BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dan konseling yang dilakukan oleh guru pembimbing untuk memberikan arahan kepada siswa akan
pengaruh negatif dari perilaku menyontek.
Peran Bimbingan dan Konseling merupakan hal penting dalam membentuk tingkah laku
siswa di sekolah, termasuk dalam mengatasi perilaku menyontek. Siswa merasa dirinya tidak
mampu, sehingga merasa belajar pun tidak ada gunanya. Siswa akan memilih tidak menggunakan
kemampuannya, dan mengandalkan orang lain atau sarana-sarana tertentu ketika ujian.
Dalam mengatas perilaku mecontek pada siswa sekolah menengah pertama memerlukan
upaya guru pembimbing, oleh karena itu untuk mengatasi perilaku menyontek diperlukan
bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh guru pembimbing.
Program yang disusun tentunya berkenaan dengan perilaku menyontek siswa mengacu pada
pola 17+ dalam bimbingan dan konseling, di antaranya layanan konseling kelompok dan layanan
bimbingan kelompok. Program layanan konseling kelompok yang di laksanakan harus mampu
memberikan pemahaman, pencegahan, pengentasan masalah serta pengembangan dan pemeliharaan
bagi siswa mengenai perilaku menyontek.
Berdasarkan pra survey yang di laksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1
Wolowae”. terdapat gejala- gejala yang mengarah kepada perilaku menyontek, seperti mencontek
jawaban teman, menggunakan catatan jawaban sewaktu ujian,menulis contekan di meja atau di
telapak tangan. Pada penelitian ini, peneliti bermaksud membuat Program Layanan Konseling
Kelompok Terhadap Perilaku Menyontek, dengan harapan perilaku menyontek dapat di atasi
dan siswa lebih memilih untuk menggunakan kemampuan sendiri. Bertolak dari kenyataan inilah
penulis tertarik untuk membuat program layanan bimbingan dan konseling untuk mencegah
perilaku mencontek pada siswa SMP Negeri 1 Wolowae”.
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan pokok pembahasan pada latar belakang di atas, masalah umum pada penelitian
ini adalah: “Bagaimanakah program Bimbingan dan Konseling untuk mencegah perilaku
mencontek pada siswa SMP Negeri 1 Wolowae”.
Dari masalah umum tersebut dirumuskan beberapa sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Gambaran Umum perilaku Menyontek pada Siswa SMP Negeri 1 Wolowae”.?
2. Bagaimanakah Rancangan Program Bimbingan dan Konseling untuk mencegah Perilaku
mencontek pada siswa SMP Negeri 1 Wolowae”.?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran yang obyektif tentang
program Bimbingan dan Konseling untuk Mencegah Perilaku menyontek Pada siswa SMP
Negeri 1 Wolowae”..
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian adalah bertujuan untuk memperoleh imformasi atau
kejelasan tentang:
a. Menemukan gambaran umum perilaku Menyontek Pada Siswa SMP Negeri 1 Wolowae”..
b. Tersusunnya Rancangan Program Bimbingan dan Konseling untuk mencegah perilaku
menyontek pada siswa SMP Negeri 1 Wolowae.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
3
1. Manfaat Teoritis
Penelitian diharapkan dapat menjadi masukan yang bermanfaat bagi pengembangan
teori-teori Bimbingan dan Konseling sehubungan dengan program bimbingan Konseling untuk
mencegah perilaku menyontek.
2. Manfaat Praktis
1) Bagi siswa.
Secara langsung penelitian ini membantu siswa mengatasi terjadinya perilaku menyontek
pada siswa-siswi di sekolahnya.
2) Bagi Guru pembimbing.
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan informasi bagi guru pembimbing mengenai
kegiatan Bimbingan dan Konseling yang telah
2. Defenisi Oprasional
Untuk menyamakan persepsi dalam memahami tulisan ini, berikut diuraikan defenisi
dari beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini:
4
a. Perilaku menyontek
Perilaku menyontek dalam penelitian ini adalah perbuatan yang tidak jujur,
perilaku yang tidak terpuji atau perbuatan curang yang dilakukan oleh seseorang untuk
mencapai keberhasilan dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik yang terkait dengan
hasil belajar.
b. Program bimbingan dan konseling adalah suatu rangkaian kegiatan bimbingan dan
konseling yang tersusun secara sistematis, terorganisasi dan terkoordinasi selama periode
waktu tertentu.
Dalam program bimbingan dan konseling untuk mencegah perilaku mencontek
dirumuskan struktur bimbingan dan konseling yang diklasifikasikan ke dalam tiga jenis
layanan yaitu :
1. Layanan informasi
2. Layanan bimbingan kelompok
3. Layanan konseling kelompok
BAB II
5
Arthur J. Jones (Sofyan S. Willis, 2004: 11) mengartikan bimbingan sebagai “the helf
given byone person to another in making choices and adjustment and in solving problems”.
Artinya, “bantuan yang diberikan oleh satu orang ke orang lain dalam membuat pilihan dan
penyesuain, dan dalam memecahkan masalah”. Pengertian yang dikemukakan Arthur ini amat
sederhana, yaitu bahwa dalam proses bimbingan ada dua orang yakni pembimbing dan yang
dibimbing, dimana pembimbing membantu si terbimbing sehingga mampu membuat pilihan-
pilihan menyesuaikan diri dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
Ada beberapa makna atau kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa defenisi diatas,
yaitu:
a. Bimbingan merupakan suatu proses yang berkesinambungan, bukan kegiatan seketika atau
kebetulan. Bimbingan merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang sistematis dan
berencana yang terarah kepada pencapaian tujuan. Bimbingan merupakan helping yang
identik dengan aiding, assisting atau availing yang berarti bantuan atau pertolongan.
b. Makna bantuan dalam bimbingan menunjukkan bahwa yang aktif mengembangkan diri,
mengatasi masalah atau mengambil keputusan
adalah individu atau peserta didik sendiri. Dalam proses bimbingan, pembimbing tidak
memaksakan kehendaknya sendiri tetapi berperan sebagai fasilitator.
c. Individu yang dibantu adalah individu yang sedang berkembang dengan segala
keunikannya. Bantuan dalam bimbingan diberikan dengan pertimbangan keragaman dan
keunikan individu. Tidak ada teknik pemberian bantuan yang berlaku umum bagi setiap
individu. Teknik bantuan seyogyanya disesuaikan dengan pengalaman, kebutuhan dan
masalah individu. Untuk membimbing individu diperlukan pemahaman yang komprehensif
tentang karakteristik, kebutuhan dan masalah individu.
d. Tujuan bimbingan adalah perkembangan optimal, yaitu perkembangan yang sesuai dengan
potensi dan sistem nilai tentang kehidupan yang baik dan benar. Perkembangan optimal
bukanlah semata-mata pencapaian tingkat kemampuan intelektual yang tinggi, yang ditandai
6
kelemahan dirinyua, serta menerima dirinya secara positif dan dinamis sebagai modal
pengembangan diri lebih lanjut.
Shertzer and Stone (dalam Achmad Juntika Nurihsan, 2006: 12) menyimpulkan bahwa
ada lima hal pokok yang menjadi tujuan konseling pada umumnya, dan di sekolah pada
khususnya. Tujuan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mengadakan perubahan tingkah laku pada diri klien sehingga memungkinkan hidupnya
lebih produktif dan memuaskan.
b. Memelihara dan mencapai kesehatan mental yang positif. Jika hal ini tercapai, maka
individu mencapai integrasi, penyesuaian dan identifikasi positif dengan yang lainnya. Ia
belajar menerima tanggung jawab, berdiri sendiri dan memperoleh integrasi perilaku.
c. Menyelesaikan masalah. Hal ini berdasarkan kenyataan, bahwa individu-individu yang
mempunyai masalah tidak mampu menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapinya.
Disamping itu, biasanya siswa datang kepada konselor Karena ia percaya bahwa konselor
dapat membantu menyelesaikan masalahnya.
d. Mencapai keefektifan pribadi. Ia tampak memiliki kemampuan untuk mengenal,
mendefinisikan, dan menyelesaikan masalah-masalah. Ia tampak sanggup berpikir secara
berbeda dan orisinil, yaitu dengan cara-cara yang kreatif. Ia juga sanggup mengontrol
dorongan-dorongan dan memberikan respon yang wajar terhadap frustasi, permusuhan dan
ambiguitas.
e. Mendorong individu mampu mengambil keputusan yang penting bagi dirinya. Disini jelas,
bahwa pekerjaan konselor bukan menentukan keputusan yang harus diambil oleh klien atau
memilih alternatif dari tindakannya. Keputusan ada pada diri klien sendiri. Ia harus tahu
mengapa dan bagaimana ia melakukannya. Oleh sebab itu, klien harus belajar mengestimasi
konsekuensi-konsekuensi yang mungkin terjadi dalam pengorbanan pribadi, waktu, tenaga,
uang, resiko, dan sebagainya. Individu belajar memperhatikan nilai-nilai dan ikut
mempertimbangkan yang dianutnya secara sadar dalam pengambilan keputusan.
Menurut Syamsu Yusuf (2009: 49) tujuan pemberian layanan bimbingan ialah agar
siswa dapat:
a. Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya dimasa
yang akan datang.
b. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin.
c. Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan
kerjanya.
d. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan
lingkungan pendidikan, masyarakat maupun lingkungan kerja.
pada dasarnya mempunyai makna serta merujuk pada kesimpulan yang sama bahwa program
merupakan rancangan mengenai kegiatan dan usaha-usaha yang akan dilaksanakan.
Menurut Achmad Juntika Nurihsan dan Akur Sudianto (2005: 259) bahwa “suatu
program layanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan tercipta, terselenggara dan
tercapai bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan (manajemen) yang bermutu artinya
dilakukan secara jelas, sistematis dan terarah”. Program ada bermacam-macam bentuk,
diantaranya ditinjau dari tujuannya, jenisnya, jangka waktunya, keluwesannya, pelaksanaannya
dan sifat-sifatnya. Menurut Shaw (dalam Siswoyo, 2000: 24) “program merupakan seperangkat
fungsi yang terorganisasi yang diarahkan pada pencapaian tujuan khusus tertentu”. Ide program
mengaplikasikan adanya upaya yang terfokus, konsisten dan factual untuk mencapai tujuan
tertentu yang telah ditetapkan dan disetujui bersama.
Uman Suherman dan dadang Sudrajat (1998: 1) menjelaskan program adalah rencana
kegiatan yang disusun secara operasional dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang
berkaitan dengan pelaksanaannya yang terdiri dari aspek tujuan, jenis kegiatan, personil, waktu,
teknik, strategi pelaksanaan dan fasilitas lainnya.
Ahmad Badawi R (2004: 52) berpendapat bahwa program bimbingan dan konseling
berarti sederetan kegiatan yang akan dilakukan, sederetan kegiatan tersebut perlu direncanakan
sehingga sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Program bimbingan adalah suatu rencana
kegiatan yang akan dilakukan yang disusun secara operasional selama periode tertentu dengan
mempertimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan pelaksanaannya yang terdiri dari aspek
tujuan, jenis kegiatan, personil, waktu, teknik, strategi pelaksanaan dan fasilitas lainnya.
Winkel dan Sri Hastuti (2004: 91) mendefinisikan “program bimbingan (guidance
program), yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisir, dan
terkoordinasi selama periode waktu tertentu, misalnya satu tahun ajaran”.
Program bimbingan di Sekolah adalah tindakan formal dan nyata yang dilakukan
sekolah agar kegiatan bimbingan menjadi operasional dan tersedia bagi siswa. Program yang
jelas memudahkan guru pembimbing mewujudkan tujuan yang akan dicapai. Tujuan program
bimbingan dan konseling ialah agar guru pembimbing memiliki pedoman yang pasti dan jelas
sehingga kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah dapat terlaksana dengan lancar, efektif
dan efisien, serta hasilnya dapat dinilai. Bimbingan dan konseling sebagai bagian dari
pendidikan memiliki peran yang sangat penting, karena itu sebelum melaksanakan tugas
hendaknya konsep yang jelas, sederhana, mudah dilakukan, mudah dikontrol, cepat dievaluasi
serta ditindaklanjuti adalah hal yang utama dalam bimbingan, karena itu bimbingan dan
konseling sangat dirasakan manfaatnya dalam membantu sekolah mewujudkan program-
program yang telah disusun. Dengan begitu keberadaan bimbingan dan konseling diharapkan
dapat membantu keberhasilan tujuan pendidikan (Munandir dalam Siswoyo, 2000: 25).
Secara umum program bimbingan dan konseling yang efektif memiliki beberapa
karakteristik. Menurut Miller (dalam Siswoyo, 2000: 27-28) program bimbingan dan konseling
yang efektif memiliki Sembilan karakteristik, yaitu:
a. Pengembangan yang berkelanjutan.
b. Sesuai dengan tujuan yang dapat dilaksanakan.
c. Dapat menjalin hubungan komunikasi diantara staf sekolah.
d. Memiliki fasilitas yang memadai dalam pelayanan.
e. Berkaitan dengan program instruksional.
f. Mampu mengantarkan layanan bimbingan dan konseling menjangkau keseluruhan siswa.
g. Berperan penting dalam program hubungan kemasyarakatan
h. Memiliki sistem yang dapat menilai sendiri pelaksanaan program.
i. Mampu memberikan layanan bimbingan dan konseling yang memadai kepada siswa.
9
Menurut Rochman Natawidjaja (dalam Siswoyo, 2000) ada 11 ciri-ciri program yang
baik untuk dirancang. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:
a. Program disusun berdasarkan kebutuhan nyata oleh para siswa di sekolah
b. Kegiatan bimbingan diurutkan sesuai skala prioritas yang juga ditentukan dari kebutuhan
siswa
c. Program memiliki tujuan yang ideal tetapi realitas dalam pelaksanaannya
d. Program dikembangkan secara berangsur-angsur dengan melibatkan semua anggota staf
pelaksana
e. Menggambarkan komponen yang berkesinambungan antara semua anggota pelaksana
f. Menyediakan fasilitas yang diperlukakan
g. Penyusunan disesuaikan dengan program pendidikan di sekolah
h. Memberikan kemungkinan pelayanan kepada semua siswa di sekolah yang bersangkutan
i. Memperhatikan peranan yang penting dalam memadukan sekolah dengan masyarakat
j. Berlangsung sejalan dengan proses penilaian baik mengenai program itu sendiri maupun
kemajuan siswa yang dibimbing serta mengenai kemajuan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap para petugas pelaksana bimbingan
k. Program hendaknya menjamin keseimbangan seluruh pelaksana bimbingan
Dalam penyusunan program bimbingan perlu ditempuh langkah-langkah seperti
dikemukakan oleh Miller yang dikutip oleh Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya
(Husnaauliya :2011) seperti berikut :
a. Tahap Persiapan. Langkah ini dilakukan melalui survei untuk menginventarisasi tujuan,
kebutuhan dan kemampuan sekolah, serta kesiapan sekolah yang bersangkutan untuk
melaksanakan program bimbingan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menentukan langkah
awal pelaksanaan program.
b. Pertemuan-pertemuan permulaan dengan para konselor yang telah ditunjuk oleh pemimpin
sekolah. Tujuan pertemuan ini untuk menyamakan pemikiran tentang perlunya program
bimbingan serta merumuskan arah program yang akan disusun.
c. Pembentukan panitia sementara untuk merumuskan program bimbingan. Panitia ini bertugas
merumuskan tujuan program bimbingan yang akan disusun, mempersiapkan bagan
organisasi dari program tersebut, dan membuat kerangka dasar dari program bimbingan yang
akan disusun.
d. Pembentukan panitia penyelenggara program. Panitia ini bertugas mempersiapkan program
tes, mempersiapkan dan melaksanakan sistem pencatatan, dan melatih para pelaksana
program bimbingan untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa program bimbingan dan
konseling adalah suatu rencana kegiatan bimbingan dan konseling yang akan dilaksanakan pada
periode waktu tertentu. Program ini memuat unsur-unsur yang terdapat didalam berbagai
ketentuan tentang pelaksanaan bimbingan dan konseling yang diorientasikan kepada pencapaian
tujuan kegiatan bimibingan dan konseling di sekolah.
B. Perilaku Menyontek
1. Pengertian Perilaku Mencontek
Kata mencontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan mahasiswa.
Menyontek merupakan salah satu cara pintas yang sangat popular dan hampir selalu dilakukan
10
oleh sebagian besar siswa untuk mendapatkan nilai sebaik mungkin dengan cara yang singkat
dan mudah. Pengertian menyontek atau menjiplak atau ngepek menurut Purwadarminta sebagai
suatu kegiatan mencontoh/ meniru/ mengutip tulisan, pekerjaan orang lain sebagaimana aslinya.
Cheating (menyontek) menurut Wikipedia Encyclopedia sebagai suatu tindakan tidak jujur yang
dilakukan secara sadar untuk menciptakan keuntungan yang mengabaikan prinsip keadilan. Ini
mengindikasikan bahwa telah terjadi pelanggaran aturan main yang ada.
Menurut pendapat Ehrlich, Flexner, Carruth dan Hawkins (Andermen dan Murdock,
2007:34) “Cheating is to act dishonestly or unfairly in order to win some profit or advantage”.
Menyontek merupakan tindakan yang dilakukan secara sengaja oleh seseorang melalui cara-
cara yang tidak baik dengan tujuan untuk memperoleh keberhasilan akademik dan menghindari
kegagalan akademik.
Menyontek merupakan wujud perilaku, dan ekspresi mental seseorang. Bukan sifat
bawaan individu, tapi merupakan hasil belajar atau pengaruh yang didapat dari hasil interaksi
dengan lingkungannya. Menyontek dapat diakibatkan oleh pengaruh kelompok dimana orang
cenderung berani melakukan karena melihat orang lain dikelompoknya juga melakukan.
Perilaku mencontek lebih banyak dilakukan dikalangan SMP, SMA, bahkan Mahasiswa. Pada
jenjang pendidikan SMP dan SMA biasanya praktek pembelajaran difokuskan pada kualitas dan
kemampuan yang lebih dibandingkan dengan jenjang pendidikan SD. Menurut Poedjinugroho
(Kompas, 2005: 4-5) permasalahan pokok dunia pendidikan Indonesia yang sebenarnya adalah
perilaku menyontek. Perilaku menyontek dapat membuat seseorang menjadi pembohong publik
sejak dini (Suara Merdeka, 2006: 18). Sebagian orang berpendapat bahwa siswa yang terbiasa
menyontek di sekolah memiliki potensi untuk menjadi koruptor atau penipu ulung nantinya
(Alhadza, 1998).
Indarto dan Masrun (2004: 411) mendefinisikan menyontek sebagai perbuatan curang,
tidak jujur, dan tidak legal dalam mendapatkan jawaban pada saat tes. Menyontek juga dapat
didefinisikan sebagai tindakan kecurangan dalam tes melalui pemanfaatan informasi yang
berasal dari luar secara tidak sah (Sujana dan Wulan, 1994: 1). Perilaku menyontek dapat
dilakukan dalam bentuk-bentuk sebagai berikut: menulis contekan di meja atau di telapak
tangan, menulis di sobekan kertas yang disembunyikan di lipatan baju, bisa juga dengan melihat
buku pedoman atau buku catatan sewaktu ujian (Mulyana, 2002).
Anderman, dkk (1998:84-85) menjelaskan bahwa mencontek merupakan hal yang biasa
di kalangan remaja SMP karena siswa sekolah menengah lebih berfokus pada peringkat dan
performa di bandingkan dengan siswa sekolah dasar. Menurut Schab (dalam Klausmeier,
1985:388), siswa SMP menyontek karena adanya tekanan untuk memperoleh nilai baik agar
dapat masuk ke sekolah lanjutan seperti SMA/MA dan SMK atau untuk mempertahankan rata-
rata nilai yang sudah di perolehnya.
Bower (Alhadza, 2004) mendefenisikan cheating sebagai “Manifestation of using
illegitimate means to achieve a legitimate end ( achieve academic success or avoid academic
failure)”. Maksudnya mencontek adalah perbuatan yang mengunakan cara-cara yang tidak sah
untuk tujuan yang sah atau terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau
menghindari kegagalan akademis.
Bower juga senada dengan Deighton (Alhadza, 2004) menyatakan “cheating is attempt
and individuals makes to attain success by unfair methods”. Maksudnya, mencontek adalah
upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak
jujur. Mencontek merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan.
Budaya menyontek sudah sedemikian mengkristal dan sudah menjadi kebiasaan. Sampai kini
buadya menyontek menjadi suatu permasalahan yang tidak kunjung usai. Keinginan
11
memperoleh nilai secara mudah menjadikan perilaku menyontek sebagai upaya meraih
kesuksesan dengan jalan pintas.
Banyak sekali alasan yang melatar belakangi individu melakukan perilaku menyontek.
Seperti pada hasil survey Yudiana (2006:11) terhadap mahasiswa psikologi unpad, responden
menyebutkan berbagai alasan mencontek, antara lain 10,83% tidak tahu jawaban, 14,85% ingin
mendapat nilai bagus, 12,87% tidak percaya diri, 10,89% karena lebih baik bekerjasama dengan
teman, 4,95% takut nilai jelek, 4,95% materinya susah dan 4,95% mentok.
Dalam tingkatan yang lebih intelek, sering kita dengar plagiat karya ilmiah seperti
dalam wujud membajak hasil penelitian orang lain, menyalin skripsi, tesis, ataupun desertasi
orang lain dan mengajukannya dalam ujian sebagai karyanya sendiri. Ternyata praktik
“menyontek” banyak macamnya, dimulai dari bentuk yang sederhana sampai kepada bentuk
yang canggih. Teknik “menyontek” tampaknya mengikuti pula perkembangan teknologi,
artinya semakin canggih teknologi yang dilibatkan dalam pendidikan semakin canggih pula
bentuk ”menyontek” yang bakal menyertainya.
Bervariasi dan beragamnya bentuk perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai
“menyontek” maka sekilas dapat diduga bahwa hampir semua pelajar pernah melakukan
”menyontek” meskipun mungkin wujudnya sangat sederhana dan sudah dalam kategori yang
dapat ditolerir.
Meskipun demikian dapat dikatakan bahwa apapun bentuknya, dengan cara sederhana
ataupun dengan cara yang canggih, dari sesuatu yang sangat tercela sampai kepada yang
mungkin dapat ditolerir, ”menyontek” tetap dianggap oleh masyarakat umum sebagai perbuatan
ketidakjujuran, perbuatan curang yang bertentangan dengan moral dan etika serta tercela untuk
dilakukan oleh seseorang yang terpelajar.
Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksud dengan “menyontek” dalam tulisan ini
adalah segala perbuatan atau trik-trik yang tidak jujur, perilaku tidak terpuji atau perbuatan
curang yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam menyelesaikan
tugas-tugas akademik terutama yang terkait dengan evaluasi/ujian hasil belajar.
memanfaatkan informasi dari luar, berdasar pada sikap dan keyakinan orang tersebut maupun
sikap dan keyakinan orang lain yang mempengaruhinya mengenai perilaku menyontek.
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975: 292), ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan
dalam perilaku mencontek yang biasanya dilakukan oleh siswa disekolah, yaitu sebagai
berikut :
Sasaran (target), yaitu objek yang menjadi sasaran perilaku. Objek yang menjadi
sasaran dari perilaku spesifik dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu orang tertentu/objek
tertentu (particular object), sekelompok orang/sekelompok objek (a class of object), dan orang
atau objek pada umumnya (any object). Pada konteks menyontek, objek yang menjadi sasaran
perilaku dapat berupa catatan jawaban, buku, telepon genggam, kalkulator, maupun teman.
a. Perilaku (behavior), yaitu perilaku spesifik yang nantinya akan diwujudkan. Pada konteks
menyontek, perilaku spesifik yang akan diwujudkan merupakan bentuk-bentuk perilaku
menyontek yang diungkapkan oleh Klausmeier (1985: 388), yaitu menggunakan catatan
jawaban sewaktu ujian/ulangan, mencontoh jawaban siswa lain, memberikan jawaban yang
telah selesai pada teman, dan mengelak dari aturan-aturan.
b. Situasi (situation), yaitu situasi yang mendukung untuk dilakukannya suatu perilaku
(bagaimana dan dimana perilaku itu akan diwujudkan). Situasi dapat pula diartikan sebagai
lokasi terjadinya perilaku. Pada konteks menyontek, menurut Sujana dan Wulan (1994: 3)
perilaku tersebut dapat muncul jika siswa merasa berada dalam kondisi terdesak, misalnya
diadakan pelaksanaan ujian secara mendadak, materi ujian terlalu banyak, atau adanya
beberapa ujian yang diselenggarakan pada hari yang sama sehingga siswa merasa kurang
memiliki waktu untuk belajar. Situasi lain yang mendorong siswa untuk menyontek menurut
Klausmeier (1985: 388) adalah jika siswa merasa perilakunya tidak akan ketahuan.
Meskipun ketahuan, hukuman yang diterima tidak akan terlalu berat.
c. Kurangnya rasa percaya diri pelajar dalam mengerjakan soal, Setiap individu pasti
mengetahui sebarapa besar kemampuan diri yang dimilikinya. Menurut Angelis (2003:36)
mengatakan bahwa: “Self confidance basically is individual basic ability to be able to
determine life direction and purpose”. Artinya: kepercayaan diri adalah suatu keyakinan
dimana seseorang mempunyai arah dan tujuan hidup. Selanjutnya Bandura (1997:37)
menyatakan bahwa: “self confidence is a belief which someone has nomely him self can
behave to get the expected result”. Kepercayaan diri adalah suatu keyakinan dimana
seseorang memiliki usaha dalam dirinya untuk mendapatkan hasil.
Hal ini dipertegaskan lagi oleh pendapat Lauster (1998:19) yang mengatakan bahwa :
“kepercayaan diri merupakan salah satu aspek yang berupa keyakinan akan kemampuan
seseorang hingga tidak terpengaruh oleh orang lain, dapat bertindak sesuai dengan kehendak,
gembira, optimis, cukup toleransi dan bertanggung jawab.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri merupakan
suatu perlakuan dasar individu yang memiliki keyakinan akan mampu sesuatu dengan sikap
mendiri, senantiasa bertindak dan berpikir positif dalam menhadapi berbagai situasi
permasalahan.
Kepercayaan diri yang ada pada diri seseorang sangatlah penting dalam melakukan
segela pekerjaan. Menurut John Fereira (dalam Ary Ginanjar Agustina, 2000:79) menyatkan
bahwa : “seseorang yang memiliki kepercayaan diri di samping mampu untuk mengendalikan
dan menjaga keyakinan dirinya, akan mampu membantu perubahan lingkungan”. Oleh karena
itu kepercayaan diri merupakan hal penting dalam kehidupan seseorang, terutama bagi individu
yang berkualitas.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pentingnya kepercayaan diri
merupakan suatu keyakinan dan kemampuan yang ada di dalam diri individu yang memiliki
14
kepercayaan diri yang tinggi akan memcoba untuk mempunyai keyakinan terhadap perilakunya
siswa yang memiliki kepercayaan diri akan selalu merasa yakin atas kemampuannya untuk
melakasanakan tugas dengan berhasil.
Dalam merumuskan program, struktur dan isi/materi program harus bersifat fleksibel
yang di sesuaikan dengan kondisi atau kebutuhan siswa berdasarkan hasil penilaian kebutuhan
di setiap sekolah. Menurut Syamsu Yusuf (2009:70) “teknik untuk memahami kebutuhan atau
masalah siswa dapat di lakukan melalui tes (seperti observasi, wawancara, angket, inventori,
dan sosiometri)”.
15
Hasil need assement (penelaah kebutuhan) siswa dan lingkungan di rumuskan dalam
perilaku-perilaku yang di harapkan di kuasai siswa.rumusan ini berupa tugas-tugas
perkembangan yakni standar kompetensi kemandirian yang di sepakati bersama.
Masalah mencontek merupakan tantangan bagi guru BK, semoga saja dengan adanya
program bimbingan dan konseling dan tenaga guru BK yang memadai perilaku mencontek
dapat di cegah dan tujuan bangasa ini untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bisa tercapai.
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
a. Metode historis
b. Metode deskriptif
c. Metode perkembangan
d. Metode kasus dan penelitian lapangan
e. Metode korelasional
f. Metode kasus komperatif
g. Metode eksperimental sungguhan
h. Metode eksperimen semu
i. Metode tindakan.
Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif. Menurut Hadari Nawawi (Zuldafrial, 2009:6) metode deskriptif diartikan sebagai
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan cara menggambarkan/melukiskan keadaan
subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dll) pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
Adapun menurut M. Subana dan Sudrajat (2005:89) mengemukakan: “Penelitian
deskriptif menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan, variabel,
dan fenomena yang terjadi saat penelitian berlangsung dan menyajikannya apa adanya”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha
mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Penelitian
deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat
penelitian berlangsung. Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan
peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakukan khusus
terhadap peristiwa tersebut.
2. Bentuk Penelitian
Adapun bentuk penelitian yang digunakan adalah survey studi ( Studi survey).
Sebagaimana dikemukakan, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif. Menurut Hadari Nawawi ( 1991: 63) ada tiga macam bentuk dari penggunaan
metode deskriptif dalam penelitian, yaitu survey ( Survey Studies), studi hubungan (
Interrelationship Studies), dan studi perkembangan ( Developmental Studies). Sejalan dengan
pendapat ini Sugiono ( 2004: 6) mengemukakan jenis penelitian dapat dikelompokan dalam
beberapa bentuk, yaitu :
a. Survey
b. Ex Post Facto
c. Eksperimen
d. Naturalistic/ Kualitatif
e. Policy Research ( kebijakan)
f. Action Research ( tindakan)
g. Evaluasi dan
h. Sejarah ( Histories Research).
Bertolak dari uraian tersebut, perlu dipahami bahwa studi survey adalah bentuk
penelitian yang dilakukan dengan cara menghimpun data dari suatu populasi, kemudian
mempelajari dan menganalisis data-data yag telah diperoleh tersebut. Sejalan dengan hal ini
Winarno Surachmad ( 1998:134) menyatakan bahwa :”Survey pada umumnya merupakan cara
mengumpulkan data dari sejumlah unit atau individu dalam waktu ( atau jangka waktu) yang
bersamaan”. Pendapat senada tentang studi survey yang dikemukakan oleh Kerlinger ( dalam
Sugiono, 2004:7) yang menyatakan bahwa :
19
Penelitian survey adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil,
tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut,
sehingga ditemukan kejadian-kejadian relative, distribusi, dan hubungan-hubungan antar
variabel sosiologis maupun psikologis.
Berdasarkan paparan tersebut di atas jelaslah bahwa penelitian ini dilaksanakan dengan
cara mengadakan survey langsung kepada siswa/siswi SMP Negeri 1 Wolowae, menghimpun
data-data yang berkaitan dengan program layanan konseling kelompok terhadap perilaku
meyontek, kemudian menganalisis dan menginterprestasikannya untuk menjawab masalah-
masalah penelitian dan memperoleh keseimpulan.
TABEL 3.1
DISTRIBUSI POPULASI PENELITIAN
Populasi siswa
No Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah siswa
1 VIII 16 19 35
JUMLAH 16 19 35
Sumber : Data TU SMP Negeri 1 Wolowae Tahun pelajaran 2017/2018
2. Sampel
20
Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan dijadikan sumber data dalam
penelitian. Menurut Harun A. Rasyid (2001: 27) mengatakan bahwa sampel adalah “Perwakilan
yang diambil dari populasi secara representative dengan teknik tertentu dimana penelitian akan
dilakukan”. Sejalan dengan itu, Suharsimi Arikunto (2002: 109) mengatakan sampel adalah
“Sebagaian atau wakil populasi yang akan diteliti”. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dapat
disimpulkan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi untuk mewakili seluruh populasi.
Pengambilan sampel disesuaikan dengan waktu, dana dan kemampuan peneliti dalam
melaksanakan penelitian.
Adapun cara pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan sampel random,
dimana semua populasi mempunyai kesempatan yang sama sebagai sampel. Menurut Suharsimi
Arikunto (2002: 112) mengatakan “Apabila subjeknya kurang dari seratus (100), lebih baik
diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, jika jumlah
subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih”.
Senada dengan pendapat Amirul Hadi dan Haryono ( 2005: 129-139) memaparkan
bahwa teknik pengumpulan data secara umum terdiri dari:
a. Teknik observasi
b. Teknik komunikasi
c. Teknik pengukuran
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dengan mempertimbangkan jenis data yang
hendak dikumpulkan maka teknik pengumpulan data yang digunakan teknik komunikasi tidak
langsung dengan komunikasi langsung.
a. Teknik Komunikasi Tidak Langsung
Teknik komunikasi tidak langsung adalah cara mengumpulkan data yang dilakukan
dengan menggunakan hubungan tidak langsung dengan alat perantara berupa inventori.
Inventori dapat diartikan sebagai metode untuk mengumpulkan data yang berupa suatu
pernyataan ( statement), atau keadaan diri responden. Melalui metode ini siswa dapat
21
di lakukan dengan tidak berstruktur artinya wawancara di lakukan secara bebas, yaitu
peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
lengkap untuk pengumpulan datanya.
Pedoman wawancara yang di gunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan
yang di tanyakan. Hal ini di maksudkan oleh peneliti untuk mencari informasi awal tentang
berbagai isu atau permasalahan yang ada pada objek terutama mengenai perilaku mencontek
yang bertujuan untuk mengatasi perilaku menyontek, dan kontribusi guru pembimbing
dalam memberikan layanan khusunya mengarah pada program layanan konseling kelompok
terhadap perilaku menyontek pada siswa /siswi SMP Negeri 1 Wolowae
BAB IV
PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
A. Persiapan Penelitian
Persiapan yang harus dilaksanakan sebelum penelitian langsung kelapangan adalah
memperbaiki desain berdasarkan masukan-masukan pada saat seminar dilaksanakan. Kemudian
dikonsultasikan kepada pembimbing pertama dan kedua,selanjutnya menyusun instrumen
penelitian untuk mengetahui program bimbingan dan konseling untuk mencegah perilau mencontek
pada siswa SMP Negeri 1 Wolowae yang terdiri dari kisi-kisi angket, menyusun butir-butir
pertanyaan dan panduan wawancara serta mengurus surat izin penelitian.
23
Rumus=
∑ Skor aktual ×100 %
∑ Skor maksimal ideal
24
Langkah analisi data perilaku mencontek dari pemasukan data nilai kualitatif menjadi nilai
kuantitatif berdasarkan kriteria sebagai berikut
1. Alternatif jawaban sering di beri bobot 3 untuk pertanyaan perilaku mencontek kategori
tinggi.
2. Alternatif jawaban kadang- kadang di beri bobot 2 untuk pertanyaan perlaku mencontek
kategori sedang
3. Alternatif jawaban tidak pernah di beri bobot 1 untuk pertanyaan perilaku mencontek
kategori kurang
Berdasarkan bobot penilaian di atas, dengan jumlah item 30, maka menurut perhitungan
statistik menggunakan perhitungan Popham, J.W. dan Sirotnik adalah sebagai berikut :
4. Mencari skor maksimal ideal
Yaitu jumlah item di kali skor tertinggi suatu item
23 x 3 = 69
5. Mencari rata-rata ideal
Yaitu skor maksimal ideal dibagi 2
69 : 2 = 34,5
6. Mencari standar deviasi ideal
Yaitu rata-rata ideal dibagi 3
34,5 : 3 = 11,5
7. Mencari Z untuk daerah 34,13% = 1,00
8. Χ ideal – (Z x S ideal) sampai dengan Χ ideal + (Z ideal x S ideal)
= 34,5 – (1,00 x 11,5) sampai dengan 34,5 + (1,00 x 11,5)
= 23 sampai dengan 46
Ini adalah rentangan untuk kategori “sedang”
9. Untuk kategori “tinggi” adalah di atas rentangan kategori “sedang” yaitu 47 sampai dengan
69
10. Untuk kategori “rendah” adalah di bawah rentangan kategori “sedang” yaitu 0 sampai
dengan 22
Dengan menggunakan langkah-langkah tersebut, maka diperoleh tolok ukur kategori
perilaku menyontek sebagaimana tertera pada Tabel 4.1
TABEL 4.1
TOLOK UKUR KATEGORI BERDASARKAN
RENTANG SKOR DAN PERSENTASE
25
Rendah 0 – 22 0 % - 33,33 %
Diketahui :
a. Skor maksimal ideal program layanan bimbingan dan konseling untuk mencegah perilaku
mencontek pada siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri I Wolowae Kelas VIII adalah 30
item x 3 x 23 = 2070
b. Skor maksimal ideal dengan aspek :
1) Program bimbingan dan konseling untuk mencegah peilaku mencontek pada aspek
sasaran (target) siswa untuk mencontek adalah 8 x 3 x 23 =552
2) Program bimbingan dan konseling untuk mencegah perilaku mencontek pada aspek
perilaku (behavior) siswa untuk mencontek adalah 7 x 3 x 23 = 483
3) Program bimbingan dan konseling untuk mencegah perilaku mencontek pada aspek
situasi (situation) tentang perilaku mencontek adalah 8 x 3 x 23 = 552
4) Program bimbingan dan konseling perilaku mencontek pada aspek kurangnya
kepercayaan diri siswa adalah 7 x 3 x 23 = 483
Melakukan perhitungan setiap aspek variabel dengan membandingkan skor pada
masing-masing alternatif jawaban responden sehingga diperoleh persentase pada
katagori hasil perhitungan berdasarkan tolak ukur perhitungan yang telah ditentukan.
Hasil perhitungan disajikan dalam bentuk tabel dengan perhitungan persentase dinyatakan
pada tabel 4.2 berikut ini.
TABEL 4.2
HASIL ANALISIS DATA VARIABEL PERILAKU MENYONTEK
X X
NO Aspek Variabel % Kategori
Aktual Ideal
Dari Tabel 4.2 dapat diketahui, bahwa perilaku menyontek siswa SMP Negeri 1 Wolowae
kelas VIII mencapai skor aktual 1459 dari skor maksimal ideal 2070, berarti mencapai 70,48% dari
yangseharusnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gambaran umum perilaku menyontek
siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Wolowae secara umum tergolong “tinggi”.
Untuk dapat melihat perilaku menyontek siswa SMP Negeri 1 Wolowae secara lebih rinci,
maka perlu dilihat dari aspek-aspeknya maka tampak bahwa:
1. Aspek sasaran (target) siswa untuk mencontek mencapai skor aktual 436 dari skor maksimal
ideal 552, berarti mencapai 78,98%. Dengan demikian sasaran (target) siswa untuk mencontek
pada siswa SMP Negeri 1 Wolowae dapat di kategori tinggi. ini artinya bahwa masih banyak
siswa yang menggunakan catatan di kertas kecil atau pun di meja, dan masih ada siswa yang
mencontek jawaban teman.
2. Aspek perilaku (behavior) siswa untuk mencontek mencapai skor aktual 317 dari skor
maksimal ideal 483, berarti mencapai 65,63%. Dengan demikian perilaku (behavior) siswa
untuk mencontek pada sisiwa SMP Negeri 1 Wolowae dapat di kategori sedang. Ini artinya
masih terdapat beberapa siswa yang menggunakan catatan jawaban sewaktu ulangan atau ujian,
mencotoh jawaban siswa lain, memberikan jawaban yang sudah selesai pada teman, dan
mengelak dari peraturan-peraturan.
3. Aspek situasi (Situation) tentang perilaku mencontek mencapai skor aktual 355 dari skor
maksimal ideal 552, berarti mencapai 64,31%. Dengan demikian situasi (situation) tentang
perilaku mencontek pada siswa SMP Negeri 1 Wolowae dapat di kategori sedang. Ini artinya
siswa merasa berada dalam kondisi terdesak, seperti mengadakan ulangan secara mendadak,
materi ujian yang terlalu banyak.
4. Aspek kurangnya kepercayaan diri siswa mencapai skor aktual 351 dari skor maksimal ideal
483, berarti mencapai 72,67%. Dengan demikian perilaku mencontek terhadap aspek kurang
kepercayaan diri pada siswa SMP Negeri 1 Wolowae tergolong “tinggi”. ini artinya siswa
29
kurang percaya diri dalam mengerjajakan soal ujian, dan seringkali tidak yakin dengan
kemampuan yang di miliki. Dan bahkan sebagian siswa tidak menggunakan kemampuan
sendiri.
Pendidikan dapat dikatakan bermutu apabila dalam prosesnya benar-benar bertujuan untuk
menumbuh kembangkan semua potensi yang dimiliki oleh siswa baik dari aspek kognitif, afektif
maupun psikomotornya. Program bimbingan dan konseling untuk mencegah perilaku mencontek
siswa dibuat dengan tujuan agar siswa memiliki perilaku yang baik sehingga dapat menjadi
generasi penerus yang berilmu dan berakhlak.
Program bimbingan dan konseling yang direncanakan tentunya terintegrasi dari berbagai
aspek, yaitu sasaran (target) siswa untuk menyontek, perilaku (behavior) siswa untuk menyontek,
situasi (situation) tentang perilaku mencontek, kurang kepercayaan diri siswa. Dalam hal ini fungsi
bimbingan dan konseling merupakan bagian yang sangat penting untuk melakukan integritas
seluruh komponen program. Menurut Juntika Nurihsan (2005:25) ”Proses bimbingan dan konseling
yang bermutu adalah layanan yang mampu mengintegrasikan, mendistribusikan, mengelola, dan
mendayagunakan program, personil, fasilitas, dan pembiayaan secara optimal agar dapat
mengembangkan potensi seluruh siswa”.
Layanan bimbingan dan konselinguntuk mencegah perilaku menyontek yang diberikan pada
siswa SMP Negeri 1 Wolowae perlu kiranya untuk dilaksanakan secara optimal dan ditingkatkan
baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Alokasi waktu yang digunakan dalam rangka
pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada siswa terutama yang berkaitan dengan
perilaku mencontek harus maksimal sehingga seluruh komponen program dapat terintegrasikan.
Program bimbingan dan konseling yang disusun harus mengacu pada setiap aspek mengenai
apa yang akan ditingkatkan atau dikembangkan. Dalam hal ini program yang dibuat adalah dalam
rangka mencegah perilaku mencontek siswa SMP Negeri 1 Wolowae dengan aspek sasaran (target)
siswa untuk mencontek, perilaku (behavior) siswa untuk menyontek, situasi (situation) tentang
perilaku menyontek, kurangnya kepercayan diri siswa. Selain itu, program bimbingan dan
konseling yang disusun juga harus berdasarkan pada hasil penelitian yang sudah diolah dan kondisi
sekolah tempat penelitian.
Program bimbingan dan konseling untuk mencegah perilaku menyontek dapat dirancang
dengan sistematika sebagai berikut:
1. Rasional
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 3
secara eksplisit menyatakan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keperluan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara. Implikasinya adalah bahwa proses pendidikan yang dikembangkan harus menyentuh
banyak ragam dan aspek perkembangan peserta didik.
Sekolah sebagai lembaga pendidik hendaknya menyiapkan guru pembimbing agar siswa
Sekolah Menengah Pertama dapat mengembangkan kepribadiannya dan terhindar dari timbulnya
gejala-gejala salah suai. Menurut Moh. Surya dan Rachman Natawijaya (1994: 13) bahwa
“Gejala-gejala salah satu akan di manifestasikan dalam bentuk tingkah laku yang kurang wajar
seperti tingkah laku agresif, rasa rendah diri, bersifat bandel, mencuri dan lain sebagainya”. Dari
30
ungkapan tersebut jelas bagi kita bahwa kegiatan di sekolah haruslah dikelola dengan sebaik-
baiknya. Siswa sebagai peserta didik merupakan objek untuk selalu kita didik, kita bimbing agar
dapt menggunakan kemampuan sendiri. Mencegah perilaku mencontek siswa perlu adanya
layanan bimbingan dan konseling yang senantiasa dilaksanakan di sekolah. Dalam eksistensinya
bimbingan konseling memegang peranan penting untuk diberikan kepada siswa, agar mereka
memiliki konsep diri yang positif. Menurut Achmad Juntika Nurisan dan Akur Sudianto (2005: 9)
bahwa “Bimbingan dan konseling memberikan bantuan kepada peserta didk yang dilakukan
secara berkesinambungan, supaya mereka dapat memahami dirinya dan dapat bertindak wajar
sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat serta
kehidupan pada umumnya”.
Berkaitan dengan peranan dan tugas guru pembimbing diatas, SKB Mendikbud dan
Kepala BAKN No. 0433/P/1993 dan No. 25 Tahun 1993 tentang petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Guru dan angka Kreditnya pada Pasal 1 menjelaskan bahwa:
a. Guru pembimbing adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan
hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah peserta didik.
b. Penyusunan program bimbingan dan konseling adalah membuat rencana pelayanan
bimbingan dan konseling dalam bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial bimbingan
belajar dan bimbingan karir.
3. Tujuan Program
Secara umum tujuan program ini adalah untuk mencegah perilaku mencontek siswa di
SMP Negeri 1 Wolowae. Secara khusus program ini bertujuan agar:
a. Siswa tidak lagi menggunakan catatan jawaban pada waktu ujian/tes.
b. Siswa memiliki kemampuan untuk menjawab soal sesuai dengan kemampuannya tanpa
harus mencontoh jawaban siswa lainnya.
c. Siswa mampu mentaati segala tata tertertib dalam peraturan ujian
yang mendalam bagi siswa mengenai hal tersebut. Untuk lebih jelasnya, pelaksanaan
layanan ini dapat dilihat pada tabel 4.3
TABEL 4.3
LAYANAN INFORMASI TENTANG PERILAKU MENCONTEK
TABEL 4.4
LAYANAN KONSELING KELOMPOK
TENTANG PERILAKU MENYONTEK
TABEL 4.2
HASIL ANALISIS DATA VARIABEL PERILAKU MENYONTEK
X X
NO Aspek Variabel % Kategori
Aktual Ideal
menggunakannya
Dengan adanya langkah – langkah bimbingan kelompok yang dilakukan secara rutin dengan
menggunakanlangkah – langkah di atas maka hal ini berdampak pada menurunnya perilaku siswa kelas
VIII dalam melakukan kegiatan menyontek pada saat ulangan harian. Hal ini ditunjukan dengan data
bahwa sebelum melakukan bimbingan kelompok jumlah yang menyontek 72,67% dan setelah
melakukan bimbingan data menunjukan mengalami penurunanmenjadi 15,48%.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan maka dapat di tarik kesimpulan secara
umum bahwa program bimbingan dan konseling untuk mencegah perilaku mencontek pada siswa
Sekolah Menengah Pertama belum ada, sedangkan secara khusus dapat di tarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Gambaran umum perilaku mencontek pada siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 1
Wolowae tergolong “tinggi”. Temuan ini mengisyaratkan bahwa sasaran (target) siswa untuk
mencontek, perilaku (behavior) siswa untuk mencontek, situasi (situation) tentang perilaku
mencontek dan kurangnya kepercayaan diri siswa masih tinggi.
2. Rancangan program bimbingan dan konseling untuk mencegah perilaku mencontek
pada siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Wolowae sudah tersusun baik berdasarkan
analisis hasil kebutuhan yang di peroleh dari aplikasi instrument. Program di rancang mengacu
pada pola 17+ dalam bimbingan dan konseling dengan mengambil tiga jenis layanan, yaitu
layanan informasi, layanan konseling kelompok dan layanan bimbingan kelompok.
37
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis penelitian untuk mencegah perilaku menyontek pada siswa
sekolah Menengah Pertama Wolowae, maka penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi siswa
Di harapkan kepada siswa untuk lebih menggunakan kemampuan sendiri, agar mampu
berkembang secar optimal, dan mampu masalah yang di hadapinya, serta mampu menjadi
pribadi yang mandiri.
2. Bagi Guru Pembimbing
a. Penyusunan program seharusnya bisa di lakukan analisis kebutuhan terlebih dahulu sebelum
melakukannya supaya program yang di hasilkan bisa sesuai dengan yang di perlukan oleh
siswa tersebut.
b. Penyusunan program layanan konseling seharusnya di rumuskan secara khusus dengan
kurikulum yang ada di sekolah.
c. Pemberian layanan harus sesuai dengan kebutuhan para siswa serta keadaan yang ada di
sekolah.
2. Bagi kepala sekolah
Memfasilitasi dan mendukung setiap kegiatan yang di lakukan guru Bimbingan dan
Konseling.
DAFTAR PUSTAKA
Burns, R. B. (1993). Konsep Diri (Teori, Pengukuran, Perkembangan, dan Perilaku). Alih bahasa:
Eddy, Jakarta: Arcan.
38
Dewa Ketut Sukardi. (2003). Manajemen Program dan Konseling di sekolah. Bandung: Alfabeta
………….. (2008). Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di sekolah. Jakarta:
Rineka Cipta
Fishbein, M., dan Ajzen, (1975). Belief, Attitude, Intention and Behavior: An Introduction to Theory
and Research. California: Addison-Wesley Publishing
H. Abu Ahmadi. (2005). Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Romeo Grafika
Haryono, W., Hardjanta, G., dan Eriyani ,P. (2001). Perilaku Menyontek Ditinjau dari Persepsi
terhadap Intensitas Kompetisi dalam Kelas dan Kebutuhan Berprestasi. Psikodimensia.
Kajian Ilmiah Psikologi, 2, 1, 10-16.
Hurlock, E.B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.
Alih bahasa: Istiwidayati & Soedjarwo, Edisi Kelima, Jakarta: Erlangga.
Indarto, Y., dan Masrun.( 2004). Hubungan Antara Orientasi Penguasaan dan Orientasi Performansi
dengan Intensi Menyontek. Sosiosains, 17, 3, Juli, 411-421.
Klausmeier, H.J. (1985). Educational Psychology. New York: Harper and Row Publisher. Fifth Edition
Prayitno. (1995). Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Jakarta: Ghalia Indonesia
Prayitno dan Erman Amti. (2004). Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta
Pudjijogjanti, C. R. (1985). Konsep Diri dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penelitian
Unika Atmajaya.
Sujana, Y.E., dan Wulan, R. (1994). Hubungan Antara Kecenderungan Pusat Kendali dengan Intensi
Menyontek. Jurnal Psikologi, XXI, 2, Desember, 1-7.
Syamsu Yusuf L. N. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung:RIZQI Prees
39
Tohorin. (2007). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah ( Berbasis Integrasi). Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Winkel, W. S. (1997). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (edisi revisi). Bandung:
Gramedia
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan yang maha esa karena atas rahmat, berkat dan
penyertaannya, maka penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang walaupun masih jauh dari
kesempurnaan. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, baik bantuan berupa batiniah maupun
lahiriah.
Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan
Penulis
OLEH
41
LEMBARAN PERSETUJUAN
Dengan ini menyatakan menyetujui atau ijin melakukan Penelitian Tindakan Kelas ( PTK )
kepada :
Jabatan : Guru