Anda di halaman 1dari 23

Tugas Kelompok

PSIKOLOGI INDUSTRI

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

1. DHIYA RAMADHANI J1A118189


2. WULAN PURNAMASARI J1A118147
3. WIDYA ASTUTIK J1A118195
4. SUCI RAHMADANI J1A118105
5. IRMAYANTI J1A118107
6. TRI ARDIANTI ANDI GOA J1A118178
7. DECKY PASALLI J1A118143
8. YETINAN AZIZA J1A118108
9. LIDYA SARI J1A118125
10. HESTIA NINGSIH J1A118184

PITRAH ASFIAN, S.Sos., M.Sc.

FAKULTAS KESEHATAN MASARAKAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan
Rahmatnya yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga makalah ini
dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini membahas tentang “PSIKOLOGI
INDUSTRI”. Walaupun makalah ini tidak sepenuhnya sempurna diharapkan makalah ini
mampu memenuhi tugas dari mata kuliah Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan
dari makalah ini diharapkan mampu memberikan kita banyak pengetahuan dan
pembelajaran mengenai PSIKOLOGI INDUSTRI. Untuk itu, Kami mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca, agar tugas ini nantinya dapat menjadi lebih baik lagi. Demikian
apabila terdapat banyak kesalahan pada tugas ini kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Kendari, 5 Maret 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................. 3
A. Pengertian Psikologi Industri.........................................................................................................3
B. Pengertian Stres Kerja, Shift Kerja, dan Perawat...........................................................................3
C. Pengertian Kepuasan Kerja, Kesejahteraan Psikologis, dan Kerja.................................................4
D. Pengertian Job Insecurity, Kesejahteraan Psikologis, dan Outsourcing........................................5
E. Pengertian Modal Psikologis dan Keterikatan Kerja......................................................................7
F. Pengertian Leader Member Exchange (LMX), Work Family Conflict (WFC), dan Organizational
Citizenship Behavor (OCB).............................................................................................................7
BAB III PEMBAHASAN...................................................................................................................... 9
A. Perbedaan Stres Kerja Ditinjau dari Shift Kerja pada Perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya...9
B. Hubungan Kepuasan Kerja dengan Kesejahteraan Psikologis pada Karyawan Cleaner yang
Menerima Gaji Tidak Sesuai Standar UMP..................................................................................10
C. Hubungan antara Job Insecurity dengan Kesejahteraan Psikologi pada Karyawan Outsourcing
......................................................................................................................................................11
D. Hubungan Antara Modal Psikologis dengan Keterikatan Kerja pada Perawat di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya......................................................................................14
E. Pengaruh Leader Member Exchange(LMX) dan Work Family Confilict (WFC) dalam
Memprediksi Organizational Citizenship Behavor (OCB) dan LMX atau WFC yang Efektif dalam
Memprediksi OCB .......................................................................................................................15
BAB IV PENUTUP........................................................................................................................... 17
A. Kesimpulan...................................................................................................................................17
B. Saran............................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Psikologi sebagai ilmu mulai diperkenalkan di Indonesia sebelum Perang


Dunia II melalui lembaga-lembaga pendidikan. Psikologi diajarkan di sekolah-
sekolah pendidikan guru. Prinsip-prinsip psikologi ketika itu utamanya diterapkan
pada bidang pendidikan.
Baru pada tahun 1953, dengan didirikannya Lembaga Pendidikan Asisten
Psikologi, psikologi bukan saja merupakan ilmu yang diterapkan dibidang
pendidikan, tetapi mulai menjadi ilmu yang dikembangkan di Indonesia dan
diterapkan ke berbagai bidang kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga, sekolah,
pekerjaan, dan kehidupan masyarakat pada umumnya.
Perkembangan psikologi di Indonesia, khususnya perkembangan psikologi
industri, masih sangat dipengaruhi oleh perkembangan psikologi di Negara-negara
Barat, terutama Amerika Serikat. Banyak buku dan majalah psikologi dari Negara-
negara Barat (terutama yang berbahasa Inggris) merupakan buku pegangan dan
buku acuan dalam pengembangan dan penerapan psikologi di Indonesia.

Dalam bidang industri khususnya dalam lingkungan kerja perusahaan, tidak


dipungkiri bahwa masih banyaknya tingkat kondisi kerja yang tidak sesuai dengan
harapan yang dimiliki karyawannya dalam sebuah perusahaan, dan itu banyak
membuat permasalahan baru yang muncul dalam sebuah perusahaan yang
menyebabkan stres kerja dan produktivitas yang menurun dan berimbas pada tujuan
perusahaan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini, yaitu:

1
1. Apa perbedaan stres kerja yang ditinjau dari shift kerja pada perawat di RSUD
Dr. Soetomo Surabaya?
2. Bagaimana hubungan kepuasan kerja dengan kesejahteraan psikologis pada
karyawan cleaner ?
3. Apa hubungan antara Job Insecurity dengan kesejahteraan psikologis pada
karyawan Outsourcing?
4. Apa hubungan antara modal psikologis dengan keterikatan kerja pada perawat
di instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya?
5. Apa yang mempengaruhi leader member exchange (LMX) dan work family
conflict (WFC) dalam memprediksi organizational citizenship behavor (OCB)
dan manakah diantara LMX atau WFC yang lebih efektif dalam memprediksi
OCB?

C. Tujuan

Tujuan dari makalah ini, yaitu:


1. Untuk mengetahui perbedaan stres kerja yang ditinjau dari shift kerja pada
perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
2. Untuk mengetahui perbedaan stres kerja yang ditinjau dari shift kerja pada
perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
3. Untuk mengetahui hubungan antara job insecurity dengan kesejahteraan
psikologis pada karyawan outsourcing
4. Untuk mengetahui hubungan antara modal psikologis dengan keterikatan kerja
pada perawat di instalasi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.
5. Untuk mengetahui pengaruh leader member exchange (LMX) dan work
family conflict (WFC) dalam memprediksi organizational citizenship behavor
(OCB) dan LMX atau WFC yang lebih efektif dalam memprediksi OCB.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Psikologi Industri

Psikologi industri adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia di tempat


kerja. Ilmu ini berfokus pada pengambilan keputusan kelompok, semangat kerja
karyawan, motivasi kerja, produktivitas, stres kerja, seleksi pegawai, strategi
pemasaran, rancangan alat kerja, dan berbagai masalah lainnya.
Pengertian psikologi industri menurut para ahli :
1. Guion (1983) => Psikologi industri adalah studi tentang hubungan antara
manusia dengan dunia kerja. Riset terhadap manusia kemana mereka pergi,
mereka bertemu dan apa yang mereka lakukan untuk memenuhi
kehidupannya.
2. Blum dan Taylor (1968) => Psikologi industri adalah aplikasi yang simple
atau pendalaman dari fakta-fakta dan prinsip-prinsip psikologis yang berkaitan
dengan manusia dalam konteks bisnis dan industri.

B. Pengertian Stres Kerja, Shift Kerja, dan Perawat

Stres kerja adalah sesuatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya


ketidakseimbangan fisik dan psikis yang mempengaruhi emosi, proses berpikir,
dan kondisi seorang karyawan.
Pengertian stres kerja menurut para ahli :
1. Stres kerja merupakan beban kerja yang berlebihan, perasaan susah dan
ketegangan emosional yang menghambat performance individu (Robbins,
2004).
2. Menurut Anwar (1993), Stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau
rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya.

Shift kerja mempunyai berbagai definisi tetapi biasanya shift kerja


disamakan dengan pekerjaan yang dibentuk diluar jam kerja biasa (08.00-17.00).

3
Pengertian shift kerja menurut para ahli :
1. Menurut Suma’mur (2013), shift kerja merupakan pola waktu kerja yang
diberikan pada tenaga kerja untuk mengerjakan sesuatu oleh perusahaan dan
biasanya dibagi atas kerja pagi, sore dan malam.
2. Menurut Nurmianto (2004), shift kerja berbeda dengan hari kerja biasa,
dimana pada hari kerja biasa, pekerjaan dilakukan secara teratur pada waktu
yang telah ditentukan sebelumnya, sedangkan shift kerja dapat dilakukan lebih
dari satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam/hari.

Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti
merawat atau memelihara.
Pengertian perawata menurut para ahli :
1. Menurut Kusnanto (2003), perawat adalah seseorang (seorang profesional)
yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan
melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan pada berbagai jenjang
pelayanan keperawatan.
2. Wardhono (1998) mendefinisikan perawat adalah orang yang telah
menyelesaikan pendidikan professional keperawatan, dan diberi kewenangan
untuk melaksanakan peran serta fungsinya.

C. Pengertian Kepuasan Kerja, Kesejahteraan Psikologis, dan Kerja

Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional terhadap berbagai


segi atau aspek pekerjaan seseorang sehingga kepuasan kerja bukan merupakan
konsep tunggal.
Pengertian kepuasan kerja menurut para ahli :
1. Menurut Kreitner dan Kinicki (2001;271) kepuasan kerja adalah “suatu
efektifitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan”.
2. Menurut Robbins(2003;78) kepuasan kerja adalah “sikap umum terhadap
pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan
yag diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka
terima”.

4
3. Davis dan Newstrom (1985;105) mendeskripsikan “kepuasan kerja adalah
seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan
mereka”.

Kesejahteraan psikologis adalah pencapaian penuh dari potensi psikologis


seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan
kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang
positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan
lingkungan, dan terus bertumbuh secara personal.
Pengertian kesejahteraan psikologis menurut para ahli :
1. Menurut Ramos (2007) kesejahteraan psikologis adalah kebaikan,
keharmonisan, menjalin hubungan baik dengan orang lain baik antar individu
maupun dalam kelompok.

Gaji adalah suatu pembayaran periodik dari seorang majikan (perusahaan)


kepada karyawan.
Pengertian gaji menurut para ahli :
1. Menurut Rivai gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima oleh
pegawai karyawan/ pegawai sebagai konsekuensi dari statusnya sebagai
seorang karyawan atau pegawai yang memberikan kontribusi dalam mencapai
tujuan organisasi/ perusahaan.
2. Menurut Hariandji (2002:245) dalam kadarisman gaji adalah balas jasa dalam
bentuk uang yang diterima karyawan atau pegawai sebagai konsekwensi dari
kedudukannya sebagai seorang karyawan atau pegawai yang memberikan
sumbangan dalam kedudukan disebuah organisasi.

D. Pengertian Job Insecurity, Kesejahteraan Psikologis, dan Outsourcing

Job insecurity merupakan perasaan tegang, gelisah, khawatir dan merasa


tidak pasti dalam kaitannya dengan sifat dan keberadaan pekerjan selanjutnya yang
dirasakan karyawan.
Pengertian job insecurity menurut para ahli :
1. Smithson & Lewis (2000) mengartikan job insecurity sebagai kondisi
psikologis seseorang (karyawan) yang menunjukkan rasa bingung atau merasa

5
tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah (perceived
impermanance).
2. Menurut Greenhalgh & Rosenblatt (1984), job insecurity adalah
ketidakberdayaan untuk mempertahankan kelanjutan pekerjaan karena
ancaman situasi dari suatu pekerjaan.

Kesejahteraan psikologis merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari


potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan
dirinya, mandiri, mampu membina hubungan positif dengan orang lain, dapat
menguasai lingkungannya dalam arti memodifikasi lingkungannya agar sesuai
dengan keinginannya, memiliki tujuan hidup, serta terus mengembangkan
pribadinya.
Pengertian kesejahteraan psikologis menurut para ahli :
1. Kesejahteraan psikologis (psychological well-being) merupakan suatu kondisi
tertinggi yangdapat dicapai oleh individu yang mencakup evaluasi dan
penerimaan diri pada berbagai aspek kehidupan tidak hanya berupa aspek
positif namun juga aspek negatif yang terbagi dalam enam dimensi,
yaitu:dimensi penerimaan diri, dimensi hubungan positif dengan orang lain,
dimensi otonomi, dimensi penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan dimensi
pengembangan pribadi (Lakoy, 2009).
2. Psychological well-being adalah masalah emosi (De Lazzari, 2000).

Outsourcing dalam bidang ketenagakerjaan, diartikan sebagai pemanfaatan


tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan oleh suatu
perusahaan, melalui perusahaan penyedia/pengerah tenaga kerja. Dalam bidang
manajemen, outsourcing diberikan pengertian sebagai pendelegasian operasi dan
manajemen harian suatu proses bisnis pada pihak luar/perusahaan penyedia jasa
outsourcing.
Pengertian outsourcing menurut para ahli :
1. Menurut Libertus Jehani (2008: 1), bahwa outsourcing merupakan bentuk
penyerahan pekerjaan tertentu suatu perusahaan kepada pihak ketiga yang
dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi beban perusahaan tersebut.

6
E. Pengertian Modal Psikologis dan Keterikatan Kerja

Pengertian modal psikologi menurut para ahli :


1. Menurut Osigweh (1989), psycological capital adalah suatu pendekatan yang
dicirikan pada dimensi-dimensi yang bisa mengoptimalkan potensi yang
dimiliki individu sehingga bisa membantu.
2. Zhenguo Zhao (2009) menyebutkan Psychological Capital sebagai keadaan
pengembangan individu yang positif yang meliputi empat aspek yaitu: 1) self
efficacy, 2) optimism, 3) hope, dan 4) resiliency.

Pengertian keterikatan kerja menurut para ahli :


1. Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam pekerjaan
dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan peran kerjanya,
bekerja dan mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif dan emosional
selama bekerja.
2. Brown, (Robbins, 2003) memberikan definisi work engagement yaitu dimana
seorang karyawan dikatakan work engagement dalam pekerjaannya apabila
karyawan tersebut dapat mengidentifikasikan diri secara psikologis dengan
pekerjaannya, dan menganggap kinerjanya penting untuk dirinya, selain untuk
organisasi.

F. Pengertian Leader Member Exchange (LMX), Work Family Conflict (WFC),


dan Organizational Citizenship Behavor (OCB)

Leader Member Exchange merupakan kualitas hubungan timbal balik antara


pemimpin dan karyawan dalam sebuah organisasi.

Pengertian Leader Member Exchange menurut para ahli :


1. Menurut Dansereau et al., (1975), Graen dan Cashman (1975) Leader Member
Exchange merupakan proses komunikasi dua arah antara pemimpin dalam
membina hubungan dengan setiap rekan kerjanya (dalam O’Donnell, Yukl dan
Taber, 2012, p.143).

