SOSIAL”
Oleh: Putri Keniza Balqis
A. Pendahuluan
Dewasa ini terjadi berbagai fenomena peserta didik seperti tawuran, penyalahgunaan
obat-obatan terlarang dan psikotropika, perilaku seksual menyimpang, kemerosotan moral,
kegagalan dalam mencapai tujuan pembelajaran, dan lain sebagainya. Perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang sangat cepat juga menimbulkan sisi negatif
dalam hal kehidupan sosial, budaya, dan lain sebagainya yang berpengaruh dalam
lingkungan peserta didik. Hal inilah yang mengakibatkan layanan bimbingan dan konseling
sangat dibutuhkan, selain karena banyaknya masalah peserta didik tersebut, besarnya
kebutuhan peserta didik akan pengarahan diri dalam memilih dan mengambil keputusan,
perlunya aturan yang memayungi layanan bimbingan dan konseling, serta perbaikan tata
kerja baik dalam aspek ketenagaan maupun manajemen juga menjadi alasan dibutuhkannya
layanan bimbingan dan konseling.
Dalam praktek pendidikan, pada awalnya bimbingan dan konseling hanya
dipandang sebagai layanan untuk mengatasi peserta didik yang bermasalah saja, seperti
masalah pribadi, masalah yang menyangkut pembelajaran, masalah pendidikan, dan
sebagainya. Namun pada dasarnya layanan bimbingan dan konseling diharapkan membantu
peserta didik dalam pengenalan diri, pengenalan lingkungan dan pengambilan keputusan,
serta memberikan arahan terhadap perkembangannya. Dengan demikian layanan bimbingan
dan konseling tidak hanya untuk peserta didik yang bermasalah saja melainkan untuk
seluruh peserta didik.
Dalam essay ini akan dibahas tentang urgensi bimbingan dan konseling dalam
Pendidikan dan kehidupan sosial.
B. Pembahasan
Bimbingan dan konseling merupakan dua istilah yang sering dirangkaikan bagaikan
kata majemuk, hal ini mengisyaratkan bahwa kegiatan bimbingan kadang-kadang dilajutkan
dengan kegiatan konseling. Beberapa ahli mengatakan bahwa konseling merupakan inti atau
jantung hati dari kegiatan bimbingan, banyak ahli berusaha merumuskan pengertian
bimbingan dan konseling.
Peranan bimbingan dan konseling semakin penting di sekolah terutama untuk
mengatasi kesulitan belajar siswa, hampir dapat dipastikan bahwa dalam satu sekolah akan
ditemukan murid yang memiliki masalah kesulitan belajar. Siswa yang mengalami kesulitan
belajar tersebut harus diarahkan dan diberi motivasi dalam bentuk bimbingan konseling.
Untuk menyelenggarakan layanan ini dengan baik, salah satu isyarat yang harus
diketahui adalah memahami hakikat bimbingan dan konseling itu sendiri. Bimbingan dapat
diartikan dalam suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara
berkesinambungan. Supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehinggah
dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak sewajarnya sesuai dengan tuntutan
sesuai dengan keadaan lingkungan masyarakat, keluarga, sekolah, serta kehidupan pada
umumnya.
Bimbingan dapat juga diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan yang terus
menerus dari konselor kepada klien agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri,
penerimaan diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat
perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Kata konseling dalam bahasa Indonesia diartikan dengan penyuluhan, yaitu bagian
dari bimbingan, baik sebagai layanan maupun teknik. Jadi mengenai dengan siswa yang
mulai malas belajar seperti sekrang ini sangat perlu dilakukan bimbingan konseling dengan
teori behavioral agar siswa tersebut dapat mengubah tingkah lakunya sehingga menjadi
lebih baik.
Konseling dengan menggunakan teori behavioral merupakan teori konseling yang
efektif untuk melakukan modifikasin tingkah laku, yaitu menekankan tingkah laku
maladaptif dan tingkah laku adaftif. Evaluasi mengenai keberhasilan konseling behavioral
dalam menangani kasus kemalasan belajar, kecanduan alkohol di ungkapkan juga melalui
analisis, konselor juga dapat menyesuaikan teknik konseling untuk menekankan tingkah
laku.
Konseling behavioral juga tidak memandirikan klien melainkan konseling
behavioral menuntut konselor untuk terlibat aktif dan menggunkan pengetahuan ilmiah
untuk menemukan persoalan individu, konselor dalam konseling behavioral mendiagnosa
tingkah laku maladaftif dan menentukan prosedur penanganan yang cocok dengan masalah
klien, dan konselor menentukan cara-cara yang digunakan untuk klien dakam usaha
mengubah tingkah laku.
Berdasarkan bekal pembawaan dan interaksi dengan lingkungan maka terbentuk
aneka pola prilaku yang menjadi ciri khas pada kepribadian individu, manusia mampu
untuk berefleksi atas tingkah lakunya sendiri, memahami apa yang dilakukannya, dan
mengatur serta mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri. Manusia mampu untuk
memperoleh dan membentuk sendiri suatu pola tingkah laku yang baru melalui suatu proses
belajar, bila pola yang lama dibentuk melalui belajar, maka pola tersebut dapat diganti
melalui usaha belajar yang baru.
Berbicara tentang pendidikan nasional atau sekolah di negara ini, yang sering
menjadi sorotan adalah masalah nilai atau kemampuan kognitif peserta didik, bangunan
sekolah, dan kesejahteraan guru. Jarang sekali isu kepribadian peserta didik yang dijadikan
sorotan, apalagi peran guru Bimbingan dan Konseling atau konselor sekolah dalam
pembentukan pribadi peserta didik.
Bimbingan Konseling (BK) seolah menjadi topik yang tidak menarik untuk
dibicarakan. Padahal, jika kita merujuk ke negara yang pendidikannya maju, seperti
Amerika Serikat, Singapura, bahkan Malaysia, peran guru BK sangat diperhatikan.
Sedangkan di Indonesia isu tentang BK menjadi isu yang belum terlalu menjadi sorotan,
kalaupun ada, namun bukanlah menjadi sorotan nasional tetapi hanya sekedar sorotan
lingkup daerah saja. Gerakan yang terlihat malah dari daerah, bahkan dari sekolah-sekolah.
Isu BK seperti ini mengakibatkan sekolah-sekolah tidak memiliki paradigma yang tunggal
terhadap BK.
Ada beberapa paradigma yang berkaitan dengan BK di sekolah:
1. Sekolah yang sadar betul pentingnya BK untuk membangun karakter peserta didik.
Kesadaran ini mendorong sekolah ini menata sistem penyelenggaraan BK menjadi
salah satu elemen penting sekolah. Untuk membangun sistem tersebut mereka
melakukan studi banding, membangun fasilitas BK, memberikan waktu masuk kelas
untuk guru BK, melibatkan tenaga BK dalam seluruh proses perkembangan peserta
didik, menempatkan BK sebagai rekan guru bukan hanya sebagai pelengkap,
mengirim guru-guru BK mengikuti seminar.
2. Sekolah yang sadar akan kedudukan BK dalam pembentukan pribadi peserta didik,
tetapi tidak didukung oleh materi, tenaga dan yayasan atau pemerintah. Keberadaan
BK di sekolah ini antara ada dan tiada, hidup segan mati tak mau. Di sekolah
kategori ini semua konsep BK hanya tinggal dalam angan-angan. Untuk membangun
manajemen BK di sekolah ini butuh tenaga ekstra. Pendekatan yang dilakukanpun
harus bervariasi. Ada pendekatan pragmatis, ada pendekatan struktural.
3. Sekolah yang masih menerapkan manajemen BK “jadul”. Guru BK masih dianggap
sebagai polisi sekolah, hanya menangani orang yang bermasalah. Sekolah ini
cenderung tidak terbuka terhadap perkembangan ilmu BK dan tidak melihat fungsi
BK dalam pembentukan pribadi siswa. Guru BK masih ditempatkan sebagai
pelengkap dalam proses pendidikan anak, bukan sebagai rekan tenaga pengajar.
Bahkan ironisnya, yang menjadi guru BK bukan lulusan Bimbingan dan Konseling.
4. Sekolah yang belum memiliki manajemen BK. Penyebabnya bisa karena belum ada
tenaga, atau tidak ada yang tahu sehingga tidak ada yang memulai, atau bisa juga
karena masalah finansial, atau menganggap tidak perlu.
Sukardi, Dewa Ketut Drs. MBA. MM. dan Desak P.E. Nila Kusmwati, S.Si, M.Si.
(2008). Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Syamsu, Yusuf Dr., L.N. dan Dr. A. Juntika Nurihsan. (2009). Landasan Bimbingan
dan Konseling. Bandung: Rosda
Tohirin, Drs. M. Pd. (2007). Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Mu’awanah Elfi dan Rifa Hidayah.2009. Bimbingan Konseling Islami. Jakarta: Bumi
Aksara.
Samsul Yusuf dan A. Nurihsan, 2005. Landasan Bimbingan dan Konseling,Bandung:
Remaja Rosdakarya.
W.S. Winkle, 1997. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta: PT.
Grafindo
Nuhrisan. 2011. Bimbingan dan konselig dalam berbagai latar kehidupan, : refika
aditama