Anda di halaman 1dari 42

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekolah sebagai suatu lembaga yang menyelenggarakan pendidikan formal, mempunyai


peranan yang tak kalah pentingnya dengan keluarga dan masyarakat, dalam usaha mendewasakan
dan menjadikan siswa sebagai anggota masyarakat yang berguna dan memiliki tingkah laku yang
baik. Hasil pembinaan yang di lakukan pendidikan secara formal merupakan tanggung jawab untuk
membantu lingkungan keluarga dan masyarakat dalam membentuk kepribadian siswa serta tingkah
lakunya. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah berkewajiban untuk memberikan bantuan,
serta arahan terhadap siswa, sehingga siswa dapat keluar dari permasalahan yang di alaminya.
Menurut Sardiman (2007:61) menyatakan bahwa pendidikan adalah “manusia belajar menemukan
kemanusiaanya, dan menemukan dirinya sendiri”.
Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pendidikan adalah Usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif,
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan dirinya dan masyarakat.
Winkel (1994:617) menyebutkan bahwa setiap siswa memiliki sekurang-kurangnya tujuh
masalah yaitu: “masalah individu, masalah kesehatan, masalah pribadi, masalah pengisian waktu
luang, masalah kehidupan keluarga, masalah masa depan dan masalah moral.
Dari pendapat di atas dapat di lihat bahwa masalah sekolah umumnya di rasakan sebagian
para siswa, hampir semuanya bertambah bersamaan dengan tuntutan dan pertumbuhan siswa di
sekolah, walaupun perubahan itu tidak besar. Salah satu masalah yang di alami siswa adalah
persaingan sistem nilai yang amat menjujung tinggi “nilai” atau angka sebagai perwujudan dari
hasil belajar siswa. Sistem nilai dipertahankan oleh masyarakat dan orang tua, yang melihat nilai
tinggi pada buku rapor anak sebagai kunci yang akan membuka pintu kemajuan anak dalam
langkah studi di masa depan.
Untuk memenuhi sistem nilai inilah siswa berlomba-lomba untuk mendapatkan hasil studi
berupa angka atau nilai dalam tes ulangan atau sebagainya dengan cara salah satu adalah
menyontek. Hal ini di karenakan siswa yang mendapatkan angka tinggi mempunyai masa depan
yang lebih baik dari pada anak yang lemah. Menurut Kartini Kartono (1992:88) mengatakan
bahwa,Kemungkinan siswa yang memperoleh angka tinggi untuk masuk sekolah lanjutatan lebih
besar, dan penghargaan dari orang tua dan guru terhadap anak yang berhasil dengan angka tinggi
tentu mendorong anak untuk memperoleh nilai tersebut, walaupun dengan cara yang tidak benar
seperti menyontek, menyalin pekerjaan teman, mengubah nilai yang tertulis pada kertas ulangan
Indarto dan Masrun (2004: 411) mendefinisikan menyontek sebagai perbuatan curang, tidak
jujur, dan tidak legal dalam mendapatkan jawaban pada saat tes. Menyontek juga dapat
didefinisikan sebagai tindakan kecurangan dalam tes melalui pemanfaatan informasi yang berasal
dari luar secara tidak sah (Sujana dan Wulan, 1994: 1).
Siswa yang berhasil mencapai prestasi akademis yang tinggi pada akhirnya akan merasa
kompeten dan berarti. Sebaliknya, siswa yang gagal meraih nilai yang tinggi akan merasa tidak
kompeten dan tidak berarti, dengan demikian tampak bahwa pencapaian akademis digunakan
sebagai hal penting yang dapat meningkatkan harga diri.
Untuk mengatasi perilaku menyontek pada siswa sekolah menengah pertama memerlukan
upaya guru pembimbing. Karena itu untuk mengatasi perilaku menyontek diperlukan bimbingan
2

dan konseling yang dilakukan oleh guru pembimbing untuk memberikan arahan kepada siswa akan
pengaruh negatif dari perilaku menyontek.
Peran Bimbingan dan Konseling merupakan hal penting dalam membentuk tingkah laku
siswa di sekolah, termasuk dalam mengatasi perilaku menyontek. Siswa merasa dirinya tidak
mampu, sehingga merasa belajar pun tidak ada gunanya. Siswa akan memilih tidak menggunakan
kemampuannya, dan mengandalkan orang lain atau sarana-sarana tertentu ketika ujian.
Dalam mengatas perilaku mecontek pada siswa sekolah menengah pertama memerlukan
upaya guru pembimbing, oleh karena itu untuk mengatasi perilaku menyontek diperlukan
bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh guru pembimbing.
Program yang disusun tentunya berkenaan dengan perilaku menyontek siswa mengacu pada
pola 17+ dalam bimbingan dan konseling, di antaranya layanan konseling kelompok dan layanan
bimbingan kelompok. Program layanan konseling kelompok yang di laksanakan harus mampu
memberikan pemahaman, pencegahan, pengentasan masalah serta pengembangan dan pemeliharaan
bagi siswa mengenai perilaku menyontek.
Berdasarkan pra survey yang di laksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1
Wolowae”. terdapat gejala- gejala yang mengarah kepada perilaku menyontek, seperti mencontek
jawaban teman, menggunakan catatan jawaban sewaktu ujian,menulis contekan di meja atau di
telapak tangan. Pada penelitian ini, peneliti bermaksud membuat Program Layanan Konseling
Kelompok Terhadap Perilaku Menyontek, dengan harapan perilaku menyontek dapat di atasi

dan siswa lebih memilih untuk menggunakan kemampuan sendiri. Bertolak dari kenyataan inilah
penulis tertarik untuk membuat program layanan bimbingan dan konseling untuk mencegah
perilaku mencontek pada siswa SMP Negeri 1 Wolowae”.

B. Masalah Penelitian
Berdasarkan pokok pembahasan pada latar belakang di atas, masalah umum pada penelitian
ini adalah: “Bagaimanakah program Bimbingan dan Konseling untuk mencegah perilaku
mencontek pada siswa SMP Negeri 1 Wolowae”.
Dari masalah umum tersebut dirumuskan beberapa sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Gambaran Umum perilaku Menyontek pada Siswa SMP Negeri 1 Wolowae”.?
2. Bagaimanakah Rancangan Program Bimbingan dan Konseling untuk mencegah Perilaku
mencontek pada siswa SMP Negeri 1 Wolowae”.?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran yang obyektif tentang
program Bimbingan dan Konseling untuk Mencegah Perilaku menyontek Pada siswa SMP
Negeri 1 Wolowae”..
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian adalah bertujuan untuk memperoleh imformasi atau
kejelasan tentang:
a. Menemukan gambaran umum perilaku Menyontek Pada Siswa SMP Negeri 1 Wolowae”..
b. Tersusunnya Rancangan Program Bimbingan dan Konseling untuk mencegah perilaku
menyontek pada siswa SMP Negeri 1 Wolowae.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
3

1. Manfaat Teoritis
Penelitian diharapkan dapat menjadi masukan yang bermanfaat bagi pengembangan
teori-teori Bimbingan dan Konseling sehubungan dengan program bimbingan Konseling untuk
mencegah perilaku menyontek.
2. Manfaat Praktis
1) Bagi siswa.
Secara langsung penelitian ini membantu siswa mengatasi terjadinya perilaku menyontek
pada siswa-siswi di sekolahnya.
2) Bagi Guru pembimbing.
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan informasi bagi guru pembimbing mengenai
kegiatan Bimbingan dan Konseling yang telah

dilaksanakan khususnya program bimbingan dan konseling untuk mencegah perilaku


menyontek.
3) Kepala sekolah.
Bagi kepala sekolah SMP Negeri 1 Wolowae”., hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
acuan dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan bimbingan dan konseling di
sekolah, khususnya yang berkenaan dengan upaya mencegah perilaku menyontek oleh guru
pembimbing melalui program bimbingan dan konseling.
E. Ruang Lingkup Penelitian
1. Variabel Penelitian
Di dalam suatu penelitian terdapat suatu atau lebih gejala yang dijadikan objek
penelitian yang di sebut sebagai variabel. Menurut Sugiyono (2007:2): “Variabel merupakan
gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati”.
Menurut Husna Asmara (2004:42) mengemukakan bahwa: “Variabel penelitian adalah
aspek-aspek penelitian untuk memperjelas masalah-masalah”. Adapun Sugiyono (2002:2)
menyatakan: ”Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati”.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa variabel adalah suatu gejala
yang bervariasi dan menjadi titik sasaran pengamatan dalam suatu penelitian. Adapun variabel
dalam penelitian ini variabel tunggal dengan mengungkapkan gejala yang terdapat dalam objek
penelitian tanpa dihubungkan dengan yang lain sebagai penyebabnya.
Variabel tunggal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah “Program Bimbingan dan
Konseling untuk Mencegah Perilaku Menyontek " dengan aspek-aspek sebagai berikut:
a. Perilaku mencontek
1) Sasaran (target) siswa untuk menyontek
2) Perilaku (behavior) siswa untuk menyontek
3) Situasi (situation), tentang perilaku menyontek
4) Kurangnya kepercayaan diri siswa
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975: 292)
b. Rancangan program Bimbingan dan Konseling untuk mencegah Perilaku Menyontek
1. Layanan Informasi
2. Layanan bimbingan kelompok
3. Layanan konseling kelompok

2. Defenisi Oprasional
Untuk menyamakan persepsi dalam memahami tulisan ini, berikut diuraikan defenisi
dari beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini:
4

a. Perilaku menyontek
Perilaku menyontek dalam penelitian ini adalah perbuatan yang tidak jujur,
perilaku yang tidak terpuji atau perbuatan curang yang dilakukan oleh seseorang untuk
mencapai keberhasilan dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik yang terkait dengan
hasil belajar.
b. Program bimbingan dan konseling adalah suatu rangkaian kegiatan bimbingan dan
konseling yang tersusun secara sistematis, terorganisasi dan terkoordinasi selama periode
waktu tertentu.
Dalam program bimbingan dan konseling untuk mencegah perilaku mencontek
dirumuskan struktur bimbingan dan konseling yang diklasifikasikan ke dalam tiga jenis
layanan yaitu :
1. Layanan informasi
2. Layanan bimbingan kelompok
3. Layanan konseling kelompok

BAB II
5

PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK


MENCEGAH PERILAKU MENYONTEK

A. Program Bimbingan dan Konseling


1. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Secara etimologis, bimbingan dan konseling terdiri atas dua kata yaitu “bimbingan”
(terjemahan dari kata “guidance”) dan “konseling” (diadopsi dari kata “counseling”). Dalam
praktik, bimbingan dan konseling merupakan satu kesatuan kegiatan yang tidak terpisahkan.
Keduanya merupakan bagian yang integral.
Menurut Prayitno (2001: 2) “bmbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada
seseorang (individu) atau sekelompok orang agar mereka itu dapat berkembang menjadi
pribadi-pribadi yang mandiri”. Selanjutnya Slameto (1990: 2) berpendapat sebagai berikut :
Bimbingan dalam pendidikan disekolah ini ialah proses memberikan bantuan kepada
siswa agar ia sebagai pribadi, memiliki pemahaman yang benar akan diri pribadinya dan
akan dunia disekitarnya, mengambil keputusan untuk melangkah maju secara optimal
dalam perkembangannya dan dapat menolong dirinya sendiri menghadapi serta
memecahkan masalah-masalahnya.

Arthur J. Jones (Sofyan S. Willis, 2004: 11) mengartikan bimbingan sebagai “the helf
given byone person to another in making choices and adjustment and in solving problems”.
Artinya, “bantuan yang diberikan oleh satu orang ke orang lain dalam membuat pilihan dan
penyesuain, dan dalam memecahkan masalah”. Pengertian yang dikemukakan Arthur ini amat
sederhana, yaitu bahwa dalam proses bimbingan ada dua orang yakni pembimbing dan yang
dibimbing, dimana pembimbing membantu si terbimbing sehingga mampu membuat pilihan-
pilihan menyesuaikan diri dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
Ada beberapa makna atau kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa defenisi diatas,
yaitu:
a. Bimbingan merupakan suatu proses yang berkesinambungan, bukan kegiatan seketika atau
kebetulan. Bimbingan merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang sistematis dan
berencana yang terarah kepada pencapaian tujuan. Bimbingan merupakan helping yang
identik dengan aiding, assisting atau availing yang berarti bantuan atau pertolongan.
b. Makna bantuan dalam bimbingan menunjukkan bahwa yang aktif mengembangkan diri,
mengatasi masalah atau mengambil keputusan
adalah individu atau peserta didik sendiri. Dalam proses bimbingan, pembimbing tidak
memaksakan kehendaknya sendiri tetapi berperan sebagai fasilitator.
c. Individu yang dibantu adalah individu yang sedang berkembang dengan segala
keunikannya. Bantuan dalam bimbingan diberikan dengan pertimbangan keragaman dan
keunikan individu. Tidak ada teknik pemberian bantuan yang berlaku umum bagi setiap
individu. Teknik bantuan seyogyanya disesuaikan dengan pengalaman, kebutuhan dan
masalah individu. Untuk membimbing individu diperlukan pemahaman yang komprehensif
tentang karakteristik, kebutuhan dan masalah individu.

d. Tujuan bimbingan adalah perkembangan optimal, yaitu perkembangan yang sesuai dengan
potensi dan sistem nilai tentang kehidupan yang baik dan benar. Perkembangan optimal
bukanlah semata-mata pencapaian tingkat kemampuan intelektual yang tinggi, yang ditandai
6

dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan melainkan suatu kondisi dinamik,


dimana individu:
1) Mampu mengenal dan memahami diri
2) Berani menerima kenyataan diri secara objektif
3) Mengarahkan diri sesuai dengan kemampuan, kesempatan dan sistem nilai, dan
4) Melakukan pilihan dan mengambil keputusan atas tanggung jawab sendiri.

Konseling (counseling) merupakan bagian integral dari bimbingan. Konseling juga


merupakan salah satu teknik dalam bimbingan. Konseling merupakan inti dari dalam
bimbingan. Sebagai kegiatan inti bimbingan, praktik bimbingan biasa dianggap belum ada
apabila tidak dilakukan konseling.
Menurut Prayitno (2001:3) “konseling adalah pertemuan empat mata antara klien dan
konselor yang berisi usaha yang laras, unik dan human (manusiawi), yang dilakukan dalam
suasana keahlian yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku”. Rochman Natawidjaya
(1987: 32) mendefinisikan Konseling merupakan hubungan timbal balik antara dua individu,
dimana yang seorang (yaitu konselor) berusaha membantu yang lain (yaitu klien) untuk
mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang
dihadapinya pada waktu yang akan datang. Mortensen (dalam M. Surya, 1988:1)
mendefinisikan “konseling sebagai suatu proses antar pribadi, dimana satu orang dibantu oleh
satu orang lainnya untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan dalam menemukan
masalahnya”. Pakar lain mengungkapkan bahwa “konseling merupakan upaya pemberian
bantuan yang diberikan kepada konseli supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan
diri sendiri untuk dimanfaatkan olehnya dalam memperbaiki tingkah laku dimasa yang akan
dating” (Moh. Surya, 1988: 38). Kemudian Sofyan S. Willis, (2004: 17) mendefinisikan :
Konseling adalah upaya bantuan yang diberikan seorng pembimbing yang terlatih dan
berpengalaman, terhadap individu-individu yang membutuhkannya, agar individu tersebut
berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya dan mampu
menyesuaikan terhadap lingkungan yang selalu berubah.
Lebih lanjut Achmad Juntika Nurihsan (2005: 8) mengemukakan pendapat bahwa
“bimbingan dan konseling perkembangan di SMP memberikan bantuan kepada individu
(peserta didik) yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya mereka dapat memahami
dirinya sehingga mereka sanggup mengarahkan dirinya dan bertindak secara wajar sesuai
dengan tuntutan dan keadaan lingkungan SMP, keluarga dan masyarakat”.
Dari semua pendapat diatas dapat dirumuskan dengan singkat bahwa bimbingan dan
konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling (face
to face) oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu
masalah (disebut konseli) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi konseli serta
dapat memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki dan sarana yang ada, sehingga individu
atau kelompok individu itu dapat memahami dirinya sendiri untuk mencapai perkembangan
yang optimal, mandiri serta dapat merencanakan masa depan yang baik untuk mencapai
kesejahteraan hidup.

2. Tujuan Bimbingan dan Konseling


Secara umum tujuan penyelenggaraan bantuan pelayanan bimbingan dan konseling
adalah berupaya membantu siswa menemukan pribadinya, dalam hal mengenal kekuatan dan
7

kelemahan dirinyua, serta menerima dirinya secara positif dan dinamis sebagai modal
pengembangan diri lebih lanjut.
Shertzer and Stone (dalam Achmad Juntika Nurihsan, 2006: 12) menyimpulkan bahwa
ada lima hal pokok yang menjadi tujuan konseling pada umumnya, dan di sekolah pada
khususnya. Tujuan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mengadakan perubahan tingkah laku pada diri klien sehingga memungkinkan hidupnya
lebih produktif dan memuaskan.
b. Memelihara dan mencapai kesehatan mental yang positif. Jika hal ini tercapai, maka
individu mencapai integrasi, penyesuaian dan identifikasi positif dengan yang lainnya. Ia
belajar menerima tanggung jawab, berdiri sendiri dan memperoleh integrasi perilaku.
c. Menyelesaikan masalah. Hal ini berdasarkan kenyataan, bahwa individu-individu yang
mempunyai masalah tidak mampu menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapinya.
Disamping itu, biasanya siswa datang kepada konselor Karena ia percaya bahwa konselor
dapat membantu menyelesaikan masalahnya.
d. Mencapai keefektifan pribadi. Ia tampak memiliki kemampuan untuk mengenal,
mendefinisikan, dan menyelesaikan masalah-masalah. Ia tampak sanggup berpikir secara
berbeda dan orisinil, yaitu dengan cara-cara yang kreatif. Ia juga sanggup mengontrol
dorongan-dorongan dan memberikan respon yang wajar terhadap frustasi, permusuhan dan
ambiguitas.
e. Mendorong individu mampu mengambil keputusan yang penting bagi dirinya. Disini jelas,
bahwa pekerjaan konselor bukan menentukan keputusan yang harus diambil oleh klien atau
memilih alternatif dari tindakannya. Keputusan ada pada diri klien sendiri. Ia harus tahu
mengapa dan bagaimana ia melakukannya. Oleh sebab itu, klien harus belajar mengestimasi
konsekuensi-konsekuensi yang mungkin terjadi dalam pengorbanan pribadi, waktu, tenaga,
uang, resiko, dan sebagainya. Individu belajar memperhatikan nilai-nilai dan ikut
mempertimbangkan yang dianutnya secara sadar dalam pengambilan keputusan.

Selanjutnya menurut Achmad Juntika Nurihsan (2005: 9) tujuan bimbingan dan


konseling membantu individu dalam mencapai :
a. Kebahagiaan hidup pribadi sebagai makhluk Tuhan.
b. Kehidupan yang produktif dan efektif dalam masyarakat.
c. Hidup bersama dengan individu-individu lain.
d. Harmoni antara cita-cita mereka dengan kemampuan yang dimiliki.

Menurut Syamsu Yusuf (2009: 49) tujuan pemberian layanan bimbingan ialah agar
siswa dapat:
a. Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya dimasa
yang akan datang.
b. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin.
c. Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan
kerjanya.
d. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan
lingkungan pendidikan, masyarakat maupun lingkungan kerja.

3. Program Bimbingan dan Konseling


Program dapat diartikan sebagai deretan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk
mencapai suatu tujuan. Banyak ahli yang mendefinisikan program secara berbeda-beda, tetapi
8

pada dasarnya mempunyai makna serta merujuk pada kesimpulan yang sama bahwa program
merupakan rancangan mengenai kegiatan dan usaha-usaha yang akan dilaksanakan.
Menurut Achmad Juntika Nurihsan dan Akur Sudianto (2005: 259) bahwa “suatu
program layanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan tercipta, terselenggara dan
tercapai bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan (manajemen) yang bermutu artinya
dilakukan secara jelas, sistematis dan terarah”. Program ada bermacam-macam bentuk,
diantaranya ditinjau dari tujuannya, jenisnya, jangka waktunya, keluwesannya, pelaksanaannya
dan sifat-sifatnya. Menurut Shaw (dalam Siswoyo, 2000: 24) “program merupakan seperangkat
fungsi yang terorganisasi yang diarahkan pada pencapaian tujuan khusus tertentu”. Ide program
mengaplikasikan adanya upaya yang terfokus, konsisten dan factual untuk mencapai tujuan
tertentu yang telah ditetapkan dan disetujui bersama.
Uman Suherman dan dadang Sudrajat (1998: 1) menjelaskan program adalah rencana
kegiatan yang disusun secara operasional dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang
berkaitan dengan pelaksanaannya yang terdiri dari aspek tujuan, jenis kegiatan, personil, waktu,
teknik, strategi pelaksanaan dan fasilitas lainnya.
Ahmad Badawi R (2004: 52) berpendapat bahwa program bimbingan dan konseling
berarti sederetan kegiatan yang akan dilakukan, sederetan kegiatan tersebut perlu direncanakan
sehingga sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Program bimbingan adalah suatu rencana
kegiatan yang akan dilakukan yang disusun secara operasional selama periode tertentu dengan
mempertimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan pelaksanaannya yang terdiri dari aspek
tujuan, jenis kegiatan, personil, waktu, teknik, strategi pelaksanaan dan fasilitas lainnya.
Winkel dan Sri Hastuti (2004: 91) mendefinisikan “program bimbingan (guidance
program), yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisir, dan
terkoordinasi selama periode waktu tertentu, misalnya satu tahun ajaran”.
Program bimbingan di Sekolah adalah tindakan formal dan nyata yang dilakukan
sekolah agar kegiatan bimbingan menjadi operasional dan tersedia bagi siswa. Program yang
jelas memudahkan guru pembimbing mewujudkan tujuan yang akan dicapai. Tujuan program
bimbingan dan konseling ialah agar guru pembimbing memiliki pedoman yang pasti dan jelas
sehingga kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah dapat terlaksana dengan lancar, efektif
dan efisien, serta hasilnya dapat dinilai. Bimbingan dan konseling sebagai bagian dari
pendidikan memiliki peran yang sangat penting, karena itu sebelum melaksanakan tugas
hendaknya konsep yang jelas, sederhana, mudah dilakukan, mudah dikontrol, cepat dievaluasi
serta ditindaklanjuti adalah hal yang utama dalam bimbingan, karena itu bimbingan dan
konseling sangat dirasakan manfaatnya dalam membantu sekolah mewujudkan program-
program yang telah disusun. Dengan begitu keberadaan bimbingan dan konseling diharapkan
dapat membantu keberhasilan tujuan pendidikan (Munandir dalam Siswoyo, 2000: 25).
Secara umum program bimbingan dan konseling yang efektif memiliki beberapa
karakteristik. Menurut Miller (dalam Siswoyo, 2000: 27-28) program bimbingan dan konseling
yang efektif memiliki Sembilan karakteristik, yaitu:
a. Pengembangan yang berkelanjutan.
b. Sesuai dengan tujuan yang dapat dilaksanakan.
c. Dapat menjalin hubungan komunikasi diantara staf sekolah.
d. Memiliki fasilitas yang memadai dalam pelayanan.
e. Berkaitan dengan program instruksional.
f. Mampu mengantarkan layanan bimbingan dan konseling menjangkau keseluruhan siswa.
g. Berperan penting dalam program hubungan kemasyarakatan
h. Memiliki sistem yang dapat menilai sendiri pelaksanaan program.
i. Mampu memberikan layanan bimbingan dan konseling yang memadai kepada siswa.
9

Menurut Rochman Natawidjaja (dalam Siswoyo, 2000) ada 11 ciri-ciri program yang
baik untuk dirancang. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:
a. Program disusun berdasarkan kebutuhan nyata oleh para siswa di sekolah
b. Kegiatan bimbingan diurutkan sesuai skala prioritas yang juga ditentukan dari kebutuhan
siswa
c. Program memiliki tujuan yang ideal tetapi realitas dalam pelaksanaannya
d. Program dikembangkan secara berangsur-angsur dengan melibatkan semua anggota staf
pelaksana
e. Menggambarkan komponen yang berkesinambungan antara semua anggota pelaksana
f. Menyediakan fasilitas yang diperlukakan
g. Penyusunan disesuaikan dengan program pendidikan di sekolah
h. Memberikan kemungkinan pelayanan kepada semua siswa di sekolah yang bersangkutan
i. Memperhatikan peranan yang penting dalam memadukan sekolah dengan masyarakat
j. Berlangsung sejalan dengan proses penilaian baik mengenai program itu sendiri maupun
kemajuan siswa yang dibimbing serta mengenai kemajuan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap para petugas pelaksana bimbingan
k. Program hendaknya menjamin keseimbangan seluruh pelaksana bimbingan
Dalam penyusunan program bimbingan perlu ditempuh langkah-langkah seperti
dikemukakan oleh Miller yang dikutip oleh Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya
(Husnaauliya :2011) seperti berikut :
a. Tahap Persiapan. Langkah ini dilakukan melalui survei untuk menginventarisasi tujuan,
kebutuhan dan kemampuan sekolah, serta kesiapan sekolah yang bersangkutan untuk
melaksanakan program bimbingan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menentukan langkah
awal pelaksanaan program.
b. Pertemuan-pertemuan permulaan dengan para konselor yang telah ditunjuk oleh pemimpin
sekolah. Tujuan pertemuan ini untuk menyamakan pemikiran tentang perlunya program
bimbingan serta merumuskan arah program yang akan disusun.
c. Pembentukan panitia sementara untuk merumuskan program bimbingan. Panitia ini bertugas
merumuskan tujuan program bimbingan yang akan disusun, mempersiapkan bagan
organisasi dari program tersebut, dan membuat kerangka dasar dari program bimbingan yang
akan disusun.
d. Pembentukan panitia penyelenggara program. Panitia ini bertugas mempersiapkan program
tes, mempersiapkan dan melaksanakan sistem pencatatan, dan melatih para pelaksana
program bimbingan untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa program bimbingan dan
konseling adalah suatu rencana kegiatan bimbingan dan konseling yang akan dilaksanakan pada
periode waktu tertentu. Program ini memuat unsur-unsur yang terdapat didalam berbagai
ketentuan tentang pelaksanaan bimbingan dan konseling yang diorientasikan kepada pencapaian
tujuan kegiatan bimibingan dan konseling di sekolah.

B. Perilaku Menyontek
1. Pengertian Perilaku Mencontek
Kata mencontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan mahasiswa.
Menyontek merupakan salah satu cara pintas yang sangat popular dan hampir selalu dilakukan
10

oleh sebagian besar siswa untuk mendapatkan nilai sebaik mungkin dengan cara yang singkat
dan mudah. Pengertian menyontek atau menjiplak atau ngepek menurut Purwadarminta sebagai
suatu kegiatan mencontoh/ meniru/ mengutip tulisan, pekerjaan orang lain sebagaimana aslinya.
Cheating (menyontek) menurut Wikipedia Encyclopedia sebagai suatu tindakan tidak jujur yang
dilakukan secara sadar untuk menciptakan keuntungan yang mengabaikan prinsip keadilan. Ini
mengindikasikan bahwa telah terjadi pelanggaran aturan main yang ada.
Menurut pendapat Ehrlich, Flexner, Carruth dan Hawkins (Andermen dan Murdock,
2007:34) “Cheating is to act dishonestly or unfairly in order to win some profit or advantage”.
Menyontek merupakan tindakan yang dilakukan secara sengaja oleh seseorang melalui cara-
cara yang tidak baik dengan tujuan untuk memperoleh keberhasilan akademik dan menghindari
kegagalan akademik.
Menyontek merupakan wujud perilaku, dan ekspresi mental seseorang. Bukan sifat
bawaan individu, tapi merupakan hasil belajar atau pengaruh yang didapat dari hasil interaksi
dengan lingkungannya. Menyontek dapat diakibatkan oleh pengaruh kelompok dimana orang
cenderung berani melakukan karena melihat orang lain dikelompoknya juga melakukan.
Perilaku mencontek lebih banyak dilakukan dikalangan SMP, SMA, bahkan Mahasiswa. Pada
jenjang pendidikan SMP dan SMA biasanya praktek pembelajaran difokuskan pada kualitas dan
kemampuan yang lebih dibandingkan dengan jenjang pendidikan SD. Menurut Poedjinugroho
(Kompas, 2005: 4-5) permasalahan pokok dunia pendidikan Indonesia yang sebenarnya adalah
perilaku menyontek. Perilaku menyontek dapat membuat seseorang menjadi pembohong publik
sejak dini (Suara Merdeka, 2006: 18). Sebagian orang berpendapat bahwa siswa yang terbiasa
menyontek di sekolah memiliki potensi untuk menjadi koruptor atau penipu ulung nantinya
(Alhadza, 1998).
Indarto dan Masrun (2004: 411) mendefinisikan menyontek sebagai perbuatan curang,
tidak jujur, dan tidak legal dalam mendapatkan jawaban pada saat tes. Menyontek juga dapat
didefinisikan sebagai tindakan kecurangan dalam tes melalui pemanfaatan informasi yang
berasal dari luar secara tidak sah (Sujana dan Wulan, 1994: 1). Perilaku menyontek dapat
dilakukan dalam bentuk-bentuk sebagai berikut: menulis contekan di meja atau di telapak
tangan, menulis di sobekan kertas yang disembunyikan di lipatan baju, bisa juga dengan melihat
buku pedoman atau buku catatan sewaktu ujian (Mulyana, 2002).
Anderman, dkk (1998:84-85) menjelaskan bahwa mencontek merupakan hal yang biasa
di kalangan remaja SMP karena siswa sekolah menengah lebih berfokus pada peringkat dan
performa di bandingkan dengan siswa sekolah dasar. Menurut Schab (dalam Klausmeier,
1985:388), siswa SMP menyontek karena adanya tekanan untuk memperoleh nilai baik agar
dapat masuk ke sekolah lanjutan seperti SMA/MA dan SMK atau untuk mempertahankan rata-
rata nilai yang sudah di perolehnya.
Bower (Alhadza, 2004) mendefenisikan cheating sebagai “Manifestation of using
illegitimate means to achieve a legitimate end ( achieve academic success or avoid academic
failure)”. Maksudnya mencontek adalah perbuatan yang mengunakan cara-cara yang tidak sah
untuk tujuan yang sah atau terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau
menghindari kegagalan akademis.
Bower juga senada dengan Deighton (Alhadza, 2004) menyatakan “cheating is attempt
and individuals makes to attain success by unfair methods”. Maksudnya, mencontek adalah
upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak
jujur. Mencontek merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan.
Budaya menyontek sudah sedemikian mengkristal dan sudah menjadi kebiasaan. Sampai kini
buadya menyontek menjadi suatu permasalahan yang tidak kunjung usai. Keinginan
11

memperoleh nilai secara mudah menjadikan perilaku menyontek sebagai upaya meraih
kesuksesan dengan jalan pintas.

Banyak sekali alasan yang melatar belakangi individu melakukan perilaku menyontek.
Seperti pada hasil survey Yudiana (2006:11) terhadap mahasiswa psikologi unpad, responden
menyebutkan berbagai alasan mencontek, antara lain 10,83% tidak tahu jawaban, 14,85% ingin
mendapat nilai bagus, 12,87% tidak percaya diri, 10,89% karena lebih baik bekerjasama dengan
teman, 4,95% takut nilai jelek, 4,95% materinya susah dan 4,95% mentok.
Dalam tingkatan yang lebih intelek, sering kita dengar plagiat karya ilmiah seperti
dalam wujud membajak hasil penelitian orang lain, menyalin skripsi, tesis, ataupun desertasi
orang lain dan mengajukannya dalam ujian sebagai karyanya sendiri. Ternyata praktik
“menyontek” banyak macamnya, dimulai dari bentuk yang sederhana sampai kepada bentuk
yang canggih. Teknik “menyontek” tampaknya mengikuti pula perkembangan teknologi,
artinya semakin canggih teknologi yang dilibatkan dalam pendidikan semakin canggih pula
bentuk ”menyontek” yang bakal menyertainya.
Bervariasi dan beragamnya bentuk perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai
“menyontek” maka sekilas dapat diduga bahwa hampir semua pelajar pernah melakukan
”menyontek” meskipun mungkin wujudnya sangat sederhana dan sudah dalam kategori yang
dapat ditolerir.
Meskipun demikian dapat dikatakan bahwa apapun bentuknya, dengan cara sederhana
ataupun dengan cara yang canggih, dari sesuatu yang sangat tercela sampai kepada yang
mungkin dapat ditolerir, ”menyontek” tetap dianggap oleh masyarakat umum sebagai perbuatan
ketidakjujuran, perbuatan curang yang bertentangan dengan moral dan etika serta tercela untuk
dilakukan oleh seseorang yang terpelajar.
Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksud dengan “menyontek” dalam tulisan ini
adalah segala perbuatan atau trik-trik yang tidak jujur, perilaku tidak terpuji atau perbuatan
curang yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam menyelesaikan
tugas-tugas akademik terutama yang terkait dengan evaluasi/ujian hasil belajar.

2. Bentuk Perilaku Menyontek


Pembentukan perilaku menyontek yang terdapat pada diri remaja dilihat dari sudut
karakteristik yang memang cukup beragam. Keragaman ini tidak lain karena keberadaan sifat
dan lingkungan hidup manusia itu sendiri, yang sejak ia lahir dan dibesarkan sudah mengalami
berbagai perbedaan dalam pola asuh dan binaan. Menurut Alhadza (1998: 19), perilaku
menyontek sekarang ini ditemukan dalam bentuk:
a. Menyontek dengan usaha sendiri
Usaha sendiri artinya membuat catatan sendiri, membuka buku, dengan alat bantuan
lain seperti membuat coret-coretan di kertas kecil, rumus ditangan, di kerah baju, bisa juga
dengan mencuri jawaban teman.
b. Menyontek sama dengan kerja sama
Kerja sama dengan teman cara membuat kesepakatan terlebih dahulu dan membuat
kode-kode tertentu atau meminta jawaban dari teman (Oki, 2007: 49). Berdasarkan uraian
mengenai bentuk-bentuk perilaku menyontek, dapat disimpulkan bentuk-bentuk perilaku
menyontek adalah menggunakan catatan jawaban sewaktu ujian/tes, mencontoh jawaban
siswa lain, memberikan jawaban yang telah selesai kepada teman, dan mengelak dari
aturan-aturan.
12

3. Faktor Yang mempengaruhi Munculnya Perilaku menyontek

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek menurut Schab


(dalam Klausmeier, 1985: 388) adalah:
a. Malas belajar.
Siswa malas berusaha karena merasa usaha apa pun yang dilakukan tidak akan
banyak berperan dalam pencapaian hasil yang diharapkan (Sujana dan Wulan, 1994: 2).
Siswa yang memiliki rasa malas belajar akan merasa pesimis dan tidak percaya pada
kemampuan dirinya (Brooks dan Emmert dalam Rahmat, 2000: 105), sehingga malas
berusaha karena merasa dirinya tidak kompeten dan tidak akan mampu mencapai prestasi
yang diharapkan.
b. Ketakutan mengalami kegagalan dalam meraih prestasi.
Perasaan tidak kompeten atau bahkan bodoh pada siswa yang memiliki konsep diri
negatif akan membuatnya merasa bahwa dirinya akan gagal (Susana, 2006:25). Munculnya
gambaran akan kegagalan dalam meraih prestasi belajar (nilai yang baik) membuat individu
khawatir. Ketakutan terhadap suatu kegagalan dihindari dengan melakukan perbuatan
menyontek (Gibson dalam Sujana dan Wulan, 1994:2).
c. Tuntutan dari orang tua untuk memperoleh nilai baik.
Pandangan orang tua tentang penampilan, kemampuan, dan prestasi anak akan
mempengaruhi cara pandang anak terhadap dirinya, atau dengan kata lain akan
mempengaruhi konsep dirinya (Hurlock, 1997: 132). Harapan orang tua yang terlalu tinggi
membuat anak cenderung gagal. Kegagalan yang dialami dapat mempengaruhi konsep diri
anak dan menjadi dasar dari perasaan rendah diri dan tidak mampu. Misalnya jika orang tua
menganggap nilai akademis sama dengan kemampuan, orang tua akan mengharapkan
anaknya mendapat nilai yang bagus tanpa berpikir sejauhmana pelajaran yang telah diserap
oleh sang anak. Tuntutan orang tua semacam itu dapat menimbulkan keinginan pada anak
untuk menyontek.

4. Aspkek-aspek Perilaku menyontek


Memasuki dunia persaingan remaja perlu mempersiapkan dirinya sebagai sumber daya
menusia yang berkualitas mengingat tantangan yang besar akan dihadapi. Dalam mengahadapi
tantangan tersebut tak heran kebanyakan orang biasanya melakukan kecurangan demi
memenuhi tantangan besar yang akan dihadapi dalam hidupnya, termaksudlah kecurangan
dalam mendapatkan hasil atau nilai salah satunya dengan menyontek. Oleh karena itu, kita perlu
melihat terlebih dahulu perilaku menyontek yang sering terjadi pada remaja atau siswa.
Menurut Sujana dan Wulan (1994: 1) menyontek merupakan tindakan kecurangan
dalam tes melalui pemanfaatan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah. Menyontek
juga dapat didefinisikan sebagai perbuatan curang, tidak jujur, dan tidak legal dalam
mendapatkan jawaban pada saat tes (Indarto dan Masrun, 2004: 411). Sependapat dengan kedua
definisi di atas, Haryono, dkk (2001: 10) mendefinisikan menyontek sebagai segala macam
tindakan dalam ujian atau tes untuk memperoleh nilai secara tidak sah.
Dengan demikian, menyontek dapat diartikan sebagai segala macan perbuatan curang,
tidak, jujur, dan tidak legal untuk mendapatkan jawaban pada saat tes untuk memperoleh nilai
secara tidak sah dengan memanfaatkan informasi dari luar.
Berdasarkan uraian diatas bahwa menyontek dapat didefiniskan sebagai niat atau
keinginan seseorang untuk melakukan perbuatan curang, tidak, jujur, dan tidak legal untuk
mendapatkan jawaban pada saat tes untuk memperoleh nilai secara tidak sah dengan
13

memanfaatkan informasi dari luar, berdasar pada sikap dan keyakinan orang tersebut maupun
sikap dan keyakinan orang lain yang mempengaruhinya mengenai perilaku menyontek.
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975: 292), ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan
dalam perilaku mencontek yang biasanya dilakukan oleh siswa disekolah, yaitu sebagai
berikut :
Sasaran (target), yaitu objek yang menjadi sasaran perilaku. Objek yang menjadi
sasaran dari perilaku spesifik dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu orang tertentu/objek
tertentu (particular object), sekelompok orang/sekelompok objek (a class of object), dan orang
atau objek pada umumnya (any object). Pada konteks menyontek, objek yang menjadi sasaran
perilaku dapat berupa catatan jawaban, buku, telepon genggam, kalkulator, maupun teman.
a. Perilaku (behavior), yaitu perilaku spesifik yang nantinya akan diwujudkan. Pada konteks
menyontek, perilaku spesifik yang akan diwujudkan merupakan bentuk-bentuk perilaku
menyontek yang diungkapkan oleh Klausmeier (1985: 388), yaitu menggunakan catatan
jawaban sewaktu ujian/ulangan, mencontoh jawaban siswa lain, memberikan jawaban yang
telah selesai pada teman, dan mengelak dari aturan-aturan.
b. Situasi (situation), yaitu situasi yang mendukung untuk dilakukannya suatu perilaku
(bagaimana dan dimana perilaku itu akan diwujudkan). Situasi dapat pula diartikan sebagai
lokasi terjadinya perilaku. Pada konteks menyontek, menurut Sujana dan Wulan (1994: 3)
perilaku tersebut dapat muncul jika siswa merasa berada dalam kondisi terdesak, misalnya
diadakan pelaksanaan ujian secara mendadak, materi ujian terlalu banyak, atau adanya
beberapa ujian yang diselenggarakan pada hari yang sama sehingga siswa merasa kurang
memiliki waktu untuk belajar. Situasi lain yang mendorong siswa untuk menyontek menurut
Klausmeier (1985: 388) adalah jika siswa merasa perilakunya tidak akan ketahuan.
Meskipun ketahuan, hukuman yang diterima tidak akan terlalu berat.
c. Kurangnya rasa percaya diri pelajar dalam mengerjakan soal, Setiap individu pasti
mengetahui sebarapa besar kemampuan diri yang dimilikinya. Menurut Angelis (2003:36)
mengatakan bahwa: “Self confidance basically is individual basic ability to be able to
determine life direction and purpose”. Artinya: kepercayaan diri adalah suatu keyakinan
dimana seseorang mempunyai arah dan tujuan hidup. Selanjutnya Bandura (1997:37)
menyatakan bahwa: “self confidence is a belief which someone has nomely him self can
behave to get the expected result”. Kepercayaan diri adalah suatu keyakinan dimana
seseorang memiliki usaha dalam dirinya untuk mendapatkan hasil.
Hal ini dipertegaskan lagi oleh pendapat Lauster (1998:19) yang mengatakan bahwa :
“kepercayaan diri merupakan salah satu aspek yang berupa keyakinan akan kemampuan
seseorang hingga tidak terpengaruh oleh orang lain, dapat bertindak sesuai dengan kehendak,
gembira, optimis, cukup toleransi dan bertanggung jawab.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri merupakan
suatu perlakuan dasar individu yang memiliki keyakinan akan mampu sesuatu dengan sikap
mendiri, senantiasa bertindak dan berpikir positif dalam menhadapi berbagai situasi
permasalahan.
Kepercayaan diri yang ada pada diri seseorang sangatlah penting dalam melakukan
segela pekerjaan. Menurut John Fereira (dalam Ary Ginanjar Agustina, 2000:79) menyatkan
bahwa : “seseorang yang memiliki kepercayaan diri di samping mampu untuk mengendalikan
dan menjaga keyakinan dirinya, akan mampu membantu perubahan lingkungan”. Oleh karena
itu kepercayaan diri merupakan hal penting dalam kehidupan seseorang, terutama bagi individu
yang berkualitas.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pentingnya kepercayaan diri
merupakan suatu keyakinan dan kemampuan yang ada di dalam diri individu yang memiliki
14

kepercayaan diri yang tinggi akan memcoba untuk mempunyai keyakinan terhadap perilakunya
siswa yang memiliki kepercayaan diri akan selalu merasa yakin atas kemampuannya untuk
melakasanakan tugas dengan berhasil.

C. Program Bimbingan dan Konseling untuk mencegah Perilaku Mencotek


Keberadaan Bimbingan dan Konseling dalam sistem pendidikan memerlukan berbagai
upaya untuk tercapainya perkembangan yang optimal dari setiap peserta didik, sehingga tujuan
pendidikan nasional dapat tercapai, serta tercapainya pembangunan manusia Indonesia yang
bermutu.
Dalam bbimbingan dan konseling terdapat beberapa fase. Menurut Winkel (2004:119)
terdapat tiga fase dalam pengembangan program bimbingan dan konseling di sekolah, yaitu
“perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program bimbingan dan konseling”. Dari ketiga fase
tersebut, yang dilakukan dalam penelitian ini adalah membuat perencanaan program bimbingan dan
konseling yang berkaitan dengan perilaku menyontek siswa di sekolah.
1. Perencanaan Program Bimbingan dan Konseling untuk Mencegah Perilaku Menyontek
Proses perencanaan program bimbingan dan konseling seharusnya di lakukan secara
terbuka, dalam arti bukan hanya melibatkan bimbingan dan konseling saja, akan tetapi juga
melibatkan orang yang memiliki peran penting dalam pengambilan kebijakan.
Program yang di gunakan dalam bimbingan dan konseling dalam jenjang sekolah
menengah pertama yang di susun dengan mengacu untuk mencegah perilaku menyontek yaitu
melalui layanan bimbingan yang ada di sekolah mengingat peran dan fungsi guru BK di sekolah
yaitu membantu dan mengarahkan siswa agar berkembang secara optimal.
2. Rumusan Kebutuhan Bimbingan dan Konseling
Agar penyusunan program sesusai dengan apa yang diharapkan dan
bersifat fleksibel,maka perlu adanya kegiatan mengindetifikasi aspek-aspek perilaku
mencontek. Karena menyontek merupakan masalah pokok dalam pendidikan yang
keberadaannya dari dulu sampai sekarang masih belum mendapatkan perhatian serius dan selalu
ditoleril keberadaannya dan bukanlah masalah yang “sepele”. Tidak teratasinya perilaku
menyontek dari dulu hingga sekarang masih belum di atasi, apakah karena sistem pendidikan
kita yang lemah, atau tidak kemampuan guru mengatasi dan memahami siswanya.
Syamsu Yusuf (2009:70) mengidentifikasi kebutuhan atau masalah siswa melalui
“karakteristik siswa, seperti aspek fisik , kecerdasan, motif belajar, sikap dan kebiasaan belajar,
minat-minatnya, masalah-masalah yang di alami dan kepribadian, atau tugas perkembangannya,
sebagai landasan pemberian layanan bimbingan.
Menurut Syamsu Yusuf (2009:70) ada beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam
mengidentifikasikan dan merumuskan kebutuhan, yaitu:
1. Mengkaji kebutuhan atau masalah peserta didik yang nyata di lapangan.
2. Mengkaji harapan sekolah dan masyarakat terhadap peserta didik
3. Ketersedian sumber daya (konselor atau guru bimbingan dan konseling)
4. Ktersediaan fasilitas pendukung

Dalam merumuskan program, struktur dan isi/materi program harus bersifat fleksibel
yang di sesuaikan dengan kondisi atau kebutuhan siswa berdasarkan hasil penilaian kebutuhan
di setiap sekolah. Menurut Syamsu Yusuf (2009:70) “teknik untuk memahami kebutuhan atau
masalah siswa dapat di lakukan melalui tes (seperti observasi, wawancara, angket, inventori,
dan sosiometri)”.
15

Hasil need assement (penelaah kebutuhan) siswa dan lingkungan di rumuskan dalam
perilaku-perilaku yang di harapkan di kuasai siswa.rumusan ini berupa tugas-tugas
perkembangan yakni standar kompetensi kemandirian yang di sepakati bersama.
Masalah mencontek merupakan tantangan bagi guru BK, semoga saja dengan adanya
program bimbingan dan konseling dan tenaga guru BK yang memadai perilaku mencontek
dapat di cegah dan tujuan bangasa ini untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bisa tercapai.

3. Rumusan Tujuan Bimbingan dan Konseling


Rumusan tujuan bimbingan dan konseling bagi siswa SMP adalah memungkinkan siswa
untuk mendapatkan bimbingan dan konseling untuk pembahasan dan pengetasan permasalahan
yang di alaminya. Hal ini di maksudkan agar mereka tidak menganggap mencontek adalah hal
yang wajar.
Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar konseli dapat: (1) merencanakan kegiaatan
penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya di masa yang akan datang. (2)
mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang di milikinya seoptimal mungkin secara
positif: (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta
lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitaan yang di hadapi dalm studi,
penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat maupun lingkungan kerjanya.
(Akhmad Sudrajat, 2008).

4. Komponen Program dan Strategi Pengembangan


Program yang di rencanakan tentunya harus mempunyai komponen-komponen dan
strategi pengembangan untuk mengarahkan kegiatan yang akan dilaksanakan. Menurut Dewa
Ketut Sukardi (2008:274) mengemukakan dalam melaksanakan program bimbingan di sekolah
terdapat berbagai komponen. Komponen-komponen yang di maksud di sini ialah saluran-
saluran untuk melayani para siswa, tenaga-tenaga bimbingan atau kependidikan lainnya, serta
orang tua siswa.
Pengembangan program ini hendaknya di selaraskan dengan hasil kajian atau analisis
tentang tujuan dan program sekolah; kondisi objektif pencapaian tugas-tugas perkembangan
siswa, atau kebutuhan dan masalah siswa. Komponen dan strategi pengembangan program
dalam penelitian ini menggunakan layanan informasi, layanan konseling kelompok, dan layanan
bimbingan kelompok.
a. Layanan Informasi
Menurut Prayitno dan Erman Amti (2004:269) “Pemberian informasi dapat dilakukan
dengan berbagai metode, seperti metode ceramah, diskusi, wawancara, karyawisata, alat-
alat peraga dan alat-alat bantu lainnya, buku panduan, kegiatan sanggar karier dan
sosiodrama”. Sofyan S. Willis (2004:35) mengemukakan “layanan informasi dilakukan
sepanjang tahun jika diperlukan siswa dan orang tuanya demi kemajuan studi”.
Menurut Yuline dan Indri Astuti (2008:8) materi yang dapat diberikan melalui
pelayanan ini antara lain pengembangan diri, kurikulum dan proses belajar mengajar,
pendidikan tinggi, jabatan, kehidupan keluarga, sosial kemasyarakatan, sosial budaya dan
lingkungan”.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan layanan Informasi, yaitu layanan yang
membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar,
karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan
b. Layanan bimbingan kelompok
Menurut Tohirin (2007:170) menyebutkan bahwa defenisi bimbingan kelompok
adalah suatu cara memberikan bantuan kepada individu (siswa) melalui kegiatan kelompok.
16

Dalam bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal


masing-masing siswa, yang di harapkan dapat mengambil manfaat dari pengalaman
pendidikan ini bagi dirinya sendiri. Sementara itu, Dewa Ketut Sukardi (2008:64)
menyatakan hal yang sama mengenai bimbingan kelompok yaitu:
Layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-
sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari
pembimbing/konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupannya sehari- hari bak
individu maupun pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan
dalam pengambilan keputusan.
Jadi bimbingan kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam
pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan
pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui kelompok.
Layanan bimbingan ini bertujuan untuk memperoleh informasi, di mana informasi
itu akan di pergunakan untuk menyusun rencana dan membuat keputusan, atau untuk
keperluan lain yang relevan dengan informasi yang di berikan. “Melalui layanan bimbingan
kelompok para siswa dapat di ajak untuk bersama-sama mengemukakan pendapat tentang
suatu hal dan membicarakan topik-topik penting, mengembangkan nilai- nilai dan langkah-
langkah untuk menangani permasalahan yang di bahas dalam kelompok”. (Prayitno,
2001:87).
Selain dapat membuahkan yang baik antar anggota kelompok, kemampuan
berkomunikasi antar individu, pemahaman berbagai situasi dan kondisi lingkungan, juga
dapat mengembangkan sikap dan tindakan nyata untuk mencapai hal-hal yang di inginkan
sebagaimana terungkap dalam kelompok. Fungsi utama bimbingan yang di dukung oleh
layanan bimbingan kelompok ialah fungsi pemahaman dan pengembangan.
Materi yang di bahas dalam bimbingan kelompok pada umumnya sangat luas dan
sangat banyak, dalam hal ini tentunya lebih di spesifikan pada mencontek. Menurut Dewa
Ketut Sukardi (2008:65) materi layanan bimbingan kelompok meliputi:
1) Pengenalan sikap dan kebiasaan, bakat dan minat dan cita-cita serta penyalurannya.
2) Pengenalan kelemahan diri dan pananggulangannya, kekuatan diri dan
pengembanganya.
3) Pengembangan kemampuan berkomunikasi, menerima/menyampaikan pendapat,
bertingkah laku dan hubungan sosial, baik di rumah, sekolah maupun di masyarakat,
teman sebaya di sekolah dan luar sekolah dan kondisi/peraturan sekolah.
4) Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang baik di sekolah dan di rumah sesuai
dengan kondisi fisik, sosial, dan budaya.
5) Orientasi dan informasi karier, dunia kerja, dan upaya memperoleh panghsilan.
6) Orientasi dan informasi perguruan tinggi sesuai dgn karier yang hendak di
kembangkan.
7) Pengambilan keputusan dan perencanaan masa depan.
Pelayanan bimbingan kelompok memanfaatkan dinamika kelompok untuk
mencapai tujuan pelayanan bimbingan (Prayitno,1999:107-111). Agar dinamika kelompok
yang berlangsung dalam kelompok yang berlangsung dalam kelompok tersebut dapat secara
efektif bermanfaat bagi pembinaan para anggota kelompok, maka jumlah anggota sebuah
kelompok tidak boleh terlalu besar, sekitar 10 orang, atau paling banyak 15 orang
c. layanan konseling kelompok
Menurut Dewa Ketut Sukardi (2008:68) “Konseling kelompok yaitu layanan
bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan
17

unyuk pembahasan dan pengetasan permasalahan yang di alaminya melalui dinamika


kelompok”.
Selanjutnya menurut Prayitno dan Erman Amti (2004:307) “konseling kelompok
adalah layanan kepada sekelompok individu”. Layanan konseling kelompok bertujuan
memungkinkan siswa memperoleh kesempatan bagi pembahasan dan pengentasan masalah
yang di alaminya melalui dinamika kelompok. Layanan konseling kelompok merupakan
layanan konseling yang di selenggarakan dalam suasana kelompok, dengan memanfaat
dinamika kelompok yang terjadi dalam kelompok itu. Masalah-masalah yang di bahas
dalam merupakan masalah perorangan yang muncul di dalam kelompok itu, yang meliputi
berbagai masalah dalam segenap bidang bimbingan yaitu: pribadi, sosial, belajar, dan karir.
Fungsi utama yang di dukung oleh layanan konseling kelompok ialah fungsi pengentasan.

BAB III
PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode dan Bentuk Penelitian


1. Metode Penelitian
Metode penelitian menggambarkan rancangan penelitian yang meliputi prosedur atau
langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, serta dengan cara apa
data tersebut diperoleh dan diolah/dianalisis. Menurut Sumadi Suryabrata (2003:72) ada
sembilan metode penelitian. Adapun sembilan metode tersebut adalah:
18

a. Metode historis
b. Metode deskriptif
c. Metode perkembangan
d. Metode kasus dan penelitian lapangan
e. Metode korelasional
f. Metode kasus komperatif
g. Metode eksperimental sungguhan
h. Metode eksperimen semu
i. Metode tindakan.
Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif. Menurut Hadari Nawawi (Zuldafrial, 2009:6) metode deskriptif diartikan sebagai
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan cara menggambarkan/melukiskan keadaan
subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dll) pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
Adapun menurut M. Subana dan Sudrajat (2005:89) mengemukakan: “Penelitian
deskriptif menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan, variabel,
dan fenomena yang terjadi saat penelitian berlangsung dan menyajikannya apa adanya”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha
mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Penelitian
deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat
penelitian berlangsung. Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan
peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakukan khusus
terhadap peristiwa tersebut.

2. Bentuk Penelitian
Adapun bentuk penelitian yang digunakan adalah survey studi ( Studi survey).
Sebagaimana dikemukakan, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif. Menurut Hadari Nawawi ( 1991: 63) ada tiga macam bentuk dari penggunaan
metode deskriptif dalam penelitian, yaitu survey ( Survey Studies), studi hubungan (
Interrelationship Studies), dan studi perkembangan ( Developmental Studies). Sejalan dengan
pendapat ini Sugiono ( 2004: 6) mengemukakan jenis penelitian dapat dikelompokan dalam
beberapa bentuk, yaitu :
a. Survey
b. Ex Post Facto
c. Eksperimen
d. Naturalistic/ Kualitatif
e. Policy Research ( kebijakan)
f. Action Research ( tindakan)
g. Evaluasi dan
h. Sejarah ( Histories Research).

Bertolak dari uraian tersebut, perlu dipahami bahwa studi survey adalah bentuk
penelitian yang dilakukan dengan cara menghimpun data dari suatu populasi, kemudian
mempelajari dan menganalisis data-data yag telah diperoleh tersebut. Sejalan dengan hal ini
Winarno Surachmad ( 1998:134) menyatakan bahwa :”Survey pada umumnya merupakan cara
mengumpulkan data dari sejumlah unit atau individu dalam waktu ( atau jangka waktu) yang
bersamaan”. Pendapat senada tentang studi survey yang dikemukakan oleh Kerlinger ( dalam
Sugiono, 2004:7) yang menyatakan bahwa :
19

Penelitian survey adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil,
tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut,
sehingga ditemukan kejadian-kejadian relative, distribusi, dan hubungan-hubungan antar
variabel sosiologis maupun psikologis.

Berdasarkan paparan tersebut di atas jelaslah bahwa penelitian ini dilaksanakan dengan
cara mengadakan survey langsung kepada siswa/siswi SMP Negeri 1 Wolowae, menghimpun
data-data yang berkaitan dengan program layanan konseling kelompok terhadap perilaku
meyontek, kemudian menganalisis dan menginterprestasikannya untuk menjawab masalah-
masalah penelitian dan memperoleh keseimpulan.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah seluruh subyek atau objek penelitian. Sejalan dengan hal ini Hadari
Nawawi (1991: 141) mengatakan bahwa : ”Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang
dapat terdiri dari manusia, benda-benda, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau
peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian”.
Adapun Suharsimi Arikunto (1998: 115) : “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”.
Defenisi populasi senada terdapat dalam Encylopedia of Educational ( dalam Suharsimi
Arikunto, 1998) yang menyatakan bahwa : “A population is set ( or collection) of all elements
possessing one or more attributes ofinterest”. Artinya populasi merupakan seperangkat dari
kelompok yang memiliki satu atau lebih atribut minat.
Sedangkan Syarifah Lubna (2005: 44) menyatakan bahwa : “The population may be
defening as any group of individual have or more characteristics in common that are the
interest of the research”. Artinya populasi adalah melukiskan semua kelompok individu yang
mempunyai satu atau lebih karakteristik yang sama.
Bertolak dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa populasi merupakan keseluruhan
objek penelitian yang mempunyai karakteristik dan dapat di jadikan sumber dalam suatu
penelitian. Adapun karakteristik populasi penelitian ini adalah:
a. Satu orang guru pembimbing
b. Siswa SMP Negeri 1 Wolowae yang memiliki tingkat perilaku menyontek tinggi
Berdasarkan karakteristik poulasi yang menjadi sumber data dalam penelitian ini maka
populasi adalah seluruh siswa di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Wolowae sebanyak 151
orang sebagaimana yang tertera dalam tabel 3.1 sebagai berikut:

TABEL 3.1
DISTRIBUSI POPULASI PENELITIAN
Populasi siswa
No Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah siswa

1 VIII 16 19 35

JUMLAH 16 19 35
Sumber : Data TU SMP Negeri 1 Wolowae Tahun pelajaran 2017/2018

2. Sampel
20

Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan dijadikan sumber data dalam
penelitian. Menurut Harun A. Rasyid (2001: 27) mengatakan bahwa sampel adalah “Perwakilan
yang diambil dari populasi secara representative dengan teknik tertentu dimana penelitian akan
dilakukan”. Sejalan dengan itu, Suharsimi Arikunto (2002: 109) mengatakan sampel adalah
“Sebagaian atau wakil populasi yang akan diteliti”. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dapat
disimpulkan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi untuk mewakili seluruh populasi.
Pengambilan sampel disesuaikan dengan waktu, dana dan kemampuan peneliti dalam
melaksanakan penelitian.
Adapun cara pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan sampel random,
dimana semua populasi mempunyai kesempatan yang sama sebagai sampel. Menurut Suharsimi
Arikunto (2002: 112) mengatakan “Apabila subjeknya kurang dari seratus (100), lebih baik
diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, jika jumlah
subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih”.

C. Teknik dan Alat Pengumpulan Data


1. Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa teknik pengumpulan data yang dapat digunakan. Sehubungan dengan hal
ini, Hadari Nawawi (1991: 94-95) mengemukakan teknik pengumpulan data yang dapat dipakai
dalam penelitian ilmiah adalah sebagai berikut:
a. Teknik observasi langsung
b. Teknik observasi tidak langsung
c. Teknik komunikasi langsung
d. Teknik komunikasi tidak langsung
e. Teknik pengukuran
f. Teknik/ studi documenter

Adapun Bimo Walgito ( 2004: 63-99) mengungkapkan bahwa metode untuk


mendapatkan data meliputi:
a. Observasi
b. Kuesioner
c. Interview ( wawancara)
d. Sosiometri
e. Test
f. Case study

Senada dengan pendapat Amirul Hadi dan Haryono ( 2005: 129-139) memaparkan
bahwa teknik pengumpulan data secara umum terdiri dari:
a. Teknik observasi
b. Teknik komunikasi
c. Teknik pengukuran
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dengan mempertimbangkan jenis data yang
hendak dikumpulkan maka teknik pengumpulan data yang digunakan teknik komunikasi tidak
langsung dengan komunikasi langsung.
a. Teknik Komunikasi Tidak Langsung
Teknik komunikasi tidak langsung adalah cara mengumpulkan data yang dilakukan
dengan menggunakan hubungan tidak langsung dengan alat perantara berupa inventori.
Inventori dapat diartikan sebagai metode untuk mengumpulkan data yang berupa suatu
pernyataan ( statement), atau keadaan diri responden. Melalui metode ini siswa dapat
21

mendeskripsikan keadaan dirinya berdasarkan pernyataan inventori yang diberikan


kepadanya.
b. Teknik Komunikasi Langsung
Teknik komunikasi langsung adalah cara mengumpulkan data dengan menggunakan
hubungan langsung atau tatap muka langsung ( face to face) dengan sumber imformasi melalui
wawancara atau interview. Menurut Nasution ( 1999: 146) wawancara adalah “Suatu bentuk
komunikasi verbal untuk memperoleh imformasi dari responden”. Adapun Bimo Walgito
( 2004: 80) menyatakan bahwa: “interviu merupakan salah satu metode untuk mendapatkan data
tentang anak atau individu lain dengan mengadakan hubungan secara langsung dengan
informan (face to face relation)”. Informan dalam penelitian ini adalah guru pembimbing.

2. Alat Pengumpulan Data


Untuk mendapatkan data yang objektif, maka dipergunakan alat pengumpul data yang
sesuai dengan teknik dan jenis data yang akan dijaring. Dalam penelitian ini, alat yang
digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara dan angket.
a. Angket
Angket adalah sejumlah pertanyaan secara tertulis dan di jawab oleh responden.
Zuldafrial (2009:44) mengemukakan angket adalah alat pengumpul data yang digunakan
dalam penelitian dengan teknik komunikasi tidak langsung dengan sumber data. Selanjutnya
menurut Yatim Riyanto (2007:87) mengatakan bahwa angket adalah alat untuk mengumpulkan
data yang berupa suatu pernyataan yang di sampaikan kepada responden untuk di jawab secar
tertulis.
Dengan demikian dapat di artikan bahwa angket adalah sebagai suatu alat pengumpul
data yang di buat peneliti secara tertulis dan di sebarkan pada responden untuk di jawab secara
tertulis. Angket yang di gunakan dalam penelitian ini adalah angket berstruktur dengan
jawaban tertutup. Setiap item angket di sediakan 3 alternatif (a, b, dan c) program layanan
konseling kelompok terhadap perilaku mencontek pada siswa SMP Negeri 1 Wolowae
Berdasarkan jawaban yang di pilih tersebut kemudian di transfomasikan dalam angka
sebagai berikut.
1. Jawaban sering dengan skor 3
2. Jawaban kadang-kadang dengan skor 2
3. Jawaban tidak pernah dengan skor 1.
b. Wawancara
Alat pengumpul data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah wawancara.
Wawancara adalah cara untuk menggali informasi, pemikiran gagasan, sikap dan
pengalaman para pakar dan praktisi. Menurut Zuldafrial (2009:39) wawancara merupakan
suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data.
Jadi dapat disimpulkan wawancara adalah teknik pengambilan data melalui pertanyaan yang
diajukan secara lisan kepada responden. Selain itu Suharsimi Arikunto (2006:124)
mengatakan wawancara adalah dialog yang dilakukan pewawancara untuk memperoleh
informasi dari terwawancara.
Wawancara dalam penelitian ini adalah sebagai alat bantu untuk mendapatkan
informasi yang tidak bisa di dapat dengan mengguanakan angket. Wawancara yang di
gunakan bersifat tidak langsung dan tidak berstruktur. Di lakukan secara tidak langsung
artinya peneliti mencari informasi tanpa berkomunikasi langsung dengan sumber data, akan
tetapi dengan perantara yaitu melalui guru pembimbing dan guru mata pelajaran. Sedangkan
22

di lakukan dengan tidak berstruktur artinya wawancara di lakukan secara bebas, yaitu
peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
lengkap untuk pengumpulan datanya.
Pedoman wawancara yang di gunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan
yang di tanyakan. Hal ini di maksudkan oleh peneliti untuk mencari informasi awal tentang
berbagai isu atau permasalahan yang ada pada objek terutama mengenai perilaku mencontek
yang bertujuan untuk mengatasi perilaku menyontek, dan kontribusi guru pembimbing
dalam memberikan layanan khusunya mengarah pada program layanan konseling kelompok
terhadap perilaku menyontek pada siswa /siswi SMP Negeri 1 Wolowae

BAB IV
PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

A. Persiapan Penelitian
Persiapan yang harus dilaksanakan sebelum penelitian langsung kelapangan adalah
memperbaiki desain berdasarkan masukan-masukan pada saat seminar dilaksanakan. Kemudian
dikonsultasikan kepada pembimbing pertama dan kedua,selanjutnya menyusun instrumen
penelitian untuk mengetahui program bimbingan dan konseling untuk mencegah perilau mencontek
pada siswa SMP Negeri 1 Wolowae yang terdiri dari kisi-kisi angket, menyusun butir-butir
pertanyaan dan panduan wawancara serta mengurus surat izin penelitian.
23

Menyusun Instrumen Penelitian


Sebelum menyusun butir-butir pernyataan terlebih dahulu disusun kisi-kisi berdasarkan
variabel dan aspek variabel yang akan diteliti. Adapun kisi-kisi angket, angket dan panduan
wawancara. Berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun maka disusunlah butir-butir pertanyaan
sebanyak 30 item tentang perilaku menyontek siswa.
B. Pelaksanaan Penelitian
Langkah utama yang dilaksanakan dalam pelaksanaan penelitian adalah pengumpulan data.
Dalam pengumpulan data ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menyebarkan angket sebanyak 23 eksemplar kepada siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri
1 Wolowae dan menjelaskan terlebih dahulu kepada siswa bagaimana pengisian angket yang
harus di isi sejujurnya-jujurnya tanpa pengaruh dari orang lain.
2. Menetapkan waktu pengembalian angket
3. Mengumpulkan kembali angket yang telah disebarkan dan meneliti satu persatu jawaban yang
diberikan oleh siswa.
4.
C. Pengolahan, Analisis Data Dan Hasil Penelitian
Data yang telah terkumpul kemudian peneliti periksa satu persatu, guna mengetahui ada
tidaknya kekeliruan dalam pengisian angket penelitian. Dari hasil pemeriksaan, angket yang
disebarkan kembali kepada peneliti dalam keadaan utuh dengan jumlah yang sesuai. Pengisian
angket telah dilakukan dengan benar, sehingga hasil jawaban angket dapat diolah sebagaimana
mestinya.
Sebelum melakukan analisis data terlebih dahulu ditentukan tolok ukur kategori perilaku
menyontek pada siswa, dengan langkah-langkah menurut James W. Popham dan Kennet A Sirotnik
(Sri Nurhayati 2010:54) adalah sebagai berikut:
1. Mencari skor maksimal ideal
2. Mencari rata-rata ideal dengan cara skor maksimal ideal dibagi 2
3. Mencari standar deviasi ideal rata-rata ideal dibagi 3

4. Mencari Z untuk daerah 34,13% = 1,00


5. Untuk menentukan kategori “cukup” digunakan rumus
Χ ideal – (Z x S ideal) sampai dengan Χ ideal + (Z ideal x S ideal)
6. Untuk menentukan kategori “baik” adalah rentangan yang berada di atas batas rentang kategori
“cukup”
Untuk menentukan kategori “kurang” adalah rentangan dibawah batas rentang kategori
“cukup”

Rumus=
∑ Skor aktual ×100 %
∑ Skor maksimal ideal
24

Langkah analisi data perilaku mencontek dari pemasukan data nilai kualitatif menjadi nilai
kuantitatif berdasarkan kriteria sebagai berikut
1. Alternatif jawaban sering di beri bobot 3 untuk pertanyaan perilaku mencontek kategori
tinggi.
2. Alternatif jawaban kadang- kadang di beri bobot 2 untuk pertanyaan perlaku mencontek
kategori sedang
3. Alternatif jawaban tidak pernah di beri bobot 1 untuk pertanyaan perilaku mencontek
kategori kurang
Berdasarkan bobot penilaian di atas, dengan jumlah item 30, maka menurut perhitungan
statistik menggunakan perhitungan Popham, J.W. dan Sirotnik adalah sebagai berikut :
4. Mencari skor maksimal ideal
Yaitu jumlah item di kali skor tertinggi suatu item
23 x 3 = 69
5. Mencari rata-rata ideal
Yaitu skor maksimal ideal dibagi 2
69 : 2 = 34,5
6. Mencari standar deviasi ideal
Yaitu rata-rata ideal dibagi 3
34,5 : 3 = 11,5
7. Mencari Z untuk daerah 34,13% = 1,00
8. Χ ideal – (Z x S ideal) sampai dengan Χ ideal + (Z ideal x S ideal)
= 34,5 – (1,00 x 11,5) sampai dengan 34,5 + (1,00 x 11,5)
= 23 sampai dengan 46
Ini adalah rentangan untuk kategori “sedang”
9. Untuk kategori “tinggi” adalah di atas rentangan kategori “sedang” yaitu 47 sampai dengan
69
10. Untuk kategori “rendah” adalah di bawah rentangan kategori “sedang” yaitu 0 sampai
dengan 22
Dengan menggunakan langkah-langkah tersebut, maka diperoleh tolok ukur kategori
perilaku menyontek sebagaimana tertera pada Tabel 4.1

TABEL 4.1
TOLOK UKUR KATEGORI BERDASARKAN
RENTANG SKOR DAN PERSENTASE
25

Kategori Rentangan Skor Persentase

Tinggi 47 – 69 66,68% - 100%

Sedang 23 – 46 33,34% - 66,67%

Rendah 0 – 22 0 % - 33,33 %

Diketahui :
a. Skor maksimal ideal program layanan bimbingan dan konseling untuk mencegah perilaku
mencontek pada siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri I Wolowae Kelas VIII adalah 30
item x 3 x 23 = 2070
b. Skor maksimal ideal dengan aspek :
1) Program bimbingan dan konseling untuk mencegah peilaku mencontek pada aspek
sasaran (target) siswa untuk mencontek adalah 8 x 3 x 23 =552
2) Program bimbingan dan konseling untuk mencegah perilaku mencontek pada aspek
perilaku (behavior) siswa untuk mencontek adalah 7 x 3 x 23 = 483
3) Program bimbingan dan konseling untuk mencegah perilaku mencontek pada aspek
situasi (situation) tentang perilaku mencontek adalah 8 x 3 x 23 = 552
4) Program bimbingan dan konseling perilaku mencontek pada aspek kurangnya
kepercayaan diri siswa adalah 7 x 3 x 23 = 483
Melakukan perhitungan setiap aspek variabel dengan membandingkan skor pada
masing-masing alternatif jawaban responden sehingga diperoleh persentase pada
katagori hasil perhitungan berdasarkan tolak ukur perhitungan yang telah ditentukan.
Hasil perhitungan disajikan dalam bentuk tabel dengan perhitungan persentase dinyatakan
pada tabel 4.2 berikut ini.

TABEL 4.2
HASIL ANALISIS DATA VARIABEL PERILAKU MENYONTEK

X X
NO Aspek Variabel % Kategori
Aktual Ideal

Program Bimbingan dan Konseling


untuk mencegah Perilaku Mencontek
1459 2070 70,48 Tinggi
pada Siswa Sekolah Menengah Pertama
Negeri 1 Wolowae kelas VIII
26

1. Sasaran (target) siswa untuk mencontek

1). Menulis contekan di meja/kertas karena 63 69 91,30 Tinggi


teman-teman juga melakukannya
Menggunakan contekan yang sudah di
2). buat meskipun ada kesempatan untuk 60 69 86,95 tinggi
menggunakannya

Menggunakan kertas yang di lipat kecil


3). 49 69 71,01 Tinggi
untuk menyontek saat ulangan

Menyimpan buku dan catatan di dalam


.4). 52 69 75,36 Tinggi
laci meja untuk menyontek

Berusaha melihat buku catatan untuk


5). 52 69 75,36 Tinggi
menjawab soal

Memiliki kode rahasia dengan teman


6). 46 69 66,66 Sedang
untuk saling bertukar jawaban

Membawa telpon genggam secara diam-


7). diam ke dalam ruangan ujian meskipun 64 69 92,75 Tinggi
di larang

8). Menggunakan waktu untuk membuat 50 69 72,46 Tinggi


contekan dari pada uuntuk belajar

Rata-rata 436 552 78,98 Tinggi

2 . Perilaku (behavior) siswa untuk menyontek

Menolak jika ada teman yang


1). 56 69 81,15 Tinggi
menawarkan jawaban miliknya

Memilih duduk dekat teman yang pintar


2). 44 69 63,76 Sedang
agar dapat mencontek jawabannya

Berusaha mencari bocoran soal ke kelas


3). 44 69 63,76 Sedang
lain

Mengelak dari teguran guru jika


4). 35 69 50,72 Sedang
ketahuan mencontek

5). pura-pura belum selesai mengerjakan 46 69 66.66 Sedang


27

jika ada teman yang meminta bantu

6). patuh seluruh peraturan ujian 42 69 60.86 Tinggi

Mematuhi perintah guru untuk


7). merahasiakan soal ulangan yang masih 50 69 72,46 Tinggi
akan di pakai di kelas lain

Rata-rata 317 483 65,63 Sedang

3. Situasi (situation) tentang perilaku mencontek


Segera membuka buku catatan ketika
1). 43 69 62,31 Sedang
guru tiba-tiba keluar ruangan

Mencontek apabila di adakan ulangan


2). 39 69 56,52 Sedang
harian mendadak

Melihat buku catatan sewaktu guru


3). 51 69 73,91 Tinggi
lengah

4). Membuat contekan karena guru di kenal 40 69 57,97 Sedang


tidak ketat dalam mengawas
Menggeser kursi agar lebih dekat
5). 33 69 47,82 Sedang
dengan teman sebelum ulangan di mulai

6). tetap memaksakan diri untuk mencontek 53 69 76,81 Tinggi


walaupun pengawasan guru sangat ketat
7). Membiarkan lembar jawaban dalam 47 69 68,11 Tinggi
keadaan terbuka saat kelur ruangan agar
dapat di contek teman
Tidak segera mengumpulkan lembar
8). jawaban ketika waktu habis karena akan 49 69 71,01 Tinggi
mencari contekan jawaban teman dulu

Rata-rata 355 552 64,31 Sedang

4. Kurangnya kepercayaan diri siswa

Mengabaikan peringatan guru dan diam- Tinggi


1). diam tetap berusaha melihat jawaban 55 69 79,71
teman ketika guru lengah
28

Melihat jawaban teman apabila teman


2). 57 69 82,60 Tinggi
mengijinkan

meminta bantuan teman saat ada soal


3). 51 69 73,91 Tinggi
yang sulit

Segera melihat jawaban milik teman Tinggi


4). yang tidak sengaja terbuka 53 69 76,81

5). Bekerja sama dengan teman meskipun 52 69 75,36 Tinggi


itu di larang pada saat ujian

Tetapa mencontek jawaban teman Sedang


6). walaupun mampu dengan kemampuan 39 69 56,52
sendiri

Membuat contekan jika tidak yakin


7). 44 69 63,76 Sedang
dengan jawaban sendiri

Rata-rata 351 483 72,67 Tinggi

Dari Tabel 4.2 dapat diketahui, bahwa perilaku menyontek siswa SMP Negeri 1 Wolowae
kelas VIII mencapai skor aktual 1459 dari skor maksimal ideal 2070, berarti mencapai 70,48% dari
yangseharusnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gambaran umum perilaku menyontek
siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Wolowae secara umum tergolong “tinggi”.
Untuk dapat melihat perilaku menyontek siswa SMP Negeri 1 Wolowae secara lebih rinci,
maka perlu dilihat dari aspek-aspeknya maka tampak bahwa:
1. Aspek sasaran (target) siswa untuk mencontek mencapai skor aktual 436 dari skor maksimal
ideal 552, berarti mencapai 78,98%. Dengan demikian sasaran (target) siswa untuk mencontek
pada siswa SMP Negeri 1 Wolowae dapat di kategori tinggi. ini artinya bahwa masih banyak
siswa yang menggunakan catatan di kertas kecil atau pun di meja, dan masih ada siswa yang
mencontek jawaban teman.
2. Aspek perilaku (behavior) siswa untuk mencontek mencapai skor aktual 317 dari skor
maksimal ideal 483, berarti mencapai 65,63%. Dengan demikian perilaku (behavior) siswa
untuk mencontek pada sisiwa SMP Negeri 1 Wolowae dapat di kategori sedang. Ini artinya
masih terdapat beberapa siswa yang menggunakan catatan jawaban sewaktu ulangan atau ujian,
mencotoh jawaban siswa lain, memberikan jawaban yang sudah selesai pada teman, dan
mengelak dari peraturan-peraturan.
3. Aspek situasi (Situation) tentang perilaku mencontek mencapai skor aktual 355 dari skor
maksimal ideal 552, berarti mencapai 64,31%. Dengan demikian situasi (situation) tentang
perilaku mencontek pada siswa SMP Negeri 1 Wolowae dapat di kategori sedang. Ini artinya
siswa merasa berada dalam kondisi terdesak, seperti mengadakan ulangan secara mendadak,
materi ujian yang terlalu banyak.
4. Aspek kurangnya kepercayaan diri siswa mencapai skor aktual 351 dari skor maksimal ideal
483, berarti mencapai 72,67%. Dengan demikian perilaku mencontek terhadap aspek kurang
kepercayaan diri pada siswa SMP Negeri 1 Wolowae tergolong “tinggi”. ini artinya siswa
29

kurang percaya diri dalam mengerjajakan soal ujian, dan seringkali tidak yakin dengan
kemampuan yang di miliki. Dan bahkan sebagian siswa tidak menggunakan kemampuan
sendiri.

D. Rancangan Program Bimbingan Kelompok untuk Mencegah Perilaku Mencontek Pada


siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Wolowae

Pendidikan dapat dikatakan bermutu apabila dalam prosesnya benar-benar bertujuan untuk
menumbuh kembangkan semua potensi yang dimiliki oleh siswa baik dari aspek kognitif, afektif
maupun psikomotornya. Program bimbingan dan konseling untuk mencegah perilaku mencontek
siswa dibuat dengan tujuan agar siswa memiliki perilaku yang baik sehingga dapat menjadi
generasi penerus yang berilmu dan berakhlak.
Program bimbingan dan konseling yang direncanakan tentunya terintegrasi dari berbagai
aspek, yaitu sasaran (target) siswa untuk menyontek, perilaku (behavior) siswa untuk menyontek,
situasi (situation) tentang perilaku mencontek, kurang kepercayaan diri siswa. Dalam hal ini fungsi
bimbingan dan konseling merupakan bagian yang sangat penting untuk melakukan integritas
seluruh komponen program. Menurut Juntika Nurihsan (2005:25) ”Proses bimbingan dan konseling
yang bermutu adalah layanan yang mampu mengintegrasikan, mendistribusikan, mengelola, dan
mendayagunakan program, personil, fasilitas, dan pembiayaan secara optimal agar dapat
mengembangkan potensi seluruh siswa”.
Layanan bimbingan dan konselinguntuk mencegah perilaku menyontek yang diberikan pada
siswa SMP Negeri 1 Wolowae perlu kiranya untuk dilaksanakan secara optimal dan ditingkatkan
baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Alokasi waktu yang digunakan dalam rangka
pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada siswa terutama yang berkaitan dengan
perilaku mencontek harus maksimal sehingga seluruh komponen program dapat terintegrasikan.
Program bimbingan dan konseling yang disusun harus mengacu pada setiap aspek mengenai
apa yang akan ditingkatkan atau dikembangkan. Dalam hal ini program yang dibuat adalah dalam
rangka mencegah perilaku mencontek siswa SMP Negeri 1 Wolowae dengan aspek sasaran (target)
siswa untuk mencontek, perilaku (behavior) siswa untuk menyontek, situasi (situation) tentang
perilaku menyontek, kurangnya kepercayan diri siswa. Selain itu, program bimbingan dan
konseling yang disusun juga harus berdasarkan pada hasil penelitian yang sudah diolah dan kondisi
sekolah tempat penelitian.
Program bimbingan dan konseling untuk mencegah perilaku menyontek dapat dirancang
dengan sistematika sebagai berikut:

1. Rasional
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 3
secara eksplisit menyatakan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keperluan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara. Implikasinya adalah bahwa proses pendidikan yang dikembangkan harus menyentuh
banyak ragam dan aspek perkembangan peserta didik.
Sekolah sebagai lembaga pendidik hendaknya menyiapkan guru pembimbing agar siswa
Sekolah Menengah Pertama dapat mengembangkan kepribadiannya dan terhindar dari timbulnya
gejala-gejala salah suai. Menurut Moh. Surya dan Rachman Natawijaya (1994: 13) bahwa
“Gejala-gejala salah satu akan di manifestasikan dalam bentuk tingkah laku yang kurang wajar
seperti tingkah laku agresif, rasa rendah diri, bersifat bandel, mencuri dan lain sebagainya”. Dari
30

ungkapan tersebut jelas bagi kita bahwa kegiatan di sekolah haruslah dikelola dengan sebaik-
baiknya. Siswa sebagai peserta didik merupakan objek untuk selalu kita didik, kita bimbing agar
dapt menggunakan kemampuan sendiri. Mencegah perilaku mencontek siswa perlu adanya
layanan bimbingan dan konseling yang senantiasa dilaksanakan di sekolah. Dalam eksistensinya
bimbingan konseling memegang peranan penting untuk diberikan kepada siswa, agar mereka
memiliki konsep diri yang positif. Menurut Achmad Juntika Nurisan dan Akur Sudianto (2005: 9)
bahwa “Bimbingan dan konseling memberikan bantuan kepada peserta didk yang dilakukan
secara berkesinambungan, supaya mereka dapat memahami dirinya dan dapat bertindak wajar
sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat serta
kehidupan pada umumnya”.
Berkaitan dengan peranan dan tugas guru pembimbing diatas, SKB Mendikbud dan
Kepala BAKN No. 0433/P/1993 dan No. 25 Tahun 1993 tentang petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Guru dan angka Kreditnya pada Pasal 1 menjelaskan bahwa:
a. Guru pembimbing adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan
hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah peserta didik.
b. Penyusunan program bimbingan dan konseling adalah membuat rencana pelayanan
bimbingan dan konseling dalam bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial bimbingan
belajar dan bimbingan karir.

2. Visi dan Misi Program


a. Visi
Mencegah peilaku mencontek secara optimal bagi siswa SMP Negeri 1 Wolowae
b. Misi
a). Membantu siswa dalam mencari penyelesaian atas permasalahan yang dihadapi.
b). Memotivasi siswa agar tetap optimis dan berfikir positif

3. Tujuan Program
Secara umum tujuan program ini adalah untuk mencegah perilaku mencontek siswa di
SMP Negeri 1 Wolowae. Secara khusus program ini bertujuan agar:
a. Siswa tidak lagi menggunakan catatan jawaban pada waktu ujian/tes.
b. Siswa memiliki kemampuan untuk menjawab soal sesuai dengan kemampuannya tanpa
harus mencontoh jawaban siswa lainnya.
c. Siswa mampu mentaati segala tata tertertib dalam peraturan ujian

4. Komponen Program dan Strategi Pengembangan


Komponen dan strategi dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan siswa tentang perilaku
mencontek tentunya berdasarkan hasil analisis kebutuhan sehingga tidak terjadi kesalahan
dalam pemberian bantuan (tepat sasaran). Karena tingkat perilaku mencontek siswa tergolong
tinggi maka komponen dan strategi yang akan diberikan antara lain layanan informasi, layanan
bimbingan kelompok dan layanan konseling kelompok. Untuk lebih jelas, komponen dan
strategi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Layanan Informasi
Layanan yang diberikan dalam layanan ini adalah informasi-informasi yang
berkaitan dengan perilaku menyontek sehingga nantinya dapat menghasilkan pemahaman
31

yang mendalam bagi siswa mengenai hal tersebut. Untuk lebih jelasnya, pelaksanaan
layanan ini dapat dilihat pada tabel 4.3

TABEL 4.3
LAYANAN INFORMASI TENTANG PERILAKU MENCONTEK

1. Pengertian Layanan bimbingan yang memungkinkan peserta didik dapat


menerima dan memahami informasi yang dapat dipergunakan
sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan sehari-
hari sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat.
2. Tujuan Membekali siswa dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman
tentang berbagai hal yang berguna untuk mengenal diri,
merencanakan dan mengembangkan pola kehidupan sebagai
pelajar, anggota keluarga dan masyarakat.
3. Materi a) Sasaran (target) siswa untuk mencontek
b) perilaku (behavior) siswa untuk mencontek
c) situasi (situation) tentang perilaku mencontek
d).kurang kepercayaan diri siswa
4. Metode a) Ceramah
b) Diskusi

b. layanan bimbingan kelompok


Layanan ini merupakan kegiatan informasi kepada kelompok siswa untuk membantu
mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat. Kegiatan dalam bimbingan kelompok
adalah pemberian informasi untuk keperluan tertentu bagi para anggota kelompok.
Pembahasan dalam bimbingan kelompok dilakukan secara bersama-sama mengenai aspek-
aspek perilaku menyontek. Untuk lebih jelasnya, pelaksanaan layanan ini dapat dilihat pada
tabel 4.3.
TABEL 4.3
LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK
TENTANG PERILAKU MENYONTEK

1. Pengertian Layanan bimbingan kelompok yaitu layanan


bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta
didik secara bersama-sama memperoleh berbagai
bahan/informasi dari narasumber (terutama dari
pembimbing/konselor) yang berguna untuk
menunjang kehidupannya sehari-hari baik secara
individu, sebagai pelajar, anggota keluarga dan
masyarakat serta untuk pertimbangan dalam
pengambilan keputusan.
2. Tujuan Untuk memperoleh informasi, dimana informasi
itu akan dipergunakan untuk menyusun rencana
dan membuat keputusan, atau untuk keperluan lain
yang relevan dengan informasi yang diberikan
3. Materi a) Sasaran (target) siswa untuk menyontek
b) perilaku (behavior) siswa untuk menyontek
32

c) situasi (situation) tentang perilaku menyontek


d) kurang kepercayaan diri siswa
4. Teknik a) Diskusi
b) Dinamika kelompok
c) Karya wisata dan metode tugas
Pada layanan bimbingan kelompok bimbingan utama hal – hal yang diarahkan guru kepada
siswa yang perlu dilakukan adalah :
a. Dari sisi pendidik memperkuat bimbingan pada siswa atau peserta didik serta
mempertajam pemahaman tentang materi yang disajikan
b. Secara terus menerus mengecek tingkat pemahaman siswa secara keseluruhan pada
saat akhir penyajian materi
c. Siswa diarahkan untuk tidak menghafal sebuah materi tetapi memahami supaya tidak
mudah lupa
d. Siswa di ajak untuk harus percaya diri dan membuka diri pada semua kemampuan
yang dimiliki sehingga tidak membuku atau mengharapkan pada teman sejawat
e. Menguatkan pemahaman siswa bahwa menyontek pada buku dan pada teman sejawat
merupakan perilaku yang melanggar nilai kejujuran, merusak karakter pribadi serta
perilaku yang melanggar nilai spiritual dan sosial
f. Siswa dihimbau bahwa ketika perilaku menyontek menjadi kebiasaan maka perilaku
itu akan tertanam kuat menjadi karakter dan itu akan memperlebar kebodohan dalam
diri siswa itu sendiri.
g. Bagi teman sejawat yang memberikan jawaban pada temannya perlu di ingatkan bahwa
hal itu sama dengan memperbesar kebodohan temannya dan bukan upaya
penyelamatan yang sebenarnya.
h. Semua siswa diharapkan melaporkan perilaku teman yang menyontek kepada bapak
dan ibu guru agar tidak menyuburkan perilaku tersebut.
c. Layanan Konseling Kelompok
Layanan yang diberikan dalam layanan ini adalah informasi-informasi yang berkaitan
dengan perilaku menyontek sehingga nantinya dapat menghasilkan pemahaman yang
mendalam bagi siswa mengenai hal tersebut. Untuk lebih jelasnya, pelaksanaan layanan ini
dapat dilihat pada tabel 4.4

TABEL 4.4
LAYANAN KONSELING KELOMPOK
TENTANG PERILAKU MENYONTEK

5. Pengertian layanan bimbingan dan konseling yang


memungkinkan peserta didik memperoleh
kesempatan untuk pembahasan dan pengetasan
permasalahan yang di alaminya melalui dinamika
kelompok
6. Tujuan memungkinkan siswa memperoleh kesempatan bagi
pembahasan dan pengentasan masalah yang di
alaminya melalui dinamika kelompok dan melatih
siswa agar mempunyai kemampuan mempunyai
33

keampuan bersosialisasi, serta berkomunikasi


dengan orang lain baik secara individu maupun
dengan orang banyak.
7. Materi a). Sasaran (target) siswa untuk mencontek
b). perilaku (behavior) siswa untuk mencontek
c).situasi (situation) tentang perilaku mencontek
d). kurang kepercayaan diri siswa
8. Metode c) Dinamika kelompok
d) Diskusi

TABEL 4.2
HASIL ANALISIS DATA VARIABEL PERILAKU MENYONTEK

X X
NO Aspek Variabel % Kategori
Aktual Ideal

Program Bimbingan dan Konseling


untuk mencegah Perilaku Mencontek
24 155 15,48 Rendah
pada Siswa Sekolah Menengah Pertama
Negeri 1 Wolowae kelas VIII

1. Sasaran (target) siswa untuk mencontek

1). Menulis contekan di meja/kertas karena 3 21 14 Rendah


teman-teman juga melakukannya
2). Menggunakan contekan yang sudah di 3 21 14 Rendah
buat meskipun ada kesempatan untuk
34

menggunakannya

Menggunakan kertas yang di lipat kecil


3). 5 25 20 Rendah
untuk menyontek saat ulangan

Menyimpan buku dan catatan di dalam


.4). 5 25 20 Rendah
laci meja untuk menyontek

Berusaha melihat buku catatan untuk


5). 3 21 14 Rendah
menjawab soal

Memiliki kode rahasia dengan teman


6). 3 21 14 Rendah
untuk saling bertukar jawaban

Membawa telpon genggam secara diam-


7). diam ke dalam ruangan ujian meskipun 3 21 14
Rendah
di larang

8). Menggunakan waktu untuk membuat 3 21 14


Rendah
contekan dari pada uuntuk belajar

Rata-rata 24 155 15,48 Rendah

2 . Perilaku (behavior) siswa untuk menyontek

Menolak jika ada teman yang


1). 3 21 14 Rendah
menawarkan jawaban miliknya

Memilih duduk dekat teman yang pintar


2). 3 21 14 Rendah
agar dapat mencontek jawabannya

Berusaha mencari bocoran soal ke kelas


3). 3 21 14 Rendah
lain

Mengelak dari teguran guru jika


4). 3 21 14 Rendah
ketahuan mencontek

pura-pura belum selesai mengerjakan


5). 3 21 14 Rendah
jika ada teman yang meminta bantu

6). patuh seluruh peraturan ujian 3 21 14 Rendah


35

Mematuhi perintah guru untuk


7). merahasiakan soal ulangan yang masih 3 21 14 Rendah
akan di pakai di kelas lain

Rata-rata 24 155 15,48 Rendah

3. Situasi (situation) tentang perilaku mencontek


Segera membuka buku catatan ketika
1). 3 21 14 Rendah
guru tiba-tiba keluar ruangan

Mencontek apabila di adakan ulangan


2). 3 21 14 Rendah
harian mendadak

Melihat buku catatan sewaktu guru


3). 3 21 14 Rendah
lengah

4). Membuat contekan karena guru di kenal 3 21 14 Rendah


tidak ketat dalam mengawas
Menggeser kursi agar lebih dekat
5). 3 21 14 Rendah
dengan teman sebelum ulangan di mulai

6). tetap memaksakan diri untuk mencontek 3 21 14 Rendah


walaupun pengawasan guru sangat ketat
7). Membiarkan lembar jawaban dalam
keadaan terbuka saat kelur ruangan agar 3 21 14 Rendah
dapat di contek teman
Tidak segera mengumpulkan lembar
8). jawaban ketika waktu habis karena akan 3 21 14 Rendah
mencari contekan jawaban teman dulu

Rata-rata 24 155 15,48 Rendah

4. Kurangnya kepercayaan diri siswa

Mengabaikan peringatan guru dan diam-


1). diam tetap berusaha melihat jawaban 3 21 14 Rendah
teman ketika guru lengah

Melihat jawaban teman apabila teman


2). 3 21 14 Rendah
mengijinkan
36

meminta bantuan teman saat ada soal


3). 3 21 14 Rendah
yang sulit

Segera melihat jawaban milik teman


4). 3 21 14 Rendah
yang tidak sengaja terbuka

5). Bekerja sama dengan teman meskipun


itu di larang pada saat ujian 3 21 14 Rendah

Tetapa mencontek jawaban teman


6). walaupun mampu dengan kemampuan 3 21 14 Rendah
sendiri

Membuat contekan jika tidak yakin


7). 3 21 14 Rendah
dengan jawaban sendiri

Rata-rata 24 155 15,48 Rendah

Dengan adanya langkah – langkah bimbingan kelompok yang dilakukan secara rutin dengan
menggunakanlangkah – langkah di atas maka hal ini berdampak pada menurunnya perilaku siswa kelas
VIII dalam melakukan kegiatan menyontek pada saat ulangan harian. Hal ini ditunjukan dengan data
bahwa sebelum melakukan bimbingan kelompok jumlah yang menyontek 72,67% dan setelah
melakukan bimbingan data menunjukan mengalami penurunanmenjadi 15,48%.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan maka dapat di tarik kesimpulan secara
umum bahwa program bimbingan dan konseling untuk mencegah perilaku mencontek pada siswa
Sekolah Menengah Pertama belum ada, sedangkan secara khusus dapat di tarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Gambaran umum perilaku mencontek pada siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 1
Wolowae tergolong “tinggi”. Temuan ini mengisyaratkan bahwa sasaran (target) siswa untuk
mencontek, perilaku (behavior) siswa untuk mencontek, situasi (situation) tentang perilaku
mencontek dan kurangnya kepercayaan diri siswa masih tinggi.
2. Rancangan program bimbingan dan konseling untuk mencegah perilaku mencontek
pada siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Wolowae sudah tersusun baik berdasarkan
analisis hasil kebutuhan yang di peroleh dari aplikasi instrument. Program di rancang mengacu
pada pola 17+ dalam bimbingan dan konseling dengan mengambil tiga jenis layanan, yaitu
layanan informasi, layanan konseling kelompok dan layanan bimbingan kelompok.
37

B. Saran
Berdasarkan hasil analisis penelitian untuk mencegah perilaku menyontek pada siswa
sekolah Menengah Pertama Wolowae, maka penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi siswa
Di harapkan kepada siswa untuk lebih menggunakan kemampuan sendiri, agar mampu
berkembang secar optimal, dan mampu masalah yang di hadapinya, serta mampu menjadi
pribadi yang mandiri.
2. Bagi Guru Pembimbing
a. Penyusunan program seharusnya bisa di lakukan analisis kebutuhan terlebih dahulu sebelum
melakukannya supaya program yang di hasilkan bisa sesuai dengan yang di perlukan oleh
siswa tersebut.
b. Penyusunan program layanan konseling seharusnya di rumuskan secara khusus dengan
kurikulum yang ada di sekolah.
c. Pemberian layanan harus sesuai dengan kebutuhan para siswa serta keadaan yang ada di
sekolah.
2. Bagi kepala sekolah
Memfasilitasi dan mendukung setiap kegiatan yang di lakukan guru Bimbingan dan
Konseling.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi. (2002) Psikologi sosial. Jakarta: Rineka Cipta


Achmad Juntika nurisan dan akur Sudianto. (2005). Manajemen Bimbingan dan Konselingdi SMP
Kurikulum 2004. Jakarta: Gramedia

Ahmad Fausi H. (1997). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia


Alhadza, A. (1998). Masalah Menyontek (Cheating) di Dunia Pendidikan.
http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/38masalah_menyontek_di_Dunia _%20pendidikan.htm
.
Amirul Hadi dan H. Haryono. (2005). Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia
Anderman, E. M., Griesinger,T. dan Westerfield, G., (1998). “Motivation and Cheating During Early
Adolescence”. Journal of Educational Psychology.

Husna Asmara. (2004). Penulisan Karya Ilmiah. Pontianak: Fahruna Bahagia


Bimo Walgito. (2004). Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Yogyakarta: Andi Offset

Burns, R. B. (1993). Konsep Diri (Teori, Pengukuran, Perkembangan, dan Perilaku). Alih bahasa:
Eddy, Jakarta: Arcan.
38

Dewa Ketut Sukardi. (2003). Manajemen Program dan Konseling di sekolah. Bandung: Alfabeta

………….. (2008). Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di sekolah. Jakarta:
Rineka Cipta

Fishbein, M., dan Ajzen, (1975). Belief, Attitude, Intention and Behavior: An Introduction to Theory
and Research. California: Addison-Wesley Publishing

H. Abu Ahmadi. (2005). Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Romeo Grafika

Haryono, W., Hardjanta, G., dan Eriyani ,P. (2001). Perilaku Menyontek Ditinjau dari Persepsi
terhadap Intensitas Kompetisi dalam Kelas dan Kebutuhan Berprestasi. Psikodimensia.
Kajian Ilmiah Psikologi, 2, 1, 10-16.

Hurlock, E.B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.
Alih bahasa: Istiwidayati & Soedjarwo, Edisi Kelima, Jakarta: Erlangga.

Indarto, Y., dan Masrun.( 2004). Hubungan Antara Orientasi Penguasaan dan Orientasi Performansi
dengan Intensi Menyontek. Sosiosains, 17, 3, Juli, 411-421.

Klausmeier, H.J. (1985). Educational Psychology. New York: Harper and Row Publisher. Fifth Edition

Mulyana.(2002). Nyontek:Budaya…?www.magazineswara1nyontek1/artikel2/laporan survey (19-12-


2002).

Poedjinoegroho, B. (2005). Biasa Mencontek Melahirkan Koruptor. Kompas, hal 49.

Prayitno. (1995). Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Jakarta: Ghalia Indonesia

Prayitno dan Erman Amti. (2004). Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta

Pudjijogjanti, C. R. (1985). Konsep Diri dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penelitian
Unika Atmajaya.

Rochman Natawijaya. (1985). Bimbingan Penyuluhan SPG, Jakarta: Depdikbud


Suharsimi Arikunto. (1998). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta : Bina Aksara

Sujana, Y.E., dan Wulan, R. (1994). Hubungan Antara Kecenderungan Pusat Kendali dengan Intensi
Menyontek. Jurnal Psikologi, XXI, 2, Desember, 1-7.

Sumadi Suryabrata. (2000). metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa

Sugiyono. (2004). Metode Penelitian Adminitrasi. Bandung: Alfabeta


Susana, T. (2006). Konsep Diri: Apakah Itu?. Konsep Diri Positif, Menentukan Prestasi Anak.
Yogyakarta: Kanisius.

Syamsu Yusuf L. N. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung:RIZQI Prees
39

Tohorin. (2007). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah ( Berbasis Integrasi). Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada

Winkel, W. S. (1997). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (edisi revisi). Bandung:
Gramedia

Winarno Surachmad. (1998). Prosedur Penelitian. Bandung: Tarsito


Yanti Riyanto. (2001). Metodelogi Penelitian Pendididkan. Surabaya: SK
Yuline dan Indri Astuti. (2008). Pelayan Bimbingan dan Konseling.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan yang maha esa karena atas rahmat, berkat dan

penyertaannya, maka penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang walaupun masih jauh dari

kesempurnaan. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, baik bantuan berupa batiniah maupun

lahiriah.

Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan

kritik dan saran yang membangun dam memperkaya tulisan ini


40

Kaburea, Agustus 2017

Penulis

UPAYA MENCEGAH PERILAKU MENYONTEK

MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK

PADA SISWA/SISWI SMPN 1 WOLOWAE KELAS VIII

TAHUN PELAJARAN 2017/2018

OLEH
41

NAMA : STEFANUS MITE, S.Pd


NIP : 19850417 201101 1 006
ASAL SEKOLAH: SMPN 1 WOLOWAE

LEMBARAN PERSETUJUAN

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS ( PTK )

Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Yohana F. Wea Nupa, S.Pd

NIP : 19741120 199903 2 005

Jabatan : Kepala Sekolah

Dengan ini menyatakan menyetujui atau ijin melakukan Penelitian Tindakan Kelas ( PTK )

kepada :

Nama : Stefanus Mite S.Pd


42

NIP : 19850417 201101 1 006

Jabatan : Guru

Dengan judul “UPAYA MENCEGAH PERILAKU MENYONTEK MELALUI BIMBINGAN


KELOMPOK PADA SISWA/SISWI SMPN 1 WOLOWAE

KELAS VIII TAHUN PELAJARAN 2017/2018”

Kopokopi, 01 Februari 2018

Kepala Sekolah Penulis

Yohana F. Wea Nupa, S.Pd Stefanus Mite, S.Pd

NIP. 19741120 199903 2005 NIP. 19850417 201101 1 006

Anda mungkin juga menyukai