Anda di halaman 1dari 47

ANALISIS PELAKSANAAN TEKNIK JOB SAFETY ANALYSIS (JSA) DALAM

IDENTIFIKASI BAHAYA DI TEMPAT KERJA PADA PROYEK PEMBANGUNAN LIGHT


RAPID TRANSIT CAWANG JAKARTA PT X TAHUN 2017

OLEH :
BADARUDIN
NIM : 20160301373

PROGRAM STUDI KESEHATAN KESELAMATAN KERJA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA 2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam beberapa tahun terakhir pembangunan nasional kita mengalami

perkembangan yang sangat pesat dan mengagumkan. Sentra-sentra industri,

pembangunan gedung dan industri transportasi semakin meningkat. Karena itu banyak

negara lain menilai negara Indonesia sebagai salah satu kekuatan ekonomi di kawasan

Asia Tenggara yang berpeluang menjadi negara industri (Ramli,2010).

Namun harus disadari, bahwa kemajuan di sektor industri harus diimbangi dengan

faktor kualitas SDM pekerja yang kreatif dan inovatif. Untuk itu diperlukan perbaikan

syarat-syarat kerja serta perlindungan tenaga kerja menuju peningkatan kesejahteraan

ketenagakerjaan tenaga kerja yang sesuai dengan Undang-undang No.13 Tahun 2013

pada pasal 86 dan 87 tentang perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja terdahap

tenaga kerja. Perusahaan wajib menerapkan system manajemen kesehatan dan

keselamatan kerja (SMK3) pada perusahaannya apabila perusahaan tersebut

memperkerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 orang dan memiliki potensi bahaya

tinggi sesuai dengan peraturan pemerintah no. 50 tahun 2012 pada pasal 5 ayat (1) dan (2)

(Himaningrum, 2011).

Tenaga kerja atau SDM merupakan salah satu aset yang harus dilindungi

keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terhadap potensi bahaya yang dapat ditimbulkan

akibat bekerja. Pencegahan kecelakaan dapat dipelajari dari kecelakaan itu sendiri dan

kecelakaan yang hampir terjadi. Dengan menginvestigasi setiap kejadian, sehingga dapat

mengetahui penyebab kecelakaan dan dapat menentukan langkah untuk pencegahannya

atau memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan (Ramli, 2010).

1
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak hanya menjadi kepentingan pekerja

namun juga menjadi kepentingan dunia usaha. Secara global, ILO memperkirakan sekitar

337 juta kecelakaan kerja terjadi tiap tahunnya yang mengakibatkan sekitar 2,3 juta

pekerja kehilangan nyawa. Sementara itu data PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja

(Jamsostek) memperlihatkan bahwa sekitar 0,7 persen pekerja Indonesia mengalami

kecelakaan kerja yang mengakibatkan kerugian nasional mencapai Rp 50 triliun (ILO,

2013).

Potensi bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja tersebut dapat berasal

dari berbagai kegiatan atau aktivitas dalam pelaksanaan operasi atau juga berasal dari luar

proses kerja (Tarwaka, 2008). Oleh karena itu penerapan program keselamatan dan

kesehatan kerja berupa penerapan sistem manajemen K3 yang diantaranya melalui

identifikasi bahaya dan rekomendasi tindakan pengendalian efektif sehingga dapat

menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, bebas dari kecelakaan,

kebakaran, peledakan, pencemaran lingkungan akibat kerja (Tifa, 2010).

Program dikatakan berhasil jika pelaksanaannya sesuai dengan petunjuk dan

ketentuan pelaksanaan yang dibuat oleh pembuat program yang mencakup antara lain

cara pelaksanaan, agen pelaksana, kelompok sasaran dan manfaat program. Sedangkan

pada perspektif hasil, program dapat dinilai berhasil manakala program membawa

dampak seperti yang diinginkan. Suatu program mungkin saja berhasil dilihat dari sudut

proses, tetapi boleh jadi gagal ditinjau dari dampak yang dihasilkan, atau sebaliknya

(Akib dan Tarigan, 2011).

Selain itu keberhasilan sebuah program juga harus didukung oleh sistem yang

komplek dan saling berhubungan.

Menurut Azwar (1997) sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang

berhubungan dan membentuk satu kesatuan yang majemuk, dimana masing-masing

bagian bekerja sama secara bebas dan terkait untuk mencapai sasaran kesatuan dalam
2
suatu situasi yang majemuk pula. Sistem dapat disebut pula suatu kesatuan yang utuh dan

terpadu dari berbagai elemen yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan

sadar dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bagian atau elemen

tersebut banyak macamnya, yang jika disederhanakan dapat dikelompokkan menjadi

enam unsur yaitu masukan (input), proses, keluaran (output), umpan balik, dampak dan

lingkungan.

Penerapan pendekatan sistem ini dapat membantu mencapai suatu efek sinergitis

dimana tindakan-tindakan berbagai bagian yang berbeda dari sistem tersebut bila

dipersatukan akan memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan terpisah bagian demi

bagian. Pendekatan sistem dapat dihubungkan dengan analisis kondisi fisik (misalnya:

sistem tata surya, rakitan mesin), dapat dihubungkan dengan analisis biotis (misalnya:

jaring-jaring ekologis, koordinasi tubuh manusia), dan dapat dihubungkan dengan analisis

gejala sosial (misalnya: kehidupan ekonomis, gejala pendidikan, pola nilai hidup)

(Maulana, 2010).

Hal ini juga dikemukakan oleh Carol Baker dalam jurnal manajemen pelayanan

kesehatan yang ditulis oleh Ayuningtyas (2008), bahwa penentuan kebijakan atau

program merupakan sebuah sistem yang tidak lepas dari keadaan di sekitarnya yaitu

semua faktor-faktor sosial, politik, ekonomi, sejarah dan pengaruh faktor lainnya. Selain

itu komponen, proses, alokasi sumber daya, aktor dan kekuasaan merupakan faktor yang

berperan pada penetapan kebijakan atau program sebagai sebuah sistem.

Berdasarkan teori Loss Causation Model yang ditemukan oleh Bird and Germain

bahwa, manajemen K3 merupakan salah satu pencegahan dan mengontrol kecelakaan

dengan cepat sebelum menjadi situasi yang lebih kompleks karena adanya kemajuan

teknologi. Selain itu mereka mengembangkan teori domino yang diperbaharui dan

dianggap bahwa manajemen K3 berhubungan dengan penyebab dan efek kerugian dari

kecelakaan (Bird, 1989).


3
Kecelakaan terjadi dikarenakan terdapat penyebabnya. Untuk itu diperlukan

dalam mengetahui penyebab terjadinya suatu kecelakaan dengan meminimalisir potensi

bahaya terjadinya kecelakaan. Faktor yang menyebabkan kecelakaan adalah pekerja atau

manusia, alat/mesin dan lingkungan kerja yang dikendalikan oleh manajemen. Program

K3 merupakan salah satu cara untuk mengurangi terjadinya kecelakaan kerja dan

meminimalisir potensi bahaya kerja (Ramli, 2010).

PT. Nindya Karya merupakan perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi

proyek pembangunan light rapid transit (LRT) Cawang di sepanjang Jalan MT Haryono

sisi selatan. berlokasi di jalan cawang - MT haryono Hingga Tugu Pancoran Sepanjang

740 meter proyek ini juga sudah memiliki program K3.

Besarnya potensi bahaya yang ada tersebut, maka PT X membuat sebuah program

safety yang bertujuan untuk mengidentifikasi, menilai, mengurangi, mengendalikan atau

menghilangkan risiko-risiko yang terkait dengan pekerjaan. Program ini terdiri dari 8

prosedur, yaitu wewenang menghentikan pekerjaan, analisa bahaya, SOP kualifikasi,

access control, PPE (Personal Protective Equipment), MSDS (Material Safety Data

Sheet), housekeeping, izin kerja dan standar bekerja yang aman lainnya. JSA merupakan

salah satu komponen dalam prosedur analisa bahaya yang bertujuan untuk

mengidentifikasi, menghilangkan atau mengurangi potensi risiko sebelum melakukan

pekerjaan. Prosedur analisa bahaya ini terdiri dari fase perencanaan yaitu fase

menentukan pekerjaan dan risiko bahaya yang mungkin ada, fase perijinan yaitu fase

pembuatan, penyertaan dan pelaksanaan JSA saat akan bekerja, dan fase pelaksanaan

yaitu saat pekerja melakukan “berpikir bebas insiden” dalam melakukan setiap pekerjaan.

(PT X, 2017).

Berdasarkan data statistik insiden yang dimiliki PT X, terjadi penurunan

angka kecelakaan kerja pada PT X dalam tiga tahun terakhir ini. Dengan persentase
4
74,2 % tahun 2014, 57,6 % tahun 2015 dan 33,33 % tahun 2016, namun demikian

angka kecelakaan kerja pada pekerjaan rutin dan sering dimonitoring masih terjadi

yaitu pekerjaan yang dianggap tugas sehari-hari pada operasi dan perawatan serta

bukan merupakan pekerjaan yang berisiko tinggi (confined space, hot work,

excavation, lifting rigging dan isolasi energy) (PT X, 2017).

86 % disebabkan karena kesalahan dalam proses dan kurangnya kepatuhan

pelaksanaan JSA di lapangan. Hal ini juga terlihat pada studi pendahuluan yang telah

dilakukan, ketidakpatuhan pelaksanaan JSA ini dapat berupa JSA tidak didiskusikan

kembali saat akan memulai pekerjaan, JSA tidak dibuat sesuai dengan kondisi

lapangan, pekerja tidak membaca JSA kembali saat akan melakukan pekerjaan dan

kurangnya monitoring dari pengawas saat pekerja melakukan pelaksanaan JSA di

lapangan sehingga pekerja menjadi kurang memiliki komitmen dan motivasi dalam

melakukan implementasi

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengamati gambaran pelaksanaan

teknik Job Safety Analysis (JSA) dalam identifikasi bahaya di tempat kerja yang dilakukan

pada proyek pembangunan light rapid transit (LRT) Cawang Jakarta PT. X

1.2 Rumusan Masalah

86 % disebabkan karena kesalahan dalam proses dan kurangnya kepatuhan

pelaksanaan JSA di lapangan. Hal ini juga terlihat pada studi pendahuluan yang telah

dilakukan, ketidakpatuhan pelaksanaan JSA ini dapat berupa JSA tidak didiskusikan

kembali saat akan memulai pekerjaan, JSA tidak dibuat sesuai dengan kondisi

lapangan, pekerja tidak membaca JSA kembali saat akan melakukan pekerjaan dan

kurangnya monitoring dari pengawas saat pekerja melakukan pelaksanaan JSA di

lapangan sehingga pekerja menjadi kurang memiliki komitmen dan motivasi dalam

melakukan implementasi.

5
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengamati gambaran pelaksanaan

teknik Job Safety Analysis (JSA) dalam identifikasi bahaya di tempat kerja yang dilakukan

pada proyek pembangunan light rapid transit (LRT) Cawang Jakarta PT. X

1.3 Pertanyaan Penelitian

a) Bagaimana gambaran pelaksanaan teknik Job Safety Analysis (JSA) dalam

identifikasi bahaya di tempat kerja yang dilakukan pada proyek pembangunan

light rapid transit (LRT) Cawang Jakarta PT. X ?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran pelaksanaan teknik Job Safety Analysis (JSA)

dalam identifikasi bahaya di tempat kerja yang dilakukan pada proyek

pembangunan light rapid transit (LRT) Cawang Jakarta PT. X.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran input pelaksanaan teknik Job Safety Analysis

(JSA) dalam identifikasi bahaya di tempat kerja yang dilakukan pada

proyek pembangunan light rapid transit (LRT) Cawang Jakarta PT. X.

2. Mengetahui gambaran proses pelaksanaan teknik Job Safety Analysis

(JSA) dalam identifikasi bahaya di tempat kerja yang dilakukan pada

proyek pembangunan light rapid transit (LRT) Cawang Jakarta PT. X.

3. Mengetahui gambaran output pelaksanaan teknik Job Safety Analysis

(JSA) dalam identifikasi bahaya di tempat kerja yang dilakukan pada

proyek pembangunan light rapid transit (LRT) Cawang Jakarta PT. X.

4. Mengetahui gambaran feedback dalam pelaksanaan teknik Job Safety

Analysis (JSA) dalam identifikasi bahaya di tempat kerja yang dilakukan

pada proyek pembangunan light rapid transit (LRT) Cawang Jakarta PT. X
6
1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti lain

yang akan melakukan penelitian sejenis terkait pelaksanaan teknik Job Safety

Analysis (JSA) dalam identifikasi bahaya di tempat kerja.

1.5.2 Bagi Institusi

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi

tambahan bagi civitas akademik Prodi Kesehatan Masyarakat Universitas Esa

Unggul Jakarta. Terutama mengenai pelaksanaan teknik Job Safety Analysis

(JSA) dalam identifikasi bahaya di tempat kerja pada proyek pembangunan

light rapid transit (LRT) Cawang Jakarta.

1.5.3 Bagi Perusahaan dan Business Project

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi informasi dan rekomendasi

kepada perusahaan dan mitra kerja sebagai bahan pertimbangan memperbaiki

pelaksanaan teknik Job Safety Analysis (JSA) dalam identifikasi bahaya di

tempat kerja yang dilakukan pada proyek pembangunan light rapid transit

(LRT) Cawang Jakarta secara umumnya.

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif untuk menggali

informasi mengenai gambaran pelaksanaan teknik Job Safety Analysis (JSA)

dalam identifikasi bahaya di tempat kerja yang dilakukan pada proyek

pembangunan light rapid transit (LRT) Cawang Jakarta Tahun 2017.

Penelitian ini dilakukan di area proyek pembangunan light rapid transit

(LRT) Cawang Jakarta Pada Bulan November – Desember 2017. Subjek dari

kegiatan penelitian ini adalah HES Spesialist, pengawas pada 3 bagian


7
(process plant, maintenance dan lex plant) dan pekerja pada 3 bagian

(operator plant, driver dan helper vacuum truck, pekerja chemical, dan

pekerja maintenance). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data primer dan data sekunder. Ada tiga teknik yang digunakan dalam

pengumpulan data yaitu pengamatan lapangan, wawancara mendalam dan

analisis dokumen.

Penelitian ini dilakukan karena 86 % kecelakaan kerja pada proyek

pembangunan light rapid transit (LRT) Cawang Jakarta PT X . disebabkan

karena kesalahan dalam proses dan kurangnya kepatuhan pelaksanaan JSA di

lapangan. Hal ini juga terlihat pada studi pendahuluan yang telah dilakukan,

ketidakpatuhan pelaksanaan JSA ini dapat berupa JSA tidak didiskusikan

kembali saat akan memulai pekerjaan, JSA tidak dibuat sesuai dengan

kondisi lapangan, pekerja tidak membaca JSA kembali saat akan melakukan

pekerjaan dan kurangnya monitoring dari pengawas saat pekerja melakukan

pelaksanaan JSA di lapangan. Pada penelitian ini informasi mengenai

gambaran pelaksanaan teknik Job Safety Analysis (JSA) dalam identifikasi

bahaya di tempat kerja yang dilakukan pada proyek pembangunan light rapid

transit (LRT) Cawang Jakarta Tahun 2017 . dianalisis berdasarkan

pendekatan sistem yaitu input, proses, output dan feedback.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 IDENTIFIKASI BAHAYA

Identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam mengembangkan

manajemen risiko K3. Identifikasi bahaya adalah untuk menjawab pertanyaan apa

potensi bahaya yang dapat terjadi atau menimpa organisasi/perusahaan dan

bagaimana terjadinya. Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk

mengetahui adanya bahaya dalam aktivitas organisasi (Ramli, 2010).

Sejalan dengan proses manajemen risiko, OHSAS 18001 mensyaratkan

prosedur identifikasi hazard dan penilaian risiko sebagai berikut:

1. Mencakup seluruh kegiatan organisasi baik kegiatan rutin maupun non rutin.

Tujuannya agar semua hazard yang ada dapat diidentifikasi dengan baik,

termasuk hazard yang dapat timbul dalam kegiatan non rutin seperti

pemeliharaan, proyek pengembangan, dan lainnya.

2. Mencakup seluruh aktivitas individu yang memiliki akses ke tempat kerja.

Maka dari itu, identifikasi hazard juga mempertimbangkan keselamatan

pihak luar organisasi seperti kontraktor, pemasok, dan tamu.

3. Perilaku manusia, kemampuan, dan faktor manusia lainnya. Faktor manusia

harus dipertimbangkan ketika melakukan identifikasi hazard dan penialaian

risiko. Manusia dengan perilaku, kemampuan, pengalaman, latar belakang

pendidikan, dan sosial memiliki kerentanan terhadap keselamatan. Perilaku

yang kurang baik mendorong terjadinya tindakan berbahaya yang dapat mengarah

terjadinya insiden.

9
4. Identifikasi semua hazard yang berasal dari luar tempat kerja karena dapat

menimbulkan efek terhadap kesehatan dan keselamatan manusia yang

berada di tempat kerja.

5. Hazard yang timbul di sekitar tempat kerja dari aktivitas yang berkaitan

dengan pekerjaan yang berada di bawah kendali organisasi. Sumber hazard

tidak hanya berasal dari internal organisasi tetapi juga bersumber dari sekitar

tempat kerja. Sebagai contoh, kemungkinan penjalaran api, gas, suara, dan

debu dari aktivitas yang berada di luar lokasi kerja. Faktor eksternal ini

harus diidentifikasi dan dievaluasi.

6. Mencakup seluruh infrastruktur, peralatan, dan material di tempat kerja,

baik disediakan oleh organisasi atau pihak lain.

7. Perubahan dalam organisasi, kegiatan, atau material.

8. Setiap perubahan atau modifikasi yang dilakukan dalam organisasi.

Perubahan sementarapun harus memperhitungkan potensi hazard K3 dan

dampaknya terhadap operasi, proses, dan aktivitas.

9. Setiap persyaratan legal yang berlaku berkaitan dengan pengendalian risiko

dan implementasi pengendalian yang diperlukan.

10. Rancangan lingkungan kerja, proses, instalasi, mesin, peralatan, prosedur

operasi, dan organisasinya. Termasuk juga kemampuan manusia.

Syarat-syarat menurut OHSAS 18001 ini bertujuan untuk memastikan

bahwa identifikasi hazard dilakukan secara komprehensif dan rinci sehingga

semua peluang hazard dapat diidentifikasi.

Identifikasi hazard yang dilakukan seadanya tidak mampu menjangkau

hazard yang lebih rinci. Untuk membantu upaya identifikasi hazard,

dikembangkan berbagai metoda mulai dari yang sederhana sampai yang

kompleks.
10
Adapun data-data untuk mengidentifikasi bahaya dapat diperoleh dari :

1) Survei peninjauan tempat kerja, untuk mengidentifikasi sumber- sumber

bahaya. Secara khusus survei akan bermanfaat bilamana dilakukan

dengan melibatkan personil senior, dan untuk proses kerja yang sangat

kompleks, bila diperlukan dapat menggunakan tenaga ahli dari luar.

2) Data statistik keselamatan kerja yang berhubungan dengan tempat kerja

harus di tinjau ulang untuk membantu daerah proses pengidentifikasian

masalah.

3) Evaluasi proses kerja dapat digunakan untuk menentukan dan

mengevaluasi tugas yang berhubungan dengan proses kerja dimana hal

ini akan berguna untuk melihat bahaya tersebut.

4) Konsultasi dengan karyawan adalah salah satu hal paling mudah dan

efektif dalam proses pengidentifikasian bahaya di tempat kerja. Hal ini

karena karyawan paling mengetahui karakteristik tempat kerja mereka.

5) MSDS (Material Safety Data Sheet) adalah hal penting sebagai sumber

informasi yang berkaitan dengan bahan-bahan kimia berbahaya.

6) Praktisi dan representative khusus dari asosiasi ahli K3, SPSI dan badan

pemerintah kemungkinan dapat membantu untuk menyumbang saran

dalam mendapatkan informasi K3 yang relevan dengan risiko dan

kecelakaan di tempat kerja.

2.1.1 TUJUAN IDENTIFIKASI BAHAYA

Menurut Ramli (2010), identifikasi bahaya merupakan landasan dari

program pencegahan kecelakaan atau pengendalian risiko. Identifikasi

bahaya memberikan berbagai manfaat antara lain :

11
a. Mengurangi peluang kecelakaan

Identifikasi bahaya dapat mengurangi peluang terjadinya

kecelakaan, karena identifikasi bahaya berkaitan dengan faktor

penyebab kecelakaan. Dengan melakukan identifikasi bahaya

maka berbagai sumber bahaya yang merupakan pemicu

kecelakaan dapat diketahui dan kemudian dihilangkan sehingga

kemungkinan kecelakaan dapat ditekan.

b. Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak (pekerja-

manajemen dan pihak terkait lainnya) mengenai potensi bahaya

dari aktivitas perusahaan sehingga dapat meningkatkan

kewaspadaan dalam menjalankan operasi perusahaan.

Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi

pencegahan dan pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan

mengenal bahaya yang ada, manajemen dapat menentukan skala

prioritas penanganannya sesuai dengan tingkat risikonya

sehingga diharapkan hasilnya akan lebih efektif.

c. Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber

bahaya dalam perusahaan kepada semua pihak khususnya

pemangku kepentingan. Dengan demikian mereka dapat

memperoleh gambaran mengenai risiko suatu usaha yang akan

dilakukan.

2.1.2 TEKNIK IDENTIFIKASI BAHAYA

Organisasi harus menetapkan metode identifikasi hazard yang akan

dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa aspek antara lain (Ramli,

2010):
12
a. Lingkup identifikasi hazard yang dilakukan.

b. Bentuk identifikasi hazard, misalnya kualitatif atau kuantitatif.

c. Waktu pelaksanaan identifikasi hazard, misalnya di awal proyek,

pada saat operasi, pemeliharaan, atau modifikasi sesuai dengan

siklus atau daur hidup organisasi.

Metode identifikasi hazard harus bersifat proaktif atau prediktif sehingga

dapat menjangkau seluruh hazard baik yang nyata maupun yang bersifat potensial.

Teknik idetifikasi hazard ada berbagai macam yang dapat diklasifikasikan atas:

a. Teknik pasif

Bahaya dapat dikenal dengan mudah jika kita

mengalaminya sendiri secara langsung. Metoda ini sangat rawan,

karena tidak semua bahaya dapat menunjukkan eksistensinya

sehingga dapat terlihat. Jika tidak dilakukan identifikasi bahaya,

mungkin masih terdapat sumber bahaya yang setiap saat dapat

menimbulkan kecelakaan. Melakukan identifikasi pasif, ibarat

menyimpan bom waktu yang dapat meledak setiap saat.

b. Teknik semi proaktif

Teknik ini disebut juga belajar dari pengalaman orang

lain karena kita tidak perlu mengalaminya sendiri. Teknik ini

lebih baik karena tidak perlu mengalami sendiri setelah itu baru

mengetahui adanya bahaya. Namun teknik ini juga kurang efektif

karena :

1. Tidak semua bahaya telah diketahui atau pernah

menimbulkan dampak kejadian kecelakaan.

2. Tidak semua kejadian dilaporkan atau diinformasikan

kepada pihak lain untuk diambil sebagai pelajaran.


13
c. Kecelakaan telah terjadi yang berarti tetap menimbulkan kerugian, walaupun

menimpa pihak lain. Teknik proaktif

Metoda terbaik untuk mengidentifikasi bahaya adalah cara

proaktif atau mencari bahaya sebelum bahaya tersebut menimbulkan

akibat atau dampak yang merugikan. Tindakan proaktif memberikan

kelebihan :

1. Bersifat preventif karena bahaya dikendalikan sebelum

menimbulkan kecelakaan atau cidera.

2. Bersifat peningkatan berkelanjutan (continual

improvement) karena dengan mengenal bahaya dapat

dilakukan upaya-upaya perbaikan.

3. Meningkatkan kepedulian (awareness) semua pekerja

setelah mengetahui dan mengenal adanya bahaya di

sekitar tempat kerjanya.

4. Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan, karena

adanya bahaya dapat menimbulkan kerugian.

Dewasa ini telah berkembang berbagai macam teknik identifikasi

bahaya yang bersifat proaktif antara lain :

1. Daftar periksa dan audit atau inspeksi K3

2. Analisi bahaya awal (Preliminary Hazards Analysis – PHA)

3. Analisis pohon kegagalan (Fault Tree Analysis – FTA)

4. Analisis what if (What If Analysis – ETA)

5. Analisis moda kegagalan dan efek (Failure Mode and Effect Analysis –

FMEA). HAZOPS (Hazards and Operability Study)

14
6. Analisis keselamatan pekerjaan (Job Safety Analysis – JSA)

7. Analisis resiko pekerjaan (Task Risk Analysis – TRA)

Penerapan teknik identifikasi bahaya ini dapat dilakukan sepanjang daur

hidup perusahaan mulai dari tahap pengembangan sampai ke operasi.

2.1.2 ANALISIS KESELAMATAN KERJA (JOB SAFETY ANALYSIS)

Menurut Canadian Centre for Occupational Health and Safety, Job Safety

Analysis (JSA) adalah prosedur yang membantu untuk mengintegrasikan

diterimanya prinsip dan praktek keselamatan dan kesehatan untuk tugas tertentu

atau operasi kerja. Dalam JSA, setiap langkah dasar dari pekerjaan adalah untuk

mengidentifikasi potensi bahaya dan merekomendasikan cara paling aman untuk

melakukan pekerjaan. Istilah lainnya yang digunakan untuk menggambarkan

prosedur ini adalah Job Hazard Analysis (JHA) dan Job Hazard Breakdown.

Dalam OSHA 3071 (2001), Job Hazard Analysis (JHA) merupakan

pengkajian sistematis tentang prosedur kerja suatu pekerjaan untuk mengidentifikasi

dan mengendalikan hazard sebelum hazard tersebut mengakibatkan kecelakaan.

JHA difokuskan kepada hubungan antara pekerja, pekerjaan, alat kerja, dan

lingkungan kerja. Melalui kegiatan ini dapat diambil langkah-langkah untuk

menghilangkan atau mengurangi tingkat risiko dari hazard yang diterima.

Pelaksanaan JHA merupakan salah satu komponen dalam komitmen sistem

manajemen kesehatan dan keselamatan kerja. Agar pelaksanaan JHA efektif, maka

manajemen perusahaan harus menunjukkan komitmen keselamatan dan kesehatan

kerja yang diiringi dengan pengendalian terhadap hazard yang ditemukan. Jika hal

ini tidak dilakukan, maka perusahaan dapat kehilangan kredibilitas dan karyawan

akan ragu untuk melaporkan penemuan kondisi tidak aman kepada manajemen

15
(OSHA 3071, 2001).Hazard yang ditemukan melalui JHA berguna untuk (OSHA

3071,2001):

a. Mengeliminasi atau mengurangi hazard pekerjaan.

b. Mengurangi cedera dan penyakit akibat kerja.

c. Pekerja dapat melaksanakan pekerjaan dengan selamat.

d. Metode kerja menjadi lebih efektif.

e. Mengurangi biaya kompensasi pekerja.

f. Meningkatkan produktifitas pekerja.

Adapun Pekerjaan yang memerlukan JHA adalah sebagai berikut (OSHA

3071, 2001) :

1. Pekerjaan yang jarang dilaksanakan atau melibatkan pekerja baru

untuk melaksanakannya.

2. Pekerjaan yang mempunyai riwayat atau potensi menga-

kibatkan cedera, nyaris celaka (near miss) atau kerugian yang

terkait insiden.

Pekerjaan kritis yang terkait dengan keselamatan seperti

kebakaran, peledakan (explosion), tumpahan bahan kimia

terciptanya atmosfir kerja yang toksik, terciptanya atomosfir

kerja yang kekurangan oksigen.

3. Pekerjaan yang dilaksanakan di lingkungan kerja yang baru.

4. Pekerjaan dimana tempat kerja yang dipakai atau kondisi

lingkungan kerja telah berubah atau mungkin berubah.

5. Pekerjaan yang dikerjakan dimana kondisi yang disebutkan pada

ijin kerja aman atau PTW mensyaratkan adanya JSA.

6. Pekerjaan yang jelas-jelas telah berubah pelaksanaan

16
pekerjaannya baik metode atau yang sejenisnya.

7. Pekerjaan yang mungkin mempengaruhi integritas atau

keluaran dari sistem proses.

2.1.3 PELAKSANAAN JOB SAFETY ANALYSIS

Menurut OSHAcedemy Course 706 Study Guide (2002), terdapat

empat langkah melaksanakan Job Safety Analysis :

1. Memilih (menyeleksi) pekerjaan yang akan dianalisis.

JSA dapat menganalisis semua pekerjaan yang ada di tempat

kerja, namun harus diprioritaskan berdasarkan (Rausand, 2005):

a. Pekerjaan yang memiliki tingkat kecelakaan yang tinggi.

b. Pekerjaan yang memiliki tingkat keparahan kecelakaan yang tinggi,

berdasarkan banyaknya hilang hari kerja atau kebutuhan medis.

c. Pekerjaan yang memiliki potensi menyebabkan luka berat

d. Pekerjaan yang dapat menyebabkan kecelakaan atau luka berat,

akibat kesalahan manusia yang sederhana.

e. Pekerjaan baru, pekerjaan tidak rutin, atau pekerjaan yang

mengalami perubahaan prosedur.

2. Membagi pekerjaan dalam langkah-langkah pekerjaan

Menurut Geigle (2002), sebelum membagi pekerjaan dalam

berbagai langkah, terlebih dahulu dilakukan deskripsi terhadap

pekerjaan yang akan dianalisis. Setiap pekerjaan dapat dibagi dalam

beberapa langkah. Siapa yang bekerja, berapa jumlah pekerja, dan

apa yang dilakukan pekerja menjadi dasar deskripsi masing-masing

langkah.

f. Setiap langkah menunjukkan satu tindakan yang dilakukan.

Pastikan cukup informasi untuk menggambarkan langkah-langkah


17
pekerjaan. Hindari membuat rincian terlalu panjang dan luas. Tidak

perlu menuliskan langkah-langkah dasar. Informasi dari pekerja

lain yang pernah melakukan pekerjaan tersebut sangat berguna

sebagai masukan dalam membagi tahapan pekerjaan. Peninjau

ulang langkah-langkah kerja dilakukan bersama karyawan lain

yang melakukan pekerjaan tersebut. Hal ini untuk memastikan

tidak ada langkah yang hilang. Gambar foto dan video dapat

membantu pelaksanaan kegiatan ini (Geigle, 2002).

Deskripsi pekerjaan berfungsi untuk membangun analisis hazard yang ada

pekerjaan tersebut. Hasil analisis di laporkan melalui lembar kerja (worksheet).

Format lembar kerja JSA umumnya terdiri dari tiga kolom, yaitu langkah-langkah

pekerjaan, keberadaan hazard, dan tindakan pencegahan atau rekomendasi

prosedur kerja selamat. Adapun contoh lembar JSA dapat di lihat di bawah ini

(Geigle, 2002):

Gambar 2.1
Contoh Form Job Safety Analysis

3. Melakukan identifikasi hazard dan kecelakaan yang potensial

Setelah meninjau ulang langkah-langkah pekerjaan,selanjutnya

dilakukan identifikasi terhadap kondisi yang berbahaya dan

18
perilaku tidak selamat. Material Safety Data Sheets (MSDSs),

pengalaman para pekerja, laporan kecelakaan, laporan pertolongan

pertama (first aid statistical records), dan Behavior Base Safety (BBS)

dapat membantu penyelidikan hazard dan perilaku tidak selamat yang

ada pada masing-masing langkah pekerjaan. Selain itu data-data tersebut,

identifikasi hazard dapat ditelusuri melalui beberapa pertanyaan seperti

(Rausand, 2005) :

a. Apakah kebakaran atau ledakan dapat terjadi jika pekerjaan

dilaksanakan?

b. Apakan ada benda (rantai, sling, kait, dan sebagainya) yang

dapat menghantam pekerja?

c. Apakah pekerja dapat terkena aliran listrik, logam panas,

acid, air panas, dan sebagainya?

d. Apakah pekerja dapat terhimpit di antara/ di dalam/ pada

benda?

e. Apakah pekerja dapat terekspos oleh hazard kesehatan,

seperti radiasi, asap beracun, bahan kimia, gas panas,

kekurangan oksigen, dan lain sebagainya?

f. Jika terjadi kesalahan mengoperasikan peralatan, apakah

peralatan tersebut akan rusak?

g. Kaji ulang setiap langkah, sehingga semua hazard

teridentifikasi.

1. Mengembangkan prosedur kerja yang aman

OSHAcademic Course 706 Study (2002) menjelaskan bahwa

setelah mengidentifikasi hazard masing-masing langkah pekerjaan,

selanjutnya ditentukan metode pengedalian hazard untuk


19
mengeliminasi atau mereduksi hazard. Ada beberapa metode untuk

mengendalikan hazard. Masing-masing metode memiliki keefektifan

yang berbeda-beda. Dapat dilakukan kombinasi dari beberapa

metode, sehingga perlindungan terhadap karyawan menjadi lebih

baik.

OHSAS 18001 memberikan pedoman pengendalian risiko

yang lebih spesifik untuk bahaya keselamatan dan kesehatan kerja

dengan pendekatan hirarki pengendalian hazard, yaitu:

a. Menghilangkan hazard (elimination)

Eliminasi adalah langkah ideal yang dilakukan untuk

menghilangkan hazard pada langkah pekerjaan, dan sangat

mengurangi kemungkinan untuk terjadinya kecelakaan. Metode

ini sulit dilakukan dan akan menghabiskan banyak biaya, karena

proses pekerjaan sudah berlangsung. Jika proses pekerjaan masih

dalam tahap perencanaan maka metode ini dapat dilakukan

dengan mudah dengan biaya yang murah. Beberapa contoh

teknik eliminasi antara lain (Ramli, 2010) :

1. Mesin yang bising dimatikan atau dihentikan

sehingga tempat kerja bebas dari kebisingan.

2. Penggunaan bahan kimia berbahaya dihentikan.

3. Proses yang berbahaya di dalam perusahaan

dihentikan. Perusahaan tidak memproduksi bahan

berbahaya sendiri tetapi memesan dari pemasok.

Dengan demikian, perusahaan bebas dari kegiatan

berbahaya.

20
b. Mengganti hazard (subsitusi)

Teknik substitusi adalah mengganti bahan, alat atau cara

kerja dengan yang lain sehingga kemungkinan kecelakaan dapat

ditekan. Sebagai contoh penggunaan bahan pelarut yang bersifat

beracun diganti dengan bahan lain yang lebih aman dan tidak

berbahaya (Ramli, 2010).

c. Pengendalian secara teknik (engineering controls)

Metode ini dilakukan dengan mengubah desain tempat

kerja, peralatan, atau proses kerja untuk mengurangi hazard.

Metode ini membutuhkan pemikiran yang lebih mendalam untuk

membuat lokasi kerja yang lebih aman, mengatur ulang lokasi

kerja, memodifikasi peralatan, melakukan kombinasi kegiatan,

perubahan prosedur, dan mengurangi frekuensi dalam melakukan

kegiatan berbahaya (Geigle, 2002).

d. Pengendalian secaraa dministratif (administrative controls)

Contoh pengendalian hazard menggunakan metode ini

adalah (Geigle, 2002) :

1. Membuat kebijakan kerja yang baru atau membuat standar

operasional prosedur yang dapat mengurangi frekuensi atau

paparan hazard.

2. Memperbaiki jadwal kerja karyawan, sehingga dapat

mengurangi paparan hazard yang diterima.

3. Memonitoring penggunaan bahan beracun dan berbahaya.

4. Penggunaan alarm dan warning signs

5. Buddy systems

6. Pelatihan
21
Pengendalian secara administrative control ini, umumnya

masih membutuhkan metode pengendalian yang lain (Geigle, 2002).

e. Alat pelindung diri (personal protective equipment)

Alat pelindung diri (APD) adalah pilihan terakhir

yang dapat dilakukan untuk mencegah paparan hazard

pada pekerja. APD dipergunakan ketika engineering

control tidak dapat dilakukan atau tidak menghilangkan

hazard sama sekali. Jika praktik kerja selamat (safe work

practices) tidak memberikan perlindungan karyawan,

maka APD dapat memberikan perlindungan tambahan.

Umum APD digunakan bersamaan dengan penggunaan

alat pengendali lainnya. Dengan demikian perlindungan

keamanan dan kesehatan personel akan lebih efektif

(Geigle, 2002 )

2.1.4 TEORI PENDEKATAN SISTEM

Menurut Azwar (1997), sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang saling

berhubungan dan mempengaruhi. Adapun yang dimaksud dengan bagian atau elemen

tersebut ialah sesuatu yang mutlak harus ditemukan, yang jika tidak demikian, maka tidak

ada yang disebut dengan sistem tersebut. Bagian atau elemen tersebut banyak macamnya,

yang jika disederhanakan dapat dikelompokkan dalam enam unsur, yaitu seperti bagan di

bawah ini :

22
LINGKUNGAN

MASUKAN KELUARAN
PROSES DAMPAK
(INPUT) (OUTPUT)

UMPAN BALIK

Bagan 2.1.4
Model Sistem Azrul Azwar

1. Masukan (Input)

Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang

terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya

sistem tersebut. Input berfokus pada sistem yang dipersiapkan dalam

organisasi dari menejemen termasuk komitmen, dan stakeholder lainnya,

prosedur serta kebijakan sarana dan prasarana fasilitas dimana pelayanan

diberikan (Suparyanto, 2011).

Menurut Komisi Pendidikan Administrasi Kesehatan Amerika

Serikat, input ada 3 macam, yaitu:

a. Sumber (resources)

Sumber (resources) adalah segala sesuatu yang dapat

dipakai untuk menghasilkan barang atau jasa. Sumber (resources)

dibagi 3 macam:

1. Sumber tenaga (labour resources) dibedakan atas tenaga

ahli (skilled): dokter, bidan, perawat dan tenaga tidak ahli

(unskilled): pesuruh, penjaga. Menurut Sutermeister dalam

23
Sitanggang (2009), kinerja karyawan dipengaruhi oleh

sejumlah faktor antara lain : motivasi, kemampuan,

pengetahuan, keahlian, pendidikan, pengalaman, pelatihan,

minat, sikap kepribadian kondisi-kondisi fisik dan kebutuhan

fisiologis, kebutuhan sosial dan kebutuhan egoistik. Sumber

modal (capital resources), dibedakan menjadi modal bergerak

(working capital): uang, giro dan modal tidak bergerak (fixed

capital): bangunan, tanah, sarana kesehatan.

2. Sumber alamiah (natural resources) adalah segala sesuatu

yang terdapat di alam, yang tidak termasuk sumber tenaga

dan sumber modal.

b. Tatacara (prosedures)

Tatacara (procedures): adalah berbagai kemajuan ilmu dan

teknologi kesehatan yang dimiliki dan yang diterapkan.

c. Kesanggupan (capacity)

Kesanggupan (capacity): adalah keadaan fisik, mental dan

biologis tenaga pelaksana.

Menurut Koontz input manajemen ada 4, yaitu Man, Capacity,

Managerial, dan Technology. Untuk organisasi yang tidak mencari

keuntungan, macam input ada 4M, yaitu Man, Money, Material,

Method. Sedangkan untuk organisasi yang mencari keuntungan, macam

input ada 6M, yaitu Man, Money, Material, Method, Machinery,

Market. Emerson dan Robert dalam Herujito (2001) mengungkapkan,

manajemen mempunyai lima unsur (5M) yaitu Men, Money, Materials,

Machines, dan Methods. Peterson O F, member of Indiana university

dalam Herujito (2001), memasukkan unsur mesin ke dalam material dan

24
metode diberi istilah the use sehingga ia mengungkapkan,

“management is the use ofman, money and materials to achieve a

common goal”. Adapun seorang ahli bernama Mooney James dalam

Herujito (2001), ia memasukkan unsur-unsur uang, material dan mesin

ke dalam istilah yang disebut fasilitas, sehingga unsur-unsur manajemen

adalah men, facilities, method. Sedangkan George R Terry dalam

Herujito (2001) mengatakan, ada enam unsur pokok dari manajemen,

yaitu men and women, materials, machines, methods, money dan

market.

2. Proses

Proses adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam

sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran

yang direncanakan. Proses dikenal dengan nama fungsi manajemen. Pada

umumnya, proses ataupun fungsi manajemen merupakan tanggung jawab

pimpinan. Pendekatan proses adalah semua metode dengan cara

bagaimana pelayanan dilakukan

3. Keluaran (Output)

Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang

dihasilkan dan berlangsungnya proses dalam sistem. Output adalah hasil

yang dicapai dalam jangka pendek.

4. Umpan Balik

Umpan balik adalah kumpulan bagian atau elemen yang

merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi

sistem tersebut.

25
5. Dampak

Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem.

6. Lingkungan

Lingkungan adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem

tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem. Satu-satunya pengaruh yang

paling penting terhadap kebijakan dan strategi organisasi adalah lingkungan

dalam dan luar organisasi (Miner dan Steiner, 1997).

2.2 KERANGKA TEORI

LINGKUNGAN

MASUKAN PROSES KELUARAN DAMPAK

(INPUT) (OUTPUT)

UMPAN BALIK

Sumber : DR. Dr. Azrul Azwar

26
2.3 Penelitian Terkait

No Judul Penulis Variabel Metode Hasil


1 Analisis Kecelakaan Dian Palupi independen : Kualitatif 1.Potensi bahaya
Kerja dengan Restuputri Penggunaan kecelakaan kerja yang
Menggunakan & Resti metode Hazard dapat terjadi pada area
Metode Hazard and Prima Dyan dan Operability proses pembuatan
Operability Study Sari, 2005 Study pengaman kaca (safety
(HAZOP) Dependen : glass) berasal dari
Kecelakaan sumber bahaya yang
Kerja telah digolongkan
menjadi 9 sumber.
2. Risiko bahaya yang
ditimbulkan pada area
proses pembuatan kaca
pengaman (safety
glass) meliputi resiko
ekstrim, risiko tinggi,
risiko sedang, dan
risiko rendah.
3. Rekomendasi yang
diberikan kepada
perusahaan,
berdasarkan sumber
bahaya yang ada,
meliputi sikap pekerja
dan kondisi lingkungan
kerja

27
2 Analisa Penerapan Deddi Independen : Kualitatif 1.Nilai tingkat kinerja
Metpde HIRARC Septian potensi bahaya program sebesar 78%
(Hazard Identificatio Purnama, dan resiko proses dengan kategori warna
n Risk Assesment and
2015 unloading unit kuning, sedangkan
Risk Control) dan
Hazops (Hazard and Dependent : kategori kecelakaan
Operability study) HIRARC dan kerja termasuk kedalam
dalam kegiatan HAZOPS kelompok nearmiss
identifikasi potensi dengan kategori hijau
bahaya dan resiko sehingga didapatkan
pada proses unloading bahwa level atau
unit di PT. Toyota
tingkat implementasi
Astra Motor
program dari hirarc
pada proses unloading
unit dengan truk car
carrier tipe semi trailer
berada pada tingkat 2
(cukup aman) dengan
kategori warna kuning.
2. Hazard yang
memiliki nilai resiko
ekstrim pada proses
unloading dengan
menggunakan metode
hazops.
3. Perbandingan antara
metode hirarc dan
hazops yaitu hirarc
memiliki form lebih
simple, waktu
identifikasi yang lebih
dominan terhadap
faktor man sedangkan
metode hazops lebih
mudah dibaca oleh
operator, mendetail
dalam mengidentifikasi
bahaya, lebih dominan
terhadap equipment
namun bentuk form
lebih rumit,
membutuhkan waktu
identifikasi lebih lama
dan kurang mudah
digunakan

28
3 Analisis Keselamatan Shinta Independent : Kualitatif 1. Pembelajaran
dan Kesehatan Kerja Wahyu Keselamatan dan dilaboratoriu m prodi
(K3) pada Hati, 2014 Kesehatan Kerja teknik mesin Politeknik
pembelajaran di
(K3) Negeri Batam mesin.
Laboratorium
Program Studi Teknik Dependent : 2. Mahasiswa mesin
Mesin Politeknik Pembelajaran menyatakan 66,67%
Negeri Batam dilaboratoriu m faktor lingkungan
prodi teknik mempengaruhi
mesin Politeknik keselamatan dan
Negeri Batam kesehatan kerja di labor
mesin.
3. Mahasiswa mesin
menyatakan 67,429%
kinerja belajar labor
adalah baik.
4. Sikap kerja
profesional sangat
dibutuhkan oleh
perusahaan, sikap
profesional ditunjukkan
dengan menjalankan
prosedur K3 dan
kesadaran pentingnya
K3 untuk bidang teknik
mesin

29
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 KERANGKA KONSEP

Input Proses Output

 Sumber Daya Pelaksanaan teridentifikasi


Identifikasi Bahaya bahaya di
Manusia (SDM)
(Job Safety tempat kerja
 Metode Analysis (JSA))
 Fasilitas

Feedback

30
3.2 DEFINISI OPERASIONAL

Variabel Definisi Alat UkuR


Cara Ukur
Operasional

Sumber Daya Manusia (SDM) a. banyaknya tenaga Pengamatan Lembar


a. jumlah pekerja kerja yang terlibat lapangan, pengamatan
b. kapabilitas dalam melakukan wawancara lapangan,
c. pendidikan sebuah pekerjaan dan mendalam dan pedoman
d. pengetahuan beban kerjanya analisis dokumen wawancara
e. sikap b. kemampuan pekerja mendalam dan
dalam menguasai dokumen resmi
dan memahami perusahaan
pelaksanaan JSA
c. tingkat pendidikan
pekerja baik formal
maupun informal
d. pengalaman kerja
yang dimiliki pekerja
dalam mendukung
pelaksanaan JSA
e. respon yang

31
diberikan oleh
pekerja dalam
pelaksanaan JSA

Metode Teknik yang digunakan Pengamatan Lembar


PT X dalam melakukan lapangan, observasi,
identifikasi bahaya wawancara pedoman
mendalam dan wawancara
analisis mendalam dan
dokumen dokumen resmi
perusahaan
Fasilitas Dana, tools untuk Pengamatan Lembar
identifikasi bahaya, lapangan, pengamatan
ruang tempat koordinasi, wawancara lapangan,
, form JSA dan peralatan mendalam dan pedoman
yang digunakan dalam analisis wawancara
pelaksanaan identifikasi dokumen mendalam dan
bahaya di Terminal Y dokumen resmi
perudahaan

32
Pelaksanaan identifikasi a. Cara yang dilakukan Pengamatan Lembar
bahaya (Job Safety PT X dalam lapangan, pengamatan
Analysis (JSA)) menentukan wawancara lapangan,
a. memilih pekerjaan yang akan mendalam dan pedoman
(menyeleksi) pekerjaan dibuat JSAnya analisis dokumen wawancara
yang akan dianalisis b. cara yang dilakukan mendalam dan
b. membagi pekerjaan PT X dalam dokumen JSA
dalam langkah-langkah mengembangkan
pekerjaan pekerjaan menjadi
c. melakukan identifikasi langkah-langkah
hazard dan kecelakaan pekerjaan yang akan
yang potensial dilakukan
d. mengembangkan c. cara yang dilakukan
prosedur kerja PT X dalam
menentukan potensi
bahaya yang ada
disetiap langkah-
langkah pekerjaan
d. cara yang dilakukan

33
yang aman PT X dalam
menentukan tindakan
pencegahan terhadap
potensi bahaya yang
telah di tentukan

Teridentifikasi bahaya di Diketahuinya jenis Pengamatan Lembar


tempat kerja bahaya yang ada di lokasi lapangan, pengamatan
kerja Terminal Y wawancara lapangan,
mendalam dan pedoman
analisis dokumen wawancara dan
dokumen resmi
perusahaan
Feedback Umpan balik yang Pengamatan Lembar
diberikan oleh pembuat Lapangan dan Observasi dan
program terhadap Wawancara Pedoman
pelaksanaan JSA di Mendalam Wawancara
Terminal Y

3.3. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini n di dilakukan pada proyek pembangunan light rapid transit (LRT)

Cawang Jakarta PT. X Tahun 2017 Di Bulan November - Desember .

