Anda di halaman 1dari 20

PERAN PENTING KESELAMATAN DAN

KESEHATAN KERJA (K3) DALAM PERUSAHAAN


KONSTRUKSI
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Oleh :
Arum Mustika Sari
6411414016
Rombel 1

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015

KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Alhamdulillah penulis ucapkan rasa puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga
atas izin-Nya penulis dapat melakukan kewajiban sebagai mahasiswa untuk
menyelesaikan tugas makalah. Sholawat dan salam kami haturkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah dasar keselamatan
dan kesehatan kerja. Makalah ini membahas tentang peran penting penerapan K3
dalam perusahaan Sehubungan dengan ini, maka penulis maupun pihak yang
membaca makalah ini dapat mengetahui mengenai peran K3 dalam perusahaan.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing dan semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Tentunya makalah ini
tak pernah luput dari kesalahan dan kekurangan baik dari segi penulisan ataupun
penyusunan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang sifatnya membangun untuk perbaikan makalah di kemudian hari.

Semarang, 08 Juni 2015

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
........... i

Judul

Kata

Pengantar
ii

Daftar Isi
iii
BAB I.

PENDAHULUAN
1.1

Latar

Belakang

1
1.2

Rumusan

masalah

2
1.3

Tujuan

2
BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Tinjauan

umum

2.2

Tinjauan

khusus

BAB III.

PEMBAHASAN
Resiko

kecelakaan

Peran

ahli

kerja

pada

proyek

industri

4
k3

dalam

perusahaan

konstruksi

4
Pencegahan
5
BAB IV.

PENUTUP
Kesimpulan

dan

pengendalian

risiko

Saran
7
Daftar

Pustaka
8

Lampiran
Lampiran
9

1.

Gambar

peran

K3

di

perusahaan

konstruksi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih
sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan
kerja. Di Indonesia, setiap tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja (K3
Masih Dianggap Remeh, Warta Ekonomi, 2 Juni 2006). Hal ini tentunya sangat
memprihatinkan. Tingkat kepedulian dunia usaha terhadap K3 masih rendah.
Padahal karyawan adalah aset penting perusahaan.
Kewajiban untuk menyelenggarakaan Sistem Manajemen K3 pada perusahaanperusahaan besar melalui UU Ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja dari
15.000 lebih perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan
Sistem Manajemen K3. Minimnya jumlah itu sebagian besar disebabkan oleh
masih adanya anggapan bahwa program K3 hanya akan menjadi tambahan beban
biaya

perusahaan.

Padahal

jika

diperhitungkan

besarnya

dana

kompensasi/santunan untuk korban kecelakaan kerja sebagai akibat diabaikannya

Sistem Manajemen K3, yang besarnya mencapai lebih dari 190 milyar rupiah di
tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak selayaknya diabaikan
Sebagian besar dari kasus-kasus kecelakaan kerja terjadi pada kelompok usia
produktif. Kematian merupakan akibat dari kecelakaan kerja yang tidak dapat
diukur nilainya secara ekonomis. Kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat
seumur hidup, di samping berdampak pada kerugian non-materil, juga
menimbulkan kerugian materil yang sangat besar.
Masalah umum mengenai K3 ini juga terjadi pada penyelenggaraan konstruksi.
Tenaga kerja di sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 7-8% dari jumlah tenaga
kerja di seluruh sektor, dan menyumbang 6.45% dari PDB di Indonesia. Sektor
jasa konstruksi adalah salah satu sektor yang paling berisiko terhadap kecelakaan
kerja, disamping sektor utama lainnya yaitu pertanian, perikanan, perkayuan, dan
pertambangan. Jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi yang mencapai sekitar 4.5
juta orang, 53% di antaranya hanya mengenyam pendidikan sampai dengan
tingkat Sekolah Dasar, bahkan sekitar 1.5% dari tenaga kerja ini belum pernah
mendapatkan pendidikan formal apapun. Sebagai besar dari mereka juga berstatus
tenaga kerja harian lepas atau borongan yang tidak memiliki ikatan kerja yang
formal dengan perusahaan. Kenyataan ini tentunya mempersulit penanganan
masalah K3 yang biasanya dilakukan dengan metoda pelatihan dan penjelasanpenjelasan mengenai Sistem Manajemen K3 yang diterapkan pada perusahaan
konstruksi.
1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.

Apa pengertian dan tugas K3?


Apa saja kecelakaan yang terjadi di perusahaan konstruksi?
Bagaimana peran K3 di perusahaan konstruksi?
Bagaimana upaya pencegahan dan pengendalian kecelakaan kerja oleh K3
di perusahaan konstruksi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
2. Untuk mengetahui tentang kecelakaan kerja di perusahaan konstruksi.

3. Untuk mengetahui peran penting K3 dalam perusahaan konstruksi.


4. Untuk mengetahui upaya pencegahan dan pengendalian kecelakaan kerja
di perusahaan konstruksi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum


2.1.1 Pengertian K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
Menurut Mondy (2008) keselamatan kerja adalah perlindungan karyawan
dari luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan.
Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat
menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo,
patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran.
Sedangkan kesehatan kerja menurut Mondy (2008) adalah kebebasan dari
kekerasan fisik. Resiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan
kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang
dapat membuat stres emosi atau gangguan fisik.
Beberapa pendapat mengenai pengertian keselamatan dan kesehatan kerja
antara lain:

a)

Menurut
adalahsuatu

Mangkunegara
pemikiran

(2002)

dan

Keselamatan

upaya

untuk

dan

kesehatan

menjamin

keutuhan

kerja
dan

kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya,


dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju
masyarakat adil dan makmur.
b)

Menurut Sumamur (2001), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha


untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan
yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.

c)

Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisikeselamatan


yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang
mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan,
dan kondisi pekerja .

d)

Mathis dan Jackson (2002), menyatakan bahwa Keselamatan adalahmerujuk


pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera
yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum
fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.

e)

Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000),
mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam
pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan
maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja
tersebut.

f)

Jackson

(1999),

menjelaskan

bahwa

Kesehatan

dan

Keselamatan

Kerjamenunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis


tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh
perusahaan.
Kesehatan pekerja bisa terganggu karena penyakit, stres, maupun
karena kecelakaan. Program kesehatan yang baik akan menguntungkan para
pekerja secara material, selain itu mereka dapat bekerja dalam lingkungan
yang lebih nyaman, sehingga secara keseluruhan para pekerja akan dapat
bekerja secara lebih produktif

2.1.2 Dasar Pemberlakuan


Pemerintah memberikan jaminan kepada karyawan dengan menyusun
Undang-undang Tentang Kecelakaan Tahun 1947 Nomor 33, yang dinyatakan
berlaku pada tanggal 6 januari 1951, kemudian disusul dengan Peraturan
Pemerintah Tentang Pernyataan berlakunya peraturan kecelakaan tahun 1947 (PP
No. 2 Tahun 1948), yang merupakan bukti tentang disadarinya arti penting
keselamatan kerja di dalam perusahaan. Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 1992, menyatakan bahwa sudah sewajarnya apabila tenaga kerja
juga berperan aktif dan ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan program
pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan demi terwujudnya perlindungan
tenaga kerja dan keluarganya dengan baik. Jadi, bukan hanya perusahaan saja
yang bertanggung jawab dalam masalah ini, tetapi para karyawan juga harus ikut
berperan aktif dalam hal ini agar dapat tercapai kesejahteraan bersama.
Penerapan program K3 dalam perusahaan akan selalu terkait dengan
landasan hukum penerapan program K3 itu sendiri. Landasan hukum tersebut
memberikan pijakan yang jelas mengenai aturan yang menentukan bagaimana K3
harus diterapkan.
Sedangkan ayat 2 dan 3 menyebutkan bahwa untuk melindungi
keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal
diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. (ayat 2), Perlindungan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang- undangan yang berlaku. (ayat 3). Dalam Pasal 87 juga
dijelaskan bahwa Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen.
2.1.3 Tujuan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Program keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk memberikan
iklim yang kondusif bagi para pekerja untuk berprestasi, setiap kejadian baik
kecelakaan

dan

penyakit

kerja

yang

ringan

maupun

fatal

harus

dipertanggungjawabkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan (Rika Ampuh


Hadiguna, 2009). Sedangkan menurut Rizky Argama (2006), tujuan dari

dibuatnya program keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk mengurangi


biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja. Beberapa tujuan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah:
1. Mencegah kerugian fisik dan finansial baik dari pihak karyawan dan
perusahaan.
2. Mencegah terjadinya gangguan terhadap produktivitas perusahaan.
3. Menghemat biaya premi asuransi.
4. Menghindari tuntutan hukum dan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan
kepada karyawannya.

2.2 Tinjauan Khusus


2.2.1 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Bidang
Konstruksi
Pengertian Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Sebagaimana kita ketahui dalam suatu perusahaan yang bergerak di bidang
konstruksi memiliki organisasi yang terstruktur secara utuh dan menyeluruh
akan terdiri dari bagian-bagian yang saling berinteraksi baik secara fisik seperti
halnya pimpinan, pelaksana pekerjaan, ahli, material / bahan, dana, informasi,
pemasaran dan pasar itu sendiri. Mereka saling bahu-membahu melaksanakan
berbagai macam kegiatan yang dilakukan dalam suatu proses pekerjaan yang
saling berhubungan karena adanya interaksi dan ketergantungan, segala
aktivitas dalam sebuah perusahaan menunjukan adanya sistem didalam-nya.
Dengan demikian disimpulkan, bahwa pengertian tentang sistem adalah suatu
proses dari gabungan berbagai komponen / unsur / bagian / elemen yang saling
berhubungan, saling berinteraksi dan saling ketergantungan satu sama lain
yang dipengaruhi oleh aspek lingkungan untuk mencapai tujuan yang ingin
dicapai (Tarore dan Mandagi, 2006).
Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun
prasarana. Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah konstruksi

juga dikenal sebagai bangunan atau satuaninfrastruktur pada sebuah area atau
pada beberapa area.
Pelaksanaan pekerjaan konstruksi terutama di bidang pekerjaan umum
merupakan kegiatan konstruksi yang spesifik dan komplek sehingga
memerlukan sumber daya yang besar, melibatkan tenaga kerja yang banyak
dan peralatan berat yang tidak sedikit. Hal ini tentu tidak terlepas dari peluangpeluang kecelakaan dan potensi bahaya yang merupakan bagian dari pekerjaan
itu sendiri. Apalagi patut diakui jika hingga saat ini kecelakaan kerja di bidang
konstruksi masih menjadi pekerjaan bagi pemerintah.
2.2.2 Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan SMK3
konstruksi
1. Pasal 22, ayat (2) huruf L, Undang- undang RI No.18 tahun 1999
menyebutkan kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus
mencakup Uraian mengenai : perlindungan pekerja, yang memuat
ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan
dan kesehatan kerja serta jaminan sosial.
2. PP No.29 tahun 2000 Pasal 17 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Pada salah satu ayatnya menyebutkan bahwa: penyedia jasa dalam
pemilihan penyedia jasa berkewajiban untuk menyusun dokumen
penawaran yang memuat : rencana dan metode kerja, rencana usulan
biaya, tenaga terampil dan tenaga ahli, rencana dan anggaran serta
keselamatan dan kesehatan kerja dan peralatan.
3. Pasal 30 ayat (1) PP No.29 tahun 2000 menyebutkan bahwa untuk
menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi,
penyelenggara pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang
tempat kerja konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi


Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko
kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja
pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik
proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan
dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut
ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak
terlatih. Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah,
akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang
berisiko tinggi. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja berdampak ekonomis
yang cukup signifikan.
Dari berbagai kegiatan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, pekerjaan-pekerjaan
yang paling berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian dan
pekerjaan galian. Pada ke dua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi
cenderung serius bahkan sering kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian.
Jatuh dari ketinggian adalah risiko yang sangat besar dapat terjadi pada pekerja

yang melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi. Biasanya kejadian ini
akan mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko tersebut kurang dihayati
oleh para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan penggunaan
peralatan pelindung (personal fall arrest system) yang sebenarnya telah diatur
dalam pedoman K3 konstruksi.
Jenis-jenis kecelakaan kerja akibat pekerjaan galian dapat berupa tertimbun tanah,
tersengat aliran listrik bawah tanah, terhirup gas beracun, dan lain-lain. Bahaya
tertimbun adalah risiko yang sangat tinggi, pekerja yang tertimbun tanah sampai
sebatas dada saja dapat berakibat kematian. Di samping itu, bahaya longsor
dinding galian dapat berlangsung sangat tiba-tiba, terutama apabila hujan terjadi
pada malam sebelum pekerjaan yang akan dilakukan pada pagi keesokan harinya.
Data kecelakaan kerja pada pekerjaan galian di Indonesia belum tersedia, namun
sebagai perbandingan, Hinze dan Bren (1997) mengestimasi jumlah kasus di
Amerika Serikat yang mencapai 100 kematian dan 7000 cacat tetap per tahun
akibat tertimbun longsor dinding galian serta kecelakaan- kecelakaan lainnya
dalam pekerjaan galian.
Setiap kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Di
samping dapat mengakibatkan korban jiwa, biaya-biaya lainnya adalah biaya
pengobatan, kompensasi yang harus diberikan kepada pekerja, premi asuransi, dan
perbaikan fasilitas kerja. Terdapat biaya-biaya tidak langsung yang merupakan
akibat dari suatu kecelakaan kerja yaitu mencakup kerugian waktu kerja
(pemberhentian sementara), terganggunya kelancaran pekerjaan (penurunan
produktivitas), pengaruh psikologis yang negatif pada pekerja, memburuknya
reputasi perusahaan, denda dari pemerintah, serta kemungkinan berkurangnya
kesempatan usaha (kehilangan pelanggan pengguna jasa). Biaya-biaya tidak
langsung ini sebenarnya jauh lebih besar dari pada biaya langsung. Berbagai studi
menjelaskan bahwa rasio antara biaya tidak langsung dan biaya langsung akibat
kecelakaan kerja konstruksi sangat bervariasi dan diperkirakan mencapai 4:1
sampai dengan bahkan 17:1 (The Business Roundtable, 1991).

3.2 Peran Ahli K3 dalam Perusahaan Konstruksi


3.2.1 Sebab Kecelakaan Konstruksi :
1. Faktor Manusia / . Human Factors :Sangat dominan dilingkungan konstruksi.
Pekerja Heterogen, Tingkat skill dan edukasi berbeda, Pengetahuan tentang
keselamatan rendah.

Pencegahan Faktor Manusia : Pemilihan Tenaga Kerja, pelatihan sebelum


mulai kerja, pembinaan dan pengawasan selama kegiatan berlangsung
2. Faktor Teknis / Technical Factors
Berkaitan dengan kegiatan kerja Proyek seperti penggunaan peralatan dan alat
berat, penggalian, pembangunan, pengangkutan dsb.Disebabkan kondisi teknis
dan metoda kerja yang tidak memenuhi standar keselamatan (substandards
condition)
Pencegahan Faktor Teknis : Perencanaan Kerja yang baik, pemeliharaan dan
perawatan peralatan, pengawasan dan pengujian peralatan kerja, penggunaan
metoda dan teknik konstruksi yang aman, penerapan Sistim Manajemen Mutu.
3. Materials
Material dalam kondisi tertentu bisa membahayakan pekerja. Untuk itu
diperlukan penanganan yang baik. Meliputi mobilisasi bahan dan cara
penyimpanan material.
4. Peralatan kerja / Equipments
Penempatan peralatan kerja yang tidak diatur dengan baik bisa menimbulkan
kecelakaan kerja sehingga produktifitas kerja terganggu.

3.2.2

Strategi Penerapan K3 di Proyek Konstruksi


1. Identification, mengidentifikasi permasalahan di lingkungan kerja secara
dini.
2. Evaluasi, Bertujuan untuk mengetahui tingkat resiko suatu pekerjaan yang
akan diserahkan kepada kontraktor.
3. Develop the Plan, adakan evaluasi tentang potensi bahaya untuk
menentukan skala prioritas berdasarkan Hazards Rating.
4. Implementation, susun Program Implementasi dan program-program K3
yang akan dilakukan (buat dalam bentuk elemen kegiatan)
5. Monitoring, buat program untuk memonitor pelaksanaan K3 dalam
perusahaan.

3.2.3 Elemen Program K3 Proyek


1. Kebijakan K3
2. Administratif dan Prosedur
3. Identifikasi Bahaya
4. Project Safety Review
5. Pembinaan dan Pelatihan
6. Safety Committee (Panitia Pembina K3)

7. Promosi K3, kegiatan Promosi berupa poster, spanduk, buletin, lomba K3 dsb
Sebanyak mungkin keterlibatan pekerja
8. Safe Working Practices
9. Sistim Ijin Kerja
10. Safety Inspection
11. Equipment Inspection
12. Keselamatan Kontraktor (Contractor Safety)
13. Keselamatan Transportasi
14. Pengelolaan Lingkungan
15. Pengelolaan Limbah dan B3
16. Keadaan Darurat
17. Accident Investigation and Reporting System
18. Audit K3

3.3 Pencegahan dan Pengendalian Risiko


Pengendalian risiko merupakan bagian dari manajemen risiko dan
dilakukan berdasarkan penilaian risiko terhadap masing-masing item pekerjaan.
Dengan mempertimbangkan peralatan yang digunakan, jumlah orang yang terlibat
pada masing-masing item pekerjaan, akan dapat diprediksi peluang kejadian
(frequency)

dan

tingkat

keparahan

(severity)

dari

risiko

kecelakaan.

Menurut hirarki cara berpikir dalam melakukan pengendalian risiko adalah

dengan memperhatikan besaran nilai risiko/ tahapan pengendalian risiko,seperti


berikut:
1. Mengeliminasi /menghilangkan sumber bahaya terhadap kegiatan yang
mempunyai tingkat risiko yang paling tinggi/besari.
2. Melakukan substitusi /mengganti dengan bahan atau proses yang lebih
aman.
3. Engineering:
Melakukan perubahan terhadap desain alat /proses /layout.
4. Administrasi:
Pengendalian risiko melalui penyusunan peraturan /standar untuk
mengajak melakukan cara kerja yang aman (menyangkut tentang prosedur
kerja,

ijin

kerja,

instruksi

kerja,

papan

peringatan/larangan,

pengawasan/inspeksi,dsb).
5. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).

3.4 Kebijakan-Kebijakan Penerapan SMK3 Konstruksi


Kebijakan Departemen PU dalam penerapan SMK3, dalam rangka mewujudkan
tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi serta upaya untuk mewujudkan
keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi
bidang pekerjaan umum.
Departemen Pekerjaan Umum telah menerbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No.09/PRT/M/2008 Pedoman Sistem tentang Manajemen Keselamatan
dan

Kesehatan

Kerja

(SMK3)

Konstruksi

Bidang

Pekerjaan

Umum.

Sesuai dengan maksud dan tujuan diterbitkannya peraturan menteri tersebut


adalah untuk memberikan acuan bagi pengguna dan penyedia jasa dalam

penyelenggaraaan SMK3 konstruksi bidang pekerjaan umum, yang dilaksanakan


secara sistematis, terencana, terpadu dan terkoordinasi serta semua pemangku
kepentingan agar mengetahui dan memahami tugas dan kewajibannya dalam
penerapan SMK3.
Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 09/PER/M/2008, tentang Pedoman Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang
Pekerjaan Umum yang merupakan acuan bagi Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa
dalam penyelenggaraan SMK3 konstruksi bidang pekerjaan umum, UU.No. 18
Tahun 1999 tentang jasa Konstruksi,dimana mensyaratkan Ahli K3 pada setiap
proyek / kegiatan terutama pada kegiatan yang memiliki resiko tinggi.
Lebih jauh peraturan ini juga mengatur stakeholder agar mengetahui dan
memahami tugas dan kewajibannya dalam penyelenggaraan SMK3 Konstruksi
bidang pekerjaan umum sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja
konstruksi dan penyakit akibat kerja konstruksi serta menciptakan lingkungan
kerja yang aman dan nyaman guna tercapainya peningkatan produktifitas kerja
yang maksimal.
Dalam rangka mendukung implementasi peraturan tersebut, maka diperlukan
perangkat pendukung yang menjadi pedoman baik berupa petunjuk pelaksanaan
maupun petunjuk yang bersifat teknis dalam pelaksanaannya. Sejalan dengan hal
ini, BPKSDM sebagai penanggungjawab Pembinaan Penyelenggaraan SMK3
Konstruksi Bidang PU perlu untuk menyusun Monev K3. Konsep juklak Monev
K3 ini disusun sesuai kebutuhan yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan
konstruksi dan pemanfaatan bangunan perkantoran.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang
memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab
utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang
berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik,

lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu


pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang
tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih.
Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah,
akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi
yang berisiko tinggi. Maka dari itu diperlukan SMK3 untuk mencegah
maupun menangani kecelakaan kerja di perusahaan konstruksi.
5.2 Saran
Setiap perusahaan sebaiknya selalu memperhatikan keselamatan dan
kesehatan pekerja, agar tidak terjadi kecelakaan kerja yang dapat
menimbulkan kerugian. Pemerintah sebaiknya segera melaksanakan
peraturan yang telah dibuat yaitu mewajibkan setiap PT atau industri untuk
menggunakan ahli K3 dalam kegiatan perusahaan.

Daftar Pustaka

Herry Koesyanto, 2012, Dasar-Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja,


Semarang :

Universitas Negeri Semarang

Febyana Pangkey. 2012. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan


Kesehatan Kerja (Smk3) Pada Proyek Konstruksi Di Indonesia. Jurnal ilmiah
Media Engineering Vol. 2, No. 2

Wieke Yuni Christina. 2012. Pengaruh Budaya Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
(K3) Terhadap Kinerja Proyek Konstruksi. Jurnal Rekayasa Sipil /
Volume
6, No. 1

Anda mungkin juga menyukai