Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGERTIAN DAN KONSEP


BIMBINGAN SOSIAL
(Oleh: Maman, SST/Pekerja Sosial Muda BBRVBD Cibinong)

BAB I
PENDAHULUAN

Bimbingan social merupakan suatu proses pemberian bantuan yang terus


menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing, agar tercapai
kemandirian dalam pemahaman diri dan perwujudan diri, dalam mencapai tingkat
perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungannya Bimbingan
yang diberikan bisa kepada seseorang (individu) atau sekelompok orang agar
mereka dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri

Bimbingan yang diberikan secara kontinyu dan sistematis ini, bertujuan untuk


membantu proses pengembangan potensi diri melalui pola-pola sosial yang
dilakukannya sehari-hari di lingkungan panti/keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Pola-pola sosial yang dimaksudkan adalah pola-pola dimana individu tersebut dapat
melakukan penyesuaian diri dengan lingkungannya, dalam arti memilikiu
kemampuan untuk mengenali diri sendiri dan lingkungan, memiliki kemampuan
menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis, mampu mengambil
keputusan, memiliki kemampuan untuk mengarahkan diri serta memiliki eksistensi
diri pada rel yang sesuai norma atau nilai-nilai yang ada di lingkungannya.

Pada dasarnya bimbingan tidak hanya berfungsi untuk mengatasi


permasalahan yang dihadapi individu (kuratif), melainkan memiliki fungsi lain yaitu
sebagai upaya pencegahan  (preventif) dan pengembangan  (developmental). Untuk
melakukan reformasi (pembaharuan) program bimbingan dan konseling secara
tepat, maka layanan-layanannya harus diintegrasikan ke dalam program-program
yang berorientasi pengembangan, yang membantu para penerima manfaat
pelayanan kesejahteraan social agar memiliki kemampuan mengembangkan dan
mempraktekkan kompetensi-kompetensinya.

Bimbingan yang berorientasi pengembangan tidak hanya berfungsi untuk


membantu individu ketika permasalahan muncul, melainkan lebih kepada sebelum
permasalahan terjadi dan upaya membantu individu mencapai  self developmental
dan self realization. Individu dapat memelihara dan mengembangkan berbagai
potensi dan kondisi positif dalam rangka mengembangkan dirinya secara mantap
dan berkelanjutan, maka bimbingan sosial sebagai suatu upaya untuk membantu
penerima manfaat pelayanan kesejahteraan sosial dalam memecahkan masalah
yang berhubungan dengan keadaan psikologis dan social yang bersangkutan,
diharapkan akan dapat memantapkan kepribadian dan mengembangkan
kemampuan individu dalam menangani masalah- masalah yang dialaminya.
Bimbingan sosial juga sebagai upaya pengembangan kemampuan penerima
manfaat pelayanan kesejahteraan social untuk menghadapi dan mengatasi
masalah-masalah sosial dengan cara menciptakan lingkungan interaksi yang
kondusif, mengembangkan sistem pemahaman diri dan sikap-sikap positif, serta
dengan mengembangkan kemampuan pada aspek sosial.
BAB II
PENGERTIAN BIMBINGAN SOSIAL

Bimbingan social merupakan upaya untuk membantu individu atau kelompok


penerima manfaat pelayanan kesejahteraan social agar berkembang sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya secara bertahap dalam proses yang matang. Rochman
Natawidjaja (Syamsu Yusuf, 2009: 38) mengartikan bimbingan sebagai proses
pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan,
supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga sanggup mengarahkan
dirinya dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga
serta masyarakat.

W.S. Winkel  (1991: 124) mendefinisikan bimbingan sebagai pemberian bantuan


kepada seseorang atau kepada sekelompok orang dalam membuat pilihan-pilihan
secara bijaksana dan dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntutan hidup.

Moh. Surya (1988:36) mengemukakan bimbingan ialah suatu proses pemberian


bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang
dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri dan perwujudan diri,
dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan
lingkungannya.

Senada dengan pendapat M. Surya, Prayitno (1987:35) mengemukakan:

Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada seseorang (individu) atau


sekelompok orang agar mereka itu dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang
mandiri. Kemandirian ini mencakup 5 fungsi pokok yang hendaknya dijalankan oleh
pribadi yang mandiri yaitu:
1. Mengenal diri sendiri dan lingkungan, 
2. Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis, 
3. Mengambil keputusan, 
4. Mengarahkan diri, 
5. Mewujudkan diri.
Berdasarkan definisi-definisi bimbingan yang telah  dipaparkan, dapat disimpulkan
yaitu:
1. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu secara kontinyu
dan sistematis, 
2. Bertujuan untuk membantu proses pengembangan potensi diri melalui pola-pola
sosial yang dilakukannya sehari-hari di lingkungan panti/keluarga, sekolah dan
masyarakat. Pola-pola sosial yang dimaksudkan adalah pola-pola dimana
individu tersebut dapat melakukan penyesuaian diri dengan lingkungannya.
BAB III
KONSEP BIMBINGAN SOSIAL

a. Dasar Pemikiran
Bimbingan Sosial idealnya berorientasi pada pengembangan, yakni tidak hanya
berfungsi untuk membantu individu ketika permasalahan muncul, melainkan lebih
kepada sebelum permasalahan terjadi dan upaya membantu individu mencapai  self
developmental dan self realization. Individu dapat memelihara dan mengembangkan
berbagai potensi dan kondisi positif dalam rangka mengembangkan dirinya secara
mantap dan berkelanjutan, maka bimbingan sosial sebagai suatu upaya untuk
membantu penerima manfaat pelayanan kesejahteraan sosial dalam memecahkan
masalah yang berhubungan dengan keadaan psikologis dan social yang
bersangkutan, diharapkan akan dapat memantapkan kepribadian dan
mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah yang
dialaminya.

Bimbingan sosial juga sebagai upaya pengembangan kemampuan penerima


manfaat pelayanan kesejahteraan social untuk menghadapi dan mengatasi
masalah-masalah sosial dengan cara menciptakan lingkungan interaksi yang
kondusif, mengembangkan sistem pemahaman diri dan sikap-sikap positif, serta
dengan mengembangkan kemampuan pada aspek social.

b.  Tujuan Bimbingan Sosial


Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan (2005:14), merumuskan beberapa tujuan
bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial sebagai berikut :

1. memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan


ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam  kehidupan pribadi,
keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, sekolah, tempat kerja, maupun
masyarakat pada umumnya.
2. memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling
menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing. 
3. memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara
yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, serta mampu meresponnya
secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. 
4. memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik
yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan, baik fisik maupun psikis.  
5. memiliki sifat positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain. 
6. memiliki kemampuan melakukan pilihan secara sehat. 
7. bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain,
tidak melecehkan martabat atau harga dirinya. 
8. memiliki rasa tanggung jawab yang diwujudkan dalam  bentuk komitmen,
terhadap tugas dan kewajibannya. 
9. memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan
dalam bentuk persahabatan, persaudaraan atau silaturahmi dengan sesama
manusia. 
10. memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat
internal (dalam diri sendiri) maupun orang lain. 
11. memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
Juntika Nurihsan (2003 : 9) menyatakan tujuan bimbingan pada akhirnya membantu
individu dalam mencapai:

1. Kebahagiaan hidup pribadi sebagai makhluk Tuhan, 


2. Kehidupan yang produktif dan efektif dalam masyarakat, 
3. Hidup bersama dengan individu-individu lain, dan 
4. Harmoni antara cita-cita mereka dengan kemampuan yang dimilikinya. Dapat
disimpulkan tujuan bimbingan pribadi pribadi sosial yang harus dikembangkan
dalam program layanan bimbingan dan konseling adalah memfasilitasi siswa
dalam mengarahkan pemantapan kepribadian serta mengembangkan
kemampuan dalam mengatasi masalah-masalah pribadi dan sosial siswa.

c.  Fungsi Bimbingan Sosial

Fungsi dalam bimbingan sosial yang diungkapkan oleh Totok (Rima Puspita,
2007:47-49), yaitu :

1. Berubah menuju pertumbuhan. Pada bimbingan pribadi-sosial, konselor secara


berkesinambungan memfasilitasi individu agar mampu menjadi agen perubahan
(agent of change) bagi dirinya dan lingkungannya. Konselor juga berusaha
membantu individu sedemikian rupa sehingga individu mampu menggunakan
segala sumber daya yang dimilikinya untuk berubah.
2. Pemahaman diri secara penuh dan utuh. Individu memahami kelemahan dan
kekuatan yang ada dalam dirinya, serta kesempatan dan tantangan yang ada
diluar dirinya. Pada dasarnya melalui bimbingan pribadi sosial diharapkan
individu mampu mencapai tingkat kedewasaan dan kepribadian yang utuh dan
penuh seperti yang diharapkan, sehingga individu tidak memiliki kepribadian
yang terpecah lagi dan mampu mengintegrasi diri dalam segala aspek kehidupan
secara utuh, selaras, serasi dan seimbang. 
3. Belajar berkomunikasi yang lebih sehat. Bimbingan pribadi sosial dapat berfungsi
sebagai media pelatihan bagi individu untuk berkomunikasi secara lebih sehat
dengan lingkungannya. 
4. Berlatih tingkah laku baru yang lebih sehat. Bimbingan pribadi-sosial digunakan
sebagai media untuk menciptakan dan berlatih perilaku baru yang lebih sehat. 
5. Belajar untuk mengungkapkan diri secara penuh dan utuh. Melalui bimbingan
pribadi-sosial diharapkan individu dapat dengan spontan, kreatif, dan efektif
dalam mengungkapkan perasaan, keinginan, dan inspirasinya. 
6. Individu mampu bertahan. Melalui bimbingan pribadi-sosial diharapkan individu
dapat bertahan dengan keadaan masa kini, dapat menerima keadaan dengan
lapang dada, dan mengatur kembali kehidupannya dengan kondisi yang baru. 
7. Menghilangkan gejala-gejala yang disfungsional. Konselor membantu individu
dalam menghilangkan atau menyembuhkan gejala yang menggangu sebagai
akibat dari krisis.
BAB IV
PROGRAM BIMBINGAN SOSIAL

1. Rancangan

Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pekerja sosial adalah
mengelola program bimbingan dan konseling, yaitu: merencanakan, melaksanakan,
mengevaluasi, dan merancang tindak lanjut atau mendesain perbaikan atau
pengembangan program bimbingan dan konseling (Yusuf, 2009: 68-69).
Program dalam layanan bimbingan dan konseling merupakan rencana menyeluruh
dari aktivitas suatu lembaga atau unit yang berisi layanan-layanan yang terencana
beserta waktu pelaksanaan dan pelaksananya(Mappiare, 2006:254).

Dalam konteks bimbingan dan konseling, program bimbingan dan konseling


terintegrasi dengan kurikulum yang mendukung pencapaian visi dan misi
Panti/lembaga pelayanan kesejahteraan sosial, seperti ditegaskan oleh Gysbers &
Handerson (Muqodas, 2011) bahwa “...true comprehensive, developmental school
counseling programs are well integrated into a curriculum that supports the mission
of the school  district, and complement the existing academic programs.” 

Borders & Durry (Muqodas, 2011: 5) menyatakan program bimbingan dan konseling
perkembangan adalah program yang bersifat proaktif, preventif, dan bersifat
mengarahkan dalam proses membantu seluruh  siswa menemukan pengetahuan,
kemampuan,  self-awareness, dan sikap-sikap yang dibutuhkan dalam proses
perkembangan individu.

Dari berbagai definisi para ahli, dapat disimpulkan yang dimaksud dengan program
bimbingan dan konseling adalah serangkaian rencana kegiatan layanan yang
disusun secara sistematis, terencana, dan terarah berlandaskan pada analisis
kebutuhan penerima manfaat, guna mencapai dan memfasilitasi perkembangan
siswa secara optimal serta untuk menunjang pencapaian tujuan, visi dan misi
sekolah.

2. Prinsip-prinsip dalam Pengembangan Program

Program bimbingan berisikan sejumlah kegiatan layanan bimbingan. Suatu program


bimbingan merupakan suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana,
terorganisasi dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu. Program bimbingan
yang dikembangkan menjadi pedoman yang pasti dan jelas bagi Pekerja Sosial
sehingga kegiatan bimbingan di Panti dapat terlaksana dengan lancar, efektif, efisien
serta dapat dilakukan evaluasi baik terhadap program, proses maupun hasil.
Program bimbingan yang disusun secara baik  dan matang tentu saja akan
memberikan banyak keuntungan, yaitu baik bagi siswa yang mendapatkan layanan
maupun bagi Pekerja Sosial yang melaksanakannya. Maka program bimbingan
sebaiknya memperhatikan beberapa hal sebagai berikut: 

1. Program bimbingan social disusun dan dikembangkan berdasarkan kebutuhan


nyata penerima manfaat.
2. Program bimbingan social diselenggarakan menurut skala prioritas berdasarkan
kebutuhan penerima manfaat. 
3. Program bimbingan social dikembangkan secara bertahap dengan melibatkan
semua unsur petugas. 
4. Program bimbingan social harus mempunyai tujuan yang ideal tetapi realistis. 
5. Harus mencerminkan komunikasi yang berkesinambungan di antara semua staf
pelaksana. 
6. Menyediakan fasilitas yang dibutuhkan. 
7. Penyusunannya disesuaikan dengan program di panti yang bersangkutan. 
8. Memberikan kemungkinan pelayanan kepada seluruh penerima manfaat. 
9. Memperlihatkan peran yang penting dalam menghubungkan panti dengan
masyarakat. 
10. Berlangsung sejalan dengan pencatatan perkembangan penerima manfaat baik
mengenai program, kemajuan penerima manfaat, kemajuan pengetahuan,
kemampuan serta sikap para petugas pelaksananya. 
11. Menjamin keseimbangan dan kesinambungan pelayanan bimbingan sosial.

Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan program bimbingan yang terencana


seperti tersebut diatas, yaitu : 

1. Tujuan setiap langkah bimbingan akan lebih jelas.


2. Setiap petugas bimbingan akan menyadari peranan dan tugasnya. 
3. Penyediaan fasilitas akan lebih sempurna. 
4. Pemberian pelayanan lebih teratur dan memadai. 
5. Memungkinkan lebih eratnya komunikasi dengan berbagai pihak yang
berkepentingan dengan kegiatan bimbingan social tersebut. 
6. Adanya kejelasan kegiatan bimbingan social di antara keseluruhan kegiatan
program sekolah.

Pengembangan program bimbingan di panti memegang  peranan penting dalam


rangka keberhasilan pelaksanaan pemeberian pelayanan bimbingan social di panti,
ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu : 

1. Karakteristik para penerima manfaat serta kebutuhan akan bimbingan dan


konseling.
2. Dasar dan tujuan lembaga pemeberi pelayanan kesejahteraan sosial
bersangkutan. 
3. Kemampuan lembaga dalam menyediakan dana dan fasilitas yang diperlukan. 
4. Lingkup sasaran dan prioritas kegiatan. 
5. Jenis kegiatan dan layanan yang perlu diprioritaskan. 
6. Ketersediaan tenaga pekerja social untuk melaksanakan  kegiatan bimbingan
dan konseling
.

c. Komponen Program

1. Layanan Klasikal
Program yang dirancang menuntut pekerja sosial untuk melakukan kontak langsung
dengan penerima manfaat di lingkungan panti/balai rehabilitasi. Secara terjadwal,
pekerja sosial memberikan pelayanan bimbingan kepada penerima manfaat.
Kegiatan bimbingan klasikal ini dapat berupa diskusi atau brain storming (curah
pendapat).

a) Pelayanan Orientasi 
Pelayanan orientasi merupakan kegiatan yang memungkinkan penerima manfaat
dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, terutama dengan
lingkungan panti/balai rehabilitasi. Pelayanan orientasi di panti/balai rehabilitasi
biasanya dilaksanakan pada awal penerima manfaat ikut serta dalam program.
Materi pelayanan orientasi  di panti/balai rehabilitasi biasanya mencakup organisasi
lembaga pemberi pelayanan, pelaksana program, program rehabilitasi, bimbingan
dan konseling, program ekstrakurikuler, fasilitas atau sarana dan prasarana, dan tata
tertiblembaga.

b) Pelayanan Informasi
Layanan pemberian informasi tentang berbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi
penerima manfaat melalui komunikasi langsung maupun komunikasi tidak langsung
(melalui media cetak dan elektronik yang meliputi: buku, brosur, majalah dan
internet).

c) Bimbingan Kelompok
Layanan bimbingan yang diberikan kepada siswa melalui kelompok-kelompok kecil
(5 s.d 10 orang). Bimbingan kelompok ditujukan untuk merespon kebutuhan dan
minat siswa. Topik yang didiskusikan  dalam bimbingan kelompok adalah masalah-
masalah yang bersifat umum (common problem) dan tidak rahasia.

d) Pelayanan Pengumpulan Data


 Pelayanan pengumpulan data merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau
informasi tentang pribadi penerima manfaat dan lingkungannya. Pengumpulan data
dapat dilakukan dengan berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes.

2) Layanan responsive

a) Konseling individual dan kelompok


 Pemberian layanan konseling ditujukan untuk membantu konseli yang mengalami
kesulitan, mengalami hambatan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.
Melalui konseling, konseli dibantu untuk mengidentifikasi masalah, penyebab
masalah, penemuan alternatif pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan
secara lebih tepat. Konseling dapat dilakukan secara individual maupun kelompok.

b) Referal(rujukan atau alih tangan)


Rujukan untuk menangani masalah konseli yang diluar kewenangan profesi Pekerja
Sosial, biasanya mereferal atau mengalihtangankan konseli kepada pihak yang lebih
berwenang, seperti psikolog, psikiater,  dokter, kepolisian dan banyak lainnya.

c)  Kolaborasi dengan instruktur/Pembina/petugas lainnya dan pejabat structural


yang terkait.
Konselor berkolaborasi dengan instruktur/Pembina/petugas lainnya dan pejabat
structural yang terkait dalam rangka memperoleh informasi tentang konseli,
memecahkan masalah konseli, dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang
perlu dilakukan.

d) Kolaborasi dengan orang tua


Pekerja Sosial perlu melakukan kerjasama dengan orang tua, karena proses
bimbingan tidak hanya terjadi di panti/lembaga pemberi pelayanan kesejahteraan
social saja melainkan juga di rumah. Melalui kerjasama memungkinkan terjadinya
saling memberikan informasi, pengertian, dan tukar pikiran antara pekerja sosial
dengan orang tua penerima manfaat dalam upaya mengembangkan potensi konseli
atau memcahkan masalah yang mungkin dihadapi konseli.

e) Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar panti/lembaga penyelenggara


pelayanan kesejahteraan social
Pekerja Sosial perlu menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang
dipandang relevan dengan mutu pelayanan bimbingan social.

f) Konferensi kasus
Konfrensi kasus merupakan kegiatan untuk membahas permasalahan penerima
manfaat dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat
memberikan kemudahan dalam memecahkan masalah konseli.

g) Kunjungan rumah
Kegiatan untuk memperoleh data atau keterangan tentang konseli tertentu yang
sedang ditangani dalam upaya menyelesaikan masalahnya

3) Perencanaan Individual
Pekerja Sosial membantu konseli menemukenali dan menganalisis kekuatan dan
kelemahan dirinya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dalam kegiatan
assesmen yaitu yang menyangkut pencapaian tugas-tugas perkembangan. Melalui
perencanaan individual, siswa memiliki pemahaman, penerimaan, dan pengarahan
dirinya secara positif dan konstruktif. Fungsi pekerja sosial dalam perencanaan
individual meliputi pemberian pertimbangan, penempatan dan penilaian individual. 
Pada perencanaan individual, penerima manfaat menggunakan informasi yang
diperolehnya untuk : 1) merumuskan tujuan, dan merencanakan kegiatan (alternatif
kegiatan) yang menunjang pengembangan dirinya, atau kegiatan yang berfungsi
untuk memperbaiki kelemahan dirinya, 2) melakukan kegiatan yang sesuai dengan
tujuan atau perencanaan yang telah ditetapkan, dan  3) mengevaluasi kegiatan yang
telah dilakukannya.
4) Dukungan Sistem
Dukungan sistem kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan memantapkan,
memelihara, dan meningkatkan program bimbingan social secara menyeluruh
melalui pengembangan profesional (hubungan masyarakat dan staf, konsultasi
dengan pekerja sosial, staf ahli/penasehat), manajemen program, penelitian dan
pengembangan. 

Penyesuaian Sosial Siswa Berdasarkan  Gender  dan Implikasinya bagi


Program Bimbingan Sosial
Schneiders (1964: 454-455) menyatakan ”Social adjustment signifies the capacity to
react efectively and wholesomely to social realities, situation, and relation so that the
requirements for social living are fulfilled in acceptable and satisfactory manner”.

Penyesuaian sosial menandakan kemampuan atau kapasitas yang dimiliki individu


untuk bereaksi secara efektif dan wajar pada realitas sosial, situasi, dan relasi sosial
dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan sesuai ketentuan dalam
kehidupan sosial.

Selain itu, penyesuaian didefinisikan juga sebagai  proses yang mencakup respon
mental dan perilaku di dalam mengatasi tuntutan sosial yang membebani dirinya dan
dialami dalam relasinya dengan lingkungan sosial (Schneiders, 1964: 454).

Selanjutnya, Callhoun dan Accocella (Fauziah: 2004: 30) mendefinisikan bahwa


penyesuaian sosial sebagai interaksi yang kontinyu dengan diri sendiri, orang lain,
dan dunia atau lingkungan sekitar. Sedangkan  menurut Mu’tadin (2002: 3),
penyesuaian sosial adalah kemampuan untuk mematuhi norma-norma dan
peraturan sosial kemasyarakatan.

Berdasarkan beberapa definisi penyesusian sosial di atas, dapat dipahami bahwa


yang dimaksud penyesuaian sosial adalah kemampuan individu dalam mereaksi
tuntutan-tuntutan sosial secara tepat dan wajar.

Holmberg & MacKenzie (Nicole A. Healy, Tammy H. Scheidegger, Amy L. Ridley


Meyers, and Karen Friedlen, 2009: 5) mengemukakan bahwa “relationship beliefs
play a role in developing what an individual’s ideal relationship looks like. Senada
dengan pendapat Holmberg& MacKenzie, Fletcher, Thomas& Simpson.

(Nicole A. Healy, Tammy H. Scheidegger, Amy L. Ridley Meyers, and Karen


Friedlen, 2009: 5) mengungkapkan bahwa “the ideal relationship provides insight
about a person’s actual relationship in three ways: an estimation and evaluation of
quality, regulation and accompanying adjustments, and enhanced understanding of
events of the relationship.

Senyshyn et al. (Nicole A. Healy, Tammy H. Scheidegger, Amy L. Ridley Meyers,


and Karen Friedlen, 2009: 6) mengemukakan bahwa “...Males were more satisfied
and confident and had fewer difficulties  than females,  The process of adjustment
appears to be gradual.”

Kemampuan penyesuaian penerima manfaat berdasarkan perbedaan  gender, yang


dimaksud  gender dalam paparan ini adalah jenis kelamin. Perbandingan tersebut
menyangkut aspek kemampuan penerima manfaat menjalin hubungan
persahabatan dengan teman di panti/lembaga, kemampuan enerima manfaat
bersikap hormat terhadap pekerja sosial, pejabat struktural, dan pejabat fungsional
lainnya serta staf di lembaga tersebut, parisipasi aktif penerima manfaat dalam
mengikuti kegiatan lembaga, dan mau menerima peraturan lembaga pemberi
pelayanan

Data-data yang didapatkan dari hasil penyebaran instrument atau wawancara


kepada siswa dijadikan acuan dalam mengembangkan program bimbingan dan
konseling sosial. Secara eksplisit layanan bimbingan sosial bertujuan untuk
membantu penerima manfaat agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya
dan menyelesaikan masalahnya
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan paparan yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan bahwa


bimbingan sosial merupakan pemberian pelayanan kesejahteraan sosial yang
diberikan kepada penerima manfaat agar mampu mengatasi permasalahan-
permasalahan yang dialaminya, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, sehingga
mampu membina hubungan sosial yang harmonis di lingkungannya.
Bimbingan sosial diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif,
interaksi dalam keikutsertaannya dalam program pelayanan kesejahteraan sosial
yang akrab, mengembangkan system pemahaman diri, dan sikap-sikap yang positif,
serta kemampuan-kemampuan pada aspek sosial yang tepat. 
Daftar Pustaka

Yusuf, S. (2007). “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja”. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya.

Nurihsan, J. (2003). “Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling”. Bandung: Mutiara

Nayak, A. (1997).  “Guidance and Counseling”. New Delhi: Aph Publishing


Corporation.

Winkel, W. S. (1991).  “Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan”. Jakarta:


Gramedia.

Ketut, D dan Made, D. (1990). “Pedoman Praktis Bimbingan Penyuluhan” di


Sekolah. Jakarta Rineka Cipta.

Sudjana, N & Ibrahim. (1989). “Penelitian dan Penilaian Pendidikan”. Bandung: Sinar
Baru

Surya, M. (1988).  “Dasar-dasar Penyuluhan (Konseling)”. Depdikbud Dirjen Dikti


PPLPTK Jakarta

Prayitno. (1987). “Profesional Konseling dan Pendidikan Konselor”. Padang: FIP


IKIP.

Mappiare, A. (1982). “Psikologi Remaja”. Surabaya: Usaha Nasional

Schneiders, A. (1964). “Personal Adjustment and Mental Health”. New York


Rinehart& Winston.

Anda mungkin juga menyukai