1
Berdasarkan pengetian dua istilah di atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling merupakan usaha bantuan yang
diberikan oleh konselor kepada konseli agar konseli/ peserta didik mampu mengenal dan menerima diri sendiri, mengenal dan menerima
lingkungan secara positif, mampu mengambil keputusan, memecahkah masalah, serta mampu mengarahkan dan mewujudkan diri
sendiri secara efektif dan produktif sesuai dengan peranan yang diinginkannya dimasa depan baik dalam bidang pribadi, sosial,
akademik/ belajar dan karir sehingga pada akhirnya dapat hidup sesuai dengan keadaan dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan
sekolah (Walgito, 2010: 9).
4. Definisi BK Pribadi – Sosial
Berdasarkan berbagai pengertian yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat dirumuskan bahwa bimbingan pribadi sosial
merupakan bimbingan untuk membantu individu dalam menyelesaikan masalah-masalah pribadi sosial. Adapun yang tergolong dalam
masalah-masalah pribadi sosial adalah masalah hubungan dengan sesama teman, guru, pemahaman sifat dan kemampuan diri,
penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat mereka tinggal, serta penyelesaian konflik (Nurihsan, 2006: 15).
Selain itu, Ahmadi (1991: 109) berpendapat bahwa bimbingan pribadi-sosial adalah seperangkat usaha bantuan kepada peserta
didik agar dapat mengahadapi sendiri masalah-masalah pribadi dan sosial yang dialaminya, mengadakan penyesuaian pribadi dan sosial,
memilih kelompok sosial, memilih jenis-jenis kegiatan sosial dan kegiatan rekreatif yang bernilai guna, serta berdaya upaya sendiri dalam
memecahkan masalah-masalah pribadi, rekreasi dan sosial yang dialaminya.
Menurut Sukardi (2007: 54), bidang bimbingan ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok berikut:
a. Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya untuk kegiatan yang lebih kreatif, produktif, dan
normatif baik dalam keseharian maupun untuk peran di masa yang akan datang.
c. Pemantapan pemahaman tentang bakat, minat pribadi dan penyaluran serta pengembangannya pada/melalui kegiatan yang
kreatif dan normatif serta produktif.
d. Pemantapan tentang kelemahan diri dan usaha penanggulangannya.
e. Pemantapan kemampuan pengambilan keputusan.
f. Pemantapan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah diambil.
g. Pemantapan dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat jasmani dan rohani.
h. Pemantapan kemampuan berkomunikasi.
i. Pemantapan kemampuan menerima dan menyampaikan argumentasi secara dinamis, kreatif, normatif dan produktif.
j. Pemantapan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial dengan penuh tanggung jawab.
k. Pemantapan hubungan yang dinamis dan harmonis dengan teman sebaya, orang tua, dan masyarakat sekitar.
l. Orientasi tentang kehidupan berkeluarga.
Bimbingan pribadi sosial diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan siswa dalam menangani
masalah-masalah dirinya. Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan
memerhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan yang dialami oleh siswa (Nurihsan, 2006: 16).
Bimbingan pribadi sosial diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab,
mengembangkan sistem pemahaman diri, dan sikap-sikap yang positif, serta keterampilan-keterampilan pribadi - sosial yang tepat
(Nurihsan, 2006: 16).
2
Atas dasar itu, bimbingan dan konseling pribadi – sosial sangatlah urgen dipahami, khsusnya untuk calon guru BK/ konselor agar dapat
mengimplementasikan bimbingan dan konseling pribadi – sosial di sekolah yang memprioritaskan pada upaya memfasilitasi perkembangan
potensi konseli, yang meliputi aspek pribadi dan sosial atau terkait dengan pengembangan pribadi konseli sebagai makhluk yang
berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual) sehingga nantinya konseli mampu menggunakan segala sumber daya
yang dimilikinya untuk berubah ke arah yang lebih baik, memahami dirinya secara penuh dan utuh, mampu berkomunikasi secara sehat
dengan lingkungannya, menciptakan perilaku baru yang sehat, mampu secara spontan, kreatif dan efektif dalam mengungkapkan perasaan,
keinginan dan inspirasinya, serta hilangnya gejala-gejala disfungsional (Totok dalam Puspita, 2007: 47-49).
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA