Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“MEMBANGUN COPING SKILL PADA REMAJA UNTUK KESEJAHTERAAN EMOSIONAL ”


MATA KULIAH MEDIA DALAM BK

Dosen Pengampu :Bella Yugi fazny, M.Pd

Disusun Oleh :
Deswita Maharani (12106020)

BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS USHUUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK
2023-2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya yang
telah dilimpahkan kepada kami, sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah
untuk memenuhi tugas mata kuliah Media Dalam BK dengan topik materi “Membangun
Coping Skill Pada Remaja Untuk Kesejahteraan Emosional” dengan semestinya

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari Ibu Bella Yugi fazny, M.Pd selaku
dosen pengampu mata kuliah Konseling Keluarga. Selain itu, kami juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi penulis dan pembaca mengenai topik materi ini.
Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun masih dibutuhkan dan akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini.

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa remaja seringkali diidentifikasi sebagai periode transisi yang penuh
tantangan dan tekanan. Pergeseran identitas, eksplorasi diri, dan tuntutan akademis
serta sosial dapat menciptakan lingkungan yang kompleks bagi para remaja. Dalam
kondisi ini, penting untuk memahami bahwa aspek kesejahteraan mental mereka
menjadi fokus yang krusial.menunjukkan bahwa remaja sering mengalami fluktuasi
emosional yang signifikan dan memiliki risiko tinggi terhadap masalah kesehatan
mental. Munculnya perasaan cemas, stres, dan kebingungan dapat menjadi hal umum
di tengah perubahan fisik dan psikologis yang mereka alami. Oleh karena itu,
pembahasan tentang cara mengatasi coping pada masa remaja menjadi semakin
penting.
Pemahaman mendalam terhadap berbagai emosi yang muncul menjadi dasar bagi
langkah-langkah praktis dalam mengelola kesejahteraan mental. Identifikasi perasaan
harian, seperti kebahagiaan, kecemasan, atau kekecewaan, memberikan landasan
untuk pengembangan strategi coping yang lebih efektif.Selain itu, masukan dari
orang-orang terpercaya dan teknik relaksasi serta meditasi memiliki peran penting
dalam membantu remaja menavigasi kompleksitas emosi mereka. Aktivitas fisik juga
diakui sebagai sarana untuk melepaskan stres dan meningkatkan mood, memberikan
alternatif yang sehat untuk mengatasi tantangan sehari-hari.
Mengintegrasikan pemecahan masalah sebagai bagian dari strategi coping
memberikan remaja alat untuk menghadapi masalah secara sistematis, sementara
dukungan sosial dan perawatan diri membangun fondasi hubungan yang sehat dan
perhatian terhadap diri sendiri.Penggunaan teknologi yang bijak di tengah dunia
digital yang terus berkembang menjadi elemen lain dalam meminimalkan tekanan dari
media sosial dan mempertahankan keseimbangan. Terakhir, pengakuan akan
kebutuhan bantuan lebih lanjut dan pencarian konseling atau pendampingan
profesional menunjukkan kesadaran akan pentingnya mendapatkan pandangan
objektif untuk mengatasi masalah yang lebih kompleks.

3
B .Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemahaman emosi dapat memengaruhi kemampuan remaja dalam
mengatasi coping dan membangun kesejahteraan mental mereka?
2. Sejauh mana penggunaan teknik relaksasi dan meditasi memainkan peran dalam
mengurangi stres dan meningkatkan keseimbangan emosional remaja?
3. Apa dampak aktivitas fisik terhadap pelepasan endorfin dan bagaimana hal ini
berkontribusi pada peningkatan mood serta pengurangan stres pada remaja?
4. Bagaimana pemecahan masalah yang sistematis dapat membantu meredakan
ketegangan dan memberikan kontrol lebih besar atas situasi, serta sejauh mana
konsultasi dengan orang dewasa atau teman dapat memberikan perspektif tambahan
dalam mengatasi masalah remaja?

B. Tujuan
1. Menjelaskan hubungan antara pemahaman emosi dan kemampuan remaja dalam
mengatasi coping serta membangun kesejahteraan mental, dengan fokus pada peran
identifikasi perasaan harian dan komunikasi terbuka.
2. Mengidentifikasi sejauh mana penggunaan teknik relaksasi dan meditasi dapat
mempengaruhi pengurangan stres dan peningkatan keseimbangan emosional pada
remaja, dengan mengevaluasi implementasi latihan pernapasan dalam dan sesi
meditasi online.
3. Menelusuri dampak aktivitas fisik terhadap pelepasan endorfin pada remaja dan
menganalisis kontribusinya terhadap peningkatan mood serta pengurangan stres,
dengan mengevaluasi partisipasi dalam kelas olahraga dan kegiatan bersepeda atau
berjalan-jalan di alam terbuka.
4. Menyelidiki bagaimana pemecahan masalah yang sistematis dapat meredakan
ketegangan dan memberikan kontrol lebih besar atas situasi bagi remaja, dengan
mengevaluasi penggunaan langkah-langkah konkret dan dampak konsultasi dengan
orang dewasa atau teman dalam mengatasi masalah.

4
BAB II

PEMBAHASAN

Strategi coping skills adalah suatu cara yang dilakukan oleh individu untuk dapat
memecahkan suatu permasalahan yang terjadi pada diri individu yang dimana
permasalahan ini berdampak pada tekanan psikologis didalam strategi ini individu
tersebut melakukan cara untuk menggurangi permasalahan yang terjadi pada dirinya.
Strategi coping skill lebih tepatnya adalah bagaimana kemampuan dari siswa tersebut
dalam mengurangi ataupun meminimalisir suatu permasalahan yang terjadi.

Lazarus dan Folkam (198: 103) mengatakan startegi coping skills menjadi 2 bagian
yaitu:

a. Strategi coping skills berfokus pada masalah. yang dimana ini adalah suatu
tindakkan yang diarahkan kepada pemecahan suatu permasalahan yang tejadi,
individu akan cendrung menggunakan perilaku ini bila dirinya menilai masalah
yang dihadapi masih bisa dikontrol dan dapat diselesaikan. Perilaku coping yang
berpusat pada masalah cenderung dilakukan jika individu merasa bahwa sesuatu
yang kontruktif dapat dilakukan terhadap situasi tersebut atau ia yakin bahwa
sumberdaya yang dimiliki dapat mengubah situasi.
b. Strategi coping berfokus pada emosi adalah melakukan usaha-usaha yang
bertujuan untuk memodifikasi fungsi emosi tanpa melakukan usaha mengubah
stressor secara langsung. Perilaku coping yang berpusat pada emosi cenderung
dilakukan bila individu merasa tidak dapat mengubah situasi yang menekan dan
hanya dapat menerima situasi tersebut karena sumberdaya yang dimiliki tidak
mampu mengatasi situasi.
Mengatasi tantangan dan tekanan selama masa remaja memerlukan pemahaman
mendalam tentang aspek psikologis, emosional, dan sosial. Langkah-langkah praktis
yang dijelaskan dalam naskah ini mencerminkan pendekatan holistik terhadap
kesejahteraan mental remaja.Pertama-tama, pemahaman emosi menjadi landasan

5
utama. Psikologi menyatakan bahwa kesadaran akan emosi adalah langkah kunci
untuk mengatasi stres dan ketegangan. Melalui pencatatan harian dalam jurnal dan
berbicara dengan seseorang yang dipercaya, remaja dapat membuka pintu untuk
introspeksi dan penanganan emosional.

Teknik relaksasi dan meditasi, yang mencakup latihan pernapasan dalam dan meditasi,
memanfaatkan prinsip-prinsip dari psikologi mindfulness. Ini membantu remaja tetap fokus
pada momen sekarang, mengurangi kecemasan, dan meningkatkan keseimbangan
emosional.Aktivitas fisik sebagai pengelola stres mengandalkan konsep psikologi olahraga,
di mana pelepasan endorfin melalui berolahraga dapat memberikan efek positif pada suasana
hati dan kesejahteraan emosional secara keseluruhan.Pemecahan masalah, dengan membuat
langkah-langkah konkret dan berkonsultasi dengan orang dewasa, memanfaatkan pendekatan
kognitif-perilaku. Ini memungkinkan remaja untuk menghadapi masalah secara sistematis
dan mendapatkan perspektif tambahan.Dukungan sosial, yang mencakup bergabung dengan
kelompok atau klub, merupakan aplikasi dari teori dukungan sosial. Hubungan yang positif
dan sumber dukungan dapat membantu remaja mengatasi kesulitan dengan lebih baik.

Self-care, dengan menyediakan waktu untuk hobi dan memastikan tidur dan pola
makan yang sehat, melibatkan prinsip-prinsip kesehatan mental dan psikologi positif. Hal ini
membangun fondasi fisik dan emosional yang kuat.Penggunaan teknologi dengan bijak, yang
melibatkan batasan waktu dan evaluasi konten online, berakar pada pemahaman dampak
psikologis media sosial terhadap kesejahteraan emosional.Terakhir, konseling atau
pendampingan profesional mencerminkan pengakuan akan kebutuhan bantuan lebih lanjut
dan mengaplikasikan prinsip-prinsip dari teori konseling. Mendapatkan pandangan objektif
dan dukungan melalui sesi konseling dapat menjadi langkah penting.Dengan
mengintegrasikan strategi-strategi ini, remaja dapat membangun ketangguhan mental yang
holistik dan menghadapi perubahan serta tekanan dengan lebih baik dalam kehidupan sehari-
hari mereka. Praktik-praktik ini tidak hanya memperkuat individu secara emosional tetapi
juga menciptakan fondasi yang kokoh untuk pertumbuhan dan perkembangan positif selama
masa remaja.

A. Membangun Coping Skill Pada Remaja Beserta Contoh


1. Pemahaman Diri sebagai Landasan Coping Skill

6
Pemahaman diri menjadi fondasi utama dalam membangun coping skill pada remaja.
Remaja diajak untuk mengenali dan menerima diri sendiri secara lebih mendalam.
Pemahaman ini mencakup kesadaran terhadap berbagai emosi yang muncul, mulai dari
kebahagiaan hingga kekecewaan. Setiap remaja diajak untuk menyadari bahwa setiap
individu memiliki cara unik dalam mengatasi tekanan, dan perbedaan tersebut merupakan
kekuatan.

Contoh Aksi:

- Menciptakan aktivitas refleksi diri yang melibatkan pencatatan perasaan harian dalam
jurnal.

- Mendorong remaja untuk berpartisipasi dalam kegiatan self-discovery, seperti


mengeksplorasi minat dan hobi.

2. Pentingnya Komunikasi sebagai Sarana Pemahaman Diri

Komunikasi terbuka menjadi landasan penting dalam pengembangan coping skill remaja.
Dalam konteks ini, remaja didorong untuk membangun hubungan komunikatif dengan teman,
keluarga, atau sosok dewasa yang dapat diandalkan. Pemahaman diri ditekankan sebagai
langkah menuju pertumbuhan pribadi yang lebih baik, dan berbagi perasaan dipandang
sebagai tindakan positif.

Contoh Aksi:

- Membuat forum atau kegiatan keluarga yang mendorong dialog terbuka.

- Menyelenggarakan sesi kelompok di sekolah atau komunitas untuk merangsang diskusi


mengenai perasaan dan pengalaman.

3. Implementasi Mindfulness dan Meditasi sebagai Coping Skill

Mindfulness dan meditasi menjadi strategi efektif dalam membantu remaja tetap fokus pada
momen sekarang dan mengurangi kecemasan. Sesi meditasi singkat dapat diintegrasikan ke
dalam rutinitas sehari-hari untuk membantu mereka menghadapi stres sehari-hari dengan
lebih tenang.

Contoh Aksi:

- Mengenalkan teknik meditasi melalui sesi-sesi singkat di sekolah atau melalui aplikasi yang
mudah diakses.

7
- Membentuk kelompok meditasi di sekolah untuk menciptakan lingkungan yang mendukung
praktik mindfulness.

4. Pengelolaan Stres Melalui Aktivitas Fisik sebagai Upaya Coping

Aktivitas fisik bukan hanya bermanfaat untuk kesehatan fisik, tetapi juga dapat meningkatkan
mood dan membantu mengurangi stres. Remaja didorong untuk menemukan kegiatan fisik
yang sesuai dengan minat mereka, seperti berolahraga atau berpartisipasi dalam kelas yoga.

Contoh Aksi:

- Mendorong partisipasi dalam kegiatan olahraga atau senam yang diadakan di sekolah atau
di komunitas setempat.

- Menyelenggarakan sesi olahraga rekreasi yang melibatkan remaja untuk mempromosikan


kebugaran dan kesehatan mental.

5. Pemecahan Masalah sebagai Coping Skill Sistematis

Pemecahan masalah sistematis diajarkan kepada remaja sebagai alat untuk mengatasi
permasalahan sehari-hari. Mereka diajak untuk membuat daftar langkah-langkah konkret dan
berkonsultasi dengan teman atau orang dewasa untuk mendapatkan perspektif tambahan.

Contoh Aksi:

- Membentuk kelompok pemecahan masalah di lingkungan sekolah yang memfasilitasi


diskusi dan berbagi strategi.

- Mengintegrasikan materi pemecahan masalah dalam kurikulum pendidikan karakter di


sekolah.

6. Dukungan Sosial dan Peran Keterlibatan Keluarga

Dukungan sosial diakui sebagai faktor penting dalam membantu remaja mengatasi kesulitan.
Membangun hubungan yang sehat dengan teman sebaya dan menggalang keterlibatan
keluarga melalui aktivitas bersama menjadi bagian integral dari strategi coping.

Contoh Aksi:

- Mengadakan kegiatan kelompok atau klub di sekolah untuk merangsang interaksi sosial
positif.

8
- Mendorong keterlibatan orang tua dalam kegiatan sekolah atau komunitas untuk
menciptakan dukungan yang lebih luas.

Melalui pemahaman diri, komunikasi terbuka, pengelolaan stres melalui aktivitas fisik,
pemecahan masalah, serta dukungan sosial, remaja diarahkan pada pengembangan coping
skill yang kuat. Keterlibatan keluarga dan lingkungan sekolah menjadi elemen kunci dalam
menciptakan landasan yang kokoh untuk kesejahteraan emosional remaja

B. Top-Down Theory

Kesejahteraan subjektif yang dialami seseorang tergantung dari cara individu tersebut
mengevaluasi dan menginterpretasi suatu peristiwa/kejadian dalam sudut pandang yang
positif. Perspektif teori ini menganggap bahwa, individu lah yang menentukan atau
memegang peranan apakah peristiwa yang dialaminya akan menciptakan kesejahteraan
psikologis bagi dirinya. Pendekatan ini mempertimbangkan jenis kepribadian, sikap, dan
cara-cara yang digunakan untuk menginterpretasi suatu peristiwa. Sehingga untuk
meningkatkan kesejahteraan subjektif diperlukan usaha yang berfokus pada mengubah
persepsi, keyakinan dan sifat kepribadian seseorang.

Diener (2000) mengenalkan teori evaluasi, dimana kesejahteraan subjektif ditentukan


oleh bagaimana cara individu mengevaluasi informasi atau kejadian yang dialami. Hal ini
melibatkan proses kognitif yang aktif karena menentukan bagaimana informasi tersebut akan
diatur. Cara-cara yang digunakan untuk mengevaluasi suatu peristiwa, juga dipengaruhi oleh
temperamen, standar yang ditetapkan oleh individu, mood saat itu, situasi yang terjadi dan
dialami saat itu serta pengaruh budaya. Dengan kata lain kesejahteraan subjektif mencakup
evaluasi kognitif dan afektif. Evaluasi kognitif dilakukan saat seseorang memberikan evaluasi
secara sadar dan menilai kepuasan mereka terhadap kehidupan secara keseluruhan atau
penilaian evaluatif mengenai aspek-aspek khusus dalam kehidupan, seperti kepuasan kerja,
minat, dan hubungan. Reaksi afektif dalam subjective well-being (SWB) yang dimaksud
adalah reaksi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup yang meliputi emosi yang
menyenangkan dan emosi yang tidak menyenangkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif:

1. Harga Diri yang Positif.

Campbell (dalam Compton,2000) menyatakan bahwa harga diri merupakan prediktor yang
menentukan kesejahteraan subjektif. Harga diri yang tinggi akan menyebabkan seseorang

9
memiliki kontrol yang baik terhadap rasa marah, mempunyai hubungan yang intim dan baik
dengan orang lain, serta kapasitas produktif dalam pekerjaan. Hal ini akan menolong individu
untuk mengembangkan kemampuan hubungan interpersonal yang baik dan menciptakan
kepribadian yang sehat

2. Kontrol Diri.

Kontrol diri diartikan sebagai keyakinan individu bahwa ia akan mampu berperilaku dalam
cara yang tepat ketika menghadapi suatu peristiwa. Kontrol diri ini akan mengaktifkan proses
emosi, motivasi, perilaku dan aktifitas fisik. Dengan kata lain, kontrol diri akan melibatkan
proses pengambilan keputusan, mampu mengerti, memahami serta mengatasi konsekuensi
dari keputusan yang telah diambil serta mencari pemaknaan atas peristiwa tersebut.

3. Ekstarversi

Individu dengan kepribadian ekstravert akan tertarik pada hal-hal yang terjadi di luar dirinya,
seperti lingkungan fisik dan sosialnya. Penelitian Diener dkk. (1999) mendapatkan bahwa
kepribadian ekstavert secara signifikan akan memprediksi terjadinya kesejahteraan
individual. Orang-orang dengan kepribadian ekstravert biasanya memiliki teman dan relasi
sosial yang lebih banyak, merekapun memiliki sensitivitas yang lebih besar mengenai
penghargaan positif pada orang lain (Compton, 2005)

4. Optimis

Secara umum, orang yang optimis mengenai masa depan merasa lebih bahagia dan puas
dengan kehidupannya. Individu yang mengevaluasi dirinya dalam cara yang positif, akan
memiliki kontrol yang baik terhadap hidupnya, sehingga memiiki impian dan harapan yang
positif tentnag masa depan. Scheneider (dalam Campton, 2005) menyatakan bahwa
kesejahteraan psikologis akan tercipta bila sikap optimis yang dimiliki oleh individu bersifat
realistis.

5. Relasi sosial yang positif

Relasi sosial yang positif akan tercipta bila adanya dukungan sosial dan keintiman emosional.
Hubungan yang didalamnya ada dukungan dan keintiman akan membuat individu mampu
mengembangkan harga diri, meminimalkan masalah-masalah psikologis, kemampuan
pemecahan masalah yang adaptif, dan membuat individu menjadi sehat secara fisik.

6. Memiliki arti dan tujan hidup.

10
Dalam beberapa kajian, arti dan tujuan hidup sering dikaitkan dengan konsep religiusitas.
Penelitian melaporkan bahwa individu yang memiliki kepercayaan religi yang besar,
memiliki kesejahteraan psikologis yang besar.

 Tanda-Tanda Keadaan Sejahtera dan Bahagia

Gail & Seehy (Haber & Runyon,1984) pernah melakukan penelitian terhadap kurang lebih
60.000 orang dewasa mengenai kebahagiaan. Hasil penelitian mereka menunjukkan adanya
sepuluh tanda-tanda orang yang bisa disebut dalam keadaan sehat/bahagia.

 Kesepuluh tanda-tanda tersebut adalah sebagai berikut :

a. Hidup mereka memiliki arti dan arah

Orang yang didapati puas dengan kehidupan mereka dicirikan dengan cara mereka
menghidupi kehidupan mereka dengan mengikatkan diri pada sesuatu diluar diri mereka (bisa
dengan sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan, ide maupun visi kedepan) yang
memberikan hidup mereka arti atau makna dan arah. Oleh karena itu dapat dimengerti,
mengapa para teroris bisa dengan tenang dan bahkan menunjukan perilaku gembira/ bahagia
ketika diadili. Ini dimungkinkan karena mereka memiliki ide atau visi yang menjadi tujuan
hidup mereka, meskipun ide atau visi tersebut bertentangan dengan kemanusiaan. Sepanjang
sejarah, kita bisa melihat kembali hal tersebut, misalnya apa yang dilakukan oleh orang
Jerman pada jaman Nazi Hilter. Ide bahwa bangsa Jerman merupakan bangsa yang unggul,
mendorong orang Jerman untuk berperang dan bertindak kejam terhadap bangsa
lain.Memiliki pengalaman transisi yang penting di masa dewasa dan dapat menangani transisi
tersebut dengan cara yang tidak seperti orang kebanyakan, lebih bersifat pribadi dan kreatif

Orang yang bahagia dicirikan dengan kemampuan mereka untuk menjalankan rencana
yang telah mereka buat secara berkesinambungan, tetapi mereka juga menggunakan waktu-
waktu tertentu untuk melakukan refleksi/mawas diri secara kritis terutama ketika mendekati
pemikiran transisi atau setelah keluar dari transisi.

b. Jarang merasa diperlakukan secara tidak adil atau dikecewakan oleh kehidupan

Orang-orang yang memiliki kepuasan hidup tinggi cenderung melihat kegagalan sebagai
pengalaman yang berguna dan kegagalan tersebut justru mendorong mereka untuk melakukan
usaha yang lebih baik dari sebelumnya. Ini berbeda dengan mereka yang memiliki tingkat

11
kepuasan hidup yang rendah, melihat kegagalan sebagai konfirmasi atau pembenaran dari
ketidakmampuan mereka sendiri. Mereka yang memiliki kepuasan hidup rendah cenderung
melihat kegagalan sebagai pil pahit lain yang harus ditelan lagi dalam perjalanan hidup yang
berat ini.

c. Mencapai Beberapa Tujuan Hidup yang Penting

Orang yang berbahagia, sehat dan puas dengan kehidupan dicirikan dengan terpenuhinya
semua tujuan jangka panjang kehidupan mereka yang penting, seperti kehidupan yang
nyaman, keluarga yang aman, dan perasaan pemenuhan. Sebaliknya orang yang paling tidak
bahagia dalam kehidupan mereka adalah orang-orang yang memiliki pengalaman
mengorbankan hubungan cinta atau keluarga dalam rangka mencapai sukses pribadi.

d. Peduli dengan Pertumbuhan Perkembangan Pribadi

Orang yang sehat dan bahagia menggambarkan diri mereka sebagai pribadi yang jujur, penuh
cinta dan bertanggung jawab. Mereka mampu menghadapi realita dengan otentik sesuai
dengan keadaan mereka tanpa dibuat-buat, memiliki sahabat yang dekat serta mampu
mengambil tanggung jawab bila diperlukan.

e. Memiliki keadaan hubungan mencintai dengan yang dicintai secara mutualisma

Mereka yang bahagia memiliki ciri mempunyai relasi yang saling menguntungkan dengan
orang yang mereka cintai serta mampu memelihara hubungan tersebut. Penelitian tersebut
juga menunjukan bahwa bagi wanita kebahagiaan ternyata tidak didapat dari karir melainkan
bila kehidupan seksual mereka terpuaskan.

f. Memiliki banyak teman

Orang yang bahagia memiliki teman-teman yang mampu memberikan perasaan nyaman dan
dukungan di saat-saat yang diperlukan.

g. Orang yang menyenangkan dan bersemangat

Orang yang berbahagia dan puas dengan hidupnya dicirikan juga dengan perilaku mereka
yang menyenangkan dan bersemangat, sehingga menarik bagi orang lain karena mereka
sendiri menawarkan dukungan yang intim dan kehidupan emosi yang kaya bagi orang lain.
Ini akhirnya menjadi semacam lingkaran penguatan diri (self reinforcing cycle), yaitu

12
semakin mereka menyenangkan dan bersemangat, membuat orang disekitarnya juga
mendapatkan pengaruh yang sama. Ketika orang-orang disekitar juga menjadi semakin
menyenangkan dan bersemangat, ini membuat orang yang menyenangkan dan bersemangat
tersebut semakin bertingkah laku koheran, atau setidaknya mempertahankan tingkah laku
positifnya tersebut

h. Tidak melihat kritik sebagai serangan pribadi yang menurunkan harga diri

Orang yang bahagia dan sehat memiliki harga diri yang cukup sehingga mereka merasa
cukup aman ketika mendapatkan kritik dari orang lain. Mereka bisa membedakan antara
tingkah laku mereka yang kurang sesuai sehingga patut mendapatkan kritikkan dengan
pribadi mereka pada sisi lainnya.

i. Tidak memiliki ketakutan-ketakutan yang umumnya dimiliki orang lain.

Orang yanag bahagia dan sehat tidak memiliki ketakutan atas kecemasan seperti yang
umumnya dimiliki orang lain seperti takut hidup sendirian, takut kalau apa yang dilakukan
akan mengacaukan kehidupan pribadi, memilki perasaan ‘terperangkap didalam’ sesuatu
keadaan, ketakutan bila tidak mampu secara bebas merubah cara hidup, takut bila tidak
menarik secara fisik, takut bila tidak dipedulikan lagi oleh pasangan atau orang yang cintai,
takut mengalami rasa sakit atau keterbatasan kemampuan fisik.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam menghadapi masa remaja yang penuh tantangan, penting untuk memahami bahwa
kesejahteraan mental menjadi fokus utama. Dengan fluktuasi emosional yang signifikan dan
risiko tinggi terhadap masalah kesehatan mental, remaja memerlukan strategi coping yang
efektif.Pemahaman mendalam terhadap berbagai emosi membuka jalan untuk langkah-
langkah praktis. Identifikasi perasaan harian menjadi fondasi bagi pengembangan strategi
coping yang lebih baik. Dukungan dari orang-orang terpercaya, teknik relaksasi, dan meditasi
membantu remaja mengelola kompleksitas emosi mereka.Aktivitas fisik memberikan
alternatif sehat untuk melepaskan stres, sementara pemecahan masalah membekali mereka
dengan alat sistematis untuk mengatasi masalah sehari-hari. Dukungan sosial dan perawatan
diri membangun hubungan yang sehat dan perhatian terhadap diri sendiri.

Penggunaan teknologi yang bijak dan kesadaran akan kebutuhan bantuan profesional
menjadi elemen krusial dalam meminimalkan tekanan dari media sosial dan mengatasi
masalah kompleks.Maka dari itu, serangkaian langkah-langkah holistik ini membantu remaja
membangun ketangguhan mental, menghadapi perubahan, dan mengatasi tekanan dengan
lebih baik selama masa transisi kritis ini. Membangun coping skill pada remaja tidak hanya
menjadi kebutuhan, tetapi juga investasi dalam kesejahteraan emosional mereka di masa
depan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ariati, J. 2010. Subjective Well-Being (Kesejahteraan Subjektif) Dan Kepuasan Kerja Pada
Staf Pengajar (Dosen) Di Lingkungan Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.
Jurnal Psikologi Undip.Volume 8 Nomor 2 Tahun 2010. Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro.

Bakran, Hamdani Adz-Dzaky. 2002. Konseling & Psikoterapi Islam. Yogyakarta: Fajar
Pustaka Baru.

Kadden, R. M., Carroll, K., Donovan, D., Cooney, N. L., Monti, P. M., Abrams, D., et al.
(2003). Cognitive-Behavioral Coping Skill Therapy Manual, A Clinical Research
Guide for Therapists Treating Individuals with Alcohol Abuse and Dependence.
Maryland: NIH Publication.

Kaminer, Y., Burleson, J. A., & Goldberger, R. (2002). Cognitive-Behavioral Coping Skills
and Psychoeducation Therapies for Adolescent Substance Abuse. The Journal of
Nervous and Mental Disease , 737-745.

15

Anda mungkin juga menyukai