Anda di halaman 1dari 36

makalah kesehatan

kerja di puskesmas
Selasa, 03 Maret 2015

k3 di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara
umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati
posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand.
Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di
dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar
global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja
(produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat
ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian
perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan
perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis
sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait
dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin
tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya
kecelakaan kerja. Di era globalisasi dan pasar bebas WTO (World Trade
Organization) dan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) yang akan
berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah
satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan
jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk
bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan
perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat
2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya
hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan
yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah
salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas
dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. (International Labour Office,
Geneva, pencegahan kecelakaan , Buku pedoman, PT. Pustaka Binaan Presindo.
Jakarta, 1989.)
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi
bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada
masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di
kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum
terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat
kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi
karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak
menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan
undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan
antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar
tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan
lingkungan disekitarnya. (Prof. Dr. Soekidjo notoamodjo, prinsip-prinsip dasar
ilmu kesehatan masyarakat, jakarta, rineka cipta, 2003)

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah
1. Apa yang dimaksud dengan kesehatan kerja ?
2. Pengertian serta sistem kerja puskesmas ?
3. Undang undang kesehatan kerja ?
4. Kesehatan kerja yang ada di puskesmas ?
5. Apa yang dimaksud dengan Standard operasional prosedure ?
6. Alat alat pelindung diri dalam kesehatan kerja ?

C. Tujuan
1. Tujuan umun
Untuk mengetahui kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja serta
stardard oprasional yang ada di puskesmas.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui defenisi kesehatan kerja dan undang undang dalam kesehatan
kerja
b. Untuk mengetahui allat alat pelindung diri pada kesehatan kerja
c. Untuk mengetahui kesehatan kerja yang ada di dalam puskesmas
d. Untuk mengetahui standar operasional prosedur yang ada di puskesmas
puskesmas.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (k3)


Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani
tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, Sedangkan pengertian
secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan
setelah Indonesiamerdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas
kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan
kerja.Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi
dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang
dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-
pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU
No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.Dalam pasal 86 UU No.13 tahun
2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan
kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai
agama.Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah
peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja
sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaituVeiligheids Reglement, STBl
No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan
perkembangan yang ada.Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun
1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala
lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air
maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia.Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja
dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,
barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan.Walaupun sudah banyak peraturan yang
diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3
serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk
memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan
sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan
pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik. (Prof. Dr. Soekidjo notoamodjo,
prinsip-prinsip dasar ilmu kesehatan masyarakat, jakarta, rineka cipta, 2003).

1. Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar
masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik
jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan
terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan
lingkungan kerja maupun penyakit umum. Kesehatan dalam ruang lingkup
kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu
keadaan bebas dari penyakit.Menurut Undang Undang Pokok Kesehatan RI
No.9 Tahun 1960, BAB I pasal 2, keadaan sehat diartikan sebagai kesempurnaan
keadaan jasmani, rohani, dan kemasyarakatan.
(http//wikipedia.indonesia_kesehatan_keselamatan_kerja)

2. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja merupakan salah sau faktor yang harus dilakukan selama
bekerja. Tidak ada seorang pun didunia ini yang menginginkan terjadinya
kecelakaan. Keselamatan kerja sangat bergantung. pada jenis, bentuk, dan
lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan.
( http//wikipedia.indonesia_kesehatan_keselamatan)
a) Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut :
1) Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja yang telah dijelaskan diatas.
2) Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.
3) Teliti dalam bekerja
4) Melaksanakan Prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan
kerja.
Keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan
proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan pekerjaan (Sumamur). Sasaran Segala tempat kerja (darat, di dalam
tanah, permukaan dan dalam air,
udara) seperti Industri, Pertanian,Purtambangan, Perhubungan dan Pekerjaan
umum. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kesehatan, keselamatan, dan
keamanan kerja adalah upaya perlindungan bagi tenaga kerja agar selalu dalam
keadaan sehat dan selamat selama bekerja di tempat kerja.Tempat kerja adalah
ruang tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, atau sering dimasuki tenaga kerja
untuk keperluan usaha dan tempat terdapatnya sumber-sumber bahaya.
b) Kecelakaan kerja dapat dibedakan menjadi kecelakaan yang disebabkan oleh :
1) Mesin
Mesin adalah alat mekanik atau elektrik yang mengirim atau
mengubahenergi untuk melakukan atau membantu pelaksanaan tugas manusia.
Biasanya membutuhkan sebuah masukan sebagai pelatuk, mengirim energi yang
telah diubah menjadi sebuah keluaran, yang melakukan tugas yang telah disetel.
Mesin dalam bahasa Indonesia sering pula disebut dengan sebutanpesawat, contoh
pesawat telepon untuk tejemahan bahasa Inggris telephone machine. Namun
belakangan kata pesawat cenderung mengarah ke kapal terbang.
2) Alat angkutan
Alat angkutan adalah perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke
tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan
olehmanusia atau mesin. Alat angkutan digunakan untuk memudahkan manusia
dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
3) Bahan kimia
Bahan kimia merupakan bahan berbahaya yang terdiri dari semua materidengan
komposisi kimia tertentu. Sebagai contoh, suatu cuplikan air memiliki sifat yang
sama dan rasio hidrogen terhadap oksigen yang sama baik jika cuplikan tersebut
diambil dari sungai maupun dibuat di laboratorium. Suatu zat murni tidak dapat
dipisahkan menjadi zat lain dengan proses mekanis apapun.
4) Lingkungan kerja
Lingkungan kerja adalah kehidupan sosial, psikologi, dan fisik dalam
perusahaan yang berpengaruh terhadap pekerja dalam melaksanakan tugasnya.
5) Penyebab yang lain
Merupakan penyebab kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh hal hal lain yang
tidak di inginkan.

3. Keamanan Kerja
Pengertian keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan
mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat
kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja
bersasaran segala tempat kerja, baik didarat, didalam tanah, dipermukaan air,
didalam air, maupun diudara. Tempat-tempat demikian tersebar pada segenap
kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industri, pertambangan, perhubungan,
pekerjaan umum, jasa dan lain-lain. Salah satu aspek penting sasaran keselamatan
kerja mengingat resiko bahanya adalah penerapan teknologi, terutama teknologi
yang lebih maju dan mutakhir. Keselamatan kerja adalah tugas semua orang yang
bekerja.Keselamatan kerja adalah dari, oleh, untuk setiap tenaga kerja serta orang
lainnya dan juga masyarakat pada umumnya. Keamanan kerja adalah unsur-unsur
penunjang yang mendukung terciptanya suasana kerja yang aman, baik berupa
materil maupun
nonmateril. (http//wikipedia.indonesia_kesehatan_keselamatan_kerja)
Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat material diantaranya sebagai
berikut.
a) Baju kerja
Merupakan jenis alat pelindung diri yang berfungsi melindungi tubuh dari
kontaminasi langsung terhadap bahaya luar.
b) Helm
Adalah bentuk perlindungan tubuh yang dikenakan di kepala dan biasanya
dibuat dari metal atau bahan keras lainnya seperti kevlar, serat resin,
atauplastik. Helm biasanya digunakan sebagai perlindungan kepala untuk
berbagai aktivitas pertempuran (militer), atau aktivitas sipil
seperti olahraga,pertambangan, atau berkendara. Helm dapat memberi
perlindungan tambahan pada sebagian dari kepala (bergantung pada strukturnya)
dari benda jatuh atau berkecepatan tinggi.
c) Kaca mata
Adalah bentuk perlindungan diri yang biasanya digunakan sebagai
perlindungan mata untuk berbagai aktivitas yang dapat membahayakan mata.
d) Sarung tangan
Sarung tangan merupakan solusi untuk melindungi tangan. Tidak hanya
melindungi tangan terhadap karakteristik bahaya bahan kimia tersebut, sarung
tangan juga dapat memberi perlindungan dari peralatan gelas yang pecan atau
rusak, permukaan benda yang kasar atau tajam, dan material yang panas atau
dingin.
e) Sepatu
Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat nonmaterial adalah sebagai
berikut.
a) Buku petunjuk penggunaan alat
b) Rambu-rambu dan isyarat bahaya.
c) Himbauan-himbauan
d) Petugas keamanan

4. Sebab-sebab Kecelakaan Kerja


Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang
salah atau kondisi yang tidak aman.Kelalaian sebagai sebab kecelakaan
merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang
mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan
mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara
yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki
kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik. Diantara kondisi yang
kurang aman salah satunya adalah pencahayaan, ventilasi yang memasukkan debu
dan gas, layout yang berbahaya ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung
mesin yang tak sebanding, peralatan yang rusak, peralatan pelindung yang tak
mencukupi, seperti helm dan gudang yang kurang baik.Diantara tindakan yang
kurang aman salah satunya diklasifikasikan seperti latihan sebagai kegagalan
menggunakan peralatan keselamatan, mengoperasikan pelindung mesin
mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai kecepatan penuh, menambah daya
dan lain-lain.Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena
mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya satu
saja.Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat
efektivitas maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan keselamatan.

5. Faktor - faktor Kecelakaan Kerja


Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah
industri terdapat kecelakaan yang cukup banyak.Pekerja pada industri mengatakan
itu sebagai kecenderungan kecelakaan.Untuk mengukur kecenderungan
kecelakaan harus menggunakan data dari situasi yang menunjukkan tingkat resiko
yang ekivalen.Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus
dianalisa, untuk seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan
kecelakaan mungkin hanya sedikit yang diketahuinya.Satu lagi pertanyaan yang
tak terjawab ialah apakah ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan
terhadap kecelakaan yang kecil atau salah satu kecelakaan yang besar.Pendekatan
yang sering dilakukan untuk seorang manager untuk salah satu faktor kecelakaan
terhadap pekerja adalah dengan tidak membayar upahnya. Bagaimanapun jika
banyak pabrik yang melakukan hal diatas akan menyebabkan berkurangnya rata-
rata pendapatan, dan tidak membayar upah pekerja akan membuat pekerja malas
melakukan pekerjaannya dan terus membahayakan diri mereka ataupun pekerja
yang lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan
dapat membuat faktor-faktor kecelakaan tersendiri. (Sumakmur, keselamatan
kerja dan pencegahan kecelakaan,CV. Masagung, Jakarta 1989)

B. Sejarah Perkembangan Kesehatan Kerja


Bahaya ditempat kerja telah mulai diidentifikasi oleh para ahli ilmu kedokteran
tahun 1800-an Ramuzzini (1633 1714) dikenal sebagai Bapak Pengobatan Kerja
(Occupational Medicine). Kematian dan cacat akibat kerja saat itu memang
dianggap biasa, terutama dibidang pertambangan dan pertanian. Ramuzzini adalah
orang yang merekomendasikan penyelidikan kedalam sejarah kesehatan
pasien. Mekanisasi memberikan banyak keuntungan, tetapi diiringi pula dengan
meningkatnya resiko, penyakit dan cedera pada orang yang terpapar padanya.
Penggunaan bahan kimia juga tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Bahn
pembersih, cat, perekat, bahan campuran hanyalah sedikit dari benda yang kita
gunakan sehari-hari. Tetapi pembuatan dan pemakaian dari bahan-bahan ini bisa
membahayakan tubuh kita, atau bisa menimbulkan resiko
kebakaran. (Sulakmono, handout, manajemen keselamatan kerja, surabaya,
mahasiswa unair,1997.)
Dengan adanya hal-hal yang merugikan diatas maka timbullah program
pencegahan bahaya-bahaya yang muncul ditempat kerja tersebut dalam bentuk
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Seiring dengan laju pertumbuhan
manajemen modern, maka muncul apa yang disebut Manajemen Keselamatan
Kerja. Prinsip keselamatan dan kesehatan adalah salah satu solusinya. Dengan
menjalankan prinsip tersebut semua bahaya dan penyakit dapat dicegah. Semua,
berarti tidak ada yang tidak bisa kita lakukan tuk meniadakan suatu
kecelakaan. (Sumakmur, keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan,CV.
Masagung, Jakarta 1989)
1. Sejarah higene perusahaan
Suatu sebab berkembangnya dan adanya hygene perusahaan dan kesehatan
kerja ialah adanya pekerjaan dalam hubungan pengupahan atau penggajian, kapan
setepat-tepatnya mulai ada pekerjaan atas dasar pengupahan atau penggajian
tidaklah kita ketahui. Namun dapatlah dianggap, bahwa ketentaraan dijaman-
jaman silam yang jauh dahulu adalaha pemiulan adalah pekerjaan atas dasar
pengupahan itu, dan peperangan dapat di anggap pekerjaan yang menimbulkan
korban-korban atau kecelakaan-kecelakaan akibat perang. Selain itu pekerjaan
atas dasar paksaan atau hukuman juga menjadi sebab berkembangnya hygene
perusahaan dan kesehatan kerja. Pekerja-pekerja tambang jamna dahulu adalah
tawanan perang dan pesakitan, yang akhirnya mereka mati oleh karena
pekerjaannya. (Sumakmur, hygine perusahaan dan kesehatan kerja, CV,
Masagung, jakarta 1989)
2. Sejarah k3 di Indonesia
Sejak kapan hygene perusahaan dan kesehatan kerja di indonesia mulai,
tidaklah kita tahu dengan pasti. Namun demikian adalah pasti, bahwa cara-cara
kedokteran kuno dan pengobatan indonesia asli suda dipergunakan untuk
menolong korban-korban peperangan dan penyakit atau kecelakaan-kecelakaan
oleh karena pekerjaan dalam bidang perindustrian rakyat pada waktu itu.
Kemudian datanglah belanda diabad ke-17, dengan pendaratan V.O.C. di jakarta.
Dianas kesehatan yang di adakan oleh belanda pada permulaannya adalah dinas
kesehatan militer, yang baru kemudian beralih kepada Dianas Sipil. Barangkali,
mengikuti riwayat itu, dapatlah dikatakan, bahwa Hygene perusahaan dan
kesehatn kerja kolonial itu bersemi pada kesehatan kertentaraan, sebagaiman
terjadi pada perkembangan hygene perusahaan dan kesehatan kerja dimana-mana
indonesia sejak permulaan penguasaan Belanda dijadikan penghasil bahan baku,
yang dihasilkan di bidang-bidang perkebunan, kehutanan, pertmbangan, dan lain-
lain. (Sumakmur, keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan,CV. Masagung,
Jakarta 1989)
Perkembangan Hygene perusahaan dan kesehatan kerja sesungguh-
sungguhnya baru terjadi di jaman Indonesia Merdeka, yaitu dimulai beberapa
tahun sejak proklamasi kemerdekaan, dengan munculnya UU kerja dan UU
kecelakaan, yang walaupun pada permulaannya belum berlaku, namun telah
memuat pokok-pokok tentang Hygene perusahaan dan kesehatan kerja, dan para
perintis mulai pekrja dan berpraktek diperusahaan. Kemudian dimasukanlah
jawatan-jawatan pelaksana UU kedalam tubuh departemen perburuhan, yaitu
jawatan-jawatan pengawasan penburuhan dan pebgawasan keselamatan
kerja. (Sumakmur, hygine perusahaan dan kesehatan kerja, CV, Masagung,
jakarta 1989)

C. Undang undang kesehatan kerja


UU Keselamatan Kerja yang digunakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan
kerja, menjamin suatu proses produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan
mengatur agar proses produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan mengatur
agar proses produksi tidak merugikan semua pihak. Setiap tenaga kerja berhak
mendapatkan perlindungan keselamatan dalam melakukan pekerjaannya untuk
kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. UU
Keselamatan Kerja yang berlaku di Indonesia sekarang adalah UU Keselamatan
Kerja (UUKK) No. 1 tahun 1970.Undang-undang ini merupakan undang-undang
pokok yang memuat aturan-aturan dasar atau ketentuan-ketentuan umum tentang
keselamatan kerja di segala macam tempat kerja yang berada di wilayah
kekuasaan hukum NKRI. Dasar hukum UU No. 1 tahun 1970 adalah UUD 1945
pasal 27 (2) dan UU No. 14 tahun 1969. Pasal 27 (2) menyatakan bahwa: Tiap-
tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Ini berarti setiap warga negara berhak hidup layak dengan
pekerjaan yang upahnya cukup dan tidak menimbulkan kecelakaan/ penyakit.UU
No. 14 tahun 1969
1. Undang-undang Nomor 14 tahun 1969
menyebutkan bahwa tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksana
dari pembangunan. Adanya undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah
lainya dalam prakte Hygine perusahaan dan kesehatan kerja adalah keperluan
yang tak bisa ditawar tawari lagi atas kekuatan undang-undanglah pejabat-pejabat
departemen tenaga kerja Transkop atau departemen kesehatan dapat melakukan
inspeksi dan memaksakan segala sesuatunya yang diataur oleh undang-undang
atau peraturan-peraturan itu kepada perusahaan. Apa bila nasehat-nasehat atu
peringatan-peringatan tidak dihiraukan, maka atas kekuatan undang-undang pula
dipaksakan sangsi-sangsi menurut undang-undang pula.tentang ketentuan-
ketentuan pokok mengenai tenaga kerja mengatur hygene perusahaan dan
kesehatan kerja sebagai berikut:
Tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan,
kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat
manusia dan moral agama (pasal 9).
Pemerintah membina perlindungan yang mencakup:
a. Norma kesehatan kerja dan hygene perusahaan.
b. Norma keselamatan kerja.
c. Norma kerja.
d. Pemberian ganti kerugian, perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan
keraja.
2. Undang-undang kerja (1948-1951)
Undang-undang kerja diundangkan pada tahun 1948 dan dinyatakan
berlaku, walaupun tidak untuk seluruh pasal-pasalnya, dengan peraturan
pemerintah tahun 1951 NO.1. Undang-undang ini mengatur tentang jam kerja,
cutu tahunan, cuti hamil, cutu haid bagi pekerja-pekerja wanita, perturan tentang
kerja bagi anak-anak, orang muda, dan wanita persyaratan tempat kerja, dan lain-
lain. Tapi ditinjau dari sudut higene perusahatan dan kesehatan kerja yang
menjadi wewenan dan tanggung jawab kerja Transkop adalah pasal 16 ayat 1
yang menetapkan, bahwa majikan harus mengadakan tempat kerja dan perumahan
yang memenuhi syarat-syatat kebersihan dan kesehatan, yang syarat-syarat
tersebut akan diperinci dalam peraturan-peraturan lainnya. Perlu diketahui, bahwa
pasal 16 ayat 1 tersebut belum lagi dinyatakan berlaku.

D. APD (Alat Pelindung Diri)


Alat Pelindung Diri (APD) merupakan peralatan pelindung yang digunakan
oleh seorang pekerja untuk melindungi dirinya dari kontaminasi lingkungan. APD
dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan Personal Protective Equipment
(PPE). Dengan melihat kata "personal" pada kata PPE terebut, maka setiap
peralatan yang dikenakan harus mampu memperoteksi si pemakainya. Sebagai
contoh, proteksi telinga (hearing protection) yang melindungi telinga pemakainya
dari transmisi kebisingan, masker dengan filter yang menyerap dan menyaring
kontaminasi udara, dan jas laboratorium yang memberikan perlindungan
pemakainya dari kontaminisasi bahan kimia.
APD dapat berkisar dari yang sederhana hingga relatif lengkap, seperti baju
yang menutup seluruh tubuh pemakai yang dilengkapi dengan masker khusus dan
alat bantu pernafasan yang dikenakan dikala menangani tumpahan bahan kimia
yang sangat berbahaya. APD yang sering dipakai a.I., proteksi kepala (mis.,
helm), proteksi mata dan wajah (mis., pelindung muka, kacamata pelindung),
respirator (mis., masker dengan filter), pakaian pelindung (mis., baju atau jas yang
tahan terhadap bahan kimia), dan proteksi kaki (mis., sepatu tahan bahan kimia
yang menutupi kaki hingga mata kaki).
1. Perlindungan Mata dan Wajah.
Proteksi mata dan wajah merupakan persyaratan yang mutlak yang harus
dikenakan oleh pemakai dikala bekerja dengan bahan kimia. Hal ini dimaksud
untuk melindungi mata dan wajah dari kecelakaan sebagai akibat dari tumpahan
bahan kimia, uap kimia, dan radiasi. Secara umum perlindungan mata terdiri dari :
a. Kacamata pelindung dan Goggle
b. Pelindung mata special
Yaitu goggle yang menyatu dengan masker khusus untuk melindungi mata dan
wajah dari radiasi dan bahaya laser. Walaupun telah banyak model, jenis, dan
bahan dari perlindungan mata tersebar di pasaran hingga saat ini, Anda tetap harus
berhati-hati dalam memilihnya, karena bisa saja tidak cocok dan tidak cukup
aman melindungi mata dan wajah Anda dari kontaminasi bahan kimia yang
berbahaya.
2. Perlindungan Badan
Baju Lab jas pengaman
Baju yang dikenakan selama bekerja di laboratorium, yang dikenal dengan
sebutan jas laboratorium ini, merupakan suatu perlengkapan yang wajib
dikenakan sebelum memasuki laboratorium. Jas laboratorium yang kerap sekali
dikenal oleh masyarakat pengguna bahan kimia ini terbuat dari katun dan bahan
sintetik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika Anda menggunakan jas
laboratorium, kancing jas laboratorium tidak boleh dikenakan dalam kondisi tidak
terpasang dan ukuran dari jas laboratorium pas dengan ukuran badan pemakainya.
Jas laboratorium merupakan pelindung badan Anda dari tumpahan bahan
kimia dan api sebelum mengenai kulit pemakainya. Jika jas laboratorium Anda
terkontaminasi oleh tumpahan bahan kimia, lepaslah jas tersebut
secepatnya. Selain jas laboratorium, perlindungan badan lainnya adalah Apron
dan Jumpsuits. Apron sering kali digunakan untuk memproteksi diri dari cairan
yang bersifat korosif dan mengiritasi. Perlengkapan yang berbentuk seperti
celemek ini biasanya terbuat dari karet atau plastik.Untuk apron yang terbuat dari
plastik, perlu digarisbawahi, bahwa tidak dikenakan pada area larutan yang mudah
terbakar dan bahan-bahan kimia yang dapat terbakar yang dipicu oleh elektrik
statis, karena apron jenis ini dapat mengakumulasi loncatan listrik statis. Baju
parasut ini terbuat dari material yang dapat didaur ulang. Bahan dari peralatan
perlindungan badan ini haruslah mampu memberi perlindungan kepada pekerja
laboratorium dari percikan bahan kimia, panas, dingin, uap lembab, dan radiasi.
3. Pelindungan Tangan

Hanscoon pelindung tangan

Kontak pada kulit tangan merupakan permasalahan yang sangat penting


apabila Anda terpapar bahan kimia yang korosif dan beracun. Sarung tangan
menjadi solusi bagi Anda. Tidak hanya melindungi tangan terhadap karakteristik
bahaya bahan kimia tersebut, sarung tangan juga dapat memberi perlindungan dari
peralatan gelas yang pecan atau rusak, permukaan benda yang kasar atau tajam,
dan material yang panas atau dingin.
Bahan kimia dapat dengan cepat merusak sarung tangan yang Anda pakai
jika tidak dipilih bahannya dengan benar berdasarkan bahan kimia yang ditangani.
Selain itu, kriteria yang lain adalah berdasarkan pada ketebalan dan rata-rata daya
tembus atau terobos bahan kimia ke kulit tangan. Sarung tangan harus secara
periodik diganti berdasarkan frekuensi pemakaian dan permeabilitas bahan kimia
yang ditangani. Jenis sarung tangan yang sering dipakai di laboratorium,
diantaranya, terbuat dari bahan karet, kulit dan pengisolasi (asbestos) untuk
temperatur tinggi.
Jenis karet yang digunakan pada sarung tangan, diantaranya adalah karet
butil atau alam, neoprene, nitril, dan PVC (Polivinil klorida). Semua jenis sarung
tangan tersebut dipilih berdasarkan bahan kimia yang akan ditangani. Sebagai
contoh, sarung tangan yang terbuat dari karet alam baik apabila Anda bekerja
dengan Ammonium hidroxida, tetapi tidak baik bila bekerja dengan Dietil eter.

4. Perlindungan Pernafasan

Masker pelindung pernafasan

Kontaminasi bahan kimia yang paling sering masuk ke dalam tubuh


manusia adalah lewat pernafasan. Banyak sekali partikel-partikel udara, debu, uap
dan gas yang dapat membahayakan pernafasan. Laboratorium merupakan salah
satu tempat kerja dengan bahan kimia yang memberikan efek kontaminasi
tersebut. Oleh karena itu, para pekerjanya harus memakai perlindungan
pernafasan, atau yang lebih dikenal dengan sebutan masker, yang sesuai.
Pemilihan masker yang sesuai didasarkan pada jenis kontaminasi, kosentrasi, dan
batas paparan. Beberapa jenis perlindungan pernafasan dilengkapi dengan filter
pernafasan yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk. Filter masker
tersebut memiliki masa pakai. Apabila tidak dapat menyaring udara yang
terkontaminasi lagi, maka filter tersebut harus diganti.
Dari informasi mengenai beberapa APD diatas, maka setiap pengguna
bahan kimia haruslah mengerti pentingnya memakai APD yang sesuai sebelum
bekerja dengan bahan kimia. Selain itu, setiap APD yang dipakai harus sesuai
dengan jenis bahan kimia yang ditangani. Semua hal tersebut tentunya
mempunyai dasar, yaitu kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium.
Ungkapan mengatakan bahwa "Lebih baik mencegah daripada mengobati". APD
merupakan solusi pencegahan yang paling mendasar dari segala macam
kontaminasi dan bahaya akibat bahan kimia. Jadi, tunggu apa lagi. Gunakanlah
APD sebelum bekerja dengan bahan kimia. (Sumakmur, keselamatan kerja dan
pencegahan kecelakaan,CV. Masagung, Jakarta 1989)

5. Pelindung kaki
Sepatu yang dipakai selama bekerja merupakan suatu perlengkapan yang
wajib dikenakan untuk melindungi kaki dari bahaya bahaya yang dapat
membahayakan kaki.

E. K3 dalam Pelayanan Kesehatan Puskesmas


Puskesmas merupakan tempat kerja serta tempat berkumpulnya orang-orang
sehat (petugas dan pengunjung) dan orang-orang sakit (pasien), sehingga
puskesmas merupakan tempat yang mempunyai resiko kesehatan mapun
kecelakaan kerja resiko tertinggi. Berdasarkan Kepmenkes Nomer
128/MENKES/SK/II/2004 tentang kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) menyatakan bahwa puskesmas merupakan unit pelaksana teknis
dinas kesehatan kabupaken/kota yang bertanggung jawab dalam
menyelenggarakan pembangunan kesehatan diwilayah kerjanya. (Silalahi bennet
dkk, manajemen keselamatan dan keselamatan kerja, jakarta, sbdodadi, 1995)
1. Puskesmas
Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan
pusatpengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta
masyarakat dan memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerja nya dalam bentuk kegiatan pokok (Depkes RI,
1991). Dengan kata lain puskesmas mempunyai wewenang dan tanggungjawab
atas pemeliharaankesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya. Menurut
Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 puskesmas merupakan Unit
Pelayanan Teknis Dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung
jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
a. Perencanaan Puskesmas
Arah perencanaan puskesmas adalah mewujudkan kecamatan sehat 2010.
Dalam perencanaan puskesmas hendaknya melibatkan masyarakat sejak awal
sesuai kondisi kemampuan masyarakat di wilayah kecamatan. Pada dasarnya ada
3 langkah penting dalam penyusunan perencanaan yaitu :
1) identifikasi kondisi masalah kesehatan masyarakat dan lingkungan serta fasilitas
pelayanan kesehatan tentang cakupan dan mutu pelayanan
2) identifikasi potensi sumber daya masyarakat dan provider, dan
3) menetapkan kegiatan -kegiatan untuk menyelesaikan masalah.
Hasil perencanaan puskesmas adalah Rencana Usulan Kegiatan (RUK)
tahun yang akan datang setelah dibahas bersama dengan Badan Penyantun
Puskesmas (BPP). Setelah mendapat kejelasan dana alokasi kegiatan yang tersedia
selanjutnya puskesmas membuat Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK). Proses
perencanaan dapat menggunakan instrumen Perencanaan Tingkat Puskesmas
(PTP) yang telah disesuaikan dengan kondisi setempat atau dapat
memanfaatkan instrument lainnya.
b. Penggerakkan Pelaksanaan
Puskesmas melaksanakan serangkaian kegiatan yang merupakan penjabaran
lebih rinci dari rencana pelaksanaan kegiatan. Penyelenggaraan penggerakan
pelaksanaan puskesmas melalui instrumen lokakarya mini puskesmas yang
terdiri dari :
1) Lokakarya mini bulanan adalah alat untuk penggerakan pelaksanaan
kegiatan bulanan dan juga monitoring bulanan kegiatan puskesmas dengan
melibatkan lintas program intern puskesmas.
2) Lokakarya mini tribulanan dilakukan sebagai penggerakan pelaksanaan
danmonitoring kegiatan puskesmas dengan melibatkan lintas sektoral,
BadanPenyantun Puskesmas atau badan sejenis dan mitra yang lain
puskesmas sebagai wujud tanggung jawab puskesmas perihal kegiatan.
c. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian
Untuk terselenggaranya proses pengendalian, pengawasan dan
penilaiandiperlukan instrumen yang sederhana. Instrumen yang telah
dikembangkan di puskesmas adalah:
1) Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
2) Penilaian/Evaluasi Kinerja Puskesmas sebagai pengganti dan stratifikasi.
2. Kesehatan kerja puskesmas
Risiko petugas puskesmas terhadap kesehatan dan kecelakaan kerja dapat
digambarkan sebagai hasil penelitian di Jakarta Timut thn 2004, menunjukkan
bahwa rendahnya perilaku petugas kesehatan di puskesmas terhadap kepatuhan
melaksanakan setiap prosedur tahapan kewaspadaan universal dengan benar
hanya 18,3% status vaksinasi Hepatitis B petugas kesehatan puskesmas masih
rendah sekitar 12,5% riwayat pernah tertusuk jarum bekas sekitar 84,2
%. Dalampuskesmas terdapat beberapa kerugian yang didapat jika tidak terlalu
memperhatikan Kesehatan dan keselamatan Petugas ataupun pasien. Kerugian
Akibat Kecelakaan Kerja dalam Puskesmas antara lain Kerugian
Langsung yaituPenderitaan pribadi, rasa kehilangan dari anggota keluarga
korban dan Kerugian Tak langsung (tersembunyi) yaitu Kerusakan mesin dan
peralatan, terganggunya produksi, terganggunya waktu kerja prtugas
Kesehatan dll. (Silalahi bennet dkk, manajemen keselamatan dan keselamatan
kerja, jakarta, sbdodadi, 1995)

a. Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas


Upaya Kesehatan Kerja Di Puskesmas Ditujukan untuk melindungi pekerja
agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang
diakibatkan oleh pekerja. Upaya kesehatan kerja yang dimaksud meliputi pekerja
disektor fomal dan informal dan berlaku bagi setiap orang selain pekerja yang
berada dilingkungan tempat kerja. Berdasarkan Kepmenkes Nomor
128/MENKES/SK/II/2004 tentang kebijakan dasar puskesmas menyatakan bahwa
puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan
diwilayah kerjanya termasuk upaya kesehatan kerja. Menurut International
Labaour Organisation (ILO) diketahui bahwa 1,2 juta orang meninggal setiap
tahun karena kecelakaan kerja atau penyakit akibat hubungan kerja (PAHK). Dari
250 juta kecelakaan, 3000.000 orang meninggal dan sisanya meninggal karena
PAHK oleh sebab itu diperkirakan ada 160 juta PAHK baru setiap tahunnya.
Melihat data tersebut maka sangat perlu diberikan perlindungan kesehatan dan
keselamatan kerja kepada masyarakat pekerja di wilayah kerja puskesmas dengan
tujuan meningkatkan kemampuan pekerja untuk menolong dirinya sendiri
sehingga terjadi peningkatan status kesehatan dan akhirnya peningkatan
produktivitas kerja . Adapun sasaran dari program ini adalah pekerja di sektor
kesehatan antara lain masyarakat pekerja di puskesmas, balai
pengobatan/poliklinik, laboraturium kesehatan, Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos
UKK), Jaringan dokter perusahaan bidang kesehatan kerja, masyarakat pekerja
diberbagai sektor pembangunan, dunia usaha dan lembaga swadaya masyarakat.
Untuk menerapkan pelayanan kesehatan kerja di puskesmas, secara umum kita
dapat melihat langkah-langkah yang dapat diterapkan sebagaimana yang tertuang
dalam pedoman pelayanan kesehatan kerja yang meliputi perencanaan,
pelaksanaaan dan evaluasi serta memperhatikan aspek indikator yang harus
dipenuhi. Strategi yang dikembangkan adalah dengan cara terpadu dan
menyeluruh dalam pola pelayanan kesehatan puskesmas dan rujukan, dilakukan
melalui pelayanan kesehatan paripurna, yang meliputi upaya peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja, penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan. Serta peningkatan pelayanan kesehatan kerja dilaksanakan
melalui peran serta aktif masyakarat khususnya masyarakat pekerja. (Sumamur,
keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan, jakarta, gunung agung, 1986).

b. Sebab-sebab kecelakaan di Puskesmas


a. Tindak perbuatan manusia baik pasien, pengunjung ataupun ptugas
kesehatan yang tidak memenuhi standar keselamatan (unsafe human acts).
b. Keadaan- keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions)
80-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia Suatu
pendapat: Langsung atau tidak langsung semua kecelakaan disebabkan oleh
semua manusia yang terlibat dalam suatu kegiatan. (International Labour Office,
Geneva, pencegahan kecelakaan , Buku pedoman, PT. Pustaka Binaan Presindo.
Jakarta, 1989.)

F. Standard Operating Procedure (SOP)


Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk melaksan
akan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instasi
pemerintah berdasarkan indikator indikator
teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja
dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP adalah me
nciptakan komitment mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja in
stansi pemerintahan untuk mewujudkan good governance. (Prof. Dr. Soekidjo
notoamodjo, prinsip-prinsip dasar ilmu kesehatan masyarakat, jakarta, rineka
cipta, 2003.)
Standar operasional prosedur tidak saja bersifat internal tetapi juga ekster
nal, karena SOP selain digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik yang
berkaitan dengan ketepatan program dan waktu, juga digunakan untuk menilai
kinerja organisasi publik di mata masyarakat berupa responsivitas,
responsibilitas, dan akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah. Hasil kajian menunjukkan tidak semua satuan unit kerja
instansi
pemerintah memiliki SOP, karena itu seharusnyalah setiap satuan unit kerja
pelayanan
publik instansi pemerintah memiliki standar operasional prosedur sebagai acu
an dalam bertindak, agar akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dapat
dievaluasi dan terukur.
Pelayanan publik yang diberikan instansi Pemerintah (Pusat, Pemerintah
Propinsi, Kabupaten, Kota dan Kecamatan) kepada masyarakat merupakan pe
rwujudan
fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat. Pada era otonomi daerah, fu
ngsi pelayanan publik menjadi salah satu fokus perhatian dalam peningkatan
kinerja instansi
pemerintah daerah. Oleh karenanya secara otomatis berbagai fasilitas pelayan
an publik harus lebih didekatkan pada masyarakat, sehingga mudah dijangkau
oleh masyarakat. Pemerintah Pusat mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk
meningkatkan kinerja
instansi pemerintah dan kualitas pelayanan publik, antara lain kebijakan tenta
ng
Penyusunan Sistem dan Prosedur Kegiatan, Penyusunan Akuntabilitas Kinerja
Instansi
Pemerintah (Inpres No. 7 Tahun 1999), dan Pedoman Umum Penyusunan In
deks
Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah (SK Menpan No.
KEP/25/M.PAN/2/2004). Langkah ini sebenarnya bukanlah hal baru, karena
sebelumnya kebijakan serupa telah dikeluarkan pemerintah dalam bentuk
Keputusan Menpan maupun Instruksi Presiden (Inpres).
Kebijakan itu ternyata tidak secara otomatis menyelesaikan permasalahan
pelayanan publik oleh instansi pemerintah yang selama ini bercitra buruk,
berbelit-belit,
lamban, dan berbiaya mahal. Hal tersebut berkaitan dengan persoalan sebera
pa jauh berbagai peraturan pemerintah tersebut disosialisasikan di kalangan
aparatur pemerintah
dan masyarakat, serta bagaimana infrastruktur pemerintahan, dana, sarana, te
knologi,
kompetensi sumberdaya manusia (SDM), budaya kerja organisasi disiapkan u
ntuk
menopang pelaksanaan berbagai peraturan tersebut, sehingga kinerja pelayana
n publik menjadi terukur dan dapat dievaluasi keberhasilannya.
Selain kebijakan pemerintah, upaya mewujudkan kinerja pelayanan publik di
lingkungan unit kerja pemerintahan yang terukur dan dapat dievaluasi
keberhasilannya, pemerintah daerah perlu memiliki dan menerapkan Prosedur
Kerja yang standar (Standar Operasional Prosedur / SOP). Standar Operasional
Prosedur adalah pedoman atau acuan
untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian
kinerja
instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan pr
osedural
sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja ya
ng bersangkutan. Tujuan SOP adalah menciptakan komitment mengenai apa yang
dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi pemerintahan untuk mewujudkan good
governance.
Standar operasional prosedur tidak saja bersifat internal tetapi juga eksternal,
karena SOP selain dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publi
k, juga
dapat digunakan untuk menilai kinerja organisasi publik di mata masyarakat
berupa
responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. De
ngan
demikian SOP merupakan pedoman atau acuan untuk menilai pelaksanaan ki
nerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis,
administratif dan prosedural sesuai dengan tata hubungan kerja dalam organisasi
yang bersangkutan. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dibahas dalam
tulisan ini berkaitan
dengan penilaian kinerja organisasi publik, Standar operasional prosedur (SO
P) dan
langkah langkah menyusun SOP, serta peningkatkan akuntabilitas pelayanan
publik
melalui penerapan SOP. (iftah Thoha. 2001. Perilaku Organisasi Konsep D
asar dan Aplikasinya. Jakarta : RajaGrafindo Persada.)
1. Sistem Standar Operasional Prosedur (SOP)
a) Penilaian Kinerja Organisasi Publik
Organisasi adalah jaringan tata kerja sama kelompok orang-orang secara teratur
dan kontinue untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan dan dida
lamnya terdapat tata cara bekerjasama dan hubungan antara atasan dan bawahan.
Organisasi tidak
hanya sekedar wadah tetapi juga terdapat pembagian kewenangan, siapa men
gatur apa
dan kepada siapa harus bertanggung jawab (Gibson; 1996 :6). Organisasi da
pat dilihat dari dua sudut pandang yaitu pandangan obyektif dan pandangan
subyektif. Dari sudut
pandang obyektif, organisasi berarti struktur, sedangkan berdasarkan pada pan
dangan subyektif, organisasi berarti proses (Wayne Pace dan Faules, dalam
Gibson, 1997 : 16).
Kaum obyektivis menekankan pada struktur, perencanaan, kontrol, dan tujuan
serta menempatkan faktor-faktor utama ini dalam suatu skema adaptasi
organisasi, sedangkan
kaum subyektivis mendefinisikan organisasi sebagai perilaku pengorganisasian
(organizing behaviour).
Organisasi sebagai sistem sosial, mempunyai tujuan-tujuan kolektif tertentu
yang ingin dicapai (Muhadjir Darwin; 1994). Ciri pokok lainnya adalah adanya
hubungan antar
pribadi yang terstruktur ke dalam pola hubungan yang jelas dengan pembagi
an fungsi
yang jelas, sehingga membentuk suatu sistem administrasi. Hubungan yang t
erstruktur tersebut bersifat otoritatif, dalam arti bahwa masing-
masing yang terlibat dalam pola hubungan tersebut terikat pada pembagian
kewenangan formal dengan aturan yang jelas.
Fremont Kast dan James Rosenzweig (2000) mengatakan bahwa organisasi
merupakan
suatu subsistem dari lingkungan yang lebih luas dan berorientasi tujuan (ora
ng-orang dengan tujuan), termasuk subsistem teknik (orang-orang memahami
pengetahuan, teknik, peralatan dan fasilitas), subsistem struktural (orang-orang
bekerja bersama pada aktivitas
yang bersatu padu), subsistem jiwa sosial (orang-orang dalam hubungan sosi
al), dan
dikoordinasikan oleh subsistem manajemen (perencanaan dan pengontrolan se
mua kegiatan).
Kinerja atau juga disebut performance dapat didefinisikan sebagai pencapa
ian
hasil atau the degree of accomplishment. Sementara itu, Atmosudirdjo (1997
)
mengatakan bahwa kinerja juga dapat berarti prestasi kerja, prestasi penyelen
ggaraan
sesuatu. Faustino (1995) memberi batasan kinerja sebagai suatu cara menguk
ur kontribusi-kontribusi dari individu-
individu anggota organisasi kepada organisasinya.
Peter Jennergen (1993) mendefinisikan kinerja organisasi adalah tingkat yang
menunjukkan seberapa jauh pelaksanaan tugas dapat dijalankan secara aktual
dan misi
organisasi tercapai. Selanjutnya Pamungkas (2000) menjelaskan bahwa kinerj
a adalah penampilan cara-
cara untuk menghasilkan suatu hasil yang diperoleh dengan aktivitas yang
dicapai dengan suatu unjuk kerja. Dengan demikian, kinerja adalah konsep utama
organisasi yang menunjukkan seberapa jauh tingkat kemampuan pelaksanaan
tugas-tugas organisasi dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan.
Penilaian terhadap kinerja dapat dijadikan sebagai ukuran keberhasilan suatu
organisasi dalam kurun waktu tertentu. Penilaian tersebut dapat juga dijadikan
input bagi
perbaikan atau peningkatan kinerja organisasi selanjutnya. Dalam institusi pe
merintah
khususnya, penilaian kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas,
dan
efisiensi pelayanan, memotivasi para birokrat pelaksana, melakukan penyesuai
an anggaran, mendorong pemerintah agar lebih memperhatikan kebutuhan
masyarakat yang dilayani dan menuntun perbaikan dalam pelayanan publik.
Berbeda dengan organisasi privat, pengukuran kinerja organisasi publik sulit
dilakukan karena belum menemukan alat ukur kinerja yang sesuai. Kesulitan
dalam pengukuran kinerja organisasi publik sebagian muncul karena tujuan dan
misi organisasi
publik seringkali bukan hanya sangat kabur, tetapi juga bersifat multidimensi
onal.
Organisasi publik memiliki stakeholders yang jauh lebih banyak dan komple
ks
ketimbang organisasi privat. Stakeholders dari organisasi publik seringkali me
miliki
Kepentingan yang berbenturan satu sama lain. Akibatnya, ukuran kinerja org
anisasi publik di mata para stakeholders juga berbeda-
beda. Para pejabat birokrasi, misalnya, seringkali menempatkan pencapaian
target sebagai ukuran kinerja sementara masyarakat pengguna jasa lebih suka
menggunakan kualitas pelayanan sebagai ukuran kinerja.
Lenvine (1996) mengemukakan tiga konsep yang dapat digunakan untuk
mengukur kinerja organisasi publik, yakni :
1) Responsivitas (responsiveness)
Menggambarkan kemampuan organisasi publik
dalam menjalankan misi dan tujuannya terutama untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Penilaian responsivitas bersumber pada data organisasi dan
masyarakat, data organisasi dipakai untuk mengidentifikasi jenis-
jenis kegiatan dan program
organisasi, sedangkan data masyarakat pengguna jasa diperlukan untuk
mengidentifikasi demand dan kebutuhan masyarakat.
2) Responsibilitas (responsibility)
Pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai dengan prinsip-
prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi baik
yang implisit atau eksplisit. Responsibilitas dapat dinilai dari analisis
terhadap dokumen dan laporan kegiatan organisasi. Penilaian dilakukan deng
an mencocokan pelaksanaan kegiatan dan program organisasi dengan prosedur
administrasi dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam organisasi.

3) Akuntabilitas (accountability)
Menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan
organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat.
Data akuntabilitas dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti penilaian dar
i wakil rakyat, para pejabat politis, dan oleh masyarakat.
Weisbord (1993) mengemukakan 6 indikator pengukuran kinerja organis
asi publik, yang meliputi tujuan, struktur, reward, mekanisme tata kerja, tata
hubungan dan kepemimpinan. Tujuan berkaitan dengan arah yang hendak
ditempuh organisasi, karena itu tujuan
organisasi harus direncanakan sebaik mungkin dengan melibatkan anggota or
ganisasi,
mulai dari perumusan sampai pada pelaksanaan atau upaya pencapaiannya. S
truktur berkaitan dengan hubungan-
hubungan logis antara berbagai fungsi dalam organisasi
termasuk juga semua kegiatan pembagian kerja ke dalam satuan-satuannya d
an koordinasi satuan-
satuan tersebut. Struktur organisasi merupakan suatu kerangka yang
mewujudkan pola tetap dari hubungan-hubungan di antara bidang-bidang kerja
maupun orang-
orang yang menunjukkan kedudukan, wewenang, dan tanggung jawab masing
- masing dalam suatu sistem kerjasama. Mekanisme tata kerja adalah sesuatu yang
terdiri atas bagian-bagian yang saling berhubungan dan membentuk satuan
tersebut. Mekanisme dapat mengacu pada barang,
aturan, organisasi, perilaku dan sebagainya. Mekanisme tata kerja akan sanga
t
bermanfaat bagi organisasi dalam hal membantu dalam koordinasi dan integr
asi kerja,
dan membantu memonitor kerja organisasi, sehingga dapat diketahui apakah
suatu kegiatan dapat berjalan baik atau buruk. Unsur-unsur penting dalam
mekanisme tata kerja meliputi; prosedur kebijakan, agenda, pertemuan formal,
aktivitas dan tersedianya sarana atau alat yang mungkin ditemukan untuk
membantu orang-orang untuk bekerja sama; dan
penemuan, kreativitas pegawai secara spontan untuk memecahkan permasalah
an dalam bekerja. Penilaian kinerja aparatur pemerintah dapat dilakukan secara
eksternal yaitu melalui
respon kepuasan masyarakat. Pemerintah menyusun alat ukur untuk menguku
r kinerja pelayanan publik secara eksternal melalui Keputusan Menpan No.
25/KEP/M.PAN/2/2004.
Berdasarkan Keputusan Menpan No. 25/KEP/M.PAN/2/2004
tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pela
yanan Instansi Pemerintah, terdapat 14 indikator kriteria pengukuran kinerja
organisasi sebagai berikut:
1) Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.
2) Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan
untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.
3) Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang
memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung
jawabnya).
4) Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberik
an
pelayanan, terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang
berlaku.
5) Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung
jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.
6) Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang
dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada
masyarakat.
7) Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam
waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.
8) Sopanan dan keramahan petugas, sikap dan perilaku petugas dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta sali
ng menghargai dan menghormati
9) Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak
membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani.
10) Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya
biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.
11) Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan
biaya yang telah ditetapkan.
12) Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai deng
an ketentuan yang telah ditetapkan.
13) Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang
bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada
penerima pelayanan.
14) Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit
penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan sehingga masyaraka
t merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang
diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
Berdasarkan pada uraian di atas, pengukuran kinerja organisasi publik da
pat dilakukan secara internal maupun eksternal. Penilaian secara internal adalah
mengetahui apakah proses pencapaian tujuan sudah sesuai dengan rencana bila
dilihat dari proses dan
waktu, sedangkan penilaian ke luar (eksternal) dilakukan dengan mengukur k
epuasan masyarakat terhadap pelayanan
organisasi. Paradigma governance membawa pergeseran dalam pola hubungan
antara
pemerintah dengan masyarakat sebagai konsekuensi dari penerapan prinsip-
prinsip corporate governance. Standar kinerja ini sekaligus dapat untuk menilai
kinerja instansi
pemerintah secara internal mupun eksternal. Standar internal yang bersifat pr
osedural inilah yang disebut dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
Analisis sistem dan prosedur kerja.(Prof. Dr. Soekidjo notoamodjo, prinsip-
prinsip dasar ilmu kesehatan masyarakat, jakarta, rineka cipta, 2003.)
Analisis sistem dan prosedur kerja adalah kegiatan mengidentifikasikan
fungsi- fungsi utama dalam suatu pekerjaan, dan langkah-
langkah yang diperlukan dalam melaksanakan fungsi sistem dan prosedur
kerja. Sistem adalah kesatuan unsur atau unit
yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi sedemikian rupa, sehingg
a muncul
dalam bentuk keseluruhan, bekerja, berfungsi atau bergerak secara harmonis
yang
ditopang oleh sejumlah prosedur yang diperlukan, sedang prosedur merupaka
n urutan
kerja atau kegiatan yang terencana untuk menangani pekerjaan yang berulan
g dengan cara seragam dan terpadu.
b) Analisis Tugas
Analisis tugas merupakan proses manajemen yang merupakan penelaahan
yang mendalam dan teratur terhadap suatu pekerjaan, karena itu analisa tugas
diperlukan dalam
setiap perencanaan dan perbaikan organisasi. Analisa tugas diharapkan dapat
memberikan keterangan mengenai pekerjaan, sifat pekerjaan, syarat pejabat, d
an tanggung jawab pejabat. Di bidang manajemen dikenal sedikitnya 5 aspek yang
berkaitan langsung dengan analisis tugas yaitu :
1) Analisa tugas
Merupakan penghimpunan informasi dengan sistematis dan penetapan
seluruh unsur yang tercakup dalam pelaksanaan tugas khusus.
2) Deskripsi tugas
Merupakan garis besar data informasi yang dihimpun dari analisa
tugas, disajikan dalam bentuk terorganisasi yang mengidentifikasikan dan
menjelaskan isi tugas atau jabatan tertentu. Deskripsi tugas harus disusun
berdasarkan fungsi atau posisi, bukan individual; merupakan dokumen umu
m apabila terdapat sejumlah personel memiliki fungsi yang sama; dan
mengidentifikasikan individual dan persyaratan kualifikasi untuk mereka serta
harus dipastikan bahwa mereka memahami dan
menyetujui terhadap wewenang dan tanggung jawab yang didefinisikan itu.
3) Spesifikasi tugas
Berisi catatan-catatan terperinci mengenai kemampuan pekerja untuk tugas
spesifik
4) Penilaian tugas
Berupa prosedur penggolongan dan penentuan kualitas tugas
untuk menetapkan serangkaian nilai moneter untuk setiap tugas spesifik dala
m hubungannya dengan tugas lain
5) Pengukuran kerja dan penentuan standar tugas
Merupakan prosedur penetapan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
setiap tugas dan menetapkan ukuran yang dipergunakan untuk menghitung tingkat
pelaksanaan pekerjaan. Melalui analisa tugas ini tugas-
tugas dapat dibakukan, sehingga dapat dibuat
pelaksanaan tugas yang baku. Setidaknya ada dua manfaat analisis tugas dal
am penyusunan standar operasional prosedur yaitu
membuat penggolongan pekerjaan yang direncanakan dan dilaksanakan serta
menetapkan hubungan kerja dengan sistematis.
c) Analisis prosedur kerja
Analisis prosedur kerja adalah kegiatan untuk mengidentifikasi urutan la
ngkah-langkah pekerjaan yang berhubungan apa yang dilakukan, bagaimana
hal tersebut
dilakukan, bilamana hal tersebut dilakukan, dimana hal tersebut dilakukan, d
an siapa
yang melakukannya. Prosedur diperoleh dengan merencanakan terlebih dahulu
bermacam-macam langkah yang dianggap perlu untuk melaksanakan
pekerjaan. Analisis terhadap prosedur kerja akan menghasilkan suatu diagram alur
(flow chart) dari aktivitas organisasi dan menentukan hal-hal kritis yang akan
mempengaruhi keberhasilan organisasi.Prosedur kerja merupakan salah satu
komponen penting dalam pelaksanaan tujuan
organisasi sebab prosedur memberikan beberapa keuntungan antara lain mem
berikan pengawasan yang lebih baik mengenai apa yang dilakukan dan
bagaimana hal tersebut
dilakukan; mengakibatkan penghematan dalam biaya tetap dan biaya tambaha
n; dan membuat koordinasi yang lebih baik di antara bagian-
bagian yang berlainan. Dalam menyusun suatu prosedur kerja, terdapat beberapa
prinsip yang harus diperhatikan yaitu :
1) Prosedur kerja harus sederhana sehingga mengurangi beban pengawasan;
2) Spesialisasi harus dipergunakan sebaik-baiknya;
3) Pencegahan penulisan, gerakan dan usaha yang tidak perlu;
4) Berusaha mendapatkan arus pekerjaan yang sebaik-baiknya;
5) Mencegah kekembaran (duplikasi) pekerjaan;
6) Harus ada pengecualian yang seminimun-minimunya terhadap peraturan;
7) Mencegah adanya pemeriksaan yang tidak perlu;
8) Prosedur harus fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kondisi yang berubah;
9) Pembagian tugas tepat.

2. Sstandar Oprasional di Puskesmas


Prosedur yang berkaitan dengan keamanan (SOP, Standards Operation
Procedure) di Puskesmas wajib dilakukan. Prosedur itu antara lain adalah
penggunaan peralatan kesalamatan Petugas. Fungsi utama dari peralatan
keselamatan kerja adalah melindungi dari bahaya kecelakaan kerja dan mencegah
akibat lebih lanjut dari kecelakaan kerja. Pedoman dari ILO (International Labour
Organization) menerangkan bahawa kesehatan kerja sangat penting untuk
mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Pedoman itu antara lain:
a) Melindungi pekerja dari setiap kecelakaan kerja yang mungkin timbul dari
pekerjaan dan lingkungan kerja.
b) Membantu pekerja menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.
c) Memelihara atau memperbaiki keadaan fisik, mental, maupun sosial para pekerja.
d) Alat keselamatan kerja yang biasanya dipakai oleh tenaga kerja adalah helm,
masker, kacamata, atau alat perlindungan telinga tergantung pada profesinya.
Prosedur yang berkaitan dengan keamanan (SOP, Standards Operation
Procedure) di Puskesmas wajib dilakukan. Prosedur itu antara lain adalah
penggunaan peralatan kesalamatan Petugas. Fungsi utama dari peralatan
keselamatan kerja adalah melindungi dari bahaya kecelakaan kerja dan mencegah
akibat lebih lanjut dari kecelakaan kerja.
1) Pedoman dari ILO (International Labour Organization) menerangkan bahawa
kesehatan kerja sangat penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Pedoman itu antara lain:
a. Melindungi pekerja dari setiap kecelakaan kerja yang mungkin timbul dari
pekerjaan dan lingkungan kerja.
b. Membantu pekerja menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.
c. Memelihara atau memperbaiki keadaan fisik, mental, maupun sosial para
pekerja.
d. Alat keselamatan kerja yang biasanya dipakai oleh tenaga kerja adalah helm,
masker, kacamata, atau alat perlindungan telinga tergantung pada profesinya.
2) Fungsi Dan Tujuan Standard Procedure di Puskesmas
Fungsi Dan Tujuan Standard Operating Procedure (SOP) di Puskesmasadalah
untuk mendefenisikan semua konsep dan teknik yang penting serta persyaratan
dibutuhkan, yang ada dalam setiap kegiatan yang dituangkan ke dalam suatu
bentuk yang langsung dapat digunakan oleh petugas dalam pelaksanaan
kegiatan di Puskesmas SOP yang dibuat harus menyertakan langkah kegiatan
yang harus dijalankan oleh semua petugas dengan cara yang sama. Berikut
beberapa manfaat dari SOP di Puskesmas:
a. Menjelaskan secara detail semua kegiatan dari proses yang
dijalankan diPuskesmas.
b. Standarisasi semua aktifitas yang dilakukan pihak yang
bersangkutan diPuskesmas.
c. Membantu untuk menyederhanakan semua syarat yang diperlukan dalam proses
pengambilan keputusan
d. Dapat mengurangi waktu pelatihan karena kerangka kerja sudah distandarkan.
e. Membantu menganalisa proses yang berlangsung dan memberikanfeedback bagi
pengembangan SOP.
f. Dapat meningkatkan konsistensi pekerjaan karena sudah ada arah yang jelas.
g. Dapat meningkatkan komunikasi antar pihak-pihak yang terkait, terutama pekerja
dengan pihak manajemen.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani , Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan
dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan
dan penyakit akibat kerja
Upaya Kesehatan Kerja Di Puskesmas Ditujukan untuk melindungi pekerja
agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang
diakibatkan oleh pekerja.
Prosedur yang berkaitan dengan keamanan (SOP, Standards Operation
Procedure) di Puskesmas wajib dilakukan. Prosedur itu antara lain adalah
penggunaan peralatan kesalamatan Petugas.

B. Saran
Dalam makalah ini menjelaskan secara rinci tentang k3 di Puskesmas, k3
sangat penting dalam setiap Instansi ataupun perusahaan khususnya di
puskesmas karena menyangkut kesehatan dan kelancaran puskesmas ataupun
petugas kesehatan itu sendiri.
Demikianlah Makalah ini saya buat untuk digunakan sebaik-baiknya, Semoga
menambah pengetahuan yang membacanya. Mohon maaf bila ada kesalahan kata-
kata dalam makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
http//wikipedia.indonesia_kesehatan_keselamatan.
Prof. Dr. Soekidjo notoamodjo, prinsip-prinsip dasar ilmu kesehatan masyarakat,
jakarta, rineka cipta, 2003.
Silalahi bennet dkk, manajemen keselamatan dan keselamatan kerja, jakarta,
sbdodadi, 1995
Sumamur, keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan, jakarta, gunung agung,
1986
Sulakmono, handout, manajemen keselamatan kerja, surabaya, mahasiswa
unair,1997.
International Labour Office, Geneva, pencegahan kecelakaan , Buku pedoman,
PT. Pustaka Binaan Presindo. Jakarta, 1989.
Sumakmur, hygine perusahaan dan kesehatan kerja, CV, Masagung, jakarta 1989
Sumakmur, keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan,CV. Masagung, Jakarta
1989
iftah Thoha. 2001. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakar
ta : RajaGrafindo Persada.
Diposkan oleh Inno Zp di 01.47
1. 1. KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJADILABORATORIUM
KESEHATAN.KELOMPOK I.
2. 2. BAGIAMANA CARA MENJAGA K3 DILABORATORIUMKESEHATAN ?
PENDAHULUANFASILITASLABORATURIUMYANG
MENUNJANGK3.MENGENALMASALAH
K3DILABKES.IDENTIFIKASIMASALAH K3DILABKES
DANPENCENGANNYAPENGENDALIANPAKK MELALUIPENERAPAN K3
3. 3. I. PENDAHULUAN Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja(K3)
adalah salah satu bentuk upaya untukmenciptakan tempat kerja yang aman,
sehat,bebas dari pencemaran lingkungan, sehinggadapat mengurangi dan
atau bebas darikecelakaan kerja dan penyakit akibat kerjayang pada akhirnya
dapat meningkatkanefisiensi dan produktivitas kerja.
4. 4. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23tahun 1992 tentang
Kesehatan telahmengamanatkan antara lain, setiap tempatkerja harus
Pengembangan Kesehatan danKeselamatan Kerja. DiLaboratorium
AnalisKesehatan melaksanakan upaya kesehatankerja, agar tidak terjadi
gangguan kesehatanpada pekerja, keluarga, masyarakat danlingkungan
disekitarnya.
5. 5. Petugas laboratorium merupakan orangpertama yang terpajan terhadap
bahan kimiayang merupakan bahan toksisk korosif, mudahmeledak dan
terbakar serta bahan biologi.Selain itu dalam pekerjaannya
menggunakanalat-alat yang mudah pecah, berionisasi danradiasi serta alat-
alat elektronik denganvoltase yang mematikan, dan melakukanpercobaan
dengan penyakit yang dimasukanke jaringan hewan percobaan.
6. 6. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23tahun 1992 tentang
Kesehatan telahmengamanatkan antara lain, setiap tempatkerja harus
melaksanakan upaya kesehatankerja, agar tidak terjadi gangguan
kesehatanpada pekerja, keluarga, masyarakat danlingkungan disekitarnya.
7. 7. Diantara sarana kesehatan, LaboratoriumKesehatan merupakan suatu
institusi denganjumlah petugas kesehatan dan non kesehatanyang cukup
besar. Kegiatan laboratoriumkesehatan mempunyai risiko berasal dari
faktorfisik, kimia, ergonomi dan psikososial. Variasi,ukuran, tipe dan
kelengkapan laboratoriummenentukan kesehatan dan keselamatan
kerja.Seiring dengan kemajuan IPTEK, khususnyakemajuan teknologi
laboratorium, maka risikoyang dihadapi petugas laboratorium
semakinmeningkat.
8. 8. II. FASILITAS LABORATORIUM Laboratorium Kesehatan adalah
saranakesehatan yang melaksanakan pengukuran,penetapan dan pengujian
terhadap bahanyang berasal dari manusia atau bahan yangbukan berasal
dari manusia untuk penentuanjenis penyakit, penyebab penyakit,
kondisikesehatan dan faktor yang dapat berpengaruhterhadap kesehatan
perorangan danmasyarakat.
9. 9. Disain laboratorium harus mempunyai sistemventilasi yang memadai
dengan sirkulasiudara. Disain laboratorium harus mempunyaipemadam api
yang tepat terhadap bahankimia yang berbahaya yang dipakai. Kesiapan
menghindari panas sejauh mungkindengan memakai alat pembakar gas
yangterbuka untuk menghindari bahaya kebakaran.
10. 10. Untuk menahan tumpahan larutan yang mudahterbakar dan melindungi
tempat yang aman daribahaya kebakaran dapat disediakan bendung-
bendung talam. Dua buah jalan keluar harus disediakan untukkeluar dari
kebakaran dan terpisah sejauhmungkin. Tempat penyimpanan di disain untu
mengurangisekecil mungkin risiko oleh bahan-bahanberbahaya dalam jumlah
besar. Harus tersedia alat Pertolongan Pertama PadaKecelakaam (P3K)
11. 11. III. MASALAH KESEHATAN DANKESELAMATAN KERJA Kinerja
(performen) setiap petugas kesehatan dan nonkesehatan merupakan
gabungan dari tiga komponenkesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban
kerja danlingkungan kerja yang dapat merupakan bebantambahan pada
pekerja. Bila ketiga komponen tersebutserasi maka bisa dicapai suatu derajat
kesehatan kerjayang optimal dan peningkatan produktivitas Sebaliknyabila
terdapat ketidak serasian dapat menimbulkanmasalah kesehatan kerja
berupa penyakit ataupunkecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya
akanmenurunkan produktivitas kerja.
12. 12. III. MASALAH KESEHATAN DANKESELAMATAN KERJA 1. Kapasitas
Kerja Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia padaumumnya
belum memuaskan. Dari beberapa hasilpenelitian didapat gambaran bahwa
30 40% masyarakatpekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia
gizidan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisikesehatan seperti ini
tidak memungkinkan bagi parapekerja untuk bekerja dengan produktivitas
yang optimal.Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatankerja
yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugaskesehatan dan non
kesehatan yang mempunyai banyakketerbatasan, sehingga untuk dalam
melakukan tugasnyamungkin sering mendapat kendala terutama
menyangkutmasalah PAHK (Penyakit Akibat Hubungan Kerja) dankecelakaan
kerja.
13. 13. 2. Beban Kerja Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan
maupunyang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari,dengan demikian
kegiatan pelayanan kesehatan padalaboratorium menuntut adanya pola kerja
bergilir dantugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah
dapatmenyebabkan kelelahan yang meningkat, akibatterjadinya perubahan
pada bioritmik (irama tubuh).Faktor lain yang turut memperberat beban kerja
antaralain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yangmasih relatif
rendah, yang berdampak pekerja terpaksamelakukan kerja tambahan secara
berlebihan. Bebanpsikis ini dalam jangka waktu lama dapat
menimbulkanstres.
14. 14. 3. Lingkungan Kerja Lingkungan kerja bila tidak memenuhipersyaratan
dapat mempengaruhi kesehatankerja dapat menimbulkan Kecelakaan
Kerja(Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerjadan Penyakit Akibat
Hubungan Kerja(Occupational Disease & Work RelatedDiseases).
15. 15. IV. IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN DAN KESELAMATANKERJA
LABORATORIUM KESEHATAN DAN PENCEGAHANNYA A. Kecelakaan
Kerja Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidakterduga dan tidak
diharapkan. Biasanyakecelakaan menyebabkan, kerugian materialdan
penderitaan dari yang paling ringansampai kepada yang paling berat.
16. 16. Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenisyaitu :1. Kecelakaan
medis, jika yangmenjadi korban pasien.2. Kecelakaan kerja, jika yangmenjadi
korban petugaslaboratorium itu sendiri.
17. 17. Penyebab kecelakaan kerja dapatdibagi dalam kelompok : 1. Kondisi
berbahaya (unsafe condition), yaituyang tidak aman dari: a. Mesin,
peralatan, bahan dan lain-lain b. Lingkungan kerja c. Proses kerja d. Sifat
pekerjaan e. Cara kerja
18. 18. 2. Perbuatan berbahaya (unsafe action), yaituperbuatan berbahaya dari
manusia, yangdapat terjadi antara lain karena: a. Kurangnya pengetahuan
dan keterampilanpelaksana b. Cacat tubuh yang tidak kentara (bodilydefect)
c. Keletihanan dan kelemahan daya tahantubuh. d. Sikap dan perilaku kerja
yang tidak baik
19. 19. Beberapa contoh kecelakaan yangbanyak terjadi di laboratorium :
Mengambil sampledarah/cairan tubuhlainnya Hal inimerupakan
pekerjaansehari-hari dilaboratorium Akibat :- Tertusuk jarum suntik- Tertular
virus AIDS,Hepatitis B
20. 20. Pencegahan :- Gunakan alat suntiksekali pakai- Jangan tutup
kembaliatau menyentuh jarumsuntik yang telahdipakai tapi langsungdibuang
ke tempat yangtelah disediakan(sebaiknya gunakandestruction clip).- Bekerja
di bawahpencahayaan yangcukup
21. 21. Risiko terjadi kebakaran(sumber : bahan kimia,kompor)
bahandesinfektan yangmungkin mudahmenyala (flammable)dan
beracun.Kebakaranterjadi bila terdapat 3unsur bersama-samayaitu: oksigen,
bahanyang mudah terbakardan panas.
22. 22. Pencegahan :- Konstruksi bangunan yang tahan api- Sistem
penyimpanan yang baik terhadapbahan-bahan yang mudah terbakar-
Pengawasan terhadap kemungkinantimbulnya kebakaran - Sistem tanda
kebakaran >. Manual yang memungkinkan seseorangmenyatakan tanda
bahaya dengan segera >. Otomatis yang menemukan kebakarandan
memberikan tanda secaraotomatis- Jalan untuk menyelamatkan diri-
Perlengkapan dan penanggulangankebakaran.- Penyimpanan dan
penanganan zat kimiayang benar dan aman.
23. 23. B. Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja
dilaboratorium kesehatan Penyakit akibat kerja di laboratorium
kesehatanumumnya berkaitan dengan : faktor biologis (kuman patogen
yang berasal umumnyadari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis
kecil namun terusmenerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solventyang
menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara
mengangkatpasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus
(panaspada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan
di kamar penerimaanpasien, gawat darurat, karantina dll.)
24. 24. 1) Faktor Biologis
25. 25. Pencegahan :1. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang
kebersihan,epidemilogi dan desinfeksi.2. Sebelum bekerja dilakukan
pemeriksaan kesehatan untuk memastikandalam keadaan sehat badani,
punya cukup kekebalan alami untuk bekrjadengan bahan infeksius, dan
dilakukan imunisasi.3. Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek
yang benar (GoodLaboratory Practice)4. Menggunakan desinfektan yang
sesuai dan cara penggunaan yangbenar.5. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap
tempat, peralatan, sisa bahan infeksiusdan spesimen secara benar6.
Pengelolaan limbah infeksius dengan benar7. Menggunakan kabinet
keamanan biologis yang sesuai.8. Kebersihan diri dari petugas.
26. 26. 2) Faktor Kimia Petugas di laboratorium kesehatan yang seringkali
kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian
puladengan solvent yang banyak digunakan dalamkomponen antiseptik,
desinfektan dikenalsebagai zat yang paling karsinogen. Semuabahan cepat
atau lambat ini dapat memberidampak negatif terhadap kesehatan mereka.
27. 27. Gangguan kesehatan yang paling sering adalahdermatosis kontak
akibat kerja yang padaumumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan)
dan hanya sedikit saja olehkarena alergi (keton). Bahan toksik
( trichloroethane,tetrachloromethane)jika tertelan, terhirup atau terserap
melalui kulit dapatmenyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkankematian.
Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkankerusakan jaringan yang
irreversible (permanen) padadaerah yang terpapar.
28. 28. Pencegahan :1. Material safety data sheet (MSDS) dariseluruh bahan
kimia yang ada untuk diketahuioleh seluruh petugas laboratorium.2.
Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alatvakum untuk mencegah
tertelannya bahankimia dan terhirupnya aerosol.3. Menggunakan alat
pelindung diri (pelindungmata, sarung tangan, celemek, jas
laboratorium)dengan benar.4. Hindari penggunaan lensa kontak, karena
dapatmelekat antara mata dan lensa.5. Menggunakan alat pelindung
pernafasandengan benar.
29. 29. 3) Faktor Ergonomi Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seniberupaya
menyerasikan alat, cara, proses danlingkungan kerja terhadap
kemampuan,kebolehan dan batasan manusia untukterwujudnya kondisi dan
lingkungan kerjayang sehat, aman, nyaman dan tercapaiefisiensi yang
setinggi-tingginya. Pendekatanergonomi bersifat konseptual dan
kuratif,secara populer kedua pendekatan tersebutdikenal sebagai To fit the
Job to the Man andto fit the Man to the Job
30. 30. Sebagian besar pekerja di perkantoran atauPelayanan Kesehatan
pemerintah, bekerja dalamposisi yang kurang ergonomis, misalnya
tenagaoperator peralatan, hal ini disebabkan peralatanyang digunakan pada
umumnya barang imporyang disainnya tidak sesuai dengan ukuranpekerja
Indonesia. Posisi kerja yang salah dandipaksakan dapat menyebabkan
mudah lelahsehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalamjangka panjang
dapat menyebakan gangguan fisikdan psikologis (stress) dengan keluhan
yangpaling sering adalah nyeri pinggang kerja (lowback pain)
31. 31. 4) Faktor Fisik Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang
dapatmenimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi:1. Kebisingan, getaran
akibat mesin dapat menyebabkanstress dan ketulian2. Pencahayaan yang
kurang di ruang kamarpemeriksaan, laboratorium, ruang perawatan
dankantor administrasi dapat menyebabkan gangguanpenglihatan dan
kecelakaan kerja.3. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja4.
Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungansekitar.5. Terkena radiasi
32. 32. Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnyateknologi pemeriksaan,
penggunaannyameningkat sangat tajam dan jika tidakdikontrol dapat
membahayakan petugas yangmenangani.
33. 33. Pencegahan :1. Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.2.
Pengaturan ventilasi dan penyediaan airminum yang cukup memadai.3.
Menurunkan getaran dengan bantalan antivibrasi4. Pengaturan jadwal kerja
yang sesuai.5. Pelindung mata untuk sinar laser6. Filter untuk mikroskop
34. 34. e. Faktor Psikososial Beberapa contoh faktor psikososial di
laboratoriumkesehatan yang dapat menyebabkan stress :1. Pelayanan
kesehatan sering kali bersifat emergencydan menyangkut hidup mati
seseorang. Untuk itupekerja di laboratorium kesehatan di tuntut
untukmemberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertaidengan
kewibawaan dan keramahan-tamahan2. Pekerjaan pada unit-unit tertentu
yang sangatmonoton.3. Hubungan kerja yang kurang serasi antara
pimpinandan bawahan atau sesama teman kerja.4. Beban mental karena
menjadi panutan bagi mitra kerjadi sektor formal ataupun informal.
35. 35. V. PENGENDALIAN PENYAKIT AKIBAT KERJA DAN
KECELAKAANMELALUI PENERAPAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN
KERJA A. Pengendalian Melalui Perundang-undangan(Legislative Control)
antara lain :1. UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok2.
Petugas kesehatan dan non kesehatan3. UU No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.4. UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan5. Peraturan
Menteri Kesehatan tentang higene dansanitasi lingkungan.6. Peraturan
penggunaan bahan-bahan berbahaya7. Peraturan/persyaratan pembuangan
limbah dll.
36. 36. B. Pengendalian melalui Administrasi /Organisasi (Administrativecontrol)
antara lain: 1. Persyaratan penerimaan tenaga medis, paramedis, dan
tenaga non medis yang meliputibatas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan
2. Pengaturan jam kerja, lembur dan shift 3. Menyusun Prosedur Kerja Tetap
(StandardOperating Procedure) untuk masing-masinginstalasi dan
melakukan pengawasan terhadappelaksanaannya
37. 37. 4. Melaksanakan prosedur keselamatan kerja(safety procedures)
terutama untukpengoperasian alat-alat yang dapatmenimbulkan kecelakaan
(boiler, alat-alatradiology, dll) dan melakukan pengawasanagar prosedur
tersebut dilaksanakan 5. Melaksanakan pemeriksaan secaraseksama
penyebab kecelakaan kerja danmengupayakan pencegahannya.
38. 38. C. Pengendalian Secara Teknis (EngineeringControl) al.: 1. Substitusi
dari bahan kimia, alat kerja atauproses kerja 2. Isolasi dari bahan-bahan
kimia, alat kerja,proses kerja dan petugas kesehatan dan nonkesehatan
(penggunaan alat pelindung) 3. Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain
39. 39. D. Pengendalian Melalui Jalurkesehatan (Medical Control) Yaitu upaya
untuk menemukan gangguansedini mungkin dengan cara
mengenal(Recognition) kecelakaan dan penyakit akibatkerja yang dapat
tumbuh pada setiap jenispekerjaan di unit pelayanan kesehatan
danpencegahan meluasnya gangguan yang sudahada baik terhadap pekerja
itu sendiri maupunterhadap orang disekitarnya.
40. 40. Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melaluipemeriksaan kesehatan
pekerja yang meliputi: 1. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan
yang dilakukansebelum seseorang calon / pekerja (petugaskesehatan dan
non kesehatan) mulaimelaksanakan pekerjaannya.
41. 41. 2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan
yangdilaksanakan secara berkala dengan jarakwaktu berkala yang
disesuaikan denganbesarnya resiko kesehatan yang dihadapi.
42. 42. 3. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang
dilakukanpada khusus diluar waktu pemeriksaanberkala, yaitu pada keadaan
dimana ada ataudiduga ada keadaan yang dapat mengganggukesehatan
pekerja

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya,
hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
Keselamatan dan keamanan kerja mempunyai banyak pengeruh
terhadap faktor kecelakaan, karyawan harus mematuhi standart (K3) agar
tidak menjadikan hal-hal yang negative bagi diri karyawan. Terjadinya
kecelakaan banyak dikarenakan oleh penyakit yang diderita karyawan
tanpa sepengetahuan pengawas (K3), seharusnya pengawasan terhadap
kondisi fisik di terapkan saat memasuki ruang kerja agar mendeteksi
sacera dini kesehatan pekerja saat akan memulai pekerjaanya.
Keselamatan dan kesehatan kerja perlu diperhatikan dalam lingkungan
kerja, karena kesehatan merupakan keadaan atau situasi sehat
seseorang baik jasmani maupun rohani sedangkan keselamatan kerja
suatu keadaan dimana para pekerja terjamin keselamatan pada saat
bekerja baik itu dalam menggunakan mesin, pesawat, alat kerja, proses
pengolahan juga tempat kerja dan lingkungannya juga terjamin. Apabila
para pekerja dalam kondisi sehat jasmani maupun rohani dan didukung
oleh sarana dan prasarana yang terjamin keselamatannya maka
produktivitas kerja akan dapat ditingkatkan. Masalah kesehatan adalah
suatu masalah yang kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-
masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Banyak faktor yang
mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan
masyarakat, antara lain: keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan
kesehatan.
B. Rumusan Masalah
Penulisan makalah mengenai keselamatan dan kesehatan kerja,
dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang
keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

C. Tujuan
Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dalam mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah akan membahas masalah
tentang kesehatan dan keselamatan kerja
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penulisan makalah ini adalah akan membahas
masalah-masalah:
a. Pengertian kesehatan dan keselamatan kerja
b. Tujuan program kesehatan dan keselamatan kerja
c. Penyebab kecelakan kerja
d. Strategi untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja
e. Masalah kesehatan karyawan

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Mondy (2008) keselamatan kerja adalah perlindungan


karyawan dari luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan yang terkait
dengan pekerjaan. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari
lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran
listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh,
penglihatan dan pendengaran.
Sedangkan kesehatan kerja menurut Mondy (2008) adalah
kebebasan dari kekerasan fisik. Resiko kesehatan merupakan faktor-
faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang
ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stres emosi atau gangguan
fisik.
Beberapa pendapat mengenai pengertian keselamatan dan
kesehatan kerja antara lain:
1. Menurut Mangkunegara (2002) Keselamatan dan kesehatan kerja
adalahsuatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada
khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk
menuju masyarakat adil dan makmur.
2. Menurut Sumamur (2001), keselamatan kerja merupakan rangkaian
usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi
para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
3. Mathis dan Jackson (2002), menyatakan bahwa Keselamatan
adalahmerujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang
terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah
merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara
umum.
B. Tujuan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Program keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk
memberikan iklim yang kondusif bagi para pekerja untuk berprestasi,
setiap kejadian baik kecelakaan dan penyakit kerja yang ringan maupun
fatal harus dipertanggungjawabkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan
(Rika Ampuh Hadiguna, 2009). Sedangkan menurut Rizky Argama (2006),
tujuan dari dibuatnya program keselamatan dan kesehatan kerja adalah
untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan
penyakit akibat hubungan kerja. Beberapa tujuan program Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) adalah:
a) Mencegah kerugian fisik dan finansial baik dari pihak karyawan
dan perusahaan
b) Mencegah terjadinya gangguan terhadap produktivitas
perusahaan
c) Menghemat biaya premi asuransi
d) Menghindari tuntutan hukum dan sebagai tanggung jawab sosial
perusahaan kepada karyawannya
C. Penyebab Kecelakaan Kerja
Menurut Mangkunegara (2008) faktor-faktor penyebab terjadinya
kecelakaan kerja, yaitu:
1. Keadaan Tempat Lingkungan Kerja
a) Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya
kurang diperhitungkan keamanannya.
b) Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
c) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
2. Pengaturan Udara
a) Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang
kotor, berdebu, dan berbau tidak enak).
b) Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
3. Pengaturan Penerangan
a) Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat.
b) Ruang kerja yang kurang cahaya, remang-remang.
4. Pemakaian Peralatan Kerja
a) Pengamanan peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
b) Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengamanan yang baik.
5. Kondisi Fisik dan Mental Pegawai
a) Stamina pegawai yang tidak stabil.
b) Emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang rapuh,
cara berpikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja
rendah, sikap pegawai yang ceroboh, kurang cermat, dan kurang
pengetahuan dalam penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja
yang membawa risiko bahaya.

D. Strategi Untuk Meningkatkan Keselamatan Dan Kesehatan Tempat


Kerja
Ketika bahaya di tempat kerja telah diidentifikasi, berbagai strategi
dapat dikembangkan untuk menghilagkan atau menguranginya. Untuk
menentukan apakah sebuah strategi berjalan efektif, perusahaan dapat
membandigkan kejadian, tingkat keparahan, serta frekuensi penyakit dan
kecelakaan sebelum dan sesudah intervesi. OSHA telah menyetujui
metode-metode untuk menentukan tingkat-tingkatnya.
1. Mengawasi Tingkat Keselamatan dan Kesehatan OSHA mewajibkan
perusahaan untuk menyimpan catatan kecelakaan dan penyakit
pegawainya. catatan tersebut menjadi dasar untuk menentukan
kecenderungan jangka panjang, termasuk peningkatan atau penurunan
kesehatan pegawai.
2. Pencegahan Kecelakaan Merancang lingkungan kerja yang dapat
mencegah kecelakaan mungkin cara terbaik untuk mencegah kecelakaan
dan meningkatkan keselamatan. Beberapa fitur keselamatan yang dapat
dimasukkan ke dalam lingkungan fisik adalah pejagaan mesinmesin,
pegangan tangga, kacamata dan helm khusus, lampu peringatan,
mekanisme pembenaran sendiri, serta penghentian otomatis. Ergonomis.
Salah satu cara meningkatkan keselamatan adalah membuat pekerjaan
tersebut lebih nyaman dan tidak melelahkan melalui ergonomis.
3. Pencegahan Penyakit Penyakit kerja dapat lebih merugikan dan
berbahaya daripada kecelakaan kerja. Karena penyakit sering kali
membutuhkan waktu lama untuk berkembang, kodisi kerja yang
berbahaya bisa tidak terdeteksi selama beberapa tahun. Mengembangkan
strategi untuk mengurangi tingkat kejadian penyakit ini biasanya lebih sulit
daripada mengurangi kecelakaan dan cedera.
4. Manajemen Tindakan Hingga saat ini, perusahaan-perusahaan
memberikan program-program yang dirancang untuk membantu pegawai
menghadapi tekanan terkait pekerjaan. Penekanan utamanya adalah
memberikan informasi yang nyata untuk mengurangi ambiguitas yang
berhubungan dengan peran pekerjaan yang berganti secara cepat.
Harapannya adalah program ini daopat mengurangi tekanan yang dialami
oleh pegawai. Selain mencoba mengurangi sumber-sumber tekanan di
tempat kerja, banyak perusahaan yang memberikan pelatihan dan
program lain yang ditujukan untuk membantu pegawai menangani
tekanan dengan efektif. Dengan membantu pegawai menangani pegawai
secara efektif, perusahaan dapat mengurangi akibat dari kesehatan yang
negatif karena paparan jangka panjang. Mengembangkan keterampilan
manajemen waktu adalah salah satu strategi efektif yang dapat digunakan
oleh pegawai untuk mengatasi tekanan perusahaan.
5. Program Kesehatan Perusahaan-perusahaan semakin berfokus untuk
menjaga pegawainya tetap sehat dan bugar. Pekerja yang tidak sehat
dapat meningkatkan pengeluaran perusahaan dengan beberapa cara.
Dengan meningkatkan kesehatan pegawaiya, perusahaan dapat
mengurangi pengeluaran tersebut dan meningkatkan keuntungan mereka.
E. Masalah kesehatan karyawan
Beberapa kasus yang menjadi masalaha kesehantan bagi para
karyawan adalah:
1. Kecanduan alkohol & penyalahgunaan obat-obatan
Akibat dari beban kerja yang terlalu berat, para karyawan terkadang
menggunakan bantuan dari obata-obatan dan meminum alcohol untuk
menghilangkan stress yang mereka rasakan. Untuk mencegah hal ini,
perusahaan dapat melkaukan pemeriksaan rutin kepada karyawan tanpa
pemberitahuan sebelumnya dan perusahaan tidak memberikan kompromi
dengan hal-hal yang merusak dan penurunan kinerja (missal: absen, tidak
rapi, kurang koordinasi, psikomotor berkurang)
2. Stress
Stres adalah suatu reaksi ganjil dari tubuh terhadap tekanan yang
diberikan kepada tubuh tersebut. Banyak sekali yang menjadi penyebab
stress, namun beberapa diantaranya adalah:
a) Faktor Organisasional, seperti budaya perusahaan, pekerjaan itu
sendiri, dan kondisi kerja
b) Faktor Organisasional seperti, masalah keluarga dan masalah
finansial
3. Burnout
"Burnout adalah kondisi terperas habis dan kehilangan energi psikis
maupun fisik. Biasanya hal itu disebabkan oleh situasi kerja yang tidak
mendukung atau tidak sesuai dengan kebutuhan dan harapan. Burnout
mengakibatkan kelelahan emosional dan penurunan motivasi kerja pada
pekerja. Biasanya dialami dalam bentuk kelelahan fisik, mental, dan
emosional yang intens (beban psikologis berpindah ke tampilan fisik,
misalnya mudah pusing, tidak dapat berkonsentrasi, gampang sakit) dan
biasanya bersifat kumulati.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya
untuk menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan
dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja,
perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi kesehatan dan
keselamatan kerja tidak melulu berkaitan dengan masalah fisik pekerja,
tetapi juga mental, psikologis dan emosional.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang
penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak
berbagai peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur
masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Meskipun banyak ketentuan
yang mengatur mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, tetapi masih
banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan
keselamatan kerja yang disebut sebagai bahaya kerja dan bahaya nyata.
Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi standar
keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan
kerja.
2. Saran
Perusahaan dalam hal ini manajer SDM harus merencanakan atau
membuat program yang berkesinambungan mengenai keselamatan kerja
karyawan. Perusahaan hendaknya tidak tinggal diam apabila ditemukan
terjadi kecelakaan pada saat karyawan bekerja
Kecelakaan pada saat bekerja merupakan resiko yang merupakan
bagian dari pekerjaan, untuk utu perusahaan hendaknya mencegah dalam
hal ini melakukan proteksi atau perlindungan berupa kompensasi yang
tidak dalam bentuk imbalan, baik langsung maupun tidak langsung, yang
diterapkan oleh perusahaan kepada pekrja. Proteksi atau perlindungan
pekerja merupakan keharusan bagi sebuah perushaan

DAFTAR PUSTAKA
Mondy, R.W., 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi
Kesepuluh (terjemahan), Jakarta: Penerbit Erlangga
Undang - Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(http://prokum.esdm.go.id/uu/2003/uu-13-2003.pdf)
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3): Definisi, Indikator Penyebab
dan Tujuan Penerapan Keselatan dan Kesehatan Kerja (http://jurnal-
sdm.blogspot.com/2009/10/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3.html)
Latiffianti Effi. 2012. Analisa Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3)
dalam Meningkatkan Produktivtas Kerja (Studi Kasus: Pabrik The
Wonosari PTPN XII). Jurnal Teknik Pomits. Vol 1:1-6
http://pmdlk.blogspot.com/2013/03/kerugian-akibat-kecelakaan-kerja.html
Jakarta: Penerbit Erlangga
http://ardisukma.blogspot.com/2013/07/makalah-kesehatan-dan-
keselamatan-kerja.html

Anda mungkin juga menyukai