Anda di halaman 1dari 5

PERAN ASISTEN PSIKOLOG DALAM SETTING SEKOLAH

Oleh:

Nama : SOPIA MAULIDIAH

NIM : E1E021299

PSIKOLOGI SEKOLAH DAN TAMAN PENDIDIKAN

PRODI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA

YOGYAKARTA

2022
PERAN ASISTEN PSIKOLOG DALAM SETTING SEKOLAH

A. PENDAHULUAN

Psikolog dan konselor memainkan peran yang sangat penting di era milenial saat ini. Milenial dicirikan
dengan hadirnya masalah kehidupan yang semakin kompleks. Kompleksitas masalah harus dibarengi
dengan kemandirian agar tidak terjadi krisis mental dan mampu mendapatkan sesuatu yang positif dari
aspek kognitif, emosional dan psikomotor seseorang No. Peran penting psikolog dan konselor dalam
membantu individu mengatasi masalah, baik masalah normal maupun disabilitas, tetap didukung
melalui proses konseling.

Masalah yang sering dialami siswa tidak hanya berkaitan dengan mengejar bakat dan minat serta
mengenali kecerdasan anak, tetapi juga dengan perilaku anak.

Hidup di generasi milenial saat ini dan mempengaruhi persepsi dan sikap siswa. Tuntutan yang
dibebankan kepada mereka menuntut kewaspadaan dan kewaspadaan agar tidak tergerus oleh
kemajuan zaman globalisasi, namun dalam praktiknya tidak semua siswa bersedia menghadapi semua
tantangan. Beberapa siswa berdiri dan mencoba memecahkan masalah, tetapi banyak yang tidak yakin
apakah

Dapat mengatasi masalah, hingga patologi. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain faktor internal (seperti kepribadian) dan faktor eksternal (seperti dukungan keluarga dan
pendidik).

Psikolog adalah profesi yang memiliki tujuan membantu klien mengatasi dan memecahkan masalah. Dan
makalah ini mencoba memberikan informasi tentang peran asisten psikolog dalam setting sekolah.

B. PEMBAHASAN

1.) Peran Psikolog dalam Kesiapan Belajar Siswa

a. Peningkatan proses interaksi

Seorang asisten psikolog harus bisa meningkatkan proses interaksi terhadap siswa, karena proses
pembelajaran akan menjadi semakin bermakna jika setiap siswa sharing dan ini akan meningkatkan
pengetahuan tidak hanya bagi siswa tapi juga bagi guru. Hal ini akan menjadikan setiap individu yang
terlibat dalam pembelajaran tidak akan berkeinginan untuk pintar sendiri tetapi juga ada keinginan dan
motivasi untuk memberi ilmu dan informasi yang bermanfaat.

Bersinergi berarti keseluruhan lebih bernilai daripada jumlah bagian-bagiannya dan berusaha
menciptakan iklim pembelajaran yang dapat melibatkan ketiga unsur dalam belajar (fisik, intelektual,
dan emosional) dari masing-masing individu. Siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran
yang dilakukan juga melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman.
Dengan demikian, setiap individu yang belajar akan berupaya untuk selalu memperbaiki diri secara terus
menerus pada empat bidang dasar kehidupan yaitu fisik, sosial/emosional, mental, dan spiritual dalam
rangka meningkatkan kapasitas guru dan juga siswa untuk menuju efektivitas.

b. Peningkatan proses komunikasi

Menurut Povey (Allen dan Johnston, 2004), dalam pembelajaran dimana pembelajar sebagai pengarang
(author) atau pembelajar yang memiliki kewenangan, penguasaan (authority), hendaknya kita sebagai
assisten psikolog dalam sekolah membangun hubungan antara guru dan siswa saling berbagi cara untuk
memahami suatu pengetahuan, dan menyadari bahwa mereka merupakan bagian dari komunitas
pengetahuan (sebagai masyarakat belajar). Belajar sebagai proses coming to know mengupayakan
setiap yang terlibat dalam belajar perlu memaknai, menginterpretasi, dan mengkomunikasikan
berdasarkan informasi atau pengetahuan yang dimilikinya (yang berada dalam komunitasnya).

c. Peningkatan motivasi

Seorang psikologi dalam perannya disekolah harus mampu memberikan perhatian dengan memberikan
arahan kepada guru agar mengajukan pertanyaan kepada siswa, hal ini akan dapat membantu guru
memonitor secara berkala, apa yang sudah siswa ketahui, dan apa yang sedang mereka pelajari.
Mengajukan pertanyaan secara langsung merupakan upaya yang keras dalam membangun pemahaman
siswa atas dasar pengetahuan, intuisi, dan pemahaman siswa yang sudah ada pada siswa sebelumnya.
Karena kita tahu, bahwa siswa datang ke kelas dengan prior knowledge and some misconceptions about
some of the key concepts pada materi tertentu.

