Pada kota besar urbanisasi menjadi bagian yang tidak terlepaskan. Pada
kota besar memberikan banyak daya tarik yang menjadi salah satu factor besar
yang membuat kaum urban. Pesatnya laju perkembangan penduduk membuat
penyebaran yang tidak merata. Haryono (1999) menjelaskan meningkatnya arus
urbanisasi tersebut nampaknya berseiring banyaknya pusat-pusat perekonomian
yang dibangun di daerah perkotaan, terutama dalam bidang industrialisasi.
Peningkatan pertumbuhan penduduk perkot aan akan menimbulkan berbagai
permasalahan serta membawa konsekuensi dalam segala aspek kehidupan di
perkotaan. Banyak kota besar yang dalam kenyataannya tidak mampu lagi
menyediakan pelayanan sanitasi, kesehatan, perumahan, transportasi, dan
lapangan kerj a lebih dari yang minimal kepada sebagian penduduknya. Tiga hal
yang mempengaruhi pertumbuhan urbanisasi yaitu peningkatan jumlah penduduk
alami, migrasi desa kota, dan klasifikasi ulang. Urbanisasi di Indonesia dipicu
oleh pembangunan ekonomi, terutama pada sektor industri dan jasa, yang
cenderung berlokasi pada kota-kota besar.
Bimal Kanti Paul (Manggar, 2011) dalam penelitiannya Urban
Concentration in Asian Countries: A Temporal Study (Paul, 1986), konsentrasi
dari populasi urban di Kota terbesar dari sebuah negara merupakan karakteristik
dari urbanisasi di negara dunia ketiga. Konsentrasi masyarakat urban
menunjukkan perkembangan kota-kota di Negara berkembang. Kota dianggap
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, menyebabkan kota-kota besar dari sebuah
Negara berkembang mengalami pertumbuhan penduduk akibat urbanisasi yang
besar. Hal ini dapat kita lihat di Kota Makassar yang merupakan salah satu kota
besar.
Pada tulisan ini yang membahas mengenai The city akan menjelaskan
fenomena keberadaan kaum urban dalam perspektif psikologi. Selain itu akan
dijelaskan mengenai Dampak kehidupan kaum urban di perkotaan dan mengenai
solusi lingkungan bagi permasalahan kaum urban.
Kota sebagai sebuah tempat di karakterkan oleh berbagai pilihan dan
realita menarik perhatian. Kota dapat menarik manusia menjauh atau mendekat
bersama. Gejala ini dapat menimbulkan perilaku berbada antara satu kota dengan
kota lainnya. Ada kota yang optimal dalam melayani penduduknya ada yang tidak.
Kota kadang bukan hanya sebuah tempat nemun bahkan berhubungan dengan hal
lain dan sebagai bagian dari suatu wilayah
Kota mempunyai dampak negatif dan positif bagi penduduknya. Sebagai
media atraktif pembentuk persepsi dan perilaku manusia. Perencanaan kota yang
tidak tepat dapat menyebabkan permasalahan sosial seperti tingginya tingkat
kejahatan, masalah gelandangan, perusakan fasilitas kota.
A. Dampak Kehidupan Kaum Urban di Perkotaan
Dampak perilaku pada masyarakat kota dalam kaitan penyesuaian diri
terhadap lingkungannya memiliki dimensi antara lain overload notions,
adaptatiton level, environmental stress dan behavior constraint (Bell dkk, 2001).
Overload Notions
Overload notion diartikan sebagai tekanan dan keharusan yang berlebih yang
mengharuskan kita bertindak untuk mengikuti aturan tersebut.
Adaptation Level
Adaptation level, adalah suatu tingkatan stimulus dari penduduk kota untuk
menyesuaikan
dengan
kondisi
kota
seperti
kebisingan,
kesesakan
dan
ketidaknyaman. Adaptasi ini juga menstimuli kondisi keadaan yang baik dari
sebuah kota.
Environmental Stress
Environmental stress, stres terhadap lingkungan disebabkan stimuli negatif dari
kondisi kota. Reaksi negatif dari stres berdampak pada perilaku dan komponen
psikologis. Reaksi karena kondisi ini dapat di-coping sehingga dampak yang
ditimbulkan dapat mengeliminasi rasa tertekan, sebaiknya jika coping stres tidak
berhasil maka akan ada dampak tekanan bila tetap berada dalam wilayah tersebut.
Behavior Constraint
Behaviour constraint diartikan bahwa penduduk kota memiliki tekanan dalam
perilaku sehari-hari yang diakibatkan dari kemacetan lalu lintas, kondisi angkutan
massal dan kondisi tempat tinggal.
berkesinambungan.
A variety of spaces, taman bermain sebaiknya bermacam ruang dalam satu
aktifitasnya.
A system of pathways, antara area bermain harus terhubung baik satu sama
lain. Hal ini akan terbentuk pola kemampuan memilih bagi anak.
Three dimensional layering, diharapkan bentuk taman bermain anak bukan
hanya jenis layering dan cover, namun sudah berupa bentuk real dengan
model menarik. Hal ini diharapkan agar anak mempunyai petualangan
Sumber bacaan :
Bell, P. A., Greene, T. C., Fisher, J. D., & Baum, A. (2001).Environmental
Psychology (5th edition). Toronto: Harcourt Brace College Publishers.
Haryono, T, J, S. (1999). Dampak Urbanisasi Masyarakat di Daerah Asal. Jurnal
Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik. Vol XII, hal 67-78.
Manggar, S, F (2011). Penggusuran Sebagai implikasi Kebijakan Ruang Terbuka
Hijau Dalam Perspektif HAM: S tudi Kasus Penggusuran Taman Bersih,
Manusiawi, dan Berwibawa (BMW). Jurnal Kriminologi Indonesia. Vol II,
hal 212-227.