PSIKOLOGI INDUSTRI
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan
Rahmatnya yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga makalah ini
dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini membahas tentang “PSIKOLOGI
INDUSTRI”. Walaupun makalah ini tidak sepenuhnya sempurna diharapkan makalah ini
mampu memenuhi tugas dari mata kuliah Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan
dari makalah ini diharapkan mampu memberikan kita banyak pengetahuan dan
pembelajaran mengenai PSIKOLOGI INDUSTRI. Untuk itu, Kami mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca, agar tugas ini nantinya dapat menjadi lebih baik lagi. Demikian
apabila terdapat banyak kesalahan pada tugas ini kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................. 3
A. Pengertian Psikologi Industri.........................................................................................................3
B. Pengertian Stres Kerja, Shift Kerja, dan Perawat...........................................................................3
C. Pengertian Kepuasan Kerja, Kesejahteraan Psikologis, dan Kerja.................................................4
D. Pengertian Job Insecurity, Kesejahteraan Psikologis, dan Outsourcing........................................5
E. Pengertian Modal Psikologis dan Keterikatan Kerja......................................................................7
F. Pengertian Leader Member Exchange (LMX), Work Family Conflict (WFC), dan Organizational
Citizenship Behavor (OCB).............................................................................................................7
BAB III PEMBAHASAN...................................................................................................................... 9
A. Perbedaan Stres Kerja Ditinjau dari Shift Kerja pada Perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya...9
B. Hubungan Kepuasan Kerja dengan Kesejahteraan Psikologis pada Karyawan Cleaner yang
Menerima Gaji Tidak Sesuai Standar UMP..................................................................................10
C. Hubungan antara Job Insecurity dengan Kesejahteraan Psikologi pada Karyawan Outsourcing
......................................................................................................................................................11
D. Hubungan Antara Modal Psikologis dengan Keterikatan Kerja pada Perawat di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya......................................................................................14
E. Pengaruh Leader Member Exchange(LMX) dan Work Family Confilict (WFC) dalam
Memprediksi Organizational Citizenship Behavor (OCB) dan LMX atau WFC yang Efektif dalam
Memprediksi OCB .......................................................................................................................15
BAB IV PENUTUP........................................................................................................................... 17
A. Kesimpulan...................................................................................................................................17
B. Saran............................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
1. Apa perbedaan stres kerja yang ditinjau dari shift kerja pada perawat di RSUD
Dr. Soetomo Surabaya?
2. Bagaimana hubungan kepuasan kerja dengan kesejahteraan psikologis pada
karyawan cleaner ?
3. Apa hubungan antara Job Insecurity dengan kesejahteraan psikologis pada
karyawan Outsourcing?
4. Apa hubungan antara modal psikologis dengan keterikatan kerja pada perawat
di instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya?
5. Apa yang mempengaruhi leader member exchange (LMX) dan work family
conflict (WFC) dalam memprediksi organizational citizenship behavor (OCB)
dan manakah diantara LMX atau WFC yang lebih efektif dalam memprediksi
OCB?
C. Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Pengertian shift kerja menurut para ahli :
1. Menurut Suma’mur (2013), shift kerja merupakan pola waktu kerja yang
diberikan pada tenaga kerja untuk mengerjakan sesuatu oleh perusahaan dan
biasanya dibagi atas kerja pagi, sore dan malam.
2. Menurut Nurmianto (2004), shift kerja berbeda dengan hari kerja biasa,
dimana pada hari kerja biasa, pekerjaan dilakukan secara teratur pada waktu
yang telah ditentukan sebelumnya, sedangkan shift kerja dapat dilakukan lebih
dari satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam/hari.
Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti
merawat atau memelihara.
Pengertian perawata menurut para ahli :
1. Menurut Kusnanto (2003), perawat adalah seseorang (seorang profesional)
yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan
melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan pada berbagai jenjang
pelayanan keperawatan.
2. Wardhono (1998) mendefinisikan perawat adalah orang yang telah
menyelesaikan pendidikan professional keperawatan, dan diberi kewenangan
untuk melaksanakan peran serta fungsinya.
4
3. Davis dan Newstrom (1985;105) mendeskripsikan “kepuasan kerja adalah
seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan
mereka”.
5
tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah (perceived
impermanance).
2. Menurut Greenhalgh & Rosenblatt (1984), job insecurity adalah
ketidakberdayaan untuk mempertahankan kelanjutan pekerjaan karena
ancaman situasi dari suatu pekerjaan.
6
E. Pengertian Modal Psikologis dan Keterikatan Kerja
7
Pengertian Work Family Conflict menurut para ahli :
1. Work family conflict adalah salah satu dari bentuk interrole conflict yaitu
tekanan atau ketidakseimbangan peran antara peran dipekerjaan dengan peran
didalam keluarga (Greenhaus &Beutell, 1985).