Dengan demikian, hendaknya guru menciptakan pengalaman-pengalaman belajar bagi siswa melalui
pertanyaan, untuk mengkoneksikan, membandingkan, dan meninjau kembali apa yang sudah siswa
ketahui, dalam menyertakan (incorporate) ide-ide baru pada materi tertentu. Dengan noticing pada
peristiwa maka kebijakan yang dipilih dapat menjadi berarti. Dari kesemuanya itu, seorang guru harus
menyadari betapa pentingnya menimbulkan motivasi belajar pada siswanya, sebab siswa yang diberi
motivasi belajar akan lebih siap belajar dari pada siswa yang tidak diberi motivasi belajar.

2.) Peran dalam Indentifikasi Siswa Berkebutuhan Khusus

Tips sederhana yang dapat diterapkan asisten psikolog sekolah dan guru untuk membantu pembelajaran
anak slow learner, yaitu melalui strategi:

a. Menggunakan intruksi yang konkret.

b. Memberikan kesempatan untuk pengulangan dan latihan yang lebih sering.

c. Membangun dasar tata kelola waktu (basic time management).

d. Membuat aktivitas yang disukai anak.


Dkemudian untuk anak autisme delapan puluh persen anak autis memiliki IQ di bawah 70 (Davison,
1998) yang bisa digolongkan juga sebagai retardasi mental. Akan tetapi autisme berbeda dengan
retardasi mental. Penderita retardasi mental menunjukkan hasil yang memprihatinkan pada semua
bagian dari sebuah tes inteligensi. Berbeda dengan penderita autis, mereka mungkin menunjukkan hasil
yang buruk pada hal yang berhubungan dengan bahasa dan logika tetapi mereka ada yang menunjukkan
hasil yang baik pada kemampuan visual-spatial, perkalian empat digit, atau memiliki long term memori
yang baik.

Selanjutnya ada ABA, ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai, telah dilakukan penelitian dan
didesain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus
pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Fokus penanganan terletak pada
pemberian reinforcement positif setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak
ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak berespons negatif (salah/tidak tepat)
atau tidak berespons sama sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai
tersebut.

c. Peran dalam Bimbingan Karir dan Konseling

Psikolog sebagai konselor berperan penting dalam proses pelaksanaan konseling. Hal ini dipertegas oleh
Hartono dan Soedarmadji (2015) bahwa counselor tidak dapat dipisahkan dari kata helping, artinya
counselor merujuk pada orangnya, sedangkan helping merujuk pada profesinya atau bidang
garapannya. Kesimpulannya, psikolog sebagai konselor adalah seseorang yang memiliki keahlian dalam
bidang pelayanan konseling sebagai tenaga profesional.

Psikolog berupaya membantu klien di bidang bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling
memiliki tujuan umum dan khusus, yakni membantu individu agar dapat mencapai perkembangan
secara optimal sesuai dengan bakat, kemampuan, minat dan nilai-nilai, serta terpecahkan masalah-
masalah yang dihadapi individu (klien) sebagai tujuan umum. Tujuan umum bimbingan dan konseling,
meliputi: membantu individu agar dapat mandiri dengan ciri-ciri mampu memahami dan menerima
dirinya sendiri dan lingkungannya, membuat keputusan dan rencana yang realistik, mengarahkan diri
sendiri dengan keputusan dan rencananya itu serta pada akhirnya mewujudkan diri sendiri. Sedangkan
tujuan khususnya adalah langsung mengarah pada perkembangan klien dan masalah-masalah yang
dihadapi (Prayitno & Amti, 2013).

C. KESIMPULAN

Seorang asisten psikolog harus bisa meningkatkan proses interaksi terhadap siswa, karena proses
pembelajaran akan menjadi semakin bermakna jika setiap siswa sharing dan ini akan meningkatkan
pengetahuan tidak hanya bagi siswa tapi juga bagi guru. Hal ini akan menjadikan setiap individu yang
terlibat dalam pembelajaran tidak akan berkeinginan untuk pintar sendiri tetapi juga ada keinginan dan
motivasi untuk memberi ilmu dan informasi yang bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Surya, M. (2003). Psikologi konseling. Bandung: CV Pustaka Bani Quraisy

Willis, S.S. (2009). Konseling individual. Teori dan Praktik. Bandung: Alfabeta.

Hudojo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Hidayat, dkk. (2006). Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: UPI Press.

Anda mungkin juga menyukai