Anda di halaman 1dari 5

TUGAS INDIVIDU FILSAFAT IMU

Disusun Guna Memenuhi Tugas Filsafat Ilmu

Pengampu Mata Kuliah


Prof. Suesanto,M.Pd

Oleh :

Amien Wahyudi NIM 0106621009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING


PROGRAM DOKTORAL
PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
Deskripsi Gambar

Penulis mendeskrifsikan bahwa gambar di atas adalah gambar mahasiswa bidik misi. Pada dasarnya
mahasiswa penerima bidik misi merupakan individu yang berada dalam kondisi kekurangan terutama
dalam bidang ekonomi. Keterbatasan ekonomi dapat membuat individu penerima bidik misi memiliki
pengalaman yang lebih banyak tentang kondisi yang tidak menyenangkan dibandingkan mahasiswa
lainnya. Orang-orang yang berada dalam kemiskinan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk
putus sekolah.Namun hal ini tidak terjadi pada mahasiswa penerima bidik misi karena bila dilihat
mahasiswa penerima bidik misidapat bertahan hingga dapat sekolah diperguruan tinggi hal ini
merupakan salah satu bentuk adanya motivasi dalam diri penerima bidik misi untuk menjadi manusia
yang bermanfaat di masa depan sehingga membutuhkan resiliensi yang baik untuk mencapai tujuan
tersebut.

Pembahasan
Resiliensi didefiniskan “defines resilience as the “self-righting tendencies” of the person, “both the
capacity to be bent without breaking and the capacity, once bent, to spring back” (Bonanno, 2005).
Definisi ini menunjukkan bahwa yang namanya resiliensi merupakan kapasitas individu untuk terus
berusaha dan bangkit dari masalah yang dihadapinya dan menjadi baik tanpa harus melanggar aturan
yang berlaku. Sejalan dengan pendapat di atas maka pendapat lainnya tentang resiliensi mengatakan
bahwa resiliensi dipandang sebagai kemampuan,penetahuan dan kekuatan untuk berubah (Arnout &
Almoied, 2020) Pendapat ini mengungkapkan bahwa resiliensi merupakan keterampilan, kemampuan,
pengetahuan, dan wawasan yang di dapat dari waktu ke waktu sebagai orang berusaha untuk mengatasi
kesulitan dan menghadapi tantangan yang dimasa depan. Dengan pendapat di atas maka mahasiswa
penerima bidik misi merupakan individu yang idealnya memiliki kemampuan beradaptasi, bertahan,
bahkan harus mampu bangkit dalam menghadapi kesulitan yang akan dihadapi oleh penerima bidik misi
tersebut.
Resiliensi individu dapat ditingkatkan dengan beragam pendekatan konseling,
diantaranya adalah pendekatan konseling realita. Beberapa penelitian telah teruji efektif dalam
meningkatkan resiliensi individu (Budiyono & Sugiharto, n.d.; Lee & Mason, 2019). Individu dengan
resiliensi resiliensi rendah dapat ditingkatkan dengan berbagai macam pelatihan atau penangan secara
psikologis.

Terbentuknya resiliensi pada individu tidak terjadi dengan sendirinya tetapi dipengaruhi
oleh banyak faktor. Para ahli tersebut mengemukakan bahwa resiliensi sangat dipengaruhi oleh
beberapa hal yaitu: 1) hubungan interpersonal yang baik, 2) adanya hubungan sosial dan
memiliki kepercayaan diri untuk terus memperluas hubungan dengan individu
lainnya,3)memiliki sumberdaya internal seperti optimisme dan pemikiran yang positif, 4)
spritualitas yang tinggi meliputi religiulitas( Bonanno, 2005). Faktor-faktor tersebut dijelaskan
lebih lanjut bahwa individu yang memiliki resiliensi dapat bangkit apabila :
1) Memiliki hubungan interpersonal yang meliputi interaksi individu dengan keluarga,
teman dan kolega kerja. Hubungan ini tentu saja akan membanwa dampak positif bagi psikologi
individu yang mengalami masalah. Bantuan bantuan dalam bentuk fisik,keterlibatan dalam
kegiatan yang dilakukan setidaknya mampu meninimlasir ingatan individu terhadap masalah
yang terjadi. Bantuan yang diberikan oleh keluarga, teman dan kolega juga merupakan sarana
penyangga untuk menurunkan tensi kecemasan, ketegangan ataupun deprisi yang bisa terjadi
pada individu yang memiliki masalah. Selain itu juga bantuan ini dapat membantu individu
untuk dapat terus memiliki harga diri dan keyakinan untuk dapat lepas dari masalah tersebut.

2) Memiliki keyakinan bahwa apa yang dilakukan dapat tercapai merupakan faktor
pendukung bagi resiliensi individu. Mengatur strategi agar tujuan individu dapat tercapai juga
dapat membuat individu memiliki keyakinan bahwa usaha yang dilakukannya berada dalam
koridor yang sesuai dengan tujuan pemecahan masalah yang dihadapi. Lebih jauh yang tidak
kalah pentingnya adalah adanya peranan harga diri dalam tercapainya tujuan yang diinginkan
individu. Karena dalam mengatasi sebuah permasalahan tujuan dan harga diri harus saling
mendukung antara satu dengan yang lainnya sebab adanya harga diri tanpa didukung dengan
tujuan hanya akan membuat usaha individu dalam mengatasi masalah yang dihadapinya bisa
tidak efektif.
3) Pandangan bahwa berfikir dan fokus kepada hal-hal positif lebih ditekankan dalam
pembentukan resiliensi, karena dengan fokus terhadap hal-hal positif individu akan memiliki rasa
optimisme, selain itu juga lebih jauh mereka berpendapat bahwa individu yang memiliki masalah
agar tidak fokus kepada hal-hal negatif. Tentu saja fokus kepada hal-hal negatif dari sebuah
masalah membuat individu lebih tertekan dan mengalami kesulitan untuk segera bangkit dari
masalah yang dihadapi. Selain itu juga humor dapat digunakan untuk mengatasi emosi negatif
yang terjadi bahkan pengelolaan emosi yang biak dapat membuat individu bertahan.
4) Pada konteks spritualitas diungkapkan yang dimaksud dengan spritualitas mencakup
banyak hal yaitu kreativitas, humor dan rasa ingin tau, lebih jauh diungkapkan bahwa aktivitas
spritual ini menjadikan manusia dapat membentuk perdamaian dunia.

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan resiliensi siswa adalah
melalui pendekatan relita. Pendekatan realita percaya bahwa masalah yang mendasari sebagian individu
adalah sama. Individu memiliki masalah karena tidak mampu untuk terhubung dengan dunianya secara
baik. Lebih lanjut dikatakan bahwa untuk menjalani kehidupan idealnya individu memiliki kedekatan
dengan setidaknya satu orang penting dalam kehidupan mereka. Semakin banyak individu terhubung
dengan orang lain maka semakin besar peluang mereka untuk mengalami kebahagiaan (Corey et al.,
2013).

Terapi realita berurusan dengan membantu klien memecahkan masalah dan mengatasi tuntutan
kenyataan dengan membuat pilihan yang lebih efektif. Orang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka
dengan secara jujur memeriksa keinginan, kebutuhan, dan persepsi mereka. Anggota kelompok ditantang
oleh pemimpin dan anggota lainnya untuk mengevaluasi perilaku mereka saat ini, merumuskan rencana
untuk perubahan, berkomitmen pada mereka rencana, dan menindaklanjuti dengan komitmen
mereka(Corey et al., 2013). Dalam menerapkan prosedur konseling realitas, mengembangkan sistem
WDEP mengacu pada kumpulan strategi: W = wants and needs (keinginan-keinginan dan
kebutuhankebutuhan), D = direction and doing (arah dan tindakan), E = self evaluation (evaluasi diri),
dan P = planning (rencana dan tindakan). Di samping itu perlu diingat bahwa dalam konseling realita
harus terlebih dahulu diawali dengan pengembangan keterlibatan. Oleh karenanya sebelum melaksanakan
tahapan WDEP harus didahului dengan tahapan keterlibatan (involvement) (Wubbolding, 2013).
Daftar Pustaka

Arnout, B. A., & Almoied, A. A. (2020). A structural model relating gratitude, resilience, psychological
well-being and creativity among psychological counsellors. Counselling and Psychotherapy
Research.

Bonanno, G. A. (2005). Resilience in the face of potential trauma. Current Directions in Psychological
Science, 14(3), 135–138.

Budiyono, A., & Sugiharto, D. Y. B. (n.d.). Empirical Study: Cognitive Behavior Therapy (CBT) And
Resilience of Prisoners before Being Released.

Corey, M. S., Corey, G., & Corey, C. (2013). Groups: Process and practice. Cengage Learning.

Lee, S., & Mason, M. (2019). Effectiveness of brief DBT-informed group therapy on psychological
resilience: A preliminary naturalistic study. Journal of College Student Psychotherapy, 33(1), 25–
37.

Wubbolding, R. E. (2013). Reality therapy for the 21st century. Routledge.

Anda mungkin juga menyukai