Anda di halaman 1dari 12

PSIKOPEDAGOGIA ©2014 Universitas Ahmad Dahlan

2014. Vol. 3, No.2 ISSN: 2301-6167

Hubungan Efikasi Diri dengan Perilaku Mencontek

Devi Kusrieni
SMP N 2 Ampelgading Pemalang
Jl. Comal Baru Ampelgading, Pemalang, Indonesia.
Email: devikusrieni@rocketmail.com

This study aims to determine the relationship between self-efficacy with cheating behavior in class X SMA
Negeri 4 Yogyakarta in Academic Year 2014/2015. This research is a correlation. The population in this
study were students of class X SMA Negeri 4 Yogyakarta in Academic Year 2014/2015. Subjects numbered
65 students out of a population of 260 students, making the subject of research carried out by random
sampling technique. Instruments in this study using a questionnaire. The results of this study showed that
self-efficacy against cheating behavior in class X SMA Negeri 4 Yogyakarta coined the roles of 21.3% and
the remaining 78.7% of cheating behavior is caused by other variables outside of self-efficacy as
procrastination, peer pressure, and pressure from parents. This study to conclude that there is a negative
relationship between self-efficacy with cheating behavior in class X SMA Negeri 4 Yogyakarta academic
year 2014/2015. Information from this research can serve as a basic reference program development guidance
and counseling services to help students develop self-efficacy in minimizing the cheating behavior.

Keywords: self-efficacy, behavioral cheating

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan perilakumencontek pada siswa
kelas X SMA Negeri 4 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015.Penelitian ini merupakan penelitian korelasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 4 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015.
Subjek penelitian berjumlah 65 siswa dari populasi sebanyak 260 siswa, pengambilan subjek penelitian
dilakukan dengan teknik random sampling.Instrumen dalam penelitian ini menggunakan angket.Hasil
penelitian inimenunjukkan bahwa efikasi diri terhadap perilaku mencontek pada siswa kelas X SMA Negeri 4
Yogyakarta memiiki peran sebesar 21,3% dan sisanya 78,7% perilaku mencontek disebabkan oleh variabel
lain di luar efikasi diri seperti prokrastinasi, tekanan dari teman sebaya, dan tekanan dari orang tua.Penlitian
ini disimpulkan bahwa ada hubungan negatif antara efikasi diri dengan perilaku mencontek pada siswa kelas
X SMA Negeri 4 Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015.Informasi dari hasil penelitian ini dapat dijadikan
sebagai acuan dasar pengembangan program layanan bimbingan dan konseling untuk membantu siswa
mengembangkan efikasi diri dalam meminimalisasikan perilaku mencontek.

Kata kunci: efikasi diri, perilaku mencontek

Pendahuluan berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang
Pendidikan merupakan kebutuhan yang harus bermartabat dalam rangka mencerdaskan
dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
siswa tidak dapat hidup berkembang sejalan berkembangnya potensi peserta didik agar
dengan cita-cita untuk maju, sejahtera, dan menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
bahagia. Pendidikan tidak hanya dipandang kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sebagai usaha pemberian informasi dan sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
pembentukan keterampilan, tetapi mencakup menjadi warga negara yang demokratis serta
usaha untuk mewujudkan keinginan, kebutuhan bertanggung jawab.
dan kemampuan siswa untuk mencapai pola Siswa merupakan unsur utama dalam
hidup pribadi dan sosial yang memuaskan. pendidikan. Siswa sebagai individu sedang berada
Pendidikan merupakan sarana untuk persiapan dalam proses berkembang atau menjadi
kehidupan yang akan datang, maupun kehidupan (becoming), yaitu berkembang ke arah
siswa yang sedang dialami. Sesuai dengan tujuan kematangan atau kemandirian. Siswa memerlukan
pendidikan Undang-undang Sistem Pendidikan bimbingan untuk mencapai kemandirian tersebut
Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 karena siswa masih kurang memiliki pemahaman
menyatakan bahwa Pendidikan Nasional

86
87
KUSRIENI

atau wawasan tentang diri dan lingkungan, juga kurang usaha secara optimal seperti belajar tekun
pengalaman dalam menentukan arah kehidupan. sebelum ujian.
Bimbingan dan konseling sebagai salah satu Menurut hasil penelitian yang dilakukan
komponen pendidikan mempunyai posisi dan seorang siswa SMA favorit di Surabaya terhadap
peran yang cukup penting dan strategis. teman sekolahnya dengan sampel 7 % dari
Bimbingan dan konseling berperan untuk seluruh siswa (lebih dari 1400 siswa),
memberikan layanan kepada siswa agar dapat menghasilkan data bahwa 80 % dari sampel
berkembang secara optimal melalui proses pernahmencontek (52 % sering dan 28 % jarang),
pembelajaran secara efektif. Seperti tertera di sedangkan medium yang paling banyak
dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional digunakan sebagai sarana mencontek adalah
Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis teman 38 % dan meja tulis 26 %. Uniknya ada 51
Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional dan % dari siswa yang mencontek, ingin
Kreditnya yang berbunyibimbingan dan konseling menghentikan kebiasaan buruknya tersebut
merupakan komponen sekolah yang bertugas (Widiawan, dalam Kushartanti, 2009).
memberikan layanan dan bimbingan kepada siswa Pada dasarnya perilaku mencontek dapat
dalam upaya mengoptimalkan potensi siswa agar merugikan banyak pihak, yaitu siswa yang
mampu mandiri dan berkembang secara optimal mencontek ataupun siswa yang dicontek. Siswa
dalam bidang pribadi, belajar, sosial, dan karir. yang mencontek tidak dapat mengetahui seberapa
Tugas utama seorang siswa adalah belajar, besar kemampuan diri dalam memahami dan
tetapi tidak semua siswa memiliki pengelolaan menguasai pelajaran yang didapat, sedangkan
belajar yang baik, seperti pengelolaan waktu. siswa yang dicontek secara tidak langsung haknya
Pengelolaan waktu belajar yang kurang baik diambil oleh siswa yang mencontek. Selain itu
menyebabkan siswa sering melakukan penundaan perilaku mencontek dapat menyulitkan guru
dalam mengerjakan tugas-tugas akademik. Siswa dalam mengukur tingkat keberhasilan dari proses
yang belum dapat mengelola waktu antara lain belajar-mengajar di sekolah sebab nilai yang
jadwal belajar yang tidak menentu atau diperoleh siswa dengan hasil mencontek bukanlah
menggunakan Sistem Kebut Semalam (SKS) nilai yang sesungguhnya yang menunjukan
dalam menghadapi ujian semester. Kebiasaan- tingkat kemampuan dan pemahaman siswa itu
kebiasaan belajar seperti Sistem Kebut Semalam sendiri.
(SKS) tentu tidak termasuk metode belajar yang Hasil observasi yang dilakukan peneliti pada
baik. tanggal 16 Agustus 2014 tehadap dua orang guru
Salah satu bentuk tindakan salahsuai yang bimbingan dan konseling di SMA Negeri 4
sering terjadi pada siswa dalam proses Yogyakarta, diproleh hasi bahwa guru bimbingan
pembelajaran adalah perilaku mencontek. Istilah dan konseling kurang berperan aktif dalam
mencontek bukan lagi menjadi kata asing dalam mencegah perilaku mencontek. Hal tersebut dapat
dunia pendidikan di Indonesia. Mencontek dapat dibuktikan dengan masih ada siswa yang
ditemui pada siswa SD sampai SMA atau bahkan melakukan tindakan mencontek saat ujian tengah
sampai perguruan tinggi. Cheating (mencontek) semester. Khususnya pada siswa kelas X, siswa
menurut Wikipedia Encyclopedia sebagai suatu mencontek dengan cara meminta jawaban dari
tindakan tidak jujur yang dilakukan secara sadar siswa sebelah dan ada juga siswa yang mencontek
untuk menciptakan keuntungan yang dengan menggunakan handphone yang di
mengabaikan prinsip keadilan. sembunyikan di dalam laci meja. Padahal ada
Perilaku mencontek telah dianggap sebagai guru yang mengawasi tetapi siswa tetap saja
tindakan yang biasa dilakukan oleh para pelajar. mencontek.
Mencontek dipandang sebagai salah satu usaha Hasil penelitian Kushartanti (2009)
yang dilakukan siswa untuk memperoleh nilai mengungkapkan bahwa 90% siswa SMA N 1
yang bagus saat tes ataupun ujian. Perilaku Surakarta jarang mencontek, 3% siswa sering
mencontek yang dilakukan siswa saat ujian, dapat mencontek, dan 7% siswa tidak pernah
mengikis kepribadian positif di dalam diri siswa. mencontek. Trik yang banyak digunakan siswa
Hal ini disebabkan perilaku mencontek adalah dengan bertanya dengan teman 32% dan
merupakan tindakan curang yang tidak j ujur dan melirik 25%. Totalnya 100% dari siswa yang
88
EFIKASI DIRI, PERILAKU MENYONTEK

mencontek, ingin menghentikan kebiasaan tidak cemas dan tidak mengalami tekanan dalam
tersebut. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa, menghadapi masalah.
masih ada siswa yang mencontek saat ujian yaitu Tingkat efikasi diri setiap siswa berbeda-beda
dengan cara bertanya kepada teman dan melirik antara siswa satu dengan yang lain. Perbedaan
jawaban teman. tersebut berdasarkan tiga dimensi efikasi diri
Faktor-faktor yang mempengaruhi siswa yaitu pertama dimensi tingkat (level) yang
untuk mencontek yaitu pertama kurang kesiapan berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas ketika
siswa dalam menghadapi ulangan atau ujian. siswa merasa mampu untuk melakukan. Dimensi
Biasanya siswa yang tidak memiliki kesiapan ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah
dalam menghadapi ujian adalah siswa yang suka laku yang akan dicoba atau dihindari. Siswa akan
menunda-nunda belajar (prokrastinasi). Siswa mencoba tingkah laku yang dirasa mampu
yang menunda pekerjaan pada akhirnya memiliki dilakukan dan menghindari tingkah laku yang
pengetahuan yang rendah mengenai ujian yang berada di luar batas kemampuan yang dirasakan.
dihadapi, akibatnya siswa memilih cara yang Kedua, dimensi kekuatan (strength) yaitu dimensi
salah yaitu mencontek. Kedua, sikap siswa yang ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari
kurang percaya diri dan yakin pada jawaban keyakinan atau pengharapan siswa mengenai
sendiri. Siswa yang memiliki keyakinan diri kemampuan. Keyakinan yang lemah mudah
rendah merupakan salah satu indikasi terjadinya digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang
perilaku mencontek karena siswa tersebut tidak tidak mendukung. Sebaliknya, keyakinan yang
dapat menyelesaikan tugasnya sendiri. Ketiga, mantap mendorong siswa tetap bertahan dalam
adanya kesempatan atau peluang untuk usaha. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman
mencontek dan bekerjasama. Ada tipe pengawas yang kurang menunjang. Ketiga, dimensi
yang tidak peduli dengan apa yang dilakukan generalisasi yaitu dimensi yang berkaitan dengan
siswa pada saat ujian. Hal ini tentu saja langsung luas bidang tingkah laku yang mana siswa merasa
dimanfaatkan oleh siswa yang memang berniat yakin akan kemampuan diri. Terbatas pada situasi
untuk mencontek. Dampak negatif yang tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan
ditimbulkan dari mencontek yaitu seperti siswa situasi yang bervariasi.
menjadi malas belajar, siswa menjadi tidak jujur, Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
menimbulkan sikap menghalalkan berbagai cara hubungan efikasi diri dengan perilaku mencontek
untuk mencapai tujuan dan hilang rasa percaya pada siswa kelas X SMA Negeri 4 Yogyakarta.
diri. Efikasi diri siswa yang tinggi dipandang dapat
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan menjadikan siswa tidak terlibat dalam perilaku
seorang guru bimbingan dan konseling di SMA mencontek. Oleh karena itu diharapkan perilaku
Negeri 4 Yogyakarta pada tanggal 5 September mencontek dapat diminimalisasikan melalui
2014, dapat diketahui bahwa siswa mencontek pengembangan efikasi diri siswa. Informasi dari
disebabkan karena efikasi diri siswa yang rendah hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan
dan kurang rasa percaya diri siswa dengan hasil dasar pengembangan program layanan bimbingan
pekerjaannya. Efikasi diri merupakan salah satu dan konseling untuk membantu siswa
aspek pengetahuan tentang diri atau self mengembangkan efikasi diri dalam
knowledge yang paling berpengaruh dalam meminimalisasikan perilaku mencontek.
kehidupan manusia sehari-hari. Hal ini
disebabkan efikasi diri yang dimiliki ikut Kajian Literatur
mempengaruhi individu dalam menentukan
tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai Perilaku Mencontek
suatu tujuan termasuk perkiraan berbagai kejadian Perilaku mencontek merupakan perilaku
yang akan dihadapi. Seperti yang diungkapkan negatif yang biasa dilakukan oleh siswa saat
oleh Myers dalam penelitian Jannah (2013) ujian. Perilaku mencontek telah dianggap sebagai
bahwa efikasi diri sangat berperan penting dalam tindakan yang wajar. Padahal perilaku mencontek
diri siswa. Siswa dengan efikasi diri yang tinggi dapat berdampak buruk bagi siswa. Mencontek
akan memperlihatkan sikap yang lebih gigih, secara sederhana dapat dimaknai sebagai
penipuan atau melakukan perbuatan tidak jujur.
89
KUSRIENI

Mencontek juga dapat dimaknai sebagai perilaku 3) social-active yaitu perilaku mencontek siswa
ketidakjujuran akademik. Menurut Sari dkk dengan mengcopi atau melihat atau meminta
(2013) perilaku mencontek merupakan tindakan jawaban dari siswa lain; 4) social-pasif yaitu
curang yang mengabaikan kejujuran, perilaku mencontek siswa dengan mengizinkan
mengabaikan usaha optimal seperti belajar tekun seseorang melihat atau mengcopi
sebelum ujian, serta mengikis kepercayaan diri jawaban.Berdasarkan uraian di atas dapat
siswa. Dellington (Intan Irawati, 2008, Hartanto, disimpulkan bahwa bentuk-bentuk perilaku
2012: 10) berpendapat mencontek berarti upaya mencontek yang biasa dilakukan siswa dibagi
yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan menjadi empat yaitu individualistic-opportunistic,
keberhasilan dengan cara- cara yang tidak fair individualistic-planned, social-active, dan social-
(tidak jujur). pasif.
Definisi lain tentang mencontek menurut Menurut Hamdani (2014: 63) mencontek
Pincus dan Schmelkin (dalam Leda Nath dan memiliki dampak negatif antara lain:
Micahel Lovaglia, 2009; Hartanto, 2012) 1. Bersifat manipulatif atau tidak jujur,
menyatakan bahwa perilaku mencontek dilakukan mencontek merupakan salah satu tindakan
dengan cara membuat catatan, melihat pekerjaan atau aksi yang memanipulasi/ menipu siswa
teman yang lain (mencuri), atau membuat catatan lain bahkan diri sendiri. Ujian dilakukan
atau istilah dalam suatu kertas. Pendapat lain untuk mengetahui hasil dari kegiatan belajar.
dikemukakan oleh Tamekia Reece, 2009 Hasil belajar tersebut merupakan cerminan
sebagaimana dikutip oleh Hartanto (2012: 12) sebenarnya dari kemampuan yang siswa
bahwamencontek meliputi kegiatan atau meniru miliki. Jika siswa mencontek maka bayangan
atau melihat jawaban siswa lain, melihat sebagian yang sesungguhnya tidak akan terlihat. Siswa
atau keseluruhan pekerjaan siswa lain dan tidak akan mengetahui kemampuan atau
mengakuinya sebagai hasil dari pekerjaannya, potensi yang dimiliki.
melihat jawaban dari internet (ketika hal tersebut 2. Tidak percaya dengan kemampuan sendiri,
dilarang atau tidak di ijinkan, menyimpan siswa yang mencontek tidak percaya pada
jawaban pada telepon seluler (handphone) atau kemampuan diri sendiri. Pada umumnya
MP3 Player, menggunakan catatan (kepekan), siswa yang termasuk dalam kategori ini
serta meminjam dan melihat naskah hasil memiliki pikiran negatif pada diri sendiri tapi
pekerjaan teman. Menurut Hamdani (2014: 3) siswa selalu menginginkan hasil yang sangat
mencontek adalah melakukan kegiatan yang baik. Oleh karena itu, siswa lebih memilih
bertujuan untuk mencari jawaban soal-soal ujian untuk melakukan mencontek.
yang dilakukan dengan cara-cara tertentu 3. Menumbuhkan sifat melanggar atau curang,
sehingga tidak diketahui oleh siswa lain. mencontek merupakan salah satu perbuatan
Mencontek adalah perilaku ketidakjujuran yang tidak boleh dilakukan tapi dengan
akademik yang dilakukan seseorang untuk keadaan sadar siswa justru mencontek. Jika
mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang hal tersebut tidak segera dihentikan maka
tidak jujur yaitu dengan cara membuat catatan kemungkinan besar siswa akan merasa
atau melihat lembar jawaban teman yang lain. bahwa melanggar peraturan merupakan hal
Menurut Hetherington and Feldman,1964 yang wajar. Tentu saja hal ini memiliki
sebagaimana dikutip oleh Hartanto (2012:17) dampak yang tidak baik bagi diri sendiri
mengelompokkan mencontek menjadi empat maupun siswa lain.
bentuk yaitu: 1) individualistic-opportunistic 4. Termasuk perbuatan yang dapat
yaitu perilaku siswa mengganti suatu jawaban mempengaruhi siswa lain, kebiasaan
ketika ujian atau tes sedang berlangsung dengan mencontek dapat mempengaruhi dari siswa
menggunakan catatan ketika guru keluar dari satu ke siswa lain. Apalagi jika siswa yang
kelas; 2) individualistic-planned yaitu siswa sudah terbiasa mengerjakan soal-soal ujian
menggunakan catatan ketika tes atau ujian secara bersama-sama.
berlangsung, atau membawa jawaban yang telah 5. Mencontekmenjadikan kebiasaan, mencontek
lengkap atau dipersiapkan dengan menulis sering dilakukan karena terbukti mampu
terlebih dahulu sebelum berlangsung ujian; memberikan hasil yang diinginkan. Jika
90
EFIKASI DIRI, PERILAKU MENYONTEK

sudah merasa manfaat mencontek pada satu menyebabkan terjadi perilaku mencontek; 3) ada
pelajaran maka tidak menutup kemungkinan persepsi bahwa sekolah melakukan hal yang tidak
mencontek yang siswa lakukan akan adil, sekolah dianggap hanya memberikan akses
berlanjut di pelajaran lain. Ketika siswa ke siswa-siswi yang memiliki kemampuan
sudah terbiasa mencontek maka akan menengah merasa tidak diperhatikan dan dilayani
semakin sulit bagi siswa untuk menghentikan dengan baik; 4) kurang waktu untuk
kebiasaan tersebut. Bahkan mencontek menyelesaikan tugas sekolah, siswa terkadang
akandilakukan hingga pendidikan yang lebih mendapatkan tugas secara bersamaan. Waktu
tinggi. penyerahan tugas yang bersamaan tersebut
6. Malas lawan cerdas, ada yang mengatakan membuat siswa tidak dapat membagi waktu; 5)
mencontek merupakan salah satu perbuatan tidak ada sikap yang menentang perilaku
cerdas untuk mendapatkan nilai yang bagus. mencontek di sekolah, perilaku mencontek di
Hal tersebut merupakan pendapat yang salah sekolah kadang-kadang dianggap sebagai
karena cerdas itu adalah mengerjakan sesuatu permasalahan yang biasa, baik oleh siswa maupun
dengan efektif dan efisien tapi cerdas tidak oleh guru karena itu, banyak siswa yang
dilakukan untuk melanggar peraturan membiarkan perilaku mencontek atau terkadang
sedangkan mencontek sudah jelas termasuk justru membantu terjadi perilaku mencontek.
dalam golongan yang melanggar aturan. Hamdani (2014: 76) juga berpendapat alasan
7. Nilai lawan kemampuan, nilai merupakan siswa mencontek antara lain: 1) tidak mengerti
penilaian berbentuk angka yang didapatkan dengan pelajaran yang disampaikan, jika seorang
setelah siswa mengikuti sebuah tes atau siswa mampu dan paham terhadap materi yang
ujian. Dengan kata lain, nilai merupakan disampaikan maka siswa tersebut harus dapat
media yang digunakan untuk mengukur atau menyelesaikan seluruh soal ujian dengan
menunjukkan kemampuan yang ada pada kemampuan yang dimiliki. Tapi, hal tersebut akan
siswa. Hanya saja, nilai yang siswa dapatkan menjadi berbeda jika siswa tersebut tidak dapat
menjadi tidak bermakna jika dalam proses menangkap pelajaran dengan baik. Berbagai cara
penyelesaian soal ujian dilakukan dengan akan dilakukan hanya untuk mendapatkan
mencontek. jawaban termasuk mencontek; 2) malas, malas
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan merupakan masalah dasar dari seorang siswa
bahwa mencontek memiliki dampak negatif yaitu mencontek. Banyak siswa yang memiliki
menjadikan siswa memiliki sifat manipulatif atau kemampuan di atas rata-rata dan mampu
tidak jujur, tidak percaya dengan kemampuan mengikuti proses belajar dengan baik. Tapi, tidak
sendiri, menumbuhkan sifat melanggar atau menutup kemungkinan jika siswa tersebut masih
curang, mencontek termasuk perbuatan yang terlibat mencontek. Salah satu faktor penyebab
dapat mempengaruhi siswa lain, mencontek adalah ketidaktertarikan siswa terhadap materi
menjadikan kebiasaan, malas lawan cerdas, dan pelajaran yang disampaikan maka rasa malas
nilai lawan kemampuan.Menurut Bushway & yang sebenarnya tidak terlalu besar akan makin
Nash, 1997; Schab, 1991; Whitlay, 1998; Whitley berkembang. Pada akhirnya siswa tidak berminat
& Keith-Spiegel, 2002; Kristin Voelkl Finn, 2004 untuk mengikuti pelajaran dan saat ujian siswa
sebagaimana dikutip oleh Hartanto (2012: 37) mencontek; 3) orientasi pada nilai bukan ilmu,
penyebab individu mencontek adalah: 1) ada jika sejak awal siswa lebih mengutamakan nilai
tekanan untuk mendapatkan nilai yang tinggi, daripada ilmu maka sama saja dengan
pada dasarnya setiap siswa memiliki keinginan mengedepankan hasil tanpa didasari proses yang
yang sama, yaitu untuk mendapatkan nilai yang baik. Mencontek dikenal sebagai langkah yang
baik (tinggi). Keinginan tersebut terkadang praktis yang dapat menghasilkan nilai yang
membuat siswa menghalalkan segala cara, maksimal tanpa harus belajar dengan tekun; 4)
termasuk dengan mencontek; 2) keinginan untuk ajakan teman, lingkungan sekitar pasti memberi
menghindari kegagalan, ketakutan mendapatkan dampak terhadap tindakan yang di ambil.
kegagalan di sekolah merupakan hal yang muncul Termasuk teman-teman yang ada di dalam
ke dalam bentuk (takut tidak naik kelas, takut kelas.Tidak jarang siswa yang dari awal bukan
mengikuti ulangan susulan) hal tersebut termasuk siswa mencontek beralih menjadi
91
KUSRIENI

mencontek.Hal tersebut karena alasan solidaritas, budaya) sehingga mencapai kehidupan yang
saling berbagi, kasihan, diancam teman. bermakna (berbahagia), baik secara personal
Penyebab perilaku mencontek menurut maupun sosial.
Hartanto (2012:44) dapat dikelompokkan menjadi Menurut Suherman (2007: 10) bimbingan
dua bagian besar, yaitu 1) faktor internal dan 2) merupakan proses bantuan kepada individu
faktor eksternal. Faktor internal dalam perilaku (konseli) sebagai bagian dari program pendidikan
mencontek adalah kurang pengetahuan dan yang dilakukan oleh tenaga ahli (konselor) agar
pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan individu (konseli) mampu memahami dan
mencontek atau plagiarism, self-efficacy yang mengembangkan potensi secara optimal sesuai
rendah, dan status ekonomi sosial. Faktor internal dengan tuntutan lingkungan. Sedangkan
lain adalah keinginan untuk mendapatkan nilai konseling merupakan proses helping atau bantuan
yang tinggi, nilai moral (personal values) yaitu dari konselor (helper) kepada konseli, baik
siswa menganggap perilaku mencontek sebagai melalui tatap muka maupun media (cetak maupun
perilaku yang wajar, kemampuan akademik yang elekronik, internet atau telepon), agar klien dapat
rendah, time management, prokrastinasi. Faktor mengembangkan potensi diri atau memecahkan
eksternal terjadi perilaku mencontek adalah masalah, sehingga berkembang menjadi seorang
tekanan dari teman sebaya, tekanan dari siswa pribadi yang bermakna, baik bagi diri sendiri,
tua, peraturan sekolah yang kurang jelas, dan maupun siswa lain, dalam rangka mencapai
sikap guru yang tidak tegas terhadap perilaku kebahagiaan bersama. Menurut Prayitno dan
mencontek. Erman (2013: 105) konseling adalah proses
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan pemberian bantuan yang dilakukan melalui
bahwa penyebab siswa mencontek berasal dari wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor)
faktor internal dan eksternal. Salah satu penyebab kepada individu yang sedang mengalami sesuatu
siswa mencontek dari faktor internal adalah masalah (konseli) yang bermuara pada teratasi
efikasi diri siswa yang masih rendah. Siswa yang masalah yang dihadapi oleh klien.Dari penjelasan
memiliki efikasi rendah merupakan indikasi lain tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
bagi perilaku mencontek. pengertian bimbingan dan konseling adalah
proses pemberian bantuan dari konselor kepada
Peran Bimbingan dan Konseling konseli secara berkesinambungan, baik langsung
Guru bimbingan dan konseling di sekolah tatap muka dengan wawancara maupun tidak
sangat berperan dalam memberikan layanan langsung melalui media yang bertujuan agar
kepada siswa. Layanan bimbingan dan konseling konseli dapat memahami dan mengembangkan
bertujuan untuk membantu siswa mengatasi potensi diri maupun lingkungan dan mampu
kesulitan yang berkaitan dengan pelaksanaan memecahkan masalah yang dialaminya.
tugas-tugas perkembangan. Salah satu peran Menurut Prayitno dan Erman (2013: 114)
bimbingan dan konseling yaitu untuk mencegah tujuan umum bimbingan dan konseling untuk
perilaku mencontek. Bimbingan dan konseling membantu konseli memperkembangkan diri
merupakan terjemahan dari istilah “guidance” secara optimal sesuai dengan tahap
dan “counseling” dalam bahasa inggris. Secara perkembangan dan predisposisi yang dimiliki
harfiyah istilah “guidance” berasal dari kata (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakat),
“guide” yang memiliki arti: mengarahkan (to berbagai latar belakang yang ada (seperti latar
direct), memandu (to pilot), mengelola (to belakang keluarga, pendidikan, status sosial
manage), dan menyetir (to steer). Menurut Yusuf ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif
(2009:39) bimbingan dapat diartikan sebagai lingkungan.Sedangkan menurut Yusuf (2009:49)
proses pemberian bantuan (process for helping) secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan
konselor kepada individu (konseli) secara untuk membantu siswa atau peserta didik agar
berkesinambungan agar mampu memahami dapat mencapai tugas-tugas perkembangan yang
potensi diri dan lingkungan, menerima diri, meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik),
mengembangkan diri secara optimal, dan dan karir.Sutirna (2013: 18) berpendapat tujuan
meyesuaikan diri secara positif dan konstruktif pelayanan bimbingan dan konseling ialah agar
terhadap tuntutan norma kehidupan (agama dan konseli (peserta didik) dapat: merencanakan
92
EFIKASI DIRI, PERILAKU MENYONTEK

kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir sosial yang dialami. Bimbingan sosial,
serta kehidupan di masa yang akan datang, menyangkut pengembangan: pemahaman tentang
mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan keragaman budaya atau adat istiadat, sikap-sikap
yang dimiliki seoptimal mungkin, menyesuaikan sosial (sikap empati, altruis, toleransi, dan
diri dengan lingkungan (pendidikan, lingkungan kooperasi), dan kemampuan berhubungan sosial
masyarakat serta lingkungan kerja), mengatasi secara positif dengan siswa tua, guru, teman, dan
hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam staf sekolah.Bimbingan karir yaitu proses bantuan
studi (penyesuaian dengan lingkungan pendidikan untuk memfasilitasi siswa dalam perencanaan,
masyarakat maupun lingkungan kerja). pengembangan dan pemecahan masalah-masalah
Layanan bimbingan dan konseling disekolah karir, seperti: pemahaman terhadap jabatan dan
bertujuan membantu siswa mengatasi kesulitan tugas-tugas kerja, pemahaman kondisi dan
yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas kemampuan diri, pemahaman kondisi lingkungan,
perkembangan, baik perkembangan pendidikan, perencanaaan dan pengembangan karir,
pekerjaan maupun pribadi. Tujuan bimbingan dan penyesuaian pekerjaan, dan pemecahan masalah-
konseling terkait dengan penelitian ini yaitu guru masalah karir yang dihadapi.
bimbingan dan konseling memberikan layanan Berdasarkan bidang-bidang bimbingan dan
preventif terhadap perilaku mencontek.Menurut konseling diatas dapat disimpulkan bahwa peran
Yusuf (2009:51) bimbingan dan konseling dapat bimbingan dan konseling mencangkup dalam
diklasifikasikan menjadi empat bidang yaitu empat bidang yaitu bidang akademik, pribadi,
bidang akademik (belajar), bidang pribadi,bidang sosial dan karir. Pada penelitian ini termasuk
sosial dan bidang karir.Bimbingan dan konseling dalam bidang bimbingan dan konseling akademik
akademik adalah proses bantuan untuk (belajar), karena perilaku mencontek merupakan
memfasilitasi siswa dalam mengembangkan hasil dari belajar yang kurang efektif.
pemahaman dan keterampilan dalam belajar, dan Menurut Yusuf dan Juntika Nurihsan
memecahkan masalah-masalah belajar atau (2010:16) fungsi bimbingan dan konseling dapat
akademik. bimbingan dan konseling akademik dikelompokkan menjadi tujuh yaitu fungsi
menyangkut pengenalan kurikulum, pemahaman, fungsi preventif, fungsi
pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang pengembangan, fungsi perbaikan (penyembuhan),
positif, pengembangan motif berprestasi, cara fungsi penyaluran, fungsi adaptasi dan fungsi
belajar yang efektif, penyelesaian tugas-tugas dan penyesuaian. Fungsi bimbingan dan konseling
latihan, pengembangan kesadaran belajar terkait dengan penelitian ini lebih mengarahkan
sepanjang hayat, pencarian dan penggunaan kepada fungsi preventif yaitu upaya konselor
sumber belajar, penyesuaian diri terhadap semua untuk senantiasa mengantisipasi agar siswa tidak
tuntutan program pendidikan sehingga dapat mencontek saat ujian.
tujuan akademik yang diharapkan, perencanaan
pendidikan lanjutan dan cara mengatasi kesulitan Efikasi Diri
belajar. Bimbingan dan konseling pribadi Efikasi diri merupakan salah satu aspek
merupakan proses bantuan untuk memfasilitasi pengetahuan tentang diri atau self-knowledge
siswa agar memiliki pemahaman tentang yang paling berpengaruh dalam kehidupan
karakteristik diri, kemampuan mengembangkan manusia sehari-hari. Hal ini disebabkan efikasi
potensi diri, dan memecahkan masalah-masalah diri yang dimiliki ikut mempengaruhi individu
yang dialami. Bimbingan dan konseling pribadi dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan
menyangkut pengembangan: komitmen hidup untuk mencapai suatu tujuan, termasuk didalam
beragama, pemahaman sifat dan kemampuan diri perkiraan berbagai kejadian yang akan dihadapi.
dan kemampuan mengatasi masalah-masalah Menurut Baron dan Byrne, 1991 sebagaimana
pribadi (stress, frustasi, dan konflik pribadi). dikutip oleh Ghufron dan Rini (2010: 73) efikasi
Bimbingan dan konseling sosial adalah proses diri sebagai evaluasi seseorang mengenai
bantuan untuk memfasilitasi siswa agar mampu kemampuan atau kompetensi diri untuk
mengembangkan pemahaman dan keterampilan melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, dan
berinteraksi sosial atau hubungan insani (human mengatasi hambatan. Komalasari, dkk (2011:
relationship) dan memecahkan masalah-masalah 150) berpendapat efikasi diri adalah penilaian
93
KUSRIENI

diri, apakah individu memiliki keyakinan bahwa teman sebaya dapat membentuk efikasi diri
individu mampu atau tidak mampu melakukan individu. Berdasar hal-hal tersebut, peneliti
tindakan dengan baik dan memuaskan sesuai mencari bentuk kegiatan yang dapat
yang dipersyaratkan. mempengaruhi efikasi diri. Dengan adanya
Alwisol (2009: 287) menyatakan bahwa kegiatan tersebut diharapkan dapat membentuk
efikasi diri sebagai persepsi diri sendiri mengenai dan meningkatkan efikasi diri (keyakinan diri)
seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi individu agar dapat mengubah persepsi
tertentu, efikasi diri berhubungan dengan ketidakmampuan terhadap diri sendiri menjadi
keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan yakin dan mampu untuk mengorganisasikan dan
melakukan tindakan yang diharapkan.Efikasi diri mengambil tindakan yang dibutuhkan sehingga
adalah pertimbangan seseorang akan kemampuan akhirnya dapat membentuk perilaku yang relevan
untuk mengorganisasikan dan menampilkan dan memperoleh hasil seperti yang diharapkan
tindakan yang diperlukan dalam mencapai tujuan (Widaryati, 2013).
yang diinginkan, tidak tergantung pada jenis Berdasarkan beberapa pengertian di atas,
keterampilan dan keahlian tetapi lebih dapat disimpulkan bahwa efikasi diri merupakan
berhubungan dengan keyakinan tentang apa yang keyakinan, evaluasi maupun penilaian diri siswa
dapat dilakukan dengan berbekal keterampilan terhadap kemampuan diri dalam melakukan tugas
dan keahlian. Menurut Feist, J & G, J, Feist atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai
(2010: 212) manusia yang yakin bahwa dapat hasil tertentu maupun dalam mengatasi hambatan.
melakukan sesuatu yang mempunyai potensi Menurut Bandura (dalam Ghufron dan Rini,
untuk dapat mengubah kejadian di lingkungan, 2010: 80) efikasi diri pada diri tiap siswa akan
akan lebih mungkin bertindak dan lebih mungkin berbeda antara siswa satu dengan yang lain
untuk menjadi sukses daripada manusia yang berdasarkan tiga dimensi. Tiga dimensi tersebut
mempunyai efikasi diri yang rendah. yaitudimensi tingkat (level), dimensi kekuatan
Bandura (dalam Widaryati, 2013) (strength), dan dimensi generalisasi (generality).
mengemukakan bahwa individu yang mempunyai Dimensi tingkat (level) berkaitan dengan derajat
efikasi diri yang rendah cenderung menyerah kesulitan tugas ketika siswa merasa mampu untuk
ketika dihadapkan pada suatu permasalahan. melakukan. Apabila siswa dihadapkan pada
Selain itu is akan menetapkan target yang lebih tugas-tugas yang disusun menurut tingkat
rendah dan keyakinan terhadap pencapaian target kesulitan, maka efikasi diri siswa mungkin akan
juga rendah sehingga usaha yang dilakukan terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang,
lemah, cenderung menghindar bila ada tugas. atau bahkan meliputi tugas-tugas yang paling
Dengan demikian, lemahnya efikasi diri dapat sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang
membuat siswa enggan melakukan kewajibannya dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang
sebagai siswa, yaitu belajar dengan baik. Siswa dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Dimensi
enggan bersaing mengejar prestasi. Padahal saat ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah
ini persaingan semakin ketat, dibutuhkan generasi laku yang akan dicoba atau dihindari. Siswa akan
muda yang unggul. Keunggulan tersebut dapat mencoba tingkah laku yang dirasa mampu
diperoleh melalui proses belajar yang optimal. dilakukan dan menghindari tingkah laku yang
Proses belajar yang optimal dapat diraih apabila berada di luar batas kemampuan yang dirasakan.
efikasi diri yang dimiliki siswa cukup. Deskripsi dimensi selanjutnya adalah dimensi
Lebi lanjut, menurut Bandura (dalam kekuatan (strength)berkaitan dengan tingkat
Widaryati, 2013) faktor yang dapat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan siswa
mempengaruhi efikasi diri, yaitu mastery mengenai kemampuan. Keyakinan yang lemah
experience (pengalaman menyelesaiakan mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman
masalah), pengalaman orang lain sebagai model yang tidak mendukung. Sebaliknya, keyakinan
(Vicarious experience), persuasi verbal (verbal yang mantap mendorong siswatetap bertahan
persuasion), dan keadaan fisiologis dan dalam usaha. Meskipun mungkin ditemukan
emosional individu (emotional arousal). Pajares pengalaman yang kurang menunjang.Dimensi ini
& Schunk (dalam Widaryati, 2013) biasa berkaitan langsung dengan dimensi level,
mengemukakan bahwa keluarga, sekolah dan yaitu makin tinggi taraf kesulitan tugas, makin
94
EFIKASI DIRI, PERILAKU MENYONTEK

lemah keyakinan yang dirasakan untuk keberhasilan. Menurut Bandura (1997), pengaruh
menyelesaikan. Dimensi generalisasi (generality) persuasi verbal tidaklah terlalu besar karena tidak
berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang memberikan suatu pengalaman yang dapat
mana siswa merasa yakin akan kemampuan diri. langsung dialami atau diamati siswa. Dalam
Apakah terbatas pada situasi tertentu atau pada kondisi yang menekan dan kegagalan terus-
serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi. menerus, pengaruh sugesti akan cepat lenyap jika
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan mengalami pengalaman yang tidak
bahwa dimensi-dimensi efikasi diri adalah menyenangkan. Kondisi fisiologis (physiological
dimensi tingkat (level), dimensi kekuatan state) yaitu siswa akan mendasarkan informasi
(strength), dan dimensi generalisasi (generality). mengenai kondisi fisiologis siswa untuk menilai
Menurut Bandura efikasi diri dapat kemampuan. Ketegangan fisik dalam situasi yang
ditumbuhkan dan dipelajari melalui empat sumber menekan dipandang siswa sebagai suatu tanda
informasi utama yaitu pengalaman keberhasilan ketidakmampuan karena hal itu dapat
(mastery experience), pengalaman siswa lain melemahkan performansi kerja siswa.
(vicarious experience), persuasi verbal (verbal Menurut Nelson-Jones (2011: 438) siswa
persuasion), dan kondisi fisilogis (physiological dengan efikasi diri tinggi melihat bahwa
state). penghalang dapat diatasi dengan terus berusaha
Pengalaman keberhasilan (mastery dan dengan meningkatkan keterampilan
experience) memberikan pengaruh besar pada manajemen-dirinya. Siswa dengan efikasi diri
efikasi diri siswa karena didasarkan pada rendah akan berhenti berusaha saat menghadapi
pengalaman-pengalaman pribadi siswa secara rintangan. Bandura, 1977 secara rinci fungsi
nyata yang berupa keberhasilan dan kegagalan. efikasi antara lain pemilihan perilaku, besar usaha
Pengalaman keberhasilan akan menaikkan efikasi dan ketekunan, cara berfikir dan reaksi
diri siswa, sedangkan pengalaman kegagalan akan emosional. Pemilihan perilakumerupakan faktor
menurunkan. Setelah efikasi diri yang kuat yang sangat penting sebagai sumber pembentukan
berkembang melalui serangkaian keberhasilan, efikasi diri siswa karena hal ini berdasarkan
dampak negatif dari kegagalan-kegagalan yang kepada kenyataan keberhasilan siswa dapat
umum akan terkurangi. Bahkan, kemudian menjalankan suatu tugas atau ketrampilan tertentu
kegagalan diatasi dengan usaha-usaha tertentu akan meningkatkan efikasi diri dan kegagalan
yang dapat memperkuat motivasi diri apabila yang berulang akan mengurangi efikasi diri.Besar
seseorang menemukan lewat pengalaman bahwa usaha dan ketekunan yaitu keyakinan yang kuat
hambatan tersulit pun dapat diatasi melalui usaha tentang efektifitas kemampuan siswa akan sangat
yang terus-menerus. menentukan usaha untuk mencoba mengatasi
Deskripsi dari sumberinformasi utama lainnya situasi yang sulit. Pertimbangan efikasi juga
adalah pengalaman siswa lain (vicarious menentukan seberapa besar usaha yang akan
experience), yaitu bagaimana pengamatan dilakukan dan seberapa lama bertahan dalam
terhadap keberhasilan siswa lain dengan menghadapi tantangan. Semakin kuat efikasi diri
kemampuan yang sebanding dalam mengerjakan maka semakin lama bertahan dalam usaha.Cara
suatu tugas akan meningkatkan efikasi diri siswa berfikir dan reaksi emosional yaitu dalam
dalam mengerjakan tugas yang sama. Begitu pula pemecahan masalah yang sulit, siswa yang
sebaliknya, pengamatan terhadap kegagalan siswa mempunyai efikasi tinggi cenderung
lain akan menurunkan penilaian siswa mengenai mengatribusikan kegagalan pada usaha-usaha
kemampuan dan siswa akan mengurangi usaha yang kurang, sedangkan siswa yang mempunyai
yang dilakukan. Pada persuasi verbal (verbal efikasi rendah menganggap kegagalan berasal
persuasion), siswa diarahkan dengan saran, dari kurangnya kemampuan siswa.
nasihat dan bimbingan sehingga dapat
meningkatkan keyakinan tentang kemampuan- Metode Penelitian
kemampuan yang dimiliki yang dapat membantu
mencapai tujuan yang diinginkan. Siswa yang Jenis penelitian yang digunakan dalam
diyakinkan secara verbal cenderung akan penelitian ini adalah penelitian korelasi,
berusaha lebih keras untuk mencapai suatu penelitian korelasi merupakan penelitian yang
95
KUSRIENI

bertujuan untuk menemukan ada tidak hubungan Tabel 1


yang diteliti, jika ada hubungan maka seberapa Deskripsi Data Efikasi Diri dengan Perilaku
erat hubungan tersebut dan berarti atau tidak Mencontek
hubungan itu.Instrument penelitian yang
digunakan dalam pnelitian ini berupa No Variabel N Skor Skor Mean SD
Min Max
angket.Penelitian ini merupakan jenis penelitian
1. Efikasi diri 65 84 151 123,3 14,30
dengan metode korelasi.Variabel dalam 0
penelitian ini yaitu variabel efikasi diri dan 2. Perilaku 65 46 120 83,14 18,65
variabel perilaku mencontek. Populasi dalam mencontek
penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 4
Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015. Subjek Tabel 2
penelitian berjumlah 65 siswa dari populasi Distribusi Frekuensi Efikasi Diri
sebanyak 260 siswa, dengan teknik pengambilan
subjek penelitian engan cararandom sampling.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Kategori Interval F Prosentase
rumus product moment untuk uji validitas, dan Tinggi 137,61– 151 9 13,8 %
menggunakan rumus alpha cronbach untuk uji Sedang 109,01- 137,60 47 72,3 %
Reliabilitas. Rendah 84 - 109,00 9 13,8 %
Total 65 100 %
Hasil Penelitian dan Pembahasan

Tabel 3
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 24
Distribusi Frekuensi Perilaku Mencontek
September 2014 yang bertempat di SMA Negeri 4
Yogyakarta. Dalam penelitian ini, peneliti
Kategori Interval F Prosentase
menggunakan angket sebagai instrumen untuk
memperoleh data. Penelitian dilakukan hanya satu Tinggi 101,79 -120 8 12,3 %
kali artinya peneliti tidak memberikan tindakan Sedang 64,49 - 101,78 44 67,7 %
selanjutnya dalam penelitian. Pengambilan data Rendah 46 - 64,48 13 20,0 %
dilaksanakan pada siswa kelas X SMA Negeri 4 Total 65 100 %
Yogyakarta dengan jumlah 65 siswa dan semua
tercatat sebagai administratif aktif dalam tahun Uji normalitas sebaran digunakan untuk
berjalan pada sekolah yang bersangkutan. mengetahui apakah populasi data berdistribusi
Skor angket variabel efikasi diri dan perilaku normal atau tidak. Uji ini biasanya digunakan
mencontek dianalisis menggunakan bantuan untuk mengukur data berskala ordinal, interval,
komputer program SPSS (statistical package for ataupun rasio. Jika analisis menggunakan metode
social sciens) versi 16.0. Berdasarkan hasil parametrik, maka persyaratan normalitas harus
analisis diperoleh deskripsi data variabel efikasi terpenuhi yaitu data berasal dari distribusi yang
diri dan perilaku mencontek. Deskripsi tersebut normal. Kaidah signifikasi yang digunakan adalah
dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1 dapat p > 0,05 maka sebaran skor subyek pada populasi
diketahui bahwa semakin tinggi efikasi diri, maka (sebarannya dikatakan normal) dan sebaliknya
semakin rendah perilaku mencontek siswa. apabila p< 0,05 maka sebarannya dikatakan tidak
Sebaliknya semakin rendah efikasi diri siswa, normal. Hasil uji normalitas untuk variabel
maka semakin tinggi perilaku mencontek siswa. efikasi diri dan perilaku mencontek dapat dilihat
Adapun penggolongan variabel efikasi diri pada Tabel 4. Data pada tabel 4 diketahui bahwa
dibedakan menjadi tiga kategori yaitu tinggi, skor variabel efikasi diri dan perilaku mencontek
sedang, dan rendah. Klasifikasi penggolongan mempunyai sebaran normal. Semakin tinggi nlai
dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan p maka skor variabel berada pada sebaran normal.
penggolongan variabel perilaku dapat dilihat pada
Tabel 3 yang dibedakan pula menjadi tiga
kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah
96
EFIKASI DIRI, PERILAKU MENYONTEK

Tabel 4 Yogyakarta” ditolak, sedangkan hipotesis


Hasil Uji Normalitas Sebaran alternatif (Ha) yang berbunyi “ada hubungan
negatif antara efikasi diri dengan perilaku
Variabel χ2 P Ket. mencontek pada siswa kelas X SMA Negeri 4
Yogyakarta” teruji kebenarannya. Dari hasil
Efikasi Diri 26,800 0,913 Normal
Perilaku Mencontek 27,723 0,929 Normal analisis korelasi product moment yang
menunjukkan bahwa p<0,05.
Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui Nilai koefisien determinasi (R2) merupakan
korelasi dari dua variabel yang benar-benar kuadrat dari koefisien korelasi. Berdasarkan hasil
mempunyai hubungan linier atau tidak. Linier perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi
tidaknya suatu hubungan dapat dilihat dari hasil sebesar 0,213. Hal ini menunjukkan besarnya
analisis uji linieritas. Hubungan kedua variabel variasi perilaku mencontek yang dapat
dikatakan linier jika p > 0,05 sebaliknya jika p < diterangkan oleh variabel efikasi diri sebesar
0,05 maka kedua variabel tersebut tidak linier. 21,3% dan sisanya 78,7 % dari perilaku
Hasil uji linieritas hubungan dapat dilihat pada mencontek disebabkan oleh variabel lain di luar
Tabel 5. Data pada tabel 5 menunjukkan bahwa efikasi diri seperti prokrastinasi, tekanan dari
ada hubungan linier antara efikasi diri dengan teman sebaya, dan tekanan dari orang tua.
perilaku mencontek pada siswa kelas X SMA Berdasarkan hasil analisis maka dapat
Negeri 4 Yogyakarta. disimpulkan analisis uji hipotesis penelitian
Hasil analisis korelasi antara efikasi diri adalah ada hubungan negatif antara efikasi diri
dengan perilaku mencontek dapat dilihat pada dengan perilaku mencontek pada siswa kelas X
Tabel 6. Berdasarkan data pada Tabel 6, dapat SMA Negeri 4 Yogyakarta. Semakin tinggi
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan efikasi diri siswa maka semakin rendah perilaku
antara kedua variabel. Semakin tinggi Nilai mencontek dan sebaliknya apabila efikasi diri
koefisien efikasi diri maka semakin rendah siswa rendah maka perilaku mencontek tinggi.
perilaku mencontek dan sebaliknya apabila Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa kelas
Efikasi diri rendah maka perilaku mencontek X SMA Negeri 4 Yogyakarta mempunyai efikasi
tinggi. diri dalam kategori sedang.
Siswa dengan efikasi diri tinggi memiliki
Tabel 5 pandangan positif terhadap setiap kegagalan dan
Uji Linieritas Hubungan Antara Efikasi Diri menerima kekurangan yang dimiliki apa adanya,
dengan Perilaku Mencontek lebih aktif, dapat mengambil pelajaran dari masa
Variabel F P Hasil lalu, mampu merencanakan tujuan dan membuat
Efikasi Diri-Perilaku 1,231 0,293 Linier rencana kerja, lebih kreatif menyelesaikan
Mencontek masalah sehingga tidak membuat stres serta selalu
berusaha lebih keras untuk mendapat prestasi
Tabel 6 belajar yang maksimal. Siswa dengan efikasi diri
Hasil Uji Korelasi yang rendah adalah siswa yang memandang
Variabel rxy P negatif terhadap dirinya maupun masyarakat,
Efikasi Diri (X) – Perilaku -0,462 0,000 merasa tidak punya teman dan seolah-olah dirinya
Mencontek (Y) ditolak oleh lingkungan serta merasa kurang
mampu untuk bersosialisasi dengan siswa lain,
Berdasarkan hasil analisis korelasi product pasif dan sulit menyelesaikan tugas, tidak
moment, maka dapat diketahui bahwa koefisiensi berusaha mengatasi masalah, tidak mampu belajar
korelasi sebesar -0,462 dengan p yaitu 0,000. Hal dari masa lalu, selalu merasa cemas, sering stress
ini menunjukkan bahwa nilai p < 0,05, dan karena dan terkadang depresi.
nilai p <0,05 maka dari hasil korelasi dapat Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
dikatakan signifikan. Dengan demikian maka siswa kelas X SMA Negeri 4 Yogyakarta
hipotesis nihil (Ho) yang berbunyi “Tidak ada mempunyai perilaku mencontek dalam kategori
hubungan antara efikasi diri dengan perilaku rendah. Siswa yang memiliki efikasi diri yang
mencontek pada siswa kelas X SMA Negeri 4 tinggi akan kemampuan akademik menunjukkan
97
KUSRIENI

perilaku mencontek yang rendah daripada siswa Jannah, EMA Uzlifatul. (Sept 2013). Hubungan
yang memiliki tingkat efikasi diri yang rendah. antara Self-Efficacydan Kecerdasan
Hal ini mempunyai arti bahwa siswa yang Emosional dengan Kemandirian pada
mempunyai tingkat efikasi tinggi cenderung Remaja.Persona, Jurnal Psikologi
untuk mempunyai perilaku mencontek yang Indonesia Vol. 2, No. 2, Hlm. 278-287.
rendah daripada siswa yang mempunyai efikasi Komalasari, Gantina, dkk. (2011). Asesmen
rendah. Teknik Nontes dalam Perspektif Bk
Komprehensif. Jakarta: Indeks.
Simpulan Kushartanti, Anugrahening (Nov 2009). Perilaku
Mencontek Ditinjau Dari Kepercayaan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Diri. Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala
yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka Psikologi Vol. 11, No. 2. Hlm. 38-46.
pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada Nelson-Jones, Richard. (2011). Teori dan Praktik
hubungan negatif antara efikasi diri dengan Konseling dan Terapi.Yogyakarta: Pustaka
perilaku mencontek pada siswa kelas X SMA Pelajar.
Negeri 4 Yogyakarta. Hasil penelitian ini semakin Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35
tinggi efikasi diri maka semakin rendah perilaku Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis
mencontek dan sebaliknya apabila efikasi diri Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional
rendah maka perilaku mencontek tinggi. Efikasi dan Angka Kredit.
diri terhadap perilaku mencontek pada siswa Prayitno & Erman Amti. (2013). Dasar-Dasar
kelas X SMA Negeri 4 Yogyakarta berperan Bimbingan Dan Konseling. Jakarta:
sebesar 21,3% dan sisanya 78,7% perilaku Rineka Cipta.
mencontek disebabkan oleh variabel lain di luar Santoso, Budi. (2002). Perilaku Mencontek Siswa
efikasi diri seperti prokrastinasi, tekanan dari Sekolah Menengah Umum Dalam Ujian
teman sebaya, dan tekanan dari orang tua. Hasil Dan Peran Guru Pembimbing.Tesis tidak
penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dasar diterbitkan. Padang: Universitas Negeri
pengembangan program layanan bimbingan dan Padang.
konseling untuk membantu siswa Sari, Intan (2013). Locus of Controldan Perilaku
mengembangkan efikasi diri dalam Mencontekserta Implikasinya terhadap
meminimalisasikan perilaku mencontek. Bimbingan dan Konseling.Jurnal Ilmiah
Konseling hlm. 267-272
Referensi Suherman, Uman. (2007). Manajemen Bimbingan
dan Konseling. Jakarta: Madani.
Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian. Malang: Sutirna. (2013). Bimbingan dan Konseling:
Umum Press. Pendidikan Formal, Non-formal dan
Feist, J & G, J, Feist. (2010). Teori Kepribadian: Informal. Yogyakarta: Andi Offset.
Theories of personality. Jakarta: Salemba Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
Humanika. Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3.
Ghufron, M. Nur& Rini Risnawita S. (2010). Widaryati, Sri. 2013. Efektivitas Pengaruh
Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar- Konseling Kelompok terhadap Efikasi Diri
Ruzz Media. Siswa SMA. Psikopedagogia Jurnal
Hamdani, Rusydan Ubaidi. (2014). Mencontek…? Bimbingan dan Konseling, 2(2): 25-31.
Yuk!! Hmm…, Nggak Ah!!. Jakarta: Yusuf, Syamsu. (2009). Program Bimbingan &
Transmedia. Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi
Hartanto, Dody. (2012). Bimbingan dan Press.
Konseling Mencontek: Mengungkap Akar Yusuf, Syamsu & Juntika Nurihsan. (2007). Teori
Masalah dan Solusinya. Jakarta: Indeks. Kepribadian. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai