Anda di halaman 1dari 9

TUGAS RESUME

Nama : Windi Mellyana


NIM : C 201 20 100
Kelas : M6 / F
Mata Kuliah : Manajemen Kompetensi
Nama Dosen : Harnida Wahyuni Adda, S.E., M.A., Ph.D.

PENGEMBANGAN KONSEP DIRI (SELF-CONCEPT DEVELOPMENT)


1. Aspek Konsep Diri (Aspek Fisik, Sosial, dan Psikologis)
Konsep diri adalah pemahaman tentang diri sendiri yang timbul akibat
interaksi dengan orang lain. Konsep diri merupakan faktor yang menentukan
(determinan) dalam komunikasi kita dengan orang lain (Riswandi, 2013: 64).
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri kita. Persepsi tentang diri
ini bisa bersifat psikologis, sosial dan fisis, menurut William D Brooks dalam
Jalaludin Rakhmat (2015: 98).
Kebanyakan ahli-ahi tentang diri setuju, bahwa konsep diri secara jelas dapat
terdiferensiasikan dan terstruktur, yang merupakan suatu keseluruhan yang stabil.
Sepanjang kehidupan, konsep diri berkembang dan berubah secara berkelanjutan,
meskipun sulit untuk membedakan antara perkembangan dan perubahan konsep
diri (Fittz, 1972: 35). Dengan adanya perkembangan dan perubahan tersebut,
dapatlah diterima pendapat Rogers (Hall & Lindzey, 1978: 499), bahwa struktur
diri berkembang dan berubah seiring waktu. Di masa kanak-kanak awal, ada
kecenderungan perkembangan yang berasal dari citra diri (self image) yang positif
atau negatif. Selanjutnya diri terbentuk melalui interaksi dengan lingkungan,
khususnya lingkungan yang terdiri dari orang-orang yang signifikan (orangtua,
sibling). Pada saat anak memiliki sensitifitas sosial disertai kemampuan kognisi
dan kemampuan perseptualnya menjadi matang, konsep diri menjadi berbeda dan
lebih kompleks.
Berk (1996: 280, 355, 467) menjelaskan bahwa perkembangan konsep diri
diawali dari usia 2 tahun (ada rekognisi diridengan melihat dirinya di kaca, foto,
videotape); masa kanak-kanak awal (konsep dirinya bersifat kongkrit, biasanya
berdasar karakteristik nama, penampilan fisik, barang-barang milik dan
tingkahlaku sehari-hari); masa kanak-kanak pertengahan (ada transformasi dalam
pemahaman diri, mulai menjelaskan diri dengan istilah-istilah sifat kepribadian,
mulai dapat membandingkan karakteristik dirinya dengan peer-nya). Faktor-faktor
yang bertanggungjawab terhadap perubahan konsep diri ini dapat dialamatkan
pada perkembangan kognitif yang pasti mempengaruhi perubahan struktur diri. Isi
dari perkembangan konsep diri paling banyak berasal dari interaksi dengan orang
lain, yang dijelaskan oleh Mead mengenai diri adalah ‘suatu campuran tentang apa
yang dipikirkan orang-orang signifikan di sekitar kita tentang kita’. Hal ini
memperlihatkan bahwa ketrampilan mengambil perspektif (perspektif-taking)
muncul selama masa anak, khususnya kemampuan mengimajinasikan apa yang
dipikirkan orang lain, memainkan peranan penting dalam perkembangan
diripsikologisnya; masa remaja (pendefinisiandiri menjadi lebih selektif,
meskipun orangtua tetap berpengaruh, kelompok peers menjadi lebih penting di
usia 8-15 tahun, konsep diri menjadi meningkat dengan memperoleh umpan balik
dari teman dekat).
2. Mengidentifikasi Kekuatan dan Kelemahan yang Dimiliki
Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan diri sangat penting dalam
pengembangan konsep diri. Kekuatan dapat menjadi modal penting untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas diri, sementara kelemahan dapat menjadi
tantangan yang harus diatasi dan diperbaiki. Kekuatan dapat berasal dari berbagai
aspek kehidupan, seperti kemampuan fisik, sosial, dan psikologis. Kemampuan
fisik meliputi kekuatan fisik, kecepatan, kelincahan, dan kesehatan fisik secara
umum. Sementara itu, kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk
berkomunikasi, bekerja sama, membangun hubungan interpersonal, dan
memimpin. Di sisi lain, kelemahan dapat menjadi tantangan bagi pengembangan
konsep diri. Kelemahan dapat berasal dari berbagai aspek kehidupan, seperti fisik,
sosial, atau psikologis. Misalnya, kelemahan fisik seperti kelebihan berat badan
atau gangguan kesehatan tertentu dapat mempengaruhi percaya diri seseorang.
Sementara itu, kelemahan sosial seperti kesulitan berkomunikasi atau sulit
membangun hubungan interpersonal dapat membatasi peluang dan potensi
seseorang. Penting untuk mengenali kelemahan diri dan mengatasi mereka dengan
cara yang positif. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki kekurangan atau
mencari bantuan dari orang lain untuk mengatasi masalah yang sulit diatasi sendiri.
3. Motivasi dalam Mencapai Cita-Cita
Motivasi adalah keadaan yang menciptakan atau menyebabkan perilaku
tertentu dan memberikan arah perilaku itu dan ketekunan (Wlodkowski: 1985).
Motif, menurut konsep ini, adalah faktor dinamis, alasan tindakan seseorang.
Suatu motif dapat menjadi sumber dari suatu tindakan. Namun, bisa disebabkan
oleh berbagai faktor. Motivasi memiliki peran penting dalam belajar. Ada dua jenis
sudut pandang ketika membahas berbagai jenis motivasi belajar: motivasi yang
berasal dari dalam diri seseorang, yang biasa disebut dengan “motivasi intrinsik”,
dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang, yang biasa disebut dengan
motivasi belajar. sebagai "motivasi ekstrinsik." Untuk mencapai sesuatu atau
untuk mencapai hasil yang diinginkan, setiap anak muda harus termotivasi untuk
belajar.
Menurut Sardiman (2006), motivasi berasal dari kata “motif” yang diartikan
sebagai suatu usaha yang mengilhami seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif
adalah daya penggerak dari dalam diri untuk melakukan kegiatan guna mencapai
tujuan. Motivasi menurut Nasution (1995: 73), adalah “suatu kekuatan yang
memotivasi seseorang untuk mencapai sesuatu”, tetapi Wlodkowsky (dalam
Sugihartono et al, 2007) mendefinisikannya sebagai “suatu keadaan yang
menyebabkan atau menyebabkan tindakan tertentu dan yang memberi arah dan
perlawanan terhadap kegiatan itu."
Dalam proses mencapai cita-cita, seseorang juga harus mampu mengelola stres
dan tekanan yang mungkin muncul. Stres dan tekanan dapat mempengaruhi
motivasi dan konsistensi seseorang dalam mengambil tindakan yang diperlukan.
Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan keterampilan manajemen stres
dan emosi untuk tetap stabil dan fokus dalam mencapai tujuan.
4. Memupuk Kepercayaan Diri
Komunikasi merupakan hal yang sangat esensial dalam hubungan interaksi
kehidupan manusia.Melaluikomunikasi, seseorang dapat menyampaikan pesan
berupa gagasan, nilai dan bentuk-bentuk emosi yang dapat dipahami oleh
manusia ataupunkhalayak ramai.Kemampuan yang dimilikiseseorangdalam
berkomunikasi mampu membuka potensi diri yang dimiliki sehingga mampu,
mengkomunikasikansemua pesan baik dalamlingkunganinternal maupun
eksternalnyatermaksuddalam bidang pekerjaan.Dalam era keterbukaan seperti
sekarang,manusia dituntut mampu mengikuti perkembangan kualitas diri dalam
menghadapi tingkatpersaingan yangsemakin sulit. Peran globalisasi juga turut
membentuk nilaikompetensimanusia untuk mampu bersaing secara global.Oleh
sebab itu, kompetensi dalam bentuk komunikasi harus dikuasai oleh seorangdi
dalam dunia pekerjaan, yakni dengan mempelajari teknik public speaking.
Dalam kehidupan nyata, komunikasi secara garis besar bisa terbagi
menjadi dua arus besar yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal.
Komunikasi verbal secara luas bisa dimaknai sebagai komunikasi yang
menggunakan bahasa lisan sebagai mediumnya. Sedangkan komunikasi
nonverbal adalah komunikasi yang menjadikan sarana nonverbal sebagai
media pelaksananya. Tipe komunikasi ini, bisa terlihat dan tergambar secara masif
sekaligus gamblang di dalam buku, suratkabar, surat elektronik, sms, coretan
dinding, dan media lainnya. Secara umum, di Indonesia, kuantitas pemakaian
komunikasi verbal melebihi komunikasi nonverbal. Hal ini disebabkan karena
masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam memaknai sarana komunikasi
nonverbal. Terlebih, hal ini ditengarai oleh minimnya kemampuan baca tulis
masyarakat Indonesia. Tidak hanya itu saja, keadaan ini didukung oleh tradisi
verbal yang masih berurat dan berakar dalam sebagian besar masyarakat
Indonesia.
Hal-hal tersebut, tidak bisa dinilai sebagai sesuatu kekurangan atau
terlebih kelemahan karena mungkin kebutuhan mereka untuk berperilaku
demikian masih mendominasi keseluruhan hidup dan tata perilakunya.
Komunikasi verbal, dalam hal ini berhubungan dengan pidato, muncul tidak dari
ruang yang hampa karena ada respon dari situasi yang melingkupinya.Secara
harfiah pembicaraan di depan publik adalah sebuah kemampuan untuk
bertahan karena pembangunan dan kemajuan dalam kehidupan sosial atau
lingkungan kerja sangatlah dipengaruhi oleh kemampuan kita dalam
berbicara secara efektif. Di samping hal-hal tersebut di atas, kecakapan
berbicara ini, menjadi sangat berkesinambungan dengan budaya di Indonesia
karena masyarakat Indonesia cenderung untuk memiliki tradisi verbal yang
lebih kuat dibandingkan dengan tradisi menulisnya. Alangkah baiknya kalau
energi mereka diarahkan kepada penguasaan public speaking.
5. Mengantisipasi Rasa Takut dan Khawatir
Rasa takut dan khawatir merupakan emosi yang wajar dialami oleh setiap
orang. Namun, terlalu banyak merasa takut dan khawatir dapat menghambat
seseorang untuk meraih potensi terbaiknya (Berto, 2015). Oleh karena itu, penting
bagi seseorang untuk mengantisipasi rasa takut dan khawatir tersebut. Salah satu
caranya adalah dengan mengidentifikasi penyebab rasa takut dan khawatir,
sehingga dapat dicari solusi yang tepat untuk mengatasi atau meminimalkannya.
Selain itu, mempersiapkan diri dengan baik sebelum menghadapi situasi yang
menimbulkan rasa takut dan khawatir juga dapat membantu mengurangi
kecemasan. Selalu berpikir positif dan fokus pada hal-hal yang dapat diatasi juga
dapat membantu mengurangi rasa takut dan khawatir yang berlebihan. Selain itu,
memperoleh dukungan dari keluarga, teman, atau profesional juga dapat
membantu mengatasi rasa takut dan khawatir. Dengan cara-cara tersebut,
seseorang dapat mengantisipasi rasa takut dan khawatir dengan lebih baik,
sehingga dapat menjalani kehidupannya dengan lebih percaya diri dan yakin.
6. Mengelola Stress
Robbins (2001) menyatakan bahwa stres merupakan suatu kondisi yang
menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai sesuatu kesempatan di mana
untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang.
Sarafino (1994) mendefinisikan stress sebagai tekanan internal maupun
eksternal serta kondisi bermasalah lainnya dalam kehidupan (aninternal and
external pressure and other troublesome condisition in life).
Beberapa konsep tersebut menjelaskan stress sebagai sebuah kondisi yang
disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan, menimbulkan
persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi yang bersumber
pada sistem biologis, psikologis, dan sosial dari seseorang.
Stress dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosi seseorang. Maka
dari itu penting bagi setiap orang untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan
dalam mengatasi stress. Dengan memahami teori dan konsep stress, seseorang
dapat memiliki kuasa penuh dalam mengontrol diri dan emosinya sehingga ia
dapat mengoptimalkan kemampuan dan kekuatan yang dimilikinya.
(In The Know:2014) Yang perlu ditekankan juga dalam mengatasi stress ialah
bahwa kita tidak memiliki kendali terkait penyebab stress, tetapi kita mampu
mengontrol bagaimana kita bereaksi terhadap stress tersebut. (U.S.Department of
Veterant Affairs,: 2014)
PMI menyebutkan 5 teknik manajemen stress dalam buku Panduan
Manajemen Stres:
1) Mengenal diri sendiri. Mengetahui kekuatan, kelemahan, hal-hal yang disukai
dan yang tidak disukai dapat membantu kita memetakan ke arah mana
kehidupan akan kita bawa. Dengan mengenal diri sendiri, akan lebih mudah
untuk menentukan cara dan strategi apa yang tepat untuk meringankan stress.
2) Peduli diri sendiri. Setelah mengetahui diri secara mendalam, maka
kebutuhankebutuhan dan kewajiban juga akan tampak. Memenuhi kebutuhan
diri sendiri merupakan salah satu cara untuk mengatur stres yang dihadapi.
Peduli akan diri sendiri dapat dimulai dengan mencoba pola hidup sehat,
bersosialisasi dengan teman dan sanak saudara, merencanakan kegiatan yang
realistis dan menjalani hobi.
3) Perhatikan keseimbangan. Sebagaimana manusia yang dianugerahi beberapa
aspek dalam dirinya, maka kelima aspek ini harus dipelihara dan dipenuhi
secara seimbang. Lima aspek pemeliharaan diri ini adalah: Aspek Mental
Emosional, Aspek Intelektual, Aspek Fisik, Aspek Spiritual dan Aspek
Rekreasional
4) Bersikap proaktif dalam mencegah gangguan stres dengan merawat kelima
aspek di atas dengan baik dan rutin agar menjadi sosok yang resilien dan
memiliki kemampuan dan kekuatan lebih dalam menghadapi stres.
5) Sinergi: Langkah-langkah sebelumnya ialah satuan proses yang perlu
dilakukan secara berurutan dan terpadu dengan kehendak dan kesadaran penuh
untuk bangkit dari keterpurukan dan stres.

7. Upaya Penyesuaian Diri dengan Lingkungan


Proses penyesuaian diri menjadi salah satu tantangan Culture shock dalam
kajian sosial disebut sebagai respon yang mendalam dan negatif dari depresi,
frustasi, dan disorientasi yang dialami oleh individuindividu yang hidup dalam
suatu lingkungan budaya yang baru (Dayaksini, 2012).
Ragam reaksi seperti rasa cemas saat seseorang memasuki lingkungan baru
dengan budaya yang berbeda merupakan hal normal. Namun, perlu adanya upaya
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru agar individu dapat melalui
proses komunikasi secara efektif. Gegar budaya dapat dialami oleh siapapun di
berbagai lingkungan masyarakat. Tidak terkecuali dengan pengalaman gegar
budaya di lingkungan kerja. Situasi komunikasi pada lingkungan kerja begitu
dinamis dan kompleks. Hal itu karena proses interaksi tidak hanya terjadi dalam
bentuk komunikasi secara profesional, namun juga melibatkan bentuk komunikasi
interpersonal dan hubungan antar elemen industri secara personal. Dengan
demikian, gegar budaya di lingkungan kerja bukan hanya persoalan menyangkut
kecemasan pribadi, namun juga berpotensi menjadi gangguan bagi performa
kinerja individu yang mengalaminya.
8. Mengembangkan Kreatifitas
Sejak dulu manusia terus melakukan kreativitas. Tanpa orang kreatif, tidak
adanya pengembangan. Semua orang memiliki kreativitas yang unik. Artinya,
setiap orang dapat berpikir dan bertindak kreatif pada bidang masing-masing
(Suharnan, 2005). Namun, sekalipun setiap orang berpotensi sesuai bakat
kreatifnya. Oleh karena itu, pendidikan bertanggung jawab dalam memandu serta
memupuk bakat kreativitas tersebut. Kreativitas sebagai basic functions thinking
yang berkaitan dengan fungsi dasar manusia dalam berdivergensi dan terus
berinovasi.
Kreativitas adalah upaya seseorang yang menciptakan ide-ide baru yang
orisinalitas, artinya terus berkreasi membuat hal baru. Intinya ada suatu hal baru
atau modifikasi yang lama menjadi sesuatu yang terbarukan. Jadi kreativitas ini
berkaitan dengan usaha menemukan, menghasilkan ataupun menciptakan hal baru
yang dapat lebih bermanfaat. Kreativitas meliputi tiga aspek (1) ability yaitu
kemampuan mengembangkan dan menemukan hal baru, (2) attitude yaitu sikap
menerima perubahan baru, (3) process yaitu terus-menerus berproses melakukan
perbaikan (Warsita, 2013). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kreativitas
sebagai sebuah kemampuan, sikap dan proses untuk terus berkreasi membuat hal
baru yang dapat berguna bagi kehidupan.
Kreativitas adalah sebuah proses yang tercermin dalam fleksibilitas dan
originalitas dalam berfikir divergen yaitu berfikir kreatif dan terbuka dalam
menjajaki berbagai kemungkinan jawaban terhadap suatu persoalan masalah.
Indikator kreativitas, menurut Munandar (2004) adalah mengembangkan berpikir
divergen sebagai operasi mental yang memiliki ciri-ciri antara lain:
1) Kelancaran berpikir (fluency of thinking), yaitu kemampuan berfikir dari ide-
ide yang dihasilkan dari gagasan seseorang secara cepat dan kuantitas.
2) Keluwesan berpikir (flexibility), yaitu kemampuan menghasilkan multi varian
ide, dari jawaban maupun pertanyaan, serta memandang suatu masalah dari
sudut pandang dan pendekatan yang berbeda-beda untuk mencari alternatif
arahan pemikiran.
3) Elaborasi (elaboration), yaitu kemampuan mengembangkan gagasan dan
memperinci objek, atau situasi secara mendetail dan menarik.
4) Originalitas (originality), yaitu kemampuan mencetuskan pandangan unik dan
asli.

9. Berpikir dan Bertindak Inovatif


Inovasi adalah bagaimana memikirkan danmelakukan sesuatu yang baru yang
dapat menambah atau menciptakan nilai-nilai manfaat, baik secara sosial maupun
secara ekonomik (Gde Raka,2001)
Sedangkan menurut DeJong, dkk (2008) perilaku inovatif atau Innovative
Work Behaviour (IWB) adalah perilaku individu yang bertujuan untuk mencapai
tahap pengenalan atau berusaha mengenalkan ide-ide, proses, produk atau
prosedur yang baru dan berguna di dalam pekerjaan, kelompok atau organisasi.
Janssen (2000) memaparkan tiga dimensi untuk pengukuran perilaku inovatif
ditempat kerja yaitu:
1) Menciptakan Ide (Idea Generation)
2) Berbagi Ide (Idea Promotion)
3) Realisasi Ide (Idea Realization)
Maka dapat disimpulkan bahwa aspek menciptakan ide (idea generation),
berbagi ide (idea promotion), dan realisasi ide (idea realization) adalah dasar dari
munculnya perilaku kerja inovatif.
10. Merencanakan Karir
Frank Parson dalam Winkel & Hastuti (2010:408) merumuskan perencanaan
karir yaitu suatu cara untuk membantu seseorang dalam memilih suatu bidang karir
yang sesuai dengan potensi mereka, sehingga dapat cukup berhasil di bidang
pekerjaan.
Menurut Jordan (Yusuf, 2009: 27) aspek-aspek dalam perencanaan karir
meliputi:
1) Pemahaman karier adalah membantu pribadi untuk mengembangkan kesatuan
dan gambaran diri serta peranan dalam dunia kerja
2) Mencari informasi, pribadi yang memiliki perencanaan karir akan
memanfaatkan informasi yang telah didapat dari berbagai sumber untuk
dipelajari sehingga setiap pribadi memiliki pemahaman tentang karir
3) Perencanaan dan pengambilan keputusan, merupakan suatu proses untuk
menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam karir untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
DAFTAR RUJUKAN

Annissa, J. (2021). Pelatihan Public Speaking dalam Meningkatkan Kepercayaan


Diri Siswa PKBM Bakti Asih Ciledug Tangerang. Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat Vol.2No 2, 619-623.
Farida, N. (2021). Fungsi dan Aplikasi Motivasi dalam Pembelajaran. Education
and Learning Journal Vol. 2, No. 2, 118-125.
Hendriyani, M. E. (2020). Laporan Praktikum Mandiri Dalam Bentuk Video
Presentasi untuk Mengembangkan Kreativitas dan Komunikasi Lisan di
Masa Pandemi COVID-19. Jurnal Pendidikan FKIP Vol. 3, No.1, 328-339.
Nurmala, S. (2021). engembangan Media Articulate Storyline 3 pada Pembelajaran
IPA Berbasis STEM untuk Mengembangkan Kreativitas SiswaSD/MI.
Jurnal Basic Edu Volume 5 Nomor 6, 5024-5034.
Pratiwi, E. (2020). Penyesuaian Diri Terhadap Fenomena Gegar Budaya di
Lingkungan Kerja. Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi, Volume 19, No. 2, 249-
262.
Rahman, S. (2021). Pentingnya Motivasi Belajar dalam Meningkatkan Hasil
Belajar. Jurnal Universitas Negeri Gorontalo, 290-295.
Taher, S. M. (2019). Peran Guru Dalam Mengembangkan Kreativitas Anak Usia
Dini di TK Islam Terpadu Salsabila Al-Muthi’in Yogyakarta. Jurnal Ilmiah
Tumbuh Kembang Anak Usia Dini Volume. 4 No. 2, 2502-3519.
Widiarti, P. W. (2020). Konsep Diri (Self Concept) dan Komunikasi Interpersonal
dalam Pendampingan pada Siswa SMP se-Kota Yogyakarta. Jurnal Ilmu
Komunikasi, 137-138.

Anda mungkin juga menyukai