7
Pengertian Work Family Conflict menurut para ahli :
1. Work family conflict adalah salah satu dari bentuk interrole conflict yaitu
tekanan atau ketidakseimbangan peran antara peran dipekerjaan dengan peran
didalam keluarga (Greenhaus &Beutell, 1985).
2. Frone (1997) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga sebagai konflik peran
yang terjadi pada karyawan, di satu sisi ia harus melakukan pekerjaan di
kantor dan di sisi lain harus memperhatikan keluarga secara utuh, sehingga
sulit membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga dan keluarga
mengganggu pekerjaan.

Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan kontribusi individu


yang dalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan di-reward oleh perolehan
kinerja tugas. OCB ini melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku menolong
orang lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-
aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja.
Pengertian Organizational Citizenship Behavior menurut para ahli :
1. Menurut Organ (1988)dalam Budihardjo, (2011) OCB adalah suatu perilaku
sukarela individu (dalam hal ini karyawan) yang tidak secara langsung
berkaitan dalam sistem pengimbalan namun berkontribusi pada keefektifan
organisasi. Dengan kata lain, OCB merupakan perilaku seorang karyawan
bukan karena tuntutan tugasnya namun lebih didasarkan pada
kesukarelaannya.
2. Menurut Enhart (2004)dalam Khalid dan Ali (2005) OCB didefinisikan
sebagai perilaku yang mempertinggi nilai dan pemeliharaan sosial lingkungan
psikologi yang mendukung hasil pekerjaan.
3. Johns (1996)dalam Budihardjo (2014) mengemukakan bahwa OCB memiliki
karakteristik perilaku sukarela (extra-role behaviour)yang tidak termasuk
dalam uraian jabatan, perilaku spontan/tanpa sasaran atau perintah seseorang,
perilaku yang bersifat menolong, serta perilaku yang tidak mudah terlihat serta
dinilai melalui evaluasi kinerja.

8
BAB III

PEMBAHASAN

A. Perbedaan Stres Kerja Ditinjau dari Shift Kerja pada Perawat di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya

Berdasarkan hasil analisis uji komparatif data yang menggunakan uji F


(Anova), diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,688 yang berarti tidak ada
perbedaan pada variabel stres kerja yang ditinjau dari shift kerja. Dengan hasil
analisis data di atas, maka untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan stres kerja ditinjau dari shift kerja
pada perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Penelitian ini juga melakukan uji analisis untuk mengetahui hubungan antara
jenis kelamin, usia, dan lama bekerja dengan stres kerja, serta hubungan antara
shift kerja dengan karakteristik pekerjaan (active, passive, high job strain, low job
strain) pada perawat di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya. Hasil analisis data
deskriptif subjek berdasarkan jenis kelamin yang menggunakan uji chi square
diperoleh nilai Asymp. Sig. sebesar 0,686 yang berarti tidak ada hubungan antara
jenis kelamin dengan stres kerja pada perawat di Rumah Sakit Dr. Soetomo
Surabaya. Hasil analisis data deskriptif subjek berdasarkan usia yang menggunakan
uji chi square diperoleh nilai Asymp. Sig. sebesar 0,016 yang berarti ada hubungan
antara usia dengan stres kerja pada perawat di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya.
Hal ini sesuai dengan teori Braznitz & Golberger (dalam Wahyuningsih, 2007)
bahwa setiap individu memiliki ambang stress yang berbeda-beda.
Hasil analisis data deskriptif subjek berdasarkan lama bekerja yang
menggunakan uji chi square diperoleh nilai Asymp. Sig . sebesar 0,598 yang
berarti tidak ada hubungan antara lama bekerja dengan stres kerja pada perawat di
Rumah Sakit Dr. S0etomo Surabaya. Berdasarkan analisis deskriptif subjek
berdasarkan karakteristik pekerjaan dan shift kerja yang menggunakan uji chi
square diperoleh nilai Asymp. Sig. sebesar 0,548 yang berarti tidak ada hubungan
antara shift kerja dengan karakteristik pekerjaan pada perawat di Rumah Sakit Dr.
Soetomo Surabaya.

9
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan stress kerja
ditinjau dari shift kerja pada perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Perbedaan
stres kerja dusebabkan oleh faktor-faktor dilingkungan kerja yang tidak
diperhatikan dan dipertimbangkan, seperti kondisi lingkungan kerja saat perawat
bekerja, kondisi pasien, dan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi stres kerja
pada perawat. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Grainger (1999)
bahwa menghadapi pasien, menghadapi kerabat dan keluarga pasien merupakan
salah satu stressor bagi tenaga medis di rumah sakit.

B. Hubungan Kepuasan Kerja dengan Kesejahteraan Psikologis pada Karyawan


Cleaner yang Menerima Gaji Tidak Sesuai Standar UMP

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ariati, 2010 terhadap dosen di


Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro mendapatkan hasil penelitian yang
menyatakan bahwa hubungan kesejahteraan psikologis dengan kepuasan kerja
tidak memiliki korelasi yang signifikan. Sedangkan menurut Judge dan Locke
(dalam Russell, 2008) menemukan hubungan saling mempengaruhi antara
kepuasan kerja dengan kesejahteraan psikologis pada perawat.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang berbeda, maka fenomena
yang terjadi di PT. SINERGI Integra Services sebagai suatu perusahaan yang
bergerak di bidang outsourcing dengan karyawan cleaner yang menerima gaji di
bawah standar UMP sangat menarik untuk diteliti apakah terdapat hubungan
kepuasan kerja dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan cleaneryang
menerima gaji tidak sesuai standar UMP di PT. SINERGI Integra Services.
Menurut Locke (Munandar, 2008), kepuasan kerja yang dialami para
karyawan bergantung pada ada atau tidak adanya kesenjangan antara harapan
dengan kenyataan yang dirasakan terhadap pekerjaan. Sedangkan hasil pengolahan
data kategorisasi kesejahteraan psikologis, menunjukkan bahwa karyawan cleaner
PT. SINERGI Integra Services memiliki jumlah yang sama pada tingkat
kesejahteraan psikologis tinggi maupun rendah.
Berdasarkan hasil pengujian keterkaitan antara kepuasan kerja dengan data
penunjang pendidikan melalui uji chi-square, dimana diperoleh hasil nilai
signifikansi (Asymp. Sig (2-sided) sebesar 0,756 (0,756 > 0,05). Sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara kepuasan kerja dengan

10
data penunjang pendidikan karyawan cleaner PT. SINERGI Integra Services.
Berbeda dengan pernyataan Robert (Siahaan, 2011) yang mengemukakan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan karyawan makaakan mempengaruhi pola pikir
yang nantinya akan berdampak pada tingkat kepuasan kerja.
Dari perhitungan statistik diketahui bahwa dari 22 karyawan cleaner PT.
SINERGI Integra Services yang menempuh pendidikan SMP terdapat 6 karyawan
(50%) memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi dan 6 karyawan
(50%) memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang rendah. Pendidikan SMA
terdapat 3 karyawan (43%) memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi
dan 4 karyawan (57%) memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang rendah.
Pendidikan SMK terdapat 2 karyawan (67%) memiliki tingkat kesejahteraan
psikologis yang tinggi dan 1 karyawan (33%) memiliki tingkat kesejahteraan
psikologis yang rendah. Sementara itu yang menempuh pendidikan STM tidak ada
karyawan yang masuk dalam kategori tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi
maupun rendah.
Kesejahteraan psikologis karyawan cleaner diwpengaruhi oleh evaluasi
pengalaman hidup selama bekerja menjadi CSO. Realita kondisi kerja yang baik
atau tidak, dianggap sebagai suatu konsepsi pengalaman psikologis dalam diri
seorang karyawan (Nopiando, 2012). Dalam penelitian ini, dimensi gaji dari
kepuasan kerja memberikan kontribusi yang paling besar terhadap kesejahteraan
psikologis. Menurut Hasibuan, 2002 (Bagus, 2009) gaji adalah salah satu hal yang
penting bagi setiap karyawan yang bekerja dalam suatu perusahaan, karena dengan
gaji yang diperoleh seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dalam jangka
pendek maupun jangka panjang.

C. Hubungan antara Job Insecurity dengan Kesejahteraan Psikologi pada


Karyawan Outsourcing

Hasil uji hipotesis kesimpulan bahwa hipotesis yang diajukan dalam


penelitian ini dapat diterima. Hasil analisi korelasi dengan menggunakan teknik
korealasi product moment dari person menunjukkan koefisien korelasi sebesar
-0,44. Hasil korelasi ini menunjukkan ada hubungan negatif antara job insecurity
dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan outsourcing. Tingginya tingkat

11
job insecurity yang rendah akan diikuti tingkat kesejahteraan psikologis yang
tinggi.
Hasil penelitian di atas membuktikan bahwa adanya hubungan negatif
diantara kedua variabel tersebut. Hasil ini sesuai dengan pendapat dari Nolan,
Wichert dan Burchell dalam Herry dan Salmon (2002:183) yang menyatakan
hubungan antara job insecurity dan kesejahteraan psikologis merupakan korelasi
negatif. Hasil yang tak jauh beda diungkapkan oleh Emberland dan Rudmo
(2010:546) dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa job insecurity sebagai
prediktor kesejahteraan psikologis yang bersifat negatif.
Job insecurity dari sudut pandang kesehatan mental merupakan kondisi yang
menghalangi tercapainya mental yang sehat secara psikologis. Pendapat Maslow
dan Multimen dalam Notosoedirdjo dan Latiput (2005:28) menyatakan mental
yang sehat ditandai dengan adanya rasa aman yang memadai. Ancaman berupa
potensi kehilangan pekerjaan yang dirasakan responden kurang memiliki rasa aman
yang memadai.
Kegagalan memperoleh rasa aman berakibat pada timbulnya job
insecuritypada diri karyawan sehingga menimbulkan masalah terhadap psikologis
karyawan. Job insecurity merupakan pemicu munculnya stres di lingkungan kerja
yang berakibat pada penurunan tingkat kesejahteraan psikologis. Pendapat senada
diungkapkan Warr(1987) dalam Wichert dalam Burchell, Ladipo dan Wilkinson,
(2002:92) yang menyebutkan penurunan tingkat kesejahteraan psikologis ditandai
dengan meningkatnya kecemasan dan depresi, rasa tidak berguna, penurunan
kepercayaan diri dan ketidakpuasan terhadap diri dan lingkungan.
Selain memicu masalah psikologis seperti kecemasan dan depresi, job
insecurity juga berpengaruh terhadap kepuasan hidup terutam kepuasan kerja. Job
insecurity berakibat pada rendahnya kepuasan kerja keryawan (Ashford,1989:819).
Job insecuritymerupakan sumber ketidakpuasan dalam diri karyawan karena
karyawan merasa tidak mempunyai kepastian akan masa depannya. Kondisi
munculnya ketidakpuasan dalm diri seseorang mengurangi tingkat kesejahteraan
psikologis secara umum. Hasil penelitian tenaga et. al. (2008:114) memperlihatkan
adanya hubungan positif yang signifikan antara kepuasankerja dengan
kesejahteraan psikologis.
Job insecurity tidak hanya berhubungan dengan dimensi kebahagiaan dan
kepuasan, tetapi juga berhubungan dengan dimensi emosi positif dan dimensi

12
penguasaan lingkungan dari kesejahteraan psikologis. Munculnya rasa
kekhawatiran dan ketakutan sebagai inti dari job insecurity merupakan emosi
positif yang rendah. Seorang pekerja yang mengalami job insecurity berarti ia tidak
memiliki keyakinan terhadap kemampuannya bertahan menghadapi ketidakpastian
hubungan kerja.
Hadirnya job insecurity sebagai perasaan tidak berdaya erat kaitannya
dengan tingkat optimalisasi dimensi penguasaan lingkungan pekerja yang kurang.
Penguasaan lingkungan merupakan kemampuan individu menciptakan,
mengontrol, dan memanipulasi lingkungan untuk kepentingan hidupnya (Hidalgo
et al. Dalam Wells, 2010:83). Kepentingan seorang pekerja adalah mendapatkan
jaminan masa depan pekerjaan sebagai bentuk jaminan sumber biaya hidup
(Anoraga, 2006:3). Ketidakmampuan mengontrol lingkungan kerja berdampak
ganda selain mengurangi kesejahteraan psikologis juga memperparah tingkat job
insecurity yang dirasakan pekerja.
Kondisi di lapangan memperlihatkan sebagai karyawan dengan status kerja
sebagai karyawan outsourcing, responden yang selalu mengalami bentuk
kekhawatiran dengan ketidakjelasan masa depan terutama setiap akhir masa
kontraknya. Responden tidak bisa memastikan apakah ia mendapatakan
perpanjangan kontrak atau tidak. Pemberitahuan mendapatakan perpanjangan
kontrak biasanya hanya beberapa hari sebelum kontrak mereka habis. Kondisi
inilah yang mengakibatkan munculnya kekhawatiran berupa job insecurity.
Keadaan munculnya job insecuritydari kacamata psikologi dianggap sebagai
kondisi yang mengahalangi tercapainya kondisi sehat secara psikologis atau
dengan kata lain tidak dapat mencapai kesejahteraan psikologis. Menurut Maslow
orang yang sejahtera secara psikologis diartikan sebagai orang yang mampu
mengatualisasikan diri (Ryf dan Singger dalam Snyder dan Lopes, 2002:542).
Aktualisasi tercapai manakala semua dorongan kebutuhan telah terpenuhi mulai
dari kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta dan memiliki, sampai dengan kebutuhan
penghargaan. Kondisi responden penelitian sebagai karyawan outsourcing yang
memiliki tingkat job insecurity dengan kategori sedang memperlihatkan masih
belum terpenuhinya kebutuhan rasa aman secara tuntas. Hal ini tentu saja
mengganggu pemenuhan kebutuhan lain, apalagi kebutuhan aktualisasi diri.

13
D. Hubungan Antara Modal Psikologis dengan Keterikatan Kerja pada Perawat
di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya

Pada penelitian ini hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara keterkaitan kerja pada perawat di instansi rawat inap RSJ Menur
Surabaya. Penjelasan modal psikologis sebagai salah satu anteseden keterikatan
kerja tidak sejalan dengan hasil penelitian ini yang mengatakan bahwa modal
psikologis tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan keterikatan kerja yang
dimiliki oleh perawat.
Dalam penelitian ini, penulis hanya melakukan fokus penelitian terhadap
modal psikologis sebagai anteseden atas keterikatan kerja, faktor-faktor eksternal
yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya seperti interaksi sosial dengan
rekan kerja dan feedback dari atasan merupakan aspek yang luput dari pengamatan
penulis. Sebagai pekerjaan yang berhubungan dengan dunia medis, perawat yang
bekerja di RSJ Menur juga memiliki prosedur tetap untuk setiap permasalahan
yang ada. Sehingga, hal ini juga mungkin akan mempengaruhi respon perawat saat
mengisi skala keterikatan kerja. Karena perawat akan memberikan respon
berdasarkan pencapaian tugas atau target yang memang telah ditentukan dalam
uraian tugasnya.
Berdasarkan pembahasan pada paragraf-paragraf sebelumnya, dapat diambil
sebuah kesimpulan bahwa hasil penlitian ini telah menjawab rumusan masalah dari
penelitian, yaitu tidak ada hubungan antara modal psikologis dengan keterikatan
kerja. Sehingga dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai kelemahan-
kelamahan dalam penelitian ini yang berdampak pada hasil penelitian yang tidak
signifikan, seperti (1) penulis tidak melakukan observasi atau pengamatan terhadap
anteseden keterikatan kerja lainnya, yaitu model JDR yang terdiri atas aspek beban
kerja (job demonds) perawat dan sumber daya pekerjaan (job resources). Model
JDR luput dari pengamatan penulis selama proses penelitian. Hal ini juga didukung
oleh kerangka teoritis keterikatan kerja milik Bakker (2010) yang menyatakan
bahwa hubungan antara modal psikologis dengan keterikatan kerja akan semakin
kuat apabila beban kerja (job demonds) juga tinggi; (2) penelitian ini menggunakan
skala modal psikologis dan skala keterikatan kerja yang dibuat sendiri oleh penulis
berdasarkan uraian tugas (job description) perawat di RSJ Menur. Aitem-aitem
yang diturunkan dari job description rawan melemahkan validalitas konstruk. Hal

14
ini disebabkan karena konstruk teoritis mengenai modal psikologis dan keterikatan
kerja bisa saja terabaikan; (3) konstruk modal psikologis dan keterikatan kerja
merupakan konstruk yang didasarkan pada spirit teoritik psikologi positif. Penulis
kurang memperhatikan perspektif psikologi positif dalam menurunkan aitem-aitem
untuk kedua skala yang digunakan. Beberapa aitem unfavorable dinilai tidak
sejalan dengan spirit teoritik psikologi positif dua konstruk tersebut dengan kalimat
negatif.

E. Pengaruh Leader Member Exchange(LMX) dan Work Family Confilict


(WFC)

Penelitian ini menunjukkan bahwa LMX dan WFC secara bersama-sama


memberikan pengaruh dalam memprediksi OCB. Hal ini dikarenakan LMX dan
OCB merupakan faktor yang mampu menyebabkan meningkat atau menurunnya
OCB (Thompson & Werner (1997), dalamBragger, 2005; Organ & Ryan,
1995;Podsakoff, dkk, 2000).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa LMX dan WFC secara bersama-
sama mampu memprediksi OCB sebesar 28,7%. Namun, masih banyak variabel
lain diluar variabel independen yang diteliti yang mampu menjelaskan variasi
OCB, antara lain: masa kerja (enis kelamin (Konrad, dkk, 2000; George, 1998,
dalam Novliadi, 2007), faktor intrinsik (dari dalam diri sendiri), seperti kepribadian
(Penner, Midili, & Kegelmeyer, dalam Sloat, 1999), dan budaya organisasi ). LMX
tidak berpengaruh secara signifikan dalam Greenberg & Barin (2000), dalam
Novliadi, 2007), persepsi terhadap dukungan organisasi (Shore dan Wyne (1993,
dalam Novliadi, 2007), (Organ & Ryan,1995).
Secara lebih spesifik penelitian ini mendapatkan bahwa LMX tidak
berpengaruh secara signifikan dalam memprediksi variasi OCB. Hasil yang sama
juga ditemukan oleh penelitian Rofcanin & Mehtap, 2010. Rofcanin & Mehtap,
2010 menyatakan bahwa LMX tidak berpengaruh terhadap OCB dikarenakan
dengan meningkatnya dukungan dari atasan, bawahan akan merasakan
pekerjaannya sangat mudah untuk dilakukan dan mereka tidak akan menunjukkan
keterikatan dan komitmennya pada organisasi. Dengan kata lain, akan terjadi social
loafing ketika karyawan memandang posisi/kedudukannya aman dalam
perusahaan.

15
Dalam penelitian ini juga diketahui bahwa WFC signifikan dalam
memprediksi OCB dan sifat hubungannya negatif. Hal ini sejalan dengan penelitian
terdahulu menyatakan bahwa konflik peran berkaitan secara negatif dengan OCB,
dan tekanan waktu dipekerjaan juga berhubungan secara negatif dengan OCB
(Thompson & Werner,1997; Hui, dkk, 1997 dalam Bragger, 2005). Dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi konflik yang dialami baik di keluarga maupun
dipekerjaan, semakin rendah karyawan terikat dengan OCB.
Wech, 2002, menyatakan bahwa karyawan yang mengalami tingkat konflik
yang tinggi akan merasa bertanggung jawab untuk mempertahankan performa kerja
inrole agar tetap tinggi, dikarenakan akan menjadi salah satu bagian dari evaluasi
yang dilakukan atasan. Pada saat yang bersamaan karyawan termotivasi untuk
menyelesaikan masalah personal terlebih dahulu. Hal ini mengakibatkan mereka
memutuskan untuk tidak melakukan pekerjaan diluar tanggung jawabnya bagi
organisasi dan menurunkan tingkat keterikatan mereka untuk menampilkan OCB.

16
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan


bahwa tidak terdapat perbedaan stres kerja ditinjau dari shift kerja pada
perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Tidak adanya perbedaan stres
kerja pada penelitian ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sistem
rotasi shift kerja di Irna Medik Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya yang
paling lama berotasi tiga hari sekali sehingga perawat sering berganti-ganti
shift dengan jarak relatif singkat dan adanya faktor-faktor di
lingkungan kerja yang tidak diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu
kondisi pasien, resiko tertular penyakit, tanggung jawab atas kondisi dan
kesehatan pasien, dan kondisi ruangan tempat perawat bekerja.
2. Karyawan cleaner lebih banyak yang tergolong ke dalam kategoti puas
bekerja sebanyak 42 orang dibandingkan tidak puas bekerja sebanyak 10
orang. Artinya karyawan cleaner di PT. SINERGI Integra Service mayoritas
merasakan apa yang menjadi harapannya sesuai dengan kenyataan yang
diterima. Harapan karyawan cleaner dalam bekerja dapat mengembangkan
keterampilan, dapat terwujud dari ragam tugas yang dikerjakan. Karyawan
cleaner dapat menjalin hubungan yang harmonis dengan atasan maupun
rekan kerja.
3. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil simpulan bahwa terdapat
hubungan negatif antara job insecurity dengan kesejahteraan psikologis pada
responden karyawan outsourcing PT. Mitra Pengusaha Indonenesia cabang Kudus.
Hal ini berarti munculnya job insecurity berhubungan dengan turunnya tingkat
kesejahteraan psikologis pada diri responden.Hasil simpulan di atas digunakan
peneliti sebagai dasar memberikan masukkan kepada perusahaan agar dapat
menciptakan kondisi kesejahteraan psikologis pada diri karyawan dengan cara
mengurangi timbulnya job insecurity pada karyawan.

17
4. Berdasarkan hasil analisa data, maka diperoleh kesimpulan utama bahwa tidak
terdapat hubungan antara modal psikologis dengan keterikatan kerja pada perawat di
instalasi rawat inap Rumah sakit Jiwa Menur Surabaya.
5. Hasil penelitian ini telah menjawab tujuan penelitian untuk mengetahui ada
atau tidak pengaruh antara Leader-Member Exchange (LMX) dan Work-
Family Conflict (WFC) dalam memprediksi Organitation
kontribusi/pengaruh terhadap OCB. Dapat dikatakan dalam penelitian ini
ditemukan bahwa WFC lebih mempengaruhi OCB dibandingkan LMX

B. Saran

Semoga makalah ini dapat membantu para pembaca dan dapat memberikan
pengetahuan tentang PSIKOLOGI INDUSTRI. Kami mengetahui bahwa
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya dari segi penulisannya. Oleh
karena itu, saran dari pembaca sangat Kami butuhkan untuk mengoreksi makalah
ini agar lebih baik lagi. Adapun saran dari Kami untuk pembaca agar lebih sering
membaca untuk memperoleh wawasan yang lebih luas lagi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Indrianti, R. (2012). Hubungan Antara Modal Psikologis Dengan Keterikatan Kerja Pada
Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya, 1(03).

Nopiando, B. (2012). Hubungan Antara Job Insecurity dengan Kesejahteraan Psikologis


pada Karyawan Outsourcing. Journal of Social and Industrial Psychology, 1(2), 1–
6.

Revalicha, N. S. (2012). Perbedaan Stres Kerja Ditinjau dari Shift Kerja pada Perawat di
RSUD Dr . Soetomo Surabaya, 1(3).

Sandjaja, M. (n.d.). Pengaruh Leader Member Exchange dan Work Family Conflict
terhadap Organizational Citizenship Behavior, 1(02), 73–80.

Tanujaya, W. (2012). HUBUNGAN KEPUASAN KERJA DENGAN


KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS ( PSYCHOLOGICAL WELL BEING ) PADA
KARYAWAN CLEANER ( STUDI PADA KARYAWAN CLEANER YANG
MENERIMA GAJI TIDAK SESUAI STANDAR UMP DI PT . SINERGI
INTEGRA SERVICES , JAKARTA ), (November 2011).
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai