Anda di halaman 1dari 6

FENOMENA PUTUS SEKOLAH KARENA KETERBATASAN EKONOMI

PESERTA DIDIK

Sudah tidak asing lagi di telinga kita apabila mendengar anak yang putus
sekolah. Memang, Pendidikan di Indonesia masih susah maju karena dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti kurangnya anggaran untuk pendidikan, rendahnya mutu
pendidikan, kurangnya akses pendidikan, dan kurangnya sinergi antara pemerintah
dan masyarakat. Sehingga, tidak semua peserta didik merasakan sistem wajib
belajar 9 tahun. Pertama, program wajib belajar 9 tahun merupakan pemerataan dan
perluasan kesempatan pendidikan yang sangat mendasar dalam membentuk
masyarakat yang mempunyai potensi memadai untuk ikut berpatisipasi dalam
pembangunan supaya Negara ini dapat menghasilkan generasi muda yang lebih
maju. Fenomena putus sekolah di usia belajar wajib 9 tahun masih saja terjadi.
Puluhan ribu anak anak usia wajib belajar dijenjang SD dan SMP tidak berada di
sekolah karena alasan tidak ada biaya. Tidak hanya pada saat pandemi covid-19
selama dua tahun terakhir yang menyebabkan siswa dari keluarga miskin berhenti
sekolah. Diantara berbagai jurnal yang saya baca, bahkan ada yang terpaksa
merantau dan bekerja di usia anak-anak demi membantu ekonomi keluaraga
sehingga tidak bisa lagi bersekolah. Kedua, tempat sekolah yang susah diakses
sering kali membuat anak lebih baik bekerja dari pada sekolah. Tak jarang anak
bangsa yang menempuh puluhan kilometer untuk belajar, menyebrangi sungai hanya
untuk duduk di bangku sekolah, mendaki bukit hanya untuk melihat bendera merah
putih berkibar di lapangan upacara. Dengan memudahkan akses harapannya dapat
mengurangi angka putus sekolah. Sektor publik (pemerintah) harus berperan di sini
dan bekerja sama dengan pihak swasta atau sektor privat. Sebagai seorang calon
pendidik, tentu membuat hati kita terketuk untuk mencari jalan keluar supaya akses
belajar pendidikan di Indonesia dpat berjalan dengan lancar.

Anak putus sekolah yakni kondisi dimana anak mengalami keterlantaran


karena sikap dan perlakuan orang tua yang tidak begitu memberikan perhatian yang
layak terhadap proses tumbuh kembang anak dan tidak memperhatikan hak–hak
anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Dalam kasus diatas, beberapa para
ahli pun membeberkan pengertian putus sekolah secara sudut pandang mereka.
Diantaranya:

 Dr. ST. Vembrianto menjelaskan bahwa yang di maksud dengan putus


sekolah ialah DO (Drop Out) yakni suatu kejadian dimana murid
meninggalkan suatu pelajaran di sekolah sebelum ia menamatkan
pelajarannya. Di Indonesia sendiri kasus DO atau Drop Out sepemahaman
saya, sebuah kasus ini adalah suatu keadaan dimana seorang siswa
dikeluarkan secara paksa oleh sekolah karena membuat sebuah kasus yang
mungkin fatal.
 Sedangkan menurut Drs. YB. Suparlan bahwa putus sekolah adalah anak
sekolah yang gagal sebelum menyelesaikan sekolahnya, tidak memiliki
ijazah atau surat tanda tamat belajar.
 Lalu, menurut Dr. Lukman Hakim yang di maksud dengan putus sekolah
adalah anak putus sekolah yang tidak bisa melanjutkan sampai tamat di
karenakan beberapa faktor. Menurut pemikiran saya, tentu banyak faktor
yang meyebabkan peserta didik putus sekolah. Diantaranya karena
keterbatasan ekonomi, akses pendidikan yang tidak memadai, dan tidak
adanya support dari kedua orang tua, karena keterbatasan pemahaman atau
pendidikan.

Ada beberapa faktor yang mendasari seorang peserta didik harus putus
sekolah. Diantara faktor-faktor tersebut adalah faktor Internal dan faktor eksternal.
Dilansir dari beberapa sumber yang telah saya baca, berikut adalah penjelasannya.

Pertama adalah faktor Internal (dalam diri peserta didik). Kita tentu tahu
bahwa internal itu di dalam. Jadi dapat kita simpulkan bahwa, faktor Internal adalah
faktor yang asalnya dari dalam diri seseorang atau individu itu sendiri. Faktor ini
biasanya berupa sikap juga sifat yang melekat pada diri seseorang. Berikut
merupakan faktor Internal berkaitan dalam kasus putus sekolah peserta didik :

a. Yang pertama adalah tidak adanya motivasi diri. Motivasi diri disini
yakni sebuah dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang untuk
melakukan sesuatu, mendorong keinginan untuk memperoleh keinginan
atau tutjuan tertentu. Manusia haruslah memiliki sebuah motivasi, yaitu
motivasi untuk tetap semangat dalam belajar dan mencari ilmu sebanyak
– banyaknya.

b. Malas untuk pergi sekolah karena merasa tidak percaya diri. Ketidak
percayaan diri ini muncul dalam diri peserta didik. Rasa tidak percaya
diri yang di alami oleh peserta didik ini tidak bisa menyesuaikan dengan
kemampuan siswa yang lain dan merasa tidak percaya diri karena
ejekan. Lalu yang terakhir ialah peserta didik tidak dapat bersosialisasi
dengan lingkungan sekolahnya, padahal ketika anak bersekolah akan
selalu berinteraksi dengan siswa lain, menjalin komunikasi, berteman,
bercanda bersama, jika tidak dapat bersosialisasi atau berinteraksi
dengan baik bersana teman yang lain maka hal ini akan menjadi
hambatan dalam proses belajarnya.

Lalu yang kedua adalah faktor Eksternal (dari luar anak didik). Yang
dimaksud Eksternal sendiri yakni adalah faktor yang asalnya dari luar diri
seseorang atau indvidu. Faktor ini meliputi lingkungan di sekitar termasuk orang-
orang terdekat. Yang merupakan faktor-faktor Eksternal adalah berikut ini :

a. Keadaan kehidupan keluarga


Tidak dipungkiri lagi, keluarga merupakan satu satunya aspek penting
dalam pengembangan diri, apalagi dalam ranah dunia pendidikan. Hubungan
keluarga yang kurang harmonis,orang tua yang bercerai, dan permasalahan yang
lainnya dapat menganggu tumbuh kembang sang anak. Keadaan seperti ini adalah
yang mendasar, sehingga anak kurang mendapat perhatian, hingga akhirnya putus
sekolah. Keadaan keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang dapat menjadi
support system dan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak didik.
b. Keadaan Ekonomi orang tua
Lemahnya keadaan ekonomi orang tua merupakan hal yang paling umum
dalam kasus anak yang putus sekolah. Ketidak mampuan yang dimaksudkan disini
adalah ketidakmampuan keluarga peserta didik untuk memenuhi dan membiayai
segala proses yang dibutuhkan selama menempuh masa pendidikan. Jelas, bahwa
kondisi ekonomi merupakan faktor pendukung paling besat dalam dunia
pendidikan. Sebab pendidikan juga membutuhkan biaya yang cukup besar.
c. Keadaan lingkungan masyarakat

Lingkungan juga merupakan faktor eksternal yang berpengaruh besar dalam dunia
pendidikan. Yang dimaksudkan adalah keadaaan dimana sekolompok manusia
hidup satu lingkup dengan sang peserta didik. Kebiasaan masyarakat seperti
rendahnya kesadaran akan pendidikan. Minimnya SDM juga sangat berpengaruh.
Terkadang, tidak bisa dipungkiri orang dengan kualitas pendidikan yang berbeda
menghasilkan pemikiran yang berbeda pula. Jika pada masyarakat pedesaan,
mereka beranggapan bahwa tanpa bersekolah pun anak-anak mereka dapat hidup
layak seperti anak lainnya yang bersekolah. Oleh karena itu, jika kita lihat di Desa
jumlah anak yang tidak bersekolah lebih banyak dan mereka dapat hidup layak
karena kondisi seperti itu dijadikan landasan dalam menentukan masa depan
anaknya. Kendala seperti itulah bahwa pandangan masyarakat yang menganggap
bahwa pendidikan tidak penting. Satu lagi, stigma banyak anak banyak rejeki
membuat masyarakat di pedesaan lebih banyak mengarahkan anaknya yang masih
usia sekolah diarahkan untuk membantu orang tua dalam mencari nafkah. Padahal
asumsi tersebut tidaklah benar.

Kasus putus sekolah dalam jangka panjang tidak baik apabila terus
dibiarkan. Banyak dampak yang timbul jika kasus ini tidak segera diatasi. Remaja
putus sekolah merupakan masalah sosial yang harus mendapatkan perhatian khusus,
karena dampak yang ditimbulkan tidak lagi hanya dirasakan oleh individu remaja
itu sendiri, tetapi juga oleh masyarakat. Dampak yang ditimbulkan
yaitu pengangguran, kriminalitas, kemiskinan dan kenakalan remaja. Tentu banyak
faktor yang dapat menyebabkan anak bisa putus sekolah. Mulai dari masalah
lingkungan, kenakalannya yang tidak bisa ditolerir serta nilai kurang memuaskan
hingga masalah ekonomi orangtua. Putus sekolah menjadi sesuatu yang harus
dihindari. Dalam hal ini tidak hanya peran pemerintah maupun orangtua saja untuk
mencegah anak putus sekolah. Namun menjadi peran masyarakat juga untuk
mencegah hal itu terjadi. Pasalnya banyak dampak yang bisa terjadi saat seorang
anak putus sekolah. Beberapa dampak yang dimaksudkan ini diantaranya :
1. Memicu rasa minder pada peserta didik.

Pertama tentu rasa minder dan kurangnya percaya diri, dari dalam diri
peserta didik. Rasa kecewa jelas selalu ada pada diri peserta didik apabila ia
membandingkan diri dengan temannya yang bersekolah. Terlebih lagi apabila
peserta didik tersebut harus berhenti sekolah secara terpaksa. Misal karena kondisi
ekonomi atau keadaan orang tua yang tak lagi mampu untuk membiayai peserta
didik tersebut.

2. Pengangguran, kenakalan remaja, dan kriminalitas yang semakin tinggi

Dengan era modern saat ini, jelas bahwa terkadang syarat yang diminta
adalah minimal SMA atau Sarjana. Dengan menempuh pendidikan yang di
syaratkan pun terkadang harus melalui seleksi yang mungkin tidak semua orang
dapat diterima kerja sesuai yang dikehendakinya atau sesuai keinginannya. Kedua,
yakni kenakalan remaja yang terus merajalela di Negara berkembang saat ini.
Rendahnya kualitas SDM berpengaruh besar dalam pemikiran peserta didik. Dan
kriminalitas semakin meningkat karena kurangnya pembinaan dalam pendidikan.
Tidak adanya pembinaan atau didikan dari orang lain selain orang tua juga
mempengaruhi tumbuh kembang sang peserta didik. Apalagi jika orang tua peserta
didik telah bercerai, pasti tidak ada kasih sayang dan perhatian yang cukup kepada
peserta didik.

Menurut pandangan sudut pandang yang saya pikirkan, dan dari berbagai
jurnal yang saya baca, beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan pendidik
baik guru maupun konselor untuk mengatasi kasus ini adalah harus adanya
kerjasama Antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang mendetail.
Mendetail yang saya maksudkan adalah tentang bantuan harus benar-benar dipilih
bedasarkan kondisi yang sebenarnya. Karena tidak semua masyarakat kurang
mampu mendapatkan bantuan. Inflasi bantuan yang tidak merata juga merupakan
kendala dari permasalahan kasus ini. Pemerintah harus lebih bijak dalam
memperhatikan anak bangsa yang kurang terjamin mendapatkan bantua pendidikan,
terutama pada daerah pelosok yang aksesnya kurang dapat dijangkau dengan
kedaraan. Ada daerah dimana harus bisa duduk dibangku sekolah saja harus
berjalan kaki berpuluh-puluh kilometer, menyebrang bukit, jembatan yang rusak
dan menyeberangi sungai. Semua itu harus mendapat perhatian lebih dari
pemerintah. Sebagai seorang pendidik mungkin yang saya lakukan adalah membuat
bimbingan belajar sederhana pada daerah-daerah yang belum mendapat perhatian
dari pemerintah. Adanya inisiatif generasi calon pendidik untuk memperhatikan
kasus ini perlu dilakukan.

Sumber :

https://hai.grid.id/read/073711546/puluhan-ribu-anak-remaja-indonesia-
putus-sekolah-70-persen-alasan-ekonomi

https://www.silabus.web.id/pengertian-putus-sekolah/

https://jurnal.unpad.ac.id/share/article/view/13077#:~:text=Remaja
%20putus%20sekolah%20merupakan%20masalah,kriminalitas%2C
%20kemiskinan%20dan%20kenakalan%20remaja.

https://edukasi.kompas.com/read/2022/07/17/113213571/5-dampak-negatif-
anak-putus-sekolah-minder-dan-jadi-pemalas?page=all&lgn_method=google

Anda mungkin juga menyukai