Anda di halaman 1dari 8

Nama : CLARISTHA FIRNANDA BUDI SHAFIRA

NIM : 230111607278

MATA KULIAH : SOSIOLOGI & ANTROPOLOGI PENDIDIKAN

KELAS : A1B / S1 BIMBINGAN KONSELING

ANALISA KETERBATASAN HUBUNGAN KONSELOR DAN PENGARUH


LINGKUNGAN PADA KENAKALAN SISWA DI KALANGAN SEKOLAH
MENENGAH

A. Problem sensing
Permasalahan kekerasan seksusal, bullying, dalam beberapa tahun
terakhir mengalami peningkatan yang signifikan sehingga meninggalkan
dampak traumatik yang sangat dalam kepada remaja khususnya pada
kalangan sekolah menengah. Traumatik yang ditimbulkan berdampak
pada aktivitas perilaku yang muncul seperti depresi, kesedihan, membolos,
berbohong, dan psikosomatis. Oleh sebab itu, dampak dari masalah yang
dihadapi oleh anak dan remaja harus segera diatasi dengan intervensi
yang tepat. Berdasarkan data komisi perlindungan anak Indonesia (KPAI)
pada tahun 2016 merilis bahwa Indonesia saat ini mengalami kondisi
lampu merah kejahatan seksual pada anak maupun remaja dan meningkat
100% dari tahun sebelumnya (kpai.go.id, 28 Juli 2016). Data UNICEF
menunjukkan satu dari 10 anak perempuan di dunia menjadi korban
kejahatan seksual (liputan6.com, 28 Juli 2016).
Dengan adanya layanan bimbingan konseling di sekolah, diharapkan
dapat menyelesaikan dan mengatasi berbagai permasalahan yang
dihadapinya. Bimbingan yang diberikan di sekolah menengah merupakan
bidang khusus dalam keseluruhan pendidikan sekolah, yaitu memberikan
pelayanan yang ditangani oleh para ahli yang telah dipersiapkan untuk itu.
Ciri khas dan pelayanan ini terletak dalam hal memberikan bantuan mental
atau psikologis kepada siswa dalam membulatkan perkembangannya.
Tujuan dari pemberian bimbingan ialah agar setiap siswa berkembang
sejauh mungkin dan mengambil manfaat sebanyak mungkin dan
pengalamannya di sekolah. Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah
menengah merupakan usaha membantu peserta didik dalam
pengembangan kehidupan probadi, kehidupan sosial, kegiatan belajar,
serta perencanaan dan pengembangan karir. Pelayanan bimbingan dan
konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik, secara individual,
kelompok dan / atau klasikal sesuai dengan kebutuhan , potensi, bakat,
minat, perkembangan, kondisi, serta peluang-peluang yang dimiliki.
Pelayanan ini juga membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta
masalah yang dihadapi peserta didik. Di sekolah sangat mungkin
ditemukan siswa yang bermasalah, dengan menunjukkan berbagai gejala
kenakalan yang merentang dari kategori ringan sampai berat, siswa-siswi
di tingkat SMA, tergolong kelompok remaja. Hal tersebut dapat dilihat
dengan memperhatikan ciri-ciri perkembangan fisik maupun psikologis
pada anak remaja yang berada dalam masa periode “sturn und drang”
(kegoncangan) atau masa labil akibat proses transisi dari periode kanak-
kanak ke usia dewasa.

B. Problem exploration and analysis


Sekolah merupakan kelompok nyata/ teratur, yaitu sebuah
kelompok yang terbentuk dengan satu ciri khusus yang sama, yaitu
kehadirannya selalu konstan. Ciri dari kelompok ini diantaranya :
 Terbentuk secara sengaja dengan perencanaan sebelumnya,
 Terorganisir,
 Interaksi antar anggota berlangsung secara terus menerus
karena sifat kelompknya permanen,
 Ada kesadaran kelompok,
 Kehadirannya konstan.
Peran seorang konselor sangat dibutuhkan dalam lingkup kelompok
nyata atau teratur. Kedekatan antara guru BK dengan peserta didik
juga penting karena sangat berpengaruh saat terjadinya masalah atau
sesuatu agar menjadikan hubungan kinerja yang baik dengan guru BK
dalam mengatasi kenakalan siswa disekolah. Karena banyak siswa
yang melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar tata tertib
sekolah. Diantaranya, terlambat masuk sekolah, berpenampilan tidak
rapi, membolos jam sekolah, bermain hp saat guru menjelaskan,
merokok dibelakang kelas. Perbuatan tersebut merupakan salah satu
bentuk perilaku esklusif (keluar) dari aturan dan norma-norma yang
berlaku yang sering mendapat sorotan dan perhatian dari orang lain.
Maka pada tingkat SMA sangat membutuhkan bimbingan dan kosneling
yang dapat menenangkan kegoncangan-kegoncangan batinnya, karena
mereka sangat peka terhadap pengaruh faktor-faktor ekstern, baik
yang negatif maupun positif.

Dalam UUD Sisdiknas juga disampaikan siapakah yang bertugas


dalam mmemberikan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap
anak didik. Pada Pasal 1, Ayat 6, disebutkan bahwa “pendidik adalah
tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan
lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakann pendidikan. Di dalam sekolah, semua guru adalah
pembimbing bagi anak didiknya dalam proses belajar mengajar.
Seorang guru tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan kepada
anak didiknya, tetapi juga mendampigi mereka meraih keberhasilan
pendidikan.

Ditinjau dari tugas Antara guru bimbingan konseling dan guru


mata pelajaran adalah sama, yaitu sama-sama melakukan
perencanaan, pelaksanaanm evaluasi, analisis, dan tindak lanjut. Yang
membedakan adalah ranah atau skop dari kerja itu sendiri. Sebagai
guru yang professional suah sepatutnya selalu ingat dengan tugas dan
fungsinya sebagai guru.

C. Problem posing
Berdasarkan tinjauan beberapa persoalan yang ada diatas,
maka dapat diidentifikasi bahwa permasalahan sebagai berikut ;
1. Peserta didik di beberapa lingkungan sekolah masih ada
yang terlambat.
2. Masih sering ditemukan siswa berpenampilan tidak rapi dan
tidak menggunakan pakaian seragam yang sudah ditetapkan
berdasarkan aturan sekolah.
3. Masih banyak siswa yang bermain hp saat guru menjelaskan
materi pelajaran.
4. Hingga saat ini masih ditemukan beberapa siswa yang
merokok dibelakang kelas.

D. Problem solving
Dalam problem solving, penting untuk diingat bahwa setiap
peserta didik memiliki kebutuhan dan situasi yang unik, sehingga
pendekatan yang efektif mungkin bervariasi untuk setiap individu.
Pemecahan masalah (problem solving) merupakan bagian dari
ketrampilan atau kecakapan intelektual yang dinilai sebagai hasil
belajar yang penting dan signifikan dalam proses pendidikan. Sebagai
konselor, membangun hubungan yang kuat dan saling percaya dengan
peserta didik dapat menjadi kunci keberhasilan dalam membantu
mereka mengatasi keterlambatan.
1. Mengatasi peserta didik yang terlambat dapat melibatkan
berbagai strategi dan pendekatan. Beberapa cara yang dapat
dilakukan oleh seorang konselor pemahaman Terhadap
Alasan Keterlambatan : Lakukan wawancara dengan peserta
didik untuk memahami alasan di balik keterlambatan
mereka. Beberapa peserta didik mungkin menghadapi
masalah pribadi atau keluarga yang memengaruhi
keterlambatan mereka. Selanjutnya juga dapat dengan
menerapkan pemantauan terus-menerus terhadap kemajuan
peserta didik setelah menerapkan rencana aksi. Evaluasi
secara berkala dan memberikan umpan balik konstruktif
dapat membantu mereka tetap fokus pada perbaikan.
2. Lalu untuk kasus yang kedua terdapat pula beberapa solusi
yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Kita
sebagai calon konselor, ada beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk mengatasi siswa berpenampilan tidak rapi.
Pertama, konselor dapat memberikan layanan dan arahan
kepada siswa agar selalu berpakaian rapi dan menjaga tata
tertib berpakaian di sekolah. Kedua, konselor dapat bekerja
sama dengan guru dan wali kelas untuk memberikan teguran
secara langsung kepada siswa yang tidak berpakaian rapi.
Lalu, untuk mengapresiasi atau jika siswa tersebut sudah
ada perubahan, konselor dapat memberikan pujian kepada
siswa yang berperilaku baik untuk membuat mereka merasa
dihargai dan diperhatikan oleh orang lain

3. Mengatasi siswa yang bermain ponsel selama guru


menjelaskan memerlukan pendekatan yang bijaksana dan
terarah. Berikut adalah beberapa cara yang dapat kita
lakukan dan pertimbangkan sebagai calon konselor. Langkah
pertama yang bisa dilakukan adalah berkomunikasi dengan
guru untuk mendapatkan pemahaman lebih lanjut tentang
masalah ini dan mengembangkan strategi bersama untuk
mengatasi masalah. Keterlibatan guru dan konselor dapat
menciptakan pendekatan yang lebih holistik. Coba pahami
motivasi di balik perilaku siswa tersebut. Mereka mungkin
merasa bosan, tidak tertarik, atau kesulitan memahami
materi. Memahami akar masalah dapat membantu kita
mengatasi masalah dengan lebih efektif.

4. Lalu yang terakhir adalah bagaimana cara kita untuk


menemukan solusi jika menjumpai siswa yang merokok di
sekolah, penting untuk menangani masalah merokok ini
dengan empati dan tanpa menghakimi. Bekerja sama
dengan semua pihak terkait, termasuk siswa, guru, dan
orang tua, dapat menciptakan dukungan yang diperlukan
untuk membantu siswa mengatasi kebiasaan merokok. Yang
pertama adalah upayakan untuk memahami motivasi di balik
perilaku merokok siswa. Bisa jadi ada tekanan teman, stres,
masalah pribadi, atau tantangan lain yang mendorong
mereka ke kebiasaan merokok. Selajutnya, Lakukan sesi
bimbingan individu dengan siswa yang merokok. Berikan
mereka kesempatan untuk berbicara tentang alasan di balik
perilaku tersebut dan cari solusi bersama untuk mengatasi
masalah yang mendasarinya.

E. Reflection to process and result


Dari hasil analisis diatas dapat di simpulkan bahwasanya guru
bimbingan konseling sebaiknya dapat mengatasi kenakalan siswa
dalam melanggar tata tertib sekolah, dimana guru bimbingan konseling
ini berhadapan secara pribadi dengan peserta didik agar permasalahan
yang dihadapi bisa dibantu untuk menyelesaikannya. Bisa dilihat
terkadang faktor-faktor yang menyebabkan kenakalan siswa
diantaranya kurangnya perhatian dari orang tua siswa dan pengaeuh
dari teman-temannya, dan untuk mengatasi permasalahan tersebut
sebagai calonkonselor atau sebagai guru bimbingan konseling haruslah
dengan bijak melakukan pendekatan-pendekatan yang positif dan
bersinergi secara efektf. Agar lebih mudah dalam mengatasi kenakalan
siswa tersebut.
Begitu juga seharusnya guru bimbingan konseling lebih mejalani
hubungan baik dengan siswa, sebagi teman, sahabat ataupun guru
pembimbing agar siswa merasa kebih dekat dengan guru bimbingan
konseling sehingga tidak ada istilah guru BK polisi sekolah. Untuk itu
kualitas guru sangatlah berpengaruh terhadap masa depan siswa-
siswanya. Dengan adanya kesadaran akan kualitas guru yang baik
maka dikemudian hari aka nada siswa-siswa yang berkualitas yang siap
membawa negara Indonesia menjadi lebih berkembang. Implementasi
bimbingan konseling dapat membantu mengatasi kenakalan siswa
dengan berbagai strategi layanan. Beberapa langkah yang dapat
dilakukan meliputi pengembangan lingkungan positif untuk mengurangi
kenakalan remaja, pemberian layanan dasar berupa pelatihan soft skill
bagi siswa, pemeriksaan kerapihan seragam sekolah, dan pemberian
informasi tentang tata tertib sekolah. Selain itu, peran bimbingan dan
konseling juga meliputi fungsi pemahaman yang memberikan
pelayanan yang berguna untuk memahami keadaan siswa dan
lingkungannya, serta fungsi pencegahan yang mencegah atau
menghindarkan siswa dari mengalami masalah yang mungkin
mengganggu, menghambat, atau menimbulkan kesulitan dalam proses
perkembangan siswa
DAFTAR PUSTAKA

Sari, I. M. (t.t.). PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BENGKULU TAHUN 2019.
Rahayu, S. M. (2017). Konseling Krisis: Sebuah Pendekatan dalam Mereduksi
Masalah Traumatik pada Anak dan Remaja. JP (Jurnal Pendidikan) : Teori Dan
Praktik, 2(1), Article 1. https://doi.org/10.26740/jp.v2n1.p65-69
Nisa, Afiatin (2018). ANALISIS KENAKALAN SISWA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
LAYANAN BIMBINGAN KONSELING. Di ambil 13 Desember 2023 dari
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/cobaBK/article/download/3282/3306
Afifa, Aisya dan Abdurrahman (2017). Peran Bimbingan Konseling Islam dalam
Mengatasi Kenakalan Remaja. | Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam Vol. 5,
No. 2,| hal: 175-188 | Diambil 11 Desember 2023, dari
http://repository.uinsu.ac.id/13639/
Saputra, Rezi dan Komariah (2020). PERAN GURU BK DALAM MENGATASI
KENAKALAN SISWA | Indonesian Journal of Counseling and Education | hal
24 – 28 | Diambil 11 Desember 2023, dari https://shorturl.asia/ZXDAk
Riswandi Andi (2015). PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING MENGATASI
KENAKALAN REMAJA DI SEKOLAH (Pedagogik Jurnal Pendidikan, , Volume 10
Nomor 1), ( 32 – 39 ) Diambil 11 Desember 2023, dari
https://doi.org/10.33084/pedagogik.v10i1.597

Anda mungkin juga menyukai