PSIKOLOGI I NDUSTRI
PSIKOLOGI TERHADAP PENYELESAIAN PERMASALAHAN
PERUSAHAAN
Anggota Kelompok 8 :
Disusun Oleh :
Psikologi dalam pengertian umum adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah-
laku manusia. Bagi orang awam seringkali Psikologi disebut dengan ilmu jiwa karena
berhubungan dengan hal-hal psikologis/kejiwaan. Sama seperti ilmu-ilmu yang lain, maka
Psikologi memiliki beberapa sub bidang seperti Psikologi Pendidikan, Psikologi Klinis,
Psikologi Sosial, Psikologi Perkembangan, Psikologi Lintas Budaya, Psikologi Industri &
Organisasi, Psikologi Lingkungan, Psikologi Olahraga, dan Psikologi Anak & Remaja. Dari
beberapa sub bidang tersebut Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) merupakan bidang
khusus yang memfokuskan perhatian pada penerapan-penerapan ilmu Psikologi bagi
masalah-masalah individu dalam perusahaan yang secara khusus menyangkut penggunaan
sumber daya manusia dan perilaku organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Psikologi industri Ilmu yang mempelajari manusia dan segi-segi kejiwaan dalam
konteks kerja di industri atau perusahaan secara sistematis dan ilmiah. Menurut John Miner
peran psikologi industri dalam perusahaan adalah terlibat dalam proses input, berfungsi
sebagai mediator dalam hal-hal yang berorientasi pada produktivitas, berfungsi sebagai
mediator dalam hal-hal yang berorientasi pada pemeliharaan, terlibat dalam proses output.
Ada beberapa faktor penting dalam karakteristik pekerja yang sukses secara
psikologis, yaitu self confidence, originality, task oriented, future oriented, risk tasking,
people oriented. Di dalam sebuah instansi atau lembaga pasti akan terjadi interaksi sosial
karena itu salah satu faktor yang menunjang psikologi terhadap sebuah industri atau psikologi
industri agar terjadi dampak yang positif bagi pegawai tersebut, misalnya saja perbedaan
individu dalam kelompok dan kesesuain kelompok, human realition, team work yang solid,
relasi antar manajer dan karyawan.
Secara umum berbagai teori, metode dan pendekatan Psikologi dapat dimanfaatkan di
berbagai bidang dalam perusahaan. Salah satu hasil riset yang dilakukan terhadap para
manager HRD menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden menyebutkan Psikologi
Industri dan Organisasi memberikan peran penting pada area-area seperti pengembangan
manajemen SDM (rekrutmen, seleksi dan penempatan, pelatihan dan pengembangan),
motivasi kerja, moral dan kepuasan kerja. 30% lagi memandang hubungan industrial sebagai
area kontribusi dan yang lainnya menyebutkan peran penting PIO pada disain struktur
organisasi dan desain pekerjaan.
Hasil riset tersebut di atas mungkin hanya menggambarkan sebagian besar area
dimana Psikologi dapat berperan. Satu hal yang belum disebutkan di atas misalnya peran para
psikolog dalam menangani individu-individu yang mengalami masalah-masalah psikologis
melalui employees assistant program (EAP) atau pun klinik-klinik yang dimiliki oleh
perusahaan. Penanganan individu yang mengalami masalah psikologis sangat besar
pengaruhnya terhadap produktivitas dan kinerja perusahaan. Hal tersebut sangatlah wajar
mengingat bahwa perusahaan digerakan oleh individu-individu yang saling berinteraksi di
dalamnya.
Ada beberapa pedoman organisasi yang layak diingat. Tetapi mereka tidak absolut.
Relevansi mereka adalah bergantung pada keadaan. Metode lama telah muncul sejak lama,
ketika classical principles of organization (line of command, span of control, dll) yang
dirumuskan oleh Urwick (1947) yang dilihat sebagai satu-satunya dasar untuk desain
organisasi.
Bagaimanapun prinsip ini terus dilakukan oleh banyak manajer. Beberapa waktu yang
lalu Lupton (1975) mengatakan bahwa: µDaya tarik dari desain klasik berdasarkan sudut
pandang manajemen puncak adalah adanya kontrol manajer atas bawahan. Para manajer
menganggap mereka berpikir secara rasional dan metode ini adalah sebuah pendekatan
rasional. Tetapi sebelum jatuh ke dalam perangkap untuk percaya pada desain klasik,
panduan berikut ini patut diingat dalam studi organisasi dan dapat membantu dalam
mendiagnosis masalah:
Pekerjaan yang harus dilakukan harus ditentukan dan dialokasikan untuk suatu fungsi, unit,
departemen, tim kerja, kelompok proyek dan posisi individu. Terkait dengan jenis kegiatan
harus dikelompokkan secara bersama. Akan ada pilihan untuk membaginya antara bekerja
atas produk, proses, pasar atau wilayah geografis.
Sebagai Lawrence dan Lorsch (1969) menekankan, perlu untuk membedakan antara aktivitas
yang berbeda dan harus dilakukan, tetapi juga diperlukan untuk memastikan bahwa kegiatan
ini dilakukan secara terintegrasi, sehingga setiap orang dalam organisasi bekerja dengan
tujuan yang sama.
c) Teamwork
Pekerjaan harus didefinisikan dan peran diuraikan dengan jelas sehingga terlihat mana jenis
pekerjaan yang menunjukkan pentingnya kerja sama tim. Daerah di mana diperlukan kerja
sama harus digarisbawahi. Organisasi harus dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa
untuk memfasilitasi kerjasama lintas batas departemen atau fungsional. Jika memungkinkan,
tim mengelola diri secara mandiri dan diberikan tanggung jawab untuk menjalankan urusan
mereka sendiri, termasuk perencanaan, penganggaran dan melatih pengendalian mutu.
Networking harus didorong dalam arti orang berkomunikasi secara terbuka dan informal
dengan satu sama lain sebagai suatu kebutuhan. Hal ini diakui bahwa proses informal bisa
lebih produktif daripada formal, seperti struktur bagan organisasi. Sebagai pemikir yang
berpengaruh bagi manajemen, Mary Parker Follett (1924) menekankan, tugas utama
manajemen adalah untuk mengatur situasi sehingga orang bekerjasama dengan sendirinya.
d) Flexibility
Struktur organisasi harus cukup fleksibel untuk merespon dengan cepat terhadap perubahan,
tantangan dan ketidakpastian. Fleksibilitas harus ditingkatkan dengan pembentukan
kelompok inti dan menggunakan part time, seperti pekerja kontrak atau sementara menangani
tuntutan tambahan.
e) Role clarification
Orang harus jelas tentang peran mereka sebagai individu dan sebagai anggota tim. Mereka
harus tahu apa yang mereka harus pertanggungjawa untuk menggunakan kemampuan mereka
dalam mencapai tujuan yang mereka telah sepakati dan berkomitmen untuk itu. Peran profil
harus digunakan untuk mendefinisikan area kunci tetapi tidak harus membatasi inisiatif dan
tanggung jawab.
f) Desentralisasi
Otoritas untuk membuat keputusan harus didelegasikan sedekat mungkin dengan tempat
tindakan sebagai pusat keputusan. Profit harus dibentuk sebagai unit bisnis strategis yang
beroperasi dekat dengan pasar dan dengan tingkat otonomi yang cukup. Sebuah multiproduct
atau bisnis pasar harus mengembangkan sebuah organisasi federal, dengan setiap entitas
federasi menjalankan urusan sendiri, meskipun mereka akan dihubungkan bersama-sama
dengan strategi bisnis secara keseluruhan.
g) De-layering
Organisasi harus disusutkan dengan menghilangkan lapisan manajemen yang berlebihan dan
menjalankan pengawasan dalam rangka untuk meningkatkan fleksibilitas, memfasilitasi
komunikasi lebih cepat, tanggap, memungkinkan orang untuk diberikan tanggung jawab
yang lebih sebagai individu atau tim dan juga mengurangi biaya.
a) Problem keterbatasan tenaga kerja terampil atau disebut paradoks kapasitas
Asia sebagai kawasan dengan penduduk terpadat di dunia saat ini tengah mengalami
keterbatasan dalam pasar tenaga kerja, khususnya ketersediaan tenaga profesional ahli dan
talenta. Terbatasnya talenta tenaga kerja yang ahli mengakibatkan krisis kepemimpinan,
sehingga menghambat pertumbuhan di banyak organisasi.
b) Pergeseran norma dan budaya
Selain permasalahan mengenai keterbatasan talenta tenaga kerja, terdapat pula tantangan lain
yakni pergeseran norma dan budaya. Hal ini ditunjukkan dengan semakin individualistisnya
tenaga kerja Asia. “Pada masa lalu, pegawai bekerja seumur hidup di sebuah perusahan. Tapi,
saat ini tenaga kerja semakin sering berpindah kerja dan mencari kesempatan kerja yang lebih
baik,” Bell memberi contoh.
c) Perubahan kontrak ketenagakerjaan
Lebih jauh Andrew Bell memaparkan, dewasa ini terjadi penekanan yang lebih tinggi
terhadap kinerja dan orientasi terhadap pelanggan. Akibatnya, mau tidak mau, perusahaan
harus memberikan karyawan kebebasan, motivasi, keberdayaan dan tantangan yang lebih
tinggi dalam pekerjaan.
1. Terlibat dalam proses input yakni melakukan rekrutmen, seleksi, dan penempatan karyawan.
2. Berfungsi sebagai mediator dalam hal-hal yang berorientasi pada produktivitas yakni
melakukan pelatihan dan pengembangan, menciptakan manajemen keamanan kerja dan
teknik-teknik pengawasan kinerja, meningkatkan motivasi dan moral kerja karyawan,
menentukan sikap-sikap kerja yang baik dan mendorong munculnya kreativitas karyawan.
3. Berfungsi sebagai mediator dalam hal-hal yang berorientasi pada pemeliharaan yakni
melakukan hubungan industrial (pengusaha-buruh-pemerintah), memastikan komunikasi
internal perusahaan berlangsung dengan baik, ikut terlibat secara aktif dalam penentuan gaji
pegawai dan bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkannya, pelayanan berupa
bimbingan, konseling dan therapy bagi karyawan-karyawan yang mengalami masalah-
masalah psikologis
4. Terlibat dalam proses output yakni melakukan penilaian kinerja, mengukur produktivitas
perusahaan, mengevaluasi jabatan dan kinerja karyawan.
Dari rumusan John Miner tersebut, dapat ditelaah bahwa psikologi sangat erat kaitannya
dengan Manajemen sumber daya manusia. Hal-hal yang menyangkut penempatan tenaga
kerja, pelatihan dan pengembangan tenaga kerja, pengawasan kinerja, pemeliharaan, serta
evaluasi merupakan komponen-komponen prosedur dalam Manajemen SDM.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Hasibuan, Melayu S.P. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara