Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Self Awareness

2.1.1 Defenisi self awareness

Self Awareness atau kesadaran diri adalah wawasan kedalam atau

wawasan mengenai alasan-alasan dari tingkah laku sendiri atau

pemahaman diri sendiri. Self Awareness atau kesadaran diri adalah bahan

baku yang penting untuk menunjukkan kejelasan dan pemahaman tentang

perilaku seseorang. Kesadaran diri juga merupakan suatu yang bisa

memungkinkan orang lain mampu mengamati dirinya sendiri maupun

membedakan dirinya dari dunia (orang lain), serta yang memungkinkan

orang lain mampu menempatkan diri dari suatu waktu dan keadaan.

(Maharani & Mustika, 2017).

Kesadaran diri dapat dikatakan sebagai bentuk dari kepekaan, dimana

seorang individu dapat berbuat menurut pemikiran dan menerima dirinya

tanpa pemberontakan terhadap suatu hal yang tidak dikehendaki sekalipun,

maka penerimaan diri lebih cenderung terhadap emosi positif. (Suparno,

2017).

Self Awareness adalah salah satu bentuk bimbingan yang dilakukan

melalui media kelompok dimana metode yang dibahas penyelesaian

ditentukan atas kesepakatan seluru anggota kelompok. Anggota kelompok

bebas mengeluarkan pendapat, menanggapi, memberi saran tetapi tidak


boleh keluar dari materi yang sudah ditentukan. (Maharani & Mustika,

2017).

2.1.2 Bentuk-Bentuk Self Awareness

Menurut (Baron & Byrne, 2005) tokoh psikologi sosial, mengatakan

bahwa self Awareness memiliki beberapa bentuk diantaranya :

(1) Self Awareness subjektif, yaitu kemampuan orgasme untuk

membedakan dirinya dari lingkungan fisik dan sosialnya. Dalam hal ini

seringkali siswa disadarkan tentang siapa dirinya dengan orang lain. Ia

harus sadar bahwa siapa dia, dimata orang-orang disekitarnya. Dan

bagaimana ia harus bersikap yang membuat orang bisa berbeda dengan

yang lainnya.

(2) Self Awareness objektif, yaitu kapasitas orgasme untuk menjadi objek

perhatiannya sendiri, kesadaran akan keadaan pikirannya dan

mengetahui bahwa ia tahu dan mengingat bahwa ia ingat. Hal ini

berkaitan dengan identitas siswa sendiri sebagai seorang pelajar. Jika

siswa ingat bahwa ia adalah seorang murid, ia akan memfokuskan

dirinya dan menempatkan dirinya pula sebagai siswa. Dan mengingat

berbagai bentuk hak dan kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya.

(3) Self Awareness simbolik, yaitu kemampuan organisme untuk

membentuk sebuah konsep abstrak dari diri melalui bahasa kemampuan

ini membuat organisme mmapu untuk berkomunikasi, menjalin

hubungan, mennetukan tujuan mengevaluasi hasil dan membangun


sikap yang berhubungan dengan diri dan membelanya terhadap

komunikasi yang mengancam. Siswa dalam hal ini lenih ditekankan

untuk bisa mengenali dirinya dan harus bisa berfikir tentang dirinya di

mata orang lain, siswa dalam hal ini lebih banyak belajar dari

sekitarnya, dan lebih penting siswa harus bisa belajar bagaimana bisa

menyampaikan sesuatu dengan baik kepada orang lain lewat sebuah

komunikasi yang baik agar siswa bisa membentuk sebuah hubungan

dengan orang lain.

2.1.3 Karakteristik Dalam Pembentukan Self Awareness

Menurut Schafer dalam (Salam et al, 2021) untuk membentuk Self

Awareness dalam diri seseorang dibutuhkan sebuah kerangka kerja yang

terdiri dari lima elemen primer, yaitu :

(1) Attention (atensi/perhatian), yaitu pemusatan sumber daya mental ke

hal-hal eksternal maupun internal. Kita dapat mengarahkan perhatian

kita ke peristiwa-peristiwa eksternal maupun internal, oleh sebab itu,

kesadaran pun dapat kita arahkan ke peristiwa eksternal dan internal.

(2) Wakefulnes (kesiagaan/kesadaran), yaitu kontinum dari tidur hingga

terjaga. Kesadaran, sebagai suatu kondisi kesiagaan memiliki

komponen arousal. Dalam bagian kerangka kerja awareness ini,

kesadaran adalah suatu kondisi mental yang dialami seseorang

sepanjang kehidupannya. Kesadaran terdiri berbagai level awareness


dan eksetasi yang berbeda, dan kita bisa mengubah kondisi kesadaran

kita menggunakan berbagai hal.

(3) Architecture (Arsitektur), yaitu lokasi fisik struktur fisiologis dan

proses-proses yang berhubungan dengan struktur tersebut yang

menyongkong kesadaran. Sebuah konsep dari definitive dari kesadaran

adalah bahwa kesadaran memiliki sejumlah struktur fisiologis (suatu

struktur arsitektural). Diasumsikan bahwa kesadaran berpusat di otak

dan dapat diartikan melalui penyelidikan terhadap korelasi naural

kesadaran di otak dan dapat diidentifikasi melalui penyelidikan

terhadap jorelasi neural kesadaran.

(4) Recall of knowledge (mengingat pengetahuan), yaitu proses

pengambilan informasi tentang pribadi yang bersangkutan dengan

dunia sekelilingnya.

(5) Self knowledge (pengetahuan diri), yaitu pemahaman tentang informasi

jati diri pribadi seseorang. Pertama, terdapat pengetahuan fundamental

bahwa anda adalah anda.

2.1.4 Aspek-Aspek Self Awareness

Goleman (dalam Sudarmono, Apuanor dan Eka, 2017)

mengungungkapkan bahwa terdapat tiga aspek utama dalam self awareness

atau kesadaran diri, yaitu :

(1) Mengenali emosi


Mengenali emosi dan pengaruhnya, seseorang dengan kemampuan ini

akan mengetahui makna emosi yang sedang mereka rasakan dan

mengapa terjadi serta menyadari keterkaitan antara perasaan mereka

dengan apa yang dipikirkan.

(2) Pengakuan diri yang akurat

Pengakuan diri yang akurat meliputi mengetahui sumber daya batiniah,

kemampuan dan keterbatasan.

(3) Kepercayaan Diri

Meliputi kesadaran yang kuat tentang harga diri dan kemampuan.

Sementara itu, Menurut (Daryanto, 2016) mengemukakan bahwa

self awareness memiliki empat aspek yaitu :

(1) Emotional awareness (kesadaran emosi) Kesadaran emosi yaitu

kemampuan individu dalam mengenali dan memahami emosi yang

dimiliki serta mampu mengendalikan emosi sehingga mampu

merasakan dan memikirkan dampak dari suatu tindakan terhadap

lingkungan sekitarnya.

(2) Self concept (konsep diri) Konsep diri dibagi menjadi konsep diri yang

positif seperti merasa mampu memperbaiki diri sendiri, dan konsep

diri yang negatif yaitu merasa kurang atau rendah diri.

(3) Self esteem (harga diri) Harga diri dibagi menjadi harga diri positif

yaitu menerima dan menghargai dirinya sendiri apa adanya, dan harga

diri yang negatif yaitu merasa kurang atau rendah diri.


(4) Multiple selves (diri yang berbeda)

Diri yang berbeda menentukan pada peran yang dimainkan seseorang

dalam berbagai kontiunitas dan merefleksikan sebagai begaian

kehidupan. Hal ini juga mengacu bagaimana individu bisa

menempakan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara

yang efisien.

2.2 Konsep Remaja

2.2.1 Pengertian Remaja

Menurut World Health Organisation (2020) Remaja adalah individu

yang berusia 10-19 tahun, youth berusia 15-24 tahun, dan young people

berusia 10-24 tahun (Ofori et al., 2020). Menurut Diane Papalia dan Sally

Olds, masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-

kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12-13 tahun dan

berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluh tahun. (Saputro,

2017). Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN)

menyebutkan bahwa remaja berada pada rentang usia 10-24 tahun dengan

status yang belum menikah (Diananda, 2019)

Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak

menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai

perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah

perubahan fisik dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk

tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas


reproduktif. Selain itu. Remaja juga berubah secara kognitif dan mulai

berpikir anstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai

melepaskan diri secara emosional dan orang tua dalam rangka menjalankan

peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa (Yusuf Syamsu, 2012)

Masa remaja rentan terhadap berbagai resiko kesehatan, dimana setiap

jenjang umur remaja memiliki resiko kesehatan yang spesifik, misalnya

untuk anak usia 10-14 tahun, risiko utama kesehatan terkait dengan air,

kebersihan, dan sanitasi. Risiko untuk usia 15-19 tahun lebih sering

dikaitkan dengan perilaku, seperti penggunaan alkohol, pola makan yang

buruk dan aktifitas fisik yang rendah (WHO, 2020).

2.2.2 Fase Remaja

Dalam penjelasan (Diananda, 2019) menyebutkan beberapa fase

remaja yang dijelaskan adalah sebagai berikut :

(1) Pra Remaja (11/12 tahun hingga 14 tahun)

Fase ini merupakan fase remaja yang sangat pendek. Pada fase ini

remaja akan sangat tertutup dengan orang tua dan orang lain disekitar.

Adanya perubahan-perubahan bentuk tubuh termasuk perubahan

hormonal yang menyebabkan perubahan kondisi psikologis remaja.

(2) Remaja Awal (13/14 tahun hingga 17 tahun)

Fase ini merupakan fase dimana banyak peruabhan yang terjadi

dalam diri remaja. Pada fase ini remaja mulai mencari jati diri, dan

mulai mandiri dengan keputusan yang mereka ambil. Pemikiran remaja


semakin logis, dan semakin banyak waktu untuk membicarakan

keinginan dengan orang tua.

(3) Remaja lanjut (17-20 atau 21 tahun)

Pada fase ini remaja ingin menonjolkan diri, mereka ingin menjadi

pusat perhatian. Sudah memiliki cita-cita yang jelas, lebih bersemangat,

dan sudah mulai menetapkan identitas diri dan tidak bergantung pada

kondisi emosional.

2.2.3 Ciri-ciri Remaja

Ciri remaja menurut (Saputro, 2017), yaitu :

(1) Masa remaja sebagai periode yang penting

Pada periode remaja, baik akibat langsung maupun akibat jangka

panjang tetaplah penting. Perkembangan fisik yang begitu cepat

disertai dengan cepatnya perkembangan mental, terutama pada masa

awal remaja. Semua perkembangan ini menimbulkan perlunya

penyesuaian mental serta perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat

baru.

(2) Masa remaja sebagai periode peralihan

Pada fase ini, remaja bukan lagi seorang anak dan bukan juga

orang dewasa. Kalau remaja berperilaku seperti anak-anak, ia akan

diajari untuk bertindak sesuai dengan umumnya. Kalau remaja

berusaha berperilaku sebagaimana orang dewasa, remaja seringkali


dituduh terlalu besar ukurannya dan dimarahi karena mencoba

bertindak seperti orang dewasa.

(3) Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja

sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja,

ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan

sikap juga berlangsung pesat. Jika perubahan fisik menurun, maka

perubahan sikap dan perilaku juga menurun.

(4) Masa remaja sebagai usia bermasalah

Setiap periode perkembangan mempunyai masalahnya sendiri,

namun masalah masa remaja sering menjadi persoalan yang sulit

diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan.

Ketidakmampuan mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya

menurut cara yang mereka yakini, banyak remaja akhimya

menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan

harapan mereka.

(5) Masa remaja sebagai masa pencari identitas

Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri terhadap

kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan.

Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas

lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal,

seperti sebelumnya. Status remaja yang mendua ini menimbulkan


suatu dilema yang menyebabkan remaja mengalami "krisis identitas"

atau masalah-masalah identitas ego pada remaja.

(6) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Anggapan stereotip budaya bahwa remaja suka berbuat semaunya

sendiri, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku

merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan

mengawasi kehidupan remaja yang takut bertanggung jawab dan

bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.

(7) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Masa remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamata

berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain

sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih

dalam hal harapan dan cita-cita. Harapan dan cita-cita yang tidak

realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga

dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosi yang

merupakan ciri dari awal masa remaja.

(8) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja

menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk

memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa, Berpakaian

dan bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh

karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang


dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum minuman

keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks

bebas yang cukup meresahkan. Mereka menganggap bahwa perilaku

yang seperti ini akan memberikan citra yang sesuai dengan yang

diharapkan mereka.

2.2.4 Tugas-tugas perkembangan masa remaja

Salah satu periode dalam rentang kehidupan adalah fase remaja. Masa

ini merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan

individu, dan merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada

perkembangan masa dewasa yang sehat. Untuk dapat melakukan sosialisasi

yang baik, remaja harus menjalankan tugas-tugas perkembangan pada

usianya dengan baik.

William Kay, sebagaimana dikutip Yudrik Jahja mengemukakan

tugas-tugas perkembangan pada masa remaja sebagai berikut :

(1) Menerima fisiknya sendiri berikat keragamanan kualitasnya

(2) Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur-figur yang

mempunyai otoritas

(3) Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan bergaul

dengan teman sebaya, baik secara individual maupun sekelompok

(4) Menemukan manusia model yang dijadikan identitas pribadinya

(5) Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap

kemampuannya sendiri
(6) Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar

skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup (weltanschauung)

(7) Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku)

kekanak-kanakan. (Saputro, 2017)

2.3 Konsep Perilaku Konsumsi

2.3.1 Definisi perilaku konsumsi

Perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu yang berinteraksi

dengan lingkungan, mulai dari perilaku yang paling tampak hingga tidak

tampak, dari yang dirasakan hingga yang tak dirasakan. Terdapat lima

pendekatan utama dalam mengenali lebih lanjut perilaku manusia,

diantaranya yaitu pendekatan neurobiologik, behavioristik, kognitif,

psikoanalisis, dan humanistik. Pendekatan neurobiologik memfokuskan

pada hubungan antara perilaku dengan kejadian yang berlangsung dala

tubuh (otak dan syaraf) karena perilaku diatur oleh kegiatan otak dan

sistem saraf. Pendekatan behavioristik memfokuskan pada perilaku yang

nampak, perilaku yang dapat dibentuk dengan pembiasaan dan pengukuhan

melalui pengkondisian stimulus. Pendekatan kognitif, diartikan sebagai

individu tidak hanya menerima stimulus yang pasif tetapi membuat

stimulus menjadi perilaku individu didoorng oleh insting bawaan dan

sebagian besar perilaku individu mampu mengarahkan perilaku dan

memberikan warna pada lingkungan (Asti,2014).


Menurut Kamur Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2019) konsumsi

adalah pemakaian hasil barang produksi baik berupa bahan pakaian,

makanan dan sebagainya. dalam penelitian ini konsumsi lebih dikaitkan

dengan makanan dan minuman yaitu konsumsi gula. Dapat dikatakan

bahwa perilaku yaitu diamna kegiatan atau interaksi dengan lingkungannya

memenuhi kebutuhan makanan terutama dalam pemenuhan kecukupan gixi

atau manusia.

2.3.2 Faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi

Menurut (Barasi,2011) faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi

seseorang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal

yang dimaksud adalah faktor fisik dan psikologis. Sedangkan faktor

eksternalnya yaitu sosial-budaya, ekonomi, pengetahuan, dan periklanan.

(1) Faktor internal

a. Fisik, yaitu fisiologis didalam kebutuhan fisiologis tubuh berperan

untuk menentukan pola konsumsi seseorang dan pemilihan atau

jenis makanan yang dapat dikonsumsinya. Rasa lapar atau

kebutuhan makan dan rasa kenyang atau pengehnetian asupan

makanan/mencegah proses makan selanjutnya.

b. Psikologis

a) Nafsu makan, yaitu keinginan terhadap makanan tertentu,

berdasarkan pengalaman.
b) Aversi (pantangan), yaitu menghindari makanan tertentu,

berdasarkan apa yang dianggap sebagai pengalaman masa lalu.

c) Preferensi (kesukaan), dibentuk dari seringnya kontak dengan

makanan tersebut dan proses belajar dini (ketika pertama kali

diperkenalkan pada makanan)

d) Emosi (mood, stress), yaitu suatu makanan tertentu dikaitkan

dengan emosi positif atau negatif

e) Tipe kepribadian, asupan makanan yang dipengaruhi oleh

kepekaan terhadap pemicu eksternal dan internal.

(2) Faktor eksternal

a. Budaya

Budaya merupakan penentu dalam ketertarikan suatu jenis

makanan, budaya dapat dikaitkan memberikan atau memperkuat

identitas terhadap rasa memiliki serta memperkuat perbedaan dari

budaya lain. Terlihat pengaruh yang jelas dalam suatu budaya

seperti halnya dalam pemilihan makanan pokok, dan hidangan

yang populer seprti abhan yang digunakan atau cara mengolahnya.

b. Ekonomi

Dikatakan bahwa semakin tinggi status ekonomi seseorang

maka semakin besar jumlah serta jenis makanan yang dapat

diperoleh. Kebalikannya yaitu jika seseorang hidup dalam

ketidakcukupan atau penghasilan kurang maka kesempatan dalam


pemilihan makanan juga sangat terbatas. Ini mungkin saja

disebabkan oleh ketidaksediaannya makanan didaerahnya, atau

bahakan karena tidak cukupnya uang untuk membeli suatu

makanan, dan bisa saja disebabkan oleh keduanya.

c. Norma sosial

Perilaku bisa diterima oleh lingkup sosial seseorang, yang

berkaitan dengan makanan, dan berpengaruh besar terhadap

pemilihan amkanan/ hal tersebut dapat dilihat melalui tekanan nol

teman sebaya (peer pressure) yang dapat memperkuat keyakinan

seseorang terhadap makanan. Pendukung dalam prinsip etika

biasanya dapat mengubah pilihan makanan agar sesuai dengan

prinsip yang dianutnya, contohnya memilih makanan produk

oragnik menjadi vegetarian. Norma sosial juga bisa menentukan

status makanan, beberapa makanan biasanya lebih berkelas

(seringkali mahal) sehingga membuat orang lain terkesan, yang

dikonsumsinya pada acara khusus saja.

d. Pengetahuan

Faktor pengetahuan berasal dari lingkungan eksternal yang

sebagai penentu besarnya perhatian terkait hal yang berhubungan

dengan makanan serta gizi, dan seberapa masalah kesehatan dalam

pemilihan suatu makanan. Kemudian faktor eksternal yang

dimaksud sebagai penghalang bisa saja memiliki pengaruh seperti


pengenalan dari resiko diet yang tidak sehat, relevansinya bagi

seseorang, serta kemampuan dalam menindak lanjuti terhadap

pemilihan makanan.

e. Media dan periklanan

Faktor yang memberikan informasi tentang berbagai makanan,

seperti makanan yang diolah atau diproduksi di pabrik yang

biasanya kurang baik gizinya dikarenakan terdapat banyak

kandungan lemak, garam, serta gula. maka semakin sering melihat

iklan, semakin dikenali produk tersebut dan semakin banyak pula

peminat terhadap produk tersebut.

2.4 Konsep Konsumsi Gula

Gula yang dikonsumsi melebihi kebutuhan akan berdampak pada

peningkatan berat badan, bahkan jika dilakukan dalam jangka waktu yang cukup

lama secara langsung akan meningkatkan kadar gula darah dan akan berdampak

pada terjadinya diabetes type-2, bahkan secara tidak langsung berkontribusi pada

penyakit tidak menular seperti osteoporosis,penyakit jantung dan kanker. Gula

yang dikenal oleh masyarakat tidak hanya terdapat pada gula tebu, gula aren, dan

gula jagung yang dikonsumsi dari makanan dan minuman. Dalam kandungan

gula juga terdapat dalam makanan lain yang mengandung karbohidrat sederhana

seperti tepung, roti, kecap, buah manis, jus, minuman berdosa dan sebagainya.

fruktosa adalah gula sederhana yang terdapat di dalam madu, berbagai buah, gula

meja (sukrosa dan high fructose corn syrup / HFCS) (Kemenkes, 2014)
Penelitian yang dilakukan oleh Nisak & Mahmudiono (2017), didapatkan

hasil bahwa pola konsumsi gula 16 kali dalam sebulan berpengaruh terhadap

kejadian overweight atau obesitas, selain itu konsumsi makanan manis

memberikan hubungan yang signifikan terhadap terjadinya diabetes melitus

(Susilowati & Waskita, 2019).

Gula yang dikonsumsi sehari-hari akan meningkatkan kalori tanpa asupan

zat gizi lainnya. Ada dua macam gula yang dikonsumsi yaitu, gula yang

dihasilkan dari buah seperti fruktosa, atau yang bersumber dari susu (laktosa),

dan gula yang ditambahkan pada makanan dan minuman, seperti gula pasir

(sukrosa). Jenis kedua ini yang dikenal sebagai ’added sugar’ yang kemungkinan

berkontribusi terhadap terjadinya obesitas, dan penyakit kronis lainnya (WHO,

2003).

Beberapa cara membatasi konsumsi gula :

(1) Kurangi secara perlahan penggunaan gula, baik pada minuman teh/kopi

maupun saat mencampurkan pada masakan. Jika untuk meningkatkan rasa

manis pada minuman, tambahkan jeruk nipis pada minuman teh atau madu,

bukan menambahkan gula.

(2) Kurangi minuman bersoda

(3) Ganti makanan penutup/dessert yang manis dengan buah dan sayuran

(4) Batasi konsumsi es krim


(5) Jika berbelanja kemasan biasakan selalu membaca informasi kandungan gula

dan kandungan total kalori (glukosa, sukrosa, fruktosa, dextrosa, galaktosa,

maltosa) dan garam (natrium)

(6) Batasi konsumsi coklat yang mengandung gula

(7) Jauhi minuman yang mengandung alkohol

2.5 Kerangka Teori

Kerangka teori adalah konsep yang sebenarnya merupakan abtarksi dari hasil

pemikiran atau kerangka dan acuan yang pada dasarnya bertujuan mengadakan

kesimpulan terhadap dimensi. Kerangka teori berarti kerangka dalam bentuk alur

pikir atau bagan yang mendasari dilakukannya suatu penelitian

Kerangka Teori :

2.6 Kerangka Konsep

2.7 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru

didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta yang

diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan

sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban

empirik (Sugiyono, 2017). Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini

adalah :
1. Ha : Ada hubungan yang positif antara Self-Awareness remaja terhadap

konsumsi gula di SMK Negeri 2 Pekanbaru.

2. H0 : Tidak ada hubungan antara Self-Awareness remaja terhadap konsumsi

gula di SMK Negeri 2 Pekanbaru.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain dan Metode Penelitian

Desain penelitian merupakan suatu rancangan penelitian untuk

mendapatkan data atau menjawab pertanyaan penelitian dan berperan

sebagai pedoman bagi peneliti dalam proses penelitian (Nursalam, 2015).

Desain penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah desain

deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Penelitian deskripsi

korelasi adalah suatu penelitian yang menelaah hubungan antara dua

variabel (Lapau, 2013). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pendekatan cross sectional, yaitu setiap objek dalam penelitian hanya

diamati satu kali dan pengukuran dilakukan secara bersamaan (Notoatmodjo,

2018). Penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independen) yaitu kesadaran

diri (self awareness) dan dan variabel terikat (dependent) yaitu perilaku

konsumsi gula.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

1. Tempat Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di SMK Negeri 2 Pekanbaru. Alasan

memilih siswa SMK karena siswa SMK termasuk kedalam remaja yang mana

memasuki dunianya dengan segala macam kemungkinan dan memiliki


kebebasan untuk memikirkan sendiri serta seringnya muncul sifat

egosentrisme. Lokasi penelitian dipilih di SMK Negeri2 Pekanbaru karena

merupakah salah satu SMK terfavorit dan sekolah tertua di Pekanbaru karena

wilayah penelitian yang mudah dijangkau.

2. Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian dimulai dari persiapan dan pengajuan proposal

penelitian dengan seminar hasil dari bulan september 2022 sampai dengan

mei 2022 proses pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.

Waktu Pelaksanaan (2022 – 2023)


Kegiatan Sep Okt Nov Des Jan Feb Mrt Apr Mei Juni

Pengajuan
Judul
Penyusunan
Proposal
Seminar
Proposal
Perbaikan
Proposal
Uji Etik
Pelaksanaan
Penelitian
Pengolahan
Data
Proses
Bimbingan
Seminar
Hasil
Perbaikan
Laporan
Hasil
3.3 Populasi dan Sampel

1) Populasi

Populasi didefinisikan sebagai sekumpulan besar data atau individu

dengan karakteristi yang sama (Polit & Beck, 2012). Penetapan batas

populasi akan mempermudah peneliti dalam memberikan sifat dan ciri pada

saat pengambilan sampel (Sugiyono, 2012). Populasi dalam penelitian ini

adalah Siswa SMK Kelas XI yang berada di wilayah SMK Negeri 2

Pekanbaru yang berjumlah 897 siswa

2) Sampel

Menurut Sugiyono (2012) Sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pada penelitian ini,

Sampel yang diambil dari populasi menggunakan teknik Purposive

Sampling. Purposive Sampling adalah teknik pengambilan data dengan

peetimbangan tertentu (Sugiyono,2012). Kriteria yang digunakan dalam

penelitian ini adalah remaja kelas XI Di SMK Negeri 2 Pekanbaru,

pengambilan sampel dilakukan dengan melihat data yang sudah di temukan,

kemudian peneliti memilih sampel sesuai dengan kriteria.

Besar sampel yang digunakan ditentukan dengan rumus Slovin sebagai

berikut (Sastroasmoro & Ismael, 2014):

Keterangan:
n : Besar sampel
N : Besar populasi
e : Derajat kepercayaan (5%)
Berdasarkan rumus diatas didapatkan jumlah sampel dengan perhitungan
sebagai berikut:
n= 897
1+ (897 x 0.052)
n = 276,6 siswa
dibulatkan menjadi 277 siswa.

Adapun kriteri inklusi dan eksklusi penelitian ini yaitu:


a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi

oleh setiap anggota populasi yang dapat di ambil sebagai sampel atau

kriteria yang layak di teliti (Natoatmodjo, 2018).

Penentuan kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

1) Siswa yang bersekolah di SMK Negeri 2 Pekanbaru

2) Siswa yang bersedia menjadi responden

3) Siswa pada kelas XI

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria ekslusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat

diambil sebagai sampel atau kriteria yang tidak layak diteliti.

1) Tidak bersedia menjadi responden

2) Bukan Peserta didik di SMK Negeri 2 pekanbaru


3.4 Etika Penelitian

Etika merupakn salah satu poin penting dalam penelitian, karena dijadikan

sebagai prinsip etis yang diterapkan dalaam kegiatan penelitian sehingga menjadi

hingga hasil penelitian dilakukan publikasi (Notoatmodjo, 2018).

1. Menghormati harkat dan martabat manusia

Responden pada penelitian ini akan mendapat informasi terkait tujuan

penelitian, manfaat penelitian. Prosedur penelitian tentang hubungan

kesadaran diri (Self Awareness) terhadap konsumsi gula responden akan

mendapatkan informasi, peneliti akan mengelompokkan sesuai dengan aspek

kesadaran diri, responden yang bersedia menjadi responden akan

mennndatangani lembar persetujuan (informed consent), namun jika

responden tidak bersedia maka tidak akan dilibatkan dalam penelitian ini.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan

Setiap individu memiliki hak dasar dimana salah satunya adalah privasi

responden dalam memberikan informasi dengan peneliti tidak menampilkan

identitas lengkap responden, melainkan menggunakan inisial pada lembar

observasi, serta tidak melakukan dokumentasi untuk menjaga privasi akseptor.

3. Keadilan dan keterbukaan


Etika mengenai keadilan dan keterbukaan ini perlu dijaga oleh seorang

peneliti tidak menutupi tentang prosedur penelitian yang dilakukan. Penelitian

ini diberlakukan sama oleh peneliti sesuai dengan perlakukan yang akan

diberikan pada kelompok akseptor kontrasepsi hormonal dan non hormonal

tanpa mebedakan gender, suku, agama, dan lain sebagainya.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan

Dalam penelitian ini peneliti berusaha mmemaksimal manfaat dan

meminimalkan kerugian yang diperoleh responden, penelitian ini bermanfaat

untuk mengetahui fungsi seksual pada akseptor kontrasepsi hormonal dan non

hormonal dan meminimalkan kerugian pada responden.

3.5 Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan definisi yang telah dirumuskan peneliti

terkait variabel dalam penelitian dan pembaca memiliki pemahaman yang sama.

Definisi operasional juga dapat digunakan dalam penelitian sehingga peneliti

tidak melakukan kekeliruan dalam pengambilan data (Masturoh, 2018).

Tabel 3.1 Defenisi Operasional Hubungan Antara Self Awareness Remaja


Terhadap Perilaku Konsumsi Gula Di SMK Negeri 2 Pekanbaru
N Variabel Defenisi Operasional Alat Skala Hasil Ukur
o Penelitian Ukur Ukur
1 Self Keadaan individu mengambil kuesioner Rasio 1. Kesadaran diri kurang
Awareness suatu keputusan dengan mampu jika nilai jawaban <
mengontrol keadaan dirinya pada mean / median
suatu waktu 2. Kesadaran diri baik
jika nilai jawaban ≥
mean / median

(Notoatmodjo, 2018)
2 Perilaku kegiatan atau tindakan yang dapat kuisioner Rasio 1. Sering : Jika total skor
Konsumsi diamati secara langsung meliputi jawaban responden <
gula konsumsi makanan dan minuman nilai mean / median
remaja yaitu, gula yang dihasilkan 2. Jarang : Jika total
dari buah seperti fruktosa, atau skor jawaban
yang bersumber dari susu responden ≥ nilai
(laktosa), dan gula yang mean / median
ditambahkan pada makanan dan
minuman, seperti gula pasir (Notoatmodjo, 2018)
(sukrosa).

3.6 Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpul data yang digunakan peneliti yaitu kuesioner. Kuesioner

merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberikan pertanyaan atau pernyataan yang tertulis kepada responden untuk

mendapatkan suatu informasi yang akurat (Masturoh, 2018).

Kuesioner yang peneliti gunakan juga kuesioner yang berdasarkan tinjauan

teoritis yang ada. Berikut penjelasan alat pengumpul data yang peneliti gunakan:

1. Kuesioner pada bagian awal berisi tentang identitas responden,

2. Kuesioner Self Awareness

3. Kuesioner Perilaku Konsumsi gula

3.7 Prosedur Pengumpulan Data


Prosedur dalam pengumpulan data pada penelitian harus disusun secara

sistematis agar penelitian dapat berjalan dengan lancar sehingga tujuan tercapai.

Prosedur penelitian yang dilakukan oleh peneliti antara lain:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan ini, peneliti terlebih dahulu menentukan masalah

penelitian dan mencari studi kepustakaan. Kemudian peneliti menyusun

proposal untuk mendapatkan persetujuan dari pembimbing. Setelah

mendapatkan persetujuan dari pembimbing, peneliti menjalankan proses

administrasi untuk mengurus surat permohonan izin penelitian dari Fakultas

Ilmu Keperawatan (FKp) Universitas Riau, Penelitian juga menjalankan

proses administrasi untuk mengurus permohonan pengambilan data dari

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Pekanbaru ke Dinas Kesehatan

Kota Pekanbaru. Peneliti juga mengurus surat permohonan izin penelitian ke

SMK Negeri 2 Pekanbaru.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dimulai setelah peneliti menyelesaikan urusan

administrasi. Peneliti lalu mendatangi lokasi penelitian, yaitu SMK Negeri 2

Pekanbaru. Setelah sampai di lokasi penelitian, peneliti melakukan

pengecekan terhadap kriteria inklusi pada siswa dengan memberikan

beberapa pertanyaan.

Setelah itu penelitian menjelaskan tujuan dari penelitian dan meminta

kesediaan dari responden untuk menjadi subjek penelitian dengan


menandatangani informed consent sebagai kesedian menjadi responden.

Selanjutnya peneliti menjelaskan terkait prosedur pengisian kuesioner dan

membantu responden untuk mengisi kuesioner. Setelah pengisian kuesioner

selesai penelitian memeriksa kembali jawaban responden, jika masih ada

jawaban responden yang belum lengkap, maka peneliti meminta responden

untuk melengkapinya.

3. Tahap Akhir

Setelah proses pengumpulan data selesai, peneliti akan melakukan analisa

dengan menggunakan uji statistik yang sesuai dengan data. Selanjutnya diakhiri

dengan penyusunan laporan hasil penelitiangdan penyajian hasil penelitian.

3.8 Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan data

Langkah-langkah pengolahan data menurut Notoatmodjo (2018), yaitu:

a. Editing

Editing adalah kegiatan untuk memeriksa isi formulir atau kuesioner.

Peneliti memeriksa apakah semua pertanyaan dalam kuesioner telah terisi,

agar semua data valid saat diolah.

b. Coding
Coding adalah kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi

angka pada semua variabel.

c. Entry data

Peneliti memasukkan semua data yang telah dikumpulkan dan

mengolah data tersebut dalam komputer sehingga dapat dilakukan

analisa data.

d. Cleaning

Data yang sudah ada kemudian dicek kembali kelengkapannya

sehingga data siap untuk dianalisis.

e. Processing

Data diproses dengan mengelompokkan ke dalam variabel yang

sesuai.

f. Analyzing

Dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat dan analisa

bivariat.

1. Analisa data

a. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo,

2018). Analisis ini digunakan untuk menggambarkan masing-masing

variabel. Analisa ini berfungsi untuk meringkas kumpulan data hasil


pengukuran berupa statistik, tabel dan grafik menjadi informasi yang

berguna (Notoadmodjo, 2018).

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan terhadap variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2018). Analisa bivariat

pada penelitian ini akan digunakan untuk melihat hubungan antara

variabel independen yaitu Self Awareness dan variabel dependen yaitu

perilaku konsumsi gula.

Analisa bivariat dilakukan terhadap variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2018). Analisa data yang

digunakan pada penelitian ini adalah Chi-Square. Ketentuan pada

penelitian ini adalah dengan cara menghubungkan nilai p value dengan

nilai α, jika nilai p value ≤ nilai α (0,05), maka Ho ditolak artinya ada

hubungan antara Self Awareness terhadap perilaku konsumsi gula.


Referensi Bab III

Notoadmojo, Soekidjo. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka. Cipta


Anggita, Imas Masturoh & Nauri. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Salemba Medika
Sastroasmoro, Sudigdo & Ismael, Sofyan. (2014). Dasar – Dasar Metodologi. Penelitian
Klinis Edisi ke-5. Jakarta: Sagung Seto
Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif”. Bandung : Alfabeta
Polit & Beck. (2012). Resource Manual for Nursing Research. Generating and. Assessing
Evidence for Nursing Practice. Ninth Edition. USA : Lippincott
Nursalam. (2015). Metodologi ilmu keperawatan, edisi 4, Jakarta: Salemba Medika
Lapau. (2013). Metodologi Penelitian: Yayasan Pustaka Obot Indonesia

Anda mungkin juga menyukai