34
3.4 JENIS PENELITIAN

3.4.1 Rancangan dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif studi kasus dengan tujuan

untuk mengetahui gambaran pelaksanaan teknik Job Safety Analysis (JSA)

dalam identifikasi bahaya di tempat kerja yang dilakukan pada proyek

pembangunan light rapid transit (LRT) Cawang Jakarta PT. X Tahun 2017, jenis

penelitian kualitatif studi kasus adalah penelitian yang mengeksplorasi suatu

masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam.

Penelitian ini dibatasi oleh waktu dan tempat. Beberapa macam kasus yang

diteliti berupa program, peristiwa, aktivitas atau individu.

3.4.2. Sumber Data

a. Data primer

1. Hasil observasi mengenai pekerja, fasilitas, pelaksanaan

identifikasi bahaya (Job Safety Analysis (JSA)), teridentifikasi

bahaya di tempat kerja dan feedback.

2. Hasil wawancara mendalam mengenai pekerja, metode, fasilitas,

pelaksanaan identifikasi bahaya (Job Safety Analysis (JSA)),

teridentifikasi bahaya di tempat kerja dan feedback.

b. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah hasil telaah dokumen

mengenai pekerja, metode, fasilitas pelaksanaan identifikasi bahaya (Job

Safety Analysis (JSA)), teridentifikasi bahaya di tempat kerja dan dampak.

35
3.5. Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan

menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (triangulasi),

dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh (Sugiyono, 2010).

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

pengamatan lapangan, wawancara mendalam dan analisis dokumen

1. Pengamatan Lapangan

Dalam proses pengumpulan data, hal pertama yang dilakukan peneliti

adalah melakukan pengamatan lapanga untuk menentukan masalah dan

siapa saja yang akan dijadikan sebagai informan penelitian. Menurut

Marsshall dan Rossman dalam Prastowo (2010) pengamatan ialah

kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indera mata

sebagai alat bantu utamanya selain indera lainnya, seperti telinga,

penciuman, mulut, dan kulit. Usman dan Akbar dalam Prastowo (2010)

menyatakan bahwa pengamatan menjadi salah satu teknik pengumpulan

data jika disesuaikan dengan tujuan penelitian, direncanakan dan dicatat

secara sistematis, serta dapat dikontrol reliabilitas dan kebenarannya.

Teknik pengamatan yang dilakukan peneliti adalah pengamatan terbuka

yaitu pengamatan yang mana keberadaan pengamat diketahui oleh subjek

yang diteliti dan subjek memberikan kesempatan kepada pengamat untuk

mengamati peristiwa yang terjadi dan subjek menyadari adanya orang

yang mengamati apa yang subjek kerjakan (Prastowo, 2010).

Pengamatan dilakukan oleh peneliti untuk melihat pelaksanaan

teknik Job Safety Analysis (JSA) dalam identifikasi bahaya di tempat

kerja secara langsung yang dilakukan di beberapa departemen yang


36
terdapat pada proyek pembangunan light rapid transit (LRT) Cawang

Jakarta PT. X. Hasil pengamatan lapangan menjadi informasi yang

penting bagi peneliti serta dapat mendukung keabsahan data. Pengamatan

lapangan dilakukan dengan mengamati pekerjaan yang dilakukan oleh

beberapa pekerja dari awal melakukan pekerjaan sampai selesai,

pekerjaan yang dilakukan oleh tim leader dan HES terkait JSA.

2. Wawancara Mendalam

Kemudian peneliti melakukan wawancara mendalam untuk

mendapatkan informasi tambahan yang mendukung hasil pengamatan

lapangan. Wawancara mendalam merupakan suatu metode pengumpulan

data yang berupa pertemuan dua orang atau lebih secara langsung untuk

bertukar informasi dan ide dengan tanya jawab secara lisan sehingga

dapat dibangun makna dalam suatu topik tertentu (Prastowo,2010).

Dalam penelitian ini, teknik wawancara mendalam digunakan untuk

mencari informasi pelaksanaan teknik Job Safety Analysis (JSA) dalam

identifikasi bahaya di tempat kerja yang dilakukan pada proyek

pembangunan light rapid transit (LRT) Cawang Jakarta PT. X .

Wawancara mendalam dilakukan dengan HES Spesialist, tim leader dan

pekerja

3. Telaah Dokumen

Tahap akhir dalam pengumpulan data yang dilakukan peneliti

adalah dengan melakukan analisan dokumen terkait Job Safety Analysis

(JSA) yang dimiliki PT X. Dokumen yang diamati dalam penelitian

adalah dokumen resmi jenis dokumen internal. Dokumen internal berupa

memo, pengumuman, instruksi, dan aturan lembaga masyarakat tertentu

37
yang digunakan dalam kalangan sendiri. Termasuk di dalamnya risalah

atau laporan rapat, keputusan pimpinan kantor, dan sejenisnya. Dokumen

seperti itu dapat menyajikan informasi tentang keadaan, aturan, disiplin,

dan dapat memberikan petunjuk tentang gaya kepemimpinan (Prastowo,

2010).

Bahan dokumen besar manfaatnya dalam penelitian. Dokumen

berguna karena dapat memberikan latar belakang yang lebih luas

mengenai pokok penelitian. Dokumen juga dapat dijadikan bahan

triangulasi untuk mengecek kesesuaian data.

3.6. INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri yaitu

mahasiswi peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, karena peneliti sebagai pengumpul data yang

mempengaruhi terhadap faktor instrumen. Untuk data yang diinginkan, peneliti

menggunakan instrumen berupa:

1. Pedoman observasi untuk mengetahui informasi mengenai pekerja,

fasilitas, pelaksanaan identifikasi bahaya (Job Safety Analysis

(JSA)), teridentifikasi bahaya di tempat kerja dan feedback.

2. Pedoman wawancara mendalam untuk informasi mengenai pekerja,

metode, fasilitas, pelaksanaan identifikasi bahaya (Job Safety

Analysis (JSA)), teridentifikasi bahaya di tempat kerja dan feedback.

3. Beberapa dokumen resmi PT X yang mendukung penelitian ini,

yaitu :

38
a. Prosedur keunggulan operasi PT X

b. Prosedur dasar pelaksanaan kerja aman PT X

c. Data statistik insiden berdasarkan kategori pekerjaan dan akar


penyebabny

d. Prosedur JSA

e. Dokumen SOP dan JSA beberapa pekerjaan di 3 departemen

f. Dokumen MSDS

g. Manual book peralatan

h. Formulir Penilaian Kinerja Analisa Bahaya (JHA/JSA)

4. Laptop

5. Alat perekam suara

6. Kertas catatan

7. Alat tulis

3.7. ANALISIS DATA

Analisis data merupakan proses sistematis pencarian dan pengaturan

transkrip wawancara, catatan lapangan, dan materi-materi lain yang telah

dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman mengenai materi-materi

tersebut dan untuk menyajikan apa yang sudah ditemukan kepada orang lain

(Emzir, 2011). Selain itu analisis data juga dapat diartikan sebagai proses

mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil

wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara

mengkategorisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,

melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan

yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh

diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2010).

39
Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis data menggunakan teknik

analisis isi (content analysis). Analisis isi merupakan suatu analisis mendalam

yang dapat menggunakan teknik kuantitatif maupun kualitatif terhadap pesan-

pesan menggunakan metode ilmiah dan tidak terbatas pada jenis-jenis variable

yang dapat diukur atau konteks tempat pesan-pesan diciptakan atau disajikan.

Secara kualitatif, analisis isi dapat melibatkan suatu jenis analisis, di mana isi

komunikasi (percakapan, teks tertulis, wawancara, fotografi, dan sebagainya)

dikategorikan dan diklasifikasikan. Objek dari analisis isi (kualitatif) dapat

berupa semua jenis komunikasi yang direkam (transkrip wawancara, wacana

protocol observasi, video tape, dokumen, dan sebagainya) (Emzir, 2011).

Adapun proses analisis data dalam penelitian ini yaitu :

1. Mengumpulkan semua data yang diperoleh dari hasil pengamatan

lapangan, wawancara mendalam dan analisis dokumen

2. Dari data yang dikumpulkan dari hasil pengamatan lapangan, wawancara

mendalam dan analisis dokumen, kemudian dibuat transkrip data yaitu

mencatat atau menuliskan kembali seluruh data yang dipeoleh seperti apa

adanya tanpa membuat kesimpulan.

3. Hasil pencatatan atau penulisan kembali data yang diperoleh seperti apa

adanya tersebut selanjutnya data di kelompokan dan dikategorikan topik

yang diperlukan.

4. Interpretasi data hasil penelitian.

5. Analisis data dengan membandingkannya pada teori yang ada.

6. Membuat kesimpulan

40
3.8 KEABSAHAN DATA

Data yang didapatkan oleh peneliti dalam penelitian ini di uji

keabsahan datanya dengan menggunakan teknik perpanjangan

keikutsertaan, triangulasi dan menggunakan bahan referensi.

1. Perpanjangan keikutsertaan

Menurut Moleong (2007), peneliti dalam penelitian kualitatif

adalah instrumen itu sendiri. Keikutsertaan peneliti sangat menentukan

dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan

dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada

latar penelitian. Perpanjangan keikutsertaan peneliti akan memungkinkan

peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. Hal ini karena :

a. Peneliti dengan perpanjangan keikutsertaan akan banyak

mempelajari “kebudayaan”, dapat menguji ketidakbenaran

informasi yang diperkenalkan oleh distorsi, baik yang berasal dari

diri sendiri maupun dari responden, dan membangun kepercayaan

subjek.

b. Perpanjangan keikutsertaan juga dimaksudkan untuk membangun

kepercayaan para subjek terhadap peneliti dan juga kepercayaa

diri peneliti sendiri.

Hal ini juga diungkapkan oleh Bungin (2012), dengan semakin

lamanya peneliti terlibat dalam pengumpulan data, akan semakin

memungkinkan meningkatnya derajat kepercayaan data yang

dikumpulkan.

41
2. Teknik Triangulasi

Teknik triangulasi merupakan suatu teknik pengumpulan data

yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan

sumber data yang ada (Sugiyo, 2010). Dengan melakukan pengumpulan

data triangulasi, maka sebenarnya dilakukan pengujian kredibilitas data

dengan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data. Data yang

diperoleh melalui teknik triangulasi lebih memiliki kekuatan apabila

dibandingkan dengan satu pendekatan (Prastowo, 2010).

Triangulasi sebagai teknik pemeriksaan data dibedakan menjadi

empat macam, yakni triangulasi sumber, triangulasi metode, triangulasi

penyidik, dan triangulasi teori (Moleong, 2004). Namun sebagai teknik

pengumpulan data, ada dua jenis triangulasi yakni triangulasi teknik dan

triangulasi sumber (Sugiyono, 2010).

Triangulasi teknik yakni teknik pengumpulan data dimana peneliti

menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk

mendapatkan data yang sama. Triangulasi sumber adalah penggunaan

teknik yang sama oleh peneliti untuk mendapatkan data dari sumber yang

berbeda.

3. Menggunakan bahan referensi

Menurut Sugiyono (2010), bahan referensi adalah adanya

pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti.

Sebagai contoh, data hasil wawancara perlu didukung dengan adanya

rekaman wawancara.

Pada penelitian ini untuk menjaga keabsahan data digunakan

triangulasi data berdasarkan triangulasi teknik dan sumber. Saat


42
penelitian, hasil observasi didapatkan melalui perpanjangan keikutsertaan

dalam waktu 3 minggu dari hari senin sampai hari minggu jam 6 pagi

sampai jam 6 sore dengan ikut serta dalam setiap pekerjaan yang

dilakukan oleh informan sehingga lebih intens dalam melakukan

pengamatan. Sedangkan untuk hasil wawancara mendalam didapatkan

dari beberapa informan yaitu HES Spesialist, pengawas dan pekerja yang

dilakukan berulang kali sampai jawaban yang didapatkan jenuh serta

analisis dokumen yang diperkuat dengan bahan referensi yaitu rekaman

hasil wawancara mendalam, foto-foto yang mendukung hasil penelitian

dan dokumen-dokumen pendukung yang dimiliki perusahaan. Adapun

tabel triangulasinya dapat dilihat pada tabel 4.1.

43
Substansi Penelitian Observasi Wawancara Dokumen Informan
Mendalam
Sumber Daya - Prosedur JSA HES Spesialist, tim leader dan pekerja
Manusia - Prosedur pelaksanaan kerja (operator plant, driver dan helper
aman PT X vacuum truck, pekerja chemical, dan
√ √ - Formulir penilaian kinerja pekerja maintenance PT X)
analisa bahaya (JHA/JSA)
Metode - Prosedur JSA HES Spesialist, tim leader dan pekerja
- Prosedur pelaksanaan kerja (operator plant, driver dan helper
√ √ aman PT X vacuum truck, pekerja chemical, dan
pekerja maintenance PT X)
Fasilitas - Prosedur JSA HES Spesialist, pengawas dan pekerja
- Formulir penilaian kinerja (operator plant, driver dan helper
√ √ analisa bahaya (JHA/JSA) vacuum truck, pekerja chemical, dan
- Dokumen SOP dan JSA pekerja maintenance PT X)
beberapa bagian
Pelaksanaan - SOP HES Spesialist, tim leader dan pekerja
identifikasi bahaya √ √ - Prosedur dasar pelaksanaan (operator plant, driver dan helper

44
(Job Safety Analysis kerja aman PT X vacuum truck, pekerja chemical, dan
(JSA)) - Dokumen MSDS pekerja maintenance PT X)
- Manual Book peralatan
- Prosedur JSA
- Formulir penilaian kinerja
analisa bahaya (JHA/JSA)
- Dokumen SOP dan JSA
beberapa bagian
Teridentifikasi - Dokumen SOP dan JSA HES Spesialist, pengawas dan pekerja
bahaya di tempat beberapa bagian (operator plant, driver dan helper
kerja √ √ vacuum truck, pekerja chemical, dan
pekerja maintenance PT X)
Feedback HES Spesialist, pengawas dan pekerja
(operator plant, driver dan helper
√ √ - vacuum truck, pekerja chemical, dan
pekerja maintenance PT X)

45
DAFTAR PUSTAKA

Akib, Haedar & Antonius Tarigan. 2011. Artikulasi Konsep Implementasi Kebijakan:
Perspektif, Model Dan Kriteria Pengukurannya. Jurnal Kebijakan Publik

Ayuningtyas, Dumilah. 2008. Kotak Hitam Sistem Penetapan Kebijakan Dan Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhinya. Jurnal Managemen Pelayanan Kesehatan

Azwar, Azrul.1997. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi Ketiga. Bina Rupa


Aksara: Jakarta

Bungin, Burhan. 2012. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT RajaGrafindo


Persada

Chao, Elaine L. 2002. Job Hazard Analysis OSHA 3071. US : Occupational Safety and
Health Administration

Dewayanto, Nugroho. 2004. Laporan Utama. Majalah Migas Indonesia Edisi


1/Th1/ 2004. Jogjakarta: Komunitas Migas Indonesia

Emzir, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, PT RajaGrafindo Persada:


Jakarta

Ericson, Clifton A. 2005. Hazard Analysis Techniques for System Safety. Virginia:
Wiley Interscience

Geigle, Steven. 2002. OSHAcademy Course 706 Study Guide Conducting a Job
Hazard Analysis. Geigle Communications: Oregon

Herujito, Yayat. 2001. Dasar-Dasar Manajemen. Grasindo : Jakarta

Kurniawan, Bachtiar Dwi. 2011. Implementasi Kebijakan Sertifikasi Guru Dalam


Rangka Meningkatkan Profesionalitas Guru Di Kota Yogyakarta. Jurnal Studi
Pemerintahan Volume 2

Martiana, Tri. 2010. Paradigma Sehat Untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Pidato
Revitalisasi K-3 Melalui Paradigma Sehat (Sebagai Optimalisasi Pencegahan
Kecelakaan dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja)

Moekijat. 1990. Asas-Asas Perilaku Organisasi. Bandung : Mandar Maju

Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


OHSAS 18001. Jakarta : Dian Rakyat

46

Anda mungkin juga menyukai