan pada tahun 2008
dimana kecelakaan kerja turun menjadi 36.986 kasus (Anshori 2008). Berikut adalah data statistik kecelakaan kerja
periode 2007 - 2011 di Indonesia menurut ILO:

Tabel1. Statistik Kecelakaan Kerja di Indonesia, 2007 - 2011

Kerja
Kecelakaan
JumlahAsuransi
Masa Kecelakaan (Kasus) klaim

2011 99,491 505 Miliar


2010 98,711 401,2 Miliar
2009 96,314 328,5 Miliar
2008 94,736 297,9 Miliar 2007 83,714
219,7 Miliar

Angka kecelakaan kerja seperti tersebut di atas masih tergolong tinggi . Kecelakaan kerja dapat menimbulkan dampak
yang merugikan baik bagi pekerja maupun kontraktor. Bagi pekerja, kecelakaan kerja dapat menyebabkan cedera
(ringan atau berat), kecacatan bahkan kematian. Sedangkan bagi kontraktor, kecelakaan kerja dapat menimbulkan
kerugian finansial. Pengetahuan terkait kecelakaan kerja pada proyek konstruksi dapat dijadikan masukan untuk
langkah-langkah pencegahan kecelakaan kerja dan menunjukkan bahwa kecelakaan kerja akan merugikan pekerja dan
kontraktor.

Terkait dengan penerapan kesehatan, keselamatan dan lingkungan (HSE), penerapan sistem ini di lapangan masih
memiliki kekurangan dan kelemahan meskipun regulasi tentang hal tersebut telah dikeluarkan. Fenomena yang terkait
dengan penerapan HSE di industri proyek konstruksi adalah:
1. Kurangnya pengetahuan tentang HSE di komunitas pekerja proyek
2. Kurangnya perhatian dalam implementasi HSE saat ini
3. Budaya kerja yang tidak aman
4. Kurangnya kontrol terhadap implementasi HSE

Tentang Proyek Arcamanik


Sarana Pembinaan Olahraga Terpadu (SPOrT) Arcamanik merupakan salah satu sarana olah raga yang akan
dimanfaatkan untuk PON XIX / 2016 Jabar. Mulai tahun 2016, fasilitas yang dibangun antara lain lintasan atletik, area
voli pantai, lapangan baseball, gimnasium, dan gedung Youth Center.

LatarTeoritis
• BelakangOHSAS 18001. OHSAS - Seri Penilaian Kesehatan dan Keselamatan Kerja-18001 merupakan standar
internasional untuk penerapan SMK3. Sebagai standar, OHSAS 18001: 2007 tidak memuat prosedur implementasi.
Oleh karena itu, OHSAS 18001: 2007 dilengkapi dengan OHSAS 18002: 2008 sebagai prosedur pelaksanaan
OHSAS 18001: 2007. Standar OHSAS 18001 juga merupakan seperangkat standar yang selaras untuk diterapkan
dengan standar lain (ISO 9001, ISO 14001, dll. .) sehingga mudah untuk mengintegrasikan (Menggabungkan)
penerapan Standar OHSAS 18001 dengan standar lain (khususnya Standar ISO).

Tujuan OHSAS adalah untuk meningkatkan kondisi kesehatan kerja dan mencegah terjadinya potensi kecelakaan
kerja serta mencegah terjadinya potensi kecelakaan kerja karena kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi tetapi juga kerugian non-ekonomi seperti citra buruk perusahaan.
Komponen utama standar OHSAS 18001 dalam penerapannya di perusahaan antara lain: komitmen perusahaan
terhadap K3., Terdapat rencana program K3., Operasi dan Implementasi K3., Pemeriksaan dan tindakan korektif
atas penerapan K3 di perusahaan., Penilaian manajemen perusahaan terhadap kebijakan K3 untuk implementasi
berkelanjutan.

Pada tahap perencanaan, standar OHSAS 18001 memiliki persyaratan bagi organisasi untuk menetapkan hierarki
kontrol. Selama proses identifikasi bahaya, organisasi perlu mengidentifikasi apakah sudah ada kontrol dalam
organisasi dan apakah kontrol tersebut memadai untuk identifikasi bahaya. Saat menentukan kontrol atau membuat
perubahan pada kontrol yang sudah ada, organisasi perlu mempertimbangkan hierarki kontrol / kontrol bahaya.
Hierarki pengendalian bahaya pada dasarnya berarti prioritas dalam pemilihan dan pelaksanaan pengendalian yang
berkaitan dengan bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Konferensi Multidisiplin Internasional ASIA 2017

• Budaya keselamatan. Budaya keselamatan merupakan kombinasi dari banyak variabel terkait keselamatan, yang
dapat dikumpulkan ke dalam tingkat iklim keselamatan dan aktivitas keselamatan (Leo Falkner Johann Schneider
Josef Arnold, 2012). Ada juga yang mengatakan, Budaya kerja merupakan sekumpulan pola perilaku yang melekat
secara utuh pada setiap individu dalam suatu organisasi. Membangun budaya juga berarti meningkatkan dan
mempertahankan sisi positif, serta berusaha membiasakan proses perilaku tertentu untuk menciptakan bentuk baru
yang lebih baik.

Tujuan mendasar dari budaya kerja adalah untuk membangun sumber daya manusia sepenuhnya sehingga setiap
orang menyadari bahwa mereka berhubungan dengan sifat peran pelanggan, pemasok dalam berkomunikasi dengan
orang lain secara efektif dan efisien dan menarik. Budaya kerja berupaya mengubah komunikasi tradisional menjadi
perilaku manajemen modern, sehingga tertanam kepercayaan dan semangat kerja sama serta disiplin yang tinggi.

Tujuan budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), adalah agar pekerja sadar mengacu pada persyaratan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Oleh karena itu, setiap pekerja harus memiliki kesadaran untuk mengikuti
aturan atau instruksi yang diberikan demi keselamatannya. Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) di suatu
perusahaan sebagai bagian dari budaya organisasi perusahaan dapat dilihat dari tiga aspek yaitu:
1. Aspek psikologis pekerja terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) (Aspek psikologis, apa yang
dirasakan masyarakat, apa yang dipercaya). Aspek yang dirasakan seseorang sangat berkaitan dengan aspek
Personal (ORANG), seperti cara berpikir, nilai, pengetahuan, motivasi, harapan, dan lain sebagainya.
2. Aspek keselamatan kerja (aspek perilaku, apa yang dilakukan orang, apa yang dilakukan). Aspek tersebut terkait
erat dengan perilaku sehari-hari (PERILAKU), seperti perilaku sehari-hari di perusahaan, kebiasaan di K3 dan
sebagainya. 3. Aspek situasi atau organisasi dalam kaitannya dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
(Aspek situasional, apa yang dimiliki organisasi, apa yang dikatakan). Aspek tersebut erat kaitannya dengan situasi
lingkungan kerja (LINGKUNGAN) seperti apa yang dilakukan perusahaan / organisasi tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3), misalnya Sistem Manajemen K3, SOP, Komite K3, peralatan, lingkungan kerja, dan
sebagainya.
Ketiga aspek tersebut saling berinteraksi dan berinteraksi. Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang
kuat tentunya akan ditandai dengan kuatnya ketiga aspek tersebut.

• Pembangunan Berkelanjutan
Definisi Proyekadalah seperangkat kegiatan yang saling berhubungan dimana terdapat titik awal dan titik akhir
serta hasil tertentu, proyek biasanya bersifat lintas organisasi, membutuhkan berbagai keterampilan dari berbagai
profesi dan organisasi. Proyek konstruksi merupakan rangkaian kegiatan yang saling terkait untuk mencapai tujuan
tertentu (bangunan / konstruksi) dalam waktu, biaya dan kualitas tertentu. Proyek konstruksi selalu membutuhkan
sumber daya (manusia), material, mesin, metode, uang, informasi, dan waktu.
Saat ini proyek konstruksi sedang berkembang dalam pelaksanaan, dimana bangunan merupakan objek yang
paling mudah untuk pelaksanaan konstruksi berkelanjutan karena kontrol yang lebih muda dalam setiap tahapan
kegiatan. Dalam hal ini Manajer Proyek dalam suatu proyek konstruksi diposisikan untuk bertindak secara proaktif,
peduli terhadap lingkungan selama tahap konstruksi melalui penggunaan sumber daya alam yang efisien (konservasi
energi, air, udara, kelautan) dan meminimalkan limbah konstruksi.
Konstruksi berkelanjutan merupakan konsep yang ditawarkan oleh para pelaku industri konstruksi untuk
menjawab tantangan kebutuhan pembangunan berkelanjutan di bidang infrastruktur dan konstruksi. Pembangunan
berkelanjutan sendiri merupakan konsep pembangunan yang bertujuan untuk memberikan kualitas hidup yang lebih
baik bagi setiap orang saat ini dan untuk generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan mencakup tiga aspek
pembangunan, yaitu sosial, ekonomi dan lingkungan.
Industri konstruksi berperan dalam menyukseskan pembangunan berkelanjutan dengan membangun kualitas hidup
yang lebih baik dan lebih berdaya saing serta menguntungkan, memberikan kepuasan, kemudahan, dan nilai bagi
pemilik dan pengguna, menjaga lingkungan, dan meminimalkan penggunaan sumber daya dan energi. Dengan
demikian, konstruksi berkelanjutan akan mampu menciptakan dan mengoperasikan gedung-gedung yang ramah
lingkungan dengan penggunaan sumber daya alam yang efisien dan menggunakan desain yang berwawasan
lingkungan. Dalam hal ini industri konstruksi harus dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri dari berbagai proses
yang saling terkait mulai dari proses pemrograman, perencanaan, desain, konstruksi, pelaksanaan dan pemanfaatan,
pemeliharaan, dan dekonstruksi dengan banyak pihak terkait (rantai pasokan) Pengguna dan penyedia layanan .

Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai proses
investigasi dimana peneliti secara bertahap menginterpretasikan suatu fenomena sosial dengan cara membedakan,
membandingkan, menduplikasi, dan mengklasifikasikan objek penelitian (Miles dan Huberman, 1984 dalam Creswell,
2010: 292). Lebih lanjut Locke dll (1987) dalam Cresswell (2010: 292) menyatakan bahwa tujuan penelitian kualitatif
adalah untuk memahami situasi, peristiwa, kelompok atau interaksi sosial tertentu. Oleh karena itu, peneliti memutuskan
untuk menggunakan metode penelitian kualitatif karena dapat menjawab masalah dalam penelitian ini dengan lebih baik
sehingga data yang akan diperoleh lebih valid dan menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Peneliti menggunakan pendekatan post positivisme dalam penelitian ini. Peneliti ingin mengetahui lebih jauh
tentang implementasi strategi Health, Safety and Environment (HSE) dalam proyek konstruksi dengan membandingkan
teori yang ada dengan
ASIA International Multidisciplinary Conference 2017

dengan peristiwa aktual yang terjadi di lapangan. Peneliti melakukan analisis data dalam penelitian ini dengan Benjamin
O. Alli (2008), Prinsip dasar keselamatan dan kesehatan kerja sebagai dasar penelitian. Peneliti melakukan penelitian
pada salah satu proyek konstruksi SPOrT di Bandung, Jawa Barat Indonesia dengan sumber informasi Project manager,
Project construction management leader, HSE contractor dan HSE construction management. Data diperoleh dalam
penelitian ini melalui wawancara dengan narasumber yang didukung dengan beberapa implementasi proyek HSE.
Peneliti mengamati langsung proyek konstruksi tersebut, dilanjutkan dengan wawancara tidak terstruktur dengan
narasumber agar peneliti dapat menggali lebih banyak informasi terkait sistem, metode, program dan pelaksanaan proyek
HSE. Peneliti juga memeriksa beberapa dokumen yang mendukung penelitian seperti cetak biru, laporan dan hasil audit
yang dimiliki kontraktor.
Dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan dua dari tiga jenis triangulasi yaitu teknik pengumpulan data
dan triangulasi waktu. Peneliti melakukan wawancara, observasi dan dokumentasi pada satu sumber untuk mendapatkan
informasi yang lebih akurat tentang strategi HSE yang ada dalam proyek tersebut. Peneliti juga bertemu dengan sumber
dalam rentang waktu yang berbeda untuk mendapatkan informasi yang konsisten dari sumbernya.
Pada tahap penyajian data peneliti mengklasifikasikan data yang diperoleh sesuai dengan kategorinya atau
kebutuhan data itu sendiri. Hal ini dilakukan untuk memudahkan peneliti memahami strategi HSE yang ada dalam
proyek konstruksi. Peneliti menarik kesimpulan dari data yang diperoleh di lapangan setelah mengklasifikasikan data
tersebut sehingga peneliti dapat mendeskripsikan penerapan strategis HSE dalam proyek konstruksi dengan Benjamin O.
Alli (2008) dalam Prinsip-prinsip dasar keselamatan dan kesehatan kerja sebagai landasan teori dari penelitian ini.

Hasil
Penelitian ini menemukan bahwa implementasi strategis HSE dalam proyek konstruksi pada dasarnya adalah sebagai
berikut: 1. Struktur HSE dan pembuatan kebijakan yang berdasarkan OHSAS 18001, peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan HSE 2. Perencanaan dan pembuatan prosedur HSE yang terdiri dari: risiko
Identifikasi, penilaian risiko, skala prioritas, pengendalian risiko HSE, dan pembuatan sistem, prosedur dan program
kerja
3. Dalam pelaksanaannya dalam proyek terdapat pengendalian operasi untuk program
HSE 4. Evaluasi kinerja HSE dan pemeriksaan aktivitas mengacu pada aktivitas yang dilaksanakan. dari kegiatan
yang direncanakan
5. Penciptaan budaya keselamatan dalam proyek konstruksi
Ada 3 unsur dalam menciptakan budaya kerja aman yang saling terkait satu sama lain, yaitu pribadi, perilaku
dan lingkungan.

Dengan diterapkannya sistem ini pada proyek tersebut maka keberlanjutan HSE dalam proyek konstruksi akan
tercapai.

Gambar 2. Implementasi Strategi Kesehatan dan Keselamatan Kerja


ASIA International Multidisciplinary Conference 2017

Diskusi
a. Struktur dan Kebijakan
Terkait dengan struktur dan kebijakan HSE, pertama-tama perusahaan harus menetapkan
1. Kebijakan publik HSE di perusahaan dengan OHSAS 18001 sebagai fundamentalnya. Kebijakan HSE yang
ditetapkan harus mencakup: a. Komitmen untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja
b. Keberlanjutan HSE
c. Komitmen untuk menaati hukum dan kebijakan lain yang terkait dengan HSE
2. Struktur organisasi HSE untuk pelaksanaan HSE dan uraian tugas pada setiap lini organisasi 3.
Peraturan terkait HSE

Gambar 3. Struktur dan Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja b.

Perencanaan dan Prosedur

1. Identifikasi dan penilaian risiko


• Mengidentifikasi dan menilai potensi tingkat keparahan / kerugian / dampak yang ditimbulkan oleh
proyek konstruksi
• Menilai tingkat risiko konstruksi HSE terkait dengan tingkat keparahan
2. Skala Priotitas
Penerapan skala prioritas diterapkan berdasarkan tugas yang risiko HSE rendah, sedang dan tinggi dengan
penjelasan sebagai berikut: Prioritas 1 (risiko tinggi), prioritas 2 (risiko menengah), dan prioritas 3 (risiko
rendah). Jika tingkat risiko dinilai berisiko tinggi, maka tugas tersebut akan ditetapkan sebagai tugas prioritas 1.
3. Pengendalian risiko HSE. Bentuk pengendalian risiko diklasifikasikan menggunakan hierarki pengendalian risiko
di bawah ini: • Eliminasi: mendesain ulang alur kerja atau mengganti material yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan untuk meminimalkan atau menghilangkan risiko
• Pengganti: mengganti metode kerja dengan proses yang lebih aman atau materi dengan
risiko yang lebih rendah • Engineering: memodifikasi teknologi untuk menghindari
kecelakaan
• Administrasi: pengendalian melalui penerapan prosedur kerja secara aman.
• Menggunakan peralatan keselamatan pribadi: semua jenis peralatan keselamatan yang digunakan oleh
pekerja harus memenuhi standar minimal dan harus dipakai oleh pekerja tergantung pada tugasnya.
4. Pembuatan sistem, prosedur dan program kerja HSE
• Prosedur HSE dibuat berdasarkan cakupan tugas
• Program HSE meliputi: sumber daya, kerangka waktu, indikator pencapaian, pemantauan dan pihak
yang bertanggung jawab
• Program HSE dibuat dengan detail terkait dengan penanganan darurat di tempat kerja, pelatihan yang
sesuai dengan pengendalian risiko dan pertolongan pertama pada kecelakaan.

Gambar 4. Perencanaan dan Prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Sehubungan dengan Pemeriksaan dan Evaluasi Kegiatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja: • Kegiatan
pemeriksaan dan evaluasi kinerja K3 (K3) dilakukan mengacu pada kegiatan yang dilakukan dibandingkan
dengan perencanaan.
• Hasil pemeriksaan dan evaluasi kinerja K3 (K3) diklasifikasikan menurut kategori yang sesuai dan tidak
sesuai tolok ukur yang ditetapkan dalam Sasaran dan Program K3 (K3).
Konferensi Multidisiplin Internasional ASIA 2017

c. Implementasi Terhadap
implementasi HSE:
1. Implementasi program HSE
Pengendalian operasional dilakukan terhadap implementasi program HSE
2. Evaluasi dan Audit
• Aktivitas HSE Checking dan evaluasi kinerja dilaksanakan berdasarkan aktivitas yang akan dilakukan
bukan aktivitas yang telah direncanakan
• Hasil HSE Pengecekan dan evaluasi kinerja diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesesuaian pada
benchmark yang ditentukan oleh tujuan program HSE
• Jika ada hal yang tidak sesuai, termasuk jika terjadi kecelakaan di tempat kerja maka akan dilakukan
review terhadap program untuk memperbaiki masalah tersebut.

Gambar 5. Implementasi

Strategi Tata Kelola K3 K3 pada SPOrT Jabar Arcamanik Proyek Renovasiadalah:


1. Kebijakan K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang mengacu pada Regulasi baik di RI maupun Regulasi
Internasional.
2. Perencanaan dan Prosedur
K3 3. Pelaksanaan K3
4. Evaluasi dan Audit

d. Budaya Keselamatan
Budaya keselamatan dapat tercermin melalui perilaku, persepsi dan sikap manusia. Persepsi dan sikap, perilaku dan
manajemen sistem merupakan elemen yang digabungkan untuk membentuk budaya keselamatan di tempat kerja.
Budaya keselamatan merupakan perilaku kolektivis dalam suatu organisasi yang seiring berjalannya waktu menjadi pola
dan kebiasaan bagi mereka yang berada di dalam organisasi tersebut. Budaya keselamatan adalah seperangkat asumsi
dan praktik terkait untuk meyakinkan masyarakat bahwa jaminan keselamatan yang akan
dikembangkan. Budaya keselamatan adalah lingkungan tempat orang melakukan pekerjaannya dengan aman dan
menciptakan pola perilaku yang dipelajari bersama dan berkelanjutan. (misalnya Zohar, 1980; Brown dan Holmes, 1986;
Dedobbeleer dan Beland, 1991). Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa budaya keselamatan dapat dibentuk pada
derajat perilaku apapun. Ketika seseorang memutuskan untuk bertindak dengan aman, mereka bertindak dan berpikir
bahwa lingkungannya aman dan mereka mencoba menyesuaikan perilakunya ke dalamnya.
• Aspek pertama, apa yang dipersepsikan seseorang berkaitan dengan aspek personal seperti cara berpikir, nilai,
pengetahuan, motivasi, harapan dan lain-lain
• Aspek kedua terkait dengan perilaku sehari-hari seperti perilaku sehari-hari di tempat kerja, perilaku di K3L
dan lain-lain. . • aspek ketiga terkait sangat dengan lingkungan kerja seperti apa organisasi memiliki sekitar
HSE misalnya, sistem manajemen HSE, SOP, HSE panitia, alat, lingkungan kerja dll
• ketiga asafetyspects terkait, berinteraksi dan influeced satu sama lain

Keselamatan Kepatuhan dijabarkan sebagai kegiatan utama yang perlu dilaksanakan oleh setiap individu untuk
menjaga keselamatan di tempat kerja, seperti mengikuti prosedur operasi standar dan mengenakan perlengkapan
keselamatan diri. Sedangkan safety participant mengacu pada perilaku tidak langsung yang berkontribusi terhadap
keselamatan individu tetapi juga dapat mengembangkan lingkungan yang mengedepankan keselamatan seperti menjadi
sukarelawan dalam kegiatan prosedur keselamatan.
ASIA International Multidisciplinary Conference 2017

Gambar 6. Budaya Keselamatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3L)

Perilaku yang konsisten terhadap standar yang disepakati harus ditunjukkan dengan perilaku keselamatan yang
baik dan ini harus dipertimbangkan dalam evaluasi kinerja. Pembentukan budaya keselamatan yang baik dapat
mengontrol dan meminimalkan biaya konstruksi dan meningkatkan efisiensi operasional yang berkelanjutan dalam
jangka panjang. Mengubah budaya keselamatan merupakan strategi jangka panjang untuk membangun bisnis yang
berkelanjutan.

e. Strategi Keberlanjutan Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Ada tiga manfaat utama yang dapat dihadirkan dalam kerangka Kesehatan dan Keselamatan Kerja; Manfaat Ekonomis,
Lingkungan dan Sosial. Dengan memaksimalkan praktik ini, perusahaan memiliki potensi besar untuk bertahan di
industrinya.
Merujuk pada gambar 2 di atas merupakan model tata kelola keselamatan dan kesehatan kerja yang terjadi
pada perusahaan konstruksi yang terbagi dalam 4 tahapan. Tahap pertama disebut tahap perencanaan, dimana pada tahap
ini organisasi yang akan melaksanakan OHSAS 18001 berbasis OHSAS harus memahami standar internasional atau
standar internasional ILO. ILO dibentuk dengan tujuan mempromosikan keadilan sosial bagi masyarakat di seluruh
dunia, khususnya pekerja.
Tahap kedua adalah tahap integrasi. Pada tahap ini dalam banyak kasus pengintegrasian sistem manajemen
standar merupakan penggabungan elemen-elemen dari berbagai sistem dan hasil penggabungan dikatakan sebagai suatu
sistem yang terintegrasi. Integrasi sejati tidak hanya menggabungkan elemen umum ke dalam satu sistem tetapi
bagaimana organisasi dapat mendorong proses integrasi lebih jauh dengan melibatkan pembaca, proses review dan
pendekatan sistem sehingga sistem benar-benar terintegrasi dalam sistem Dan terintegrasi penuh ke dalam organisasi
operasi bisnis. Untuk mendapatkan sistem terintegrasi yang tepat, fokus sistem manajemen harus difokuskan pada
karyawan yang menjadi pelaksana sistem dalam organisasi. Integrasi komponen sistem manajemen difasilitasi ketika
karyawan yang bekerja dalam suatu organisasi bertanggung jawab langsung atas masalah kualitas, lingkungan dan
keselamatan, serta kesehatan kerja. Integrasi sistem manajamen di tingkat pekerja akan mengurangi kebingungan pekerja
yang sering terjadi ketika berhadapan dengan multistandar dari berbagai sistem.
Tahap ketiga adalah tahap instalasi. Tahapan ini merupakan prosedur yang tersusun secara sistematis untuk
menerapkan aturan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan agar pekerjaan berlangsung dengan aman, tertib, efektif
dan efisien. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menghindari kesalahan dan kelalaian pelaksana, pengawas dan
penanggung jawab / koordinator kerja serta mencegah terjadinya kecelakaan personil. Pada tahap ini dimulai dari
perencanaan dan prosedur. Dalam OHSAS 18001 Sistem Manajemen OHSAS adalah perencanaan (planning). OHSAS
18001 mengharuskan organisasi untuk menetapkan prosedur perencanaan yang baik. Tanpa perencanaan, hasil sistem
tidak maksimal. Perencanaan ini tidak berkesinambungan dan implementasi kebijakan K3 yang telah ditetapkan oleh
manajemen puncak dengan memperhatikan hasil audit yang pernah dilakukan dan masukan dari berbagai pihak termasuk
hasil pengukuran kinerja K3. Hasil perencanaan ini kemudian menjadi masukan dalam pelaksanaan dan pengoperasian
K3. Perencanaan K3 yang baik, dimulai dengan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan penentuan pengendalian. Dalam
melakukannya, pertimbangan harus diberikan pada berbagai persyaratan K3 yang berlaku untuk organisasi serta
persyaratan lain seperti standar industri, kode atau pedoman yang berkaitan atau berlaku untuk organisasi. Dari hasil
perencanaan, tujuan K3 yang ingin dicapai dan program kerja untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Kesimpulan
OHSAS 18001 dan OHSAS (OHSAS) Model Safety Management and Work Safety Strategy disesuaikan dengan kondisi
proyek konstruksi di Indonesia. Manajemen sistem HSE adalah manajemen sistem yang terintegrasi untuk menjalankan
dan mengembangkan regulasi HSE yang telah ditetapkan oleh perusahaan, serta untuk memitigasi risiko yang berpotensi
terjadi di perusahaan. Untuk meningkatkan standar keselamatan di industri konstruksi, standar minimal yang harus
diterapkan adalah standar kesehatan dan keselamatan kerja (OHSAS) dan ini tidak bisa ditawar. OHSAS menyediakan
struktur yang baik bagi perusahaan konstruksi untuk mencapai tujuan perusahaan secara efisien dan efektif melalui
bimbingan, pergerakan dan pengendalian aktivitas yang baik pada mereka yang terlibat dalam kerja tim.
ASIA International Multidisciplinary Conference 2017

Ucapan Terima Kasih


Penulis mengucapkan terima kasih kepada Project Manager Pengembangan Sarana Olahraga Terpadu (Olahraga) Jawa
Barat, di Arcamanik, PON XIX / 2016.

Referensi:

Anshori A (2008). PT. Halaman Beranda JAMSOSTEK. 27 Februari 2008. Diakses 16 September 2014
http://www.jamsostek.co.id/info/berita.php?id=105.

Anizar (2012). Keselamatan Teknis dan Kesehatan Kerja di Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Brown, RL dan Holmes, H. (1986). Penggunaan prosedur analitik faktor untuk menilai validitas model iklim
keselamatan karyawan, Analisis dan Pencegahan Kecelakaan, 18, 445 ± 470.

Benjamin O. Alli (2008) Prinsip dasar kesehatan dan keselamatan kerja, edisi kedua, Organisasi Perburuhan
Internasional, ISBN 978-92-2-120454-1, Terbitan pertama

Creswell JW (2010). Desain penelitian. Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Campuran. Edisi tiga. Pustaka
Pelajar.Yogyakarta

Dedobbeleer, N. dan Beland, F (1991). Ukuran iklim keselamatan untuk lokasi konstruksi, Journal of Safety Research,
22, 97 ± 103.

ILO. (1962). Ensilopedia Kesehatan dan Keselamatan Kerja: Jenewa.

ILO. (1989). Ensilopedia Kesehatan dan Keselamatan Kerja: Jenewa.

ILO. (2013). Kesehatan dan Keselamatan di Tempat Kerja untuk Produktivitas. Jenewa: Kantor

Perburuhan Internasional. Milles, MB dan Huberman, MA, (1984) Analisis Data Kualitatif, London:

Sage Publication

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 50, 2012, Penyelenggaraan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.

Undang-Undang No. 1 Tahun (1970) Tentang Keselamatan Kerja.

Pengacara, M. (Produser). (2011) Industri konstruksi memimpin statistik pada sebagian besar kecelakaan kerja.
Kecelakaan Kerja. diambil dari http://www.worksaccident.co.uk/workplace-accident/construction-industry-leads-
statistics-on mostworkplace-accidents

Zohar, D. (1980). Iklim keselamatan dalam organisasi industri: Implikasi teoretis dan terapan, Journal of
Applied Psychology, 65 (1), 96 ± 102.
ASIA Internasional Multidisiplin Conference 2017

Dokumentasi Lampiran

ASIA Internasional Multidisiplin Conference 2017


Konferensi Multidisiplin Internasional ASIA 2017

Anda mungkin juga menyukai