PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kondisi atau situasi yang menekan dalam kehidupan akan selalu ada dalam setiap rentang
perkembangan kehidupan manusia. Dalam teori perkembangan Erikson (dalam Santrock)
dinyatakan bahwa setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan manusia mempunyai
tugas perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis yang harus
dihadapi. Semakin individu berhasil mengatasi krisis yang dihadapi maka akan semakin
meningkatkan potensi individu dalam rangka menghadapi tahapan perkembangan berikutnya.
Mahasiswa yang berada dalam tahap perkembangan masa remaja akhir dan dewasa awal
juga tidak terlepas dari permasalahan-permasalahan yang dapat mendatangkan kondisi
tertekan yang dimana dapat menimbulkan dampak negative baik psikis maupun fisik.
Menurut Santrock, ketakutan akan kegagalan dalam mencapai kehidupan yang sukses sering
kali menjadi alasan munculnya stres dan depresi pada mahasiswa. Selain itu tekanan dari
bidang akademis, harapan mendapatkan pekerjaan yang layak dan mapan secara ekonomi
merupakan suatu hal yang sangat berpengaruh pada sebagian besar mahasiswa. Seringkali
juga mahasiswa mengalami perasaan jenuh, yang dimana mahasiswa merasa tidak berdaya
yang diakibatkan oleh stress yang berlarut-larut.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan tersebut, diperlukan kemampuan agar
individu dapat beradaptasi dalam situasi yang menekan dan juga dapat meningkatkan potensi
setelah melewati situasi tertekan tersebut. Pada kenyataannya terdapat individu yang mampu
mengendalikan situasi sulit secara positif dan efektif, namun juga terdapat individu yang
gagal sehingga menghasilkan perilaku yang negative.
Bagi mahasiswa yang gagal beradaptasi, seringkali akan mengalami stress karena
ketidakmampuannya
tersebut,
sehingga
menimbulkan
persoalan-persoalan
dibidang
akademik. Seperti nilai akademik yang rendah, waktu studi yang terlampau molor, dan
bahkan dropout. Namun disisi lain terdapat mahasiswa yang dapat mengendalikan situasi,
dapat menghadapi berbagai permasalahan atau stressor yang ada beriringan dengan
kehidupan akademiknya secara positif. Mereka dapat beradaptasi terhadap berbagai
permasalahan yang muncul. Sehingga tetap dapat mendapat nilai unggul dan mampu
menyelesaikan studi tepat waktu. Individu yang mengalami berbagai permasalahan dan
kekacauan karena stress kemudian menggunakan kekuatan personal untuk tumbuh lebih kuat
dan berfungsi secara lebih baik dianggap sebagai individu yang resilien dan kekuatan
personal tersebut dikenal dengan istilah resiliensi (ketangguhan).
Desmita (2007) menjelaskan bahwa resiliensi merupakan kekuatan dasar yang menjadi
fondasi dari semua karakter positif dalam membangun kekuatan emosional dan psikologis
remaja. Menurut Grotberg (1999), Resiliensi adalah kapasitas manusia untuk menghadapi,
mengatasi, mempelajari kesulitan dalam hidup dan bahkan ditransformasi oleh kesulitan
dalam kehidupan tersebut. Adanya resiliency dalam diri manusia dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah: I am yang bersumber dari kekuatan pribadi, I have yang
bersumber dari pemaknaan seseorang terhadap besarnya dukungan yang diberikan oleh
lingkungan sosial terhadap dirinya, dan I can yang bersumber dengan apa saja yang dapat
dilakukan oleh seseorang sehubungan dengan ketrampilan-ketrampilan sosial dan
interpersonal (Grotberg dalam Desmita 2009). Reivich & Shatte (dalam Kurniawan) juga
mengungkapkan beberapa kemampuan yang menyumbang pada resiliensi individu yaitu:
regulasi emosi, pengendalian dorongan, optimisme, analisis kausal, empati, kemampuan
untuk meraih apa yang diinginkan, dan self- efficacy.
Self-efficacy merupakan salah satu elemen penting terhadap resiliensi seseorang Baron
dan Byrne (2004) mengungkapkan bahwa self efficacy merupakan keyakinan seseorang akan
kemampuan atau kompetensinya atas kinerja tugas yang diberikan, mencapai tujuan, atau
mengatasi sebuah hambatan. Garmezy dan Werner & Smith (dalam Roberts) menyatakan
self-efficacy merupakan salah satu karakterisitik individu yang
berhubungan dengan
resiliensi. Rutter (dalam Axford) menyatakan bahwa semakin tinggi self-efficacy pada
individu, maka semakin mampu individu tersebut untuk beradaptasi terhadap tantangan dan
tekanan hidup.
Peneliti melakukan wawancara terhadap dua orang mahasiswa UAI yang mempunyai
faktor resiko yaitu mempunyai tingkat ekonomi yang rendah,. Berdasarkan hasil pengamatan
peneliti, kedua responden ini tetap mampu mengembangkan dan beradaptasi secara positif,
mempunyai prestasi akademik, dan berpartisipasi dalam keanggotaan organisasi. Berdasarkan
hasil wawancara mereka mempunyai efikasi diri yang cukup tinggi, karakteristik lain yang
membuat mereka mampu beradaptasi secara positif yaitu antara lain: kejelasan tujuan hidup,
mempunyai pergaulan yang luas, dan optimis.
Dari latar belakang di atas peneliti mencoba untuk melakukan penelitian yang untuk
mengetahui pengaruh self-efficacy terhadap resiliensi pada mahasiswa Fakultas Psikologi
Pendidikan Universitas Al Azhar Indonesia angkatan 2013-2016.
Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis:
a. Secara Teoritis, penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi
pengembangan ilmu psikologi Terutama yang berhubungan dengan self efficacy dan
resiliensi.
b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi praktisi
psikologi dan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak kampus dalam mengambil
kebijakan terkait dengan mahasiswa.
1.6 Sistematika Penulisan
Dalam menguraikan penulisan proposal skripsi ini agar lebih sistematis, maka
penyajian proposal skripsi ini penulis bagi atas tiga bab, dan setiap bab dibagi lagi menjadi
beberapa sub bab yang lebih rinci. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN, Terdiri dari Latar Belakang, Identifikasi, Pembatasan dan
Perumusan masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI, Terdiri dari teori-teori yang berkaitan dengan variabel judul
yaitu Resiliensi, Self Efficacy, dan Mahasiswa. Bab ini juga membahas Penelitian Terdahulu,
Kerangka Berpikir, serta Hipotesis Penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN, Terdiri dari Jenis dan Desain Penelitian, Tempat
dan Waktu Penelitian, Variabel penelitian, Definisi operasional dan Definisi Konseptual,
Populasi dan Sampel, Serta Metode Pengumpulan Data.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Resiliensi
2.1.1 Pengertian Resiliensi
Menurut Reivich. K dan Shatte. A yang dituangkan dalam bukunya The Resiliency
Factor menjelaskan resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap
kejadian yang berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan. Bertahan dalam keadaan
tertekan, dan bahkan berhadapan dengan kesengsaraan (adversity) atau trauma yang dialami
dalam kehidupannya (Reivich. K & Shatte. A, 2002 ). Menurut Jackson (2002) resiliensi
adalah kemampuan individu untuk dapat beradaptasi dengan baik meskipun dihadapkan
dengan keadaan yang sulit. Dalam ilmu perkembangan manusia, resiliensi memilki makna
yang luas dan beragam, mencakup kepulihan dari masa traumatis, mengatasi kegagalan
dalam hidup, dan menahan stres agar dapat berfungsi dengan baik dalam mengerjakan tugas
sehari-hari. Dan yang paling utama, resiliensi itu berarti pola adaptasi yang positif atau
menunjukkan perkembangan dalam situasi sulit (Masten & Gewirtz, 2006).
Resiliensi dipandang oleh para ahli sebagai kemampuan untuk bangkit kembali dari
situasi atau peristiwa yang traumatis. Siebert (2005) dalam bukunya The Resiliency
Advantage memaparkan bahwa yang dimaksud dengan resiliensi adalah kemampuan untuk
mengatasi dengan baik perubahan hidup pada level yang tinggi, menjaga kesehatan di bawah
kondisi penuh tekanan, bangkit dari keterpurukan, mengatasi kemalangan, merubah cara
hidup ketika cara yang lama dirasa tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada, dan
menghadapi permasalahan tanpa melakukan kekerasan.
Desmita (2007) menjelaskan bahwa resiliency merupakan kekuatan dasar yang
menjadi fondasi dari semua karakter positif dalam membangun kekuatan emosional dan
psikologis remaja . Sedangkan menurut Grotberg (dalam Desmita, 2007), Resiliensi adalah
kapasitas manusia untuk menghadapi, mengatasi, mempelajari kesulitan dalam hidup dan
bahkan ditransformasi oleh kesulitan dalam kehidupan tersebut . Menurut Hildayani (2007),
resiliensi adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh individu, dan dengan kemampuan
tersebut individu mampu bertahan dan berkembang secara sehat serta menjalani kehidupan
secara positif dalam situasi yang kurang menguntungkan dan penuh dengan tekanan .
Resiliensi pada individu itu sendiri terdiri dari faktor external dan faktor internal, Dimana
faktor-faktor ini seringkali disebut faktor protektif yang menjadi pelindung individu sehingga
tidak terpengaruh secara negative oleh faktor-faktor beresiko dalam hidupnya (Werner &
Smith, dalam Benard, 2004) .
Dari berbagai pengertian resiliensi yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa
resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk bertahan dan tidak menyerah pada keadaankeadaan yang sulit dalam hidupnya, serta berusaha untuk belajar dan beradaptasi dengan
keadaan tersebut dan kemudian bangkit dari keadaan tersebut dan menjadi lebih baik.
menyenangkan, ataupun hubungan dengan orang lain diluar keluarga. Melalui I Have,
seseorang merasa memiliki hubungan yang penuh kepercayaan. Hubungan seperti ini
diperoleh dari orang tua, anggota keluarga lain, guru, dan teman-teman yang
mencintai dan menerima diri anak tersebut. Individu yang resilien juga mempunyai
struktur dan aturan di dalam rumah yang ditetapkan oleh orang tua mereka. Para
orang tua berharap bahwa anak-anak dapat mematuhi semua peraturan yang ada.
Anak-anak juga akan menerima konsekuensi dari setiap tindakan yang mereka
lakukan dalam menjalani aturan tersebut. Ketika mereka melanggar aturan, mereka
butuh seseorang untuk memeberi tahu kesalahan yang mereka perbuat dan jika perlu
menerapkan hukuman.
Individu yang resilien juga memperoleh dukungan untuk mandiri dan dapat
mengambil keputusan berdasarkan pemikiran serta inisiatifnya sendiri. Dukungan
yang diberikan oleh orangtua ataupun anggota keluarga lainnya akan sangat
membantu dalam membentuk sikap mandiri dalam diri seseorang. Orangtua akan
mendukung serta melatih anak untuk dapat berinisiatif dan berkuasa atas dirinya
sendiri untuk mengambil keputusan tanpa harus bergantung pada orang lain.
Individu yang resilien juga akan mendapatkan jaminan kesehatan, pendidikan,
dan kesejahteraan serta keamanan dari orangtua. Sehingga hal ini akan membantu
mereka untuk mengembangkan rasa percaya diri dalam diri anak.
b. I Am ( kemampuan individu )
I am, merupakan kekuatan yang terdapat dalam diri seseorang, kekuatan
tersebut meliputi perasaan, tingkah laku, dan kepercayaan yang ada dalam dirinya.
Individu yang resilien merasa bahwa mereka mempunyai karakteristik yang menarik
dan penyayang sessama. Hal tersebut ditandai dengan usaha mereka untuk selalu
dicintai dan mencintai orang lain.
Mereka juga sensitif terhadap perasaan orang lain dan mengerti yang
diharapkan orang lain terhadap dirinya. Mereka juga merasa bahwa mereka memiliki
empati dan sikap kepedulian yang tinggi terhadap sesama. Perasaan itu mereka
tunjukkan melalui sikap peduli mereka terhadap peristiwa yang terjadi pada orang
lain. Mereka juga merasakan ketidaknyamanan dan penderitaan yang dirasakan oleh
orang lain dan berusaha membantu untuk mengatasi masalah yang terjadi.
Individu yang resilien juga merasakan kebanggaan akan diri mereka sendiri.
Mereka bangga terhadap apa yang telah mereka capai. Ketika mereka mendapatkan
masalah atau kesulitan, rasa percaya dan harga diri yang tinggi akan membantu
mereka dalam mengatasi kesulitan tersebut. Mereka merasa mandiri dan cukup
dan
perilakunya.
Kemampuan
regulasi
penting
untuk
menjalin
hubungan
keyakinan
seseorang
bahwa
ia
dapat
memiliki keyakinan terhadap dirinya untuk memecahkan masalah, maka dia muncul
sebagai pemimpin.
g. Pencapaian (reaching out)
Pencapaian menggambarkan kemampuan individu untuk mencapai keberhasilan.
Dalam hal ini terkait dengan keberanian seseorang untuk mencoba mengatasi
masalah, karena masala dianggap sebagai suatu tantangan bukan suatu ancaman.
yang tinggi. Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi cenderung memilih
tugas yang tingkat kesukarannya sesuai dengan kemampuannya.
b. Keluasan (generality)
Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang atau tugas
pekerjaan. Individu dapat menyatakan dirinya memiliki self-efficacy pada aktivitas
yang luas, atau terbatas pada fungsi domain tertentu saja. Individu dengan selfefficacy yang tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk
menyelesaikan suatu tugas. Individu yang memiliki self-efficacy yang rendah hanya
menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu tugas.
c. Kekuatan (strength)
Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan atau
kemantapan individu terhadap keyakinannya. Self-efficacy menunjukkan bahwa
tindakan yang dilakukan individu akan memberikan hasil yang sesuai dengan yang
diharapkan individu. Self-efficacy menjadi dasar dirinya melakukan usaha yang keras,
bahkan ketika menemui hambatan sekalipun.
(verbal
persuasion), dan keadaan fisiologis dan emosi (physiological and affective states)
(Bandura,1997).
a. Pengalaman yang telah dilalui (enactive
mastery experience)
Merupakan informasi yang paling berpengaruh karena menyediakan bukti
yang paling otentik berkenaan dengan kemampuan
sesuatu. Hasil yang dicapai oleh individu melalui pengalaman sebelumnya adalah
sumber informasi yang penting karena langsung berhubungan dengan pengalaman
pribadi seseorang. Kesuksesan dibangun dari keyakinan yang mantap berkenaan
dengan efiksi diri seseorang. Pengalaman keberhasilan atau kesuksesan dalam
mengerjakan sesuatu akan meningkatkan self-efficacy seseorang, sedangkan
kegagalan juga akan menguranginnya, terutama ketika kegagalan ini terjadi pada
10
saat efikasi dirinya belum terbentuk. Suatu kesulitan menyediakan kesempatan untuk
belajar bagaimana kegagalan bisa berbuah kesuksesan dengan mengasah kemampuan
dari kegagalan tersebut. Setelah seseorang menjadi yakin bahwa mereka memiliki hal
yang diperlukan untuk sukses, maka mereka akan berani untuk melakukan sebuah
tindakan.
b. Pengalaman orang lain (vicarious experience).
Self-efficacy juga dipengaruhi oleh pengalaman orang lain dengan cara melihat
apa yang telah dicapai oleh orang lain. Pada konteks ini terjadi proses modeling yang
juga dapat menjadi hal efektif untuk meningkatkan efikasi seseorang. Seseorang bisa
jadi mempunyai keraguan ketika akan melakukan sesuatu meskipun ia mempunyai
kemampuan untuk melakukannya, namun ketika ia melihat orang lain mampu atau
berhasil dalam melakukan sesuatu dimana dia mempunyai kemampuan yang sama,
maka akan meningkatkan efikasinya. Selain itu orang lain dapat menjadi ukuran
seberapa baik dia dalam melakukan suatu tugas. Pada beberapa aktivitas mungkin
tidak ada ukuran apakah sesuatu dilakukan dengan baik atau tidak. Oleh karena itu
seseorang harus menilai kemampuannya dengan melihat hasil yang telah dicapai oleh
orang lain. Di sisi lain pengalaman dari orang lain juga dapat melemahkan keyakinan
individu dalam melakukan sesuatu ketika melihat seseorang yang mempunyai
kemampuan sama atau lebih tinggi dari dia gagal dalam melakukan sesuatu.
c. Persuasi verbal (verbal persuasion)
Merupakan penguatan yang didapatkan dari orang lain bahwa seseorang
mempunyai kemampuan untuk meraih apa yang ingin dilakukannya. Efikasi diri
seseorang akan meningkat ketika dia sedang menghadapi kesulitan, terdapat orang
yang meyakinkannya bahwa ia mampu menghadapi tuntutan tugas yang ada padanya.
Verbal persuasion mungkin tidak terlalu kuat dalam mempengaruhi self-efficacy,
namun ini dapat menjadi pendukung sejauh persuasi verbal tersebut diberikan dalam
konteks yang realistik. Orang yang mendapatkan persuasi verbal bahwa mereka
mempunyai kemampuan untuk melakukan sesuatu kemungkinan akan mengerahkan
usaha yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang mendapatkan perkataan
yang
meragukan
11
Keadaan fisik yang tidak mendukung seperti stamina yang kurang, kelelahan,
dan sakit merupakan faktor yang tidak mendukung ketika seseorang akan melakukan
sesuatu. Karena kondisi ini akan berpengaruh pada kinerja seseorang dalam
menyelesaikan tugas tertentu.
seseorang terhadap
Kondisi
mood
juga
mempengaruhi
pendapat
self-efficacy
dapat
12
13
Individu akan memelihara kompetensi, minat, hubungan sosial atas pilihan yang
ditentukan.
14
dengan perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi,
kecerdasan dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak
dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa,
yang merupakan prinsip yang saling melengkapi.
Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan yang usianya 18 sampai
25 tahun. Tahap ini dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal dan
dilihat dari segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini ialah
pemantapan pendirian hidup (Yusuf, 2012: 27).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa ialah seorang peserta
didik berusia 18 sampai 25 tahun yang terdaftar dan menjalani pendidikannnya di perguruan
tinggi baik dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas.
2.3.2
Ciri-ciri Mahasiswa
Kartono (Surahman, 2011) menyatakan bahwa mahasiswa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mahasiswa merupakan kaum intelegensia sebab memiliki kemampuan dan
kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi.
b. Mahasiswa mampu menjadi pemimpin yang terampil baik dalam masyarakat maupun
dunia kerja sebab memiliki pendidikan sebagai kaum intelegensia.
c. Mahasiswa diharapkan mampu memasuki dunia kerja sebagai tenaga kerja yang
profesional dan berkualitas.
d. Mahasiswa diharapkan mampu menjadi daya penggerak yang dinamis bagi proses
modernisasi.
15
adalah terkait dengan masalah Resiliency dan Self Efficacy. Oleh karena itu, peneliti
melakukan langkah kajian terhadap beberapa hasil penelitian melalui internet.
Pada skripsi yang berjudul Hubungan antara Resiliensi dan Coping pada pasien
kanker dewasa yang ditulis oleh Clarissa Risky Rosyani pada tahun 2012, tertulis bahwa
penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara resiliensi dan coping pada pasien
kanker. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya korelasi yang positif dan signifikan antara
coping dan resiliensi. Selain itu ditemukan bahwa resiliensi berhubungan lebih erat dengan
jenis emotion-focused coping.
Selanjutnya pada skripsi yang berjudul Hubungan Self Efficacy dengan Kecemasan
Pada Mahasiswa Psikologi yang Lama Mengerjakan Skripsi di Universitas Gunadarma yang
ditulis oleh Faniadhirny B pada tahun 2014, tertulis bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk
melihat apakah ada hubungan antara self efficacy dengan kecemasan yang dirasakan pada
mahasiswa psikologi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif
dan uji hipotesis dengan teknik korelasi Bivariate Spearman one tailed. Subjek dalam
penelitian ini adalah mahasiswa psikologi yang mengerjakan skripsi lebih dari waktu yang
ditentukan. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara self efficacy dengan kecemasan mahasiswa psikologi yang mengerjakan
skripsi melebihi waktu yang ditentukan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian tersebut diatas adalah, pertama,
keduanya diatas focus untuk meneliti hubungan, sedangkan penelitian ini focus untuk
meneliti pengaruh. Kedua, pada penelitian ini menggabungkan variable tidak terikat pada dua
penelitian tersebut diatas.
2.5 Kerangka Berpikir
Resiliensi sebagaimana yang dinyatakan Riley dan Masten merupakan bentuk
adaptasi yang positif terhadap kondisi atau suasana yang menekan (adversity). Sedangkan
self-efficacy menurut Bandura,
merupakan
berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Hal ini sebagaimana halnya teori belajar sosial
Bandura yang menyatakan bahwa kognitif dan perilaku saling mempengaruhi. Dari sini kita
bisa melihat bahwa self-efficacy
16
resiliensi sesorang dimana merupakan konstruk yang lebih kompleks dimana melibatkan
banyak faktor yang membuat seseorang mampu beradaptasi dengan suasana yang menekan.
Bandura mengungkapkan bahwa terdapat empat sumber utama yang memberikan kontribusi
penting pada pembangunan self-efficacy seseorang
(Pengalaman kegagalan dan keberhasilan), vicarious experience (pengalaman orang lain atau
figur modeling), verbal persuation (pengakuan orang lain) dan physiological and affective
states (kadaan fisik dan emosional). Bandura mengingatkan bahwa sumber-sumber tersebut
tidak dapat secara otomatis membentuk self-efficacy, sumber-sumber self-efficacy tersebut
harus diproses terlebih dahulu melalui pemikiran kognitif yang melibatkan sistem diri.
Adapun fungsi dari sistem diri ini adalah untuk mengatur perilaku secara terus menerus yang
terlibat dalam pengamatan diri, proses menilai dan reaksi terhadap perilaku sendiri.
Keyakinan diri akan kemampuan yang dimiliki akan berpengaruh pada kemampuan
sesorang untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang sulit. Seorang individu yang
memiliki sumber self-efficacy yang positif dan dapat diterima oleh sistem diri dan sistem
kognitif, maka akan melahirkan self-efficacy yang tinggi sehingga akan melahirkan usaha
yang maksimal untuk menghadapi berbagai permasalahan sulit. Sedangkan subjek yang
memiliki sumber self-efficacy yang negatif, maka akan melahirkan self-efficacy yang rendah
sehingga akan melahirkan usaha yang minimal untuk menghadapi berbagai permasalahan
sulit.
Adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini, dapat diilustrasikan dengan gambar
berikut ini:
Pengalaman
dan lingkungan
Sistem Diri
Struktur
SE
Tinggi
Kognitif
SE rendah
Resiliensi Tinggi/
maksimal
Resiliensi Rendah/
minimal
Dapat menangani
berbagai
permasalahan
Kesulitan
menangani
17
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh Self Efficacy terhadap
resiliensi pada mahasiswa Fakultas Psikologi Pendidikan Universitas Al Azhar Indonesia.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
penelitian kuantitatif karena hasil dari penelitian ini mewakili suatu populasi yang diteliti.
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian expost facto. Sukardi (2012)
berpendapat bahwa penelitian expost facto adalah penelitian dimana ketika penulis
18
Keterangan:
X : Self efficacy
Y : Resiliensi
19
Definisi Operasional adalah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat
diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau mengubah konsep-konsep yang berupa
konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan
apa yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain (Koentjaraningrat dalam
Siregar, 2014). Adapun definisi operasional dari variable yang menjadi objek penelitian ini
adalah:
a. Definisi Operasional Resiliensi pada penelitian ini adalah berdasarkan skor yang
didapat dari skala resiliensi yang diberikan, semakin tinggi skor yang didapat semakin
tinggi Resiliensi.
b. Definisi Operasional Self Efficacy pada penelitian ini juga berdasarkan skor yang
didapat dari skala self efficacy yang diberikan, semakin tinggi skor yang didapat
semakin tinggi Self Efficacy.
Sedangkan Menurut Singarimbun dan Efendi (2008), definisi konseptual adalah
pemaknaan
dari
konsep
yang
digunakan,
sehingga
memudahkan
peneliti
untuk
mengatasi,
mempelajari
kesulitan
dalam
hidup
dan
bahkan
20
tidak mungkin mempelajari semua yang ada populasi, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Oleh karena itu sampel pada
penelitian ini sebanyak 95orang.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Propotionate Stratified Random
Sampling. Teknik ini adalah cara pengambilan sampel secara acak dari suatu anggota
populasi dan bertingkat secara proposional yang dilakukan jika anggota populasinya
heterogen atau terdiri atas kelompok-kelompok yang bertingkat (Sarjono & Julianita,
2013). Dalam penelitian ini, tingkat yang dimaksud adalah tahun angkatan.
varibel
self-efficacy,
peneliti
mengembangkan
skala
21
Indikator
1.
Butir Aitem
Favorabel
Unfavorabel
Jumlah
1, 11, 21,
31, 38
6, 16, 26
2, 12, 22,
32, 39
7, 17, 27
3, 13, 23,
33
8, 18, 28, 36
4, 14, 24,
34,
9, 19, 29, 37
5, 15, 25,
35, 40
10, 20, 30
22
Total
23
17
40
Langkah 4a
Hipotesis
Memilih pendekatan
Langkah 6a
Langkah 6b
Menentukan variabel
23
Langkah 8
Mengumpulkan data
Langkah 9
Analisis data
Langkah 10
Menarik kesimpulan
Langkah 11
Menyusun laporan
3.9 Metode Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh self-efficacy pada resiliensi, peneliti menggunakan
analisis regresi (anareg) linier sederhana. Anareg linier sederhana digunakan untuk
menentukan dasar ramalan dari suatu distribusi data yang terdiri dari satu variabel kriterium
(Y) dan satu variabel prediktor (X) yang memiliki bentuk hubungan
yang linier
(Winarsunu,2006).
24
DAFTAR PUSTAKA
B.
2004.
Resiliency:
What
We
Have
Learned.
www.wested.org/wp-
content/files_mf/1370637522resiliency.chap1.pdf
Baron, Robert A. & Donn Byrne (2000). Social Psychology (9th edition). USA: Allyn &
Bacon.
Desmita. 2007. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
25
Grotberg, EH. (1999). Inner strength : How to find the resilience to deal with anything.
California. New Harbinger Publications
Hartaji, Damar A. (2012). Motivasi Berprestasi Pada Mahasiswa yang Berkuliah Dengan
Jurusan Pilihan Orangtua. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. (tidak
diterbitkan)
Hildayani, R, dkk. 2007. Penanganan Anak Berkelainan (Anak dengan Kebutuhan Khusus)
(Edisi ke-1), Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.
Jackson, S. 2002. Reducing Risk and Promoting Resilience in Vulnarable Children.
http://www.bemidjistate.edu/academics/publications/social_work_journal/issue04/arti
cles/jackson.html.
Masten & Gewirtz. 2006. Resilience in Development: The Importance of Early Childhood.
Encyclopedia on Early Childhood Development 1 2006 Centre of Excellence for
Early Childhood Development Masten AS, Gewirtz AH. University of Minnesota,
USA.
Reivich, K & Shatte, A. 2002. The Resilience Factor ; 7 Essential Skill For Overcoming
Lifes Inevitable Obstacle. New York, Broadway Books
Schulz, D., & Schultz, S.E. 1994. Theories of Personality 5th Edition. California: Brooks/Cole
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 2008. Metode Penelitian Survai. Jakarta: Pustaka
LP3ES Indonesia
Siregar, S. 2014. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Penerbit Kencana
Siswoyo, Dwi dkk. (2007). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Penerbit
Alfabeta
Sukardi. 2014. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Surahman, Evi.(2011). Pengaruh Kualitas Dzikir Terhadap Kebahagiaan Pada Mahasiswa
Tarbiyah di Universitas Negeri Makassar.Proposal.Fakultas Psikologi Universitas
Negeri Makassar
26
LAMPIRAN
1. Skala Resiliensi
No
1
Pernyataan
Saya mampu beradaptasi
SS
STS
27
10
11
12
kehidupan ini.
Saya merasa kesulitan-kesulitan
yang terjadi membuat saya
menjadi lebih baik.
13
14
15
popular.
Saya melihat diri saya sebagai
seorang yang tahan banting.
16
17
18
28
19
20
21
22
SS
TS
STS
29
lain.
Saya sering kali terjebak dalam
rasa malas untuk mengerjakan
tugas.
Saya
akan
menunda
untuk
senang.
Jika sesuatu terlihat rumit, saya
tidak akan bersusah-susah untuk
mencobanya.
10
11
akan
melakukannya
sampai selesai.
12
13
14
15
30
16
17
18
19
jika
tidak
berhasil
menguasainya.
20
21
22
23
24
31
25
26
27
28
29
30
Saya
merasa
ragu
pada
saat
32
33
34
32
35
36
37
38
39
40
33