2. Frone (1997) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga sebagai konflik peran
yang terjadi pada karyawan, di satu sisi ia harus melakukan pekerjaan di
kantor dan di sisi lain harus memperhatikan keluarga secara utuh, sehingga
sulit membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga dan keluarga
mengganggu pekerjaan.
8
BAB III
PEMBAHASAN
A. Perbedaan Stres Kerja Ditinjau dari Shift Kerja pada Perawat di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya
9
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan stress kerja
ditinjau dari shift kerja pada perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Perbedaan
stres kerja dusebabkan oleh faktor-faktor dilingkungan kerja yang tidak
diperhatikan dan dipertimbangkan, seperti kondisi lingkungan kerja saat perawat
bekerja, kondisi pasien, dan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi stres kerja
pada perawat. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Grainger (1999)
bahwa menghadapi pasien, menghadapi kerabat dan keluarga pasien merupakan
salah satu stressor bagi tenaga medis di rumah sakit.
10
data penunjang pendidikan karyawan cleaner PT. SINERGI Integra Services.
Berbeda dengan pernyataan Robert (Siahaan, 2011) yang mengemukakan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan karyawan makaakan mempengaruhi pola pikir
yang nantinya akan berdampak pada tingkat kepuasan kerja.
Dari perhitungan statistik diketahui bahwa dari 22 karyawan cleaner PT.
SINERGI Integra Services yang menempuh pendidikan SMP terdapat 6 karyawan
(50%) memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi dan 6 karyawan
(50%) memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang rendah. Pendidikan SMA
terdapat 3 karyawan (43%) memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi
dan 4 karyawan (57%) memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang rendah.
Pendidikan SMK terdapat 2 karyawan (67%) memiliki tingkat kesejahteraan
psikologis yang tinggi dan 1 karyawan (33%) memiliki tingkat kesejahteraan
psikologis yang rendah. Sementara itu yang menempuh pendidikan STM tidak ada
karyawan yang masuk dalam kategori tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi
maupun rendah.
Kesejahteraan psikologis karyawan cleaner diwpengaruhi oleh evaluasi
pengalaman hidup selama bekerja menjadi CSO. Realita kondisi kerja yang baik
atau tidak, dianggap sebagai suatu konsepsi pengalaman psikologis dalam diri
seorang karyawan (Nopiando, 2012). Dalam penelitian ini, dimensi gaji dari
kepuasan kerja memberikan kontribusi yang paling besar terhadap kesejahteraan
psikologis. Menurut Hasibuan, 2002 (Bagus, 2009) gaji adalah salah satu hal yang
penting bagi setiap karyawan yang bekerja dalam suatu perusahaan, karena dengan
gaji yang diperoleh seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dalam jangka
pendek maupun jangka panjang.
11
job insecurity yang rendah akan diikuti tingkat kesejahteraan psikologis yang
tinggi.
Hasil penelitian di atas membuktikan bahwa adanya hubungan negatif
diantara kedua variabel tersebut. Hasil ini sesuai dengan pendapat dari Nolan,
Wichert dan Burchell dalam Herry dan Salmon (2002:183) yang menyatakan
hubungan antara job insecurity dan kesejahteraan psikologis merupakan korelasi
negatif. Hasil yang tak jauh beda diungkapkan oleh Emberland dan Rudmo
(2010:546) dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa job insecurity sebagai
prediktor kesejahteraan psikologis yang bersifat negatif.
Job insecurity dari sudut pandang kesehatan mental merupakan kondisi yang
menghalangi tercapainya mental yang sehat secara psikologis. Pendapat Maslow
dan Multimen dalam Notosoedirdjo dan Latiput (2005:28) menyatakan mental
yang sehat ditandai dengan adanya rasa aman yang memadai. Ancaman berupa
potensi kehilangan pekerjaan yang dirasakan responden kurang memiliki rasa aman
yang memadai.
Kegagalan memperoleh rasa aman berakibat pada timbulnya job
insecuritypada diri karyawan sehingga menimbulkan masalah terhadap psikologis
karyawan. Job insecurity merupakan pemicu munculnya stres di lingkungan kerja
yang berakibat pada penurunan tingkat kesejahteraan psikologis. Pendapat senada
diungkapkan Warr(1987) dalam Wichert dalam Burchell, Ladipo dan Wilkinson,
(2002:92) yang menyebutkan penurunan tingkat kesejahteraan psikologis ditandai
dengan meningkatnya kecemasan dan depresi, rasa tidak berguna, penurunan
kepercayaan diri dan ketidakpuasan terhadap diri dan lingkungan.
Selain memicu masalah psikologis seperti kecemasan dan depresi, job
insecurity juga berpengaruh terhadap kepuasan hidup terutam kepuasan kerja. Job
insecurity berakibat pada rendahnya kepuasan kerja keryawan (Ashford,1989:819).
Job insecuritymerupakan sumber ketidakpuasan dalam diri karyawan karena
karyawan merasa tidak mempunyai kepastian akan masa depannya. Kondisi
munculnya ketidakpuasan dalm diri seseorang mengurangi tingkat kesejahteraan
psikologis secara umum. Hasil penelitian tenaga et. al. (2008:114) memperlihatkan
adanya hubungan positif yang signifikan antara kepuasankerja dengan
kesejahteraan psikologis.
Job insecurity tidak hanya berhubungan dengan dimensi kebahagiaan dan
kepuasan, tetapi juga berhubungan dengan dimensi emosi positif dan dimensi
12
penguasaan lingkungan dari kesejahteraan psikologis. Munculnya rasa
kekhawatiran dan ketakutan sebagai inti dari job insecurity merupakan emosi
positif yang rendah. Seorang pekerja yang mengalami job insecurity berarti ia tidak
memiliki keyakinan terhadap kemampuannya bertahan menghadapi ketidakpastian
hubungan kerja.
Hadirnya job insecurity sebagai perasaan tidak berdaya erat kaitannya
dengan tingkat optimalisasi dimensi penguasaan lingkungan pekerja yang kurang.
Penguasaan lingkungan merupakan kemampuan individu menciptakan,
mengontrol, dan memanipulasi lingkungan untuk kepentingan hidupnya (Hidalgo
et al. Dalam Wells, 2010:83). Kepentingan seorang pekerja adalah mendapatkan
jaminan masa depan pekerjaan sebagai bentuk jaminan sumber biaya hidup
(Anoraga, 2006:3). Ketidakmampuan mengontrol lingkungan kerja berdampak
ganda selain mengurangi kesejahteraan psikologis juga memperparah tingkat job
insecurity yang dirasakan pekerja.
Kondisi di lapangan memperlihatkan sebagai karyawan dengan status kerja
sebagai karyawan outsourcing, responden yang selalu mengalami bentuk
kekhawatiran dengan ketidakjelasan masa depan terutama setiap akhir masa
kontraknya. Responden tidak bisa memastikan apakah ia mendapatakan
perpanjangan kontrak atau tidak. Pemberitahuan mendapatakan perpanjangan
kontrak biasanya hanya beberapa hari sebelum kontrak mereka habis. Kondisi
inilah yang mengakibatkan munculnya kekhawatiran berupa job insecurity.
Keadaan munculnya job insecuritydari kacamata psikologi dianggap sebagai
kondisi yang mengahalangi tercapainya kondisi sehat secara psikologis atau
dengan kata lain tidak dapat mencapai kesejahteraan psikologis. Menurut Maslow
orang yang sejahtera secara psikologis diartikan sebagai orang yang mampu
mengatualisasikan diri (Ryf dan Singger dalam Snyder dan Lopes, 2002:542).
Aktualisasi tercapai manakala semua dorongan kebutuhan telah terpenuhi mulai
dari kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta dan memiliki, sampai dengan kebutuhan
penghargaan. Kondisi responden penelitian sebagai karyawan outsourcing yang
memiliki tingkat job insecurity dengan kategori sedang memperlihatkan masih
belum terpenuhinya kebutuhan rasa aman secara tuntas. Hal ini tentu saja
mengganggu pemenuhan kebutuhan lain, apalagi kebutuhan aktualisasi diri.
13
D. Hubungan Antara Modal Psikologis dengan Keterikatan Kerja pada Perawat
di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya
Pada penelitian ini hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara keterkaitan kerja pada perawat di instansi rawat inap RSJ Menur
Surabaya. Penjelasan modal psikologis sebagai salah satu anteseden keterikatan
kerja tidak sejalan dengan hasil penelitian ini yang mengatakan bahwa modal
psikologis tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan keterikatan kerja yang
dimiliki oleh perawat.
Dalam penelitian ini, penulis hanya melakukan fokus penelitian terhadap
modal psikologis sebagai anteseden atas keterikatan kerja, faktor-faktor eksternal
yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya seperti interaksi sosial dengan
rekan kerja dan feedback dari atasan merupakan aspek yang luput dari pengamatan
penulis. Sebagai pekerjaan yang berhubungan dengan dunia medis, perawat yang
bekerja di RSJ Menur juga memiliki prosedur tetap untuk setiap permasalahan
yang ada. Sehingga, hal ini juga mungkin akan mempengaruhi respon perawat saat
mengisi skala keterikatan kerja. Karena perawat akan memberikan respon
berdasarkan pencapaian tugas atau target yang memang telah ditentukan dalam
uraian tugasnya.
Berdasarkan pembahasan pada paragraf-paragraf sebelumnya, dapat diambil
sebuah kesimpulan bahwa hasil penlitian ini telah menjawab rumusan masalah dari
penelitian, yaitu tidak ada hubungan antara modal psikologis dengan keterikatan
kerja. Sehingga dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai kelemahan-
kelamahan dalam penelitian ini yang berdampak pada hasil penelitian yang tidak
signifikan, seperti (1) penulis tidak melakukan observasi atau pengamatan terhadap
anteseden keterikatan kerja lainnya, yaitu model JDR yang terdiri atas aspek beban
kerja (job demonds) perawat dan sumber daya pekerjaan (job resources). Model
JDR luput dari pengamatan penulis selama proses penelitian. Hal ini juga didukung
oleh kerangka teoritis keterikatan kerja milik Bakker (2010) yang menyatakan
bahwa hubungan antara modal psikologis dengan keterikatan kerja akan semakin
kuat apabila beban kerja (job demonds) juga tinggi; (2) penelitian ini menggunakan
skala modal psikologis dan skala keterikatan kerja yang dibuat sendiri oleh penulis
berdasarkan uraian tugas (job description) perawat di RSJ Menur. Aitem-aitem
yang diturunkan dari job description rawan melemahkan validalitas konstruk. Hal
14
ini disebabkan karena konstruk teoritis mengenai modal psikologis dan keterikatan
kerja bisa saja terabaikan; (3) konstruk modal psikologis dan keterikatan kerja
merupakan konstruk yang didasarkan pada spirit teoritik psikologi positif. Penulis
kurang memperhatikan perspektif psikologi positif dalam menurunkan aitem-aitem
untuk kedua skala yang digunakan. Beberapa aitem unfavorable dinilai tidak
sejalan dengan spirit teoritik psikologi positif dua konstruk tersebut dengan kalimat
negatif.
15
Dalam penelitian ini juga diketahui bahwa WFC signifikan dalam
memprediksi OCB dan sifat hubungannya negatif. Hal ini sejalan dengan penelitian
terdahulu menyatakan bahwa konflik peran berkaitan secara negatif dengan OCB,
dan tekanan waktu dipekerjaan juga berhubungan secara negatif dengan OCB
(Thompson & Werner,1997; Hui, dkk, 1997 dalam Bragger, 2005). Dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi konflik yang dialami baik di keluarga maupun
dipekerjaan, semakin rendah karyawan terikat dengan OCB.
Wech, 2002, menyatakan bahwa karyawan yang mengalami tingkat konflik
yang tinggi akan merasa bertanggung jawab untuk mempertahankan performa kerja
inrole agar tetap tinggi, dikarenakan akan menjadi salah satu bagian dari evaluasi
yang dilakukan atasan. Pada saat yang bersamaan karyawan termotivasi untuk
menyelesaikan masalah personal terlebih dahulu. Hal ini mengakibatkan mereka
memutuskan untuk tidak melakukan pekerjaan diluar tanggung jawabnya bagi
organisasi dan menurunkan tingkat keterikatan mereka untuk menampilkan OCB.
16
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
17
4. Berdasarkan hasil analisa data, maka diperoleh kesimpulan utama bahwa tidak
terdapat hubungan antara modal psikologis dengan keterikatan kerja pada perawat di
instalasi rawat inap Rumah sakit Jiwa Menur Surabaya.
5. Hasil penelitian ini telah menjawab tujuan penelitian untuk mengetahui ada
atau tidak pengaruh antara Leader-Member Exchange (LMX) dan Work-
Family Conflict (WFC) dalam memprediksi Organitation
kontribusi/pengaruh terhadap OCB. Dapat dikatakan dalam penelitian ini
ditemukan bahwa WFC lebih mempengaruhi OCB dibandingkan LMX
B. Saran
Semoga makalah ini dapat membantu para pembaca dan dapat memberikan
pengetahuan tentang PSIKOLOGI INDUSTRI. Kami mengetahui bahwa
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya dari segi penulisannya. Oleh
karena itu, saran dari pembaca sangat Kami butuhkan untuk mengoreksi makalah
ini agar lebih baik lagi. Adapun saran dari Kami untuk pembaca agar lebih sering
membaca untuk memperoleh wawasan yang lebih luas lagi.
18
DAFTAR PUSTAKA
Indrianti, R. (2012). Hubungan Antara Modal Psikologis Dengan Keterikatan Kerja Pada
Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya, 1(03).
Revalicha, N. S. (2012). Perbedaan Stres Kerja Ditinjau dari Shift Kerja pada Perawat di
RSUD Dr . Soetomo Surabaya, 1(3).
Sandjaja, M. (n.d.). Pengaruh Leader Member Exchange dan Work Family Conflict
terhadap Organizational Citizenship Behavior, 1(02), 73–80.